Sarjana Bodoh
Sarjana Bodoh
Sarjana Bodoh
BODOH
ARIEF S.B
Penerbit:
CV. Ajrie Publisher
Jl. Binuang 16 RT 07 RW 01, Kel. Kayu Kubu,
Kec. Guguk Panjang, Ngarai, Bukittinggi 26115
Email: ajriepublisher@gmail.com
50% dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan ebook ini akan disisihkan
untuk bantuan sosial bagi anak-anak yang putus sekolah, serta bantuan
beasiswa bagi siswa/i yang datang dari keluarga tidak mampu. Dengan membeli
ebook ini, berarti Anda telah berpartisipasi di dalamnya.
“Mohon untuk tidak menggandakan sebagian atau seluruh isi di buku ini tanpa
ijin tertulis dari penerbit. Terima kasih.”
~Dipersembahkan~
Salam, dari orang yang selama ini kalian anggap bodoh dan
hina. @sarjanabodoh_
Pengantar Penulis ...7
Ucapan Terima Kasih ...9
Lahirnya Calon Pemimpin ...13
Geli Mas ...28
Akibat Salah Jurusan ...44
Ospek itu Haram ... 55
The Power of Brutal ...70
Gara-Gara Jkt48 ...79
Usulan untuk Pengawas Ujian …99
Berapa IPK-mu Nak? ...104
Pencerahan dari Pak Slamet ...114
Rindu Masa Kecil ...123
Saya Benci Bule ...138
Menulis Ulang Kehidupan ...148
Kejutan dari Tuhan ...167
Tips Mendapatkan Beasiswa ...183
Pendidikan itu Omong Kosong...188
Tulisan ini berasal dari suara bising. Di tengah himpitan
gedung-gedung kampus yang dipenuhi jeritan para pendamba
toga dan tangis para janda. Alah.
Sampai saat ini, saya masih bingung membuat paragraf
pertama yang baik itu seperti apa. Wajar saja, ini kan buku
pertama yang saya tulis hanya bermodalkan tampang saya yang
ganteng. Uhuk. Walaupun ganteng, sebenarnya saya ini bukan
personil boy-band. Tepatnya seorang mahasiswa yang kuliah
hanya untuk mendapatkan seorang mahasiswi. “Hidup
mahasiswi...” Teriak pake TOA.
Ada pepatah yang bilang ‘Tak kenal maka tak sayang’,
namun kelihatannya itu tidak berlaku di hidup saya, buktinya
saya belom kenal sama kamu, tapi udah sayang. Asik.
Ok, kita kenalan dulu…
Perkenalkan nama saya Anu, biasa dipanggil “Woi”. Jadi,
kalo kalian di jalan dengar orang berteriak, “Woiii jangan lari
loooh.” Nah, itu saya. Lagi dikejar-kejar warga. Maklum, selain
hidup sebagai mahasiswa teladan, saya juga punya pekerjaan
sampingan sebagai perampok warung pinggir jalan. Eits, jangan
salah paham, sebenarnya saya ngerampok hanya untuk
menyalurkan hobi kok. Bukan untuk membuat pemilik warung
hidup melarat. Karena seburuk-buruknya perampok adalah
perampok uang rakyat.
Saya adalah spesies makhluk hidup hasil dari kawin
silang antara Jokowi dan Dinosaurus, artinya, “Saya adalah
orang yang akan menjadi pemimpin di masa depan dan tidak
akan pernah melupakan sejarah.”
Oke. Itu bercanda. Kidding!!
Sebenarnya saya adalah anak yang dulu dilahirkan
secara paksa, karena ada sedikit masalah di kandungan Mama.
Menurut cerita dari seorang tetangga bernama Ibu Sri—yang
kebetulan waktu itu melihat proses kelahiran dari awal hingga
akhir—saya ini tua dalam kandungan. Jadi kebayang kan? Pas
saya lahir, udah kumisan gitu.
Oke, ini bercanda lagi…
Cerita sebenarnya begini, dahulu kala, di sebuah
kampung kecil di tengah hutan belantara. Tinggallah sepasang
suami-istri yang hidup penuh tawa dengan cinta mereka yang
gila. Berhari-hari, mereka menanti sosok buah hati yang akan
membawa harapan untuk masa depan yang lebih sejahtera.
Lebih lanjut, menambah koleksi mereka di rumah.
“Iya nie Buu, saya sendiri juga heran. Kok belum keluar
juga yah? Berasa apa-apa juga enggak.” Jawab Mama tak kalah
heran.
“Hehehe, iya juga sih Bu. Oh ya, Ibu dan Mbah Sumi mau
minum apa? Biar saya siapin.”
“Apa Pak?”
“.....”
Setiap kali ada waktu luang, saya buka dan baca kembali
SMS yang setiap saat saya kirimi ke dia. Paling tidak bisa
mengurangi rasa rindu di hati. Kadang saya merenung sejenak
sambil menatap SMS itu. Hanya ada satu pertanyaan terlintas
di pikiran.
“.....”
*dilempar granat
pesanan orang.
ambulans.
ayam.
lamar bule‟.
DPR.
Saat mahasiswa kepolisian salah jurusan, mereka sering
gizi.
gila.
banget lulus.
“.....”
“.....”
Besoknya…
Kembali ke kampus, dan lagi-lagi saya terlambat.
Terlambat memang sudah jadi kebiasaan buat saya. Sebab
filosofi yang saya anut, “Lebih baik terlambat asal cepat,
daripada cepat tapi terlambat.” Bingung? Samma, saya juga.
*Suka-suka Uya mode on.
Hukuman lagi-lagi tak dapat dihindarkan. Lagi, saya
dengar teriakan yang sama, dari orang yang sama.
“Makan nie!”
“.....”
*Disodok topi kerucut.
Saya hanya diam, lesu. Dalam hati berbisik, jika ospek ini
sudah berakhir, saya akan dedikasikan hidup untuk jadi panita
ospek tahun depan. Siapa tahu, ada ade kelas yang kejebak di
hati, alah.
Tidak lama, seorang panitia memberi saya mic.
“Sekarang perkenalkan dirimu ke teman-teman yang lain!”
Kalo melihat dari sejarah hidup saya, tidak ada satu pun
penghargaan yang saya dapatkan di bidang tarik suara. Terakhir
kali saya nyanyi waktu SMP di acara sunatan massal, hal itu
membuat teriakan ade-ade yang bakal disunat semakin keras
terdengar.
Karena tidak ingin berlama-lama menahan kemaluan
(baca: rasa malu), kreatifitas saya mulai bekerja. Saya berpikir,
daripada semua orang tahu suara saya mirip kentutnya
harimau, lebih baik pura-pura kesurupan. Cuman itu yang
terpikirkan di kepala. Tidak menunggu waktu lama, saya pun
mulai kejang-kejang, diikuti mata melotot, dan ditutup dengan
bunyi kentut, puuut.
(Tiba tiba suasana menjadi panik)
“Karena saya lagi baik hari ini, saya bakalan bagi sama
kau triknya, tapi ingat jangan kaupraktekkan saat bulan puasa!”
“Emang kenapa?”
“Eh? Iya-iya.”
“.....”
“Okeh bro.”
“Sukron.”
“Oh iya Mas. Kalau Mas yang ini mau pesan kopi juga?”
tanya Mbak itu ke Asul’aji.
“Iya sama. Tapi jangan pake air biasa Mbak, kalau bisa
pake air zam-zam.
“Emang kenapa?”
“Oooo.”
“Trus apaan?”
“Nie lagi download videonya tukang kerupuk naik haji.”
“Iya iya.”
“SINI!!”
“APAAA...?”
“Biar dramatis.”
“.....”
“Udah kau tenang, saya ke sana sekarang. Sekalian saya
bawa rombongan.” Kata Wano.
“Apa sih?”
“Assalamualaikuum.”
*Saya ngangguk
“Kalo kuning tua, agak kecut sih, karena tercampur
dengan air mata para Ibu yang ditinggal pergi suaminya.”
*Ngangguk lagi
“Bagi dong!”
“Sekarang bos?”
“Ba-baik bos.”
M O T I V A T I O N
138=38%
13 15 20 9 22 1 20 9 15 14
“Halah, blagu.”
*Kemudian saya dilempar kalkulator.
A T T I T U D E
100=100%
1 20 20 9 20 21 4 5
Kalo saya ingat-ingat lagi, agak aneh sih, saya tidak tahu
kenapa harus mengatakan itu. Sampai detik ini, saya belum bisa
membayangkan moster kelamin itu seperti apa? Apakah itu
adalah monster berbentuk kelamin pria yang bisa
mengeluarkan racun untuk ngebunuh Ibu guru saya? Entahlah,
hal ini masih menjadi misteri Ilahi hingga saat ini.
Cita-cita saya dulu juga kadang berubah-ubah, sesuai
musimnya. Saat musim layangan, saya ingin jadi pedagang
layangan. Saat musim rambutan, saya ingin jadi pedagang
buah-buahan. Dan saat musim tawuran, saya ingin jadi korban
pukulan. Waktu kecil, saya memang terlalu polos untuk
mengambil keputusan.
Dari semua keanehan itu, ada juga cita-cita saya yang
bisa dibilang sedikit mulia, yaitu jadi seorang pemimpin di masa
depan. Walaupun mulia, tapi teman-teman saya masih juga
meremehkan. Contohnya waktu itu, ada guru PPKN yang
menanyakan hal yang sama dengan guru bahasa Indonesia
yang tadi saya ceritain.
“Ba-baik Pak.” Saya ikat ke empat kaki babi itu dan saya
masukkan ke karung.
“Loh? Itu kan Ibu, yang baik menurut Ibu belum tentu
baik buat saya. Kita berdua berbeda Bu, potensi kita berdua
beda. Saya mau jadi bos besar Bu, mau jadi pengusaha. Jadi
tidak harus pintar bahasa Inggris kan? Kalaupun nanti bakalan
ada bule yang nyasar di tempat usaha saya, saya bakal bayar
orang-orang yang pintar bahasa Inggris kayak Ibu buat jadi
assistent saya. Paham gak?”
“Hei Anu, udah lama juga kita tidak ketemu. Kabar aku
baik. Kamu sendiri gimana?”
“Yah gitulah, bisa kau lihat sendiri. Dari dulu sampe
sekarang, saya tetap ganteng kayak Syahrul Khan.”
“Haduh, ini baru mau cari kerja, ngapain sih kau di sini?”
“.....”
“Sertifikat Nak.”
“Ba-baik Pak.”
“Siap boz!”
“Kenapa emang?”
Catatan:
Jika tips ini tidak membantu, segera hubungi dokter.
Satu dari sejuta mimpi yang ingin saya wujudkan adalah
menjadi wisudawan terbaik, namun sepertinya sangat
mustahil. Bagaimana tidak, ketika baru saja memasuki
semester akhir, saya mendapatkan SMS yang bertuliskan
bahwa saya akan di-DO (drop out). Jelas saya kaget membaca
pesan teror itu. Dalam hati saya menggerutu, apa salahku? Apa
saya kurang ganteng Pak?
Saya mencoba acuh. Mungkin saja pihak akademi salah
ketik nama, pikirku. Tapi keesokan harinya, terjawab semua
dugaan itu. Di mading kampus, nama saya masuk ke dalam
daftar mahasiswa bermasalah versi on the spot.
“APA?” saya kaget. Merasa pengumuman ini adalah
tanda-tanda akhir zaman. Namun, saya mencoba mengontrol
diri untuk tidak bersedih. Bagi saya bersedih juga bukan solusi;
gelar sarjana dan ijazah bukanlah harga mati.
Setelahnya, saya mencari Wano dan Maria, karena
mereka juga ada dalam daftar. Ternyata kami ber-3 memang
kompak. Tidak lama, saya bertemu Maria di jalan.
“Ia-ia.”
Seminggu kemudian …
Hari yang ditunggu-tunggu itupun datang. Kami semua
dikumpulkan di ruang rapat. Wano dan Maria memasang
tampang tegang, sedangkan saya tetap ganteng dengan kemeja
batik dan celana bahan. Yoi, yang namanya pesona memang
gak harus ditutupi, walaupun dalam hati berasa ngeri.
Di ruangan itu, ada Pak Setiawan selaku Pudir I yang
sudah siap menyampaikan keputusan rapat seminggu lalu. Ada
juga beberapa dosen dan pegawai tata usaha di sana, entah
apa urusannya, mungkin biar terlihat lebih formal. Hal kayak
gini kan bisa disampaikan lewat SMS aja? Ya kali!
Kami semua diem, sesekali saling memandang, seolah-
olah saling prihatin satu sama lain. Padahal dalam hati, tidak
peduli sama sekali. Terlihat Pak Setiawan mulai menyalakan
microfon. Rambut belah sampingnya sedikit ia rapikan.
Terdengar suara batuk ganteng uhuk-uhuk, lantas rapat hari itu
beliau buka.
Seperti rapat pada umumnya, di awal Pak Setiawan
menyampaikan basa-basinya dengan kalem.
