Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
81 tayangan101 halaman

Skripsi Revi Rahma Yanti 2024

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 101

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DAN POLA ASUH

MAKAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS ANAK AIR KECAMATAN KOTO
TANGAH KOTA PADANG
TAHUN 2023

SKRIPSI

Oleh :

REVI RAHMA YANTI


22222039

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
FAKULTAS KESEHATAN DAN SAINS
UNIVERSITAS MERCUBAKTIJAYA
2023
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DAN POLA ASUH
MAKAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS ANAK AIR KECAMATAN KOTO
TANGAH KOTA PADANG
TAHUN 2023

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kebidanan


Program Studi Kebidanan Program Sarjana

Oleh :

REVI RAHMA YANTI


22222039

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN


PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI
FAKULTAS KESEHATAN DAN SAINS
UNIVERSITAS MERCUBAKTIJAYA
2023
ABSTRAK

Prodi Kebidanan Program Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Program


Profesi Fakultas Kesehatan dan Sains Universitas Mercubaktijaya

Padang, Februari 2024

Revi Rahma Yanti

“Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah


Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun
2023”

ABSTRAK

Status gizi menurut Kemenkes adalah merujuk pada kondisi nutrisi atau
kecukupan zat gizi dalam tubuh seseorang. Status gizi yang baik sangat penting
untuk menjaga kesehatan optimal dan mencegah berbagai penyakit.(Profil Admisi
Husada, 2023). Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui Hubungan Tingkat
Kecemasan Ibu dengan status gizi balita dan Pola Asuh Pemberian Makan dengan
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun
2023.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analitik dengan desain cross
sectional. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota
Padang. Populasi ibu yang memiliki bayi umur 0-59 bulan 3.233 orang.
Pengambilan sampel dengan proposional sampling 97 orang. Analisis data dengan
uji univariat dan bivariat dengan chi-square.
Hasil penelitian didapatkan Kurang dari separuh ibu yang memiliki
kecemasan normal (34,0%) dan memiliki kecemasan sedang (27,8%) serta
terdapat juga sebagian kecil (24,7%) memiliki kecemasan ringan. Hampir seluruh
(92,8%) ibu tepat melakukan pemberian pola asuh terhadap anaknya, namun
masih ada sebagian kecil (7,2%) ibu melakukan pola asuh makan yang tidak tepat
terhadap anaknya. Lebih dari separuh responden (61,9%) memiliki balita dengan
status gizi normal dan terdapat seperempat (25,8%) dari responden memiliki
status gizi kurang. Hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi p =0,040
(p< 0,05). Hubunbgan pola asuh makan dengan status gizi balita p =0,000 (p<
0,05)
Ada hubungan antara tingkat kecemasan ibu dengan status gizi balita. Ada
hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita. Disarankan bagi Puskesmas
agar dapat lebih meningkatkan peran petugas puskesmas untuk memotivasi dan
memberikan informasi-informasi (penyuluhan) dan pelayanan kesehatan seperti
kelas ibu hamil, kelas ibu balita, dll, supaya ibu mendapatkan informasi seputar
pola asuh anak sejak masa pra konsepsi.kepada orangtua anak mengenai pola asuh
makan yang tepat untuk anak dan cara memperhatikan status gizi anaknya dan
juga agar ibu paham dan mahir dalam mengasuh anak, sehingga dapat mengurangi
kecemasan ibu diantaranya terhadap status gizi balita.

Kata kunci : Tingkat Kecemasan Ibu, Pola Asuh Makan, Status Gizi Balita
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu Dengan Status


Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah Kota
Padang” ini telah di periksa dan disetujui untuk disidangkan di hadapan Dewan
Penguji skripsi Prodi Kebidanan Program Sarjana dan Prodi Pendidikan Bidan
Program Profesi Fakultas Kesehatan dan Sains Universitas Mercubaktijaya.

Padang, Februari 2024

Pembimbing 1 Pembimbing II

Putri Nelly Syofiah, S.SiT, M.Keb Eka Putri Primasari, SKM. M. Kes
NIDN. 1003028401 NIDN.1016069001

Program Studi Kebidanan Program Sarjana Dan Program Studi Pendidikan


Profesi Bidan Program Profesi Fakultas Kesehatan dan Sains Universitas
Mercubaktijaya

Ketua

Desi Wildayani, Bd. M.Keb


NIDN. 1019128804
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia yang dilimpahkan Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penulisan Skripsi tentang “Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dan Pola Asuh

Makan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Pukesmas Anak Air

Kecamatan Koto Tangah Kota Padang”

Dalam pembuatan Skripsi ini banyak hambatan yang peneliti hadapi,

namun berkat dorongan semua pihak, Skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Maka

pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam- dalamnya kepada:

1. Ibu Putri Nelly Syofiah, S.SiT, M.Keb sebagai pembimbing I yang telah

mengarahkan dan memberikan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini

2. Ibu Eka Putri Primasari, SKM. M.Kes sebagai pembimbing II yang telah

mengarahkan dan memberikan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi penelitian ini

3. Ibu Desi Wildayani, Bd. M.Keb sebagai Ketua Prodi S1 Kebidanan

Program Sarjana dan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Program

Profesi Universitas MERCUBAKTIJAYA.

5. Ibu Zulfita, S.SiT.M.Biomed sebagai Dekan Fakultas Kesehatan dan Sains

Universitas MERCUBAKTIJAYA.

4. Ibu Ises Reni, SKp., M.Kep sebagai Rektor Universitas

MERCUBAKTIJAYA.
5.Bapak Jasmarizal, SKp., MARS sebagai Ketua Pengurus Yayasan

Universitas MERCUBAKTIJAYA.

6. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar Universitas MERCUBAKTIJAYA.

Peneliti menyadari bahwa Skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu

peneliti sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata peneliti berharap semoga

Skripsi ini dapat diterima.

Padang, Februari 2024

Peneliti
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................i
PENGESAHAN..................................................................................................ii
PERSETUJUAN PENGUJI..............................................................................iii
KATA PENGANTAR........................................................................................iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .......................................................................................8
2.1.1 Konsep Status Gizi..........................................................................
2.1.1.1 Pengertian Status Gizi...............................................................
2.1.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi.....................
2.1.1.3 Masalah Gizi Pada Balita..........................................................
2.1.1.4 Metode Penilaian Status Gizi ...................................................
2.1.1.5 Komponen – Komponen Kateristik yang Mempengaruhi
Status Gizi................................................................................
2.1.1.6 Dampak Kekurangan Gizi.........................................................
2.1.1.7 Pencegahan Gizi Buruk.............................................................
2.1.1.8 Macam – Macam Klarifikasi Status Gizi..................................
2.1.2 Kecemasan Pada Ibu
2.1.2.1 Pengertian Kecemasan pada Ibu..............................................
2.1.2.2 Tingkatan Cemas......................................................................
2.1.2.3 Gejala – Gejala Kecemasan......................................................
2.1.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan....................
2.1.2.5 Dampak Kecemasan .................................................................
2.1.2.6 Penatalaksanaan Gangguan Kecemasan...................................
2.1.2.7 Skala Kecemasan Depression Anxiety Stress Scales
(DASS 42) .................................................................................
2.1.3 Pola Asuh Makan
2.1.3.1 Konsep Pola Asuh Makan.........................................................
2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi.......................................
2.1.3.3 Pola Pemberian Makan Sesuai Usia.........................................
2.2 Kerangka Teori Penelitian........................................................................
2.3 Kerangka Konsep Penelitian.....................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian........................................................................................27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................27
3.3 Populasi dan Sampel...............................................................................27
3.4 Variabel Penelitian..................................................................................30
3.5 Defenisi Operasional...............................................................................31
3.6 Hipotesis..................................................................................................33
3.7 Teknik dan Instrument Pengumpulan Data..............................................34
3.8 Teknik Analisa Data ...............................................................................
3.9 Etika Penelitian........................................................................................
3.10 Keterbatasan Penelitian..........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian………………………………………………………….
4.1.1.Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian………………………….
4.1.2 Karakteristik Responden…………………………………………..
4.1.3 Hasil Penelitian Berdasarkan Univariat…………………………...
4.1.4 Hasil Penelitian Berdasarkan Bivariat..…………………………...
4.2 Pembahasan ...........................................................................................
4.2.1 Status Gizi…………………………………………………………
4.2.3 Tingkat Kecemasan Ibu…………………………………………...
4.2.4 Pola Asuh Makan………………………………………………….
4.2.5 Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dengan Status Gizi Balita…...
4.2.6 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita………….
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................
5.2 Saran...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4 Kerangka Teori……………………………………………………..


Gambar 2.5 Kerangka Konsep……………………………………………………..
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi..........................................................................


Tabel 2.2 Pilihan Jawaban DASS 42……………………………………………
Tabel 2.3 Indikator Penilaian Kecemasan...........................................................
Tabel 3.1 Distribusi sampel .................................................................................
Tabel 3.2 Definisi Operasional.............................................................................
Tabel 4.1 Kateristik Responden ...........................................................................
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu ......................................
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan ...............................................
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Status Gizi...........................................................
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu dengan Status Gizi.......
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan dengan Status Gizi ................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Rencana Penelitian

Lampiran 2 Persetujuan Responden

Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Kisi-Kisi Kuesioner

Lampiran 5 Master Tabel

Lampiran 6 Dummy Tabel

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Selesai penelitian

Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data

Lampiran 10 Dokumentasi penelitian

Lampiran 11 Kartu Bimbingan Skripsi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organization (WHO) tahun 2019 terdapat balita dengan

berat badan kurang (Wasting) terus menerus mengancam kehidupan sekitar

6,9 % atau 47 juta balita secara global. Kejadian tersebut Asia mendapatkan

posisi pertama terbanyak yaitu sebanyak 69% dengan total populasi sebanyak

32,6 juta balita, dan disusul oleh Afrika yaitu sebanyak 27 % dengan jumlah

populasi 12,7 juta balita (WHO, 2019).

Pada tahun 2020 terdapat balita dengan berat badan kurang (Wasting)

sekitar 6,7% atau 45,4 juta. Asia masih mendapatkan posisi pertama dengan

kejadian wasting terbanyak yaitu sebanyak 70 % dengan jumlah populasi

31,9 juta balita dan posisi kedua masih pada Afrika yaitu 27% dengan jumlah

populasi sebanyak 12,1 juta balita (WHO, 2020).

Tahun 2022 terdapat balita dengan berat badan kurang (Wasting)

sekitar 6,8 % atau 45 juta balita secara global. Kejadian tersebut Asia masih

mendapatkan posisi pertama terbanyak yaitu sebanyak 70% dengan total

populasi sebanyak 31,6 juta balita, dan disusul oleh Afrika yaitu sebanyak 27

% dengan jumlah populasi 12,2 juta balita ( WHO, 2022)

Menurut hasil Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2020 masalah

gizi balita berat badan kurang terbanyak ditemukan di provinsi Papua Barat

dengan presentase 7,4%, selanjutnya disusul oleh Provinsi Aceh dengan

presentase 6,7 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2020). Pada tahun 2021

masalah gizi balita berat badan kurang terbanyak ditemukan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan presentase 15,9 %, dan disusul oleh Provinsi Papua

Barat dengan presentase 12,9 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2021).

Pada Tahun 2016 kasus Balita Gizi Buruk ditemukan sebanyak 445

orang di Provinsi Sumatra Barat dan yang mendapat perawatan sebesar 100

%. Posisi terbanyak pertama terdapat di Kabupaten Mentawai dengan total

balita memiliki gizi buruk sebanyak 81 balita, kemudian disusul oleh Kota

Padang sebanyak 68 balita, dan setelah itu terdapat 42 balita di Kabupaten

Padang Pariaman yang memiliki gizi buruk (Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatra Barat, 2016).

Permasalahan kesehatan anak, seperti halnya gizi, masih menjadi

fenomena di Indonesia. Memahami pentingnya kebutuhan gizi yang

dibutuhkan anak merupakan hal yang sangat penting. Akibatnya, status gizi

anak akan mempengaruhi tumbuh kembangnya secara ideal. Masyarakat akan

merasa tidak nyaman dengan keadaan kesehatan anaknya. (Andriani, 2012).

Banyak faktor, baik langsung maupun tidak langsung, memengaruhi

status gizi balita. Penyakit infeksi dan asupan makanan adalah faktor

langsung yang dapat memengaruhi status gizi balita. Pola asuh, sanitasi

lingkungan, ketahanan pangan keluarga, akses ke layanan kesehatan, umur

anak, jenis kelamin anak, dan tekanan darah (Arifin,2012).

Menurut Reihan (2006) Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

gizi buruk pada anak meliputi usia anak, jenis kelamin, berat badan lahir,

jarak kelahiran sebelumnya, pendidikan orang tua, gizi ibu, status sosial

ekonomi rendah, praktik pemberian makan anak, kebersihan, penyakit anak,

perilaku mencari kesehatan dan kecemasan ibu (Rayhan MI,2006).


Kesehatan mental ibu berperan besar dalam status gizi

anak. Gangguan mental umum Common Mental Disorders (CMD) seperti

kecemasan, depresi, dan gejala somatik lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pria. Common Mental Disorders (CMD) cukup umum terjadi

pada ibu yang memiliki anak balita, terutama di negara berkembang. Dalam

penelitian multi-negara, prevalensi Common Mental Disorders (CMD) pada

ibu berkisar antara 21% di Vietnam hingga 33% di Peru. Di Bangladesh,

prevalensinya dilaporkan sebesar 49%. Ketika kesehatan mental ibu

terganggu, hal ini berdampak buruk pada gizi anak,mengganggu kemampuan

ibu dalam merawat anaknya. Common Mental Disorders (CMD) ibu

mempengaruhi praktik pengasuhan mereka, menyebabkan pemberian

makanan yang tidak tepat dan layanan kesehatan yang tidak memadai untuk

anak-anak, terutama imunisasi (Harpham,2005).

Balita adalah kelompok yang paling rentan terhadap masalah

kesehatan dan gizi. Ini karena mereka adalah bagian penting dari

pertumbuhan mereka. Masa keemasan, atau masa emas, adalah saat proses

tumbuh kembang otak berlangsung sangat cepat. Proses ini akan berhenti saat

anak berusia tiga tahun. Balita yang tumbuh dengan cepat membutuhkan

lebih banyak zat makanan untuk memiliki kualitas dan nutrisi yang lebih

baik. (Sutomo, 2010).

Engle, Menon, dan Haddad (1996) menambahkan bahwa ada banyak

faktor yang memengaruhi status gizi anak, termasuk pendapatan keluarga,

pendidikan dan pengetahuan ibu, pola pengasuhan, sanitasi dan penyehatan

rumah, ketersediaan waktu, dan dukungan ayah. Pola pengasuhan juga


berkontribusi terhadap status gizi anak; salah satu pola pengasuhan yang

berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan.

Karyadi (1985) mendefinisikan pola asuh makan sebagai cara seorang

ibu mengajarkan anaknya cara dan di mana mereka harus makan. Selain pola

makan ibu, pola kesehatannya juga memengaruhi kesehatan balita, secara

tidak langsung memengaruhi gizinya. Peran ibu sangat penting dalam

perkembangan anak karena mereka bertanggung jawab untuk mengasuh dan

mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik.

Kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia

berkorelasi dengan pola makan yang diterapkan pada balita.

Tingkat kebutuhan tubuh terhadap kalori dan zat gizi lain dari asupan

makanan dengan dampak fisik yang dapat diukur dikenal sebagai status gizi

(Almatsier, 2010)

Berdasarkan data yang didapatkan dari Profil Dinas Kesehatan Kota

Padang Tahun 2020, 2021, dan 2022 presentase balita dengan berat badan

sangat kurang dan berat badan kurang menurut BB/U tertinggi selama 3 tahun

terakhir ditemukan di Puskesmas Anak Air yaitu pada tahun 2020 16,5%,

tahun 2021 67,6%, tahun 2022 14,6% (Profil Dinas Kesehatan Kota Padang

Tahun 2020, 2021, dan 2022).

Pada saat peneliti melakukan survey awal pada tanggal 6 Oktober

2023 terhadap 6 sampel ibu yang memiliki balita usia 0 – 49 bulan, peneliti

menemukan 1 balita dengan gizi buruk dan 1 balita dengan gizi kurang dari 6

sampel. Pada saat peneliti melakukan survey awal, dengan mengunakan

kuisioner skala DASS 42, peneliti mendapatkan 2 orang ibu yang memiliki
tingkat stress, tingkat kecemasan, tingkat depresi normal, namun salah satu di

antara ibu tersebut memiliki balita yang status gizinya kurang, peneliti

menemukan 1 ibu dengan tingkat stress sedang, tingkat kecemasan parah, dan

tingkat depresi sedang kondisi balitanya memiliki status gizi buruk, peneliti

menemukan 1 ibu memiliki tingkat stress ringan, tingkat kecemasan dan

tingkat depresi normal kondisi balitanya memiliki status gizi baik, peneliti

menemukan 1 ibu memiliki tingkat stress sedang, tingkat kecemasan parah

dan tingkat depresi sedang kondisi balitanya memiliki status gizi baik,

peneliti menemukan 1 ibu memiliki tingkat stress ringan, tingkat kecemasan

sedang dan tingkat depresi normal kondisi balitanya memiliki status gizi baik.

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan dari banyaknya

masalah yang muncul dan belum banyaknya penelitian tentang hal ini, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan

Tingkat Kecemasan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023”.

1. 2 Rumusan Masalah

Apakah Ada Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dengan status gizi

dan Pola Asuh Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum.

Mengetahui Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dengan status gizi

balita dan Pola Asuh Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023.


1.3.2 Tujuan Khusus.

Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu :

a. Diketahui distribusi frekuensi status gizi balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023

b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan ibu di Wilayah

Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023

c. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh makan di Wilayah Kerja

Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun 2023

d. Diketahui hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang Tahun

2023

e. Diketahui hubungan pola asuh pemberian makan dengan Status

Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang

Tahun 2023

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu :

1.4.1 Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat membantu responden dan

keluarga mereka memahami bagaimana kecemasan ibu

dan pola asuh makan berdampak pada gizi balita..

1.4.2 Bagi Pihak Puskesmas

Dapat menjadi bahan masukan untuk diskusi

tentang bagaimana meningkatkan penyuluhan dan


bagaimana menangani perubahan berat badan pada

balita.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Bahan atau sumber ini dapat digunakan sebagai

referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan tingkat kecemasan ibu dan pola asuh makan

dengan status gizi balita


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Status Gizi

2.1.1.1 Pengertian Status Gizi

Menurut Kemenkes, status gizi merujuk pada kondisi nutrisi

seseorang, atau kecukupan zat gizi dalam tubuh seseorang. Status gizi

yang baik sangat penting untuk menjaga kesehatan seseorang secara

optimal dan mencegah penyakit (Profil Admisi Husada, 2023).

Menurut Almatsier (2010) Tingkat kebutuhan tubuh terhadap

kalori dan zat gizi lain dari asupan makanan dengan dampak fisik yang

dapat diukur dikenal sebagai status gizi (Almatsier, 2010).

2.1.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

UNICEF mengatakan bahwa ada dua faktor yang memengaruhi

status gizi balita: faktor langsung (asupan gizi) dan faktor tidak

langsung (penyakit infeksi). Faktor asupan gizi dapat disebabkan oleh

ketidak seimbangan asupan makanan atau makanan yang tidak

memenuhi kebutuhan gizi. Namun, penyebab tidak langsung yang

mempengaruhi status gizi termasuk kurangnya makanan, pola asuh

yang tidak sehat, dan sanitasi, air bersih, dan layanan kesehatan dasar

yang tidak memadai. Infeksi merusak beberapa organ tubuh sehingga

mereka tidak dapat menyerap nutrisi.


