Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Teori Berpikir

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEORI BERPIKIR

Di Susun Oleh :Muhamad Gozali

Mata Kuliah : Psikologi Umum & Perkembangan


Dosen : Abdul Azis

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL - BAROKAH
Tahun Pelajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan
seluruh ummatNya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Bimbingan Dan Konseling berjudul “Bimbingan dan konseling”. Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
khususnya kepada Bapak Abdul salim, S.Pd.i.,M.Pd. selaku dosen Bimbingan dan koseling yang
telah memberikan tugas ini pada kami. Kami memperoleh banyak manfaat setelah menyusun
tugas ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan
kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.

Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.

Depok, 19 Oktober 2022


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berpikir merupakan suatu aktivitas kerja otak tentang sesuatu hal tertentu.
Misalnya saja berpikir sebagai aktivitas mental, dimana berpikir tidak hanya melibatkan
kerja otak, melainkan juga melibatkan seluruh tubuh dan perasaan mausia. Contohnya:
berpikir ketika kita akan membuat sebuah puisi, berpikir ketika kita membaca novel,
ataupun berpikir ketika kita memecahkan suatu masalah tertentu. Saat kita memecahkan
suatu logika ataupun teka-teki tertentu, kita pasti berpikir bagaimana cara
memecahkannya. Proses berpikir dalam hal ini berhubungan dengan bernalar. Berpikir
juga berhubungan dengan bahasa, misalnya saja ketika kita akan mengatakan sesuatu
kepada teman yang sudah lama tidak kita temui, kita pasti akan berpikir terlebih dahulu
apa yang akan kita katakan ketika bertemu dengan mereka. Oleh karena itu, berpikir
bermacam-macam, tidak hanya berhubungan dengan aktivitas mental, bernalar, ataupun
bahasa saja.

B. Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Teori Berpikir?
2) Apa Teori Berpikir sebagai Aktivitas Mental?
3) Apa perbedaan berpikir dan bernalar?
4) Apa hubungan bahasa dengan berpikir?
5) Apa Saja Macam-Macam Berpikir?

C. Tujuan
1) Memahami Pengertian teori berpikir.
2) Memahami tentang teori berpikir sebagai aktivitas mental.
3) Memahami perbedaan berpikir dan bernalar
4) Memahami hubungan antara bahasa dan berpikir
5) Memahami macam-macam berpikir.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Berpikir


