Evaluasi - Siklus 2 - Joko Suwono - Luring
Evaluasi - Siklus 2 - Joko Suwono - Luring
Evaluasi - Siklus 2 - Joko Suwono - Luring
Kelas : X (Sepuluh)
Tema : Teks Cerita Rakyat (Hikayat)
Alokasi Waktu : 45 menit
Jumlah Soal : 10 soal pilihan ganda dan 5 essay
Bentuk/Jenis Soal : Pilihan ganda dan Essay
Tujuan Pembelajaran 1. Melalui tayangan video menggunakan perangkat infocus dan tanya jawab, peserta didik dapat merangkum perbedaan struktur antara teks
hikayat dan cerpen
2. Melalui tayangan video hikayat‘Hikayat Putri Hijau’, secara berkelompok peserta didik dapat menguraikan perbedaan kaidah kebahasaan
yang terkandung dalam cerpen.
3. Setelah menyaksikan tayangan PPT nilai-nilai dan kebahasaan teks cerita rakyat dan cerpen secara diskusi kelompok, peserta didik dapat
membuat peta konsep kebahasaan teks chikayat dan cerpen dengan tepat.
4. Setelah melakukan diskusi secara kelompok, peserta didik dapat mengonversi teks hikayat ke dalam bentuk cerpen sesuai isi dan nilai
yang terkandung di dalamnya.
Jenjang
Indikator Pencapaian Bentuk Bobot Nomor Kemampuan
Kompetensi Dasar Indikator Soal Butir Soal Kunci Jawaban
Kompetensi Soal Soal Soal (C1-C6)
3.8 Membandingkan 3.6 3.8.1 Merangkum Disajikan PG 1 1 Bacalah teks hikayat berikut dengan C5 A
nilai-nilai dan perbedaan sebuah teks saksama!
kebahasaan struktur anekdot, Sebermula ada pun yang berjalan itu
antara teks pertama Maharaja Dandah, kemudian
cerita rakyat dan peserta didik
hikayat dan menjadi saya pikir itu Maharaja
cerpen. cerpen. menentukan
Baruang, dan menjadi kepala jalan
Menganalisis 3.8.2Menguraikan struktur dari
Maharaja Syahmar dan Raja Perkasa
struktur dan perbedaan teks hikayat. yang menjadi ekor sekali, dan
kebahasaan teks kaidah beberapa pula raja-raja sekalian isi
anekdot kebahasaan rimba itu berjalan dengan segala
yang rakyat tentaranya mengirimkan Tuan
Syekh Alim di rimba itu serta dengan
terkandung
dalam teks tempik soraknya. Adalah lakunya
hikayat dan seperti halilintar membelah bumi dari
cerpen sebab segala raja-raja yang tiada
terkira-kira banyaknya itu. Syahdan
3.8.3 Membuat
maka segala isi rimba yang di tanah
peta konsep itu pun berjeritanlah dan tiadalah
unsur-unsur berketahuan lagi membawa dirinya,
kebahasaan ada yang ke dalam lubang tanah ada
teks hikayat yang di celah-celah batu adanya.
dan cerpen. Menilik isinya, kutipan di atas
merupakan bagian … dari keseluruhan
alur cerita.
4.8 4.8 4.8.1Mengonversi
Mengembangkan
cerita rakyat hikayat ke a. eksposisi (pengenalan)
(hikayat) ke dalam bentuk b. komplikasi (pertikaian awal)
dalam bentuk cerpen sesuai c. konflik (pertentangan)
cerpen dengan d. puncak konflik (klimaks)
isi dan nilai
memperhatikan e. penyelesaian (falling action)
isi dan nilai-nilai yang
terkandung di
dalamnya.
Disajikan PG 1 2 Bacalah kutipan hikayat berikut! C4 C
sebuah teks Sebelum raja hindustan itu sediakala
hikayat, pekerjaanya pergi berburu juga maka
peserta didik pada suatu hari raja hindustan itu
dapat sedang berburu, lalu bertemu dua ekor
menemukan ular adapun ular yang betina itu terlalu
kaidah baik rupanya; maka yang jantansangat
kebahasaaan. jahat rupanya. Maka pada hati
baginda, “ bukan juga jodohnya ular
itu karena yang jantan itu amat jahat
rupanya dan yang betina itu elok
rupanya.” maka dihunusnya
pedangnya, lalu diparangkan kepada
ular jantan itu. Maka ular jantan itu
matilah. Maka ular betina itu pun
putus ekornya sedikit.
Hal yang mustahil dalam kutipan
tersebut adalah.....
A. kemudian
B. lalu
C. maka
D. setelah itu
E. selanjutnya
a. eksposisi (pengenalan)
b. komplikasi (pertikaian awal)
c. konflik (pertentangan)
d. puncak konflik (klimaks)
e. penyelesaian (falling action)
Kemudian,panglima peringgi berjalan diatas titian menuju dermaga bunga melur kembang cina.ia berdiri diujung
titi menunggu kedatangan gadis cik inam.sedangkan raja petukal dan hulubalang yang bertujuh menunggu di
geladak kapal dipangkal titi.
Raja petukal menunggu gadis cik inam dengan perasaan gelisah.sebentar-sebentar ia memanjang lehernya
memendang keujung jalan untuk mebelum.kadang-kadang ia merasa gerah.ia meminta sebuah kipas dari
pengawalnya,lalu berkipas sendiri.”jangan lupa tugas masing-masing,”hardik raja petukal mengingatkan hulubang
yang bertujuh satu persatu.”kalau kalian berbuat bodoh,aku penggal leher kalian.mengerti?”
“mengerti,tuanku,”mereka menyahut dengan suara gemetar.
Amanat yang terdapat dalam kutipan hikayat tersebut......
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti.
Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah
mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya
yang terlalu elok parasnya itu. Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat. Para ahli
nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang dapat menyembuhkan penyakit itu.
Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah
itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu
istrimu sebenar-benamya?" Sumber teks: http://abdsyawal.blogspot.co.id/
Konjungsi yang menyatakan urutan waktu atau peristiwa pada penggalan hikayat di atas adalah...
A. kemudian
B. lalu
C. maka
D. setelah itu
E. selanjutnya
Bacalah penggalan hikayat tersebut! Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua putri-
putrinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Buah tangan apakah yang kalian inginkan?” tanya raja. “Aku ingin
perhiasan yang mahal,” kata Putri Jambon. “Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Putri Jingga. Sumber
teks: Kesusastraan Melayu Klasik dengan penyesuaian.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering
mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai
pembicaraan. “Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas. “Aku
hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda. Sumber teks:
https://dongengkakrico.wordpress.com
Majas yang digunakan pada penggalan hikayat di atas adalah...
A. metafora
B. alegori
C. antonomasia
D. personifikasi
E. simile
Bacalah penggalan hikayat “Panji Semirang” berikut! Satu kerajaan yang mana berita tentang Galuh Cendera Kirana
yang mana putri dari Baginda Raja Nata yang amat ta`lim dan hormat kepada orangtuanya akan bertunangan dengan
Raden Inu Kini telah terdengar beritanya oleh Galuh Ajeng. Mendengar berita ini Galuh Ajeng sangat teriris hatinya
dan menangislah ia melihat keadaan ini. Melihat hal ini Paduka Liku yang tak lain adalah ayah dari Galuh Ajeng
sangat menyayangkan hal tersebut. Sangat sedih ia melihat tingkah laku putrinya tersebut. Sumber teks:
http://www.infokekinian.com/
Kisah hikayat ini hampir mirip dengan suatu kejadian pada masa Nabi Sulaiman saat masih muda.
Entah sudah berapa lama kasus bayi yang telah diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin mempunyai anak.
Hakim ternyata mengalami kesulitan saat memutuskan dan menentukan perempuan mana yang sebenarnya
merupakan ibu kandung bayi tersebut.
Karena kasus ini sudah semakin berlarut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda raja untuk meminta bantuan.
Baginda raja pun turun tangan. Baginda menggunakan taktik rayuan. Baginda beranggapan bahwa dengan
menggunakan cara yang halus, mungkin salah satu wanita tersebut ada yang mau mengalah. Namun sayangnya,
kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid ini malah membuat kedua wanita makin mati-matian saling mengakui
bahwa bayi tersebut adalah anak kandungnya. Baginda pun menjadi putus asa.
Mengingat tak ada cara lain lagi yang bisa dilakukan, akhirnya Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir
untuk menggantikan hakim. Abu Nawas tidak ingin menjatuhkan putusan pada hari itu juga, tetapi dia menunda
sampai hari berikutnya. Semua yang telah hadir yakin bahwa Abu Nawas sedang mencari akal. Padahal penundaan
itu hanya dikarenakan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan dieteruskan kembali. Abu Nawas langsung memanggil algojo dengan pedang di
tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi tersebut ditaruh di atas meja.
“Apa yang akan kau lakukan terhadap bayi itu?” kata kedua wanita tersebut saling memandang. Kemudian Abu
Nawas menjawab pertanyaan mereka.
“Sebelum saya mengambil sebuah tindakan apakah salah satau dari kalian bersedia untuk mengalah dan
menyerahkan bayi tersebut kepada yang berhak memilikinya?”
“Tidak, bayi itu adalah anakku.” Kata kedua wanita tersebut serentak.
“Baiklah, kalian kalian berdua memang sama-sama menginginkan bayi ini dan tidak ingin mengalah maka saya akan
membelah bayi ini menjadi dua sama rata.” Kata Abu Nawas mengancam.
Wanita pertama tampak gilang bukan kepalang. Sedangkan wanita kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan, tolong jangan belah bayi itu. Biarlah aku yang rela jika bayi itu diserahkan kepada wanita itu.” Kata wanita
kedua. Abu Nawas pun tersenyum lega. Sekarang topeng kalian sudah terbuka. Abu Nawas langsung mengambil
bayi tersebut dan memberikannya kepada wanita kedua.
Abu Nawas meminta supaya wanita pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tidak akan ada seorang
ibu yang tega melihat anaknya disembelih. Apalagi di depan matanya sendiri. Baginda Raja sangat puas terhadap
keputusan Abu Nawas.
Sebagai ucapan rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas untuk menjadi penasehat hakim kerajaan. Akan
tetapi, Abu Nawas menolaknya karena ia lebih senang menjadi rakyat biasa.
Kisah hikayat ini hampir mirip dengan suatu kejadian pada masa Nabi Sulaiman saat masih muda.
Entah sudah berapa lama kasus bayi yang telah diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin mempunyai anak.
Hakim ternyata mengalami kesulitan saat memutuskan dan menentukan perempuan mana yang sebenarnya
merupakan ibu kandung bayi tersebut.
Karena kasus ini sudah semakin berlarut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda raja untuk meminta bantuan.
Baginda raja pun turun tangan. Baginda menggunakan taktik rayuan. Baginda beranggapan bahwa dengan
menggunakan cara yang halus, mungkin salah satu wanita tersebut ada yang mau mengalah. Namun sayangnya,
kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid ini malah membuat kedua wanita makin mati-matian saling mengakui
bahwa bayi tersebut adalah anak kandungnya. Baginda pun menjadi putus asa.
Mengingat tak ada cara lain lagi yang bisa dilakukan, akhirnya Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir
untuk menggantikan hakim. Abu Nawas tidak ingin menjatuhkan putusan pada hari itu juga, tetapi dia menunda
sampai hari berikutnya. Semua yang telah hadir yakin bahwa Abu Nawas sedang mencari akal. Padahal penundaan
itu hanya dikarenakan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan dieteruskan kembali. Abu Nawas langsung memanggil algojo dengan pedang di
tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi tersebut ditaruh di atas meja.
“Apa yang akan kau lakukan terhadap bayi itu?” kata kedua wanita tersebut saling memandang. Kemudian Abu
Nawas menjawab pertanyaan mereka.
“Sebelum saya mengambil sebuah tindakan apakah salah satau dari kalian bersedia untuk mengalah dan
menyerahkan bayi tersebut kepada yang berhak memilikinya?”
“Tidak, bayi itu adalah anakku.” Kata kedua wanita tersebut serentak.
“Baiklah, kalian kalian berdua memang sama-sama menginginkan bayi ini dan tidak ingin mengalah maka saya akan
membelah bayi ini menjadi dua sama rata.” Kata Abu Nawas mengancam.
Wanita pertama tampak gilang bukan kepalang. Sedangkan wanita kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan, tolong jangan belah bayi itu. Biarlah aku yang rela jika bayi itu diserahkan kepada wanita itu.” Kata wanita
kedua. Abu Nawas pun tersenyum lega. Sekarang topeng kalian sudah terbuka. Abu Nawas langsung mengambil
bayi tersebut dan memberikannya kepada wanita kedua.
Abu Nawas meminta supaya wanita pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tidak akan ada seorang
ibu yang tega melihat anaknya disembelih. Apalagi di depan matanya sendiri. Baginda Raja sangat puas terhadap
keputusan Abu Nawas.
Sebagai ucapan rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas untuk menjadi penasehat hakim kerajaan. Akan
tetapi, Abu Nawas menolaknya karena ia lebih senang menjadi rakyat biasa.