Makalah Kelompok 6 Neurolinguistik
Makalah Kelompok 6 Neurolinguistik
Makalah Kelompok 6 Neurolinguistik
Oleh :
SASTRA INDONESIA
2021
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum. Selaku dosen pengampu yang telah membimbing dan
memberikan waktu untuk mengerjakan makalah ini.
Makalah ini kami buat dan disusun dengan usaha maksimal juga atas bantuan dari
berbagai pihak yang berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
menyelesaikan makalah ini. Oleh karenanya kami sampaikan terima kasih kepada segenap
pihak yang telah ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah
yang kami buat. Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang tidak kami
sadari. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai sarana perbaikan
makalah yang lebih baik.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
PRAKATA..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
BAB III.....................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
3.1 Simpulan.........................................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui, proses berbahasa dimulai dengan enkode
semantik, enkode gramatikal, dan enkode fonologi. Enkode semantik dan enkode
gramatikal berlangsung di dalam otak, sedangkan enkode fonologi dimulai dari otak
lalu dilanjutkan pelaksanannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem saraf otak
(neuromiskuler). Oleh karena itu, dapat dikatakan berbahasa adalah proses
mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak) secara lisan dalam bentuk kata-kata atau
kalimat-kalimat (Chaer, 2009:146).
1
sinyal dari pusat bicara otak. Seorang anak seperti ini akan mengalami kesulitan dalam
mengendalikan bibir , lidah, dan rahangnya untuk mengucapkan satu kata.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
2
3. Mengetahui cara mengatasi balita yang mengalami keterlambatan dalam
berbahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara adalah anak yang
pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam menyebutkan kata, kemudian
memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga memiliki
kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu, nantinya
mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.
Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Pralinguistik
(0-1 tahun) dan Linguistik (1—5 tahun). Periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Menurut Fatmawati (2015:70—71) stadia perkembangan awal ujaran pada
anak terbagi atas 3 tahap, yaitu:
1. Stadia/Tahap Pengocehan/Babbling Stage Pada tahap ini anak telah berumur kira-
kira enam bulan, ia mulai mengoceh. Dalam tahap ini anak mengucapkan
sejumlah bunyi ujar yang tidak Gangguan Bahasa dalam Perkembangan Bicara
3
Anak (Masitoh) 43 bermaknanya dan sebagian kecil menyerupai kata atau
penggalan kata yang bermakna karena kebetulan saja.
2. Stadia/Tahap Satu Kata atau Holofrase Pada tahap ini anak mempergunakan satu
kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik yang berupa keinginan,
perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bagi
anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kata kursi , dapat juga berarti “mama
sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang
dimaksudkan oleh anak tersebut apabila kita tahu dalam konteks apa kata tersebut
diucapkan, sambil mengamati mimik (raut muka) gerak serta bahasa tubuh
lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata
benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.
3. Stadia Telegrafis/Tahap Lebih dari Satu Kata Tahap dua kata muncul pada anak
berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat
sederhana yang terdiri atas dua atau tiga kata. Kalimat tersebut kadang-kadang
terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan
objek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat
dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa
yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan untuk dirinya sendiri.
Mulailah mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua
mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai
dapat bercerita dengan kalimat- kalimatnya sendiri yang sederhana.
4. Stadia Transformasional dan Morfemis (Tahap Diferensiasi) Tahap terakhir dari
masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun.
Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam
berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan, tetapi
anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya,
terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu
mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu
mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi
lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya,
menjawab, memerintah, memberitahu dan bentuk- bentuk kalimat lain yang
umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.
4
Dalam era moderenisasi seperti saat ini, kita banyak dihadapkan oleh berbagai
kasus tentang kelainan atau gangguan berbahasa, salah satu di antaranya adalah
gangguan bicara. Gangguan-gangguan tersebut dialami oleh sebagian anak kecil yang
usianya masih relatif balita. Gangguan tersebut sering dianggap wajar dan normal.