Berpikir adalah berkembangnya suatu ide, konsep, pemikiran yang baru yang
keluar dari dalam diri seseorang. Dan berkembangnya pemikiran itu sendiri dari
informasi yang telah didapat dan disimpan oleh seseorang dalam yang berupa pengertian-
pengertian. Berpikir juga adalah suatu pekerjaan yang melibatkan kerja otak seseorang,
dan terkadang ide atau konsep itu akan muncul dengan sendirinya ketika seseorang itu
merasa terdesak jadi, tidak selamnya berpikir itu keluar setelah seseorang mendapatkan
informasi-informasi yang telah disimpan seperti halnya ketika seseorang mendapatkan
suatu masalah dan seseorang tersebut akan mulai berpikir bagaimana cara agar mereka
bisa mendapat jalan keluar dari masalah tersebut.
Berpikir juga dapat diartikan pekerjaan yang susah payah dimana kita harus
mengerjakan otak kita untuk memahami sesuatu yang dimana itu membutuhkan waktu
yang lumayan lama atau mencari suatau jawaban tentang suatu peristiwa yang diaman
peristiwa tersebut sangat sulit untuk menemukan jawabannya.
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan
terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian
yang kita inginkan.
Pada hakikatnya, berpikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk membedakan
antara manusia dengan makhluk lain. Dengan dasar berpikir ini, manusia dapat
mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir juga disebut sebagai
proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan
merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran, disamping
rasa untuk mencapai keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Dengan akal
inilah, manusia dapat berpikir untuk mencari kebenaran hakiki.
B. Berpikir Sebagai Aktivitas Mental
“Berpikir” mencakup banyak aktivitas mental. Berpikir dilakukan oleh kita setiap
hari, seperti berpikir saat melamun sambil menunggu kuliah pengantar psikologi dimulai,
berpikir saat mencoba memecahkan soal ujian yang diberikan di kelas, berpikir saat
menulis artikel, menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran,
merencanakan liburan, dan lain-lain.
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Selain itu,
berpikir juga melibatkan seluruh pribadi, perasaan, dan kehendak manusia. Berpikir juga
berarti berjerih payah secara mental memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan
keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berpikir juga termuat kegiatan
meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengevaluasi, membandingkan,
menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan,
melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, menimbang dan memutuskan.
Biasanya, kegiatan berpikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk
dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.
Berpikir manusia selalu tersituasikan dalam kondisi konkret subjek yang bersangkutan
dan juga dikondisikan oleh struktur bahasa yang dipakai serta konteks sosio-budaya dan
historis tempat kegiatan berpikir dilakukan.
Kita semua berpikir, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian anak,
umpamanya tumbuh dengan kemahiran “alami” dalam bidang angka-angka, namun
sebagian anak-anak lainnya mempunyai kemampuan “intutif” dan ada juga anak-anak
yang yang “bagus dalam kata-kata”. Perbedaan dalam berpikir dan memecahkan masalah
merupakan hal nyata dan penting. Perbedaan ini mungkin sebagian disebabkan oleh
faktor pembawaan sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan
seseorang. Namun, jelas bahwa proses keseluruhan dari pendidikan formal dan
pendidikan informal sangat mempengaruhi pula mutu pemikirannya.
Para ahli melihat ihwal berpikir ini dari perspektif yang berlainan. Ahli-ahli
psikologi asosiasi, misalnya, menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan
tanggapan-tanggapan ketika subjek berpikir pasif. Plato beranggapan bahwa berpikir
adalah berbicara dalam hati. Sehubungan dengan pendapat Plato ini, ada yang
berpendapat bahwa berpikir adalah aktivitas ideasional (Woodworth dan Marquis, dalam
Suryabrata, 1995:54). Pada pendapat yang terakhir itu dikemukakan dua kenyataan, yakni
:
1) Berpikir adalah aktivitas; jadi subjek yang berpikir aktif, dan
2) Aktivitas bersifat ideasional; jadi bukan sensoris dan bukan motoris, walaupun
dapat diserati oleh kedua hal itu; berpikir menggunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Piaget menciptakan teori bahwa cara berpikir logis berkembang secara bertahap,
kira-kira pada usia dua tahun dan pada sekitar tujuh tahun. Pada beberapa periode yang
berbeda dari perkembangan mereka, anak-anak mampu melakukan berbagai jenis
interaksi yang berbeda, dan sampai pada berbagai pemahaman yang berbeda. Periode
sebelumnya sekitar usia dua tahun disebutnya periode sensori-motor, usia dua sampai
tujuh tahun periode pra-oprasional dan dari usia tujuh tahun seterusnya periode
operasional (yang dibaginya menjadi dua) - periode oprasi konkret (tujuh sampai sebelas
tahun) dan periode operasi formal (sebelas tahun sampai usia dewasa) (Sylva& Lunt,
1986).
Menurut Piaget, cara berpikir anak-anak sama sekali tidak seperti cara berpikir
orang dewasa. Pemikiran anak-anak tampaknya diatur berlainan dengan orang yang lebih
besar. Anak-anak kelihatannya memecahkan persoalan pada tingkatan yang sama sekali
berbeda. Perbedaan anak-anak yang lebih kecil dan lebih besar tidak terlalu berkaitan
dengan persoalan bahwa anak yang lebih besar mempunyai pengetahuan yang lebih
banyak, melainkan karena pengetahuan mereka berbeda jenis.
Pada tahun-tahun terakhir ini, para ahli psikologi perkembangan telah berupaya
mengamati cara anak-anak mencari arti mengenai benda-benda. Perkembangan dari
pengertian semacam itu, pada anak-anak, tampak bergerak melalui tiga tahap yang besar.
Anak-anak yang sangat muda cenderung menemukan arti dari benda-benda
melalui penghayatan (actively). Menghayati di sini berarti bertindak terhadap benda
tersebut, yaitu meraba, merasakan, dan memegangnya.
Lantas, sekitar kurang lebih umur lima tahun, karena sesuatu proses pematangan
yang tidak begitu jelas, anak-anak mulai berpikir melalui wujud. Mereka mulai
memahami benda-benda melalui wujudnya. Selanjutnya, anak menuju tahap
perkembangan proses berpikir berikutnya dengan cara simbolik. Mereka menggunakan
simbol abstrak sebagai sarana berpikir.
Dalam menjelaskan proses berpikir, Arthur Koestler dalam buku The Art of
Creativity, telah mengajukan teori berpikir bisosiatif sebagai cara melukisakan proses
kreativitas. Jenis berpikir yang kreatif, divergen, logis, analitik, sebagaimana menjadi
tugas dan fungsi dari masing-masing belahan otak kanan dan kiri, telah dilukiskan
sebagai proses berpikir yang bisosiatif.
Menurut Gowan (Semiawan at al., 1988), kemampuan berpikir lintas bidang ini,
terletak pada tingkat berpikir di atas tingkat berpikir abstrak konvergen, sebagaimana
dilukiskan oleh Piaget yang merupakan ciri utama dari kemungkinan perkembangan
berpikir usia 17 tahun ke atas.
Berpikir itu, seperti kata ahli pikir, tampaknya mudah saja; sejak kecil dan
terutama bila dipraktikan, ternyata mengandung banyak kesulitan. Orang dengan mudah
bisa tersesat. Guna menghindari kesesatan dan kesalahan dalam upaya mencapai
kebenaran, disusunlah logika yaitu sebagai pegangan buat pikiran kita dalam
perjalanannya mencari insight mengenai seluruh kenyataan.
Dalam Islam, seruan berpikir, memperhatikan, dan mengetahui, tidak
dikhawatirkan akan membawa dampak negatif yang bertolak belakang dengan kebenaran
agama. Sebab, Islam beranggapan: kebenaran agama tidak akan bertentangan dengan
kebenaran rasio.
Pada hakikatnya, berpikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk membedakan
antara manusia dan makhluk lain. Dengan dasar berpikir ini, manusia dapat mengubah
keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal; manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan
intinya, sebagai sifat hakikat, sedangkan makhluk sebagai genus yang merupakan dhat,
sehingga manusia dapat dijelaskan sebagai makhluk berakal. Akal merupakan salah satu
unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran, di samping rasa untuk mencapai
keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Dengan akal inilah, manusia dapat
berpikir untuk mencari kebenaran hakiki.
C. Berpikir dan Bernalar

Dalam pemakaian sehari-hari, kata berpikir sering disamakan dengan bernalar atau
berpikir secara diskursif dan kualitatif. Kecenderungan ini menjadi sangat besar dengan
kecenderungannya rasionalitas ilmiah teknologis atau rasionalitas instrumental. Akan
tetapi, menurut sudarminta, sesungguhnya berpikir lebih luas dari sekedar bernalar (basis
05-06-2000:54). Seperti dikemukakan oleh Habermass, selain rasionalitas ilmiah
teknologis masih ada rasionalitas tindakan komunkatif.

Menurut Sudarminta, bernalar adalah kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan


dari premis premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar bisa mengambil bentuk
induktif dan deduktif. Penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan yang
berlaku umum (universal) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (partikular).
Sebaliknya, penalaran dedukti

Memang kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam berpikir. Akan
tetapi, menyamakan berpikir dengan bernalar seperti dikatakan Sudarminta, merupakan
suatu penyempitan konsep berpikir. Penalaran adalah kegiatan berpikir seturut asas
keseluruhan berpikir atau sesuai dengan hukum logika. Penalaran sebagai kegiatan
berpikir logis belum menjamin bahwa kesimpulan yang ditarik bisa saja salah kalau
premis-premis yang mendasari penarikan keimpulan itu ada yang salah.

