1809 4570 1 PB
1809 4570 1 PB
1809 4570 1 PB
2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Nurlaila Isima
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Manado, Sulawesi Utara, Indonesia, Jl. Dr.
S.H. Sarundajang Kawasan Ring Road I Kota Manado, 95128
E-mail: nurlaila.isima@iain-manado.ac.id
ABSTRACT
This paper discusses Default or breach of contract, which is an act that is not uncommon for people
who make contracts or promises and also discusses the meaning of sharia business contracts. The
research method in this paper uses data from library materials. The discussion in this paper is about
the definition, elements, and other matters related to Default. Definition of Default refers to the
meaning of the word Default in Dutch and the act of Default according to the Civil Code 1234
concerning when a person is declared Default. This paper also discusses the meaning, elements,
legal terms, and expiration of the contract and the definition of business conventionally or Islamic
or Sharia business. The author refers to several expert opinions on business related to the notion of
business. Solutions to resolve business disputes, especially defaults, can be done through litigation,
in this case, the District Court or Religious Courts, and through non-litigation dispute resolution,
namely through mediation, conciliation, and arbitration.
Keywords: Default, Contract, Sharia Business.
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang wanprestasi atau cidera janji yang merupakan suatu perbuatan yang
tidak jarang dilakukan oleh orang yang membuat kontrak atau janji dan juga membahas tentang
pengertian kontrak bisnis syariah. Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan data-data dari
bahan-bahan kepustakaan. Pembahasan dalam tulisan ini adalah tentang pengertian, unsur-unsur dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan wanprestasi. Terkait pengertian wanprestasi merujuk pada arti
kata wanprestasi dalam bahasa Belanda dan perbuatan wanprestasi menurut KUHPerdata 1234
tentang kapan seseorang dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Tulisan ini juga membahas
pengertian, unsur-unsur, syarat sah dan berakhirnya kontrak serta pengertian bisnis baik secara
konvensional ataupun bisnis Islam atau Syariah. Terkait dengan pengertian bisnis, penulis merujuk
pada beberapa pendapat ahli tentang pengertian bisnis. Pada bagian akhir pembahasan dalam tulisan
ini menerangkan tentang solusi atau cara dalam menyelesaikan sengketa bisnis khususnya
wanprestasi yang bisa dilakukan lewat jalur litigasi dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri atau
Pengadilan agama dan juga lewat penyelesaian sengketa non-litigasi yakni melalui mediasi,
konsiliasi dan juga melalui arbitrase.
Kata kunci: Bisnis Syariah; kontrak;Wanprestasi.
104
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
PENDAHULUAN
Perjanjian merupakan media yang mengatur penukaran hak dan kewajiban agar
berjalan dengan fair, baik dan proporsional berdasarkan hal yang disepakati oleh para
pihak. Syarat dibentuknya perjanjian harus terdapat para pihak, kesepakatan, prestasi yang
hendak dijalankan, suatu hal tertentu yang berbentuk lisan ataupun tulisan, persyaratan
tertentu dalam perjanjian, suatu tujuan yang ingin didapatkan.
Hubungan hukum dan ikatan berupa hak atau kewajiban muncul dari perjanjian.
Maka dari itu, pada dasarnya suatu hal yang disepakati yang berbentuk perjanjian bersifat
mengikat, ini sejalan dengan isi dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Seorang yang lalai
atau wanprestasi dikarenakan tidak melakukan prestasi sedikitpun, prestasinya masih
kurang, telat melaksanakan prestasi serta melakukan hal-hal yang dilarang dalam
perjanjian.
Dalam perihal terdapat satu pihak telah melanggar prestasi, maka pengakhiran
perjanjian dari pihak yang mengalami kerugian dari pelanggaran prestasi tersebut harus
memperhatikan persyaratan-persyaratan yuridis, berupa: Wanprestasi wajib bersifat serius,
belum dikesampingkannya hak untuk mengakhiri perjanjian, tidak terlambat melakukan
pemutusan atau pengakhiran perjanjian serta terdapat unsur kesalahan dalam wanprestasi
(Anita & Nurlely, 2015).
METODE PENULISAN
105
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Wanprestasi tak jarang dianggap sebagai ingkar ataupun cedera janji yang lahir
dari kata wan (bahasa Belanda) yang berarti ketidakadaan dan kata prestasi (bahasa
Belanda) yang berarti kewajiban. Dapat disimpulkan bahwa wanprestasi merupakan
prestasi yang tidak bagus ataupun kewajiban yang tidak dipenuhi oleh orang yang
melakukan perjanjian. Dapat juga dikatakan sebagai ketiadaan prestasi.
Pengertian prestasi dalam KUHPerdata pasal 1234 adalah seorang individu yang
melakukan penyerahan sesuatu, melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan
seseorang dikatakan telah melakukan wanprestasi jika:
Sebagai contoh wanprestasi dilakukan oleh debitur, yakni suatu kondisi yang
disebabkan oleh kesalahan maupun kelalaiannya, yang mengakibatkan prestasi yang
disepakati tidak bisa dipenuhi diluar kondisi yang memaksakan, bisa diajukan gugatan
ganti rugi. Prestasi dalam ranah hukum kontrak memiliki definisi tersendiri yaitu sebagai
pelaksanaan terhadap sesuatu yang ditulis dalam kontrak oleh para pihak yang terikat
padanya yang harus sejalan dengan apa yang ditetapkan dalam kontrak tersebut.
106
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Dalam ranah jual beli, barang yang dijual wajib diserahkan oleh penjual pada
pembeli berdasarkan kesepakatan. Sebagai contoh wanprestasi dilakukan oleh penjual
yakni, suatu barang yang dijual memiliki kecacatan, ketidaksesuaian dengan yang
diperjanjikan ataupun telat menyerahkan barang. Setelah somasi dilakukan, apabila penjual
tidak menghiraukannya pembeli bisa memberi gugatan ganti rugi. Dan jika penyebab
penjual melakukan wanprestasi adalah karena suatu kondisi yang diluar kendali
sebelumnya dan suatu hal yang menjadi penghalang ketika akan melaksanakan prestasi,
maka berdasarkan pasal 1245 KUHPerdata pembeli tidak bisa mengugat ganti rugi.
Dalam ranah anjak piutang, wanprestasi merupakan suatu keadaan yang berbentuk
gagalnya tagihan yang bisa saja penyebabnya adalah tidak dipenuhinya kewajiban oleh
customer atau penghutang kepada factor atau pemberi hutang karena beberapa hal, yakni
penipuan, kepailitan dan pembayaran hutang bukan pada factor atau pemberi hutang
(Sudjana, 2019).
Unsur-Unsur Wanprestasi
1) Kesalahan
Akibat dari perbuatan tersebut bisa diprediksikan ataupun tidak, semata-mata agar
bisa mengetahui kemungkinan akibat yang dapat muncul, akibat tersebut diketahui melalui
unsur objektif dan subjektif. Dari unsur objektif, jika keadaan normal dari akibat itu bisa
diprediksikan, dan dari unsur subjektif prediksi atau dugaan dari akibat tersebut dilakukan
lewat penilaian ahli.
2) Kelalaian
Yang dimaksud dengan kelalaian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dan orang tersebut dapat mengetahui kemungkinan suatu akibat yang dapat
merugikan pihak lain. Sulit untuk menetapkan kelalaian telah terjadi karena harus
melakukan pembuktian dikarenakan tidak jarang ketentuan tentang waktu kapan prestasi
dilakukan itu tidak diditetapkan.
3) Kesenjangan
Kesenjangan adalah perbuatan yang dikehendaki dan diketahui. Oleh sebab itu,
saat kesenjangan terjadi maksud atau niat tidak dibutuhkan untuk menimbulkan kerugian
107
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
pada orang lain, selama yang melakukan perbuatan tersebut mengetahui apa yang
dilakukannya tapi tetap melakukannya itu sudah cukup.
Secara etimologi kontrak berasal dari kata contract (Inggris) dan overeenkomst
(Belanda) yang dalam arti luas disebut sebagai perjanjian. Sedangkan menurut terminologi
kontrak merupakan suatu keadaan saat dua pihak atau lebih melakukan perjanjuan tentang
akan atau tidak akan melakukan suatu perbuatan, dan secara umum perjanjian tersebut
dibuat secara tertulis. Pihak-pihak yang menyepakati ketentuan-ketentuan dari perjanjian
harus mentaati dan melaksanakan segala sesuatu yang tertuang dalam perjanjian, kemudian
dari perjanjian tersebut akan muncul suatu hubungan hukum yang dikenal dengan
perikatan. Karena hal tersebut akan muncul hak dan kewajiban dari kontrak yang dibuat
oleh para pihak (Imbawani, 2011). Kontrak dalam arti sempit condong kepada perjanjian
yang berbentuk tertulis, kontrak merupakan kata lain dari perjanjian yang khusus memiliki
bentuk tertulis (Oka, 2014).
Hukum kontrak termasuk bagian dari hukum privat. Hukum ini lebih
memperhatikan pada kewajiban dalam melakukan apa yang diwajibkan pada dirinya.
Disebut sebagai bagian dari hukum privat karena akibat dari tidak dilaksanakan kewajiban
yang ditetapkan dalam kontrak yang disepakati, merupakan permasalahan dari para pihak
yang terikat dalam kontrak. Kontrak dalam peristilahan klasik dianggap sebagai suatu
ekspresi kemerdekaan manusia dalam melakukan perjanjian (Arrisman, 2020).
1) Unsur-unsur Kontrak
a) Unsur Esensial
Ini merupakan unsur yang wajib dituangkan dalam kontrak karena jika tidak
disepakati unsur ini dalam kontrak maka kontrak dinyatakan tidak ada.
Contohnya, dalam kontrak di ranah jual beli wajib mengadakan kesepakatan
terkait harga maupun barang, jika kontrak itu tidak terdapat hal tersebut untuk
diperjanjikan maka kontrak tersebut akan batal demi hukum.
b) Unsur Natural
Dalam undang-undang telah diatur mengenai unsur natural, jika unsur ini
tidak ditetapkan dalam kontrak oleh para pembuat kontrak, maka Undang-
undang yang akan mengaturanya. Oleh karenanya, unsur natural tergolong
unsur yang senantiasa dikatakan ada dalam setiap kontrak. Contohnya jika
dalam melakukan kontrak tidak dicantumkan tentang kecacatan dalam hal
yang diperjanjikan, maka ketentuan BW otomatis akan berlaku bahwa pihak
yang menjual hal yang memiliki kecacatan tersebut wajib menanggung
kecacatan itu.
c) Unsur Aksidental
108
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Ini adalah unsur yang pada saatnya akan mengikat seluruh pihak jika mereka
menetapkan unsur ini dalam perjanjian. Contohnya dalam kontrak di bidang
jual beli yang dilakukan berangsur-angsur disepakati bahwa jika dari pihak
debitur melakukan kelalaian dalam membayar dalam jangka waktu tiga
beruntun, walaupun tidak lewat pengadilan kreditur bisa melakukan penarikan
barang. Berlaku juga hal-hal lain yang tidak jarang ditetapkan dalam kontrak
tertentu, yang tidak termasuk unsur esensial pada kontrak tertentu.
2) Asas-asas Kontrak
a) Asas Konsensualisme
Asas ini diistilahkan sebagai suatu hal yang disepakati yang diperlukan dalam
membuat kesepakatan. Definisi tersebut dianggap kurang tepat sebab maksud
dari asas konsensualisme mengenai terbentuknya kontrak adalah saat
kesepakatan dilakukan. Maka kontrak akan terbentuk jika telah disepakati
oleh para pihak, walaupun pada saat itu kontrak tersebut belum dijalankan.
Maka ketika kesepakatan dilakukan oleh para pihak maka akan muncul hak
dan kewajiban untuk para pihak, juga biasa disebut bahwa kontrak itu sudah
memiliki sifat obligator, yaitu telah melahirkan kewajiban untuk pihak-pihak
guna menjalankan kontrak tersebut.
Asas ini termasuk asas yang terpenting dalam ranah hukum kontrak. Ini
berlandaskan dari pasal 1338 ayat 1 BW yang mengatakan bahwa seluruh
perjanjian yang dibentuk dengan sah akan diberlakukan seperti Undang-
undang untuk pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan
pengertian mengenai asas kebebasan berkontrak adalah suatu kontrak baik
dari isi dan ketentuan lainnya bebas dibuat oleh para pihak yang berkontrak
selama beberapa ketentuan dibawah ini dapat dipenuhi: syarat untuk dikatakan
sebagai kontrak telah dipenuhi; undang-undang membolehkannya; dan selama
kontrak itu dijalankan berdasarkan itikad baik.
Semua orang yang telah membentuk suatu kontrak akan terikat untuk
melaksanakan dan memenuhi kontrak itu dikarenakan didalam kontrak itu
terdapat perjanjian yang wajib dipenuhi serta janji-janji itu dapat mengikat
para pihak yang menyepakatinya seperti mengikatnya Undang-undang. Ini
sejalan dengan pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.
Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menyatakan bahwa, itikad baik perlu
digunakan dalam menjalankan suatu kontrak. Itikad baik bukan merupakan
syarat agar suatu kontrak dikatakan sah, tapi hanya disyaratkan pada
pelaksanaan suatu kontrak, bukan dalam pembentukan kontrak tersebut.
109
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
1) Kesepakatan
Ini merupakan syarat yang absolut agar suatu kontrak dapat terjadi. Kesepakatan
dapat disebabkan oleh berbagai alasan, tapi yang terpenting adalah terdapat penawaran dan
penerimaan dari apa yang ditawarkan tersebut. Kesepakatan juga bisa berbentuk lisan
ataupun tulisan
Biasanya tiap orang yang membuat kesepakatan yang berbentuk tulisan selalu
dibuat didalam suatu akta yang dibuat oleh para pihak yang independen (akta dibawah
tangan) ataupun akta resmi (otentik). Perbedaan dasar dari kedua akta tersebut adalah
apabila terjadi pengingkaran terhadap akta tersebut oleh para pihak.
Akta dibawah tangan biasanya dikatakan palsu selama keasliannya tidak terbukti
dan akta yang otentik senantiasa dikatakan asli, selama tidak terbukti palsu. Dalam hal
pembuktian, akta dibawah tangan adalah membuktikan keasliannya, sedangkan akta
otentik adalah membuktikan bahwa tidak palsu.
2) Kecakapan
Kecakapan ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata yakni: a) harus dewasa yaitu
minimal berumur 21 tahun ataupun telah menikah; b) sudah berumur 21 tahun dan sudah
tidak berada dalam pengampuan misalnya dungu, pembotos, gelap mata, sakit ingatan, dan
c) Sudah memiliki kewenangan.
Objek perjanjian pada kontrak wajib memiliki kejelasan dan para pihak yang
menentukan kontrak itu, objek dari perjanjian itu bisa berbentuk barang ataupun jasa, tapi
bisa juga berbentuk tidak melakukan/berbuat sesuatu. Untuk menetapkan terkait hal
tertentu yaitu tidak berbuat sesuatu, harus dijelaskan juga didalam kontrak contohnya
melakukan perjanjian untuk saling tidak membangun pagar yang membatasi rumah-rumah
yang bertetangga.
Yang dimaksud dengan kata halal dalam konteks ini bukan “lawan kata” dari
haram pada hukum agama Islam, tetapi hal yang dimaksud adalah suatu sebab yang tidak
berlawanan dengan Undang-undang.
Dalam perjanjian wajib dimuat hal yang tidak dilarang. Sesuatu yang menjadi suatu
objek ataupun isi serta tujuan dari prestasi yang membentuk perjanjian wajib untuk sejalan
dengan ketertiban umum, undang-undang dan kesusilaan.
Menurut pasal 1381 KUHPerdata bahwa perikatan berakhir jika terhapus atau
hilangnya suatu perikatan yang dibentuk oleh para pihak yaitu pihak kreditor dan pihak
debitur terkai suatu hal. Pihak yang memiliki hak atas prestasi adalah pihak kreditur dan
pihak debitur adalah pihak yang diikatkan kewajiban untuk melaksanakan dan memenuhi
prestasi. Bisa mencakup segala macam perbuatan hukum seperti utang-piutang, jual beli,
sewa menyewa dan lainnya yang dilakukan oleh para pihak.
110
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Dalam KHUPerdata juga telah diatur penyebab berakhirnya perikatan antara lain:
Bisnis berasal dari kata business (bahasa Inggris) yang jika diterjemahkan ke
bahasa Indonesia berarti usaha, perusahaan dan urusan. Business juga pada dasarnya
berasal dari kata busy yang memiliki arti sibuk. Sibuk juga bisa berarti orang, masyarakat
atau komunitas yang memiliki kesibukan dalam melakukan suatu pekerjaan yang dapat
menimbulkan manfaat, keuntungan ataupun laba.
Untuk mengetahui definisi bisnis secara lengkap, kita dapat mencari definisi-
definisi yang dikemukakan para ahli bisnis yang seorang akademisi atauoun praktisi,
dimulai dari era yang terdahulu sampai saat ini. Sebagai contoh yakni definisi bisnis yang
dikemukakan oleh Ebert yang mendefinisikan bisnis sebagai suatu kelompok orang yang
mempunyai suatu tujuan untuk mendapatkan keuntungan, dan dalam pengelolaan barang
untuk memperoleh barang yang berkualitas. Menurut Ebert, bisnis dijalankan oleh
beberapa orang atau kelompok yang selalu mencari keuntungan yang menjadi tujuan serta
targetnya dalam berbisnis.
Ibnu farabi berpendapat, yang dikutip dari ar-Raghib, fulanun, tajirun bi kadza,
bahwa tijarah adalah orang yang profesional dan kompeten dalam upaya mengembangkan
dan memajukan usahanya. Tujuan bisnis tijarah dalam Al-Qur`an bukan hanya mengejar
keuntungan dunia saja tetapi lebih memprioritaskan sesuatu yang tidak bersifat material.
Kegiatan ini bisnis tak sekedar melibatkan manusia dengan manusia yang lain saja tapi juga
antara manusia terhadap Allah SWT, dalam berbisnis wajib dilakukan dengan cermat serta
teliti dan mengutamakan unsur kejujuran serta menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan
dosa seperti penipuan, kebohongan, dan lain-lain (Darmawati, 2013).
Bisnis merupakan sebuah kata yang sering digunakan banyak orang, tapi hanya
sedikit saja orang yang memahami kata bisnis dengan benar dan proporsional. Dikutip oleh
Buchari Alma tentang pendapat dari Hughes dan kapoor bahwa bisnis merupakan aktivitas
usaha seseorang yang telah terkelompokkan yang bertujuan memperoleh/memproduksi
111
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Lebih singkat lagi Brown dan Petrello mengatakan bahwa bisnis adalah badan
usaha yang memproduksi barang maupun jasa yang menjadi kebutuhan publik. Definisi
sederhananya bisnis ialah suatu badan penghasil barang atau jasa guna mencukupi
kebutuhan publik (Azhari, 2016).
Tidak hanya berfokus pada target profit, Bisnis juga harus memperhatikan nilai-
nilai Manusiawi agar masyarakat juga bisa melakukan bisnis secara etis. Dikarenakan
bisnis dilakukan oleh lebih dari satu orang saja, maka perlu ada etika yang berfungsi
sebagai pedoman dan pegangan oleh manusia dalam membuat keputusan, kegiatan dalam
berbisnis antara satu sama lain. Saat ini persaingan dalam berbisnis sangat ketat, oleh
karenanya para pebisnis harus bersaing secara sehat dengan memperhatikan norma-norma
etis agar bisnis dapat berjalan dengan lancar (Abdul, 2013).
Bisnis dalam Islam tidak hanya bertujuan pada kepentingan dunia tapi juga wajib
memiliki tujuan akhirat yang pasti. Dengan pola pikir seperti itu segala masalah tentang
etika dalam bisnis diberi perhatian lebih di bidang ekonomi Islam. Pada ekonomi Islam,
Bisnis ataupun etika bukanlah sesuatu yang bertolak belakang, sebab, bisnis dapat
dikatakan sebagai simbol dari kehidupan duniawi yang berperan sebagai bagian integral
dari perinvestasian kehidupan akhirat. Maksudnya, jika tujuan bisnis serta usaha
melakukan investasi akhiraat yang diniatkan untuk ibadah serta kepatuhan pada Allah, ini
akan membuat bisnis yang dilakukan berdasarkan berbagai ketentuan moral yang
didasarkan pada iman kita pada Allah SWT. Di islam juga, bisnis tak hanya dibatasi pada
kehidupan dunia saja, tetapi meliputi akhirat.
Dalam islam, setiap muslim diwajibkan untuk bekerja terlebih orang yang
memiliki tanggungan. Ini merupakan sesuatu yang menyababkan manusia mendapatkan
harta kekayaannya. Guna memudahkan manusia mencari rezeki, Allah SWT telah
menyiapkan berbagai hal didunia ini yang daapat digunakan dan diman.faatkan oleh
manusia untuk mencari nafkah. Setiap manusia membutuhkan harta untuk memenuhi
segala kebutuhannya. Maka dari itu manusia diwajibkan untuk berusaha mendapatkan harta
dengan bekerja, dan bisnis termasuk salah satu ragam dalam bekerja.
Islam diatur oleh prinsip syariah berupa halal dan haram, termasuk cara
memperoleh dan memanfaatkannya. Sementara non muslim dalam berbisnis landasan
mereka adalah sekularisme dan hal-hal material saja. Non muslim tidak menghiraukan
aturan halal dan haram dalam meraih keuntungan bisnis (Muhammad, 2015).
112
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Terdapat juga beberapa kelemahan yang dianggap kendala. Apabila suatu perkara
yang berkaitan dengan bisnis syariah diserahkan penyelesaiannya ke Pengadilan Negeri
akan memiliki beberapa kendala, yakni tidak semua hukum materil yang ada sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan minimnya pengetahuan tentang hukum Islam para petugas
Pengadilan Negeri. Dan jika perkara tersebut diserahkan ke Pengadilan agama untuk
memeriksa, mengadili, dan memutusnya, maka akan lebih efisien karena Pengadilan
Agama memiliki kelebihan-kelebihan yaitu pemahaman terkait hukum-hukum Islam cukup
bahkan lebih dari para pegawai seperti hakim, panitera, juru sita dan lainnya yang lebih
menguasai dan paham terhadap hukum-hukum Islam dibandingkan dengan Pengadilan
Negeri. Hal tersebut mendorong minat dan mendapat dukungan dari masyarakat sehingga
Pengadilan Agama mendapat posisi yang lebih kuat (Nilam & Nevi, 2016).
Konsep menang kalah dipengadilan selalu membawa rasa tidak puas dari pihak
yang kalah yang sering juga dilanjutkan memperjuangkan haknya dengan mengajukan
banding atau kasasi ke pengadilan yang lebih tinggi. Karena hal-hal tersebutlah yang
membuat proses penyelesaian perkara di pengadilan memakan waktu dan biaya yang
banyak, bahkan tidak jarang biaya yang dikeluarkan selama proses peradilan lebih besar
dari pada objek harta yang diperkarakan atau yang dipersengketakan (Sri et al., 2018).
Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Kontrak Bisnis Syariah Melalui Jalur Non
Litigasi
a. Mediasi
113
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
b. Konsiliasi
c. Arbitrase
Untuk menyelesakan sengketa lewat arbitrase wajib dicantumkan dengan jelas dan
tegas pada kontrak perjanjian dan jenis arbitrase yang akan dipilih. Menurut Pasal 1
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 terkait arbitrase dan juga alternatif penyelesaian
sengketa, arbitrase meruoaka metode penyelesaian sengketa bidang perdata diluar lembaga
peradilan umum berdasarkan kesepakatan tertulis terkait arbitrase dari para pihak yang
bersengketa (Serlika, 2020).
KESIMPULAN
Wanprestasi merupakan prestasi yang tidak bagus ataupun kewajiban yang tidak
dipenuhi oleh orang yang melakukan perjanjian. Dapat juga dikatakan sebagai ketiadaan
prestasi. Pengertian prestasi dalam KUHPerdata pasal 1234 adalah seorang individu yang
melakukan penyerahan sesuatu, melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrak
merupakan suatu keadaan saat dua pihak atau lebih melakukan perjanjuan tentang akan
atau tidak akan melakukan suatu perbuatan, dan secara umum perjanjian tersebut dibuat
secara tertulis. Bisnis sebagai suatu kelompok orang yang mempunyai suatu tujuan untuk
mendapatkan keuntungan, dan dalam pengelolaan barang untuk memperoleh barang yang
berkualitas. Bisnis merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh kelompok atau
perorangan, yang telah mengalami perorganisir saat mencari laba lewat penyediaan suatu
produk yang menjadi kebutuhan masyarakat. Bisnis Syariah tidak hanya bertujuan pada
kepentingan dunia tapi juga wajib memiliki tujuan akhirat yang pasti. Dengan pola pikir
seperti itu segala masalah tentang etika dalam bisnis diberi perhatian lebih di bidang
ekonomi Islam.
REFERENSI
114
Al-'Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 2 (2021): 104-115
Website: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JI
Darmawati. (2013). Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam: Eksplorasi Prinsip Etis Al-
Qur`an Dan Sunnah. Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, 11(1), 58–68.
Imbawani, A. D. (2011). Hukum Dagang Indonesia; Sejarah, Pengertian dan Prinsip-
prinsip Hukum Dagang. Setara Press.
Muhammad, A. (2015). Etika Bisnis Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Syariah, 3.
Nilam, S., & Nevi, H. (2016). Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga
Arbitrase. Yayasan PeNa.
Oka, S. I. K. (2014). Hukum Perdata Mengenai Perikatan. FH-Utama.
Putri, N. M., & Nurul, M. D. (2019). Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Akibat
Keterlambatan Pelaksanaan Perjanjian Konstruksi Bangunan. UIR Law Review, 2
No, 2.
Rasmulia, S. (2014). Pengantar Bisnis. La Goods Publishing.
Serlika, A. (2020). Etika Profesi Hukum. PT Reflika Aditama.
Sri, W., Lukman, I., & Irsyad, D. (2018). Penerapan Sistem Gugatan Sederhana (Small
Claim Court) Dalam Penyelesaian Perkara Wanprestasi DI Pengadilan Negeri
Makassar. Tomalebbi, 5 No. 1.
Sudjana. (2019). Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam
Transaksi Anjak Piutang. Veritas et Justitia, 5(2), 374–398.
Yuni, H., & Hellen, L. (2017). Kajian Hukum Islam Tentang Wanprestasi (Ingkar Janji)
Pada Konsumen Yang Tidak Menerima Sertifikat Kepemilikan Pembelian Rumah.
Jurnal Hukum Islam, 17 No. 1.
115