Strategi 1
Strategi 1
Strategi 1
SISWA AKTIF
Dosen Pengampu:
MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga pemakalah dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam marilah kita hadiahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Sebagai suri tauladan umat Islam
dan semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak pada hari akhir.
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
cara penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan saran sehat demi perbaikan makalah selanjutnya. Akhir
kata pemakalah berharap agar makalah ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak
untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi
tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Konsekuensinya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar
secara
teoritis, tetapi miskin aplikasi.
Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Pembelajaran merupakan
suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar
dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan.
Proses pembelajaran yang efektif adalah pengajaran yang mampu melahirkan proses belajar yang
berkualitas , yaitu proses belajar yang melibatkan partisipasi dan penghayatan peserta didik
secara intensif.
Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional.
Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar
akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat
dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anakakalnya-sebagai agen yang aktif dan
konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap
bahan yang dipelajari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif ?
2. Mengapa pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif ini wajib diterapkan ?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan dari beberapa rumusan masalah di atas, maka dapat dilihat tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui maksud dari pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif
2. Untuk mengetahui mengapa pembelajaran afektif dan cara pembelajara siswa aktif
wajib diterapkan oleh para pendidik dan peserta didik
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 102
menekankan pada nilai (baik dan tidak baik) dan sikap (sopan dan tidak sopan) yang diukur,oleh
karena itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. 2 Strategi ini yang bukan
hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk
mencapai dimensi yang lainnya yaitu sikap dan tindak. Bertolak dari pengertian diatas dapat di
simpulkan bahwa strategi pembelajaran afektif adalah proses penanaman nilai-nilai yang positif.
Sedangakan ranah “afektif” adalah bagian kedua dari taksonomi tujuan pendidikan yang
dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom dkk. Ranah afektif merupakan bagian dari pengalaman
belajar, berisi obyek-obyek yang berkaitan dengan emosi, perasaan atau tingkat penerimaan dan
penolakan.3
“Afektif adalah tujuan-tujuan yang lebih mengutamakan pada perasaan, emosi atau
tingkat penerimaan atau penolakan. Tujuan afektif mengubah dari yang sederhana menuju
fenomena yang komplek (lebih rumit) serta menanamkan fenomena itu sesuai dengan karakter
dan kata hatinya. Kita menemukan sejumlah besar tujuan yang tampak melalui sikap, minat,
apresiasi, nilai dan emosi atau prasangka”.
Istilah “afektif” sendiri sebenarnya mempunyai makna yang sangat luas. Walaupun
banyak tokoh, termasuk para pakar pendidikan yang menyadari pentingnya aspek ini (afektif)
dalam proses pendidikan, akan tetapi belum ada definisi yang dapat disepakati bersama tentang
afektif ini. Dalam kaitannya dengan pendidikan agama, aspek afektif sering kali disamakan
dengan akhlak. Akan tetapi antara afektif dengan akhlak adalah berbeda, walaupun benar bahwa
dalam usaha penanaman akhlak tidak terlepas dari aspek afektif. Dalam kajian ilmu pendidikan,
sebutan untuk karakteristik ini beragam. Meskipun demikian, sebutan afektif merupakan yang
paling luas sejak diterbitkannya taksonomi tujuan pendidikan oleh Benjamin S. Bloom dan
kawan-kawan.4
Sementara itu dalam dunia pendidikan kita afektif diterjemahkan dengan istilah sikap.
Bahkan dalam kurikulum 2004 juga disebutkan dengan istilah “kecerdasan emosional”.
2
Sanjaya. Penerapan Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Pembelajaran Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Di
Sekolah, (Bandung: Jurnal Pendidikan Ke-Sd-an, 2016), hal.15
3
David R. Krathwohl et. al, Taxonomy Of Educational Objective, The Classicafication Of Educational Goal,
Handbook II; Affective Domain, (London: Longman Group LTD, 1973), cet.9, hlm. 7
4
Benjamin S. Bloom, dkk, Taxonomy Of Objective: Cognitive Domain, (New York: David Mc. Kay, 1956 ),
hlm.16
Cara belajar siswa aktif adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Pendekatan belajar siswa aktif menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga
terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
Konsep yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu
pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan
belum terpogram. Akan tetapi dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) para pembelajar dapat
melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di
rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.5
Prinsip cara belajar siswa aktif adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada
kegiatankegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses
belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak
pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan
yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut
terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format
mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani
pendapat.
Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan
maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan
suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai
suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai
suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan
siapapun termasuk guru.
5
Saiful Rahman Yuniarto, S.SOS, M.AB, CBSA, (Jakarta: Kencana, 2013), Hal.2
b. Dimensi Guru
Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan
serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan
motivator.
Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta
tingkat kemampuan masing-masing.
Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta
penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar
yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan,
minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting
diperhatikan guru.
Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas
siswa dalam proses belajar-mengajar.
Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat,
antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajarmengajar.
b. Sikap peserta didik setelah pelajaran selesai. Sikap peserta didik ini meliputi
indikator: kemauan peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut,
kemauan peserta didik untuk mengaplikasikan hasil pelajaran dalam praktik
kehidupan seharihariberdasarkan tujuan dan isi yang tertuang dalam mata pelajaran,
serta suka terhadap gurunya dan mata pelajarannya.”
Level Ranah Afektif dari Krathwohl (dalam Gronlund dan Linn, 1990) menyatakan bahwa
ranah afektif terdiri dari lima level, yaitu:
a. Receiving, level ini mengindikasikan bahwa siswa memiliki keinginan
Untuk memperhatikan suatu stimulus yang muncul dalam proses pembelajaran,
misalnya aktivitas di dalam kelas, buku, atau musik
b. Responding, siswa pada level ini telah memiliki partisipasi aktif untuk merespon
gejala yang sedang dipelajari di dalam kelas. Hasil pembelajaran pada level ini
menekankan pada perolehan respon Keinginan memberi respon, atau kepuasan dalam
memberi respon.
c. Valvuing, merupakan kemampuan siswa untuk memberikan nilai, keyakinan, atau
sikap dan menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Hasil belajar pada level
ini berhubungan dengan perilaku siswa yang konsisten dan stabil agar nilai dapat
dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penilaian
ini diklasifikasikan sebagai sikap keberagamaan.
d. Organization, merupakan kemampuan siswa untuk mengorganisasi nilai yang satu
dengan yang lain dan konflik antar nilai mampu diselesaikan dan siswa mulai
membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil belajar pada level ini berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. 6
e. Characterization, level ini merupakan level tertinggi ranah afektif, yaitu ketika siswa
telah memiliki sistem nilai yang mampu7
C. Penilaian Dan Pendekatan Dalam Pembelajaran Afektif
Seorang pendidik sebaiknya mengetahui afektif peserta didik sehingga dapat diketahui
status afektif peserta didiknya. Jika afektif tinggi maka perlu mempertahankannya, jika rendah
perlu upaya untuk meningkatkannya.8 menjelaskan pengukuran ranah afektif tidak dapat
dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak
dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif
lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilainya. Sasaran
penilaian afektif adalah perilaku peserta didik bukan pengetahuannya. Sesuai dengan
karakteristik afektif dalam proses pembelajaran adalah minat, sikap, konsep diri dan nilai maka
tujuan penilaian afektif adalah:
6
Prof.Dr.Sri Aniyah W, strategi pembelajaran, h. 3
7
Peningkatan hasil belajar ranah afektif melalui pembelajaran model motivasional,Aryanti,Nurhidayati,Ernawati Sri
Sumarsih, halaman 112-113
8
Suharsimi Arikunto, Penilaian Afektif Dalam Pembelajaran Akutansi, (Yogyakarta: Pendidikan Akuntansi, 2003),
Hal.77
Untuk memperoleh informasi minat peserta didik terhadap mata pelajaran
Akuntansi yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik
terhadap mata pelajaran Akuntansi jika ternyata minatnya rendah.
Untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran Akuntansi. Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran dapat positif atau negatif. Hasil pengukuran
sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk peserta
didik.
Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan
evaluasi terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Informasi ini dapat digunakan
untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh peserta didik untuk
menentukan jenjang karir.
Untuk mengungkap nilai individu. Informasi yang diperoleh ini berupa nilai yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat dan yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely (1980)
juga mengatakan bahwa perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa
siswa akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering digunakan
secara bergantian. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa teknik (yang kadang- kadang
disebut metode) dapat diamati dalam setiap kegiatan pembelajaran. Teknik adalah jalan atau alat
(way or means) yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan
yang akan dicapai. Guru yang efektif sewaktu-waktu siap menggunakan berbagai metode
(teknik) dengan efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan.
Menurut Winarno Surakhmad (1986) adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa
(metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Namun, metode kadang-kadang dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan
teknik lebih bersifat implementatif, maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya
terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contohnya, guru A dan guru B sama-sama
menggunakan metode ceramah, keduanya mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode
ceramah yang efektif, tetapi hasil guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya
yang berbeda. Jadi, tiap guru mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang
sama.
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)Sejak dulu cara belajar ini telah ada, yaitu bahwa dalam kelas
mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa. Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan
siswa itu yang berbeda. Jika dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep
kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan
siswa. Kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat pada siswa
(student centered).
Siswa pada hakikatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas
maka kewajiban gurulah untuk memberi stimulus agar siswa mampu menampilkan potensi itu,
betapa pun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa
sesuai dengan taraf perkembangannya sehingga siswa memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep, serta mengembangkan sikap dan
nilai yang dituntut. Proses pembelajaran seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar
aktif.
Hakikat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional
Siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya:
a. Proses asimilasi/pengalaman kognitif→ yang meterjadinya Terbentuknya Pengetahuan.
b. Proses perbuatan/pengalaman langsung → yang memungkinkan Terbentuknya
Keterampilan.
c. Proses penghayatan dan internalisasi nilai yang memungkinkan Terbentuknya nilai dan
sikap.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran afektif terdiri dari dua kata, yakni pembelajaran, dan afektif. kedua kata tersebut
tidak dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang
lainnya. Sehingga keduanya mempunyai pengertian yang integral yaitu pengertian pembelajaran
afektif atau pembelajaran yang bersifat afektif. Cara belajar siswa aktif adalah pendekatan
pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental,
intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ciri Ranah Afektif lima tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap ini bisa menjadi bahan bacaan referensi dan inspirasi yang
baik khususnya dari kalangan akademika. Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran kami diharapkan untuk menperbaiki makalah ini kedepannya. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
PENINGKATAN HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF MELALUI PEMBELAJARAN
MODEL MOTIVASIONAL,Aryanti Nurhidayati,Ernawati Sri Sumarsih, halaman 112-113