Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

A. Memahami Al-Qur'ān, Hadis, Dan Ijtihād Sebagai Sumber Hukum Islam

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

BAB 3

AL-QUR’AN DAN HADITS ADALAH PEDOMAN HIDUPKU

A. Memahami Al-Qur’ān, Hadis, dan Ijtihād sebagai Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam merupakan suatu referensi, landasan, atau dasar yang utama dalam
pengambilan hukum Islam. Al-Quran memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya
adalah al-Qur’ān dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja.

Benar artinya al-Qur’ān mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang
sebenarnya.

Mutlak artinya al-Qur’ān tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Nah selain
al-Qur’ān ada dua sumber lain lagi yaitu Hadis, dan Ijtihād.

Al-Quranul Karim

1. Pengertian al-Quran

Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan – qur’ānan, yang berarti
sesuatu yang dibaca atau dibaca.

Dari segi istilah, al-Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam
bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam musḥaf, dimulai dengan surah
al-Fātiḥah dan diakhiri dengan surah an-Nās, membaca berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat
Nabi Muhammad saw. Dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia. Sesuai firman Allah
Swt. Pada QS Al-Isra ayat 9:

Artinya: “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar
gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan pencerahan, bahwa mereka akan mendapat pahala
yang besar.” (QS al-Isrā/17:9)

2. Kedudukan al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam

Kedudukan al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam tercantum dalam Q.S An-Nisa ayat 59:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

Selain itu terdapat pula pada Q.S An-Nisa ayat 105:


Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) membawa
kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan
janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang
berkhianat.” (Q.S. an-Nisā’/4:105)

Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: “… Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang
diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua ada dua perkara utama/besar, yang
pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/ penerang, maka ikutilah
kitab Allah (al-Qur’ān) dan berpegang teguhlah kepadanya … (H.R. Muslim)

3. Kandungan Hukum dalam al-Quran

Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān ke dalam tiga bagian, yaitu:

• Akidah atau Keimanan


Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati.
• Syari’ah atau Ibadah
Hukum ini mengatur tentang cara ibadah yang baik berhubungan dengan Al Khaliq (pencipta),
yaitu Allah Swt. Yang disebut ‘ibadah mahdah, maupun yang berhubungan dengan sesama
makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu mahdah) (hukum ibadah dan hukum
mu’amalah.
• Akhlak atau Budi Pekerti
Berakhlak adalah tuntunan dalam hubungan antara manusia dengan Allah Swt. Hubungan
antara manusia dan manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Hadis atau Sunnah

1. Pengertian Hadis atau Sunnah

Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan. Menurut istilah, hadis adalah segala perkataan,
perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.

Ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw.,
sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Yang menjadi sumber
hukum Islam.

Bagian-bagian hadis:
a. Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw.
sampai kepada kita sekarang ini.
b. Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
c. Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.

2. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam

Jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al- Qur’ān, yang harus dijadikan sandaran
berikutnya adalah hadis. Sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam Q.S. al-Ḥasyr ayat 7:

Artinya: “… dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang
dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)

Dan juga pada Q.S An-Nisa ayat 80:

Artinya: “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah Swt.
Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk
menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisā’/4:80)

3. Fungsi Hadis terhadap al-Qur’ān

Fungsi hadis terhadap al-Qur’ān dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

• Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum


• Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’ān
• Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’ān
• Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān.

4. Macam-Macam Hadis

Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

a. Hadis Mutawattir
Hadis mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para
sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat
dusta.
b. Hadis Masyhur
Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak
mencapai derajat mutawattir, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian
banyak tabi’³n sehingga tidak mungkin bersepakat dusta.
c. Hadis Aĥad
Hadis aḥad adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi, sehingga
tidak mencapai derajat mutawattir. Dilihat dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya
(perawi), hadis dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
1) Hadis Śaḥiḥ adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya,
tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan
tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
2) Hadis Ḥasan, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat
hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan.
3) Hadis da’īf , adalah hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis śaḥīiḥ dan hadis Ḥasan.
4) Hadis Maudu’, adalah hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadis
palsu.

Ijtihad sebagai upaya memahami al-Qur’ān dan Hadis

1. Pengertian Ijtihad

Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti mengerahkan segala
kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah,
ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan
suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihād dinamakan mujtahid.

2. Syarat-Syarat berijtihad

Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihād:

• Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.


• Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh
(sejarah).
• Memahami cara merumuskan hukum (istinbaţ).
• Memiliki keluhuran akhlak mulia.

3. Kedudukan Ijtihad

Ijtihād dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis. Namun
demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihād tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’ān maupun
hadis.

4. Bentuk-Bentuk Ijtihad

Ijtihad terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:

a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihād dalam memutuskan suatu perkara atau
hukum.
b. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-
Qur’ān atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis karena
kesamaan sifat atau karakternya.
c. Maślaĥah Mursalah
Maslahah Mursalah adalah penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemanfaatan suatu
perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at Islam.

Pembagian Hukum Islam

Para ulama membagi hukum Islam ke dalam dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i. Hukum
taklifi adalah tuntunan Allah Swt. Yang berkaitan dengan perintah dan larangan. Hukum wad’i adalah
perintah Allah Swt. Yang merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.

Hukum Taklifi

Hukum taklifi terbagi ke dalam lima bagian, yaitu:

a) Wajib (farḍu), yaitu aturan Allah Swt. Yang harus dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan akan berakibat dosa.
b) Sunnah (mandub), yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dengan konsekuensi jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya
tidaklah berdosa.
c) Haram (taḥrim), yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau perbuatan.
Konsekuensinya adalah jika larangan tersebut dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika
tetap dilakukan akan mendapatkan dosa dan hukuman.
d) Makruh (Karahah), yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Makruh artinya
sesuatu yang dibenci atau tidak disukai.
e) Mubaḥ (al-Ibaḥaḥ), yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan boleh untuk ditinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai