Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Ciri Ciri Model Pembelajaran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Nama : Suci Mutiara Dewi

Nim :8216118007

POR B 2021

TR 3

1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka kerja yang


memberikan gambaran sistematis untuk melaksanakan pembelajaran agar membantu
belajar siswa dalam tujuan tertentu yang ingin dicapai. Artinya, model pembelajaran
merupakan gambaran umum namun tetap mengerucut pada tujuan khusus. Hal tersebut
membuat model pembelajaran berbeda dengan metode pembelajaran yang sudah
menerapkan langkah atau pendekatan pembelajaran yang justru lebih luas lagi
cakupannya.Definisi di atas senada dengan pendapat Suprihatiningrum (2013, hlm. 145)
yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur pembelajaran dengan sistematis untuk mengelola pengalaman
belajar siswa agar tujuan belajar tertentu yang diinginkan bisa tercapai.

Untuk memperkuat kesahihan pengertian model pembelajaran berikut ini adalah beberapa
pengertian model pembelajaran menurut para ahli. Menurut Trianto (2015, hlm. 51) Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.”

2. Ciri Ciri Model Pembelajaran


Menurut Kardi & Nur dalam Ngalimun (2016, hlm. 7-8) model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
1. Model pembelajaran merupakan rasional teoretik logis yang disusun oleh para
pencipta atau pengembangnya.
2. Berupa landasan pemikiran mengenai apa dan bagaimana peserta didik akan belajar
(memiliki tujuan belajar dan pembelajaran yang ingin dicapai).
3. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai.

Sedangkan menurut Hamiyah dan Jauhar (2014, hlm. 58) ciri-ciri model pembelajaran adalah
sebagai berikut.

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu.


2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas.
4. Memiliki perangkat bagian model.
5. Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik langsung maupun
tidak langsung.

3. Fungsi Model Pembelajaran

Fungsi model pembelajaran adalah pedoman dalam perancangan hingga pelaksanaan


pembelajaran. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2015, hlm. 53) yang
mengemukakan bahwa fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang
pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Oleh karena itu pemilihan model sangat dipengaruhi sifat dari materi yang akan
dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat
kemampuan peserta didik. Ihwal sifat dan materi yang dibelajarkan tersebut, model pembelajaran
juga dapat dikategorikan berdasarkan beberapa jenis yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

4. Jenis Model Pembelajaran

Menurut Joyce & Weil dalam buku Suprihatiningrum (2013, hlm. 186) model-model
mengajar (pembelajaran) terbagi menjadi empat kategori sebagai berikut.

A. Information Processing Model (Model Pemrosesan Informasi) Model ini menekankan


pada pengolahan informasi dalam otak sebagai aktivitas mental siswa. Model ini akan
mengoptimalkan daya nalar dan daya pikir siswa melalui pemberian masalah yang
disajikan oleh guru. Tugas siswa adalah memecahkan masalah-masalah tersebut. Model
ini menerapkan teori belajar behavioristik dan kognitivistik. Ada tujuh model yang
termasuk dalam rumpun ini, yakni sebagai berkut.
1. Inductive thinking model (model berpikir induktif) yang dikembangkan oleh Hilda
Taba.
2. Inquiry training model (model pelatihan inkuiri/penyingkapan/penyelidikan) yang
dikembangkan oleh Richard suchman.
3. Scientific inquiry (penyelidikan ilmiah) yang dikembangkan oleh Joseph J. Schwab.
4. Concept attainment (pencapaian konsep) oleh Jerome Bruner.
5. Cognitive growth (pertumbuhan kognitif) dikembangkan oleh Jean Piaget.
6. Advance organizer model (model pengatur/penyelenggaraan tingkat lanjut) oleh
David Ausubel.
7. Memory (daya ingat) oleh Harry Lorayne).

B. Personal Model (Model Pribadi) Sesuai dengan namanya, model mengajar dalam rumpun
ini berorientasi kepada perkembangan diri individu. Implikasi model ini dalam
pembelajaran adalah guru harus menyediakan pembelajaran sesuai dengan minat,
pengalaman, dan perkembangan mental siswa. Model-model mengajar dalam rumpun ini
sesuai dengan paradigma student centered atau pembelajaran yang berpusat pada
siswa/peserta didik.
C. Social Interaction Model (Model Interaksi Sosial) Rumpun model mengajar social
interaction model menitikberatkan pada proses interaksi antar individu yang terjadi dalam
kelompok. Model-model mengajar disetting dalam pembelajaran berkelompok. Model ini
mengutamakan pengembangan kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang
lain.
D. Behavioral Model (Model Perilaku) Rumpun model ini sesuai dengan teori belajar
behavioristik. Pembelajaran harus memberikan perubahan pada perilaku si pembelajar ke
arah yang sejalan dengan tujuan pembelajaran. Kemudian, perubahan yang terjadi harus
dapat diamati. Sehingga, guru dapat menguraikan langkah-langkah pembelajaran yang
konkret dan dapat diamati dalam upaya evaluasi perkembangan peserta didiknya.
E. Model Pembelajaran Inquiry Model inquiry (inkuiri) menggunakan rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan proses berpikir secara kritis serta analitis kepada peserta
didik agar mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan secara mandiri melalui penyelidikan ilmiah.
F. Model Pembelajaran Kontekstual Merupakan model dengan konsep belajar yang
membuat guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata.
Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas peserta didik, peserta didik melakukan
dan mengalami, tidak hanya monoton dan mencatat. Model mengajar ini juga dapat
mengembangkan kemampuan sosial peserta didik karena dihadapkan pada situasi dunia
nyata. Ada tujuh komponen utama dari pembelajaran kontekstual yang membuatnya khas
jika dibandingkan dengan model yang lain, yakni sebagai berikut.
1. Kontruktivisme, mendorong peserta didik agar bisa mengkonstruksi pengetahuannya
melalui pengamatan dan pengalaman.
2. Inquiry, didasarkan pada penyingkapan, penyelidikan atau pencarian dan penelusuran;
3. Bertanya, sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu.
4. Learning community, dilakukan dengan membuat kelompok belajar.
5. Modeling, dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh peserta
didik.
6. Refleksi, proses pengkajian pengalaman yang telah dipelajari.
7. Penilaian nyata, proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar peserta didik.

G. Model Pembelajaran Ekspositori Ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan


pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada kelompok
peserta didik supaya peserta didik dapat menguasai materi secara optimal. Dalam model
pengajaran ekspositori seorang pendidik harus memberikan penjelasan atau menerangkan
kepada peserta didik dengan cara berceramah. Sehingga menyebabkan arah
pembelajarannya monoton karena sangat ditentukan oleh kepiawaian ceramah guru.
H. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Nama lainnya dalam bahasa inggris
adalah Problem based learning yang dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan para proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. Pemecahan masalah menjadi langkah utama dalam model ini.
I. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah kerangka konseptual
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kelompok-
kelompok tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
J. Model Pembelajaran Project Based Learning Model pembelajaran project based learning
atau pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek atau kegiatan nyata sebagai inti pembelajaran. Dalam pembelajaran project based
learning peserta didik akan melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintetis, dan
pengolahan informasi lainnya untuk menghasilkan berbagai bentuk belajar yang beragam.
Project based learning adalah salah satu model pembelajaran yang paling kuat, karena
akan meningkatkan kompetensi siswa secara holistik, baik dari sikap, pengetahuan,
maupun keterampilan, melalui pendekatan kontekstual yang dekat dengan pekerjaan
nyata di lapangan. Untuk lebih jelasnya, pemaparan lebih lengkap mengenai model
pembelajaran ini dapat disimak di tautan di bawah ini:
K. Model Pembelajaran PAIKEM Merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, dan Menyenangkan. Pembelajaran ini dirancang agar membuat anak lebih aktif
mengembangkan kreativitas sehingga pembelajaran bisa berlangsung secara efektif,
optimal, dan pada akhirnya terasa lebih menyenangkan.
L. Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning) Kerangka perencanaan dalam
pembelajaran kuantum adalah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan). Komponen utama pembelajaran kuantum dapat berupa: peta
konsep sebagai teknik belajar efektif; teknik memori, adalah teknik memasukkan
informasi ke dalam otak sesuai dengan cara kerja otak;sistem pasak lokasi; teknik
akrostik, teknik menghafal dengan cara mengambil huruf depan dari materi yang ingin
diingat kemudian menggabungkannya.Intinya metode pembelajaran ini menggunakan
berbagai cara untuk membuat pembelajaran menerap dan dipahami dengan mudah oleh
peserta didik. Caranya bisa sangat interaktif dan melibatkan peserta didik dalam kegiatan
langsung untuk mendemonstrasikan materi diiringi perayaan seperti yel motivasi.
M. Model Pembelajaran Terpadu Merupakan model yang dapat melibatkan beberapa mata
pelajaran sekaligus agar memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna pada
peserta didik. Pembelajaran terpadu terbagi menjadi sepuluh jenis, yakni sebagai berikut.
1. Model penggalan
2. Model keterhubungan
3. Model sarang
4. Model urutan
5. Model bagian
6. Model jaring laba-laba
7. Model galur
8. Model keterpaduan
9. Model celupan
10. Model jaringan

