Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Mahfudzot Kelas 7

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

Mahfudzot

1.

‫َم ْن َس اَر َعلَى الَّد ْر ِب َو َص َل‬


Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia

Maksudnya di dalam menapaki kehidupan ini kita harus istiqamah berjalan pada jalan yang benar
supaya kita sampai pada tujuan hakiki hidup kita, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat.

2.

‫َم ْن َج َّد َو َج َد‬


Barang siapa bersungguh-sungguh, dapatlah ia.

Kecerdasan itu penting, namun kesungguhan itu jauh lebih penting. Orang yang cerdas namun tidak
sungguh-sungguh akan kalah dan ditinggal oleh orang yang kecerdasannya biasa-biasa saja namun
sungguh-sungguh.

3.
‫َم ْن َصَبَر َظِفَر‬
Barang siapa bersabar beruntunglah ia.

Di dalam kehidupan ini seringkali kita menghadapi ujian dan cobaan, namun hanya orang yang
bersabar yang akan berhasil dan beruntung.

4.
‫َم ْن َقَّل ِص ْد ُقُه َقَّل َص ِد ْيُقُه‬
Barang siapa sedikit benarnya/kejujurannya, sedikit pulalah temannya.

Ini adalah hukum alam yang berlaku di manapun kita berada, karena manusia pada tabiatnya lebih
menyenangi orang yang jujur daripada pembohong.

5.

‫َم َو َّد ُة الَّصِد ْيِق َتْظَهُر َو ْقَت الِّض ْيِق‬


Kecintaan/ketulusan teman itu, akan tampak pada waktu kesempitan.
Jika engkau ingin mengetahui teman setiamu yang sesungguhnya, maka lihatlah siapa yang
menemanimu tatkala susah.
6.
‫َج اِلْس َأْه َل الِّص ْد ِق َو الَو َفاِء‬
Pergaulilah orang yang jujur dan menepati janji.

Karena teman dan lingkungan tempat kita bergaul adalah salah satu unsur dalam pembentukan
karakter kita. Maka menjadi sangat penting bagi kita untuk memilih teman yang baik karena akhlak
seseorang itu tercermin dari akhlak teman dekatnya. Bergaul dengan orang-orang yang jujur dan
menepati janji akan membuat hidup kita tenteram dan akan membentuk karakter kita menjadi lebih
baik.

7.
‫َو َم ا الَّلَّذ ُة ِإَّال َبْعَد الَّتَعِب‬
Tidak kenikmatan kecuali setelah kepayahan.

Kenikmatan yang didapatkan tanpa usaha dan pengorbanan adalah kenikmatan sesaat yang akan
segera hilang, namun kenikmatan yang didapatkan setelah melalui perjuangan akan selalu dikenang.

8.
‫الَّصْبُر ُيِع ْيُن َعلَى ُك ِّل َع َم ٍل‬
Kesabaran itu menolong segala pekerjaan.

Terkadang sebagian pekerjaan terasa sulit hanya di awalnya saja, di sinilah kesabaran memainkan
peran yang penting, percayalah bahwa akan selalu ada kemudahan yang menyertai kesusahan, yang
kita butuh hanya sedikit bersabar di awalnya untuk mendapatkan manis di akhirnya..
“Sesungguhnya ada kemudahan menyertai kesusahan” (Al-Insyirah : 6)

9.
‫َج ِّر ْب َو َالِح ْظ َتُك ْن َعاِر ًفا‬
Cobalah dan perhatikanlah, niscaya kau jadi orang yang tahu.

Ini adalah kaidah di dalam menuntut ilmu, bahwasannya kita tak boleh takut untuk mencoba.. Yang
harus kita tanamkan di dalam diri kita adalah lebih baik salah ketika mencoba daripada tak pernah
mencoba sama sekali..
10.
‫ُاْطُلِب الِع ْلَم ِم َن الَم ْه ِد ِإلَى الَّلْح ِد‬
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur.
Menuntut ilmu itu tak ada batasannya, karena menuntut ilmu itu tidak terbatas oleh tempat dan
waktu, ia bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Karena ilmu adalah kebutuhan mutlak
manusia sejak lahir hingga akhir hayatnya.

11.
‫َبْيَض ُة الَيْو ِم َخ ْيٌر ِم ْن َد َج اَج ِة الَغِد‬
Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari.

Maksudnya adalah mengambil sesuatu yang sudah ada pada genggaman kita pada hari ini itu lebih
baik daripada menunggu sesuatu yang datangnya atau tidaknya belum pasti di kemudian hari.
Karena pada yang demikian itu terdapat risiko yang besar yang mana ada kemungkinan kita tak akan
mendapatkan sesuatu sama sekali.

12.
‫الَو ْقُت َأْثَم ُن ِم َن الَّذ َهِب‬
Waktu itu lebih mahal daripada emas.
Emas dan harta yang habis masih bisa dicari, namun waktu dan kesempatan yang berlalu tak akan
pernah bisa kembali lagi.

13.
‫الَعْقُل الَّسِلْيُم فِي الِج ْس ِم الَّسِلْيِم‬
Akal yang sehat itu terletak pada badan yang sehat.
Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan jasmani seseorang itu sedikit atau banyak pasti
mempengaruhi kesehatan rohaninya.

14.
‫َخ ْيُر َج ِلْيٍس فِي الَّز َم اِن ِكَتاٌب‬
Sebaik-baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku.

Ini sejalan dengan ayat pertama yang diturunkan di dalam Al-Quran yang berbunyi “bacalah!”..
Maka sudah seharusnya bagi kita untuk memanfaatkan waktu-waktu kita dengan membaca dan
menelaah.
15.
‫َم ْن َيْز َر ْع َيْح ُص ْد‬
Barang siapa menanam, pasti akan memanen (hasilnya).

Maksudnya semua orang pasti akan mendapatkan hasil ataupun balasan atas segala perbuatannya.
Baik maupun buruk perbuatan itu. Ini selaras dengan kandungan salah satu ayat dalam surat Al-
Zalzalah: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula”.

16.

‫َخ ْيُر اَألْص َح اِب َم ْن َيُد ُّلَك َعلَى الَخ ْيِر‬


Sebaik-baik teman itu ialah yang menunjukkan kamu kepada kebaikan.

