Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

AGUS WAHYUDA TBIO-3 SEM 5 - ARTIKEL O3 EKOLOGI HEWAN - Compressed

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

ARTIKEL EKOLOGI HEWAN

AGUS WAHYUDA
NIM 0310193093
TADRIS BIOLOGI 3 SEMESTER V
DOSEN PENGAMPU : RONI AFRIADI M.Pd
Email : aguswahyuda157@gmail.com

” Komunitas dalam ekosistem, rantai makanan yang melingkupi piramida makanan,”


”hubungan intraspesifik dan interspesifik hewan serat suksesi yang terjadi pada lingkungan”
”hewan”

A. Ananlisis Materi
a. Pengertian Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah
tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat
keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu tempat
yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka hidup
membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas. Dengan memperhatikan keanekaragaman
dalam komunitas dapatlah diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas
tersebut. Komunitas dengan populasi ibarat makhluk dengan sistem organnya, tetapi dengan tingkat
organisasi yang lebih tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang tidak dimiliki
oleh baik sistem organ maupun organisasi hidup lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi akan
berlangsung terus sampai pada suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga timbulnya jenis
tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu
terjadi. Oleh karena itu, komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat dicapai. Perubahan
komunitas tidak hanya terjadi oleh timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni yang
pertama.
Sering terjadi, spesies tumbuhan dan hewan dijumpai berulangkali dalam berbagai komunitas
dan menjalankan fungsi yang agak berbeda. Kombinasi antara habitat , tempat suatu spesies hidup,
dengan fungsi spesies dalam habitat itu memberikan pengertian nicia (niche). Konsep nicia ini
penting karena selain dapat digunakan untuk meramal macam tumbuhan dan hewan yang yang dapat

EKOLOGI HEWAN Page 1


ditemukan dalam suatu komunitas, juga dipakai untuk menaksir kepadatan serta fungsinya pada
suatu musim.
Kepadatan individu dalam suatu populasi langsung dapat dikaitkan dengan pengertian
keanekaragaman. Istilah ini dapat diterapkan pada pelbagai bentuk, sifat, dan ciri suatu
komunitas. Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies, keanekaragaman dalam pola
penyebaran. Margalef (1958) mengemukakan bahwa untuk menentukan keanekaragaman komunitas
perli dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam organisasi komuniatsnya. Misalnya
mengalokasikan individu populasinya ke dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke dalam
habitatnya, menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat tersebut dan menempatkan setiap
individu ke dalam tiap habitatnya dan menentukan fungsinya. Dengan memperhatikan
keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi
komunitsas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaannya sehingga keadaannya lebih
mantap.

b. Pengertian Pola Komunitas


Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan interaksinya
dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson, 1953). Komunitas ialah kumpulan dari
berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain.
Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan
kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai
yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan)
dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau
persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang
berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi
sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu.
Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat
ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan
pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.

EKOLOGI HEWAN Page 2


Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing crop dari organisme yang
memberikan sumbanagan kepada keanekaragaman pola di dalam komunitas seperti, misalnya : 1.
Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2. Pola-pola zonasi (pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola
kegiatan (periodisitas), 4. Pola-pola jaring-jaring (organisasi jaringan kerja di dalam rantai pangan),
5. Pola reproduktif (asosiasi-asosiasi orang anak-anak, klone-klone tanaman dan sebagainya), 6.
Pola-pola social (kelompok-kelompok dan kawanan-kawanan), 7. Pola-pola ko-aktif (di akibatkan
oleh pesaingan antibiosis, mutualisme dan sebagainya), dan 8. Pola-pola stochastic (diakibatkan oleh
tenaga atau kakas acak).

c. Struktur Komunitas

Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan interaksinya dengan
lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari
susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan
vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi
konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis komunitas
tumbuhan diajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur
suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah
individu dari setiap spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu
spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada
keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy, dkk.,
1986).
Ada sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan komposisi komunitas
tumbuhan darat. Namun yang paling luas diterapkan adalah cara pencuplikan dengan kuadrat atau
plot berukuran baku. Cara pencuplikan kuadrat dapat digunakan pada semua tipe komunitas
tumbuhan dan juga untuk mempelajari komunitas hewan yang menempati atau tidak berpindah.
Rincian mengenai pencuplikan kuadrat meliputi ukuran, cacah, dan susunan plot cuplikan harus
ditentukan untuk membentuk komuniatas tertentu yang dicuplik berdasarkan pada informasi yang
diinginkan (Supriatno, 2001).
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif. Adapun
beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi, fenologi, periodisitas,
stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan parameter
kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks

EKOLOGI HEWAN Page 3


nilai penting (INP), perbandingan nilai penting (summed dominance ratio), indeks dominansi, indeks
keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu komunitas. (Setiadi, 1983).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari bentuk-bentuk pertumbuhan
pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut dan alga) yang menyusun struktur komunitas hewan dan
tumbuhan secara fisik (Odum,1971). Menurut Setiadi (1983), untuk kepentingan analisis komunitas
tumbuhan diperlukan parameter kualitatif. Adapun beberapa parameter kualitatif komunitas
tumbuhan antara lain fisiognomi, fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya
hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam analisis komunitas
tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai
penting (summed dominance ratio), indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan,
dan homogenitas suatu komunitas. Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas :
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan
kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai
yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan)
dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau
persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang
berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi
sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu.
Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam
tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi
merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai
dengan lingkungannya
Secara garis besar komunitas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sebagai
berikut :
1. Komunitas perairan terdiri atas populasi dari berbagai jenis organisme yang seluruh anggotanya
hidup di dalam air, baik di air tawar, di payau, atau di air asin. Karakteristik biogeokimia
lingkungan perairan mempengaruhi keragaman kehidupan jenis organisme penghuninya. Dalam
komunitas perairan itu sendiri terdapat komunitas bentos yang terdiri atas hewan-hewan yang
melekat pada dasar perairan, komunitas plankton yang merupakan organisme kecil yang terapung
dan gerakannya tergantung arus, dan neuston yang anggotanya bergerak di permukaan air.
2. Komunitas daratan terdiri atas populasi organisme yang seluruh hidupnya terdapat di atas
daratan. Komunitas ini dapat dibedakan atas komunitas daratan berair, seperti hutan rawa, hutan

EKOLOGI HEWAN Page 4


magrove, dan habitat daratan kering. Setiap organisme hidup (biotik) di lingkungan atau di suatu
daerah berinteraksi dengan faktor-faktor fisik dan kimia yang biasa disebut faktor biotik (yang
tidak hidup). Faktor biotik dengan abiotik saling mempengaruhi atau saling mengadakan
pertukaran material yang merupakansuatu sistem. Disebut sistem karena penyebaran organisme
hidup di dalam lingkunagn tidak terjadi secara acak, menunjukkan suatu “keteraturan” sesuai
dengan kebutuhan hidupnya. Setiap sistem yang demikian disebut ekosistem. Jadi komunitas
dengan lingkungan fisiknya membentuk ekosistem (Soerianegara,1988).

d. Pengertian Rantai Makanan beserta contoh

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui
seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap
pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah
dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai
makanan semakin besar pula energi yang tersedia.

Ada dua tipe dasar rantai makanan:

1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora.


2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora =
organisme pemakan sisa) predator.

Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam suatu
komunitas yang kompleks antar komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu
kelompok organisma yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu., cahaya
matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar, binatang menyusui). Jenis
dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti jenis/spesies di antara mereka dan tempat
kediaman yang mendukung mereka. Selanjutnya, rantai makanan dianalisa didasarkan pada
pemahaman bagaimana rantai makanan tersebut memperbaiki mekanisme pembentukannya (gambar
). Ini dapat lebih lanjut dianalisa sebab bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari
satu tingkatan trophic di dalam suatu rantai makanan ( Krebs 1972 in Johannessen et al, 2005).

CONTOH : Rantai Makanan Pada Pantai Berlumpur

EKOLOGI HEWAN Page 5


Gambar. Rantai makanan di wilayah pesisir (Long, 1982 in Johannessen et al, 2005)

Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan (Johannessen et al, 2005)
yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton
adalah komponen rantai makanan utama dan penting, dimana bagian ini berisi informasi yang
mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah proses yang
melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur. Selanjutnya,
pembahasan ini penekananya pada bagaimana mata rantai antara rantai makanan dan tempat
berlundungnya (tidal flat; pantai berlumpur).

1. PHYTOPLANKTON

Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai berlumpur diatur dengan suatu interaksi antara
matahari, hujan, bahan gizi, dan gerakan massa air, serta convergensi yang di akibatkan oleh arus
laut. Sampai jumlah tertentu produksi phytoplankton tergantung pada cuaca, dengan pencampuran
dan stratifikasi kolom air yang mengendalikan produktivitas utama. Percampuran massa air vertikal
yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap produktivitas, dengan mengurangi perkembangan
phytoplankton maka terjadi penambahan energi itu sendiri dan penting bagi fotosintesis.
Bagaimanapun, pencampuran vertikal adalah juga diuntungkan karena proses penambahan energi,
yang membawa bahan gizi (nutrient) dari air menuju ke permukaan di mana mereka dapat digunakan
oleh phytoplankton.

2. ZOOPLANKTON DAN HETEROTROPHS LAIN

Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma trophic sekunder yang berlaku
sebagai consumer utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung ekologis penting sebagai
mata rantai antara produksi phytoplankton utama dan produktivitas ikan. Ikan contohnya, dengan
ukuran panjang antara 50 - 200 milimeter, seperti; ikan herring juvenile dan dewasa, smelt,
stickleback, sand lance, dan ikan salem dewasa, minyak ikan, hake, pollock, lingcod, sablefish, dan
ikan hiu kecil, memperoleh bagian terbesar gizi mereka dari zooplankton dan heterotrophs lain.

EKOLOGI HEWAN Page 6


Penambahan konsumen utama ini adalah mangsa utama untuk sculpins, rockfish, ikan hiu, burung,
dan paus ballen (Strimbling and Cornwel, 1997) Di muara sungai Duwamish (dengan kedalaman
4), ditemukan ikan salem muda memangsa gammarid amphipods yang lebih besar dari ukuran
tubuhnya. Selain itu, ikan salem juga menyukai jenis Corophium salmonis dan Eogammarus
confervicolus. Sebagai tambahan, gammarid amphipods, dalam bentuk juvenille mengkonsumsi
calanoid dan harpacticoid copepods. Merah muda pemuda ikan salem, pada sisi lain, lebih
menyukai harpacticoids yang diikuti oleh calanoid copepods. Juvenille chinook mempercayakan
kepada gammaridean amphipods dan calanoid copepods sebagai betuk diet mereka. Di awali studi
oleh Zedler (1980), menunjukkan bahwa 85 sampai 92 % zooplankton di teluk adalah calanoid
copepods. Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada format hewan plankton, yang tinggal di
kolom air dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current
movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan untuk berpindah
tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke
laut lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi yang cocok
untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik lapisan menyebar ketika
zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan tempat yag terdalam pada siang hari.
Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar, migrasi vertical zooplankton akan
terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami
blooming (pengkayaan).

3. INFAUNA DAN EPIFAUNA BENTHIC

Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan epifauna (organisma yang
mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan taxa berbeda-beda mencakup clam,
ketam, cacing, keong, udang, dan ikan. Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan bangkai,
pemangsa, dan pemberi makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton, sedimen,
detritus dan nutrient lainnya.

Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga bertindak sebagai
konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada tingkatan trophic lebih tinggi, sehingga
menyokong peningkatan produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak, ikan-ikan
demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu, skates dan manta
rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya; shorebirds; mamalia laut, termasuk ikan paus
dan berang-berang laut; dan manusia. Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana berbagai rantai
makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu pada benthic community dalam system

EKOLOGI HEWAN Page 7


dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini
berperan di dalam keseimbangan produktifitas primer perairan.

e. Pengertian Jaring – Jaring Makanan beserta contoh

Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain
sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena
setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya.

Laut merupakan salah satu bagian utama dari komposisi permukaan bumi. Perbandingan
daratan dan lautan adalah 30 % bagian dari permukaan bumi adalah daratan, dan 70 % sisanya
adalah lautan. Presentase wilayah lautan yang besar ini akan lebih mudah diamati jika dibagi
berdasarkan sub–sub bagian, dan prinsip ekologi yang berlangsung didalamnya. Nybaken (1992)
membagi secara garis besar daerah perairan laut, menjadi 2 (dua) kawasan utama yaitu pelagik dan
bentik. Zona pelagik adalah zona permukaan laut yang menerima cahaya matahari (fotik), sedangkan
zona bentik adalah zona dasar laut yang kurang atau tidak sama sekali menerima cahaya matahari
(afotik).

Pada zona pelagik terdapat 3 jenis ekosistem utama, dan umum dijumpai, yaitu ekosistem
terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Ketiga ekosistem ini memiliki produktivitas
primer yang tinggi. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang memiliki produktivitas
tertinggi di seluruh ekosistem alamiah yang terdapat di sekitarnya. Romimohtarto dan Juwana
(1999) menyatakan bahwa produktivitas primer rata-rata terumbu karang adalah 20.000
Kcal/m2/tahun atau sekitar 10 g/m2/hari. Nybakken (1992) menyatakan terumbu memiliki
kemampuan untuk menahan bahan organik dan menjalankan fungsinya seperti layaknya sebuah
kolam yang akan menampung sesuatu segala dari luar.

Bahan organik yang tertampung adalah indikator kesuburan ekosistem terumbu karang.
Karena bahan organik tersebut akan didekomposisi oleh bakteri dan selanjutnya menjadi nutrien
anorganik yang dapat dimanfaatkan oleh produser untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut
berupa Karbon organik, Nitrogen, dan Posfat. Selanjutnya kesuburan ekosistem terumbu karang,
menghadirkan keanekaragaman (biodiversity) organisme perairan di dalamnya. Dimana organisme-
organisme perairan ini memiliki fungsi secara ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi, Nontji (1993)
menjelaskan bahwa organisme yang hidup di terumbu mempunyai nilai niaga seperti udang karang,
rajungan, kerang lola dan berbagai jenis ikan karang, yang biasanya dimanfaatkan sebagai ikan hias.

EKOLOGI HEWAN Page 8


Pemanfaatan secara ekonomi semata-mata, akan menyebabkan degradasi lingkungan dan
overeksploitasi dimana akan memberikan dampak negatif secara ekologi. Oleh karena itu dibutuhkan
sebuah kajian yang mendalam tentang materi unsur hara yang mempengaruhi biodiversity dan untuk
mengetahui beberapa organisme perairan yang dalam siklus hidupnya berinteraksi dengan ekosistem
karang, seperti pada jaring makanan.

Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk
mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh
makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan
oksigen secara mandiri (heterotrof).

Contoh : Jaring makanan terumbu karang

Nybakken (1992) mengelompokkan produsen yang terdapat pada jaring makanan karang
adalah alga koralin, alga hijau alga coklat dan zooxanthella. Dari gambar diatas dapat diamati bahwa
produser dikonsumsi oleh sejumlah organisme avertebrata seperti bintang laut raksasa ( Acanthaster
planci ) dan invertebrata seperti ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Terdapat juga organisme yang
memakan alga yang banyak terdapat di ekosistem karang seperti ikan famili Acanthuridae. Tipe
pemangsaan yang ada adalah 50-70 % karnivora. Goldman dan Talbot 1976 dalam Nybakken (1992)
menyatakan bahwa banyak dari ikan karnivora di ekosistem terumbu karang adalah opurtunistik.
Mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Mereka juga memakan mangsa yang berbeda pada
tingkatan yang berbeda dalam siklus kehidupan mereka.

f. Pengertian Piramida Makanan beserta contoh

Fenomena interaksi antara rantai-rantai makanan dan hubungan metabolisme menyebabkan


berbagai komunitas memiliki struktur tropik tertentu. Demikian pula pada berbagai ekosistem
seperti : ekosistem danau, hutan, terumbu karang, padang rumput juga memiliki struktur tropik
tertentu. Struktur tropik dapat diukur dan digambarkan dengan biomassa per satuan luas maupun

EKOLOGI HEWAN Page 9


dengan banyaknya energi yang diserap per satuan waktu pada tingkat tropik yang berurutan
(Resosoedarmo, 1985)

Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi, dimana tingkat
pertama atau tingkat produsen merupakan tingkatan yang paling dasar dari tingkat-tingkat
berikutnya hingga membentuk puncaknya.

Piramida ekologi (seperti pada gambar) dapat mengukur struktur tropik dan fungsi tropik
berupa : piramida jumlah individu (A), piramida biomassa (B), dan piramida energi. Piramida
biomassa dianggap lebih baik daripada piramida jumlah individu karena disini hubungan kuantitatif
biomassa dapat terlihat. Piramida ekologi memberikan gambaran kasar tentang efek hubungan
rantaipangan untuk kelompok ekologi secara menyuluruh (Resosoedarmo, 1985)

a) Gambar : A. Contoh piramida jumlah. Jumlah organisme (tidak termasuk pengurai) di


padang rumput disusun menurut tingkat tropik.
b) Contoh piramida biomassa dari suatu ekosistem terumbu karang. Angka-angka adalah bobot
kering biomassa
c) Contoh piramida energi berdasarkan nilai tahunan. Sebagian dari energi total yang ditambat
sebagai biomassa organik yang secara potensial tersedia sebagai makanan bagi populasi lain
dalam tingkat tropik berikutnya ditunjukkan dengan angka dalam kurung.

Piramida ekologi dipergunakan untuk menunjukkan hubungan kuantitatif komponen biologis


dalam ekosistem. Menurut fungsinya piramida ekolagi dapat menggambarkan struktur tropik dan
fungsi tropik melalui 3 tipe piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan
piramida energi.

EKOLOGI HEWAN Page 10


Gambar : Bentuk piramida ekologi

a. Piramida Jumlah

Piramida jumlah mengelompokkan individu yang menempati daerah tertentu berdasarkan


tingkat tropiknya. Piramida jumlah melukiskan jumlah individu organisme yang ada pada tiap
tingkat tropik, seperti organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah, sedangkan
organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang. Dapat dikatakan bahwa
pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan sebagai produsen selalu lebih banyak
daripada organisme herbivora sebagai konsumen I. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih
banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1 yang akan berperan sebagai konsumen II. Karnivora
tingkat 1 juga selalu lebih banyak daripada karnivora tingkat 2, jadi piramida jumlah ini di dasarkan
atas jumlah organisme di tiap tingkat trofik.

Gambar : Piramida jumlah

b. Piramida Biomassa

Piramida ini mengelompokkan individu-individu yang mewakili tiap tingkat tropik


berdasarkan biomassanya. Biomassa disebut juga standing crop yaitu jumlah nyata materi hidup
yang terkandung dalam ekosistem.Biomassa juga dapat diartikan sebagai ukuran berat materi hidup
di waktu tertentu. Piramida ini dianggap lebih baik daripada piramida jumlah karena hubungan
kuantitatif biomassa dapat terlihat. Massa individu ditimbang setelah terlebih dahulu dikeringkan
EKOLOGI HEWAN Page 11
sehingga diperoleh berat kering individu. Biomassa individu dinyatakan dalam satuan berat/satuan
luas atau gram berat kering/m2. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat
organisme di tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat
diperkirakan.Piramida biomassa umumnya menyempit secara tajam dari produsen di bagian dasar ke
karnivora tingkat atas di bagian ujung, karena transfer energi antara tingkat-tingkat tropik adalah
sedemikian tidak efisien.

Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di habitat


tertentu, dan diukur dalam gram.Untuk menghindari kerusakan habitat maka biasanya hanya diambil
sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa dihitung. Dengan pengukuran seperti
inakan didapat informasi yang lebih akurat tentang apa yang terjadi pada ekosistem.

Gambar : Piramida Biomassa

c .Piramida energi

Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang
ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan
dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran
energi dalam ekosistem. Piramida energi disebut juga piramida produktifitas dan dinyatakan dalam
mg berat kering/m2/waktu. Dibandingkan dengan kedua piramida yang lain, piramida nergi
merupakan piramida terbaik yang dapat menggambarkan dinamika kehidupan dari komponen-
komponen penyusun ekosistem karena :

1. Dapat memberikan gambaran yang dinamis dan menyeluruh dalam satuan ruang dan waktu
tentang kecepatan perpindahan energi potensial dalam bentuk materi (bahan makanan) di
sepanjang rantai makanan atau tingkat tropik yang berurutan.
2. Bentuk piramida tidak dipengaruhi oleh variasi dalam ukuran maupun laju metabolisme
individu-individu yang berada pada setiap tingkatan tropik. Oleh karena itu apabila semua

EKOLOGI HEWAN Page 12


sumber energi diperhitungkan maka bentuk piramida energi tidak pernah terbalik karena
sesuai dengan hukum termodinamika II.

Energi yang berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi.
Pertama produsen merubah sinar matahari menjadi energi kimia yang disimpan di dalam
protoplasma (sel-sel tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen pertama memakan
tanaman, merubah energi menjadi bentuk energi kimia yang berbeda yang disimpan di dalam sel-sel
tubuh. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama.

Gambar : Piramida energi

Sebagian besar organisme memiliki efisiensi ekologi yang rendah. Ini berarti mereka hanya
dapat merubah sedikit bagian dari energi yang tersedia bagi mereka untuk disimpan menjadi energi
kimia. Contohnya tanaman-tanaman hijau hanya dapat merubah sekitar 0,1 hingga 1 % tenaga
matahari yang mencapainya ke dalam protoplasma. Sebagian besar energi yang tertangkap di bakar
untuk pertumbuhan tanaman dan lepas ke dalam lingkungan sebagai panas. Begitu juga herbivora
atau binatang pemakan tumbuhan dan karnivora binatang pemakan daging merubah energi ke dalam
sel-sel tubuh hanya sebagian dari zat makanan yang dikonsumsi. Karena begitu banyaknya energi
yang lepas sebagai panas pada setiap langkah dari rantai makanan, semua ekosistem
mengembangkan sebuah piramida energi. Tanaman sebagai produsen menempati bagian dasar
piramid, herbivora (konsumen pertama) membentuk bagian berikutnya, dan karnivora (komsumen
kedua) membentuk puncak piramida. Piramid tersebut mencerminkan kenyataan bahwa banyak
energi yang melewati tanaman dibandingkan dengan herbivora, dan lebih banyak yang melalui
herbivora dibandingkan dengan karnivora.
Di dalam ekosistem-ekosistem daratan piramida energi tersebut menghasilkan sebuah
piramida biomasa (berat). Ini berarti bahwa berat total dari tanaman-tanaman adalah lebih besar
dibandingkan dengan berat total herbivora yang melampaui berat total karnivora. Tetapi di dalam
lautan biomasa (berat) tanaman-tanaman dan binatang-binatang adalah sama.