N. Model Pembelajaran Kelas Rangkap Pembelajaran kelas rangkap menekankan dua hal
utama, yakni penggabungan kelas secara integrative dan pembelajaran terpusat pada
peserta didik, sehingga Guru tidak harus mengulang kembali untuk mengajar pada dua
kelas yang berbeda dengan program yang berbeda pula. Efisiensi adalah kunci dari model
pembelajaran ini. Merangkapkan beberapa rombongan belajar dapat meningkan efisiensi
pembelajaran.
O. Model Pembelajaran Portofolio Model pembelajaran portofolio menitikberatkan pada
pengumpulan karya terpilih dari satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara
kooperatif membuat kebijakan untuk memecahkan masalah. Prinsip dasar model
pembelajaran portofolio, yaitu prinsip belajar peserta didik aktif dan kelompok belajar
kooperatif untuk menghasilkan produk portofolio secara bersama.
P. Model Pembelajaran Tematik Merupakan pembelajaran dengan suatu kegiatan
pembelajaran yang mengintegrasikan materi beberapa pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan sesuai dengan kebutuhan lingkungan peserta didik yang akan menjadi lahan
dunia nyata bagi dirinya.Pembelajaran tematik mempunyai beberapa prinsip dasar, yaitu:
1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan;
2. Bentuk belajar dirancang agar peserta didik menemukan tema;
3. Efisiensi (terdiri dari beberapa pelajaran sekaligus).
DAFTAR PUSTAKA

Hamdayama, Jumanta. (2016). Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


Hamiyah, N., Jauhar, M. (2014). Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Ngalimun (2016). Strategi model pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Rusman. (2018). Model-model pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Saefuddin, A. & Berdiati, I. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. & Syaodih, E. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:
PT Refika Aditama.
Suprihatiningrum, Jamil (2013). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Trianto (2015). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Model Pembelajaran Penjas Model pembelajaran (models of teaching) dalam konteks pendidikan
jasmani lebih banyak berkembang berdasarkan orientasi dan model kurikulumnya. Dalam hal ini,
model pembelajaran lebih sering dilihat sebagai pilihan guru untuk melihat manfaat dari
pendidikan jasmani terhadap siswa, atau lebih sering disebut sebagai orientasi. Di bawah ini
diuraikan beberapa model pembelajaran, sebatas untuk dipahami perbedaan antara satu dengan
lainnya. Dari beberapa model berikut mahasiswa membahas hakikat dari model pembelajaran
ini:

1. Model Pendidikan Gerak (Movement Education)

Model Pendidikan Gerak (Movement Education) menekankan kurikulumnya pada penguasaan


konsep gerak. Kerangka kerja program ini meliputi konsep kesadaran tubuh (apa yang dilakukan
tubuh), konsep usaha (bagaimana tubuh bergerak), konsep ruang (di mana tubuh bergerak), dan
konsep keterhubungan (hubungan apa yang terjadi). Masing-masing konsep tersebut, merupakan
panduan untuk dimanfaatkan manakala anak harus bergerak, sehingga gerakan anak bermakna
dalam keseluruhan konsep tersebut. Model pendidikan gerak ini pun dirancang dari setiap aspek
gerak, tujuan dan kegiatan belajarnya memanfaatkan model pendekatan pemecahan masalah,
penemuan terbimbing, dan berbasis proyek. Sehingga di pandang pula belum banyak guru PJOK
(Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan) yang mengenal dan paham dengan konsep Model
Pendidikan Gerak (Movement Education) serta implementasi dan pengembanganya dalam
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Dasar.

2. Model Pendidikan Kebugaran (Fitness Education)

Model ini memiliki pandangan bahwa para siswa dapat membangun tubuh yang sehat dan
memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-
harinya. Namun kenyataan tersebut tidak mungkin dicapai tanpa adanya usaha karena sebagian
besar anak dan remaja tidak memiliki kebiasaan hidup aktif secara teratur dan aktivitas fisiknya
menurun secara drastis setelah dewasa. Untuk itu, program penjas di sekolah harus membantu
para siswa untuk tetap aktif sepanjang hidupnya. Kesempatan membantu para siswa untuk tetap
aktif sepanjang hidupnya menurut model ini masih tetap terbuka sepanjang merujuk pada alasan
individu melakukan aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa alasan
individu melakukan aktivitas fisik adalah (1) aktivitas fisik meyenangkan, (2) dapat dilakukan
rame-rame, (3) dapat meningkatkan keterampilan, (4) dapat memelihara bentuk tubuh, dan (5)
nampak lebih baik. Beberapa alasan individu melakukan aktivitas fisik tersebut harus menjadi
dasar dalam menerapkan model kebugaran ini.

1. Dasar penerapan model meliputi:


a. menekankan pada partisipasi yang menyenangkan pada kegiatan-kegiatan yang
mudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
b. menyediakan kegiatan-kegiatan kompetitif dan non-kompetitif dengan rentang yang
bervariasi sesuai dengan tuntutan perbedaan kemampuan siswa
c. memberikan keterampilan (skill) dan keyakinan (confidence) yang diperlukan siswa
agar dapat berpartisipasi aktif secara fisik.
d. melakukan promosi aktivitas fisik/olahraga pada seluruh komponen program sekolah
dan mengembangkan hubungan antara program sekolah dan program masyarakat.

Dengan menggunakan dasar penerapan di atas, model ini diharapkan dapat mengembangkan
skill, kebugaran jasmani, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang dapat menggiring siswa
memiliki gaya hidup aktif dan sehat (active-healthy lifestyles). Model pembelajaran ini
berkeyakinan bahwa keberhasilan pendidikan jasmani berawal dari tertanamnya kesenangan
siswa terhadap berbagai aktivitas fisik. Oleh karena itu, berbagai pembekalan seperti skill,
kebugaran jasmani, sikap, pengetahuan, dan perilaku sehari-hari harus selalu berorientasi pada
kesenangan dan keyakinan individu dalam rangka pembentukan gaya hidup aktif yang sehat di
masa yang akan dating.

2. Karakteristik

Model kebugaran ini pada dasarnya merupakan model yang berorientasi pada materi ajar
(subject oriented model), yang berlandaskan pada orientasi nilai penguasaan materi (disciplinary
mastery value orientation). Namun, pada perkembangan sekarang ini, model ini seringkali
merefleksikan orientasi nilai aktualisasi diri (self-actualization) atau perpaduan lingkungan
(ecological integration). Beberapa program dari model ini, karenanya, mengintegrasikan
pendidikan jasmani dengan konsep gaya hidup sehat (healthy lifestyle) yang lebih luas dengan
komponen-komponen sosio-kultural (Jewett, dkk., 1995).
Peranan guru dalam penerapan model ini lebih ditekankan pada upaya untuk membimbing
siswa pada program kegiatan kesegaran jasmani, mengajar keterampilan dalam pengelolaan dan
pembuatan keputusan, menanamkan komitmen terhadap gaya hidup yang aktif, dan
mengadministrasi program asesmen kesegaran jasmani individu siswa. Mengingat kritik yang
mengatakan bahwa ruang lingkup dari program ini sangat terbatas pada aktivitas kebugaran saja,
maka program ini berisikan pengembangan berbagai variasi keterampilan dan pengalaman yang
memungkinkan siswa dapat berpartisipasi dalam aneka ragam olahraga dan aktivitas fisik.

3. Isu pelaksanaan model kebugaran jasmani

Realisasi pendidikan jasmani model kebugaran jasmani seringkali tidak memperhatikan


konsep-konsep yang terkait dengan kebugaran jasmani dan keterkaitan aktivitas fisik untuk
meningkatkan status kebugaran jasmani siswa. Anggapan kuat ciri khas model ini antara lain
berisikan kegiatan tes kesegaran jasmani, membandingkan status siswa dengan standar orang
lain, membujuk siswa dengan istilah “no pain, no gain”, dan aktivitas fisik di luar DAP yang
seakan-akan menyiksa siswa dan merendahkan siswa. Program ini dibuat seakan-akan untuk
mempersiapkan siswa menjadi anggota militer yang akan berperang. Programnya terfokus pada
aktivitas “melatih” dan bukan “mendidik.” Padahal aspek mendidik ini jauh lebih penting untuk
memelihara gaya hidup dan kesehatan pribadi anak dalam menghadapi era baru dan teknologi
tinggi di masa depan.

3. Model Pendidikan Olahraga (Sport Education)

Model pendidikan olahraga yaitu model yang menganut sistem pendekatan yang bersifat
tradisional, yang menekankan pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar
suatu cabang olahraga. Anak dituntut harus bisa melakukan suatu keterampilan dengan benar.
Model ini lebih mengarahkan siwa kepada arah prestasi dalam model inipun menciptaakan suatu
kompetisi antar siswa. Pendekatan teknik-teknik dan bermain dengan peraturan yang sebenarnya.

a. Karakteristik Model Pendidikan Olahraga


 Musim yaitu diawali dengan latihan dan akhirnya mengadakan kopetisi atau
pertandingan
 Anggota team murid membentuk kelompok untuk pertandingan
 Kompetisi formal yaitu festival, usaha meraik kompetisi dan mengikuti
pertandingan pada level berurutan bertahap sesuai kemampuan siswa
 Puncak pertandingan untuk mencari siswa atau team siapa yang terbaik
 Catatan hasil dilakukan dalam berbagai bentuk dari mulai catatan goal, curang,
kesalahan dsb. Disesuaikan dengan kemampuan siswa. Ini dilakukan guru atau
feedback pada siswa.
 Perayaan hasil kompetisi pemberian hadiah kepada pemenang, dll.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama
peserta didik dalam kegiatan belajar. Seperti yang dikemukakan Huda (2015, hlm. 32)
pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Melengkapi penjelasan di atas, menurut
Rusman (2018, hlm. 202) Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Artinya, kelompok belajar yang
disusun haruslah beragam dan tidak pandang bulu. Sehingga sistem pengacakan dalam
menentukan kelompok mungkin dibutuhkan. Intinya, jangan biarkan siswa membentuk

kelompoknya sendiri agar konsepsi heterogen dapat menerap.

5, Model Pendekatan Taktis

Pendekatan taktis mendorong siswa untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan.
Masalah ini pada hakikatnya berkenaan dengan peberapan keterampilan teknik dalam situasi
permainan. Dengan demikian siswa makin memahami kaitan antara teknik dan taktik.
Keuntungan lainnya, pendekatan ini tepat untuk mengajarkan keterampilan bermain sesuai
dengan keinginan siswa. Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pengajaran permainan
adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain.

Pendekatan taktik bermain membantu memikirkan guru untuk menguji kembali


pandangan filosofis mereka pada pendidikan bermain. Model mengajar ini memungkinkan siswa
untuk menyadari keterkaitan antara bermain dan peningkatan penampilan bermain mereka.
(Subroto 2001 : 4) menjelaskan tentang tujuan pendekatan taktis secara spesifik yaitu untuk
meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat
sesuai dengan masalah atau situasi dalam permainan. Model pembelajaran permainan taktikal
menggunakan minat siswa dalam suatu struktur permainan untuk mempromosikan
pengembangan keterampilan dan pengetahuan taktikal yang diperlukan untuk penampilan
permainan. Sedangkan pembelajaran masuk ke dalam alam pikir siswa, sehingga terbentuk
struktur pengetahuan tertentu. Pembelajaran pendekatan taktikal dalam pendidikan jasmani
adalah bagian dari pembelajaran kognitif. Pada model pembelajaran permainan taktikal, guru
merencanakan urutan tugas mengajar dalam konteks pengembangan keterampilan dan taktis
bermain siswa, mengarah pada permainan yang sebenarnya. Tugas-tugas belajar menyerupai
permainan dan modifikasi bermain sering disebut juga “bentuk-bentuk permainan”.
Penekanannya pada pengembangan pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi
keterampilan dalam permainan, sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya saat
dibutuhkan. Pada intinya adalah siswa dapat mengembangkan keterampilan dan taktis bermain
secara berkesinambungan.

6. Model Inkuiry

Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai:
Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri;
dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan
simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang
satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan
orang lain.
Kuslan Stone (Dahar,1991) mendefinisikan model inkuiri sebagai pengajaran di mana
guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan
jiwa para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada
siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas (Hamalik, 1991).
Wilson (Trowbridge, 1990) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model
proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara
mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan
pengetahuan berpikir rasional (Bruce & Bruce, 1992). Senada dengan pendapat Bruce & Bruce ,
Cleaf (1991) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas
yang berorientasi proses. Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada
siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses
tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-
masalah dan menemukan informasi.
Sementara itu, Trowbridge (1990) menjelaskan model inkuiri sebagai proses
mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut.
Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inkuiri adalah menata
lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan
secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.

Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien (1987) dan Roestiyah (1998) mengatakan
bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih
dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap
objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu
proses yang ditempuh mahasiswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi,
dalam model inkuiri ini mahasiswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu
permasalahan yang diberikan dosen. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para
ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang
lain.
7. Direct Instruction/ Model Pengajaran Langsung Model pengajaran langsung ( Direct
Instruction ) adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang
proses belajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah ( Arends, 1997 ). Dapat diartikan juga sebuah pengajaran
yang diberikan dengan cara pendekatan kepada peserta didik dengan pendekatan deduktif.
Deduktif memiliki arti pemikiran yang bersifat umum kepada hal yang bersifat khusus.
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pengajar memberikan atau mentransfer
informasi kepada peserta didik.

8. Model Tanggung Jawab Pribadi dan Sosial

Model TPSR mendorong hubungan sesama anak untuk saling berinteraksi satu sama lain. Seperti
yang diungkapkan oleh Nicole “…the TPSR model prompted a number of resulting in the
development of relationships with the children”(Nicole IVY et al., 2019, p. 14). Pratt
mengungkapkan bahwa“The TPSR youth development model reinforces the importance of
teaching personal and social responsibility during childhood…” (Pratt, 2019, p. 18). Berdasarkan
ungkapan tersebut, maka siswa fokus untuk mengembangkan sikap tanggung jawab pribadi dan
sosial terhadap satu sama lain. Hal ini menjadi alasan peneliti untuk menerapkan model
pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran pendidikan jasmani tentunya dapat diterapkan model
TPSR ini, hal ini diungkapkan oleh Sheppard yaitu “Physical activity, sport, and physical
education have all been determined as the essential environments in which the TPSR model can
be implemented” (Sheppard & McDougall, 2014, p. 33). Hemphill menguatkan pernyataan di
atas bahwa “Physical educators have often used the TPSR model as a resource for addressing
responsibility in their classroom” (Hemphill, 2011, p. 75).

Anda mungkin juga menyukai