Banyak orang tertipu dan menyangka bahwa teman terbaik adalah yang selalu mendukung apapun
yang kita lakukan baik itu benar maupun salah. Namun ketahuilah bahwa teman sejati itu adalah
yang selalu menginginkan kebaikan untuk kita walaupun dengan cara memarahi kita tatkala kita
berbuat kesalahan. Karena yang ia inginkan hanyalah menunjukkan jalan kebaikan kepada kita.

17.
‫َلْو َال الِع ْلُم َلَك اَن الَّناُس َك الَبَهاِئِم‬
Seandainya bukan karena ilmu, niscaya manusia itu seperti binatang.

Manusia itu derajatnya bisa melebihi Malaikat dan bisa juga lebih rendah dari binatang sekalipun,
semuanya bergantung kepada amal dan perbuatan. Adapun ilmu di dalam hidup ini berperan sebagai
penuntun bagi anak manusia untuk tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang membawanya menuju
lembah kehancuran. Karena itulah kita dituntut untuk menuntut ilmu sepanjang hayat.

18.

‫الِع ْلُم فِي الِّص َغِر َك الَّنْقِش َعلَى الَح َج ِر‬


Ilmu pengetahuan di waktu kecil itu, bagaikan ukiran di atas batu.

Menuntut ilmu di waktu kecil memang terasa berat, namun hasilnya akan selalu membekas hingga
dewasa, karena otak manusia ketika itu masih jernih. Namun tidak demikian halnya dengan orang
yang sudah tua, menuntut ilmu tatkala tua adalah hal yang sangat sulit dikarenakan kemampuan
otak dan fisik yang sudah menurun.

19.
‫َلْن َتْر ِج َع اَأليَّاُم اَّلتِي َم َض ْت‬
Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu.

Maka sungguh benar sekali jika dikatakan bahwa hal yang paling dekat dari kita adalah kematian
karena ia bisa datang kapan saja, dan hal yang paling jauh dari diri kita adalah masa lalu, karena ia
tak akan pernah kembali lagi.

20.
‫َتَعَّلَم ْن َص ِغْيًر ا َو اْع َمْل ِبِه َك ِبْيًر ا‬
Belajarlah di waktu kecil dan amalkanlah di waktu besar.

Maksudnya masa-masa muda itu hendaklah dipergunakan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu,
karena semua hal yang pernah kita pelajari di masa kecil, sekecil apapun hal itu pasti akan berguna
dan bisa kita amalkan di kemudian hari.

21.
‫الِع ْلُم ِبَال َع َم ٍل َك الَّش َج ِر ِبَال َثَمٍر‬
Ilmu tanpa pengamalan bagaikan pohon tak berbuah.

Jelas sekali bahwa ilmu yang tak diamalkan itu adalah kesia-siaan yang nyata. Orang yang
menghabiskan siang dan malamnya untuk menuntut ilmu namun ternyata tidak diamalkannya, sama
saja dengan petani yang tiap hari membanting tulang untuk menanam pohon buah, namun ternyata
pohon itu tak memberikan buah sedikitpun.

22.

‫االِّتَح اُد َأَس اُس الَّنَج اِح‬


Persatuan adalah pangkal keberhasilan.

Kita semua tahu bahwa salah satu penyebab dijajahnya negara kita oleh negara-negara asing adalah
akibat terpecah belahnya suku bangsa kita ketika itu. Karena tanpa persatuan, sebuah perkumpulan,
organisasi ataupun negara akan gampang sekali hancur dan bubar. Karena itu jika ingin mencapai
kesuksesan, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah membangun persatuan.
23.
‫َال َتْح َتِقْر ِم ْس ِكْيًنا َو ُك ْن َلُه ُم ِع ْينًا‬
Janganlah engkau menghina orang miskin, akan tetapi jadilah penolong baginya.

Karena pada hakikatnya semua harta benda yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan semata
yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali oleh Allah, Sang Pemiliknya. Maka karena itu sungguh tak
pantas bagi kita untuk memandang rendah kepada orang lain yang kebetulan diberikan harta yang
lebih sedikit dari kita. Harusnya kita tolong orang itu karena pada harta benda yang kita miliki
sebenarnya ada hak orang lain yang harus kita bagikan.

24.
‫الَّش َر ُف ِباَألَد ِب َال ِبالَّنَسِب‬
Kemuliaan itu adalah dengan adab (budi pekerti), bukan dengan keturunan.

Karena itu seseorang tidak boleh menyombongkan dirinya dengan menyebut-nyebut nenek
moyangnya, karena jikapun nenek moyangnya dulu adalah orang terhormat, apalah artinya jika ia
sendiri termasuk orang yang berakhlak buruk?

25.

‫َس َالَم ُة اِإل ْنَس اِن فِي ِح ْفِظ الِّلَس اِن‬


Keselamatan manusia itu dalam menjaga lidahnya (perkataannya).

Ada banyak orang yang hancur hidupnya hanya karena tidak bisa menjaga mulutnya, karena itu
sangat penting bagi kita untuk berpikir dahulu sebelum berkata, dan hendaknya tidak berbicara
kecuali untuk kebaikan. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah ia berkata baik ataupun diam saja.” (HR. Bukhari – Muslim)

26.
‫آَداُب الَم ْر ِء َخ ْيٌر ِم ْن َذ َهِبِه‬
Adab seseorang itu lebih baik (lebih berharga) daripada emasnya.

Ia, karena yang bernilai di sisi Allah adalah Iman, amal dan akhlaknya. Bukan harta bendanya.
Lagipula kemuliaan seseorang itu tidaklah dilihat dari harta kekayaannya, akan tetapi dilihat dari
perangai dan perbuatannya.
27.
‫ُسْو ُء الُخ ُلِق ُيْع ِد ي‬
Kerusakan budi pekerti itu menular.

Maksudnya adalah bahwa segala bentuk akhlak buruk cenderung lebih cepat menyebar dan ditiru
oleh orang banyak daripada akhlak baik. Karena di dalam diri manusia itu ada nafsu yang selalu
mendorong manusia untuk berbuat keburukan. Karena itu, hendaklah kita memilih lingkungan yang
baik untuk tinggal karena walaupun kita sendiri tidak terpengaruh oleh rusaknya budi pekerti di
lingkungan sekitar kita, namun bagaimana nasib anak cucu kita nanti?