Akan tetapi, orang tua sedikit yang menyadari bahwa anak tersebut mengalami
gangguan bicara, dan baru menyadari setelah beranjak dewasa. Berbagai gangguan
yang nampak biasanya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Saat teman-teman
sebayanya sudah bisa mengucapkan kata tertentu dia masih menggumam seperti suara
nafas. Seperti contoh anak sudah bisa mengucap beberapa kata, namun diumur tertentu
menghilang, termasuk mengoceh dari yang sebelumnya aktif menjadi pasif dan
pendiam. Gangguan bicara terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara
(gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak)
serta keterlambatan dalam bicara. Keterlambatan bicara dapat disebabkan oleh berbagai
faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara juga
berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot
mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk
yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan
ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan
mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara
5
3. Terbatasnya kesempatan praktik berbicara karena ketatnya batasan tentang
seberapa banyak mereka diperbolehkan berbicara di rumah.
6
macam, yaitu afasia sensoria, afasia motoris, afasia konduktif, dan afasia
amnesik.
Afasia Sensoria Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan
rangsangan yang diterimanya. Bicara spontan biasanya lancar hanya
kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks
komunikasi.
Afasia Motoris Istilah lain dari afasia motoris adalah afasia ekspresif
nonfluent aphasia, atau Broca Aphasia. Klien yang mengalami afasia
motoris kesulitan dalam mengoordinasi atau menyusun pikiran, perasaan
dan kemauan menjadi simbol- simbol yang bermakna dan dimengerti oleh
orang lain. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa mereka mengerti dan
dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterima, hanya untuk
mengekspresikan mengalami kesulitan. Jenis afasia motorik bisa terjadi,
yaitu dia mengalami kesulitan pada cara menulis/grafis, jenis ini disebut
dengan agrafia. Seperti telah diuraikan di atas bahwa kelainan ini dapat
dialami baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Hal tersebut terjadi
karena adanya kerusakan pada pusat broca di lobus temporalis interior,
lobus parietalis interior atau lobus prontalis posterior.
Afasia Konduktif Istilah lain untuk afasia konduktif adalah dynamik
aphasia, atau ranscorticak sensory aphasia. Klien ini ditandai dengan
kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Umumnya
kemampuan untuk pemahaman rangsangan relatif baik, tetapi kadang-
kadang terjadi gangguan. Pada saat berbicara cukup lancar terutama pada
kalimat-kalimat pendek, tetapi pada kalimat-kalimat yang lebih panjang
kelancarannya terganggu. Afasia ini terjadi disebabkan oleh adanya
kerusakan pada fasiculus arcuatus serta di bagian dalam gyrus
supramarginal di lobus temporalis superior. d. Afasia Amnestik Istilah lain
untuk afasia amnestik ini disebut juga nominal afasia, atau anomia. Klien
ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-
simbol yang tepat. Umumnya simbol-simbol yang Jurnal Elsa, Volume 17
Nomor 1, April 2019 50 sulit dipilih adalah yang berhubungan dengan
nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan.
Afasia ini terjadi karena adanya kerusakan pada gyrus angularis di lobus
7
temporalis kamisfer kiri. Selain keterlambatan perkembangan bahasa dan
afasia, juga terdapat beberapa bagian mengenai letak kerusakan syaraf pada
anak berkesulitan bahasa.
3. Kelainan Organ Bicara Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi
dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft
palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek
terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf [t, n,
dan l]. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti [f,
v, s, z, dan th]. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan
resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung (sengau) pada huruf
bertekanan tinggi seperti [m, n, ny, ng, s, k, dan g].
4. Gangguan Pendengaran Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang
mendengar pembicaraan di sekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus
dipikirkan bila ada keterlambatan bicara. Ada beberapa penyebab gangguan
pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa
terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem
pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat
kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat
keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga
saat bayi mengalami infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu
atau kuning yang berat (hiperbilirubin). Pengobatan dengan pemasangan alat
bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini terdeteksi sejak awal. Pada
anak yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi kepandaian normal,
perkembangan berbahasa sampai 6—9 bulan tampaknya normal dan tidak ada
kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain
dan anak tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali
dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.
5. Gangguan Emosi dan Perilaku Gangguan bicara biasanya menyerta pada
gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga
tidak mudah untuk dikenali. Gangguan Bahasa dalam Perkembangan Bicara Anak
(Masitoh) 51 Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil, dan
gejala tersamar lainnya. 6. Autisme Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat
disebabkan oleh autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada
anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
8
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dalam buku Children
With Starving Brains karangan Jaquelyn Mecandless menyebutkan bahwa autis
merupakan masalah genetika pencernaan dan sistem imun tubuh, invasi virus,
jamur dan bakteri patogen lainnya.
6. Autisme Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan oleh autism.
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Dalam buku Children With Starving
Brains karangan Jaquelyn Mecandless menyebutkan bahwa autis merupakan
masalah genetika pencernaan dan sistem imun tubuh, invasi virus, jamur dan
bakteri patogen lainnya.
Penyebab Gangguan Berbahasa Penyebab gangguan bicara dan bahasa pada anak
balita sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus
impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Beberapa penelitian menunjukkan
penyebab gangguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Menurut Efendi
yang dikutip Nurhidayati, dkk (2013:4) ada beberapa penyebab gangguan atau
keterlambatan bicara adalah sebagai berikut.
1. Faktor Medis Faktor medis yang paling banyak berperan dalam kesulitan belajar
bahasa adalah tidak atau kurang berfungsinya sistem syaraf pusat yang
disebabkan oleh adanya cidera atau memar. Dalam kaitan ini dikenal afasia, yaitu
hilangnya kemampuan bicara karena gangguan pada syaraf pusat. Cidera atau
memar pada otak dapat terjadi karena berbagai kejadian seperti trauma ketika ibu
sedang mengandung, Jurnal Elsa, Volume 17 Nomor 1, April 2019 48
penggunaan obat berlebihan, kelahiran muda (premature), benturan fisik, struk,
dan keracunan.
2. Kondisi Fisiologis Yang dimaksud dengan kondisi fisiologis adalah kemampuan
dari organ- organ yang terkait dalam menjalankan fungsinya untuk mendukung
terhadap kelancaran anak dalam meniti tugas perkembangan bicara dan
9
bahasanya. Organ-organ tersebut meliputi susunan syaraf (syaraf senso-motoris),
kondisi organ pendengaran dan organ bicara.
3. Kondisi Lingkungan Lingkungan keluarga hendaknya menciptakan situasi yang
kondusif, untuk memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bicara dan
bahasa anak. Peran aktif orang tua atau keluarga dalam memberikan stimulasi
verbal, dapat mendorong anak untuk lebih meningkatkan kualitas atau kuantitas
kemampuan bicara dan bahasanya.
1. Terapi Bicara. Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin.
Terapi bicara anak-anak biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka,
bermain peran, memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa
biasanya menggunakan metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktik.
Terapi artikulasi pada orang dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat
memproduksi bunyi dengan tepat, meliputi bagaimana menempatkan posisi lidah
dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi
bunyi dengan tepat.
2. Terapi Oral Motorik. Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan
proses bicara, seperti minum melalui sedotan, meniup balon, atau meniup
terompet. Latihan ini bertujuan untuk melatih dan memperkuat otot yang
digunakan untuk berbicara
3. Terapi Intonasi Melodi. Dalam Terapi intonasi melodi kita dapat diterapkan pada
penderita stroke yang mengalami gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang
digunakan biasanya yang bertempo lambat, bersifat lirik, dan mempunyai tekanan
yang berbeda.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anak yang terlambat bicara adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki
kecenderungan salah dalam menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan
kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek
pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak
mampu dalam hal membaca.
Gangguan bicara terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap),
afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta
keterlambatan dalam bicara. Keterlambatan bicara dapat disebabkan oleh berbagai
faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara juga
berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot
mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk
yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan
11
ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan
mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara.
3.2 Saran
Makalah ini disarankan untuk dijadikan sebagai bahan bacaan atau rujukan
kepada mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, khususnya konsentrasi linguistik dalam
mata kuliah neurolinguistik agar dapat memahami dan mengetahui tentang
keterlambatan berbahasa pada anak balita. Sehingga dengan ini kita bisa membantu
masyarakat disekitar kita bagaimana cara mengatasi anak yang mengalami
keterlambatan dalam berbahasa karena banyak orang tua sekarang yang tidak sadar
dengan bagaimana perkembangan anaknya apalagi orang tua yang tinggal di daerah
pelosok. Dengan ini mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bisa memberikan edukasi juga
kepada orang tua dari anak yang mengalami keterlambatan berbahasa.
12
DAFTAR PUSTAKA
13