Faktor-faktor berikut mempengaruhi kesehatan balita:

1. Faktor langsung

a. Asupan makan yang bergizi

Berbagai faktor dapat menyebabkan asupan makanan yang

kurang, seperti makanan tidak tersedia dalam jumlah yang cukup,

anak-anak tidak mendapat cukup atau salah makanan bergizi

seimbang, dan pola makan yang tidak sehat. Balita membutuhkan

banyak nutrisi, termasuk air, energi, protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, dan mineral. Keseimbangan kalori makanan balita adalah

15% protein, 35% lemak, dan 50% karbohidrat. Setiap gram

protein menghasilkan 4 kalori, 9 kalori, dan 4 kalori. Setiap

minggu, Anda akan mengalami kenaikan berat badan sebesar lima

ratus gram jika Anda terus mengonsumsi lebih dari 500 kalori

setiap hari. (FK UI, 2011).

Pola makan yang sehat pada balita adalah upaya untuk

mengatur jumlah, jenis, dan frekuensi makanan dengan tujuan

tertentu, seperti menjaga kesehatan, kondisi nutrisi, dan mencegah

atau membantu kesembuhan penyakit. Pola dan asupa makan yang

tidak sehat akan menyebabkan status gizi yang buruk.

Pada balita, asupan makanannya berbeda setiap usia. Pada

usia 6–12 bulan, gigi seri atas dan bawah mulai tumbuh,

memungkinkan mereka untuk mengigit dan memotong makanan

menjadi lebih kecil. Pada usia 16–23 bulan, gigi taring atas dan

bawah mulai tumbuh, memungkinkan mereka untuk merobek dan


mengoyak makanan dan Gigi geraham mulai berkembang pada

usia 13 hingga 33 bulan, meningkatkan kemampuan mengunyah

makanan dan membuatnya lebih mudah ditelan. Pada usia 6 bulan,

balita mulai diberi makanan lumat dan disaring, lalu beralih ke

makanan keluarga yang terdiri dari lauk pauk, buah-sayuran, dan

sumber protein nabati dan hewani, serta makanan pokok sebagai

sumber energi.

Saat balita berusia satu tahun, nasi tim tanpa disaring

karena pertumbuhan gigi susu telah selesai. Pada usia 3 hingga 5

tahun, balita sudah dapat memilih makanan mereka sendiri, jadi

orang tua atau wali harus memastikan bahwa asupan makanan

balita diatur dengan sebaik mungkin dan mengandung gizi yang

seimbang.

Untuk memilih makanan apa yang tepat untuk balita, orang

tua harus mengetahui jumlah nutrien yang mereka butuhkan,

mengidentifikasi jenis bahan makanan yang dipilih, serta jenis

makanan yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat diolah untuk

memenuhi keinginan balita untuk hidangan. Keseimbangan kalori

makanan balita adalah 15% protein, 35% lemak, dan 50%

karbohidrat. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, 9 kalori,

dan 4 kalori. Dalam tujuh hari, peningkatan berat badan sebesar

lima ratus gram dihasilkan dari konsumsi kalori tambahan sekitar

lima ratus kalori setiap hari (FK UI, 2011).


Salah satu nutrisi yang sangat penting bagi balita adalah

kebutuhan protein. Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi,

antara 15 dan 25 persen per 100 gram daging ikan, dan

menyediakan sekitar 2/3 dari kebutuhan protein hewani manusia.

Selain itu, ikan mengandung lemak (minyak) antara 0,2 dan 24

persen, terutama asam lemak esensial termis. Ketiganya disebut

asam lemak esensial karena sangat penting untuk pertumbuhan

tubuh yang normal. Mereka tidak dapat dibuat oleh tubuh sendiri,

jadi mereka harus didapat melalui diet. Sebaiknya Anda

mengkonsumsi lebih banyak asupan yang mengandung lemak

tinggi, seperti ikan, karena lemak ini dibuat di luar tubuh..

b. Infeksi

Karena nafsu makan menurun, infeksi menyebabkan

kekurangan energi, protein, dan zat gizi lainnya. Meningkatnya

kebutuhan metabolisme basal dapat menyebabkan peningkatan

kebutuhan energi selama infeksi. Penyakit infeksi mengurangi

asupan makanan anak secara singkat. Penyebab kedua kekurangan

gizi adalah infeksi, terutama pada negara berkembang seperti di

Indonesia, di mana kesadaran akan kebersihan dan personal higiene

masih rendah serta ancaman penyakit endemik. Pada anak berusia 1

hingga 4 tahun, diare (22,6 %) dan tuberkulosis paru (11,1 %) adalah

penyakit infeksi saluran pernapasan (17,2 %) yang paling umum

(Desi, 2011).
Hal ini juga didukung oleh penelitian Hartati (2016) yang

menemukan bahwa sanitasi, lingkungan, dan pelayanan kesehatan

dasar yang tidak memadai dikaitkan dengan tingginya angka

penyakit infeksi, ditambah dengan cakupan imunisasi yang rendah,

menyebabkan status gizi anak balita di Indonesia masih rendah.

Gangguan gizi dapat disebabkan oleh penyakit infeksi

melalui beberapa cara, seperti muntah-muntah dan diare yang

menghilangkan makanan. Selain itu, penyakit infeksi seperti infeksi

saluran pernapasan dapat menyebabkan nafsu makan menjadi lebih

rendah. Infeksi Saluran Pernapasan Bagian Atas (ISPA) dan diare

adalah beberapa penyakit infeksi yang menyebabkan gizi buruk.

Penyakit paru-paru kronis juga dapat menyebabkan gizi buruk. ISPA

adalah penyakit dengan gejala batuk, mengeluarkan ingus, demam,

dan tanpa sesak napas. Diare adalah kondisi di mana seseorang

mengalami buang air besar setidaknya empat kali sehari, yang

berbentuk cair dan disertai dengan muntah (Faradiba, 2015).

1. Faktor tidak langsung

a. Pola Asuh Anak

Pola asuh anak adalah penyebab tidak langsung kurang

gizi. Menurut Jus'at et al. (2000), pola asuh anak sangat penting

untuk kesehatan anak, bersama dengan faktor sosial ekonomi,

budaya, pendidikan, dan lingkungan. Metode yang digunakan ibu

untuk menjaga, mendidik, merawat, dan memberi makan anak


selama perkembangan mereka dikenal sebagai pola asuh atau

pengasuhan ibu.

Pola asuh, menurut Azwar (2004), adalah ketika keluarga

memberikan waktu, perhatian, dan dukungan kepada anak mereka

agar mereka dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya secara fisik,

mental, dan sosial. Pola pengasuhan anak adalah cara ibu atau

pengasuh lain merawat, memberi makan, dan memberi kasih sayang

kepada anak mereka. Namun pola asuh gizi adalah cara individu atau

kelompok memenuhi kebutuhan makanan mereka, yang mencakup

sikap dan keyakinan dalam memilih makanan (Handajani 1994) Pola

jumlah ini, yang juga disebut sebagai pola pemenuhan nutrisi,

mencakup elemen, jenis, dan frekuensi makan anak.

Kehadiran adik juga memengaruhi pola asuh anak. Pola

pemberian makan anak dalam keluarga dipengaruhi oleh jarak

kelahiran yang dekat atau adanya lebih dari satu bayi dalam satu

keluarga. Dawiesah (1990) menemukan bahwa kwashiorkor

biasanya terjadi pada balita yang lebih tua—jika ada lebih dari satu

anak dalam keluarga.

Pola asuh anak memengaruhi gizi mereka. Menurut Unicef

(1998), faktor tidak langsung yang menyebabkan gizi buruk pada

anak adalah pola asuhan yang kurang. Indrawati (2008) menyatakan

bahwa kebiasaan makan, keadaan sosial ekonomi, pengertian dan


kesadaran gizi, dan ketersediaan pangan lokal adalah semua faktor

yang memengaruhi pola pemberian makan anak.

Tingkat pendidikan ibu memengaruhi pola asuh kesehatan

anak. Penelitian di Ghana oleh Kiemesu dan Margaret (2000)

menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu sangat berhubungan

dengan bagaimana mereka menjaga kesehatan anak mereka.

Menurut UNICEF (1998), pola asuh kesehatan, yang termasuk

memantau pertumbuhan anak, memberikan imunisasi, dan menjaga

kebersihan ibu, adalah komponen yang secara tidak langsung

berkontribusi pada kondisi gizi buruk anak balita.

a. Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan kesehatan mencakup akses atau keterjangkauan

kepada ibu hamil, pemantauan pertumbuhan melalui

penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana

kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan

atau dokter, rumah dan keluarga untuk pencegahan penyakit dan

pemeliharaan kesehatan seperti vaksinasi, pemeriksaan

kehamilan, perawatan medis, atau klinik lainnya.

Pada akhirnya, masyarakat dan keluarga menghadapi

tantangan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang

tersedia. Tantangan ini dapat berasal dari masalah ekonomi dan

non-ekonomi seperti jarak yang jauh, ketidakmampuan

membayar, dan kurangnya pengetahuan, antara lain, dan ini

dapat berdampak pada kondisi kesehatan anak (Depkes 2007).


Pelayanan kesehatan mencakup akses dan pemanfaatan

layanan medis, yang secara tidak langsung berdampak pada

status kurang gizi anak balita (UNICEF, 1998). Akses dan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan adalah ketika anak dan

keluarga memiliki akses atau keterjangkauan ke upaya

pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan, seperti

imunisasi, pemantauan pertumbuhan anak di posyandu, dan

layanan kesehatan lainnya di polindes, puskesmas, dan rumah

sakit.

Selama bertahun-tahun, pelayanan kesehatan telah

berusaha untuk meningkatkan status gizi anak balita. Untuk

menangani masalah kekurangan gizi, terutama gizi buruk, akses

ke layanan kesehatan sangat penting. Akses publik yang mudah

diakses akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan kesehatan,

pengetahuan gizi, dan akses kesehatan akan terpenuhi (Suhardjo

1986). Dalam sistem akses kesehatan, ada dua bagian:

pelayanan pengobatan (medical service) dan pelayanan

kesehatan masyarakat (public health service). Akses kesehatan

masyarakat biasanya merupakan subsistem dari sistem akses

kesehatan, dengan tujuan utamanya adalah pencegahan

(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan

sasaran masyarakat. Namun, ini tidak berarti bahwa akses

kesehatan masyarakat tidak menyediakan pelayanan kuratif,


yang dikenal sebagai pengobatan, dan rehabilitatif, yang dikenal

sebagai pemulihan (Notoatmodjo, 2007).

Akses kesehatan dibagi menjadi tiga jenis pelayanan, yaitu :

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care).

Pelayanan ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan

dan masyarakat yang sehat untuk mempromosikan

kesehatan. Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas

Keliling, dan Balai Kesehatan Masyarakat adalah contoh dari

jenis layanan ini.

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health

service).

Rumah sakit tipe C dan D adalah contoh dari kelompok

masyarakat yang memerlukan perawatan menginap yang

sudah tidak dapat ditangani oleh layanan kesehatan primer.

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service).

Rumah sakit tipe A dan B, misalnya, memiliki layanan

kesehatan yang rumit yang tidak dapat ditangani oleh

layanan kesehatan sekunder. Kelompok masyarakat atau

pasien yang membutuhkan layanan kesehatan ini

(Notoatmodjo 1997).

Ketiga strata atau kategori pelayanan tersebut terhubung satu

sama lain dan berada dalam suatu sistem akses kesehatan. Apabila

akses kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis

tingkat primer, tanggung jawab tersebut diserahkan kepada


pelayanan yang lebih tinggi. Penyerahan tanggung jawab dan akses

kesehatan ke akses kesehatan yang lain, juga dikenal sebagai

rujukan, adalah suatu sistem penyelenggaraan akses kesehatan yang

melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap

penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dan antar unit yang

lebih mampu menangani atau horizontal (Notoatmodjo 1997).

b. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah keadaan kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,

penyediaan air bersih, dan faktor lainnya (Notoadmodjo, 2003).

Faktor penting dalam bidang kesehatan adalah pelayanan

kesehatan dasar dan kesehatan lingkungan. Kesehatan

masyarakat akan berubah jika kondisi lingkungan berubah.

Perubahan iklim, penurunan sumber daya alam, dan pencemaran

air dan udara adalah masalah lingkungan yang paling

menantang saat ini.

Kesehatan seseorang dapat berdampak pada status gizi mereka (Story &

Stang, 2005). Perasaan, pikiran, perilaku, dan interaksi dengan orang

lain, termasuk perilaku makan, dapat dipengaruhi oleh kesehatan mental

yang terganggu. Menurut Alton (2005; Luder & Alton 2005; Masdar

dkk 2016), gangguan mental yang paling umum terjadi pada individu

yang mengalami masalah gizi adalah:


a. Depresi

Dikenal sebagai depresi, gangguan mental yang umum,

ditandai dengan suasana hati yang tertekan, kehilangan

kesenangan atau minat, merasa kurang berenergi, memiliki

perasaan bersalah atau rendah diri, masalah dengan makan

atau tidur, dan penurunan konsentrasi. Untuk menghindari

perasaan kesepian yang berlebihan yang menyebabkan

seseorang mengalaminya, hubungan yang baik dengan orang-

orang di lingkungan sekitar harus dibangun dengan baik.

b. Ansietas / kecemasan

Sesekali, seseorang merasa khawatir dan cemas karena

masalah dengan pertemanan mereka, menghadapi ujian, atau

harus berbicara di depan umum. Namun, kecemasan dapat

berkembang menjadi masalah ketika kecemasan tidak kunjung

reda dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Berita baiknya

adalah bahwa kecemasan ini dapat diatasi dengan

mendapatkan bantuan profesional yang tepat dan belajar cara

menghadapi masalah secara positif.

c. Stres

Semua orang mengalami stres, yang merupakan bagian

alami dari kehidupan. Dalam ilmu psikologi, stres adalah

reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional

(mental/psikis) terhadap perubahan lingkungan yang

mengharuskan seseorang menyesuaikan diri. Namun, stres


yang berlebihan dan berlangsung lama dapat berbahaya bagi

kesehatan. Stres adalah perasaan tertekan dan ketegangan

mental.

2.1.1.3 Masalah Gizi pada Balita

Beberapa masalah gizi yang sering terjadi pada balita, antara lain:

2.1.1.3.1 Gizi lebih

Jika ada keseimbangan energi yang berlebihan selama waktu

yang lama, simpanan lemak tubuh meningkat ketika masukan

energi melebihi pengeluaran, yang menyebabkan gizi lebih.

(Jerriyah, 2019).

2.1.1.3.2 Gizi kurang

Ketidakseimbangan atau kekurangan zat gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan balita

mengganggu kesehatan balita (Jerriyah, 2019). Gizi kurang

dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Kekurangan energi protein ringan

2) Kekurangan energi protein sedang

3)Kekurangan energi protein berat (marasmus, kwashiorkor,

marasmus kwashiorkor).

2.1.1.3.3 Gizi buruk


Gizi buruk adalah keadaan di mana balita kekurangan nutrisi,

atau nutrisinya kurang dari standar rata-rata kecukupan yang

seharusnya. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perut membusung

atau busung lapar. Gizi buruk juga dapat berdampak pada


pertumbuhan dan perkembangan balita, serta kecerdasannya.

(Jerriyah, 2019).

2.1.1.4 Metode penilaian status gizi

2 jenis penilaian status gizi adalah penilaian status gizi secara langsung dan

penilaian status gizi secara tidak langsung, yaitu :

2.1.1.4.1 Penilaian status gizi secara langsung

Menurut Supariasa (2014), penilaian status gizi secara

langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Pengukuran biokimia

Salah satu cara untuk menilai status gizi adalah

pengkururan biokimia, yang memeriksa spesimen yang

diuji di laboratorium pada berbagai jaringan tubuh.

Jaringan tubuh termasuk darah, air seni, feses, hati, dan

otot. (Supariasa, 2014).

2. Pengukuran biofisik

Secara biofisik, penentuan status gizi dilakukan

dengan melihat kemampuan fungsi, terutama fungsi

pada jaringan, dan perubahan struktur jaringan.

(Supariasa, 2014).

3. Pengukuran klinis

Pengukuran klinis berpusat pada perubahan yang

terjadi, yang kemudian akan dikaitkan dengan

kekurangan zat gizi pada jaringan epitel seperti kulit,

mata, dan rambut. (Supariasa, 2014).


4. Pengukuran antropometri

Dalam konteks gizi, antropometri berkaitan dengan

berbagai pengukuran dimensi dan komposisi tubuh

manusia dari berbagai usia dan tingkat gizi. (Supariasa,

2014).

2.1.1.4.2 Penilaian status gizi secara tidak langsung

1). Statistik vital

Statistik vital adalah cara untuk mengukur status

gizi dengan melihat statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan

angka kematian akibat penyebab tertentu, bersama

dengan data lainnya yang berkaitan dengan gizi..

2). Faktor ekologi

Ekologi dianggap sangat berpengaruh dalam

menentukan penyebab malnutrisi atau masalah gizi

pada masyarakat. Selain itu, ekologi digunakan sebagai

dasar untuk program intervensi gizi. (Supariasa, 2014).

3). Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah teknik untuk

mengukur atau menentukan status gizi seseorang

dengan melacak jenis dan jumlah zat gizi yang

dikonsumsi. Data yang dikumpulkan melalui survei ini

dapat memberikan gambaran tentang bagaimana


masyarakat, keluarga, dan individu mengonsumsi

berbagai jenis zat gizi.

2.1.1.5 Komponen-Komponen Karakteristik yang Mempengaruhi Status Gizi

Balita

Karakteristik individu memiliki beberapa komponen sebagai berikut:

2.1.1.5.1 Umur

Daya serap dan pola pikir seseorang dipengaruhi oleh umur.

Pola pikir dan daya serap seseorang menjadi lebih baik seiring

bertambahnya usia, sehingga pengetahuan yang mereka peroleh

menjadi lebih baik.(Gita, 2019).

2.1.1.5.1 Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan karakter dan

kemampuan seseorang sehingga mereka dapat menguasai

sesuatu. Pembelajaran dipengaruhi oleh pendidikan. Diharapkan

bahwa seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki

pengetahuan yang lebih luas dan kemampuan untuk

memperoleh informasi yang lebih mudah. (Gita, 2019).

2.1.1.5.2 Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, dan melalui pekerjaan seseorang dapat

memperoleh pengetahuan dan pengalaman secara langsung atau

tidak langsung. Misalnya, orang yang bekerja sebagai tenaga

kesehatan akan lebih memahami penyakit dan bagaimana


mengelolanya daripada orang yang tidak bekerja sebagai tenaga

kesehatan. (Gita, 2019).

2.1.1.5.3 Jumlah anak

Tingkat konsumsi makanan, yaitu jumlah dan distribusi

makanan dalam rumah tangga, akan dipengaruhi oleh jumlah

anak yang banyak. Jika jumlah anak yang banyak diikuti

dengan distribusi makanan yang tidak merata, anak balita dalam

keluarga tersebut akan menderita kekurangan nutrisi (Gita,

2019).

2.1.1.5.4 Paritas ibu

Jumlah kelahiran bayi, juga dikenal sebagai paritas, sangat

terkait dengan jarak kelahiran. Semakin tinggi paritasnya, maka

jarak kelahiran lebih pendek. Hal ini dapat menyebabkan

seorang ibu memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih

setelah melahirkan. Seorang ibu memerlukan waktu minimal

dua tahun untuk pulih setelah hamil dan melahirkan.(Gita,

2019)

2.1.1.6 Dampak Kekurangan Gizi

Masa balita sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

anak, terutama hingga usia dua tahun. Pastikan anak balita bebas dari

masalah gizi, termasuk gizi buruk, untuk memastikan pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal. Wasting dapat membahayakan kesehatan

Anda, mengancam keberlangsungan hidup Anda, dan mengancam

potensi memiliki anak. (Unicef,2023)


Dampak Wasting sebagai berikut :

2.1.1.6.1 Kekebalan (sistem imunitas) tubuh rendah

Anak wasting, terutama anak yang mendapatkan gizi buruk,

memiliki sistem kekebalan yang lemah, yang membuat mereka

lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, batuk pilek,

dan pneumonia. Jika balita wasting terkena penyakit infeksi,

kondisinya dapat lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh

dibandingkan anak yang mendapatkan gizi baik.