28.
‫آَفُة الِع ْلِم الِّنْس يَاُن‬
Bencana ilmu itu adalah lupa.

Maksudnya di dalam menuntut ilmu, hal utama yang menghambat kita adalah lupa, karena itu kita
harus sering mengulangi hal-hal yang telah kita pelajari agar tidak hilang dan terlupakan.

29.
‫ِإَذ ا َص َدَق الَعْز ُم َو َض َح الَّس ِبْيُل‬
Jika benar kemauannya niscaya terbukalah jalannya.

Maksudnya jika seseorang benar-benar berniat dan bertekad kuat untuk melakukan sesuatu, niscaya
akan terbuka jalan baginya. Namun sebaliknya, jika seseorang tidak pernah berniat untuk melakukan
sesuatu, niscaya akan tampak baginya 1000 alasan untuk tidak bisa melakukannya.

30.
‫َال َتْح َتِقْر َم ْن ُد ْو َنَك َفِلُك ِّل َشْيٍئ َمِز َّيٌة‬
Jangan menghina seseorang yang lebih rendah daripada kamu, karena segala sesuatu itu
mempunyai kelebihan.

Setiap orang terlahir ke dunia ini dengan potensi, sifat, dan kemampuan yang berbeda-beda, ada
yang fisiknya kuat namun lemah akalnya, ada yang akalnya cerdas namun lemah fisiknya, dan ada
juga yang kuat fisiknya, cerdas akalnya, namun ternyata memiliki kekurangan lain.. Intinya kita tidak
boleh memandang orang lain sebelah mata, karena bisa jadi di balik kekurangan seseorang, terdapat
kelebihan lain yang tidak kita ketahui.

31.
‫َأْص ِلْح َنْفَس َك َيْص ُلْح َلَك الَّناُس‬
Perbaikilah dirimu sendiri, niscaya orang-orang lain akan baik padamu.

Kita sering mendengar orang berkata: “Orang baik akan bertemu dengan orang baik”. Memang
demikianlah adanya, biasanya memang orang yang baik akan selalu dikelilingi oleh orang-orang
yang baik pula. Maka jika kita ingin orang-orang yang berada di sekitar kita berlaku baik, yang perlu
kita perhatikan terlebih dahulu adalah memperbaiki diri sendiri.

32.

‫َفِّك ْر َقْبَل َأْن َتْع ِزَم‬


Berpikirlah dahulu sebelum kamu berkemauan (merencanakan).

Manusia diberikan akan oleh Allah supaya dapat berpikir dan mempertimbangkan segala hal yang
akan ia lakukan, karena itu pula segala amal perbuatannya akan dipertanggungjawabkan pada hari
kiamat nanti. Maka sudah selayaknya bagi kita untuk berpikir matang-matang sebelum melakukan
sesuatu.

33.
‫َم ْن َع َر َف ُبْعَد الَّس َفِر ِاْس َتَعَّد‬
Barangsiapa tahu jauhnya perjalanan, bersiap-siaplah ia.

Maksudnya adalah bahwasanya perjalanan hidup kita ini sebenarnya panjang dan berliku-liku, maka
hendaklah kita mempersiapkan diri kita untuk menghadapi segala hal yang mungkin akan terjadi ke
depannya. Prinsip ini berlaku pula bagi orang yang akan memulai sebuah pekerjaan yang berat, maka
hendaklah ia mempersiapkan dirinya matang-matang agar pekerjaannya itu tidak kandas di tengah
jalan.

34.
‫َم ْن َح َفَر ُح ْفَر ًة َو َقَع ِفْيَها‬
Barang siapa menggali lubang, akan terperosoklah ia di dalamnya.

Hal ini senada dengan firman Allah SWT di dalam surah As-Syura ayat 40 :
35.
‫َعُد ٌّو َعاِقٌل َخ ْيٌر ِم ْن َص ِد ْيٍق َج اِهٍل‬
Musuh yang pandai, lebih baik daripada teman yang bodoh.

Karena teman yang bodoh terkadang malah menjerumuskan kita kepada langkah yang salah yang
akhirnya membuat kita merugi. Adapun musuh yang pandai, malah memberikan kita semangat untuk
meningkatkan kemampuan diri kita agar mampu bersaing ataupun mengalahkannya.

36.
‫َم ْن َك ُثَر ِإْح َس اُنُه َك ُثَر ِإْخ َو اُنُه‬
Barangsiapa banyak perbuatan baiknya, banyak pulalah temannya.

Tidak perlu diragukan lagi bahwa orang yang sering berbuat baik kepada orang lain akan disukai olah
banyak orang. Demikian pula sebaliknya, orang yang sering berbuat keburukan, pasti akan dijauhi
oleh orang lain.

37.

‫ِاْج َهْد َو َال َتْك َس ْل َو َال َتُك َغ اِفًال َفَنَداَم ُة الُعْقبَى ِلَم ْن َيَتكَاَس ُل‬
Bersungguh-sungguhlah dan janganlah bermalas-malasan dan jangan pula lengah, karena
penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malas.

Kemalasan adalah salah satu penyakit berbahaya yang perlu dihindari, karena itulah Rasulullah SAW
mengajarkan kita untuk berdoa:

‫ َو َنُعوُذ ِبَك ِم ْن‬، ‫ َو َنُعوُذ ِبَك ِم ْن اْلُجْبِن َو اْلُبْخ ِل‬، ‫ َو َنُعوُذ ِبَك ِم ْن اْلَع ْج ِز َو اْلَك َس ِل‬، ‫الَّلُهَّم ِإَّنا َنُعوُذ ِبَك ِم ْن اْلَهِّم َو اْلَح َز ِن‬
. ‫َغ َلَبِة الَّد ْيِن َو َقْهِر الِّر َج اِل‬
“Ya Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kesusahan, kesedihan, kelemahan,
kemalasan, kekikiran, lilitan hutang dan tekanan orang lain.”
38.

