Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Lapor Leng Petro 20201

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrologi merupakan cabang ilmu dalam Geologi yang mempelajari asal usul
atau origin, penyebaran, struktur, serta evolusi dari batuan yang menyusun kerak
bumi, baik kerak samudera maupun kerak benua. Dalam petrologi dibahas pula
mengenai sejarah atau proses pembentukan batuan tersebut. Batuan diartikan
sebagai bahan padat yang terbentuk secara alami yang disusun oleh satu atau
lebih kumpulan mineral tertentu. Oleh karena batuan disusun atas mineral-
mineral, maka penguasaan tentang dasar-dasar mineral sangat diperlukan dalam
pembelajaran petrologi.

Batuan adalah benda yang penting dan banyak tersebar dipermukaan bumi.
Batuan dapat dijumpai dihampir disemua tempat dimuka bumi ini. Bagi orang
awam, mempelajari batuan sepintas lalu terlihat tidak menarik, tetapi bagi orang-
orang yang mempelajari ilmu kebumian, batuan banyak menyimpan informasi
yang sangat menarik.

Dalam mata kuliah petrologi diperlukan adanya praktikum guna lebih


memahami tentang batuan setelah itu, wajib diadakannya fieldtrip guna
mengaplikasikan apa yang didapat dilaboratorium kelapangan dan menunaikan
wajib sebagai mahasiswa teknik pertambangan.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari fieldtrip ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui data Geomorfologi daerah Studi


2. Utnuk mengetahui data litologi daehar Studi.
3. Untuk mengetahui data struktur daerah Studi.

Adapun tujuan dari fieldtrip ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan
para praktikan dan untuk mengaktualisasikan dilapangan ilmu yang telah
didapatkan dilaboratorium.
1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah

Praktikum ini diadakan pada hari Rabu tanggal 10 maret 2021. Kemuadian
letak praktikum lapangan ini didaerah sampara Kabupaten Konawe dan Motui
Kabpuatn Konawe Utara. Kesampaian daerah dari praktikum lapangan ini
dimulai dari stasiun 1 didaerah sampara Kabupaten Konawe sampai stasiun 7
didaerah Motui Kabupaten Konawe Utara dengan jarak 41 KM dan waktu tempuh
7 jam.

1.4 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan serta kegunaan yang digunakan dalam fieldtrip ini
dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Alat dan Bahan


No Nama Alat Dan Bahan Kegunaan
1 Palu geologi Untuk mengambil sampel
2 Kompas Untuk menentukan arah lapisan batuan
3 Gps Untuk mengambil titik koordinat
4 Kantong sampel Untuk menyimpan sampel perstasiun
5 Buku lapangan Untuk menyimpan hasil data lapangan
6 Atk Sebagai alat tulis
7 karung Untuk mengumpulkan sampel
8 Hcl 0,1 M Untuk menentukan komposisi mineral
9 Komparator Untuk menentukan ukuran butir
10 Peta topografi Untuk melihat lokasi stasiun
11 Sampel batuan untuk bahan deskripsi laporan fieldtrip

1.5 Peneliti terdahulu

Adapun peneliti terdahulu pada daerah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rusman, E. Sukido, Sukarna, D. Haryono, E. Simanjuntak T.O 1993.


Keterangan Peta Geologo lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi Tenggara,
skala 1:250.000.
2. Surono dan Bachri S., 2001 Stratigraphic Significance of the Triassic
Meluhu pormation, southeast arm of Sulawesi, Eastern Indonesia
Geological research and depolovment center.
3. Sukamto, R. 1975. Struktural of Sulawesi in the light of plate Tektonik
Dept. Of Mineral and Energy.
4. Surono, 2013. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi.
Kementrian energi dan sumber daya mineral.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Data Geomorfologi

Singkapan perlapisan batuan merupakan suatu perlapisan yang mengacu


pada kesamaan jenis batuan yang sama serta derajat kemiringan yang sama
pula. Di daerah Konawe Utara tepatnya di sepanjang poros Pakujaya sampai
Motui, banyak ditemukan singkapan perlapisan batuan yang mana singkapan itu
didominasi oleh batuan sedimen dan juga batuan beku.

Jenis morfologi daerah Kecamatan Motui dipengaruhi oleh proses fluvial


dimana proses pembentukan alamnya berhubungan dengan pergerakan
sedimen, erosi, dan endapan disungai. Jenis pelapukan batuannya adalah
pelapukan kimia dikarenakan curah hujan dan suhunya meningkat dan juga hal
tersebutlah yang membuat daerah tersebut banyak terdapat batuan beku dan
juga batuan sedimen. Jenis erosi daerah tersebut adalah panas dan hujan.
Adapun kondisi wilayah tersebut tidak terdapat sungai dan vegetasi pada
daeraah tersebut adalah hutan pegunungan serta banyak ladang atau kebun
kelapa sawit. Adapun tata guna lahan yaitu digunakan sebagai pemukiman,
perkebunan, dan juga pertambangan nikel laterit dikarenakan banyaknya batuan
beku ultrabasa didaerah tersebut.

Van Bemmelen (1949) membagi Lengan Tenggara Sulawesi menjadi tiga


bagian yakni ujung utara, bagian tengah dan ujung selatan. Ujung utara mulai
dari Palopo sampai Teluk tolo, dibentuk oleh batuan ofiolit. Bagian tengah yang
merupakan bagian lebar, didominasi oleh batuan malihan dan batuan sedimen
Mesozoikum. Ujung selatan Lengan Tenggara merupakan bagian yang relatif
lebih landai, batuan penyusunnya didominasi oleh batuan sedimen Tersier.
Berikut akan diuraikan pembagian lengan Tenggara Sulawesi. Ujung utara
Lengan Tenggra Sulawesi mempunyai ciri khas dengan munculnya Kompleks
Danau Malili yang terdiri atas Danau Matano, Danau Towuti dan tiga danau kecil
di sekitarnya (Danau Mahalona, Danau Lantoa, Danau Masopi). Pembentukan
kelima danau itu diduga akibat Sistem Sesar Matano, yang telah diketahui
sebagai sesar geser mengiri. Perbedaan ketinggian dari kelima danau itu
memungkinkan air dari suatu danau mengalir ke danau yang lebih rendah.
Danau Matano dihubungkan dengan Danau Mahalona oleh sungai Petes yang
kemudian dialirkan ke Danau Towuti oleh Sungai Tominanga. Demikian juga
dengan Danau Lantoa dihubungkan oleh sungai kecil. Kemudian Danau Towuti
dan Danau Masapi dialirkan ke Teluk Bone oleh Sungai Larona. Kelima danau itu
dikelilingi oleh pebukitan dengan ketinggian 500-700 m di atas permukaan laut.
Luas, ketinggian, dan kedalaman kelima danau itu berfariasi.

Morfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh


pegunungan yang memanjang hampir sejajar berarah barat laut-tenggara.
Pegunungan tersebut diantaranya adalah Pegunungan Mengkoka, Pegunungan
Tangkelamboke, dan Pegunungan Matarombeo. Morfologi bagian tengah ini
sangat kasar dengan kemiringan lereng yang tajam. Puncak tertinggi pada
rangkaian Pegunungan Mengkoka adalah Gunung Mengkoka yang mempunyai
ketinggian 2790 m di atas permukaan laut. Morfologi bagian tengah Lengan
Tenggara Sulawesi didominasi oleh pegunungan yang memanjang hampir
sejajar berarah barat laut-tenggara.

Pegunungan tersebut diantaranya adalah Pegunungan Mengkoka,


Pegunungan Tangkelamboke, dan Pegunungan Matarombeo. Morfologi bagian
tengah ini sangat kasar dengan kemiringan lereng yang tajam. Puncak tertinggi
pada rangkaian Pegunungan Mengkoka adalah Gunung Mengkoka yang
mempunyai ketinggian 2790 m di atas permukaan laut. Pegunungan
Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke (1500 m dpl.).
Sedangkan Pegunungan Matarombeo berpuncak di barat laut Desa
Wawonlondae dengan ketinggian 1551 m diatas permukaan laut.

Ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh morfologi


daratan dan perbukitan. Pada beberapa bagian muncul pegunungan, seperti
Pegunungan Rumbia dan Pegunungan Mendoke. Pada umumnya dataran ini
merupakan dataran aluvium yang luas di kanan kiri sungai, sedangkan morfologi
pebukitan terdiri atas pebukitan rendah dan pebukitan tinggi. Pebukitan rendah
jauh lebih luas dibandingkan dengan pebukitan tinggi.
2.1.2 Data Citra Sulawesi

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini,


terdiri atas Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelembeko, Pegunungan
Mendoke, dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung selatan Lengan
Tenggara. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan
kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai
pola yang hampir sejajar berarah barat– tenggara. Arah ini sejajar dengan pola
struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini menginkasikan bahwa
pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar
regional. Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan
setempat oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan morfologi yang khas di antara kedua
batuan penyusun ini. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai
punggung gunung yang panjang dan lurus dengn lereng relatif lebih rata, serta
kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan
malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang
tidak rata walaupun bersudut tajam.

Satuan morfologi pebukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan


Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang
mencapai ketinggian 500 m dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun
morfologi ini berupa batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

Satuan morfologi pebukitan rendah melampar luas di utara Kendari dan


ujung selatan Lengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah
dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama
batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan


Lengan Tenggara. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara
perbatasan langsung dengan satuan morfologi pegunungan. Penyebaran satuan
dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri. Dataran
Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan
dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan
konglomerat kuarsa Formasi Langkowala.
Satuan morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah.
Satuan ini dicirikan pebukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah.
Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh
batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum.
Batugampung ini merupakan bagian Formasi Tampakura, Formasi Laonti,
Formasi Tamborasi, dan bagian atas dari Formasi Melubu. Sebagian dari
batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah menjadi marmer.

2.1.3 Data Stratigrafi

Lengan tenggara sulawesi merupakan kawasan pertemuan lempeng,


yakni lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari
Pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua
Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat
Matarambeo oleh Surono (1944). Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini
bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi.

Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir-


Miosen Awal, kompleks ofiolit tersesar–naikkan ke atas mintakat benua.Molasa
sulawesi, yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapkan
selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga, molasa ini menindih takselaras
Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir
kenomikum lengan ini di koyak oleh Sesar Lawanopo dan beberapa
pasangannya, termasuk Sesar Kolaka. Bagian Motui, tempat yang akan di
kunjungi untuk fieldtrip terdapat sesar lawanopo.

2.1.4 Data Struktur

Konawe Utara termaksud kealam fomasi meluhu karena batuan terdiri


atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah
dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Pada
daerah motui terdapat banyak batuan sedimen dan batuan beku yang
diakibatkan oleh sesar lawanopo dan juga kondisi pergerakan lempeng yang
sangat jarang terjadi yaitu dimana lantai samudra naik atau lebih tinggi dari pada
kerak benua yang mengakibatkan batuan banyak yang menjadi ultrabasa
sehingga berpotensi adanya endapan nikel laterit.
Formasi meluhu menindih tak selaras batuan malihan dan ditindih tak
selaras oleh satuan batugamping Formasi Tampakura. Formasi meluhu
mempunyai penyebaran yang sangat luas di lengan Tenggara Sulawesi dan
Surono membagi Formasi meluhu menjadi 3 anggota yakni anggota Toronipa,
anggota Watutaluboto, dan anggota Tuetue.

Formasi meluhu Toronipa didominasi oleh batupasir dan konglomerat


dengan sisipan serpih, batulanau, dan batulempung. Sisipan tipis lignit di
temukan setempat seperti di sungai kecil di dekat Mesjid Nuruh Huda, Kota
Kendari, sebelah tenggata desa Toronipa. Struktur sedimen yang terekam pada
anggota Toronipa berupa silang siur, gelembur gelombang, perlapisan bersusu,
dan permukaan erosi.

Dalam formasi Meluhu di Watutaluboto terdiri atas perselingan


batulumpur, batulanau, dan serpih serta sisipan batupasir. Kehadiran lag
deposits, permukaan erosi intraformasi gerus, lensa batupasir crevase-splay,
silang siur epsilon, dan runtuhan end\apan banjir dengan retakan dislokasi,
menunjukkan adanya pengaruh energi sungai pada waktu pengendapan anggota
taluboto.

Formasi Meluhu tuetue didominasi oleh batulumpur dengan sisipan


batupasir di bagian bawah, lensa batupasir pada bagian tengah, dan lapisan
batupasir, napal, atau batugamping pada bagian atas. Di bagian utara Tanjung
Labuanbajo, Anggota Tuetue, formasi meluhu dicirikan oleh formasi klastika
halus yang mengandung buluh secara melimpah dalam sedimen sedikit
gampingan. Pada umunya satuan batuan ini berlapis baik dengan ketebalan
berkisar antara beberapa cm sampai 75 cm dan mempunyai ketebalan manimum
140 m.

2.2 Batuan

Batuan adalah benda yang penting dan banyak tersebar dipermukaan bumi.
Batuan dapat dijumpai dihampir disemua tempat dimuka bumi ini. Bagi orang
awam, mempelajari batuan sepintas lalu terlihat tidak menarik, tetapi bagi orang-
orang yang mempelajari ilmu kebumian, batuan banyak menyimpan informasi
yang sangat menarik.
2.2.1 Batuan Beku

Dalam mempelajari batuan beku ada beberapa hal yang perlu


diperhatikan, diantaranya struktur, tekstur dan komposisi mineral dari suqatu
batuan beku. Struktur batuan beku akan menentukan kondisi saat batuan beku
tersebut terbentuk, sedangkan tekstur batuan akan memberikan informasi
mengenai lama waktu dan proses-proses yang terjadi pada saat pembekuan
magma menjadi batuan beku. Komposisi mineral pada suatu batuan beku
mencerminkan komposisi kimia dari magma yang membentuknya, serta akan
sangat berguna dalam menafsirkan lingkungan tektonik dan asal-usul dari
magma tersebut.

Tabel 2.1 pembagian batuan beku berdasarkan tempat terbentuknya dan jenis
batuannya

Batuan Beku Dalam Batuan Beku Luar


Granit Riolit
Granodiorit Dasit
Tonalit Andesit Kuarsa
Syenit Trakit
Monzonit Latit
Diorit Andesit
Gabro Basal
Monzogabro (Atau Diorit) Latit-Basal (Atau Andesit)
Peridotit

Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk didalam bumi.
Karakteristik dari batuan beku dalam mempunyai tekstur yang kasar (faneritik)
akibat mineral-mineral pembentuk batuan mempunyai waktu untuk membentuk
kristalnya dengan sempurna. Contoh batuan ini adalah granit, granodiorit, tonalit,
sienit, monzonit, diorit, gabro, dan peridotit.

Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk dimuka


bumi.karakteristik dari batuan beku luar ini adalah kenampakan yang halus yang
disusun oleh mineral-mineral halus dan mineral-mineral kaca. Mineral-mineral
dan kaca ini dibentuk oleh magma yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk
membentuk kristal-kristal dengan sempurna. Contoh batuan ini adalah riolit,
trakit, lait, dasit, andesit kuarsa, andesit, dan basal.

Gambar 2.1 Bowen’s Reaction Series

Deret raksi bowen adalah suatu deret reaksi pembentukan mineral yang
dibuat oleh seorang petrologis bernama norman L. Bowen. Deret ini berisi
tentang urutan pembentukan mineral yang terbentuk dari hasil pendinginan
magma dan perbedaan kandungan magma, dengan asumsi dasar bawah semua
magma berasal dari magma induk yang bersifat basa. Mineral yang terbentuk
dengan kecepatan pendinginan yang lambat akan memiliki bentuk dan ukuran
kristal yang lebih besar.

2.2.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari batuan sebelumnya


dan ada pula yang terbentuk dari proses organisme. Batuan sedimen dibagi
menjadi batuan sedimen klastik dan non-klastik. Batuan sedimen klastik adalah
batuan sedimen mekanik dimana proses terbentuknya dari batuan sebelumnya
yang mengalami pelapukan akibat panas dan hujan, kemudian tererosi dan
tertransportasi oleh media (air, udara, atau es), yang selanjutnya terendapkan
dalam sebuah cekungan membentuk sedimen. Material sedimen tersebut
kemudian terkompaksi, terlitifikasi menjadi batuan sedimen. Batuan sedimen
non-klastik adalah batuan sedimen kimia dan biologis, dimana pembentukannya
dari proses organisme hewan dan tumbuhan.

Batuan sedimen klastik adalah batuan yang terdapat di skala wentworth


seperti batu breksi, konglomerat, batu pasir, lanau, dan batu lempung.
Sedangkan batuan sedimen non-klastik adalah batu gamping, batu rijang, dan
juga batu bara.

Gambar 2.3 Skala Wentworth

Batuan sedimen banyak dijumpai pada permukaan bumi karena meliputi


70% dari kerak bumi. Batuan Sedimen juga sangat bernilai ekonomis serta juga
digunakan dalam eksplorasi emas placer.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Geomorfologi Daerah Studi

3.1.1 Geomorfologi Pegunungan

Pada stasiun 1 dan 2 dijumpai geomorfologi pegunungan dan digunakan


sebagai pemukiman dan jalur transportasi. Vegetasi daerah tersebut adalah
hutan rimba dan juga perkebunan seperti tanaman kelapa, jambu mente dan
pohon jati. Pada geomorfologi tersebut terdapat singkapan batuan sedimen
klastik yaitu batu pasir dan batu lempung. Geomorfologi tersebut dapat dilihat
pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Geomorfologi Pegunungan stasiun 2

3.1.2 Geomorfologi Perbukitan

Pada stasiun 3 sampai 7 dijumpai perbukitan dan digunakan sebagai


pemukiman dan jalur transportasi serta empang. Vegetasi daerah tersebut
adalah hutan rimba dan juga perkebunan seperti tanaman kelapa, jambu mente
dan pohon jati. Pada geomorfologi tersebut terdapat singkapan batu pasir, baru
lempung, batu gamping kristalin, dan juga batu peridotit. Geomorfologi tersebut
dapat dilihat pada gambar 3.2.
Gamabar 3.2 Geomorfologi Perbukitan stasiun 3

3. 2 Litologi Daerah Studi

3.2.1 Batupasir Halus

Dijumpai batupasir halus pada stasiun 1,2 dan 3 dengan karakteristik


yaitu warna lapuk hitam dan warna segar putih krim. Setelah dibandingkan
dengan komparator ukuran butir batuan tersebut yaitu ¼ mm dengan bentuk butir
yang rounded serta sortasi yang buruk. Kemas batuan tersebut tertutup dan
porositasnya rendah karena sulit menyerap air serta permeabilitasnya juga
rendah. Struktur batuan tersebut berlapis dan terdapat kekar yang sudah terisi
dengan mineral kuarsa atau urat vein kuarsa, komposisi mineralnya yaitu mineral
plagioklas, muskovit dan kuarsa. Dari hasil deskripsi batuan tersebut maka dapat
dipastikan batuan tersebut adalah batupasir halus.
Gambar 3.3 Batupasir Halus