“Oke, Bapak tidak akan panjang lebar lagi. Itu tadi hanya
sekedar nasehat buat kalian. Sekarang Bapak bacakan nama
mahasiswa yang akan di-drop out. Berdasarkan keputusan
rapat, ditetapkan ....”
(5 menit kemudian)
“Ta-tapi Pak.”
Assalamualaikum wr.wb
Salam sejahtera bagi kita semua
…
Saya bisa menebak bagaimana perasaan teman-teman
yang IPK-nya tinggi di ruangan ini. Pasti dalam hati
kalian. “Sial, kenapa mahasiswa bego kayak dia bisa
jadi wisudawan terbaik sih.”
Ia kan?
Maap ya teman-teman. “Terkadang mahasiswa yang
IPK-nya tinggi, bisa dikalahkan oleh mahasiswa yang
punya semangat yang tinggi.”
....
Di awal pidato saya:
Dan ...
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih, kepada
dosen-dosen yang tidak saya cintai. Terima kasih atas
latihan kesabaran yang kalian berikan selama ini.
Tak lupa,
Untuk Pak Basri & Ibu Rahmatia: pembimbing tugas
akhir saya yang beberapa bulan ini telah banyak
memberikan motivasi, inspirasi, dan juga revisi. Di
mana itu semua juga sangat baik bagi saya untuk
memperbaiki diri.
Yang paling utama …
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan,
karena sudah menitipkan saya di rahim seorang wanita
hebat yang sangat saya sayangi; Mama saya. Dan juga
untuk Bapak yang setiap malam berusaha membuat
saya saat itu. Tanpa kolaborasi mereka berdua,
mungkin saya tidak bisa lahir di dunia dan berdiri di
sini.
...
Di pidato ini, saya ingin bilang bahwa saya ini berasal
dari keluarga yang tidak berpendidikan. Dari seluruh
keluarga besar saya, hanya saya sendiri yang sempat
merasakan yang namanya pendidikan sampai ke
perguruan tinggi seperti ini. Orang tua saya adalah
orang yang tidak tamat sekolah. Mama saya hanya
sampai kelas dua SD; sedangkan Bapak hanya sampai
taman kanak-kanak. Itupun drop out dua kali.
Apa yang harus kita isi? Sudah tentu, batok kepala yang
keras itu perlu diisi dengan ilmu pengetahuan.
...
Untuk kalian semua yang ada di ruangan ini, saya harus
katakan dengan sangat tegas: bahwa saya tidak bangga
berdiri di sini sebagai wisudawan terbaik, ‘karena
tujuan dari saya kuliah bukan untuk menjadi kaum
terpelajar, tapi untuk menjadi orang yang tidak
pernah berhenti belajar.’
Terima kasih.
Wih. Pasti keren banget kalo saya bisa menyampaikan
hal itu di acara wisuda nanti. Orang-orang yang ada di
auditorium, yang tadinya sibuk main gadget akan fokus ngeliat
muka saya yang tampan. End? Diakhiri dengan tepuk tangan
dari semua undangan. Beberapa dari mereka akan mendekat
untuk minta tanda tangan.
Tapi ….
Pada kenyataannya, itu semua hanyalah khayalan, huh.
Hingga detik di mana buku ini dituliskan, saya masih disiksa
oleh tugas akhir yang tiap detik menunggu sentuhan.
Jadi ….
Izinkanlah saya untuk menyudahi kisah ini dan
berpamitan. Tidak ada jalan lain, selain harus fokus pada tugas
akhir yang berbulan-bulan terakhir ini menjadi beban.
Terima kasih ya teman, sudah mau membaca sepotong
kisah dari mahasiswa yang tidak pantas kalian jadikan teladan.
Saya sangat berharap, dengan datangnya buku ini di
tangan kalian, semoga saja di negeri ini tidak akan ada lagi para
pendamba toga yang terpenjara pada jurusan yang salah, tidak
ada lagi para mahasiswa pencinta IPK yang tidak berdaya
padahal memiliki ijazah, dan tidak ada lagi sarjana yang
menganggur hanya karena tidak memiliki kemampuan
menghadapi dunia kerja.
Nasehat yang terakhir untuk semua sarjana di negeri ini,
“Janganlah bangga dengan title di belakang nama-Mu,
banggalah dengan karya yang kau berikan untuk negeri-Mu.”
Hallo, saya
Maria.
NYATA PENULIS..