EKOLOGI HEWAN Page 13


Ahli-ahli ekologi mengumpulkan informasi pada sebuah piramida biomasa pada Isle Royale.
Mereka meneliti hubungan piramida diantara tanaman, rusa dan serigala. Dalam sebuah penelitian
mereka menemukan bahwa diperlukan tanaman seberat 346 kg untuk makanan rusa seberat 27 kg.
Rusa seberat inilah yang diperlukan untuk makanan serigala seberat 0,45 kg.
Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap
tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut.
1. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik
selanjutnya.
2. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicerna dan dikeluarkan sebagai sampah.
3. Hanya sebagaian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisme, sedangkan
sisanya digunakan sebagai sumber energi.
Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Energi diperoleh
organismee dari makanan yang dikonsumsinya dan dipergunakan untuk aktivitas hidupnya.
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama kehidupan. Tumbuhan berklorofil memanfaatkan
cahaya matahari untuk berfotosintesis. Organisme yang menggunakan energi cahaya untuk merubah
zat anorganik menjadi zat organik disebut kemoautotrof Organisme yang menggunakan energi yang
didapat dari reaksi kimia untuk membuat makanan disebut kemoautotrof.Energi yang tersimpan
dalam makanan inilah yang digunakan oleh konsumen untuk aktivitas hidupnya.
Pembebasan energi yang tersimpan dalam makanan dilakukan dengan cara oksidasi (respirasi).
Golongan organisme autotrof merupakan makanan penting bagi organisme heterotrof, yaitu
organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri misalnya manusia, hewan, dan bakteri
tertentu. Makanan organisme heterotrof berupa bahan organik yang sudah jadi.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi
yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, konsumen primer, konsumen tingkat tinggi,
sampai ke saproba di dalam tanah. Siklus ini berlangsung dalam ekosistem
Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengukur alirn energi melalui rantai makanan. Salah
satu yang paling mendalam ialah dilaksanakan oleh H.T. Odum pada ekosistem sungai, Silver
Spring, di Florida. Beliau menemukan bahwa hasil produsen ialah 8833 kkal/m2/tahun (perhatikan
gambar di bawah). Sebagain besar dari bahan ini (5465 kkal) menjadi sisa-sisa tambahan yang
dihancurkan oleh pengurai atau aliran keluar sistem. Herbivora mengkonsumsi 3368 kkal/m 2/tahun.
Lebih dari 1.890 kkal hilang, terutama melalui respirasi seluler. Jadi produktivitas bersih herbivora
adalah 1478 kkal/m2/tahun. Hal ini merupakan 17% dari produktivitas bersih produsen. Beberapa
konsemen primer mati dan sisanya hancur disitu atau diangkut ke hilir. Hanya 383 kkal/m 2/tahun
dikonsumsi oleh konsumen sekunder. Diantaranya 316 kkal digunakan dalam respirasi, yang hanya

EKOLOGI HEWAN Page 14


bersisa 67 kkal/m2/tahun produktivitas bersih pada tingkat tropik tersebut. Ini hanya 4% dari
produktivitas berih dari tingkatan sebelunya. Efesiensi rendah seperti ini adalah khas bagi karnivora.
Dari produktivitas bersih tersebut pada tingkatan konsumen sekunder (karnivora pertama), akhirnya
46 kkal hilang karena hancur dan pengangkutn hilir. Hanya 21 kkal/m2/tahun samapai pada
konsumen tersier. Dari jumlah ini mereka menggunakan 15 kkal dalam respirasi, dan mempunyai
produktivitas bersih hanya sebesr 6 kkal/m2/tahun (Kimball,1983)

Gambar : Aliran energi melalui Silver Spring (Berdasarkan data yang diperoleh Howard T.
Odum)

Dari aliran energi dan data Odum untuk produktivitas bersih pada berbagai tingkatan tropik di
Silver Springs, kita memperoleh piramida energi seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini
:

Gambar : Piramida energi di Silver Springs, Florida. Angka merupakan hasil bersih pada
setiap tingkatan tropik yang dinyatakan dalam kkal/m2/tahun. (Berdasarkan data yang
diperoleh Howard T. Odum)

Pada setiap mata rantai makanan sebagian besar energi matahari, yang semuanya ditangkap
oleh autotrof yang berfotosintesis, dihamburkan kembali ke alam sekitarnya (sebagai panas). Maka
kita dapat menyimpulkan bahwa jumlah total energi yang tersimpan dalam tubuh popuasi tertentu
tergantung pada tingkatan tropiknya. Sebagai contoh seperti pada gambar,jumlah total energi yang
terdapat dalam populasi katak harus jauh lebih kecil daripada yang ada dalam serangga yang
merupakan mangsanya. Pada gilirannya, serangga hanya mempunyai sedikit energi yang disimpan
EKOLOGI HEWAN Page 15
dalam tumbuhan yang dimakannya. Penurunan jumlah total energi yang tersedia pada tingkat tropik
dapat diterangkan melalui piramida energi (Kimball, 1983)

Gambar 10 : Piramida energi. Pada setiap rantai makanan, energi yang semula
disimpan oleh tumbuhan rumput autotrofik dihamburkan

Bentuk - bentuk piramida ekologi di beberapa ekosistem

 Piramida jumlah dalam suatu akre rumput taman ( Odum, dalam Kimball,1983)

 Piramida biomassa di Silver Spring, Florida (a) dan piramida terbalik biomassa dalam suatu
danau (Kimball,1983)

 Piramida ekologi pada ekosistem perairan terbuka hingga hutan-hutan yang luas

EKOLOGI HEWAN Page 16


Keterangan Gambar :

o P = produsen, C1= konsumen primer, C2= konsumen sekunder, C3= konsumen tersier
(karnivora puncak), S = saprotrof (bakteri & cendawan), D = pengurai (bakteri, cendawan +
detrivora).
o A. Data tumbuhan padang rumput dari Evans dan Cain,1952; data binatang dari
Walcott,1937; hutan daerah beriklim sedang didasrkan atas hutan-hutan Wytham dekat
Oxford, England
o B. Saluran Inggris, Harvey 1950, Danau Wisconsin (danau Webwer), Juday 1942, Padang
Tua Georgia, E.P.Odum, 1957 ; terumbu karang, Hutan Panama, F.B.Golley dan G. Child
o C. Silver Springs, H.T. Odum, 1957
o D. Danau Italia (Lago Magiore), Ravera 1969
o E. Arthropoda tanah, Engelmann, 1968

g. Pengertian Kompetisi Interspesifik Dan Intraspesifik

Interaksi adalah hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang
lainnya. Ada dua macam interaksi berdasarkan jenis organisme yaitu interaksi intraspesifik
dan interaksi interspesifik. Interaksi intraspesies adalah hubungan antara organisme yang berasal dari
satu spesies, sedangkan interaksi interspesies adalah hubungan yang terjadi antara organisme yang
berasal dari spesies yang berbeda (Elfidasari, 2007).

EKOLOGI HEWAN Page 17


Secara garis besar interaksi intraspesifik dan interspesifik dapat dikelompokkan menjadi
beberapa bentuk dasar hubungan,yaitu (i) netralisme yaitu hubungan antara makhluk hidup yang
tidak saling menguntungkan dan tidak saling merugikan satu sama lain, (ii) mutualisme yaitu
hubunganantara dua jenis makhluk hidup yang saling menguntungkan,bila keduanya berada pada
satu tempat akan hidup layak tapi bila keduanya berpisah masing-masing jenis tidak dapat hidup
layak, (iii) parasitisme yaitu hubungan yang hanya menguntungkan satu jenis makhluk hidup saja,
sedangkan jenis lainnya dirugikan, (iv) predatorisme yaitu hubungan pemangsaan antara satu jenis
makhluk hidup terhadap makhluk hidup yang lain, (v) kooperasi adalah hubungan antara dua makluk
hidup yang bersifat saling membantu antara keduanya, (vi) kompetisi adalah bentuk hubungan yang
terjadi akibat adanya keterbatasan sumber daya alam pada suatu tempat, (vii) komensalisme adalah
hubungan antara dua makhluk hidup, makhluk hidup yang satu mendapat keuntungan sedang yang
lainnya tidak dirugikan, (viii) antagonis adalah hubungan dua makhluk (Elfidasari, 2007).