‫َال ُتَؤ ِّخ ْر َع َم َلَك ِإلَى الَغِد َم ا َتْقِدُر َأْن َتْع َم َلُه الَيْو َم‬
Janganlah mengakhirkan hingga esok hari pekerjaanmu yang kamu dapat mengejakannya pada
hari ini.

Ini adalah sebuah prinsip hidup yang patut untuk kita pegang, karena manusia itu cenderung lupa
dan waktu itu terus berjalan tanpa pernah berhenti. Jika pekerjaan hari ini ditunda hingga esok hari,
bisa jadi pekerjaan itu akan terlupakan atau bisa jadi esok hari akan muncul pekerjaan lain yang akan
membuat pekerjaan kita semakin bertumpuk.

39.
‫ُاْتُرِك الَّش َّر َيْتُر ْك َك‬
Tinggalkanlah kejahatan, niscaya ia (kejahatan itu) akan meninggalkanmu.

Tidak semua dosa dan kesalahan yang diperbuat oleh manusia itu disebabkan oleh godaan Setan.
Terkadang penyebab utama dari sebuah dosa adalah nafsu yang ada di dalam diri manusia itu
sendiri. Karena itulah dikatakan, tinggalkan kejahatan. Maksudnya tinggalkanlah godaan hawa nafsu
itu, niscaya kita akan terhindar dari perbuatan dosa itu.

40.

‫َخ ْيُر الَّناِس َأْح َس ُنُهْم ُخ ُلقًا َو َأْنَفُعُهْم ِللَّناِس‬


Sebaik-baik manusia itu adalah yang paling baik budi pekertinya dan yang paling bermanfaat bagi
manusia.
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang artinya ia harus dapat berinteraksi dengan orang-
orang di sekitarnya dengan baik. Karena itu ia harus berperan penting di dalam masyarakat dengan
memberikan manfaat ataupun dengan berakhlak baik sehingga terciptalah suasana yang rukun dan
harmoni.

41.
‫فِي الَّتَأِّني الَّس َالَم ُة َو فِي الَعَج َلِة الَّنَداَم ُة‬
Di dalam kehati-hatian itu ada keselamatan, dan di dalam ketergesa-gesaan itu ada penyesalan.
Tidak hati-hati dan tergesa-gesa adalah dua hal yang sangat berbahaya. Sering sekali kita
mendengar kisah orang-orang yang celaka karena 2 hal ini. Contoh yang paling sering kita dengar
adalah kecelakaan lalu lintas -Naudzubillah min dzalik- sering terjadi akibat sikap pengemudi
kendaraan yang kurang hati-hati dan tergesa-gesa.

42.
‫َثْم َر ُة الَّتْفِر ْيِط الَّنَداَم ُة َو َثْم َر ُة الَح ْز ِم الَّس َالَم ُة‬
Buah kecerobohan itu adalah penyesalan, dan buah kecermatan itu adalah keselamatan.
Maksud dari Mahfuzhat ini kurang lebih sama seperti Mahfuzhat sebelumnya. Kita hendaknya selalu
menghindari sikap ceroboh. Hendaknya semua perbuatan kita dilakukan dengan hati-hati, tidak
terburu-buru dan harus dengan perhitungan yang matang.

43.
‫الِّر ْفُق ِبالَّضِع ْيِف ِم ْن ُخ ُلِق الَّش ِرْيِف‬
Berlemah lembut kepada orang yang lemah itu adalah salah satu perangai orang yang mulia
(terhormat).

Dalam Islam kita diajarkan untuk selalu berlemah lembut kepada orang yang lemah, Rasulullah SAW
adalah contoh paling sempurna dalam hal ini. Banyak sekali ayat yang menyebutkan bagaimana
kelembutan akhlak Nabi Muhammad SAW, diantaranya adalah firman Allah SWT yang artinya:

“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali
Imron: 159)

Kalau kita perhatikan lagi ayat ini, sikap lemah lembut Rasulullah SAW ini adalah salah satu kunci
kesuksesan dakwah beliau, karena andai saja beliau tatkala itu berlaku kasar, pastinya banyak orang
yang tak tertarik dengan Islam.

44.
‫َفَج َز اُء َسِّيَئٍة َسِّيَئٌة ِم ْثُلَها‬
Balasan suatu kejahatan itu adalah kejahatan yang sama dengannya.
Mahfuzhat ini serupa dengan salah satu ayat Al-Quran, yaitu surah As-Syura ayat 40 yang berbunyi:

‫َو َج َزاُء َس ِّيَئٍة َس ِّيَئٌة ِم ْثُلَهاۖ َفَم ْن َع َفا َو َأْص َلَح َفَأْج ُر ُه َع َلى ِهَّللاۚ ِإَّنُه اَل ُيِح ُّب الَّظاِلِم يَن‬
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan
berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-
orang yang zalim.”
Maksudnya adalah apabila ada seseorang yang menzalimi orang lain, maka orang yang dizalimi itu
punya hak untuk membalasnya (Qisash) dengan cara yang serupa, tidak boleh melebihi itu. Artinya
jiwa dibalas jiwa, luka dibalas dengan luka serupa, dan seterusnya.

Namun perlu dicatat bahwa dalam hukum Islam, pelaksanaan Qisash ini hanya boleh dilakukan di
hadapan hakim atau pihak yang memiliki otoritas, jadi tidak boleh dilakukan secara personal, karena
malah akan menjadi perang antar keluarga, suku, dst.

Adapun jika orang tersebut memaafkan, maka itu lebih baik dan ada pahala baginya di sisi Allah.
Maka sikap memaafkan ini adalah sikap yang paling utama.

45.
‫َتْر ُك الَج َو اِب َعلَى الَج اِهِل َج َو اٌب‬
Tidak menjawab terhadap orang yang bodoh itu adalah sebuah jawaban.

Jangan salah kaprah dalam memahami kalimat di atas. Maksud dari orang “bodoh” di sini adalah
orang yang tak punya keinginan untuk menerima kebenaran, bukan bodoh dalam artinya orang yang
belum atau tak punya pengetahuan.