Dalam bernalar memang belum ada benar salah. Yang ada adalah benar benar keliru
atau benar benar tidak ada yang salah. Tolak ukur penilaianya adalah asas asas logika
atau hukum penalaran. Akan tetapi, kalau kegiatan berpikir dimengerti secara ebih luas
dan menyeluruh, mulai dari pencerapan inderawi, konseptualisasi atau proses pemahaman
atas data yang diperoleh, serta berakhir dengan penegasan putusan, dapat saja kita
mengatakan benar salah dalam berpikir. Penalaran yang betul merupakan unsur yang
amat penting dalam kegiatan berpikir, dan dapat menunjang kegiatan berpikir yang benar.
D. Bahasa dan Pikiran
Dalam pengertian yang terbatas, berpikir tak bsa didefinisikan. Tiap kegiatan jiwa
yang menggunakan kata-kata pengertian selalu mengandung hal berpikir. Namun, secara
umum, tiap perkembangan dalam ide, konsep dan sebagainya dapat disebut berpikr
(Bochenski, dalam Suriasumantri,1999:52). Umpamanya, Jika seseorang bertanya kepada
saya, “ Apakah yang sedangkamu pikirkan?” Mungkin saya menjawab, “ Saya sedang
memikirkan keluarga saya.” Hal ini berarti bahwa bayangan, kenangan, dan sebagainya
hadir dan ikut mengikuti dalam kesadaran saya. Karena itu definisi paling umum berpikir
adalah perkembangan ide dan konsep.
Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan
yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahamann atau
pengertian yang kita inginkan.
Ciri-ciri yang utama dari berpikir adalah adanya abstraksi (Purwanto,1998:43).
Abstraksi dalam hal ini berarti anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda
kejadian-kejadian, an situasi-situasi yang mula-mula dihadapi sebagai kenyataan.
Hal abstraksi, sebagai faktor penting dalam berpikir, juga ditegaskan Astrid S.
Susanto dalam bukunya Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Menurutnya, sesuai
dengan kemampuan abstraksi ini, pada seseorang akan meningkat pula Kemampuan
merumuskan sesuatu dengan tepat, “Bahasa” atau “Lambang” yang
dipergunakannya/dimilikinnya terbatas pula (Susanto,1979:33). Berbagai penyelidikan di
lapangan industri dan kemiliteran menghasilkan bahwa pemimpin-pemimpin kelompok
memiliki kecakapan untuk berpikir abstrak yang lebh tinggi daripada anggota kelompok
yang mereka pimpin (Gerungan,1987:136).
Berpkir banyak sekali macamnya, namun secara garis besar dapat dibedakan
antara berpikir alamiah dan berpikir ilmiah (Bakry,1996). Berpikir alamiah yang
dimaksudkan disini adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya: misal, penalaran tentang panasnya api yang dapat
membakar jika dikenakan kayu, pasti kayu tersebut akan terbakar. Adapun berpikir
ilmiah yang dimaksud adalah pola penalaran erdasakan sarana tertentu secara teratur da
cermat, misalnya dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu
pada saat yang sama pada satu kesatuan.
Berpikir merupakan daya yang paling utama serta ciri yang khas yang
membedakan manusia dari hewan. Manusia apat berpikir karena manusia mempnyai
bahasa, sedangkan hewan tidak. “Bahasa” adalah bahasa insting yang tidak perlu
dipelajari dan diajarkan,sedangkan bahasa manusia adalah hasil kebudayaan yang hars
dipelajari dan diajarkan.
Dengan bahasa, manusia bisa memberi nama kepada segala sesuatu, baik yang
terlihat ataupun yang tidak terlihat. Semua benda, sifat, pekerjaan dan lain-lain yang
abstrak di beri nama. Dengan begitu, segaa sesuatu yang pernah diamati dan dialami
dapat disimpan, menjadi tanggapan-tanggapan dan pengalaman-pengalaman, kemudian
diolah (berpikir) menjadi pengertian pengertian.
Masih seputar hubungan bahasa dan pikiran, pepatah lama mengatakan, “Bahasa
menunjukkan kualitas pembicara.” Atau diperluas lagi, “Bahasa menunjukkan bangsa.”
Artinya, kepribadian seseorang atau bangsa dapat diamati dan di analisis dari tutur
katanya, bacaan yang digemarinya juga dari arakter bahasa yang ada, karena setiap
bahasa memiliki muatan filsafat yang akan membentuk sifat masyarakatnya, dan pada
urutannya, secara dialektis karakter masyarakat akan mementuk karakter bahasa yang
ada. Ibarat sebuah disket komputer, perasaan, pikiran, dan perilaku kita disadari atau
tidak banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang termuat dalam bahasa. Bahasa masuk
dalam sistem memori, kemudian bekerja mempengaruhi program perasaan dan pikiran
yang diteruska output-nya dalam bentuk ucapan dan perilaku. Itulah sebabnya, agama
maupun para psikolog sangat menekan agar orang tua mengenalkan kata-kata yang sehat
pada anak, yang bersifat positif dan optimis. Sebab, hal itu akan memengaruhi cara
berpikir hingga dewasa. Dari hasil pengamatan para diumpat, kelak kalau sudah besar,
sulit menumbuhkan rasa percaya diri. Anak yang selalu disalahkan dan tidak pernah
memperoleh penghargaan, kelak kalau besar, sulit bekerja sama dengan orang lain, dan
sulit baginya untuk menghargai prestasi orang lain (Hidayat,1996).

