Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pengoperasian Alat Tangkap Longline

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan

mencapai 2/3 dari seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan mencapai 5,8 juta

km2 yang terbagi atas perairan teritorial 0,3 juta km 2, perairan nusantara 2,8 juta

km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km 2. Dari data yang diperoleh,

pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di wilayah Indonesia baru mencapai

setengah dari potensi lestari yang dimiliki (Dahuri, 2000).

Kabupaten Rokan Hilir adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau,

Indonesia. Rokan Hilir terletak pada koordinat 1014’–2045’ LU, 100017’–101021’

BT. Ibukotanya terletak di Bagansiapiapi, Kota terbesar, bersejarah, dan pernah di

kenal sebagai penghasil ikan terbesar di Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas

sebesar 8.941 km2 dan penduduk sejumlah 349.771 orang. Kabupaten Rokan

Hilir terbagi dalam 15 Kecamatan dan 83 Kelurahan/Desa. Kepenghuluan Bagan

Punak Pesisir adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bangko yang letaknya di

bagian pesisir dan tidak terlalu jauh dari Pusat Kota Bagansiapiapi sehingga desa

ini mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk maju.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus

mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah,

baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya pemanfaatan sumberdaya

perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing

technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih efektif dan

efisien.
2

Dalam perikanan tangkap, nelayan yang melakukan penangkapan ikan

biasanya menggunakan alat penangkapan yang sesuai dengan kondisi daerah

penangkapan (fishing ground) dan juga sesuai dengan jenis ikan yang akan

ditangkap. Dengan demikian, keberhasilan penangkapan ikan tidak lepas dari jenis

alat tangkap yang digunakan serta instrumentasi (alat bantu) yang diperlukan agar

usaha penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat nelayan dalam melakukan

penangkapan ikan dengan memakai metode, teknik dan cara dalam menentukan

daerah penangkapan, agar dalam penangkapan mendapatkan hasil yang optimal

dan tidak mengalami kerugian dalam melakukan penangkapan.

Keberhasilan usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang

cukup mengenai tingkah laku ikan yang menjadi target penangkapan, ekologi

ikan, oseanografi perikanan, dinamika populasi ikan, daerah penangkapan ikan

(fishing ground), navigasi dan instrumentasi (alat bantu) alat penangkapan ikan

yang digunakan.

Alat penangkapan ikan (fishing gear) adalah segala macam alat yang

dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan, termasuk alat tangkap, dan kapal

bantunya ada dua metode penangkapan ikan yaitu metode penangkapan secara

aktif dan metode penangkapan secara pasif.

Salah satu perikanan tangkap yang sebagian besar dipakai oleh nelayan

Indonesia adalah rawai. Rawai terdiri atas beberapa komponen, yaitu gulungan

tali, tali pancing, mata pancing dan pemberat (Subani, 1989) dan termasuk dalam

kelompok alat tangkap pancing. Selain konstruksinya sederhana, metode

pengoperasian mudah, tidak memerlukan modal yang besar dan kapal khusus.
3

Usaha perikanan rawai dalam perkembangannya tidak banyak mengalami

kemajuan yang berarti jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Untuk

mengatasi hal tersebut, berbagai upaya dan modifikasi dilakukan guna

mengoptimalkan produktivitas dan efektivitas alat tangkap ini. Selain itu,

penggunaan mata pancing dengan berbagai ukuran dan tipe serta modifikasi

berbagai macam dan bentuk umpan buatan untuk efektivitas penangkapan ikan

relatif kurang diterapkan oleh nelayan-nelayan.

Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan praktek

magang dengan memadukan teori-teori yang diperoleh dengan kondisi yang

sebenarnya terjadi di lapangan terkait pengoperasian alat tangkap rawai (longline)

di Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir

Provinsi Riau.

1.2. Tujuan Praktek Magang

Praktek magang ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung tentang

bagaimana aktivitas pengoperasian alat tangkap rawai (Longline) di

Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir

Provinsi Riau.

1.3. Manfaat Praktek Magang

Manfaat yang diperoleh setelah dilaksanakan praktek magang ini

adalah dapat mengetahui teknik pengoperasian alat tangkap rawai (Longline) di

Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir

Provinsi Riau, selain itu manfaat lain yang akan didapatkan yaitu dapat

membandingkan antara ilmu yang didapat tentang pengoperasian alat tangkap ini
4

dari teori perkuliahan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Bagi penulis,

dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman mengenai proses

pengoperasian alat tangkap rawai (Longline).


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perikanan Secara Umum

Perikanan adalah suatu usaha manusia untuk memanfaatkan sumberdaya

hayati perairan baik berupa sumberdaya hayati, hewani maupun tumbuhan.

Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan secara garis besar dapat dibagi menjadi

dua bagian, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Dalam perikanan

budidaya termasuk pembenihan, pendederan dan pembesaran. Sedangkan

perikanan tangkap meliputi penangkapan ikan dan organisme lainya yang berada

di perairan umum dan laut (Syamsuddin, 1986).

Sekitar ¾ wilyah Negara Kesatuan Republik Indonesia berupa laut

(termasuk ZEEI) dengan luas 5,8 juta km2 yang menghubungkan lebih dari 17.500

pulau besar dan kecil dengan total panjang pantai garis pantai 81.000 km. Para

pakar dan praktisi kelautan dunia meyakini bahwa wilayah laut dan pesisir

Indonesia mengandung potensi ekonomi kelautan (maritim) terbesar di dunia.

Yang dimaksud dengan ekonomi kelautan (marine economy) adalah seluruh

kegiatan (sektor) ekonomi yang memanfaatkan SDA dan jasa-jasa lingkungan

wilayah pesisir dan lautan untuk menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi

manusia. Sedikitnya ada 11 sektor ekonomi kelautan, yaitu: (1) perikanan

tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industry pengolahan hasil perikanan, (4)

industry bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energy, (6) pariwisata

bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah

pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) sumberdaya alam

non-konvensional (Dahuri, 2013).


6

Potensi produksi lestari sumberdaya ikan (SDI) dari laut seluas 5,8 juta

km2 (tiga per empat wilayah NKRI) sebesar 6,4 juta ton/tahun (8% dari total

potensi lestari SDI laut dunia). Saat ini tingkat pemanfaatannya baru mencapai

5,23 juta ton. Potensi produksi SDI yang dapat dihasilkan dari usaha perikanan

budidaya laut (mariculture) diperkirakan mencapai 45 juta ton/tahun, dan dari

budidaya pesisir (coastal aquaculture tambak) sekitar 5 juta ton/tahun. Sementara

itu, total produksi perikanan budidaya (termasuk dari perairan tawar/darat) baru

mencapai 7,84 juta ton/tahun (Dahuri, 2013).

Potensi perikanan dan kelautan Indonesia yang menjanjikan bukanlah

suatu yang mustahil untuk menjadi sumber devisa utama negara dimasa

mendatang. Permasalahan dalam mengembangkan perikanan dan kelautan

diantaranya adalah kondisi geografis, sarana dan prasarana, kualitas sumberdaya

manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (Feliatra, 2004).

2.2. Perikanan Tangkap

Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi pekerjaan yang telah lama

dilakukan oleh manusia. Ditinjau dari segi prinsip penangkapan yang digunakan

oleh nelayan tanah air, akan terlihat telah banyak memanfaatkan tingkah laku ikan

(behaviour) untuk tujuan penangkapan ikan.

Usaha penangkapan ikan adalah usaha manusia untuk menghasilkan ikan

dan organisme lainnya pada suatu perairan. Penangkapan ikan dapat dilakukan di

perairan laut maupun perairan umum seperti danau, rawa-rawa, sungai dan lain-

lain (Ayodhyoa, 1981).

Menurut Gunarso (1985), bahwa untuk memperoleh hasil tangkapan

yang baik dipengaruhi oleh alat penangkapan yang digunakan seperti


7

konstruksi, bahan, teknik dan keadaan lingkungan (cahaya, arus, tingkah laku

ikan) serta keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat penangkapan

tersebut.

Sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1981), bahwa keberhasilan usaha

penangkapan ditentukan oleh komponen-komponen pengetahuan tentang

behavior, alat tangkap (fishing gear), kapal perikanan (fishing boat), cara

pengoperasian alat tangkap (fishing technique) dan sumber ikan disuatu

perairan (fishing ground) serta alat bantu penangkapan ikan (instrumentasi).

2.3. Teknologi Penangkapan Ikan

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya

sadar dan berencanan dalam menggunakan alat tangkap dalam mengelola

sumberdaya secara bijaksana dalam membangun yang berkesinambungan untuk

meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari

lingkungan hidup (Martasuganda, 2002).

Purbayanto et al., (2010), menyatakan penggunaan setiap jenis teknologi

penangkapan ikan mulai dari yang sederhana hingga modern sedikit atau banyak

akan memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan.

Kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan dimaksudkan sebagai acuan

dalam penggunaan teknologi dan alat penangkapan ikan ramah lingkungan. Hal

ini dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan kontruksi alat, daerah

penangkapan dan ketersediaan sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian

lingkungan dan sumberdaya ikan, sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah

nelayan perikanan dansemua pihak yang bergerak di bidang perikanan yang

tersebar di seluruh perairan Indonesia agar mematuhi peraturan yang berlaku dan
8

dalam mengoperasikan alat tangkap dengan tetap menjaga lingkungan dan

kelestarian sumberdaya ikan (Dahuri, 1993).

Menurut Martasuganda (2008), selektif ada yang positif dan negatif,

positif berarti ikan yang ditangkap sudah layak tangkap, sedangkan negatif berarti

ikan yang ditangkap belum layak tangkap. Untuk mengetahui positif dan

negatifnya suatu alat tangkap dapat dirincikan ke dalam empat kategori berikut,

yaitu:

a) Selektif positif terhadap ukuran dan spesies, artinya alat tangkap ini hanya

menangkap ukuran dan spesies ikan tertentu dari satu atau beberapa populasi

ikan yang layak untuk ditangkap.

b) Selektif negatif terhadap ukuran dan spesies, artinya alat tangkap ini hanya

menangkap ukuran ikan tertentu dari satu populasi ikan yang masih belum

layak untuk ditangkap.

c) Selektif positif terhadap ukuran, dan negatif terhadap spesies, artinya alat

tangkap ini hanya menangkap ukuran ikan tertentu dari beberapa spesies ikan

yang layak tangkap.

d) Selektif positif terhadap spesies dan ukuran, artinya alat tangkap ini hanya

menangkap spesies ikan tertentu dengan ukuran tertentu dari beberapa

populasi ikan yang layak tangkap.

2.4. Alat Penangkap Ikan

Menurut Arimoto et al., (1999), alat tangkap ikan ramah lingkungan

adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak negatif terhadap

lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan,

kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor


9

lain adalah dampak terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi

hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.

Konstruksi alat tangkap merupakan bentuk umum yang menggambarkan

suatu alat penangkapan dan bagian-bagiannya dengan jelas sehingga dapat

dimengerti. Sedangkan desain dari suatu alat penangkapan merupakan perpaduan

dalam membuat alat penangkapan dimana tercantung suatu ukuran, skala,

keterangan yang dijabarkan dalam bentuk istilah dan kode-kode yang disepakati

spesifik dan identifikasi oleh pembuat disain (Syofyan, 1996).

2.5. Alat Tangkap Rawai

Menangkap ikan dengan tali dan pancing yang sederhana adalah salah

satu metode penangkapan kuno. Dahulu mata pancing yang digunakan terbuat

dari tulang binatang. Baik pada sport fishing maupun pada commercial fishing,

metode ini memberikan kontribusi yang cukup penting dalam menyediakan

sumber makanan bagi umat manusia. Dengan mengunakan pancing juga

dihasilkan hasil tangkapan dengan kualitas yang tinggi karena ikan yang

tertangkap biasanya masih dalam keadaan hidup saat diangkat ke atas kapal, tanpa

luka atau hancur. Alat ini merupakan alat yang selektif dalam hal jenis dan ukuran

hasil tangkapan karena hanya menangkap ikan yang sudah dewasa (Sainsbury,

1996).

Handline termasuk dalam klasifikasi fishing line. Handline merupakan

bentuk yang paling sederhana dari kategori fishing line yang terdiri dari tali

dengan panjang tertentu, pemberat dan sekurangnya satu mata pancing. Dapat

juga ditambah dengan swivel dan pelampung jika diperlukan. Handline biasanya

mempunyai satu buah mata pancing, namun dapat juga dipasang beberapa.
10

Handline yang menggunakan beberapa mata pancing menggunakan beberapa tali

cabang (branchline) untuk mengikat mata pancing yang dirangkai pada satu tai

utama (mainlie). Jenis handline yang seperti ini disebut vertikal longline (rawai

vertikal). Pengoperasian dari handline sangat mudah, umumnya nelayan

memegang ujung dari tali pancing (biasanya digulung dengan penggulung),

merasakan dengan jari apabila ikan menggigit umpan, kemudian memposisikan

mata pancing agar ikan tidak lolos dan mengangkat tali pancing apabila ikan telah

terkait mata pancing (von Brandt, 2005).

Menurut Sadhori (1984) rawai disebut juga dengan longline yang secara

harfiah dapat diartikan tali panjang. Hal ini karena alat penangkapan tersebut

konstruksinya berbentuk rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga

merupakan tali yang panjang dengan beratus-ratus tali. Oleh karena itu rawai

dapat diartikan sebagai salah satu alat penangkapan ikan yang terdiri atas

rangkaian tali-temali yang bercabang-cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya

diikatkan sebuah pancing.

Secara teknis operasional rawai termasuk jenis perangkap, karena dalam

operasionalnya tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuannya untuk menangkap

ikan agar ikan-ikan mau memakan umpan tersebut sehingga terkait oleh pancing.

Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utamanya, rawai dapat dibedakan

menjadi tiga (Sadhori, 1985) yaitu:

1) Rawai tegak (vertical longline);

2) Rawai mendatar (horizontal longline); dan

3) Pancing landing.
11

Dalam pengoperasian alat tangkap rawai (Longline) banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilannya baik faktor alat maupun faktor kondisi

lingkungan. Sadhori (1985) memperincikan faktor-faktor tersebut adalah ukuran

mata jaring, daerah penangkapan, musim, jenis ikan yang tertangkap,

keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat.

2.6. Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pada suatu daerah perairan dimana ikan yang

menjadi sasaran penangkapan ikan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan

alat tangkap dapat dioperasikan serta ekonomis. Suatu wilayah perairan laut dapat

dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara

sumberdaya ikan yang menjadi target dengan teknologi penangkapan ikan yang

digunakan untuk menangkap ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun

pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target

penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan

berbagai faktor, seperti keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya

(Muchtar, 2010).

Faktor lingkungan yang berperan aktif menunjang kehidupan dalam air

adalah faktor fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika seperti kecerahan, pasang

surut, suhu, arus, kedalaman dan sedimen merupakan parameter ligkungan yang

media dan ruang gerak organisme laut (Mintarjo et al.,1984).

Lokasi penangkapan ditentukan oleh kesuburan perairan. Wilayah perairan

tidaklah kesuburannya maupun spesies serta jenis yang menghuninya. Hal ini

disebabkan tidak samanya faktor ekologis dari setiap perairan. Kasry (1985)
12

mengatakan bahwa perairan yang tergolong subur diantaranya adalah: 1) perairan

dekat pantai (khususnya dekat muara), 2) perairan dangkal, karena selalu

mendapat pengadukan dengan dasar perairan yang biasanya kaya dengan unsur

hara.