Amr bin Hisyam diberikan gelar “Abu Jahal” (Bapak kebodohan), bukanlah karena ia bodoh dalam
artian tak punya ilmu, malah sebaliknya ia adalah salah satu pemuka suku Qurays di Makkah yang
sangat dihormati dan bahkan dianggap sebagai orang yang bijak kala itu. Namun karena hatinya
tertutup dan tak mau menerima kebenaran –walaupun ia tahu bahwa yang disampaikan itu adalah
kebenaran- lah ia dijuluki sebagai Abu Jahal.

Adapun orang yang bertanya kepada kita karena ia benar-benar tidak tahu dan ingin mempelajarinya
dari kita maka justru wajib bagi kita menjawab pertanyaannya tersebut.

46.
‫َم ْن َع ُذ َب ِلَس اُنُه َك ُثَر ِإْخ َو اُنُه‬
Barang siapa manis tutur katanya (perkataannya) banyaklah temannya.

Manusia itu secara fitrahnya menyukai keindahan, termasuk juga keindahan dalam bertutur kata,
karena itulah secara alami orang yang tutur katanya baik, pasti disenangi banyak orang, dan
sebaliknya orang yang kata-katanya selalu membuat orang sakit hati pasti akan dijauhi.
47.

‫ِإَذ ا َتَّم الَعْقُل َقَّل الَكَالُم‬


Apabila akal seseorang telah sempurna maka sedikitlah bicaranya.

Demikianlah sikap orang-orang bijak, mereka bukanlah tipe orang yang banyak bicara. Adapun jika
mereka berbicara mereka hanya membicarakan hal-hal yang perlu saja.

Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaknya ia berkata baik, ataupun diam”. (Muttafaq Alaih).

48.

‫َم ْن َطَلَب َأًخ ا ِبَال َع ْيٍب َبِقَي َبَال َأٍخ‬


Barang siapa mencari teman yang tidak bercela, maka ia akan tetap tidak mempunyai teman.

“Tak ada gading yang tak retak”, demikianlah pepatah mengajari kita bahwa tak ada satu pun orang
yang tak punya kekurangan, karena itu jika kita hanya mau berteman dengan orang yang tak punya
cela, maka kita selamanya tak akan punya teman.

Selain itu, dalam bergaul kita juga perlu melihat sisi positif dari seseorang, karena dibalik
kekurangannya, ia pasti ia punya kelebihan. Karena itu pula dalam hubungan keluarga, para suami
diperintahkan untuk bersabar atas kekurangan pasangannya.

Dalam sebuah hadis dikatakan:


“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istrinya). Jika ia tidak suka satu
perangainya maka (bisa jadi) ia menyenangi perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
49.
‫ُقِل الَح َّق َو َلْو َك اَن ُم ًّر ا‬
Katakanlah yang benar itu, walaupun pahit.
Iya, ini adalah prinsip yang benar jika dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat.
Perlu kita ingat bahwa dalam berbicara, selain benar, kita juga harus bijak, kita harus mengenal lawan
bicara kita. Misalnya ketika bertemu dengan orang yang melakukan kesalahan lantas kita
menegurnya secara langsung tanpa retorika bicara yang baik, alih-alih teguran kita tersebut membuat
orang itu sadar, yang ada malah membuatnya marah dan membenci kita.

Rasulullah SAW bersabda: ‫ َخ اِط ُبوا الَّناَس َع َلى َقْد ِر ُع ُقْو ِلِهْم‬yang artinya “Berbicaralah kepada orang-orang
sesuai dengan kadar kemampuan akal pikiran mereka”.

Artinya kita harus bisa memilih kata-kata yang tepat agar dapat dipahami dan diterima oleh lawan
bicara kita. Nah setelah waktu dan tempatnya dirasa tepat, barulah kita bisa menyampaikan sebuah
kebenaran yang walaupun pahit untuk disampaikan.

50.
‫َخ ْيُر َم اِلَك َم ا َنَفَعَك‬
Sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu.

Ini adalah pedoman dasar bagi kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. Maka ketika kita hendak
membeli sesuatu, yang menjadi pertimbangan utama kita hendaknya adalah segi manfaatnya. Karena
banyak sekali sesuatu yang menarik hati kita namun ternyata tak bermanfaat sama sekali bagi kita.

51.
‫َخ ْيُر اُألُم ْو ِر َأْو َس اُطَها‬
Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahannya (yang sedang saja).

Maksud dari Mahfuzhat ini adalah bahwa kita hendaklah menjauhi Ifrath (Terlalu berlebihan)
dan Tafrith (Terlalu kurang) dalam setiap hal. Misalnya, berlebihan dalam beribadah sampai
mengabaikan hak-hak tubuh untuk beristirahat bukanlah hal baik, demikian pula terlalu meremehkan
ibadah juga bukanlah hal yang baik.
Ingatlah hadits Nabi SAW yang menceritakan tentang salah seorang sahabat yang menyebutkan
bahwa ia semalaman tidak akan tidur demi sholat Sunnah, yang lainnya berkata dia akan selalu
berpuasa tiap hari, sementara sahabat yang lain mengatakan bahwa ia akan menjauhi wanita dan
tidak akan menikah.

Ternyata komentar Rasulullah SAW atas perkataan mereka ketika itu adalah: “Sesungguhnya aku
adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku
berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku pun tidur, dan aku menikahi wanita. Siapa yang membenci
sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Artinya kita harus seimbang dalam segala hal, tidak terlalu berlebihan, dan tidak pula terlalu kurang
atau meremehkan.

52.

‫ِلُك ِّل َم َقاٍم َم َقاٌل َو ِلُك ِّل َم َقاٍل َم َقاٌم‬


Tiap-tiap tempat ada kata-katanya yang tepat, dan pada setiap kata ada tempatnya yang tepat.

Dalam bertutur kata, ada seni yang harus kita perhatikan. Selain memastikan bahwa apa yang kita
ucapkan itu adalah sesuatu yang benar, kita juga harus memastikan bahwa perkataan itu juga
disampaikan di tempat dan waktu yang tepat.

53.
‫ِإَذ ا َلْم َتْس َتْح ِي َفاْص َنْع َم ا ِش ْئَت‬
Apabila engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu (apa yang engkau kehendaki).

Mahfuzhat ini diambil dari Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dengan redaksi lengkap
sebagai berikut:

‫ ِإَذ ا َلْم َتْس َتِح َفاْص َنْع‬،‫ ِإَّن ِم َّم ا َأْد َر َك الَّناُس ِم ْن َكاَل ِم الُّنُبَّوِة اُألْو َلى‬: ‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
]‫ [رواه البخاري‬. ‫َم ا ِش ْئَت‬
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-
orang dari ucapan Nabi-Nabi terdahulu adalah: “Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau
suka.” (HR. Bukhari).

Adapun maksud dari hadits tersebut adalah bahwa seseorang hendaklah selalu memiliki rasa malu
(untuk berbuat hal-hal yang tidak baik), karena tanpa adanya rasa malu ini maka seseorang akan
bebas berbuat semaunya tanpa peduli apakah hal itu baik ataupun buruk.
Selain itu, makna yang terkandung adalah bahwa rasa malu adalah sebagian dari hal yang disepakati
sejak masa Nabi terdahulu hingga masa Rasulullah SAW. Karena itu, dalam hadis Nabi yang lain
disebutkan juga bahwasanya malu adalah salah satu cabang dari Iman.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa rasa malu ini hendaknya tidak menghalangi kita untuk
melakukan hal yang benar, karena di dalam Al-Quran Allah SWT berfirman, yang artinya: “ Dan Allah
tidak malu dari kebenaran “ (Al-Ahzab : 53).

54.
‫َلْيَس الَعْيُب ِلَم ْن َك اَن َفِقْيًر ا َبِل الَعْيُب ِلَم ْن َك اَن َبِخ ْياًل‬
Bukanlah cela itu bagi orang yang miskin, tapi cela itu terletak pada orang yang kikir.

Iya, kefakiran bukanlah hal yang tercela sepanjang orang itu berusaha untuk mendapatkan rezeki
yang halal, karena memang tiap orang sudah ditentukan nasib dan rezekinya oleh Allah SWT.

Adapun kebakhilan atau kekikiran, maka ia adalah perilaku yang amat tercela, bukan hanya dibenci
oleh Allah, namun juga dibenci oleh manusia.

55.
‫َلْيَس الَيِتْيُم اَّلِذ ي َقْد َم اَت َو اِلُد ُه َبِل الَيِتْيُم َيِتْيُم الِع ْلِم َو اَألَد ِب‬
Bukanlah anak yatim itu yang telah meninggal orang tuanya, tapi (sebenarnya) yatim itu adalah
yatim ilmu dan budi pekerti.

Maksudnya adalah bahwa orang yang yatim (tidak memiliki) ilmu dan budi pekerti itu sebenarnya
nasibnya lebih menyedihkan dari orang yang kehilangan orang tuanya. Sebab kehilangan orang tua,
walaupun ia adalah hal yang sangat menyedihkan namun ia bukanlah sesuatu yang aib. Adapun
kehilangan ilmu dan budi pekerti, maka ia adalah hal yang sangat menyedihkan, sekaligus sebuah aib
yang harus segera dibenahi.

56.
‫ِلُك ِّل َع َم ٍل َثَو اٌب َو ِلُك ِّل َكاَل ٍم َج َو اٌب‬
Setiap pekerjaan itu ada balasannya, dan setiap perkataan itu ada jawabannya.

Artinya tidak ada hal yang sia-sia, semua yang kita lakukan, baik berupa pekerjaan maupun berupa
perkataan pasti akan mendapat ganjaran. Adapun makna yang lain dari Mahfuzhat di atas adalah tak
ada pertanyaan yang tak memiliki jawaban, dan tak ada masalah yang tak punya solusi.
57.
‫َو َعاِم ِل الَّناَس ِبَم ا ُتِح ُّب ِم ْنُهْم َداِئمًا‬
Dan selalu pergaulilah orang-orang dengan apa-apa yang engkau sukai daripada mereka.

Maksudnya adalah kita harus memperlakukan orang-orang dengan perlakuan yang kita ingin mereka
lakukan itu kepada kita. Artinya jika kita ingin orang-orang berbuat baik kepada kita maka kita juga
harus berbuat baik kepada mereka. Demikian pula sebaliknya, jika kita tidak ingin mendapatkan
perlakukan yang tidak kita suka dari mereka, maka janganlah kita melakukan sesuatu yang tidak
mereka sukai.

Contoh nyatanya adalah: jika kita ingin dihormati, maka hormatilah orang lain. Jika kita tak suka
dicandai berlebihan, maka janganlah bercanda berlebihan dengan orang lain, dan seterusnya.

58.
‫َهَلَك اْم ُر ٌؤ َلْم َيْع ِر ْف َقْد َر ُه‬
Hancurlah seseorang yang tidak tahu dirinya sendiri.

Seorang pelajar yang terus bermain-main dan berleha-leha padahal ia tahu bahwa ia akan segera
menghadapi sebuah ujian akhir, adalah contoh dari orang yang “tidak mengetahui kadar dirinya”.
Artinya ia tidak tahu bahwa dirinya masih bodoh dan perlu belajar.

Dalam hidup ini, kita harus selalu bermuhasabah diri, introspeksi diri, dan mengenal kelebihan dan
kekurangan diri kita. Kita harus selalu membekali diri kita dengan apa yang kita butuhkan di
kemudian hari. Jika tidak, maka kita tidak akan mampu bertahan menghadapi tantangan-tantangan
yang terkadang datang tiba-tiba di kemudian hari.

59.
‫َر ْأُس الُّذ ُنْو ِب الَك ِذُب‬
Kepala dari segala dosa itu, adalah kebohongan.

Biasanya, orang yang melakukan sebuah kebohongan akan berusaha untuk menutupi kebohongan
itu, dan tak jarang jalan yang ditempuh adalah dengan menutup kebohongan itu dengan
kebohongan-kebohongan yang lainnya. Sehingga satu kesalahan itu pun membuahkan kesalahan-
kesalahan baru sehingga ia pun menjadi sebuah dosa yang besar.
60.

‫َم ْن َظَلَم ُظِلَم‬


Barang siapa menzalimi (orang lain) niscaya akan dizalimi (dibalas).