3.2.2 Batu Lempung

Dijumpai batu lempung pada stasiun 1,2 dan 3 dengan karakteristik yaitu
warna lapuk hitam dan warna segarnya abu-abu. Setelah dibandingkan dengan
komparator ukuran butir batuan tersebut yaitu 1/256 mm dengan bentuk butir
yang veryrounded serta sortasi yang buruk. Kemas batuan tersebut tertutup dan
porositasnya rendah karena sulit menyerap air serta permeabilitasnya juga
rendah. Struktur batuan tersebut berlapis. Komposisi mineral pada batuan
tersebut adalah mineral lempung. Dari hasil deskripsi batuan tersebut maka
dapat dipastikan batuan tersebut adalah batu lempung.

Gambar 3.4 Batu Lempung


3.2.3 Batu Gamping Kristalin

Dijumpai batugamping kristalin pada stasiun 4 dan 7 dengan karakteristik


yaitu warna lapuknya berwarna coklat dan warna segarnya berwarna abu-abu
karena belum terkontaminasi dengan lingkungan. Tekstur batuan tersebut adalah
non klastik (kristalin). Struktur batuan tersebut adalah masif. Adapun komposisi
mineral tersebut adalah kuarsa dan halit (bereaksi dengan HCL 0,1 M). Dari hasil
deskripsi tersebut maka dapat dipastikan batuan tersebut adalah batu gamping
kristalin.

Gambar 3.5 Batu Gamping Kristalin

3.2.4. Batu Peridotit

Dijumpai batuan beku ultrabasa pada stasiun 5 dan 6 dengan


karakteristik yaitu warna lapuknya berwarna coklat dan warna segarnya abu-abu
kehijauan karena belum terkontaminasi dengan lingkungan. Pada tekstur batuan,
kristalinitas batuan tersebut adalah holohyalin dan granularitas faneritik dengan
bentuknya yang relik (anhedral). Struktur batuan tersebut adalah masif. Adapun
komposisi mineral batuan adalah olivin dan piroksin. Dari hasil deskripsi tersebut
maka dapat dipastikan batuan tersebut adalah batu peridotit.
Gambar 3.6 Batu Peridotit
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada fieldtrip Petrologi ini yaitu sebagai berikut :

1. Data Geomorfologi pada daerah studi tersebut didominasi oleh


pegunungan pada stasiun 1 dan 2 kemudian perbukitan pada stasiun 3
sampai 7, di daerah tersebut terdapat sungai permanen danTata guna
lahan sebagai jalur transportasi dan pemukiman, vegetasi pada daerah
tersebut adalah perkebunan dan hutan rimba.

2. Data Litologi pada daerah studi tersebut dijumpai batuan Sedimen


Klastik yaitu batu pasir dan batu lempung serta batuan sedimen Non-
Klastik yaitu batu gamping kristalin, kemudian dijumpai pula batuan Beku
Ultrabasa yaitu batu peridotit.

3. Data Struktur pada daerah studi tersebut dijumpai perlapisan batuan S


03058’50.26” – S 03050’04.75” dan E 122023’48.45” – E 122026’17.43”.
Kemudian dijumpai pula perlapisan batuan pada stasiun 1 sampai stasiun
3 dan kekar yang telah terisi mineral kuarsa atau urat vein kuarsa pada
stasiun 2.

4.2 Saran

Adapun saran pada Fieldtrip Petrologi ini yaitu untuk menambah


wawasan para praktikan sebaiknya memperbanyak membaca karikatur-karikatur
mengenai Petrologi dan memperbanyak referensi tentang Petrplogi, terima kasih
pula kepada dosen pengampuh mata kuliah dan asisten dosen pada praktikum
ini karena telah menambah wawasan kami mengenai ata uliah Petrologi.
DAFTAR PUSTAKA

Maulana, Adi. 2019. PETROLOGI. OMBAK : YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai