Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Project Kebangsaan - Kelompok 3 - PDB A38

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Makalah Toleransi dan Kebhinekaan

“Implementasi Toleransi dan Fenomena Intoleransi pada Umat


Beragama di Surabaya”

Disusun oleh:

PDB A38

Kelompok 3

1. Keisha Shafa Aurelia Shahab (173221091)


2. Adinda Tyas Putri Yusuf (002221083)
3. Zahra Salsabila Putri Wibowo (121221180)
4. Novel Aditya Ramadhan (143221091)
5. Denisse Carmelita (161221088)
6. Tirsa Ruthdita Puspita Sari (146221103)
7. Sachio Kevin (423221063)
8. Ahmad Nur Fikri Abror (111221150)
9. Dimas Rizqi Muhammad (186221021)

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2022
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 3
1.2 Identifikasi Masalah ..................................................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 4
1.4 Tujuan ........................................................................................................................................... 4
1.5 Manfaat ......................................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
METODE PENELITIAN........................................................................................................................ 5
2.1 Metode Penelitian ......................................................................................................................... 5
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................................... 5
2.3 Rangkaian Kegiatan ...................................................................................................................... 5
BAB III ................................................................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................... 6
3.1 Hasil ........................................................................................................................................ 6
3.2 Pembahasan............................................................................................................................. 6
BAB IV ................................................................................................................................................... 9
PENUTUP .............................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai sebuah negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tidak
terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut agama dan
kepercayaan yang berbeda-beda serta memiliki dan menggunakan berbagai macam bahasa
(Suwandi, 2013: 30). Hal ini dapat dilihat dari kekayaan sosiokultural dan kondisi geografis
yang begitu beragam dan luas. Indonesia mempunyai belasan ribu pulau besar dan kecil, serta
populasi penduduk ratusan juta jiwa yang terdiri dari berbagai macam suku dengan bahasa.
Selain itu, penduduk Indonesia menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam,
Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.

Keberagaman agama dapat menjadi potensi sebuah bangsa untuk meningkatkan


persatuan dan kesatuan. Diperlukannya sebuah sikap toleransi dan moderat yang mampu
mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral dan watak, baik ketika
memperlakukan orang lain sebagai individu maupun ketika berhadapan dengan institusi
negara. Dengan landasan dan komitmen yang kuat, umat beragama harus dapat berjuang
bersama dalam menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan umum sebagai
perwujudan cinta kasih dan pengabdian kepada sesama warga negara kesatuan republik
Indonesia, hal itu merupakan penjabaran iman, cinta kasih, dan pengabdian kepada Tuhan,
sekalipun melalui agama yang berbeda-beda

Tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat masyarakat yang menunjukkan sikap
intoleransi agama. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, intoleransi masih
menjadi ancaman terbesar bagi Pancasila. Bibit-bibit intoleransi memang ada di tengah
masyarakat, yang bila tidak diperlakukan dengan baik, bisa mengakibatkan kemunduran,
konflik, terorisme, hingga disintegrasi bangsa.

Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja GPPS Arjuno dan GKI Diponegoro merupakan
tempat peribadatan sebagai saksi dari peristiwa intoleran. Tahun 2018 terjadi peristiwa
pengeboman yang menimbulkan kerusakan hingga korban jiwa. Masih belum diketahui motif
utama dari pengeboman tersebut, namun apapun alasannya kejadian ini menunjukkan bahwa
masih kurangnya rasa toleransi pada masyarakat.

Tahun 2022, Menteri Agama mencanangkan 2022 sebagai tahun toleransi.


Pencanangan ini salah satu wujud komitmen kuat merawat toleransi, baik toleransi sosial,
agama maupun politik, sebagai modal sosial sangat penting untuk membangun bangsa. Bangsa
Indonesia kokoh antara lain ditentukan sejauh mana mampu merawat toleransi. Jika toleransi
rusak, rusaklah sendi-sendi yang mengokohkan bangsa ini.

Berdasarkan permasalahan seperti di atas, perlu kiranya untuk mengingatkan


masyarakat akan pentingnya nilai-nilai toleransi beragama. Dengan harapan mampu
memberikan output yang bermanfaat terhadap masyarakat, berkaitan dengan hal ini, Peneliti
melakukan kajian secara langsung terkait implementasi di Royal Residence. Kemudian,
peneliti juga meninjau kasus terkait fenomena intoleransi antar umat beragama di Surabaya,
tepatnya di tiga gereja yang menjadi tempat pengeboman.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan identifikasi masalahnya adalah sebagai
berikut:

1. Pengimplementasian nilai-nilai toleransi agama yang kurang maksimal


2. Adanya sikap intoleransi agama pada masyarakat
3. Ancaman disintegrasi sebagai dampak kurangnya toleransi agama di masyarakat
4. Kurangnya landasan fundamental terkait moderasi agama

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi nilai-nilai toleransi agama di Royal Residence Surabaya?


2. Bagaimana bentuk fenomena intoleransi yang terjadi di Surabaya?
3. Bagaimana solusi dalam menghadapi intoleransi agama?
4. Bagaimana mencegah adanya disintegrasi bangsa melalui toleransi agama?
5. Bagaimana cara menanamkan nilai moderasi dan toleransi kepada masyarakat?

1.4 Tujuan

1. Untuk menganalisis penerapan nilai toleransi di Royal Residence Surabaya


2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk toleransi umat beragama di Royal Residence
Surabaya
3. Untuk mempelajari peristiwa pengeboman pada tiga gereja di Surabaya
4. Untuk mengingatkan tentang pentingnya toleransi kepada masyarakat
5. Untuk mengetahui keberlangsungan toleransi keagamaan di Surabaya
6. Untuk meningkatkan moralitas dan kesadaran pentingnya akan toleransi
7. Untuk mengetahui bagaimana bersikap dengan tepat dalam menghadapi masalah
intoleransi

1.5 Manfaat

Output lainnya adalah para pembaca dapat menerapkan dan mengambil nilai-nilai penting pada
makalah ini. Hadirnya penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan toleransi beragama
pada masyarakat, menguatkan tali persaudaraan, menjunjung tinggi nilai persatuan dan
mengintegritaskan kemajemukan yang ada di Indonesia.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dimana metode
ini bersifat deskriptif dan menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pada metode
penelitian kualitatif, proses dan makna (perspektif subjek) lebih diperlihatkan. (Pupu Saeful
Rahmat, 2009). Data yang didapat berupa pemahaman mengenai projek yang telah dilakukan,
bukan dalam bentuk angka atau nominal. Target penelitian kami adalah masyarakat umum,
dimana kami ingin masyarakat dapat lebih menyadari pentingnya toleransi terhadap sesama.

2.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Komplek Perumahan Royal Residence yang berlokasi di Babatan,


Wiyung, Kota Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Oktober 2022 dengan
durasi penelitian 120 menit (pukul 10.00 - 12.00 WIB).

Selain itu kami juga melaksanakan penelitian ke 2 (dua) gereja yang pernah dilakukan
pengeboman. Kedua gereja yang dimaksud adalah Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela dan
GKI Diponegoro. Penelitian ke gereja ini dilaksanakan pada hari Jumat, 18 November 2022
pada pukul 14.00 - 16.00 WI.

2.3 Rangkaian Kegiatan

Berikut merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan di Gereja Santa Maria Tak Bercela pada
hari Jumat, 18 November 2022.

1. Mewawancarai saksi yang ada pada lokasi kejadian pengeboman


2. Berdoa bersama
3. Foto bersama (dokumentasi)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pada wawancara yang kami lakukan, pada butir pertama pertanyaan kami dari beberapa
responden memberikan hasil bahwa implementasi nilai-nilai toleransi agama di Royal Recidence
tercipta dengan sangat baik. Dibangunnya 6 tempat ibadah berjajar merupakan bentuk konkret dari
implementasi toleransi di Surabaya. Dalam lingkungan Royal Recidence sendiri banyak melakukan
kegiatan secara bersama-sama, seperti acara syukuran 17 agustus.
Pada butir pertanyaan kedua, yaitu bentuk fenomena intoleransi yang terjadi di
Surabaya sebagai contoh adalah tragedi pengeboman 3 gereja di Surabaya pada tanggal 13 Mei 2018.
Tragedi pertama terjadi di Gereja Santa Maria tak Bercela pada pukul 07.30 WIB, saat pergantian
jadwal ibadah. Menurut narasumber yang kami wawancarai terdapat 25 korban luka-luka dan 6 korban
tewas serta 2 orang pelaku yang tewas lainnya. Tragedi kedua terjadi di Gereja Pantekosta Pusat
Surabaya yang menyusul selang 5 menit setelah pengeboman di gereja pertama dengan 1 korban luka
bakar dan 2 korban tewas serta 2 orang pelaku yang tewas lainnya. Tragedi ketiga terjadi di Gereja
Kristen Indonesia Diponegoro yang menyusul setelah pengeboman di gereja kedua dengan 6 korban
luka-luka.
Pada butir ketiga, merupakan solusi bagaimana menghadapi intoleransi yaitu sebagai
generasi muda kita harus bisa bersosialisasi dengan berbagai macam perbedaan yang ada di Indonesia,
serta tidak menutup diri dari lingkungan sekitar kita. Sebagai generasi muda harus memiliki pondasi
keimanan, kepercayaan, serta karakter yang harus diisi dengan hal yang bersifat positif. Hal yang paling
penting adalah jangan mudah terpengaruh dengan perkataan dan perbuatan orang lain yang bersifat
konstruktif.
Pada butir keempat, cara mencegah adanya disintegrasi bangsa melalui toleransi agama
yaitu dengan cara menanamkan sikap saling menghargai, menghormati serta mengedepankan budi
pekerti luhur dan amalan ajaran agama yang baik dalam pribadi masing-masing. Dengan
mengedepankan toleransi terhadap agama lain disintegrasi bangsa tidak akan terjadi.
Pada butir kelima, cara menanamkan nilai moderasi dan toleransi dengan memberikan
edukasi berupa video kepada masyarakat mengenai toleransi antar umat beragama, sebagai contoh kami
beribadah di wilayah Royal Recidence yang terdapat 6 tempat ibadah berjajar yang bisa di akses oleh
masyarakat luas bahkan masyarakat luar Surabaya.

3.2 Pembahasan
Secara umum kata radikal berasal dari bahasa latin radix yang berarti akar pohon, dan
fundamentalisme bermakna dasar atau inti. Fundamentalis dengan radikal memang saling berkaitan
tidak dapat dipisahkan, keduanya memiliki kesamaan arti yang sama-sama bermakna inti, kelompok
radikalisme muncul dengan dilandasi paham fundamentalis. Sesungguhnya, sejarah kemunculan
fundamentalisme apabila dilacak secara akademis baru tumbuh sekitar abad ke-19 dan terus
mengemuka sampai sekarang ini.
Dalam tradisi barat sekuler hal ini ditandai keberhasilan industrialisasi pada hal-hal positif,
tetapi di satu sisi negatif. Dari sisi negatif ditandai dengan munculnya perasaan kekosongan jiwa,
kemurungan hati, kehampaan, dan ketidakstabilan perasaan. Secara makna radikal berasal dari bahasa
latin radix yang berarti akar, Sedangkan dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim,
menyeluruh, fanatik, revolusioner, fundamental (Hornby, 2000: 691).Sedangkan kata radicalism artinya
doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim (Nuh, 2009: 36). Selain itu radikalisme
diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara kekerasan untuk
menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak istimewa dan yang berkuasa (Kartodirdjo,
1985: 38).
Dalam lingkup keagamaan, radikalis memerupakan sebuah gerakan-gerakan yang berusaha
merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan jalan kekerasan
(Rubaidi, 2007: 33). Sedangkan dalam lingkup ranah ilmu sosial, radikalisme diartikan sebagai
pandangan yang ingin melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap
realitas sosial atau ideologi yang telah dianutnya (Hasani, 2010: 19).
Radikalisme berkaitan erat dengan sikap atau posisi yang mendambakan perubahan terhadap
status quo dengan jalan menghancurkan status quo secara total, dan menggantinya dengan sesuatu yang
baru dan berbeda (Susanto, 2007: 3). Sedangkan proses radikalisasi juga ada yang dihasilkan dari
dinamika interaksi sosial pada kondisi mikro yang dipengaruhi oleh media sosial, teman sebaya,
pemimpin, anggota keluarga, atau lingkungan sekitar, sehingga menerima pemahaman bahwa sesuatu
dapat dan harus dilakukan untuk menghadapi hal-hal yang menjadi ancaman terhadap aliran
kepercayaan atau pemahaman yang diyakininya (Veldhuis dan Staun, 2009: 63).
Menurut Wilner (2009), radikalisme merupakan serangkaian proses personal di mana individu
mengadopsi idealisme dan aspirasi politik, agama secara ekstrim, dimana dalam pencapaian tujuannya
membenarkan penggunaan cara-cara kekerasan tanpa pandang bulu (Wilner, 2009: 8). Dari beberapa
pengertian radikalisme diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan radikal bila dilihat dari
sudut pandang pemahaman agama merupakan gerakan yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam
mengajarkan keyakinan mereka.
Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap damai dan mencari
kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek-praktek menggunakan kekerasan dalam
menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik. Agama intrinsik memenuhi seluruh hidup
dengan ajaran motivasi dan makna, sedang agama ekstrinsik menjadikan agama diperbudak untuk
mendukung dan membenarkan kepentingan pribadi (Roqib, 2009: 189).
Kejadian pengeboman diduga merupakan ulah dari oknum yang terhasut oleh hasutan-hasutan
kelompok ekstrimis agama. Oknum memang tercatat beragama islam, tetapi karena nilai-nilai ekstrimis
yang dilakukan oknum sangat bertentangan dengan nilai ajaran islam. Kejadian pengeboman terjadi
pada tiga titik di surabaya oleh satu keluarga. Karena itu, munculah kesimpulan bahwa pengeboman
tersebut memang merupakan dari keluarga muslim, tetapi yang keadaannya terpapar paham ekstrimis
agama yang jauh berbeda dengan nilai toleransi yang diajarkan oleh semua agama, terkhusus agama
islam.
Selain pengumpulan data dari media informasi, penyusun juga mengumpulkan data lain dengan
metode wawancara dan pengamatan secara langsung. Pengumpulan data tambahan ini diharapkan
bisa memberikan pembahasan dan pengambilan keputusan dengan lebih akurat dan objektif. Di awal
Penyusun mengunjungi lokasi dan mengamati kondisi kejadian. Kemudian penyusun menemui
perwakilan dari pengurus gereja. Penyusun memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan
pengeboman.
Dari informasi yang didapat, pengurus gereja menyampaikan bahwa saat ini pengurus dan
jemaat sekitar tidak membenci dan berubah pikiran terhadap muslim di Indonesia. Bahkan dari kejadian
tersebut, masyarakat dan pengurus gereja bisa menunjukkan bahwa toleransi masyarakat di sekitar
tebangun dengan sangat baik. Pasca kejadian pihak berwajib banyak yang mendatangi dan membantu
penuntasan masalah tersebut dan sebaliknya. Sikap saling terbantu ditunjukkan oleh masyarakat mulai
dari bahu membahu membersihkan puing-puing bekas pengeboman, pengurusan korban dan jenazah,
hingga bantuan dalam bentuk administrasi dan sumbangan amal.
Sikap toleransi pasca kejadian pengeboman terbukti dari berbagai peristiwa gotong royong
yang terbangun di tengah masyarakat. Pihak pengurus gereja dan masyarakat sekitar terkhusus muslim
menunjukkan semakin baiknya hubungan sosial hingga pada tingkat tindakan toleransi yang nyata.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah kami lakukan terhadap sasaran penelitian,
penulis mengambil kesimpulan bahwa:
1. Toleransi memiliki peran krusial dalam upaya preventif tindakan terorisme dan berbagai
sikap radikal lainnya. Pada dasarnya, kehidupan manusia tidak luput dari berbagai
macam perbedaan kepentingan dan kepercayaan. Untuk menghindari benturan
kekuatan, hadirlah sikap toleransi sebagai penengah untuk mencapai suatu kondisi yang
stabil dan aman bagi manusia.
2. Toleransi umat beragama di wilayah Surabaya sangat baik. Kejadian terorisme yang
menimpa beberapa gereja di Surabaya tidak merubah pandangan orang-orang gereja
terhadap agama yang disudutkan. Kejadian ini diyakini merupakan ulah satu oknum
yang mengatasnamakan suatu agama. Kepercayaan akan tiap-tiap agama yang
mengajarkan kebaikan dan kedamaian menjadi alasan pemikiran tersebut.
3. Sikap toleransi antar umat beragama ditunjukkan dalam sikap bahu membahu membantu
upaya mitigasi berbagai korban dan kerusakan pada peristiwa pengeboman gereja pada
tahun 2018 silam. Kegiatan lintas agama menunjukkan tingginya tingkat toleransi di
wilayah Surabaya.

4.2 Saran
Mengacu dari kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi calon peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis, hendaknya
dapat melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam mengenai tingkat
toleransi dan kerukunan masyarakat.
2. Bagi para pembaca agar senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung
pada Pancasila dan semboyan bangsa untuk menjaga persatuan dengan mengedepankan
sikap toleransi, menghargai berbagai macam perbedaan, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Ali-Fauzi, Ihsan dkk.. Kebebasan, Toleransi dan Terorisme: Riset dan Kebijakan Agama di
Indonesia. Jakarta Selatan: Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina,
2017.

Amalia, Ainna dan Ricardo Freedom Nanuru.. Toleransi Beragama Masyarakat Bali, Papua,
Maluku. Jurnal Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum
Islam, Vol. X No. 1. Tobelo: Universitas Halmahera, 2018.

Kementerian Agama RI. Moderasi Beragama. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
RI : Jakarta. 2019.

Khotimah. Toleransi Beragama. Jurnal Ushuluddin. Vol. XX No. 2. Riau: Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim, 2013.

Anda mungkin juga menyukai