Kompetisi adalah interaksi antar individu yang muncul akibat kesamaan kebutuhan akan
sumberdaya yang bersifat terbatas, sehingga membatasi kemampuan bertahan (survival),
pertumbuhan dan reproduksi individu penyaing. Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman.
Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan
mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat tanaman peka terhadap kompetisi ,
hal itu disebut periode kritis (Soejono, 2009).

Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing
tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama dan meminimumkan
kompetisi yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tanaman tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai
hal yaitu pengaturan jarak tanam, populasi tanaman, umur panen tiap-tiap tanaman, dan juga
arsitektur tanaman (Apriliyani, 2014).

Keuntungan dan Kerugian Kompetisi Interspesifik

Kompetisi interspesifik antar kedua spesies dapat mengakibatkan kepunahan salah satu atau
kedua kompetitor di habitat mereka, atau keduanya saling berkoeksistensi di habitatnnya. Pada
keadaan terjadinya kepunahan (bisa akibat migrasi atau kematian) satu spesies, salah satu spesies
kompetitor itu unggul dan mendesak spesies yang lemah. Bila spesies yang lemah tidak mengubah
nichenya sehingga tingkat keberimpitan nichenya berkurang maka akan terjadilah kepunahan
populasi di habitat tersebut. Seandainya spesies yang lemah dapat menyesuaikan diri dengan spesies
unggul maka keduanya dapat berkoeksistensi di habitat tersebut atau mencapai keseimbangan (Suin,
2003).

EKOLOGI HEWAN Page 18


Persaingan antar jenis dapat berakibat dalam penyesuaian keseimbangan dua jenis, atau dapat
berakibat dalam penggantian populasi jenis satu dengan jenis yang lainnya atau memaksa salah
satunya dari dua jenis yang bersaing itu untuk menempati tempat lain atau menggunakan pakar lain,
tidak peduli apapun yang menjadi dasar persaingan itu. Sering kali teramati bahwa organisme-
organisme yang dekat hubungannya mempunyai kebiasaan atau bentuk-bentuk hidup yang serupa
sering kali tidak terdapat didalam tempat-tempat yang sama. Apabila mereka tinggal di tempat yang
sama, mereka menggunakan pakan yang berbeda, mereka aktif yang berbeda, atau kalau tidak
mereka menempati relung-relung ekologi yang berbeda (Leksono, 2007).

Kompetisi interspesifik antara kedua spesies dapat mengakibatkan kepunahan salah satu atau
kedua kompetitor di habitat mereka, atau keduanya saling berkoeksistensi di habitatnya. Pada
keadaan terjadinya kepunahan (bisa akibat dari migrasi atau mati) satu spesies, salah satu spesies
kompetitor itu unggul dan mendesak spesies yang lemah. Bila spesies yang lemah tidak mengubah
nichenya sehingga tigkat keberimpitan nichenya berkurang maka akan terjadilah kepunahan populasi
di habitat tersebut. Seandainya spesies yang lemah tadi dapat menyesuaikan diri dengan spesies yang
lebih unggul maka keduanya dapat berkoeksistensi di habitat tersebut (Nurdin, 2003).

Keuntungan dan Kerugian Kompetisi Intraspesifik

Faktor-faktor intraspesifik merupakan mekanisme interaksi dari dalam individu organisme


yang turut mengendalikan kelimpahan populasi. Pada hakikatnya mekanisme intraspesifik yang di
maksud merupakan perubahan biologi yang berlangsung dari waktu ke waktu (Wirakusumah, 2003).

Penjarangan adalah proses perkembangan dari berdirinya tanaman dari semaian ke individu
dewasa memberi kesan adanya kompetisi pada sumber yang terbatas. Penjarangan muncul sebagai
hasil dari kompetisi intraspesifik pada sumber yang terbatas. Sebagai populasi lokal dari
perkembangan pertumbuhan, tanaman individu menaikkan kuantitas dari nutrisi, air, dan ruang
untuk individu yanng sukses berkompetisi pada habitatnya (Molles, 2005).

h. Suksesi

Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau
ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks.
Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis (Desmukh,
1992).

EKOLOGI HEWAN Page 19


Suksesi vegetasi menurut Odum (1996) adalah urutan proses pergantian komunitas tanaman
di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif
setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements
adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke
yang lebih kompleks.
Odum (1996) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah
lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik dan
abiotik tercapai.
Suksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan,
perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks. Klimaks merupakan fase
kematangan yang final, stabil memelihara diri dan berproduksi sendiri dari suatu perkembangan
vegetasi dalam suatu iklim.
Konsep Klimaks

Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya sendiri dan dapat
mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Di dalam
konsep klimaks ini Clements (1974) berpendapat bahwa:
1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya klimaks yang
sama.
2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks dengan iklim itu
saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebut klimaks klimatik.
3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks.

Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa faktor selain
iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang dan lain-lain.
Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks
yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebut sub klimaks. Komunitas
tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor
penghalang/penghambat dihilangkan. Gangguan dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang
sebenarnya dan ini menyebabkan terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi). Keadaan
seperti ini disebut Disklimak. Sebagai contoh vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan
berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1996)
mengistilahkan klimaks tersebut dengan Pyrix Klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada
pyrix klimaks antara lain: Melastoma polyanthum, Melaleuca leucadendron dan Macaranga sp. Jika

EKOLOGI HEWAN Page 20


pergantian iklim secara temporer menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks
yang diharapkan disebut pra klimaks (pre klimaks).
Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti klimaks. Oleh karena
terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga teori klimaks dengan argumentasi masing-
masing.
1. Teori monoklimaks:
Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks
berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di suatu wilayah
iklim utama.
2. Teori poliklimaks:
Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada suatu
habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang berbeda.
3. Teori informasi
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah antara
teori mooklimaks dan teori poliklimaks.

Odum (1996) mengatakan bahwa komunitas untuk mencapai klimaks akan bervariasi tidak
hanya disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan juga oleh
sifat-sifat ekosistem yang berbeda. Whittaker merupakan penyokong monoklimaks, mengatakan
bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan vegetasi yang mencapai
klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting, Henry, mengatakan bahwa teori poliklimaks
lebih praktis. Hal ini disokong oleh Michols, Tansley dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen, Whittaker dan
ahli ekologi Amerika yang lain menyokong konsep poliklimaks dan semuanya percaya karena ada
fakta bahwa tingkatan klimaks dinyatakan oleh lingkungan individu serta komunitas tanaman dan
bukannya oleh iklim setempat.

EKOLOGI HEWAN Page 21


B. Analisis Jurnal
1. Jurnal Pertama

Judul : BENTUK INTERAKSI INTRASPESIFIK LUTUNG BUDENG


(Trachypithecus auratus) DI KAWASAN HUTAN ADINUSO
KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG
Jurnal : Jurusan Biologi FPMIPA Universitas PGRI Semarang
Volume dan Halaman : Bioma, Vol. 6, No. 1, April 2017
Tahun : Tahun 2017
Penulis : Eti Indriyati, Ary Susatyo Nugroho, Fibria Kaswinarni.
Link jurnal :
file:///C:/Users/user/Downloads/1470-2975-1-SM.pdf

Hasil penelitian perilaku intraspesifik Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) yaitu


kompetisi, komensialisme, kooperasi dan netralisme adalah sebagai berikut:

a. Perilaku interaksi kompetisi

Perilaku kompetisi diawali oleh sikap agresif. Sikap agresif yang ditunjukkan oleh salah
seekor lutung jantan. Pejantan yang dominan akan mengganggu dan mengejar lutung jantan yang
lain, sambil bersuara. Pejantan yang kalah akan keluar dari kelompok makan atau berpindah lokasi
makan. Perilaku agresif menunjukkan adanya dominansi oleh jantan dewasa untuk menguasai
sumberdaya yang ada Perilaku agresif sangat sulit dijumpai karena hanya terjadi pada saat-saat
tertentu. Saputra (2012), mengatakan perilaku yang sedikit dilakukan adalah objek manipulasi,
mendekap di dada, cuddling, agresif dan kawin. Hal ini disebabkan karena perilaku tersebut
merupakan perilaku yang dilakukan pada saat-saat tertentu saja.

b. Perilaku Interaksi Netralisme

Aktivitas makan lutung dilakukan dengan cara memetik dengan tangannya. Bagian yang
dimakan adalah pucuk daun yang masih muda. Rata-rata sisa makan dari lutung sebanyak 1/3 bagian
dijatuhkan ke lantai dasar hutan oleh lutung Jawa (Ihsanu, 2013). Lutung betina memakan pucuk
daun dalam posisi duduk pada ranting dengan infant disampingnya juga dalam posisi duduk pada
ranting serta selalu mengubah arah tempat duduk lutung, Penelitian ini sejalan dengan Shofa (2014),
posisi duduk lutung saat makan yang ditemukan dalam penelitian ini diduga karena ranting pada
pohon pakan tersebut mampu untuk menopang tubuh lutung dan sumber pakannya mudah dijangkau,
sehingga lutung lebih banyak melakukan aktivitas makannya dengan cara duduk. Ketika sedang

EKOLOGI HEWAN Page 22


makan dalam posisi duduk, lutung sering mengubah arah tempat duduknya, yakni untuk mencari
pakan pada arah yang lain ketika pakan yang di hadapannya sudah habis.

Cara makan Lutung Budeng sangat bervariasi, tapi saat pakan dimakan sikap tubuh Lutung
Budeng selalu dalam posisi duduk. Hal ini sejalan dengan penelitian Nursal (2001) yang menyatakan
bahawa sikap tubuh (body gesture) Lutung Budeng saat makan selalu stabil, yakni duduk. Lutung
Budeng makan dengan cara menarik salah satu ranting yang terletak di dekatnya kemudian meraih
pucuk daun menggunakan tangan yang lain, ranting kemudian dilepaskan dan memasukkan daun ke
mulut, digigit sebagian lalu dikunyah sedangkan daun sisa dibuang. Anak makan kurang dari lima
meter atau berdekatan dengan induknya (Nursal, 2001).

Perilaku berikutnya adalah perilaku meniru yang dilakukan oleh Individu jantan dengan
infant dengan presentase sebesar 13,33% . Kejadian ini berlangsung pada pukul 15.01 WIB. Perilaku
diawali dengan individu jantan yang melompat dari ranting satu ke ranting yang lainnya untuk
mencari daun muda atau pucuk daun diikuti oleh Infant yang meniru tingkah laku melompat
dibelakang lutung jantan. Kegiatan ini dilakukan oleh infant sebagai bentuk belajar mencari pucuk
daun muda dengan cara meniru induk ataupun individu jantan dewasa. Berbagai jenis hewan dapat
melakukan perilaku sebagai akibat dari pengamatan dan meniru hewan lainnya. Banyak hewan
predator, termasuk kucing, anjing dan serigala kelihatannya belajar dasar taktik berburu dengan
mengamati dan menirukan induknya. Pada beberapa kasus, faktor genetis dan mencoba-coba dalam
tipe belajar ini memegang peran penting.

c. Perilaku Interaksi Kooperasi

Jumlah kejadian interaksi kooperasi pada Lutung Budeng adalah lima kejadian, dua kali
kejadian di waktu pagi hari dan tiga kali kejadian di waktu sore hari. Perilaku efimeltik yang
ditunjukkan berupa tingkah laku grooming yang dilakukan oleh individu betina dengan individu
betina serta tingkah laku bermain yang dilakukan oleh individu betina dengan infant. Perilaku
efimeletik dilakukan oleh sesama individu betina dengan tingkah laku berupa grooming. Kejadian
ini berlangsung sore hari pada pukul 14.15 WIB, perilaku berupa grooming/menelisik yang
dilakukan antara individu betina dengan individu betina. Perilaku menelisik/mencari kutu pada
bagian ketiak betina yang lain secara bergantian. Aktivitas grooming adalah aktivitas membersihkan
diri atau merawat diri dari kotoran dan parasit yang dilakukan dengan cara mengusap, meraba,
menelisik,menggaruk, menjilat dan menggigit.

EKOLOGI HEWAN Page 23


Menurut Prayogo (2006) dalam Pratiwi (2008), aktivitas grooming dibedakan menjadi dua
macam, yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan
sendiri, sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama individu lain. Pada
umumnya satwa primata di alam hidup berkelompok, maka aktivitas grooming akan dilakukan
bersama-sama individu lainnya. Kegiatan menelisik umumnya dilakukan secara rileks, oleh karena
itu kegiatan menelisik sering dilakukan di saat istirahat. Kegiatan menelisik dapat dilakukan dengan
cara mengusap-usap, mendekatkan mulut dan menarik, menggigit bulu/parasit sambil
memperhatikan bagian tubuh yang diusap. Individu yang ditelisik dalam keadaan diam dan tidak
beraktivitas. Perilaku mencari kutu atau menelisik yang diakukan oleh ketiga pasang individu lutung
betina merupakan bentuk perawatan membersikan tubuh dari kotoran dan serangga, hal ini sangat
menguntungkan bagi masing-masing individu untuk mempererat hubungan sosial antar individu
lutung karena dilakukan secara bergantian, selain itu dari kegiatan menelisik Lutung Budeng akan
mengetahui mereka adalah teman, hal ini sesuai dengan penelitian Kurniawan, (2016) yang
menyatakan bahwa grooming dilakukan untuk mempererat hubungan antar individu simpanse,
karena dengan melakukan grooming maka simpanse akan tahu mereka adalah teman yang tidak akan
menyakitinya. Perilaku menelisik (grooming) merupakan aktivitas mencari kotoran atau ektoparasit,
baik di tubuh sendiri (autogrooming) maupun pada individu lain (allogrooming). Aktivitas ini
dimulai dengan mencari di selasela rambut tubuh, menjilat, dan kemudian mengunyahnya Rahman,
(2011) dalam Permana, et al (2012).

d. Perilaku Interaksi Komensalisme

Perilaku Interaksi Komensalisme Lutung Budeng di Kawasan Hutan Adinuso Subah


Kabupaten Batang. Bentuk interaksi komensalisme yang dijumpai adalah efimeletik, kejadian ini
terjadi sebanyak empat kali, tiga kali diwaktu pagi dan satu kali kejadian diwaktu sore hari.
Komensalisme adalah hubungan antara dua makhluk hidup, makhluk hidup yang satu mendapat
keuntungan sedang yang lainnya tidak dirugikan (Dwidjoseputro, 1991 dikutip dalam Elfidasari
2007).Perilaku efimeletik dilakukan oleh individu betina dengan individu infant. Tingkah laku yang
dilakukan berupa individu infant yang mendekap didada individu betina. Pola pengasuhan
merupakan salah satu bagian dari pola sosial yang khusus dilakukan oleh induk primata terhadap
anaknya. Dari hasil penelitian terlihat individu infant mendekap dan berpegang di bagian dada
induknya sebagai bentuk meminta perlindungan dari ancaman serta belajar mengenai lingkungan
sekitar hal ini sesuai dengan penelitian Khatimah, (2010) yang menyatakan bahwa Bayi primata
pertama kali belajar mengenal lingkungan sekitar melalui induk betina. Bayi primata sangat
tergantung pada induk betina untuk waktu yang lebih lama dibandingkan bayi mamalia lain dengan

EKOLOGI HEWAN Page 24


ukuran tubuh yang sama. Napier & Napier (1985) dalam Khatimah (2010) menyatakan bahwa bayi
primata diberi makan dan dilindungi oleh induknya selama 24 jam.

Jadi atas dasar itu dapat saya simpulkan bahwa Bentuk interaksi intraspesifik Lutung Budeng
(Trachypithecus auratus) menunjukkan bahwa interaksi intraspesifik kooperasi terdapat perilaku
efimeletik dan play, netralisme terdapat perilaku ingestif dan alelometik, kompetisi terdapat perilaku
agonistik, serta komensalisme terdapat perilaku efimeletik dan etefimeletik.

2. Jurnal Kedua

Judul : INTERAKSI INTERSPESIFIK ANTARA TIGA SPESIES RUSA DI


PENANGKARAN (Interspesific Interactions among Three Species of
Deer in Captivity)
Jurnal : Media Konservasi
Volume dan Halaman : Vol. 23 No. 2 Agustus 2018: 144-152
Tahun : Tahun 2018
Penulis : ERIK SETIAWAN, AGUS PRIYONO KARTONO DAN
BURHANUDDIN MASYUD.
Link jurnal :
https://media.neliti.com/media/publications/267640-interspesific-interactions-among-three-s-
6b604e61.pdf

Sifat Interaksi Interspesifik Berdasarkan hasil analisis tentang keberadaan bersama di antara
ketiga spesies rusa dalam suatu kumpulan di suatu tempat dalam satu hari (pagi sampai sore) di areal
penangkaran, diketahui bahwa secara umum persentase rataan waktu keberadaan bersama diantara
spesies-spesies rusa berada dalam rentang 17- 36%. Selain itu selama penelitian juga sangat jarang
(< 3 kali) ditemukan terjadinya perkelahian antar individu spesies rusa yang berbeda, tercatat hanya
satu kali. Mengacu pada kriteria dan indikator serta standar nilai yang digunakan didalam
menentukan sifat interaksi interspesifik diantara ketiga spesies rusa, maka dapat dinyatakan bahwa
sifat interaksi interspesifik diantara rusa bawean, rusa totol dan rusa timor tergolong netral (nol),
artinya tidak menimbulkan kerugian dan tidak menguntungkan diantara spesies yang ada. Situasi ini
menunjukkan bahwa penempatan rusa bawean, rusa totol dan rusa timor dalam sutau areal
penangkaran dengan model ranching tanpa ada pembatas untuk masing-masing spesies rusa dapat
dikembangkan karena tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keberlanjutan hidup dan
kehidupan dari spesies-spesies rusa yang ditangkarkan.

EKOLOGI HEWAN Page 25


Fakta tersebut juga memberikan makna bahwa secara umum diantara rusa bawean, rusa totol
dan rusa timor tidak menunjukkan perilaku agonistik, atau dapat juga dinyatakan bahwa ketiga
spesies rusa tersebut memiliki toleransi yang baik terhadap keberadaan speseis lain di antaranya
pada waktu dan tempat secara bersamaan. Hart (1985) menyatakan bahwa pola perilaku agonistik
merupakan interaksi sosail antar satwa yang dikategorikan pada beberapa tingkatan konflik, yakni
dalam memperoleh makanan, pasangan sosial dan perebutan wilayah insirahat dengan melakukan
tindakan yang bersifat mengancam dan menyerang. Dalam hal ini berkelahi merupakan salah satu
bentuk dari perilaku agonistik, dan di antara ketiga spesies rusa ini di areal penangkaran diketahui
tidak terjadi perkelahian ketika berada bersama dalam suatu kumpulan. Meskipun fakta penelitian
menunjukkan bahwa interaksi interspesifik di antara ketiga spesies rusa bersifat netral, namun dalam
jangka panjang potensi terjadinya konflik atau kompetisi dengan pola interaksi interspesifik bersifat
negatif dapat saja terjadi apabila ketersediaan tumbuhan pakan sebagai unsur penting dalam
menunjang pemenuhan kebutuhan hidup ketiga spesies rusa tersebut tidak cukup tersedia sehingga
memungkinkan terjadinya perebutan (kompetisi) dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu, dalam
pengelolaan penangkaran rusa di Cariu yang dilakukan dengan menempatkan ketiga spesies rusa
dalam suatu areal secara bersamaan harus memperhatikan penyediaan tumbuhan pakan dengan daya
dukung optimum yang mampu memenuhi kebutuhan harian dan produksi rusa secara berkelanjutan.
Terkait dengan daya dukung areal penangkaran rusa Cariu, sejauh ini dapat dinyatakan masih berada
di bawah batas daya dukungnya, karena jumlah total ketiga spesies rusa yang ditangkarkan pada saat
penelitian berjumlah 38 ekor berada di bawah daya dukungnya sebesar 83 ekor berdasarkan hasil
perhitungan Santosa & Firmansyah (2012). Artinya ketersediaan sumberdaya pakan masih cukup
melimpah sehingga belum menjadi masalah yang dapat menyebabkan potensi terjadinya kompetisi.
Itulah sebabnya sejauh itu tidak ditemukan adanya perkelahian (kompetisi) di antara individu spesies
rusa yang berbeda yang saling memperebutkan pakan ketika bersama-sama di areal padang rumput.

Jadi dapat saya simpulkan bahwa Interaksi interspesifik di antara ketiga spesies rusa yang
ditangkarkan secara bersama-sama di dalam satu areal penangkaran bersifat netral (nol).

C. Keterkaitan Materi Dengan Jurnal

Keterkaitan materi dengan jurnal menurut yang saya pahami bahwasannya pada materi
Komunitas dalam ekosistem, rantai makanan yang melingkupi piramida makanan, hubungan
intraspesifik dan interspesifik hewan serta suksesi yang terjadi pada lingkungan hewan.

EKOLOGI HEWAN Page 26


Jadi dapat di tarik kesimpulannya bahwa Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang
hidup bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu
daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas. Struktur
yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya
dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau
komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan
organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan
lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal
balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut
ekosistem.

Dan Di dalam suatu ekosistem akan terjadi rantai makanan yang meliputi piramida makanan,
selain itu akan terjadi pula hubungan intraspesifik lingkungan dan interspesifik hewan serta akan
terjadi suksesi yang terjadi pada lingkungan hewan. Maka dengan itu komunitas dalam ekosistem
akan sangat mempengaruhi suatu ekosistem yang ada baik dari segi rantai makanan, hubungan
interspesifik dan suksesi.

D. Keterkaitan Dengan Kehidupan Sehari-hari

Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari menurut yang saya tangkap , pada setiap
lingkungan atau komunitas di dalam suatu ekosistem pasti akan mengalami hubungan interspesifik
yang meliputi (i) netralisme yaitu hubungan antara makhluk hidup yang tidak saling menguntungkan
dan tidak saling merugikan satu sama lain, (ii) mutualisme yaitu hubunganantara dua jenis makhluk
hidup yang saling menguntungkan,bila keduanya berada pada satu tempat akan hidup layak tapi bila
keduanya berpisah masing-masing jenis tidak dapat hidup layak, (iii) parasitisme yaitu hubungan
yang hanya menguntungkan satu jenis makhluk hidup saja, sedangkan jenis lainnya dirugikan, (iv)
predatorisme yaitu hubungan pemangsaan antara satu jenis makhluk hidup terhadap makhluk hidup
yang lain, (v) kooperasi adalah hubungan antara dua makluk hidup yang bersifat saling membantu
antara keduanya, (vi) kompetisi adalah bentuk hubungan yang terjadi akibat adanya keterbatasan
sumber daya alam pada suatu tempat, (vii) komensalisme adalah hubungan antara dua makhluk
hidup, makhluk hidup yang satu mendapat keuntungan sedang yang lainnya tidak dirugikan, (viii)
antagonis adalah hubungan dua makhluk.

Contohnya pada kerbau dan kutu, terjadi hubungan parasitisme, pada ikan hiu dan ikan
remora terjadi hubungan komensalisme, dan pada kambing dan sapi terjadi hubungan kompetisi

EKOLOGI HEWAN Page 27


E. Integrasi Ayat Al-Qur’an Dengan Materi Di atas.

Dengan mempertimbangkan uraian sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa banyak hal di alam
yang terjadi tidak hanya menjadi sebuah takdir Ilahi semata, tetapi hal itu lebih banyak disebabkan
hukum keseimbangan alam yang tidak terjaga. Jika alam tidak dijaga keharmonisan dan
keseimbangannya, maka secara hukum alam (sunnatullah) keteraturan yang ada pada alam akan
terganggu dan dapat berakibat munculnya bencana alam. Al-Qur’an selalu menegaskan akan
perlunya keselarasan karena Alam ini diciptakan secara teratur.

Krisis ekologis merupakan dampak dari pengerukan kekayaan alam yang berkepanjangan.
Dan bencana dapat terjadi dari krisis ekologis yang sangat akut. Padahal, kerusakan atas alam sangat
kontras dengan ajaran Islam. Sebagai salah satu agama samawi, Islam memiliki peran besar dalam
rangka mencegah dan menanggulangi krisis tersebut. Di dalam al-Qur’an dijelaskan dalam surat Al-
Rum (30): 41, sebagai berikut

ََ‫اس َ ل ِ ي ُ ِذ ي ق َ هُ مْ َ ب َ ع ْ ضَ َا ل َّ ِذ يَ ع َ ِم ل ُ واَ ل َ ع َ ل َّ هُ مْ َ ي َ ْر ِج ع ُو ن‬ ْ َ ‫ظ َ هَ َر َال ْ ف َ س َ ا د ُ َ ف ِ يَال ْ ب َ ِر َ َو ال ْ ب َ ْح ِر َ ب ِ َم اَ ك َ س َ ب‬


ِ َّ ‫ت َ أ َ ي ْ ِد يَال ن‬

Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).

Penafsiran ayat di atas dalam lintasan tafsir klasik cenderung seragam. Misalnya, Ibnu Katsir,
dalam Tafsir Ibn Katsir, dan Abu Bakr al-Jaza`iri, dalam Aisir al-Tafasir, ketika menafsirkann ayat
di atas, keduanya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kerusakan (fasad) dengan perbuatan
syirik, pembunuhan, maksiat, dan segala pelanggaran terhadap Allah. Hal ini disebabkan, pada saat
itu belum terjadi kerusakan lingkungan seperti sekarang, sehingga fasad dimaknai sebagai kerusakan
sosial dan kerusakan spiritual semata.

Sedikit berbeda dari kedua ahli tafsir di atas, Quraish Shihab memaknai fasad sebagai
kerusakan alam yang akan menimbulkan penderitaan kepada manusia. Di dalam salah satu karya
fenomenalnya, Tafsir al-Misbah, dijelaskan bahwa terjadinya kerusakan merupakan akibat dari dosa
dan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia, sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di
darat dan di laut.

Padahal, Allah swt. juga memberikan suatu ‘sinyal’ untuk tidak berbuat kerusakan dengan
ayat di atas. Kerusakan alam yang disebabkan tingkah laku manusia tidak hanya apa yang diutarakan
dalam kitab suci (al-Qur`an dan hadis), menurut Lynn White Jr, krisis lingkungan yang tengah
terjadi sekarang ini adalah akibat kesalahan manusia menanggapi persoalan ekologisnya. Dengan
EKOLOGI HEWAN Page 28
demikian, tidak dapat dipungkiri, kerusakan alam, krisis ekologis, dan adanya berbagai macam
bencana, secara langsung atau tidak dan secara spontan atau dalam rentan waktu tertentu, disebabkan
oleh perbuatan manusia itu sendiri.

Jadi kita sebagai manusia harus tetap menjaga lingkungan abiotic maupun biotik agar
keberlangsungan hewan tetap terjaga dan keseimbangan alam juga setabil sehingga hewan tidak
mengalami kepunahan akibat ulah kita yang tanpa kita sadari serta Komunitas dalam ekosistem,
rantai makanan yang melingkupi piramida makanan, hubungan intraspesifik dan interspesifik hewan
serta suksesi yang terjadi pada lingkungan hewan tetap terjaga marilah kita jaga keseimbangan alam
agar generasi yang akan datang dapat menikmati apa yang kita nikmati sekarang.

EKOLOGI HEWAN Page 29


KESIMPULAN

Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu tempat
yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka hidup
membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas. Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran
organisme di dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas
tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur
vegetasi.

Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya.
Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling
mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati
membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan,
aliran energi, dan siklus biogeokimia Setiap ekosistem juga memiliki suatu struktur tropic (trophic
structure) dari hubungan makan-memakan. Para ahli ekologi membagi spesies dalam suatu
komunitas atau ekosistem ke dalam tingkat-tingkat tropic (trophic levels) berdasarkan nutriennya.

EKOLOGI HEWAN Page 30


DAFTAR PUSTAKA

 Champbell, Neil.A,1999.Biology.California : University of California Riverside


 Fajrina, S, 2008. Biologi. http : //sudewi-biologi.blogspot.com/”Biologi”
 Kimball, Jhon.W, 1983.Biologi ( Edisi ke lima jilid 3). Jakarta : Erlangga.
 Stanturf, J. A. 2004. Disturbance dynamics of forested ecosystems. – Transactions of the
Faculty of Forestry, Estonian Agricultural University, 37, 7–12.
 Syamsurizal. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang : UNP Press

 Abella, Scott R. 2010. Disturbance and Plant Succession in the Mojave and Sonoran Deserts
of the American Southwest. Int. J. Environ. Res. Public Health 2010, 7, 1248-1284;
doi:10.3390/ijerph7041248
 Clement. 1974. Plant Succession. An Analysis of The Development of Vegetation.
Washington : Carnegie. Inst.
 Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
 Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Di
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
 Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta:
UI Press
 Mukhtar, A.S & Heriyanto, N.M. 2012. Keadaan Suksesi Tumbuhan pada Kawasan Bekas
Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Bogor : Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi
 Odum, E. P., 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press
 Purnomo, Harsoyo. 2011. Perubahan Komunitas Gulma dalam Suksesi Sekunder pada Area
Persawahan dengan Genangan Air yang Berbeda. Jurnal Bioma. Vol.1 (2), Oktober 2011
 Resco.V, Ferrio.J, Carreira.J, Calvod.L, Casals.P,Ferrero.A, Marco.E, Moreno.J, Ramirez.
D.A,Sebastien.T, Valladaresi.F, Williams. D.G. 2011. The stable isotope ecology of
terrestrial plant succession. JournalPlant Ecology & Diversity Vol. 4, No. 2–3, June–
September 2011 : 117–130.
 Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
 Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. Jakarta: PT. Gramedia
 Wirakusumah, S., 2003. Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu
Lingkungan. Jakarta: UI Press

EKOLOGI HEWAN Page 31


 Wurtz, Peter. Annila, Arto, 2010. Ecological succession as an energy dispersal process.
Article of Biosystem, Volume 70–78.
 Kristanto,P,2002. Ekolgi Industri. Yogyakarta : Andi bekerjasama LPPM Universitas Kristen
Petra Surabaya.
 Odum,E.P.1996.Dasar-dasar Ekologi (edisi ke 3). Yogyakarta :Gajah Mada University Press
 Resosoedarmo,S.1985.Pengantar Ekologi. Jakarta : PPs IKIP Jakarta Bekerjasama dengan
BKKBN Jakarta.
 Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta: UI
Press.
 Suin, Nurdin M. 2003. Ekologi Populasi. Padang: Andalas University Press.
 Elfidasari, Dewi. 2007. Jenis Interaksi Intraspesifik Dan Interspesifik Pada Tiga Jenis Kuntul
Saat Mencari Makan Di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua Serang, Propinsi Banten. Jurnal:
Biodiversitas 8: 266-29. Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta.
 Leksono, A. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Malang: Banyumedia.
 Molles, M.C. 2005. Ecology: Concepts and Applications 3rd Edition. New York: McGraw –
Hill.
 Edy Sutrisno. 2015. Performansi Co - Gasifikasi Downdraft Dengan Variasi Komposisi
Bahan Bakar Sekam Padi Dan Batubara. Universitas Udayana. Bali.

EKOLOGI HEWAN Page 32

Anda mungkin juga menyukai