Penelitian Daun Pepaya
Penelitian Daun Pepaya
Penelitian Daun Pepaya
DRAFT PROPOSAL
Oleh :
MIKELWAGUCI
1704039
1
BAB 1. PENDAHULUAN
sekitar 40.000 jenis tumbuhan dan sekitar 1300 diantaranya digunakan sebagai obat
tradisional yang berkhasiat dan dapat dikembangkan secara luas (Rustam dan
Yanwirasti 2007). Salah satu nya ialah tanaman pepaya. Pepaya ialah salah satu buah
lokal unggulan Indonesia baik konsumsi dalam negeri maupun ekspor luar negeri
(Paramastri dan Anindha, 2011). Produksi buah pepaya di Indonesia tahun 2014
mencapai 830.491 ton dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat Jawa
Tanaman pepaya memiliki berbagai macam varietas yang terdiri dari pepaya
semangka, pepaya jinggo, pepaya mas, pepaya item, pepaya ijo, pepaya cibinong, dan
pepaya Bangkok (Baga Kalie, 1996). Berdasarkan hasil survei dilapangan yang
varietas pepaya lainnya yaitu pepaya california, pepaya merah delima dan pepaya
penang. Dari ketiga pepaya tersebut yang paling banyak ditanam dan mendominasi
perkebunan pepaya ialah pepaya penang. Pepaya penang memiliki panjang buah
sekitar 20 cm bagian tengah buah agak berlekuk tangkai daun bewarna hijau
Daun pepaya megandung berbagai macam senyawa antara lain alfa tokoferol,
asam askorbat, flavonoid dan beta karoten (Maisarah,et al.,2013). Daun pepaya
dengan berat 100 g mengandug vitamin E:136 mg, vitamin C:140 mg, vitamin
2
B1:0,15 g kalsium 35 g, fosfor 63 mg dan zat besi 0,80 mg, niasin 2,1 mg dan beta
Semua vitamin dan mineral yang terdapat pada daun pepaya tentunya berguna
bagi kesehatan tubuh manusia. Daun pepaya mempunyai banyak manfaat seperti
kesehatan tubuh (Murhalien dan Ani, 2015). Selain itu Enzim papain pada daun
pepaya sebagai antimikroba dan beta karoten pada daun pepaya dapat berfungsi
sebagai antioksidan (Sutarpa dan Sutama, 2008). Daun pepaya juga memiliki
aktivitas anti kanker dengan cara apoptosis di induksikan pada sel kanker (Otsuki,et
al.,2010).
pepaya muda, daun pepaya tua dan daun pepaya sangat tua yang ditunjukkan dengan
perubahan warna daun yang mulai menguning. Adanya perbedaan warna pada daun
proses fotosintesis. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan daun dalam
berfotosintesis ialah klorofil. Klorofil merupakan pigmen daun yang berperan penting
dalam proses fotosintesis yang dapat menyerap cahaya matahari. Meningkatnya kadar
klorofil seiring dengan bertambahnya umur daun hingga daun berkembang penuh dan
3
Kandungan klorofil yang banyak akan meningkatkan kemampuan daun dalam
fitokimia yang terdapat pada tanaman. Kandungan fitokimia dipengaruhi oleh faktor
buah pepaya mengandung beta karoten sebesar 20,722 µg/100 g berat pepaya.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Sutarpa dan Sutama (2008). daun
pepaya mengandung beta karoten sebesar 11,565 µg/100 g. Dan menurut penelitian
yang dilakukan oleh Mahmud (2009) kadar beta karoten pada daun pepaya sebesar
18,250 µg/100 g.
perkembangan daun pepaya belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti tertarik
perkembangan daun pepaya Penang (Carica papaya L.) yaitu daun muda, daun tua
dan daun sangat tua. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
kandungan beta karoten pada berbagai tingkat perkembangan daun pepaya penang
4
1.1 Rumusan Masalah
1. Untuk penentuan kadar beta karoten pada berbagai tingkat perkembangan daun
1. Bagi peneliti
bidang farmasi.
2. Bagi masyarakat
pepaya.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Family : Caricaceae
6
2.1.2 Morfologi Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) ialah tumbuhan yang berasal dari Benua Amerika.
Tumbuhan ini tersebar di sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Bersama
keberbagai benua dan negara, termasuk ke Benua Afrika dan Asia serta negara india.
Indonesia dan pulau-pulau di Samudra Pasifik di abad ke-17 hingga menyebar luas ke
Indonesia. Tanaman pepaya tumbuh dengan cepat sekitar 10-12 bulan pasca tanam
Jacaranta. Ke 3 genus pertama ialah tumbuhan yang berasal dari negara Afrika.