E. Macam-Macam Berpikir
Secara garis besar, ada dua macam berpikir: berpikir autistik dan
berpikir realistik (Rakhmat, 1994:69). Dengan berpikir autistik, seseorang melarikan diri
dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Sedangkan berpikir
realistik (sering disebut reasoning atau nalar) merupakan berpikir dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch (1967), seperti dikutip Rakhmat
(1994:69), menyebut tiga macam berpikir realistik, yaitu:
1) Berpikir Deduktif
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata
Latin deducere (de berarti ‘dari’, dan kata ducere berarti ‘mengantar’,’memimpin’).
Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata tersebut berarti ‘mengantar
dari suatu hal ke hal lain’. Sebagai suatu istilah penalaran, deduksi merupakan proses
berpikir (penalaran) yang bertolak dari preposisi yang sudah ada, menuju preposisi
baru yang berbentuk suatu kesimpulan. (Keraf, 1994:57).Reasoning yang deduktif
berasal atau bersumber dari pandangan umum (general conclusion). Sumber filsafat
berpikir (philosophy of thinking) seperti ini berasal dari Plato dan Aristoteles.
2) Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat induksi. Induksi adalah proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi).
Berpikir induktif (inductive thinking) ialah menarik suatu kesimpulan umum dari
berbagai kejadian (data) disekitarnya. Dasarnya adalah observasi dan proses
pemikirannya adalah sintesis.
3) Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya
suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif kita tidak menambah atau mengurangi
gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berpikir sebagai aktivitas mental merupakan suatu kegiatan mental yang
melibatkan kerja otak. Selain itu, berpikir juga melibatkan seluruh pribadi, perasaan, dan
kehendak manusia.
Hubungan berpikir dengan bernalar, bernalar memang merupakan aspek yang
penting dalam berpikir. Akan tetapi, menyamakan berpikir dengan bernalar, seperti yang
dikatakan Sudarminta merupakan suatu penyempitan konsep berpikir.
Hubungan bahasa dengan pikiran, dimana berpikir merupakan daya yang paling
utama serta merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia
dapat berpikir karena manusia memiliki bahasa, sedangkan hewan tidak.
Macam-macam berpikir menurut Rakhmat, berpikir dibedakan
menjadi dua, berpikir autistik (melamun) dan berpikir realistik (nalar).
Berpikir realistik dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1) Berpikir deduktif
2) Berpikir induktif
3) Berpikir evaluatif

Anda mungkin juga menyukai