Tidak ada sesuatu pun amal perbuatan manusia yang tidak mendapat balasan. Apalagi kalau hal ini
adalah sebuah kezaliman, pasti akan dibalas oleh Allah, cepat atau lambat. Dalam sebuah hadis
Rasulullah SAW bersabda:

‫َم ْن َظَلَم ِقيَد ِش ْبٍر ُطِّو َقُه َيْو َم اْلِقَياَم ِة ِم ْن َس ْبِع َأَرِض يَن‬
‘Siapa yang menzalimi seseorang dalam hal sejengkal tanah, pada hari kiamat kelak ia akan dikalungi
tujuh bumi.‘ (HR Al-Bukhari dan Muslim).”

Dalam sebuah hadis lainnya Rasulullah SAW juga bersabda:

‫ َو َك َذ ِلَك َأْخ ُذ َر ِّبَك ِإَذ ا َأَخ َذ اْلُقَر ى‬:‫ ُثَّم َقَر َأ‬،‫ ِإَّن هَّللا َلُيْمِلي ِللَّظاِلِم َفِإَذ ا َأَخ َذ ُه َلْم ُيْفِلْتُه‬:‫َقاَل َر ُسوُل هَّللا ﷺ‬
)‫ (ُم َّتَفٌق َع َليِه‬- ]102:‫َو ِهَي َظاِلَم ٌة ِإَّن َأْخ َذ ُه َأِليٌم َش ِد يٌد [هود‬
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah akan menunda siksaan bagi
orang yang berbuat zalim. Apabila Allah telah menghukumnya, maka Dia tidak akan pernah
melepaskannya." Kemudian Rasulullah membaca ayat yang berbunyi: 'Begitulah azab Tuhanmu,
apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
sangat pedih dan keras.' (Qs. Hud (11): 102).
Naudzubillah min dzalik, semoga kita semua terhindar dari kezaliman orang lain dan juga terhindar
dari berbuat kezaliman terhadap orang lain. Aamiin Yaa Rabb.

61.
‫َلْيَس الَج َم اُل ِبَأْثَو اٍب ُتَز ِّيُنَنا ِإَّن الَج َم اَل َج َم اُل الِع ْلِم َو اَألَد ِب‬
Bukanlah kecantikan itu dengan pakaian yang menghias kita, namun sesungguhnya kecantikan itu
ialah kecantikan ilmu dan budi pekerti.
Kata pepatah Inggris: “Don’t judge a book by its cover”, maksudnya janganlah kita menilai sebuah
buku hanya dengan melihat covernya saja.
Demikian pula dengan hubungan kita sesama manusia, kita sering kali menilai orang hanya dari
penampilan luarnya saja. Kita lupa bahwa keindahan yang ada di dalam diri seseorang yaitu
keindahan yang dihasilkan oleh adanya ilmu dan perangai yang baik itu jauh lebih berharga dari
keindahan lahiriah yang akan pudar seiring berjalannya waktu.

Adapun sisi lain yang dapat kita tarik dari Mahfuzhat ini adalah bahwasanya ilmu juga harusnya
disertai dengan budi pekerti yang baik. Artinya ilmu yang banyak namun tak diiringi dengan adanya
budi pekerti yang baik itu laksana pohon tak berbuah.
62.
‫اَل َتُك ْن َر ْطًبا َفُتْعَصَر َو اَل َياِبًس ا َفُتَك َّسَر‬
Janganlah engkau bersikap lemah sehingga engkau akan diperas, dan janganlah pula bersikap
keras, sehingga engkau akan dipatahkan.

Maksud dari Mahfuzhat ini adalah kita harus seimbang dalam segala urusan, kita harus menghindari
Ifrath (berlebihan) dan Tafrith (terlalu kurang).

Dalam pergaulan sehari-hari kita sering melihat ada orang yang terlalu kasar sehingga dimusuhi
banyak orang, namun ada pula orang yang terlalu “lembek” sehingga malah menjadi
objek Bullying ataupun dipermainkan oleh orang-orang di sekitarnya. Karena itu dalam Mahfuzhat
lain juga dikatakan “Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya”.

63.
‫َم ْن َأَعاَنَك َع َلى الَّش ِّر َظَلَم َك‬
Barang siapa menolongmu dalam kejahatan maka ia telah menzalimimu.

Maksud dari Mahfuzhat ini adalah bahwa sesungguhnya orang yang membantu kita melakukan
sebuah keburukan itu pada hakikatnya sedang menjerumuskan kita dalam sebuah dosa, oleh sebab
itu ia pada hakikatnya sedang menzalimi kita.
Demikian pula sebaliknya, ketika kita membantu seseorang melakukan sebuah kejahatan, maka kita
pada saat ini sedang menzaliminya karena kita menjerumuskannya dalam sebuah dosa.
Dalam Islam, seseorang hendaknya mencegah saudaranya dari berbuat kejahatan, karena sebenarnya
itulah bentuk kasih sayang kita sebagai sesama muslim.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:

‫اْنُصْر َأَخ اَك َظاِلًم ا َأْو َم ْظُلوًم ا‬


“Tolonglah saudaramu baik ketika ia sedang berbuat zalim maupun ketika ia sedang dizalimi”.
Kemudian salah seorang sahabat bertanya:
“Ya Rasulallah, aku paham bahwa orang yang dizalimi harus aku tolong, namun bagaimana dengan
menolong orang yang berbuat zalim?”
Rasulullah SAW pun menjawab:

‫ َفِإَّن َذ ِلَك َنْص ُرُه‬، ‫َتْح ُج ُز ُه َأْو َتْم َنُعُه ِم َن الُّظْلِم‬


“Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya itulah bentuk pertolongan baginya”.
(Muttafaq ‘Alaih)
64.

‫ َذ َك اٌء َو ِح ْر ٌص َو اْج ِتَهاٌد َو ِد ْر َهٌم َو ُصْح َبُة ُأْس َتاٍذ‬: ‫َأِخ ي َلْن َتَناَل الِع ْلَم ِإَّال ِبِس َّتٍة َس ُأْنِبْيَك َعْن َتْفِص ْيِلَها ِبَبَياٍن‬
‫َو ُطْو ُل َز َم اٍن‬

Saudaraku! Kamu tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara, akan aku
beritahukan perinciannya dengan jelas :
1). Kecerdasan
2). Ketamakan (terhadap ilmu)
3). Kesungguhan
4). Harta benda (bekal)
5). Mempergauli guru (bermuamalah dengan baik)
6). Waktu yang panjang
Karena Mahfuzhat ini sudah sangat jelas, maka nampaknya tidak perlu disyarah 😊

65.

‫الَعَمُل َيْج َعُل الَّصْعَب َسْه اًل‬

Bekerja itu membuat yang sukar menjadi mudah.

Maksudnya adalah sering kali sesuatu itu terlihat sulit sebelum ia dikerjakan, padahal ketika sudah
dilakukan ia akan menjadi mudah.

Misalnya ada seseorang yang ingin membangun sebuah usaha, dalam pikirannya usaha yang akan ia
bangun tersebut adalah sebuah usaha yang sangat sulit dijalankan, butuh banyak biaya, persaingan
ketat, dan lain sebagainya.

Namun ternyata setelah dijalani, ia pun merasa bahwa ternyata usaha tersebut tidaklah sesulit yang
ia bayangkan dulu.

Di sini lah letak kuncinya, bahwa di dalam sebuah pergerakan itu ada berkah:

‫َتَح َّر ْك َفِإَّن ِفي اْلَحَر َك ِة َبَر َك ًة‬

“Bergeraklah, karena sesungguhnya di dalam sebuah pergerakan itu ada keberkahan”, demikian
wejangan yang selalu diulang oleh Kyai Syukri di Gontor dulu.
66.
‫َم ْن َتَأَّنى َناَل َم ا َتَم َّنى‬
Barang siapa berhati-hati, niscaya mendapatkan apa-apa yang ia cita-citakan.
Kita hendaknya selalu bersikap hati-hati dalam segala urusan, karena sering sekali terjadi seseorang
mendapatkan celaka karena kurangnya hati-hati.

67. ‫ُاْطُلِب الِع ْلَم َو َلْو ِبالَّصْيِن‬

Carilah/tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina.

Penyebutan negeri China di sini tidaklah bermaksud untuk menunjukkan kemuliaan bangsa ataupun
negeri China dibandingkan bangsa-bangsa lainnya, adapun maksud dari disebutnya Negeri China di
sini adalah karena ia (dulu) dikenal sebagai negeri yang sangat jauh dari jazirah Arab. Maka dipakailah
ia untuk menunjukkan posisi yang sangat jauh.

Pelajaran yang dapat kita ambil adalah bahwa menuntut ilmu itu adalah sebuah kewajiban bagi kita,
karena itu kita dianjurkan untuk berkelana mencari ilmu walaupun sampai ke tempat yang jauh.

Dulu, Imam Bukhari bahkan pernah melakukan perjalanan dari kota Bukhara di Asia tengah hingga ke
Baghdad yang berjarak sekitar 2000 km, hanya untuk mengecek kesahihan sebuah hadis.

Demikianlah semangat para ulama terdahulu dalam mencari ilmu yang hendaknya menjadi motivasi
bagi kita semua untuk terus bersemangat dalam menuntut ilmu.

68.

‫الَّنَظاَفُة ِم َن اِإل ْيَم اِن‬


Kebersihan itu sebagian dari iman.
Kalimat ini bukanlah sebuah hadis, namun maknanya mirip dengan sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim yang berbunyi:

‫الُّطُهْو ُر َش ْطُر اِإْل ْيَم اِن‬


“Kesucian/bersuci merupakan setengah/sebagian dari Iman” (HR. Muslim: 328).
Namun perlu dipahami bahwa ada perbedaan makna antara an-Nazhaafah (Kebersihan) dengan at-
Thuhuur (Kesucian).
Thuhuur itu mencakup kebersihan secara Hissi (Kebersihan yang dapat diperhatikan oleh indra), dan
juga kebersihan secara Maknawi (kebersihan jiwa). Sedangkan Nazhaafah sendiri hanyalah mencakup
kebersihan secara Hissi saja (kebersihan lahiriyah).
Karena itulah, semua hal yang suci itu pasti bersih, namun tidak semua hal yang bersih itu suci.

69.
‫ِإَذ ا َك ُبَر الَم ْطُلْو ُب َقَّل الُم َس اِع ُد‬
Kalau besar permintaannya maka sedikitlah penolongnya.
Kalimat ini bisa memiliki 2 arti:
Yang pertama: Bahwa sebuah permintaan tolong yang membutuhkan usaha yang besar untuk
menunaikannya pasti hanya akan mendapatkan segelintir orang yang bersedia untuk membantu.
Karena memang tidak banyak orang yang bisa membantu. Ini adalah normal dan tidak ada yang salah
dengan hal ini.

Kedua: adapun arti lain dari kalimat ini adalah bahwa orang yang terlalu sering meminta bantuan
orang lain (menjadikan itu sebagai kebiasaan), lambat laun akan kesulitan menemukan orang yang
bersedia menolongnya.

Misalnya ada seseorang yang sangat manja sehingga apa pun keperluannya selalu minta tolong
kepada orang lain (sebenarnya ia mampu untuk melakukannya sendiri), maka orang seperti ini lambat
laun tak akan dihiraukan oleh masyarakat, sehingga tatkala ia benar-benar membutuhkan
pertolongan, orang-orang akan enggan untuk menolongnya lantaran sikapnya yang terlalu gampang
untuk meminta tolong.

Terkait hal ini, Rasulullah SAW adalah contoh teladan, beliau selalu mengerjakan sendiri segala
keperluan beliau selama beliau mampu untuk mengerjakannya sendiri.

70.
‫َال َخ ْيَر فِي َلَّذ ٍة َتْعِقُب َنَد ًم ا‬
Tidak ada baiknya sesuatu keenakan yang diiringi (oleh) penyesalan.

Maksudnya adalah ketika kita hendak melakukan sesuatu, kita hendaknya selalu memikirkan
konsekuensi ataupun akibat dari perbuatan tersebut. Apakah ia akan menjadi kebaikan ataukah
keburukan bagi kita di kemudian hari.
Jangan sampai sesuatu yang akan kita lakukan tersebut hanya nampak indah di awal, namun
membawa penyesalan kepada kita di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai