Kurikulum Internasional
Kurikulum Internasional
Kurikulum Internasional
PENDAHULUAN
lahirnya sekolah-sekolah dengan label sekolah bertaraf internasional (SBI) atau sekolah
internasional merupakan realisasi UndangUndang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50, Ayat 3 yang menyatakan bahwa “Pemerintah
dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional” (bandingakan juga PP No. 19 Pasal 61 ayat 1 dan Rencana Strategis Departemen
Pendidikan Nasional 2005-2009).
Penerapan model tersebut membawa dampak pada pola manajemen yang dihubungkan
dengan pemenuhan atas adanya kebutuhan akan mutu pendidikan (demand driven) dari
masyarakat konsumen pendidikan sebagai arus bawah (downstream) dan projek pemerintah
sebagai arus atas (upstream), sehingga perlu koordinasi dan kerjasama nyata dari berbagai
tingkat pemerintah.
Sekolah hingga saat ini dipandang sebagai organisasi publik yang perlu diberdayakan
sesuai dengan peran dan fungsinya. Di sisi lain sekolah harus memiliki akuntabilitas kepada
publik, namun sumber daya di sekolah memiliki keterbatasan. Bagaimana pemimpin sekolah
dapat memanfaatkan sumber daya yang ada agar lebih efsien dan lebih efektif dalam arti lebih
memaksimalkan belajar peserta didik? Bagaimana sekolah memenuhi tuntutan stakeholdernya
seperti dengan munculnya sekolah bertaraf internasional tersebut ?.
Untuk merespon tuntutan dari para stakeholder seperti di atas, sekarang bermunculan
sekolah-sekolah lain di luar model pemerintah untuk mengejar label sekolah bertaraf
internasional di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Kita maklumi bersama bahwa dalam
persekolahan kita mengenal Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Bertaraf Internanasional
(SBI) dan sekolah Internasional (SI). Kita maklum bahwa PP No 19 tahun 2007 menjelaskan 8
standar yang harus dicapai di tiap sekolah dan untuk mencapai 8 standar secara simultan kita
mengalami kesulitan. Namun demi proyek pemerintah dan demi martabat bangsa Indonesia di
hadapan bangsa-bangsa lain, maka model sekolah Bertaraf Internasional dan sekolah
Internasional terus digulirkan untuk dicobakan secara meluas di tiap daerah.
B. PEMBAHASAN
a. Inevitability of change
Berdasar prinsip ini, konsep SBI yang secara sistematis adalah SBI = SNP + X
mengindikasikan pandangan bahwa kurikulum nasional pendidikan kita seakan-akan
sudah “selesai” atau sudah sampai pada titik puncak dan tidak perlu direvisi lagi. Padahal
dengan menggunakan prinsip ini, sebenarnya memungkinkan terjadinya perubahan SNP
(kurikulum) menuju ke arah yang lebih ideal lagi yang sesuai dengan kebutuhan jaman.
Jika sekarang globalisasi sudah tak terelakkan lagi mengapa masih harus menggunakan
kurikulum yang tidak menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi secara global?
Dengan kata lain, mengadopsi kurikulum negara lain agar mampu menghasilkan lulusan
yang mampu bersaing secara global bukanlah keputusan yang bijak.
c. Concurrent changes
Prinsip ini menjelaskan bahwa perubahan kurikulum yang dibuat pada periode
waktu sebelumnya dapat eksis seiring sejalan dengan perubahan kurikulum yang lebih
baru pada periode waktu sesudahnya. Dengan prinsip ini, konsep SBI = SNP + X
mengindikasikan bahwa posisi kurikulum nasional kita lebih rendah daripada kurikulum
internasional. Pemerintah menunjukkan rasa tidak percaya dirinya bahwa kurikulum
nasional kita lebih jelek oleh karena itu harus diberi “plus” agar bisa menjadi lebih baik.
d. Change in people
Perubahan kurikulum merupakan hasil dari perubahan pada diri orang. Jadi
pengembang kurikulum harus berusaha untuk mengubah orang lebih dulu yang pada
akhirnya mempengaruhi perubahan kurikulum. Program SBI adalah kebijakan dari atas /
top down yang tercermin dari UU RI No. 20 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat 3 yang
berbunyi: “Pemerintah dan / atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional” Pasal ini jelas bisa dimaknai bahwa inisiatif adanya SBI adalah
dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
e. Cooperative endeavor
g. Continuous processng
h. Comprehensive process
i. Systematic development
Pengembangan kurikulum yang sistematik lebih efektif daripada trial dan error.
Pengembangan kurikulum idealnya harus dibuat secara komprehensif dengan mengikuti
seperangkat prosedur yang telah ditetapkan. Seperangkat prosedur tersebut harus
disetujui dan diketahui oleh semua yang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum.
Dengan prinsip ini jelas mensyaratkan agar penyelenggaraan SBI dipersiapkan betul
secara matang dan sistematis dengan seperangkat prosedur tertentu. Ini pun juga harus
disetujui dan diketahui oleh semua pihak yang terlibat, baik level atas maupun bawah.
Fenomena di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya.
a. Kurikulum International Islamic School Malaysia (IISM) - Program ini menekankan pada
pembelajaran akademik yang kuat, ditambah dengan pengajaran agama Islam dan
keterampilan kehidupan yang penting. Kurikulum IISM menawarkan pendidikan dari
jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas.
b. Kurikulum International Islamic University Malaysia (IIUM) - Program ini menawarkan
pendidikan tinggi di bidang-bidang seperti keuangan Islam, hukum Islam, dan teknologi
informasi Islam. Kurikulum IIUM menekankan pada pendekatan multidisiplin yang
memadukan agama Islam dengan disiplin ilmu lainnya.
c. Kurikulum International School of Islamabad (ISOI) - Program ini menawarkan
pendidikan dasar dan menengah dengan pengajaran agama Islam dan pendekatan
pendidikan yang berpusat pada siswa. Kurikulum ISOI menekankan pada pengembangan
keterampilan sosial dan interpersonal, keterampilan kritis, dan kreativitas.
d. Kurikulum Islamic Online University (IOU) - Program ini menawarkan pendidikan tinggi
dalam bidang-bidang seperti studi Islam, bahasa Arab, dan sains sosial. Kurikulum IOU
menekankan pada pembelajaran yang berbasis online, dengan penekanan pada
pendekatan pendidikan Islam dan pengembangan keterampilan yang relevan di era
digital.