Genus Carica memiliki 24 spesies salah satu diantarnya adalah pepaya. Tumbuhan
dari genus Carica banyak ditanam oleh petani karena buahnya yang lezat. Sedangkan
Pepaya (Carica papaya L.) adalah suatu tanaman herba, dengan bentuk batang
Daun-daun yang tersusun spiral berkelompok dekat dengan ujung batang. Tangkai
daun pepaya berongga dapat mencapai 1 m dan bewarna kehijauan, merah jambu
menjari kadang-kadang ada yang tidak menjari, serta tidak berbulu (Sujiprihati,
2009). Buah pepaya biasanya berkulit tipis licin, halus dan bewarna kekuning-
7
kuningan atau jingga apabila sudah matang. Daging pepaya bewarna kuning hingga
warna jingga kemerahan, dan tentunya memiliki rasa yang manis, lezat dan aroma
Bunga pepaya ialah bunga majemuk yang terusun dari tangkai atau poros
bunga (pedunculus). Bunga majemuk disebut infloresensia yang terletak pada ketiak
daun. Tumbuhan pepaya memiliki 3 bentuk bunga, yaing terdiri dari bunga jantan
atau (masculus), bunga betina atau (femineus) dan bunga sempurna atau
(hermaprodit). Bunga jantan hanya terdapat benang sari, dan bunga betina hanya
terdapat memiliki putik. Jenis bunga yang mempunyai keduanya yaitu putik dan
benang sari disebut bunga sempurna. Karena memiliki dua kelamin bunga sempurna
Bunga jantan berbentuk tabung yang ramping memiliki panjang sekitar 2,5
cm. Mahkota bunga atau (Corolla) terdiri dari 5 helai dengan ukuran yang kecil.
Benang sari berjumlah 10 tersusun menjadi 2 lapis lalu menempel pada leher tabung.
Lapisan dalam terdiri dari 5 Stamen yang melekat antara daun mahkota. Bakal buah
(Baga,1996).
Bunga betina memiliki ukuran lebih besar dan mempunyai bakal buah yang
berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga. Bunga
jenis ini mempunyai 5 buah pistillum (putik). Meskipun buah berbentuk bulat, putik
ini tampak membekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang
dengan bakal buah dan benang sari. Saat muncul sampai mekar berlangsung 45-47
8
hari. Bunga jantan dan bunga betina mekar sepenuhnya sekitar pukul 06.00-08.00
pagi, dan bunga sempurna mekarnya lebih lama, yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 pagi
(Baga,1996).
Varietas pepaya dapat dikenal dari bentuk buah, ukuran buah, warna, rasa dan
juga tekstur buahnya. Sehingga dikenal buah pepaya yang berukuran besar atau kecil
dan bulat atau lonjong. Daging buah bewarna merah atau kuning, keras atau lunak
berair. Rasanya manis atau kurang manis dan kulit buah licin, kasar atau tebal. Di
Indonesia varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka pepaya
jinggo, pepaya cibinong, pepaya California, pepaya merah delima dan pepaya
jingga kemerahan. Buah pepaya dengan warna kuning kurang diminati sehingga
a. Pepaya semangka
Pepaya jenis semangka ialah pepaya varietas baru yang masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1930. Di daerah asalnya varietas pepaya semangka dikenal dengan
sebutan annabone. Pada mulanya, pepaya jenis ini digunakan sebagai buah pepaya
untuk diproduksi papainnya. Namun dalam perkembangan varietas ini menjadi buah
meja yang sangat popular dan disukai. Daging pepaya semangka bewarna merah
dengan rasa yang manis, dan mengandung air yang banyak. Bila telah masak kulit
buah nya bewarna kuning licin dan terlihat menarik. Bentuk buah pepaya semangka
lonjong dengan warna kuning, dengan berat buah kurang lebih 1kg/buah.
9
b. Pepaya Bangkok
Varietas pepaya bangkok dikenal juga dengan nama pepaya thailand. Dimana
kulit terluar seperti pepaya jenis cibinong, yaitu tidak tidak rata, kasar serta berbenjol-
benjol. Demikian juga cara masak nya yang dimulai dari ujung buah. Sedikit yang
membedakannya adalah pepaya Bangkok ini bentuk nya lebih bulat dan lebih besar
dibandingkan pepaya cibinong. Daging buah bewarna jingga bersemu merah dan
c. Pepaya Cibinong
Pepaya cibinong memiliki bentuk dan ukuran yang jauh berbeda dengan
varietas pepaya semangka maupun pepaya bangkok. Bentuk buahnya panjang besar
dan lancip pada bagian ujungnya. Bentuk dari pepaya cibinong membesar mulai dari
pangkal hingga ke bagian tengah, kemudian melancip pada ujung buah. Tangkai
buahnya panjang, kulit buahnya kasar dan tidak rata. Buah masak dari bagian ujung
sedangkan bagian pangkal tetap bewarna hijau dan lama untuk berubah menjadi
kuning. Daging buah berwama merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan
teksturnya agak kasar serta lebih keras dibandigkan kedua varietas pepaya di atas.