Pada umumnya yang menjadi daerah penangkapan ikan (Fishing ground)

adalah daerah pantai, teluk, dan muara-muara yang mengakibatkan pula jenis ikan

yang tertangkap berbagai jenis dan ukuranya. (Gremli dan Newman, 2001).

2.7. Teknik Pengoperasian

2.7.1. Setting

Setelah semua persiapan telah dan telah tiba pada suatu fishing ground

yang telah ditentukan. Setting diawali dengan waktu yang dipergunakan untuk

melepas pancing 0,6 menit/pancing. Pelepasan pancing di lakukan menurut garis

yang menyerong atau tegak lurus pada arus. Waktu pelepasan pancing biasanya

tengah malam, sehingga pancing telah terpasang waktu pagi pada saat ikan giat

mencari mangsa. Akan tetapi, pengoperasian pada siang hari dapat pula di lakukan

(IFT Fishing, 2013).

2.7.2. Hauling

Penarikan dapat dilakukan jika telah berada pada dalam air selama 3-6

jam. Penarikan digunakan dengan menggunakan line hauler yang diatur

kecepatannya. Masing-masing anak buah kapal (ABK) telah mengetahui tugasnya

sehingga alat tangkap dapat diatur dengan rapi. Lamanya penarikan alat tangkap

sangat di tentukan oleh banyaknya hasil tangkapan dan faktor cuaca. Penarikan

biasanya memakan waktu 3 menit/pancing (IFT Fishing, 2013).


13

2.8. Instrumentasi Penangkapan

Alat bantu penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-

benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Pengadaan alat bantu

penangkapan ikan ini diprioritaskan bagi nelayan yang tergabung dalam

Kelompok Usaha Bersama (KUB), memiliki kapal dan diprioritaskan berlokasi di

kawasan yang telah ditetapkan menjadi kawasan minapolitan atau lokasi Program

Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) dilakukan dengan syarat memiliki bukti

kepemilikan kapal calon penerima dan spesifikasi teknis kapal calon penerima

yang diketahui oleh dinas kota/kabupaten setempat yang membidangi urusan

perikanan (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011).


III. METODE PRAKTEK MAGANG

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 04 - 18 Februari 2016 di

Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir

Provinsi Riau.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktek magang adalah alat tulis, kuisioner

dan kamera. Sedangkan objek yang diamati adalah pengoperasian alat tangkap

Rawai (longline) di Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko

Kabupaten Rokan Hilir.

3.3. Metode Praktek Magang

Metode praktek yang digunakan dalam magang ini adalah metode survei

yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap pengoperasian alat

tangkap rawai (longline) dan melakukan wawancara dengan nelayan ataupun

orang-orang yang terlibat dalam pengoperasian alat tangkap ini.

Sebelum melakukan pengamatan langsung bagaimana pengoperasian alat

tangkap rawai, ada beberapa hal yang harus di lakukan nelayan yaitu melakukan

persiapan atau pengisian perbekalan untuk melaut, penentuan daerah penangkapan

ikan, dan dilanjutkan dengan setting dan hauling alat tangkap. Sementara itu,

wawancara dengan nelayan bagaimana pengoperasian alat tangkap rawai

dilaksanakan menggunakan kuisioner.


15

3.4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh dengan cara mengikuti langsung kegiatan pengoperasian alat tangkap

dan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, sedangkan data

sekunder diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang berhubungan dengan

topik praktek magang.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Magang

Kabupaten Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau,

Indonesia. Rokan Hilir terletak pada koordinat 1014’–2045’ LU, 100017’–101021’

BT. Ibukotanya terletak di Bagansiapiapi, Kota terbesar, bersejarah, dan pernah di

kenal sebagai penghasil ikan terbesar di Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas

sebesar 8.941 km2 dan penduduk sejumlah 349.771. Kabupaten Rokan Hilir

terbagi dalam 15 Kecamatan dan 83 Kelurahan/Desa.

Lokasi magang tepatnya berada di Kepenghuluan/desa Bagan Punak

Pesisir yang terletak di Kecamatan Bangko. Kepenghuluan/desa Bagan Punak

Pesisir merupakan desa baru hasil dari pemekaran desa lain. Salah satu perbatasan

di Kepenghuluan/desa Bagan Punak Pesisir langsung berhadapan dengan muara

sungai rokan. Hal ini menjadikan Kepenghuluan/desa Bagan Punak Pesisir

memiliki potensi perikanan yang cukup potensial. Pekerjaan masyarakat di

Kepenghuluan/desa Bagan Punak Pesisir sebagian besar adalah nelayan.

Pekerjaan sampingan ketika nelayan tidak melaut adalah petani. Kapal

penangkapan nelayan biasanya ditambatkan didepan rumah mereka sendiri.

4.2. Unit Penangkapan

4.2.1. Kapal Penangkapan

Kapal yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan biasanya

disebut armada penangkapan. Kapal yang paling banyak digunakan nelayan rawai

di Kepenghuluan Bagan Punak pesisir rata-rata berukuran 5 sampai 7 GT. Kapal-

kapal ini ditambatkan di sungai kecil yang berdekatan dengan rumah nelayan yang
17

memiliki kapal tersebut. Untuk lebih jelasnya, kapal-kapal yang dioperasikan

nelayan dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Armada Penangkapan

Kapal yang digunakan pada saat praktek magang adalah KM. Mustika

berukuran 6 GT dengan panjang 15 m, lebar 2 meter. Mesin yang digunakan

adalah mesin Dongfeng 30 PK dengan bahan bakar solar. (Gambar 2).

Gambar 2. Mesin Kapal


18

4.2.2. Alat Tangkap Rawai

Jenis rawai yang digunakan oleh nelayan adalah rawai horizontal.

Dimana target ikan sasaran adalah jenis ikan demersal. Konstruksi utama rawai

yang digunakan memiliki tali utama (mainline), tali cabang (branchline), pancing

(hook), pelampung, pemberat, dan peluntang (Gambar 3).

Gambar 3. Rawai dan Pelampung

Alat tangkap rawai diletakkan dalam ember yang berjumlah 10 ember

dimana dalam setiap ember memiliki 180 pancing. Total keseluruhan pancing

yang digunakan adalah 1800 pancing. Pancing yang digunakan pada alat tangkap

rawai ini no. 7. Tali utama memiliki panjang 3800 meter (3,8 km) dengan jarak

antara tali cabang sebesar 2 meter. Semetara untuk panjang tali cabang sebesar 75

cm. Jenis tali yang digunakan pada tali utama dan tali cabang berbeda. Tali utama

menggunakan jenis tali berbahan multifilament, sementara untuk tali cabang

menggunakan jenis bahan monofilament (Gambar 4).


19

Gambar 4. Tali Utama, Tali Cabang, dan Pancing

Jenis bahan yang digunakan pada pemberat adalah besi. Pemberat yang

digunakan merupakan besi-besi bekas yang sudah tidak digunakan lagi seperti

besi-besi yang terdapat pada sepeda, besi pada mesin kapal dan lainnya.

Banyaknya pemberat yang digunakan untuk pengoperasian rawai (1800 pancing)

berjumlah 17 pemberat (Gambar 5).

Gambar 5. Pemberat
20

4.2.3. Alat Bantu

Alat bantu merupakan alat yang digunakan untuk membantu dalam usaha

penangkapan. Kapal nelayan pada saat praktek magang tidak dilengkapi alat bantu

yang sudah memiliki teknologi yang tinggi. Alat bantu yang digunakan nelayan

hanya kompas (Gambar 6) sebagai penunjuk arah dan benda-benda navigasi

seperti bubu tiang yang berfungsi untuk mengetahui lokasi kapal di laut serta

matahari yang berfungsi sebagai penunjuk arah dan waktu.

Gambar 6. Kompas

4.2.4. Nelayan

Jumlah Anak Buah Kapal atau ABK yang dibutuhkan untuk melakukan

penangkapan menggunakan rawai sebanyak 3 orang dan 1 orang tekong atau

kapten kapal. Kapten kapal merupakan nelayan yang memiliki kapal tesebut.

Sistem pembayaran upah untuk ABK adalah sistem bagi hasil, dimana besarnya

gaji ABK ditentukan oleh besarnya hasil tangkapan.


21

4.3. Persiapan Melaut

Sebelum melakukan usaha penangkapan, nelayan mempersiapkan

perbekalan selama di laut. Pengisian perbekalan merupakan salah satu faktor

penunjang untuk melakukan penangkapan. Sebelum berangkat menuju daerah

penangkapan, pengisian perbekalan dilakukan pada sebuah tangkahan yang berada

tidak jauh dari tempat tambat kapal. Adapun perbekalan yang di butuhkan seperti

minyak solar, air bersih, kebutuhan konsumsi selama melaut. Pengisian

perbekalan dilakukan oleh ABK (Gambar 7). Satu orang ABK membeli minyak

solar, satu orang lagi membeli kebutuhan konsumsi, dan ABK yang terakhir

melakukan pengecekan terhadap mesin kapal. Biaya yang dikeluarkan untuk

pengisian perbekalan dan minyak mesin kapal dalam satu hari melaut mencapai

Rp. 300.000,-. Pada saat suruh terendah, biasanya nelayan melaut selama 6 hari.

Untuk modal sebelum pengisian perbekalan melaut, nelayan telah menyisipkan

hasil tangkapan pada hari sebelumnya sebagai modal untuk melaut hari

berikutnya. Apabila hasil tangkapan pada hari sebelumnya tidak disimpan untuk

modal melaut, maka nelayan meminjam kepada pemilik tangkahan.

Gambar 7. Pengisian Bahan Bakar


22

4.4. Daerah Penangkapan

Salah satu faktor yang mempengaruhi suatu usaha penangkapan adalah

penentuan daerah penangkapan. Jika salah dalam memilih daerah penangkapan,

maka usaha dalam penangkapan akan sia-sia. Daerah penangkapan berada di Selat

Malaka merupakan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571. Penentuan

daerah penangkapan yang dilakukan oleh kapten kapal berdasarkan pengalaman

dan tanda-tanda alam serta melihat navigasi seperti bubu tiang. Jarak dari lokasi

tambat kapal menuju daerah penangkapan ditempuh lebih kurang 3 sampai 3,5

Jam (Gambar 8). Dasar perairan pada saat pengoperasian adalah berlumpur

berpasir. Kedalaman perairan antara 24 sampai 26 meter. Daerah pengoperasian

rawai cukup jauh dibandingkan dengan pengoperasian alat tangkap lain seperti

jaring insang, sondong, maupun alat tangkap lainnya. Hal ini disebabkan dalam

pengoperasian rawai, dibutuhkan perairan yang jernih. Sementara pantai timur

Sumatera memiliki perairan yang keruh yang disebabkan oleh banyaknya sungai

yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera.

Gambar 8. Menuju Daerah Penangkapan


23

4.5. Umpan

Dalam pengoperasian rawai tidak terlepas dari umpan. Jenis umpan yang

digunakan ada 4 jenis yaitu ikan parang, ikan lomek, udang kecil dan ikan

gelodok (tembakul). Umpan-umpan ini didapatkan dari nelayan bubu tiang.

Umpan diambil dari nelayan bubu tiang ketika di perjalanan menuju daerah

penangkapan. Nelayan yang mengunakan alat tangkap rawai biasanya berangkat

lebih cepat dari nelayan yang menggunakan alat tangkap lain untuk mengambil

umpan ke nelayan bubu tiang (Gambar 9).

Gambar 9. Pengambilan Umpan

Setelah umpan didapatkan dari nelayan bubu tiang, pemasangan umpan

dilakukan oleh ABK selama perjalanan menuju daerah penangkapan. Satu orang

ABK bertugas memotong umpan menjadi lebih kecil, sementara dua ABK lainnya

bertugas memasang umpan pada pancing (Gambar 10).


24

Gambar 10. Pemasangan Umpan

4.6. Teknik Pengoperasian

4.6.1. Setting

Setting merupakan suatu proses penurunan alat tangkap ke perairan,

dimana sebelum melakukan penurunan alat tangkap ke perairan kapten kapal

menentukan terlebih dahulu lokasi yang tepat untuk melakukan setting. Terlebih

dahulu, kapten kapal melihat kecerahan perairan, setelah itu dilakukan

pengukuran kedalamanan perairan dan melihat tanda-tanda alam serta pengalaman

yang dimilikinya.

Setelah mendapatkan lokasi yang sesuai, kapten kapal menurunkan

kecepatan kapal dan memberikan instruksi kepada ABK untuk menurunkan alat

tangkap ke perairan. Penurunan alat tangkap dilakukan disebelah kiri lambung

kapal. Langkah pertama yang dilakukan oleh ABK adalah penurunan peluntang

yang dilengkapi dengan bendera tanda (Gambar 11).


25

Gambar 11. Penurunan Peluntang

Setelah pelampung tanda diturunkan diikuti dengan penurunan alat

tangkap. Penurunan alat tangkap di lakukan dengan cara memegang ember yang

terdapat rawai yang telah diberi umpan (Gambar 12).

Gambar 12. Setting

Pada saat penurunan alat tangkap kecepatan kapal di kurangi untuk

menghindari kekusutan pada rawai. Sewaktu penurunan alat tangkap, ABK yang

lain mengikatkan pelampung pemberat pada pancing yang ke 90 atau pada

pertengahan masing-masing ember dan melemparkannya ke perairan. Sementara


26

satu ABK bersiaga didekat penurunan alat tangkap apabila terjadi kekusutan pada

alat tangkap rawai. Lama penurunan seluruh alat tangkap lebih kurang 45 menit

sampai 1 jam. Setelah seluruh alat tangkap diturunkan, peluntang kedua

dijatuhkan kemudian mesin kapal dimatikan. Rawai dibiarkan terendam di

perairan (Soaking) selama lebih kurang 1 sampai 2 jam. Selama menunggu

perendaman alat tangkap, ABK memanfaatkan waktu untuk membersihkan kapal

dan memasak untuk makan siang.

4.6.2. Hauling

Hauling merupakan suatu proses penaikan alat tangkap keatas kapal.

Biasanya dalam penarikan rawai menggunakan alat bantu line hauler atau secara

manual tanpa menggunakan alat bantu. Pada saat praktek magang nelayan

melakukan proses hauling secara manual tanpa menggunakan alat bantu. Proses

hauling dilakukan apabila waktu perendaman sudah cukup lama atau nelayan

sudah yakin banyak ikan yang sudah tertangkap. Perendaman alat tangkap yang

terlalu lama juga dikhawatirkan ikan yang sudah tertangkap akan lepas.

Proses hauling dilakukan atas instruksi kapten kapal, salah satu ABK

menghidupkan mesin kapal. Kemudian kapal dijalankan dengan kecepatan yang

rendah, lalu ABK yang lainnya mulai menaikkan peluntang dan menarik tali

utama pada rawai. Kapten kapal menyesuaikan kecepatan kapal dan proses

penarikan alat tangkap rawai. Proses ini dilakukan disebelah kanan lambung

kapal, kadang-kadang dilakukan pada sebelah kiri lambung kapal tergantung arus

yang membawa alat tangkap rawai tersebut. Proses hauling memakan waktu lebih

kurang 2 sampai 3 jam tergantung dari banyaknya hasil tangkapan dan keadaan

alam (Gambar 13).


27

Gambar 13. Hauling

Proses hauling dilakukan oleh seorang ABK, satu ABK menunggu hasil

tangkapan dan satu ABK lagi menyusun kembali rawai yang telah dinaikkan.

Proses hauling dilakukan secara bergantian oleh ABK. Pergantian penarikan

rawai di lakukan setiap 180 pancing atau satu ember telah dinaikkan. Pada saat

penyusunan alat tangkap, langsung dilakukan perbaikan pada rawai apabila

terdapat tali yang kusut dan pancing yang putus (Gambar 14).

Gambar 14. Penyusunan dan Perbaikan Rawai


28

Setelah seluruh alat tangkap rawai dinaikkan di atas kapal, ABK kembali

melakukan pemasangan umpan untuk melakukan setting lagi. Kapten kapal

mencari lokasi penangkapan yang baru. Proses setting dan hauling dilakukan

sebanyak dua kali dalam sehari. Pada saat malam hari, nelayan tidak melakukan

penangkapan, hal ini dikarenakan pada saat praktek magang sedang dilaksanakan

cuaca sedang tidak baik. Saat malam, nelayan hanya merapatkan kapalnya didekat

pulau untuk berlindung dari cuaca yang buruk.

4.7. Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan yang didapat pada saat hauling dimasukkan kedalam

palka kapal. Pada saat hauling beberapa jenis ikan yang didapatkan dapat dilihat

pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Tangkapan Nelayan/Hari

No Jenis Ikan Hasil Tangkapan (Kg)

1 Ikan Pari (Aetomyleus nichofii) 58

2 Ikan Malong (Muraenesox cinereus) 22

3 Ikan Hiu (Carcharhinus leucas) 2

4 Ikan Buntal (Colomesus psitaccus) Di buang

Jumlah 88

Hasil tangkapan utama nelayan adalah ikan pari (Gambar 15), sementara

hasil tangkapan sampingan adalah ikan malong dan ikan hiu yang memiliki nilai

ekonomis dan hasil tangkapan sampingan yang langsung dibuang yaitu ikan

buntal. Untuk ikan malong nelayan mengeluarkan gelembung renangnya dan


29

dikumpulkan. Gelembung renang malong memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi.

Gambar 15. Hasil Tangkapan Utama

Pendaratan hasil tangkapan dilakukan di tangkahan tempat pengisian

perbekalan sebelum melaut apabila kegiatan penangkapan dilakukan one day

fishing yang letaknya tidak jauh dari lokasi tambat kapal. Apabila kegiatan

penangkapan dilakukan pada saat surut terendah atau usaha penangkapan

dilakukan 5 sampai 6 hari, maka hasil tangkapan akan didaratkan di tangkahan

(Gambar 16) yang terletak di Desa Sinaboi. Hal ini disebabkan pada saat surut

terendah atau pasang mati, kapal nelayan tidak bisa tambat ke Lokasi awal kapal.

Jarak dari Desa Sinaboi ke Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir memakan waktu

lebih kurang 2 Jam. Saat akan melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan,

kapal harus mengantri terlebih dahulu. Hal ini disebabkan banyaknya kapal yang

harus dilayani, sementara ukuran tangkahan tidak memadai. Jumlah kapal yang

bisa tambat di tangkahan dan melakukan aktivitas pendaratan maksimal berjumlah

3 kapal.
30

Gambar 16. Tangkahan

Pada saat kapal telah merapat ke tangkahan, ABK mulai memindahkan

hasil tangkapan dari palka untuk di bawa ke tangkahan. Setelah kapal mulai

merapat ke tangkahan, ABK yang lainnya naik ke tangkahan dan menambatkan

kapal. Kemudian dilakukan penimbangan untuk hasil tangkapan yang telah

didapatkan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Pendapatan Nelayan/Hari

No Jenis Ikan Harga Ikan (Kg) Total

1 Ikan Pari (Aetomyleus nichofii) Rp. 25.000 Rp. 1.450.000

2 Ikan Malong (Muraenesox cinereus) Rp. 8000 Rp. 176.000

3 Ikan Hiu (Carcharhinus leucas) Tidak di jual -

Jumlah Rp. 1.626.000

Setelah proses penimbangan selesai, uang yang mereka dapatkan langsung

dipotong dengan uang yang dipinjam pada saat pengisian perbekalan sebelum

berangkat melaut. Pembayaran gaji ABK di lakukan ketika kapal sudah sampai

dilokasi tambat kapal.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada pengoperasian alat tangkap rawai (longline) membutuhkan 3 orang

ABK dan 1 orang tekong atau kapten kapal. Penurunan alat tangkap ke perairan

(setting) dilakukan disebelah kiri lambung kapal. Penurunan rawai sepanjang

3.800 meter (3,8 Km) yang memiliki 1800 pancing membutuhkan waktu sekitar

45 menit sampai 1 jam. Setiap 90 pancing yang diturunkan ke perairan diberi

pemberat dan pelampung. Penurunan rawai diawali dengan penurunan peluntang

dan diikuti dengan alat tangkapnya. Lama perendaman alat tangkap (soaking)

lebih kurang 1 sampai 2 jam.

Penarikan alat tangkap ke kapal (hauling) dilakukan di sebelah kiri

lambung kapal, kadang-kadang juga dilakukan disebelah kanan lambung kapal

tergantung alat tangkapnya berada disebelah kanan atau kiri kapal. Waktu yang

diperlukan pada saat hauling sekitar 2 sampai 3 jam tergantung dari kondisi cuaca

seperti ombak dan arus dan banyaknya hasil tangkapan. Dalam satu hari,

pengoperasian alat tangkap rawai (longline) dilakukan sebanyak 2 kali setting dan

2 kali hauling. Hasil tangkapan langsung didaratkan ke tangkahan.

5.2. Saran

Perairan kabupaten Rokan Hilir pernah tercatat dalam sejarah sebagai

penghasil ikan terbesar disektor perikanan tangkap. Eksploitasi yang berlebihan

membuat perairan Rokan Hilir hingga terjadinya overfishing. Ciri-ciri yang

ditunjukkan adalah semakin jauhnya daerah penangkapan ikan, ukuran ikan yang

tertangkap semakin kecil dan jumlahnya semakin sedikit serta spesies ikan yang
32

tertangkap juga semakin berkurang. Tetapi potensi perikanan yang dimiliki masih

bisa di manfaatkan secara optimal. Rawai merupakan alat tangkap yang cukup

selektif. Pemerintah seharusnya membantu nelayan dalam penggunaan alat

tangkap rawai karena kita ketahui bahwa Selat Malaka merupakan alur migrasi

dari ikan tuna. Dimana kita ketahui ikan tuna memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi sehingga akan membantu meningkatkan perekonomian nelayan. Penentuan

daerah penangkapan juga harus diperhatikan dengan cara penentuan daerah

penangkapan yang potensial menggunakan remote sensing dan pengadaan alat-

alat akustik seperti fish finder atau echosounder dan disosialisasikan cara

penggunaanya sehingga nelayan bisa menghemat waktu dalam melakukan usaha

penangkapan.

Penggunaan umpan dalam alat tangkap rawai hanya berdasarkan

pengalaman, maka perlu diadakan penelitian dalam penentuan umpan mana yang

lebih banyak menghasilkan ikan. Sehingga nelayan tidak perlu terlalu banyak

menggunakan jenis umpan.


DAFTAR PUSTAKA

Arimoto, T., S.J. Choi., and Y.G. Choi. 1999. Trends and Perspectives for Fishing
Technology Research Towards the Sustainable Development. In
Proceeding of 5th International Symposium on Efficient Application and
Preservation of Marine Biological Resources. OSU National University.

Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penagkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor, 97


hal.

Brandt, A.V. 2005. Fish Catching Methods of the World. London : Fishing News
Book Ltd.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumber daya Kelautan Untuk Kesejahteraan


Rakyat. LISPI dan DKP. Jakarta. 145 hal.

Dahuri, R. 2013. The Blue Future Of Indonesia. RODA Bahari. Bogor.

Feliatra, 2004. Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia. Diktat Kuliah


Ilmu Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau.Pekanbaru.

Gremli MS, and Newman H.E. 2001. Insight Guides Underwater: Marine Life in
the South China Sea. APA Publications GmbH and Co. Verlag KG,
Singapore.

Http://www.iftfishing.com/pemula/rawai-long-line/ (Di akses pada tanggal 10


Januari 2016 Pukul 20.30 WIB)

Kasry, A. 1985. Pendayagunaan dan Pengolahan Wilayah Pesisir. Suatu Tinjauan


Ekosistem. Makalah Dalam Symposium Peengembangan Wilayah
Pesisir. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru, 25 hal.

Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2011.


(http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/9861/PotensiLautDuniaBerubah
-Signifikan/?category_id=. Diunduh 04 Januari 2015).

Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gill net). Serial Teknologi Penangkapan


Ikan Berwawasan Lingkungan. IPB: Bogor. 69 hal.

Martasuganda, S. 2008. Rawai (Longline). Dept. PSP. FPIK IPB. Bogor.

Muchtar. 2010. Daerah Penangkapan. Stop Ilegal Fishing Indonesia. Belawan,


Medan.
34

Purbayanto. A, M Riyanto dan ADP Fitri. 2010. Fisologi dan Tingkah Laku Ikan
pada Perikanan Tangkap. Bogor: IPB Press. Sadhori,N.1984.Bahan Alat
Penangkapan Ikan.Penerbit Yasaguna Jakarta. 80 hal.

Sainsbury, John. C. 1996. Commercial Fishing Methods: An Introduction to


Vessel and Gears. Third edition. Oxford: Fishing News Book.

Syofyan, I. 1996. Konstruksi Dan Rancangan Alat Tangkap gillnet (Jaring


Insang) Untuk Menagkap Ikan Senagin (PolynemusTetradactylus)
Diperairan Selat Berhala Riau. Skripsi.Fakultas Peikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.62 Hal(TidakDiterbitkan).

Syamsuddin, A.R. 1986. Pengantar Perikanan. Seri Karya Nusantara Jakarta.58


hal.

Von Brandt, A. 2005. Fish Catching Methods of the World. Fourth Edition.
England : Back Well Publishing Ltd.
LAMPIRAN
36

Lampiran 1. Peta Lokasi Magang


37

Keterangan
f

Bendera Tanda
hh

Tali Utama
Pelampung
e

Pemberat
Tali cabang
d
Di desain oleh
Peluntag
MUSLIM
Pancing
(1304111779)
c
f

FAKULTAS
e

d
c

b
a

Tiang kayu
PERIKANAN
DAN
KELAUTAN
Lampiran 2. Konstruksi Rawai

UNIVERSITA
S RIAU

g
b
a
38

Lampiran 3. Dokumentasi Selama Praktek Magang

Alat Tangkap Rawai Armada Penangkapan

Pemasangan Umpan Rawai yang telah dipasang umpan

Proses Setting Proses Hauling

Anda mungkin juga menyukai