Indonesia Dari Masa Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi Masa Kemerdekaan
Indonesia Dari Masa Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi Masa Kemerdekaan
Indonesia Dari Masa Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi Masa Kemerdekaan
Posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak dan satu demi satu daerah
jajahannya jatuh ke tangan Sekutu. Dalam menghadapi Sekutu, Jepang mencari dukungan
kepada bangsa-bangsa yang diduduki dengan memberikan janji kemerdekaan. Pada 7
September 1944 Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan
kepada Indonesia. Janji ini dikemukakan di depan parlemen Jepang, dengan tujuan untuk
menarik simpati Indonesia. Sebagai pembuktiannya, ia mengizinkan pengibaran bendera
merah putih di kantor-kantor, yang berdampingan dengan bendera Jepang.
Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945,
diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPKI). BPUPKI terdiri atas 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat. BPUPKI selama terbentuk mengadakan dua kali sidang.
Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia
merdeka. Untuk mendapatkan rumusan dasar negara yang tepat, maka acara dalam sidang
ini adalah mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu
Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Gagasan mengenai rumusan lima
sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1
Juni 1945 dikenal dengan istilah Pancasila. Peristiwa ini dikenang dengan ditetapkannya
tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.
Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar
negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat. Oleh karena itu, dibentuklah suatu
panitia kecil yang beranggota Sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini
dinamakan Panitia Sembilan yang tugasnya adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI
mengenai dasar negara Republik Indonesia.
Sidang kedua membahas rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga
membicarakan bentuk negara. Mengenai bentuk negara, mayoritas peserta sidang setuju
dengan bentuk Republik. Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil yang
beranggotakan 19 orang untuk mempercepat kerja sidang. Panitia ini bernama Panitia
Perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno.
b) Peristiwa Rengasdengklok
Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota dengan
tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Selanjutnya, 16 Agustus 1945 pukul
04.30, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta tidak terlaksana. Soekarno-Hatta tetap
pada pendiriannya tidak melaksanakan proklamasi kemerdekaan sebelum ada pernyataan
resmi dari pihak Jepang tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu.
Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu dalam sidang PPKI. Di
tengah suasana tersebut, Ahmad Soebardjo datang beserta sekretaris pribadinya. Ahmad
Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Mendengar
berita itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di
Jakarta.
Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno membacakan hasil rumusan tersebut. Akhirnya, seluruh
tokoh yang hadir pada saat itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut. Sukarni
dari golongan muda mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani
oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa
Indonesia dan Soekarno pula yang membacakan teks proklamasi tersebut. Untuk
pengetikan naskah proklamasi, Soekarno menugaskannya kepada Sayuti Melik. Pertemuan
kemudian bubar setelah penentuan waktu upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan
yaitu tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Pengibaran
bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Rakyat yang hadir serempak
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan
Wali Kota Jakarta, Suwiryo dan dr. Muwardi.
Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah
dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna
proklamasi itu. Namun demikian, ada juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas
dari segala-galanya, sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini
membelenggunya.
Rapat PPKI beragendakan untuk menyepakati Pembukaan dan UUD Negara Republik
Indonesia. Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI menjadi rancangan awal, dan dengan
sedikit perubahan disahkan menjadi UUD yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh yang
terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan disertai dengan
penjelasan. Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup
bernegara dengan menentukan arahnya sendiri.
Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik
Indonesia secara aklamasi dalam musyawarah untuk mufakat. Lagu kebangsaan Indonesia
Raya mengiringi penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi
delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Kedelapan provinsi tersebut
adalah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi,
dan Kalimantan.
d. Pembentukan Kementerian
Mr. Ahmad Subarjo melaporkan hasil rapat Panitia Kecil yang dipimpin olehnya. Hasil
rapat Panitia Kecil mengajukan adanya 13 kementerian. Pada 2 September 1945, dibentuk
susunan kabinet RI yang pertama. Kabinet ini merupakan kabinet presidensial yang
bertanggung jawab kepada presiden. Tugasnya membantu presiden dalam menjalankan roda
pemerintahan sesuai amanat UUD 1945.
Pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan
Rakyat (BKR) sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Sebagian besar
anggota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho. Pada tanggal 5 Oktober
berdirilah TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Supriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA
terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR.
2) Pertempuran Surabaya
Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara
Inggris. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong
tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya. berada di bawah
pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh. Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu
mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya. Batas waktu ultimatum adalah pukul
06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan.
Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris melakukan serangan besar yang
melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Tentara
Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukkan dalam waktu beberapa hari.
Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh
agama yang terdiri dari para kiai dan ulama terus menggerakan semangat perlawanan
pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung
beberapa minggu. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November
diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran lima hari di Semarang terjadi antara rakyat Indonesia di Semarang dengan
tentara Jepang. Peristiwa ini berawal ketika para tawanan veteran angkatan laut Jepang yang
dipindahkan dari Cepiring ke Bulu. Pemindahan ini dikawal oleh polisi Indonesia. Di tengah
perjalanan, mereka memberontak dan melarikan diri. Selanjutnya mereka bergabung dengan
batalyon Jepang yang berada di bawah pimpinan Mayor Kido yang masih bersenjata di
Jatingaleh, Semarang.
Pada tanggal 14 Oktober 1945, tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air
minum di Candi, Semarang. Dokter Karyadi selaku kepala laboratorium pusat Rumah Sakit
Rakyat memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut. Akan tetapi, ketika hendak
melakukan pemeriksaan, Jepang menembaknya sehingga ia gugur. Peristiwa ini membuat
pada pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang.
Pada tanggal 15 sampai dengan 20 Oktober 1945, terjadi pertempuran antara Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) yang dibantu oleh barisan pemuda dengan tentara Jepang yang
persenjataannya lebih lengkap.
4) Pertempuran Ambarawa
Adapun tentara sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia. Tanpa
sepengetahuan pihak Indonesia, ternyata tentara Sekutu telah mengikutkan tentara NICA.
Pada saat mereka membebaskan tawanan perang Belanda di Magelang dan Ambarawa, para
tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan dari pihak
Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya insiden yang kemudian meluas menjadi sebuah
pertempuran terbuka di Magelang dan Ambarawa.
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota
Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946. Peristiwa ini diawali dengan kedatangan
pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di Kota Bandung. Mereka datang pada
tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan
tawanan perang. Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu dengan pihak
Republik Indonesia sudah tidak baik.
Mereka menuntut rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara
Jepang. Tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat
timbulnya berbagai bentrokan.
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap tentara
Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatra Utara. Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu
yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly tiba di kota Medan. Kedatangan tentara
Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih
pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di kota Medan.
Pertempuran pertama meletus pada tanggal 13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan
pasukan Sekutu. Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan operasi
militer secara besar-besaran terhadap para Pejuang Indonesia dengan mengikutsertakan
pesawat-pesawat tempurnya. Para pejuang membalaskan serangan tersebut sehingga
menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh kota yang menelan korban dari kedua pihak.
Pada 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di daerah
Tabanan. Untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan
yang berada di Bali dan Lombok. Dalam pertempuran ini, pasukan Ngurah Rai melakukan
’’puputan’’ atau perang habis-habisan. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai titik
darah penghabisan.
Pertempuran berakhir dengan gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 orang
anggota pasukannya. Adapun di pihak Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda
tewas dalam pertempuran ini.
Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret
1949. Serangan ini bertujuan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik
Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah
diduduki oleh Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari
Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan
TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota.
Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi
tanda jam malam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota.
Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam
waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar
Yogyakarta. Dalam Serangan Umum TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama
enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa
Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.
b. Perjuangan Diplomasi
1) Perundingan Linggajati
Perundingan Linggajati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang
dilaksanakan di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat. Perundingan Linggajati dilaksanakan
pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan
yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947. Adanya
perundingan Linggajati sebenarnya tidak membuat hubungan Indonesia dan Belanda baik.
Dimana ada beberapa pasal yang menjadi awal perselisihan.
2) Perundingan Renville
Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional, khususnya
dalam forum PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan
PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Negara-negara anggota KTN yaitu
Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda)
diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili
oleh Frank Porter Graham. KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang
diselenggarakan diatas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS
Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan nama
perundingan Renville.
Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh
Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II.
Belanda berhasil menduduki ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti
Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
3) Perundingan Roem–Royen
Untuk mengatasi agresi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22
Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang isinya mendesak supaya
permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia
yang ditahan segera dibebaskan. KTN ditugaskan untuk mengawasi pelaksana resolusi
tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya, maka KTN diubah namanya menjadi UNCI
(United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran. Atas
inisiatif UNCI, pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan Republik Indonesia dan
Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta.
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den
Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi Meja Bundar
merupakan tindak lanjut dari perundingan-perundingan sebelumnya. Konferensi ini
merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan
kemerdekaannya. Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh pada Konferensi Meja
Bundar, pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan
atas Republik Indonesia Serikat.
Penyerahan dan sekaligus pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu
di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Ratu
Juliana kepada kepala delegasi RIS Drs. Moh. Hatta. Adapun di Jakarta, penyerahan
kedaulatan dilakukan A.H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Penyerahan kedaulatan ini menandakan berakhirnya masa
penjajahan Belanda di Indonesia secara formal.
Sesuai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 dengan Undang-Undang Dasar Sementara
sebagai konstitusinya. Sesuai dengan isi konstitusi baru itu, negara berbentuk federasi.
Yang meliputi :
Negara bagian yang meliputi: Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara
Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Selatan, Negara Sumatra Timur, dan
Republik Indonesia.
Sistem pemerintahan RIS dipegang oleh presiden dan menteri-menteri di bawah perdana
menteri. Terpilih sebagai Presiden RIS adalah Ir. Soekarno setelah ia menjadi calon
tunggal dalam pemilihan Presiden RIS tanggal 15 Desember 1949. Sementara itu, Drs.
Moh. Hatta diangkat menjadi Perdana Menteri RIS
b. Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak sesuai dengan cita-cita
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, muncul gerakan-gerakan untuk
mengubah bentuk negara kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rakyat di negara-negara bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan
menuntut kembali ke dalam NKRI. Pada tanggal 19 Mei 1950, ditandatangani sebuah
piagam persetujuan antara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI.
Piagam itu menyatakan kedua pihak dalam waktu singkat akan bersama-sama
melaksanakan pembentukan negara kesatuan. RIS pun bubar dan berganti menjadi
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Bersamaan dengan itu, kabinet RIS yang
dipimpin Hatta mengakhiri masa tugasnya.
c. Gangguan Keamanan
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso.
Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar negara Pancasila
dengan komunis serta ingin mendirikan Republik Indonesia Soviet. Pada tanggal 30
September 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu
oleh rakyat. Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah
bagian timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur).
a. Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo memiliki cita-
cita mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk mengatasi pemberontakan yang
dilakukan oleh Kartosuwiryo, Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis
di Gunung Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil ditangkap.
b. Sulawesi Selatan
c. Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan mantan
Gubernur Aceh. Pemberontakan ini disebabkan oleh status Aceh yang semula menjadi
daerah istimewa diturunkan menjadi daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra
Utara. Pemerintah Republik Indonesia memberantas pemberontakan di Aceh dengan
operasi militer dan musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada tanggal 17-28
Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui
musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara damai.
d. Kalimantan Selatan
a. Permasalahan Inflasi
b. Blokade Laut
Blokade Laut adalah menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Akibatnya,
barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat diekspor, dan Indonesia tidak dapat
memperoleh barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Tujuan Belanda melakukan
blokade ini adalah untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia.
Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Pinjaman
yang direncanakan sebanyak 1 miliar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan
dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada tahun 1946, Indonesia membantu pemerintah India yang tengah menghadapi
bahaya kelaparan dengan mengirimkan beras seberat 500.000 ton. Sebagai imbalannya,
pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat Indonesia.
Usaha mengadakan hubungan dagang ke luar negeri itu dirintis oleh Banking and
Tranding Coperation (BTC), suatu badan perdagangan semi pemerintah. BTC berhasil
mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Dalam transaksi
pertama, pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor seperti gula, teh,
dan karet. Usaha lain untuk mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri juga
dilakukan melalui Sumatra. Tujuan utamanya adalah Singapura dan Malaya.
a. Kehidupan Sosial
b. Pendidikan
Pada akhir tahun 1949, tercatat 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk
pendidikan tinggi, sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta,
Klaten, Surakarta dan Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas
Gadjah Mada.
c. Kebudayaan
Dalam bidang kesenian, banyak muncul lagu yang bertemakan nasionalisme yang
diciptakan oleh para komponis seperti Cornel Simajuntak, Kusbini, dan Ismail Marzuki.
Lagu-lagu tersebut antara lain, Bagimu negeri, Halo-Halo Bandung, Selendang Sutra, dan
Maju Tak Gentar.
Sumber : Buku Cetak Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SMP/MTs Kelas IX Edisi Revisi
2018