d. Pepaya Penang
Pepaya penang hampir mirip dengan pepaya merah delima. Pepaya penang
memiliki bentuk buah yang lebih pendek, bagian tengah buah agak berlekuk dan
ukuran buahnya sekitar 20 cm. Bagian tangkai daun bewarna hijau kemerahan dan
e. Pepaya California
10
Bobot pepaya california sekitar 1,24 kg. Bentuk buah slindris dengan pangkal
buah yang agak menjorok kedalam. Kulit buah bewarna hijau terang berstruktur
halus. Daging buah bewarna jingga kemerahan dan berstruktur keras dengan rasa
yang cukup manis. Pada umur 4 bulan setelah bibit dipindahkan ke lahan pepaya
california berbunga, lalu buahnya bisa di panen saat umur 180 hari setelah pepaya
Pepaya merah delima ialah pepaya dengan varietas unggul. Pepaya varietas
merah delima memiliki rasa yang sangat manis, lembut, dan juga tidak memiliki
pepaya madu. Pepaya merah delima memiliki ukuran buah sedang dengan rongga
buah mirip bintang dengan sudut lima. Pada kisaran umur 3-4 bulan pepaya merah
mulai berbunga dan dapat dipanen ketika berumur 7,5–8 bulan setelah ditanam.
Apabila dibudidayakan dengan baik, kebutuhan air dan unsur hara tercukupi maka
pepaya akan berbuah sepanjang musim sampai berumur 3 tahun (Compostrini dan
David, 2007). Pepaya merah delima bisa ditanam pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m,
mengakibatkan jumlah tanaman dan produksi per hektar dapat lebih banyak jika
Daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai salah satu tumbuhan sumber
asam askorbat, dan juga flavonoid. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh
11
daun muda (7,8 ± 0,006 mg/mL) buah mentah (4,3 ± 0,01 mg/mL), buah matang (6,5
seperti alkaloida dan enzim proteolitik, papain khimopapain dan lisozim serta
senyawa-senyawa lain yang berguna pada proses pencernaan dan juga mempermudah
kerja usus (Kamaruddin, 2003). Selain sebagai sumber antioksidan daun pepaya juga
mengandung beta karoten yang memiliki aktivitas pro vitamin A dan dapat digunakan
sebagai sumber Xantophyl alami. Daun pepaya juga mengandung vitamin C:140 mg,
vitamin E:136 mg, vitamin B1: 0,15 kalsium:35 gram, Fosfor :63 mg dan zat
alkaloid (karpain pseudokarpain, dan dehidrokarpain I dan II), glikosida fenol (asam
Manfaat dari daun pepaya untuk kesehatan memang sangat luar biasa
terkhusus bagi kalangan pecinta jamu tradisional. Dibalik rasanya yang pahit daun
pepaya berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti meredakan nyeri
haid pada kaum hawa. Selain itu daun pepaya juga dapat mengurangi jerawat,
dunia. Rata-rata hasil penilitian tersebut menegaskan bahwa zat-zat yang terkandung
12
dalam daun pepaya dapat melawan berbagai penyakit didalam tubuh termasuk
penyakit kanker. Salah satu riset yang paling mencengangkan dilakukan oleh para
peniliti dari Universitas Florida. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwasanya
daun pepaya bermanfaat dalam melawan berbagai jenis kanker dalam tubuh, aseperti
kanker payudara, rahim, liver, paru-paru dan juga pankreas. Kandungan dalam daun
pepaya yang berkhasiat melawan sel kanker dalam tubuh adalah senyawa sitokin. Zat
sitokin dalam daun pepaya bermanfaat memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia
Kandungan senyawa lain yang terdapat pada daun pepaya terbukti bisa
carpaine, papain, saponin, violaksantin tannin dan juga caricaksantin. Selain itu daun
pseudokarpin, kontinin dan karpain. Adanya gabungan dari senyawa tersebut dapat
melemahkan dan membunuh virus DBD. Hal ini akan meningkatkan trombosit dalam
darah. Bila sudah demikian perlahan tapi pasti akan sembuh dari penyakit DBD
(Mardiana, 2012).
Bagi perempuan, ternyata daun pepaya bermanfaat lebih dari sekedar sumber
vitamin dan mineral. Menurut penilitian, perasaan daun pepaya dihaluskan, direbus,
demam akibat nifas ketidakteraturan haid, dan bisa melancarkan air susu ibu
(Mardiana, 2012).
13
Daun pepaya mengandung berbagai senyawa penting bagi tubuh seperti
vitamin C dan E, dan beta karoten yang berguna sebagai penangkal radikal bebas
yang dapat menetralkan hasil fagositosis neutrofil terhadap debris dan bakteri pada
proses penyembuhan luka. Enzim papain mempercepat kerja dari makrofag dengan
yang lebih luas (Gohil, 2007). Pengaturan asam amino dan menetralkan racun di
Daun pepaya sebagai tanaman berkhasiat yang dijadikan sebagai obat karena
lisozim,yang berfungsi pada proses pencernaan dan kerja usus juga lebih mudah
(Kamaruddin, 2003). Selain itu daun pepaya bisa dijadikan sebagai pakan unggas
(Wahyu, 1997).
meningkatkan nafsu makan, melancarkan haid dan menghilangkan nyeri. Dan daun
pepaya juga berguna untuk penyembuhan luka bakar. Selain itu sebagai obat cacing
kremi, desentri kaki gajah, perut mulas, kanker dan masuk angina (Wijayakusuma,
1994).
temukan dalam buah dan sayuran. Dimana karotenoid terdiri dari Beta karoten
merupakan tetraterpenoid (C40), golongan pigmen yang larut lemak dan tersebar
14
luas. Karotenoid hampir di temukan di semua tanaman, seperti bakteri sederhana
hingga komposit yang berbunga kuning. Karotenoid mempunyai dua fungsi pada
tanaman yaitu sebagai pigmen yang membantu proses fotosintesis dan sebagai
merah, kuning, orange, dan hijau tua pada buah maupun sayuran. Pigmen daun yang
ada pada buah dan sayuran dikarenakan ada nya ikatan rangkap dua terkonjugasi
yang menarik cahaya dari karotenoid (Hock Eng, et al., 2011). Apabila ikatan
rangkap dua terkonjugasi pada karotenoid semakin meningkat maka warna karotenoid
dari kelompok xantofil dan dua kelompok hidrokarbon yang terdiri dari alkohol,
Karoten ialah kelompok pigmen yang bersift hidrofobik yaitu larut dalam lipid
sehingga disebut pigmen-pigmen lipokrom. Karoten tersebar luas pada hewan dan
tumbuhan. Karoten yang terkenal adalah hidrokarbon tak jenuh turunan likopen yang
berupa rantai panjang yang terdiri dari delapan satuan isoprene merangkai dari kepala
sampai ekor sehingga terbentuk sistem ikatan terkonjugasi lengkap. Rangkaian ini
disebut sebagai cincin likopen, jika pada salah satu ujung menghasilkan γ-karoten.
Dan apabila cincin terdapat pada kedua ujung dan terbentuklah hidrokarbon trisiklik,
sehingga menghasilkan Beta karoten. Kedua hal ini hanya dibedakan karena letak
Terdapat sekitar 300 lebih karotenoid yang telah ditemukan, namun pada
15
(Harborne, 1996). Struktur kimia senyawa beta karoten terlihat seperti pada Gambar
3.
Rumus : C40H56
Beta karoten larut dalam lemak, tidak larut dalam air dan mudah teroksidasi
pada suhu tinggi. Beta karoten dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker.
Beta karoten banyak terdapat di tomat, mangga wortel dan pepaya. Konsumsi beta
karoten sebanyak 50 mg/hari dalam menu makanan dan dapat mengurangi risiko
Beta karoten juga memiliki kemampuan untuk memproteksi sel normal dari
sel mutan (yang telah mengalami perubahan) pemicu pertumbuhan kanker dengan
mendepresikan gen yang menjadi pembentuk tumor. Beta karoten memiliki unsur
16
penting penangkal radikal bebas yang merusak jaringan tubuh. Mengkonsumsi beta
karoten dapat meminimalisir risiko terkena serangan jantung dan penyakit sistem
memperparah sel kanker prostat, termasuk melanoma, paru-paru, payudara dan sel
kanker leukimia. Beta karoten dapat mencegah ketidaknormalan sel sehingga tidak
menjadi ganas, dengan cara meningkatkan keutuhan sel-sel normal dan membuat sel
kanker bertindak seperti sel normal. Antioksidan non enzimatis ini tidak dapat larut
dalam air, dan dapat menjaga integritas membran sel terhadap serangan oksidan yang
taumbuhan dan buah. Pada umumnya Beta karoten digunakan sebagai suplemen
nutrisi maupun pembentuk vitamin A. Fungsi Beta karoten salah satunya ialah
meningkatkan kemampuan kemoterapi dan radiasi pada kultur sel kanker manusia.
Mengkonsumsi buah dan sayur dengan kadar Beta karoten tinggi dapat
(Winarsih, 2007).
manfaat antara lain untuk kesehatan mata, mencegah penyakit kanker meningkatkan
daya tahan tubuh melalui peningkatan komunikasi antar sel mengurangi risiko
2008).
17
Aktivitas Beta karoten sebagai pembentukan vitamin A dalam menjaga
kesehatan mata dan integritas membran sel membat Beta karoten bersifat penting bagi
tubuh. Karotenoid juga berperan sebagai prekursor retinol dan retinoid yang penting
1.2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat dari bagian tanaman
obat, hewan dan beberapa biota laut. Zat aktif tersebut terdapat didalam sel, namun
sel tanaman dan hewan berbeda ketebalanya sehingga diperlukan metode ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Mekanisme ekstraksi dimana pelarut
organik menembus dinding sel kemudian masuk kerongga sel yang memiliki zat
aktif, lalu melarut dalam pelarut organik dan terjadi perbedaan kosentrasi antara
lingkungan didalam sel dan lingkungan di luar sel, dimana larutan terpekat akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang sehingga terjadi kesetimbangan
anatar konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan luar sel (Harborne, 1987).
metanol atau aseton dan setelah disaring karotenoid diekstraksi dengan eter
(Harborne, 1987).
18
2.2.5 Metode-metoda Ekstraksi
1. Cara Dingin
a. Maserasi
ruangan (kamar).
b. Perkolasi
2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas relatif konstan dengan
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
b. Soxhlet
19
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, yang
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
d. Infus
lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur 30°C
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif ialah analisis yang
berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia, mengenali berbagai unsur atau senyawa-
senyawa apa saja yang terdapat dalam satu sampel. Sedangkan analisa kuantitaif
ialah analisis yang berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat yang
terkandung dalam suatu sampel, biasa juga di kenal dengan analisis penetapan kadar.
Zat yang ditetapkan tersebut yang seringkali dinyatakan konstituen atau analit (R.A
Day, 2002).
20
2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
berdasarkan sifat fisis dimana campuran suatu senyawa didistribusikan antara fase
diam dan fase gerak. Prinsipnya bergantung pada proses perpindahan zat dengan
bertindak sebagai fase diam. Absorben paling umum digunakan ialah silika gel (asam
silikat), alumina (aluminium oksida) dan selulosa. Namun adsorben yang paling
banyak dipakai ialah silika gel. Jenis dari silika gel diantaranya silika gel G silika gel
Metode analisis kromatografi lapis tipis (KLT) merupkan bagian dari teknik
analisis rutin pada laboratorium analisis karena memiliki banyak keuntungan. Jika
dibandingkan dengan metode analisis kromatografi cair kinerja tinggi, KLT memiliki
bersamaan dan juga fase gerak yang dibutuhkan tidak banyak sehingga lebih hemat
biaya dan waktu serta ramah lingkungan. Selain itu teknik pemisahannya sederhana
Kertas (KK) adalah karena dapat dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna,
kepekaan atau sensitivitas yang lebih tinggi dan dapat dilaksanakan dengan cepat
(Adnan, 1997).
21
Sistem kromatografi mempunyai kemampuan memisahkan campuran bahan
kimia dengan cara menghambat selektif perjalanan senyawa tertentu melalui fase
diam sedangkan senyawa lain dibiarkan terus berlalu, kromatogram dapat dievaluasi
secara kualitatif yaitu dengan menentukan harga Rf (Retordation factor) atau faktor
penghambat untuk tiap bahan yang dielusi. Harga Rf diartikan sebagai perbandingan
antara jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh fase gerak.
Kromatografi kolom pertama kali ditemukan oleh ahli botani Rusia Tswett
pada tahun l903. Melalui teknik sederhana ilmuan Izmailov dan Shraiber tahun 1938
menemukan pemisahan pada lapisan tipis yang hanya membutuhkan sampel dan
aluminium oksida yang disebar pada lapisan kaca. Diletakkan sorben sebagai suatu
lapisan padatan yang berair dengan tebal sekitar 2 mm pada objek glass mikroskop.
Sampel (ekstrak tanaman) diteteskan hingga ke dalam lapisan, setelah itu pelarut
(metanol) ditambahkan tetes demi tetes dari atas. Kemudian dari sini teknik baru KLT
22
Metode pemisahan kromatografi tergantung dari jenis fase diam yang dipakai.
Jenis fase diam yang digunakan menentukan interaksi yang terjadi antara analit
dengan fase diam dan fase gerak (Wulandari, 2011). Metode pemisahan kromatografi
dibagi menjadi :
tingkat polaritas yang berbeda. ketertarikan analit tehadap adsorben dan eluen
tergantung kedekatan polaritas analit terhadap fase diam dan fase gerak (like dissolve
like). Suatu Analit mudah larut dalam fase dengan polaritas yang sama.Faktor utama
pemisahan adalah adsorbsi. Sedangkan bila analit berpartisi antara fase cair dan fase
cair faktor utama pemisahan adalah kelarutan. Prinsip pemisahan ialah analit terpisah
karena afinitas terhadap fase padat dan fase cair. Jika analit terpisah karena afinitas
terhadap fase cair dan fase cair pemisahan ini disebut dengan partisi dan metode
lingkungan dan kemunculan ion lain. Pemisahan yang disebabkan oleh kompetisi
senyawa-senyawa dalam sampel dengan sisi resin yang bermuatan sehingga terjadi
penukar ion. Elektroforesis adalah pemisahan yang terjadi karena perbedaan arah
serta kecepatan pergerakan senyawa dalam sampel karena perbedaan jenis dan
23
Pemisahan terjadi karena perbedaan difusi senyawa yang melewati pori fase
diam dengan ukuran pori yang bervariasi. Fase diam hanya didifusikan oleh senyawa
yang berukuran besar, sedangkan senyawa dengan ukuran molekul kecil akan
berdifusi ke dalam semua pori-pori fase diam sehingga terjadi perbedaan kecepatan
pergerakan molekul melewati fase diam. Jika senyawa molekul besar maka memiliki
kecepatan yang lebih besar dibanding dengan senyawa ukuran molekul kecil. Metode
Pemisahan yang melibatkan ikatan kompleks yang spesifik antara fase diam
dengan sampel. Ikatan ini sangat selektif seperti ikatan antara antigen dan antibodi
atau ikatan antara enzim dengan substrat. Pemisahan ini disebut kromatogafi afinitas.
2.4 Spektrofotometer
fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
Jadi spektrofotometri digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
menggunakan dasar interaksi energi dan materi. Spektrofotometri dapat dipakai untuk
24
maksimum yang memberikan absorbansi maksimum. Dalam analisis cara
digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm) daerah Visible (380-700 nm) daerah
Inframerah (700-3000 nm). Salah satu prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada
fenomena penyerapan sinar oleh space kimia tertentu didaerah ultra violet dan sinar
tunggal dan berkas ganda. Berkas tunggal gambar (4), digunakan untuk kuantitatif
violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190-210 nm dan
paling tinggi adalah 800-1000 nm. Berkas ganda digunakan pada panjang gelombang
190-750 nm. Berkas ganda mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan
cermin yang berbentuk V, yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati
25
Gambar 4. Diagram alat spektrometer UV-Vis, berkas Tunggal (Gholib,
2018).
Spektrofotometer terdiri dari beberapa jenis yaitu spektrofotometer visible
terletak pada sumber cahaya atau sampel yang disesuaikan dengan apa yang akan
sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya
eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling
tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu
26
absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
spektrum elektronik. Hal ini terjadi karena adanya gugus berikatan rangkap atau
1995).
sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram. Monokromator
pada spektrometer UV-Vis digunakaan lensa prisma dan filter optik. Sel sampel
berupa kuvet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebar yang bervariasi.
Detektor berupa detektor foto atau detektor panas atau detektor dioda foto berfungsi
menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus
listrik.
1. Sumber radiasi
yang banyak dipakai adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium (D2). Disamping
itu, sumber radiasi ultra lembayung yang lain adalah lampu xenon. Lampu xenon
memiliki kelemahan. Kelemahan dari lampu xenon ialah, tidak memberikan radiasi
27
yang stabil seperti lampu deuterium. Lampu deuterium dapat dipakai pada panjang
dengan rentangan panjang gelombang 380-900 nm. Lampu merkuri adalah suatu
lampu yang mengandung uap merkuri tekanan rendah dan biasanya dipakai untuk
2. Monokromator
a. Celah (slit)
Celah monokromotor merupakan bagian yang pertama dan terakhir dari suatu
gelombang.
b. Filter optik
780 nm, merupakan cahaya putih dari campuran cahaya dengan berbagai macam
28
panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk menyerap warna komplomenter
sehingga cahaya yang diteruskan ialah cahaya yang berwarna. Sesuai warna filter
optik yang dipakai. Filter optik yang banyak dipakai yang terdiri dari kaca yang
bewarna. Dengan adanya filter optik akan dihasilkan pita cahaya yang sangat sempit
Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang terpenting. Prisma dan
3. Sel / Kuvet
Kuvet ialah wadah sampel yang dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari quarts
atauleburan silika dan ada yang dari gelas dengan bentuk tabung empat persegi
panjang 1x1 cm, dengan tinggi kurang lebih 5 cm. Pada pengukuran di daerah ultra
lembayung dipakai quarts atau leburan silica. sedangkan kuvet dari gelas tidak
4. Detektor
Detektor ialah salah satu bagian dari spketrofotometer yang penting. Oleh
sebab itu detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometer dengan merubah
signal elektronik.
5. Amplifier
melewati detektor untuk menguatkan karena resistensi masukan yang tinggi sehingga
29
rangkaian detektor tidak terserap habis, yang menyebabkan keluaran yang cukup
(b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.
A = k. b
Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang
sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi.
A = k. c
Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan
dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan :
A = k.c.b
Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang
berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum
Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam
gram per liter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter,
absorban dengan konsentrasi larutan analit (Gandjar dan Rohman, 2007), yaitu:
30
Keterangan : Io : Intensitas sinar datang
a : Absorptivitas
b : Panjang sel/kuvet
c : Konsentrasi
A : Absorban
31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Alat
ukur (Pyrex), labu Erlenmeyer (pyrex), labu ukur (Pyrex), Kromatografi lapis tipis,
Rotary evaporator, oven, timbangan analitik, pipet tetes, spatel, batang pengaduk
kertas saring, aluminium foil, dan alat-alat gelas yang menunjang penelitian.
3.2.2 Bahan
Daun pepaya penang, aseton, petroleum eter, beta karoten murni, n-heksan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini ialah daun pepaya penang yang
terdiri dari daun muda, daun tua dan daun sangat tua. Sampel daun pepaya diperoleh
32
Masing-masing sampel daun papaya penang yang diperoleh dibersihkan dan
(Syarif,2013).
mL n-heksan dengan 3 mL aseton dalam botol eluen lalu dikocok hingga homogen.
kembali dengan aseton. Proses ekstraksi ini diulangi sebanyak 3 kali hingga
33
d. Hasil saponifikasi tersebut diekstrak kembali dengan petroleum eter sebanyak
3 x 25 mL, lalu dicuci dengan air suling sampai bebas basa dilakukan dalam
lapisan bawah (larutan aseton) dibuang dan lapisan atas (larutan petroelum
penaburan Na2SO4 anhidrat diatas kertas saring untuk menyerap sisa air. Hasil
3.3.6.1 Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI,
2008).
3.3.6.2 Rendemen
dalam oven pada suhu 105oC dan didinginkan dalam desikator (A). Timbang ekstrak
34
sebanyak 1 g, masukkan ekstrak ke dalam krus dan timbang (B). Kemudian perlahan-
lahan krus digoyang agar ekstrak merata. Masukkan ke dalam oven, buka tutupnya
dan biarkan tutup ini berada dalam oven. Panaskan selama 1 jam pada suhu 105 oC,
seperti di atas hingga bobot tetap. Hitung susut pengeringan dengan rumus:
( B−A )−(C− A)
% Susut Pengeringan = x 100%
( B−A )
Keterangan :
A = berat krus kosong (g)
kedalam krus porselen yang telah ditara, dipijarkan dalam furnes. Kemudian
dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon dan dinginkan di
dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu ditentukan dalam persen
C−A
% Kadar Abu = x 100%
B− A
Keterangan :
A = Berat Krus Kosong (g)
B = Berat Krus + Sampel Sebelum Pemijaran (g)
C = Berat Krus + Sampel Setelah Pemijaran (g)
3.3.7 Analisis Kualitatif
35
Identifikasi beta karoten dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis
(KLT). Eluen yang digunakan adalah n-heksan dan aseton dengan perbandingan 7 : 3.
Plat KLT di aktivasi terlebih dahulu di dalam oven selama 30 menit pada suhu
105°C. Kemudian Chamber yang berisi cairan pengelusi, n-heksan dan aseton (7:3)
dengan pipet mikro pada lempeng KLT dengan jarak 0,5 cm dari tepi bawah lempeng
KLT dan jarak rambat, beri tanda pada jarak rambat. Setelah kering lempeng KLT
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi cairan pengelusi. Tutup bejana dan
biarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat. Lempeng dikeluarkan
dan dikeringkan di udara, dan bercak diamati. Serta tentukan nilai Retardation factor
hingga volume 50 mL pada labu ukur. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000
ppm. Larutan induk diencerkan menjadi 500 ppm dengan mengambil 25 mL dari
larutan induk Beta Karoten lalu masukan ke labu 50 mL cukupkan volumenya dengan
petroleum eter hingga tanda batas. Labu ditutup dengan aluminum foil karena beta
karoten mudah teroksidasi dan tidak stabil apabila terkena cahaya (Syarif,2013).
36
Untuk penentuan panjang gelombang serapan maksimum beta karoten
dilakukan pada konsentrasi 120 ppm dengan cara dipipet 2,4 mL larutan beta karoten
500 ppm, masukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Tambahkan petroleum eter hingga
tanda batas, homogenkan. Lapisi labu ukur dengan aluminium foil. Kemudian diukur
Dari konsentrasi 500 ppm kemudian dipipet 0,8 mL, 1,6 mL, 2,4 mL, 3,2 mL
volumenya dengan petroleum eter hingga hingga tanda batas diperoleh larutan baku
dengan konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 160 ppm, dan 200 ppm. Setelah itu
477,0 nm. Kemudian buat kurva kalibrasi beta karoten dan tentukan persamaan
Untuk penetapan kadar beta karoten, dipipet dengan teliti 2 ml dari 100 mL
larutan sampel masing-masing daun pepaya penang, masukkan ke dalam labu ukur 10
ml kemudian ditambahkan larutan petrolum eter hingga tanda batas, dan ukur
serapannya pada panjang gelombang maksimum beta karoten 477,0 nm. Untuk
(Syarif,2013). Kadar beta karoten dihitung berdasarkan persamaan regresi linear dar
37
Keterangan:
Y= absorban
X= konsentrasi
a = intersep
b = koefisien regresi/slop
Uji linearitas dan kurva kalibrasi dibuat dengan menggunakan persamaan garis
regresi linear (y = a + bx) antara konsentrasi beta karoten dengan serapan. Persamaan
linier ini dapat digunakan jika faktor korelasinya 0,98 < r < 1 (Harmita, 2006).
3.4.2 Simpangan Baku Residual, Batas deteksi (BD) dan Batas Kuantitasi (BK)
( y− yi)2
SBr = √ ∑
n−2
3 x SBr
BD =
Slope(b)
10 X SBr
BK =
slope(b)
38
3.4.3 Perhitungan Kadar Beta Karoten
Cu x Fp x Vu
Kadar =
Bs
√
2
SD = X−X
n−1
Keterangan :
Cu = Konsentrasi Sampel (µg/mL)
Fp = Faktor Pengenceran Baku (mL/mL)
Vu = Volume Sampel (mL)
Bs = Berat Sampel (g)
X = Absorban yang terbaca
X = Absorban rata-rata
SD = Standar Deviasi
Data kadar beta karoten daun muda, daun setengah tua dan daun tua dari
pepaya penang diolah dengan menggunakan analisa ANOVA satu arah, uji
39
DAFTAR PUSTAKA
40
Heriyanto.(n.d.).Karotenoid(BetaKaroten).http://repository.usu.ac.id/bitstream/
12345678/2020/10/Karotenoid (Beta Karoten)
Hock Eng,K,Prasad,K.n,Kin Weng, K. J. Y. dan I. A. (2011). Carotenoid and Their
Isomers Color Pigments in Fruits and Vegetable. J.Molc, 16, 1710–1738.
Ikan, R. (1997). Organic Chemistry Fifth Edition,Mc.Graw Hill.inc New york.
Kamaruddin, M. dan S. (2006). Pengaruh Pemberian Air Perasan Daun Pepaya Pada
Ayam. Respon Patofisiologi Hepar.J.Saint Vet, 37–43.
Kementan. (2015). Data Produksi dan Luas Panen Tahun 2014.
http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom.asp
Khopkar, S. . (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press.
Kosasih,E,Setiabudi, T. (2004). Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Pusat Kajian
Nasional Masalah Lanjut Usia.
Kurnia, R. (2018). Fakta Seputar Pepaya. Gramedia.
Laily AN,Suranto, S. (2012). Characteristices of Carica pubescens of Dieng Plateau
Central Java according to its morphology,antioxidant and protein pattern. In
Nusantara Bioscience.
Listya,Ana, S. dan S. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten
Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng. FMIPA Universitas Udayana Bukit
Jimbaran.
Mahmud, M. dan H. (2009). Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Persagi.
Maisarah, Nurul, Asma, F. (2013). Antioxidant Analysis of Different Parts of Carica
papaya. IFRJ, 20(3), 1043–1048.
Mardiana, L. (2012). Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya.
Marelli de souza,L,ferrira,K.S,Chaves,J.B.P dan Teixeira, S. . (2008). Lascorbic
Acid,Beta Carotene and Lycopen Content in Papaya Fruit (Carica papaya L.).
Journal Sci.Agri.(Peracicaba,Braz), 65(3).
Mulja, M. (1995). Aplikasi Analisis Spektrofotometri Ultraviolet Visible. Mechipso
grafika.
Murhalien dan Ani Nurgiartiningsih. (2015). Pemanfaatan Limbah Daun Pepaya
dalam bentuk tepung dan jus utuk meningkatkan performans produk ayam arab.
Research Journal of Life Science, 02(2).
41
Otsuki dang, Kumagai kondo, I. M. (2010). Aqueous extract of Carica papaya leaves
exhibits anti tumor activity and immunomodulatory effects. J.Ethnopharmacol,
127(3), 760–767.
Paramastri dan Anindha. (2011). Pepaya Yang Tak Busuk Saat Distribusi.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52408
R.A Day, J. dan A. . U. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif (6th ed.). Erlangga.
Richardson,A.D,Dugan,S.P,Berlyn, G. . (2002). An Evaluation of Noninvasive
Mehtods to Estimate Foliar Chlorophyll Content. USA Jurnal Phytologist,
153(1), 20–24.
Rukmana, R. (1995). Pepaya Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Rustam,Atmasari, Y. (2007). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma
domestica Val). Sains Dan Teknologi Farmasi, 12(2), 112–115.
Setiawati,T,Saragih, N. dan M. (2016). Analisis Kadar Klorofil dan Luas Daun
Lampeni (Ardisia humilis Thunbergh) Pada tingkat perkembangan yang
berbeda di Cagar Alam Pengandaran. Prosiding Seminar MIPA Peran
Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan
Berkelanjutan,Universitas Padjajaran.
Sharma, V. C. dan O. N. O. (1991). Renewable Energy Resource For The Production
Of Alcholol Fuels. 7(10), 871–873.
Sitorus, M. (2009). Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik (1st ed.). Graha
Ilmu.
Sobir. (2009). Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Agromedia
Pustaka.
Sudjadi. (1998). Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi UGM.
Suhartatai, T. (2017). Dasar-dasar Spektrofotometri UV-VIS dan Spektrometri massa
untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Aura Bandar Lampung, 1(1).
Sujiprihati, S. dan K. S. (2009). Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya.
Sumar, H. (1994). Kimia Analisis Farmasi. UI Press.
Sumbono, A. (2019). Biomolekul. Deepublish.
Sutarpa dan Sutama. (2008). Daun Pepaya Dalam Ransum Menurunkan Kolesterol
pada Serum dan Telur Ayam. Jurnal Veteriner, 9(3), 152–156.
Syarif,S.Flaning, M. (n.d.). Analisis Kandungan Beta Karoten Pada Jenis Sawi Putih
(Brassica pekinensia L.) dan jenis Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Secara
42
Spektrofotometri UV-Vis. As-Syifaa, 05(01), 55–61.
USDA. (2001). Treating Livestock Medical Plant or Toxis Carica papaya. Available
on Lineat. http://www.probe.nalusda.gov:8300/ogibin/browse/phytochemdb
Wahyu, J. (1997). Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press.
Wijayakusuma, H. (1994). Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini.
Winarsih, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. PT Taman Kampus Presindo.
43
44