2.1.1.6.2 Gangguan pertumbuhan fisik

Anak yang menderita wasting memiliki risiko mengalami

gangguan pertumbuhan fisik, termasuk pertumbuhan tinggi badan,

karena mereka kekurangan asupan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan. Jika kondisi ini berlangsung lama, anak tersebut

berisiko mengalami stunting, yaitu kondisi di mana tinggi badan

lebih pendek daripada anak seusianya.

2.1.1.6.3 Gangguan perkembangan otak

Zat gizi sangat penting untuk mendukung perkembangan

otak balita. Seperti stunting, asupan gizi anak wasting terganggu,

yang berisiko mengganggu perkembangan otak yang ideal,

kemampuan belajar, dan produktivitas kerja di masa depan.


2.1.1.6.4 Berisiko terkena penyakit tidak menular saat usia

dewasa

Anak wasting memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita

penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung saat

dewasa daripada anak stunting.

2.1.1.6.5 Kematian

Dari semua masalah gizi anak, wasting, terutama wasting

yang buruk, memiliki risiko kematian yang paling tinggi—hampir

12 kali lebih tinggi dibandingkan anak gizi baik—karena

kekebalan tubuh mereka yang lemah, yang menyebabkan

penyakit infeksi menjadi lebih parah dan lebih sulit untuk sembuh

dan dapat menyebabkan kematian.

2.1.1.7 Pencegahan Gizi Buruk

2.1.1.7.1 Pencegahan gizi buruk pada bayi usia 0 – 6 bulan

Bayi di bawah usia enam bulan mungkin kekurangan gizi

sejak di dalam kandungan, setelah lahir, atau karena penyakit

atau kelainan bawaan. Karena terkait dengan faktor risiko

seperti status kesehatan ibu sebelum dan semasa kehamilan

serta kondisi mereka selama masa menyusui, pencegahan gizi

buruk pada kelompok demografi ini seringkali bersifat jangka

panjang dan tidak langsung. Memberikan kolostrum/IMD dan

memenuhi kebutuhan ASI (ASI eksklusif) adalah cara

pencegahan jangka pendeknya. Bayi harus segera dirujuk


untuk mendapatkan perawatan yang memadai dan cepat jika

ditemukan penyakit atau kelainan bawaan (Dinkes RI, 2020).

Dengan memahami bagaimana berbagai faktor risiko

berkorelasi satu sama lain dan bagaimana kekurangan gizi

sejak di dalam kandungan berdampak, upaya pencegahan dapat

dilakukan secara lebih terarah. Pemahaman ini juga bermanfaat

bagi profesional kesehatan dalam memberikan konseling dan

penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga.

2.1.1.7.2 Pencegahan gizi buruk pada bayi 6 - 59 bulan

Berbeda dengan kekurangan gizi pada bayi usia 0 hingga 6

bulan, yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan ibu sebelum

dan selama kehamilan hingga setelah melahirkan, kekurangan

gizi pada balita usia 6 hingga 59 bulan lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti:

1. asupan makanan

2. kekebalan tubuh terhadap infeksi, yang antara lain

dipengaruhi oleh kelengkapan pemberian imunisasi dasar

3. terpapar sumber infeksi penyakit menular baik internal

maupun eksternal

4. ketersediaan jamban keluarga dan air bersih

5. kondisi lingkungan, misalnya yang berkaitan dengan

polusi, termasuk polusi dari industri, kendaraan bermotor,

asap rokok, asap dapur, dll.


Balita yang berusia antara 6 dan 23 bulan masih memiliki

lambung yang kecil, jadi mereka tidak dapat mengonsumsi banyak

makanan. Untuk mencegah volume yang berlebihan, balita usia

enam sampai kurang dari dua puluh empat bulan harus diberikan

MP-ASI yang padat gizi, termasuk protein yang tinggi kalori dan

tinggi kalori. Komposisi lemak yang disarankan untuk MP-ASI

yang padat energi adalah tiga puluh hingga empat puluh lima

persen dari kebutuhan energi harian balita. Minyak atau santan

kental dapat ditambahkan ke MP-ASI untuk menyelesaikannya.

Prinsip untuk mencegah kekurangan gizi pada balita berusia

6 hingga 59 bulan adalah: i) memberikan asupan makanan yang

sesuai dengan umur (seperti yang disebutkan di atas); dan ii)

mencegah infeksi. Untuk mencegah kekurangan gizi pada balita

berusia 6 hingga 59 bulan, hal-hal berikut harus dilakukan:

a. Pembinaan secara aktif keluarga dan masyarakat dengan

memberikan pendidikan tentang pola asuh yang baik pada anak,

seperti menerapkan pola makan yang sesuai dengan umur, pola

hidup bersih dan sehat, praktik higiene dan sanitasi yang baik, dan

melacak perkembangan anak (misalnya di posyandu dan tempat

penimbangan lainnya seperti PAUD, BKB, atau faskes), dengan

membawa Buku KIA, yang juga dapat digunakan sebagai sumber

informasi untuk keluarga dan masyarakat..

b. pemanfaatan layanan kesehatan seperti SDIDTK,

imunisasi dasar lengkap, vitamin A dan obat cacing, tatalaksana


balita sakit di tingkat pelayanan dasar (MTBS), dan faskes rujukan

sesuai standar

c. Penelitian kekurangan gizi pada balita oleh kader dan

masyarakat melalui pengukuran LiLA untuk mengidentifikasi

balita yang mengalami kesulitan pertumbuhan, kekurangan gizi,

atau gizi buruk secepat mungkin. Kasus tersebut kemudian dirujuk

ke petugas kesehatan.

d. Pemantapan peran lintas sektor dalam mencegah

kekurangan gizi pada balita, seperti bekerja sama dengan aparat

desa dan dinas peternakan, perikanan, dan pertanian untuk

menciptakan ketahanan pangan. Untuk meningkatkan kebutuhan

pangan rumah tangga, masyarakat dibangun untuk memelihara

ternak dan sumber protein lainnya. Selain itu, mereka juga

menanam buah-buahan dan sayuran (Dinkes RI, 2020).

2.1.1.8 Macam – macam Klasifikasi status gizi

2.1.1.8.1 Klasifikasi status gizi

Berdasarkan PMK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar

Antropometri Anak (Umur 0-60 Bulan), klasifikasi status gizi

(Kementerian Kesehatan RI, 2020).


Tabel 2.1 Klasifikasi status gizi

TABEL 1

KLASIFIKASI STATUS GIZI

Sumber : (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

2.1.2 Kecemasan Pada Ibu

2.1.2.1 Pengertian Kecemasan Pada Ibu

Ketakutan akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh

antisipasi bahaya dikenal sebagai kecemasan, yang merupakan

perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan

atau rasa takut yang disertai suatu respons (sumbernya seringkali

tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) (Semium, 2006).


Kecemasan adalah emosi yang ditandai dengan keadaan

yang tidak menyenangkan dari kekacauan batin, seringkali disertai

dengan perilaku gugup seperti mondar-mandir, keluhan somatik,

dan perenungan. Kecemasan mencakup perasaan takut yang tidak

menyenangkan tentang peristiwa yang diantisipasi (Wikepedia,

2006).

2.1.2.2 Tingkatan Cemas

Menurut Hawari (2016) ada empat tingkat kecemasan yaitu

kecemasan ringan, kecem Ada empat tingkat kecemasan, menurut

Hawari (2016): kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan

berat, dan kecemasan berat sekali. Pada setiap tingkat, orang

mengalami perubahan dalam perilaku, kemampuan kognitif, dan

respons emosional saat mencoba mengatasi kecemasan.

2.1.2.2.1 Kecemasan Ringan

Kecemasan ini dikaitkan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari, yang membuat orang lebih waspada

dan lebih lapang. Ketakutan ini dapat mendorong belajar

dan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis

ditandai dengan nafas pendek, nadi dan tekanan darah yang

meningkat, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, dan

bibir bergetar. Respon kognitif mencakup persepsi yang

luas, kemampuan untuk menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah, dan penyelesaian


masalah yang efektif. Respon perilaku dan emosi termasuk

ketidakmampuan untuk duduk tenang, tremor halus pada

tangan, dan kadang-kadang meningkatnya suara.

2.1.2.2.2 Kecemasan Sedang

Karena kecemasan, seseorang dapat berkonsentrasi

pada hal-hal yang penting dan mengabaikan yang lain. Ini

memungkinkan seseorang mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu. Respon fisiologis:

sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,

mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif: persepsi

lapang menyempit, tidak mampu menerima rangsangan dari

luar, berkonsentrasi pada apa yang menjadi perhatian.

Respon perilaku dan emosi: meremas tangan, susah tidur,

banyak bicara dan lebih cepat.

2.1.2.2.3 Kecemasan Berat

Sangat mengurangi ruang di mana seseorang dapat

melihat sesuatu yang spesifik dan terinci dan tidak dapat

mempertimbangkan hal lain. Semua tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi ketegangan yang dialami

individu yang mengalami kecemasan berat memerlukan

banyak pengarahan agar mereka dapat mengalihkan

perhatian mereka ke arah yang berbeda. Respon fisiologi:

nafas pendek, tekanan darah dan nadi meningkat,

berkeringat, ketegangan, dan sakit kepala. Respon kognitif:


persepsi lapang, sangat sempit, dan tidak mampu

menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi:

meningkatnya perasaan ancaman.

2.1.2.2.4 Berat sekali

Individu kehilangan kendali diri dan perhatian

mereka pada detail, dan kehilangan kendali membuat

mereka tidak dapat melakukan apa pun ketika

diperintahkan. Respon fisologis termasuk nafas pendek,

rasa terkecik, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi

motorik buruk. Respon kognitif termasuk persepsi lapang

yang sangat sempit dan ketidakmampuan untuk berpikir

logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk, marah,

ketakutan, dan kehilangan kontrol.

2.1.2.3 Gejala-Gejala Kecemasan

Menurut Videbeck (2018) gejala kecemasan yaitu :

2.1.2.3.1 Gejala Fisiologis

Gemetar, tegang, cepat letih, tidak dapat santai,

kening berkerut, muka tegang, tak dapat diam, mudah

kaget, berkeringat, jantung berdebar cepat, telapak tangan

lembab, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan,

kesemutan, rasa mual, sering kencing, diare, rasa tak enak

di ulu hati, denyut nadi dan nafas yang cepat waktu

istirahat.
2.1.2.3.2 Gejala Psikologis

Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang

akan datang, cemas, khawatir, takut, sangat perasa dan

tidak sabaran, mudah tersinggung, merasa tidak berguna,

membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap

dirinya maupun orang lain, kewaspadaan yang berlebih dan

sulit konsentrasi.

2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut

Kaplan dan Sadock (2010) yaitu :

1) Faktor – faktor intrinsik antara lain :

a) Usia pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua

usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak

pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada

usia 21 – 45 tahun. Feist (2009) mengungkapkan bahwa

semakin bertambahnya usia, kematangan psikologi

individu semakin baik, artinya semakin matang

psikologi seseorang maka akan semakin baik pula

adaptasi terhadap kecemasan.

b) Pengalaman pasien menjalani pengobatan (operasi)

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan

merupakan pengalaman – pengalaman yang sangat

berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa


– masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai

bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi

kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila

pengalaman individu tentang anestesi kurang,

makacenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan

saat menghadapi tindakan anestesi.

c) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran,

kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu

terhadap dirinya dan mempengaruhi individu

berhubungan dengan orang lain.

2) Faktor – faktor ekstrinsik antara lain :

a) Kondisi medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan

dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun

insidensi gangguan bervariasi untuk masing – masing

kondisi medis, misalnya : pada pasien sesuai hasil

pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan,

hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.

Sebaliknya pada pasien dengan diagnosa baik tidak

terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.

b) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing –

masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam


merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola

pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup

akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam

diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan

juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap

stimulus.

c) Akses informasi

Akses informasi adalah pemberitahuan tentang

sesuatu agar orang membentuk pendapatnya berdasarkan

sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala

penjelasan yang didapatkan pasien sebelum pelaksanaan

tindakan anestesi terdiri dari tujuan anestesi, proses

anestesi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan

yang tersedia, serta proses administrasi.

d) Proses adaptasi

Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus

internal dan eksternal yang dihadapi individu dan

membutuhkan respon perilaku yang terus menerus.

Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk

mendapatkan bantuan dari sumber – sumber di

lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan

sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit

yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk

membantu pasien mengembalikan atau mencapai


keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang

baru.

e) Tingkat sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola

gangguan psikiatrik.

f) Jenis tindakan anestesi

Klasifikasi suatu tindakan medis yang dapat

mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada

integritas tubuh dan jiwaseseorang. Semakin mengetahui

tentang tindakan anestesi, akan mempengaruhi tingkat

kecemasan pasien.

g) Komunikasi terapeutik

Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat

maupun pasien. Terlebih bagi pasien yang akan

menjalani proses anestesi. Hampir sebagian besar pasien

yang menjalani anestesi mengalami kecemasan. Pasien

sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat.

Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan

tahap anestesi selanjutnya. Pasien yang cemas saat akan

menjalani tindakan anestesi kemungkinan mengalami

efek yang tidak menyenangkan bahkan akan

membahayakan.
2.1.2.5 Dampak Kecemasan

Menurut Tsuraya (2013 ) Dampak kecemasan adalah sebagai

berikut :

2.1.2.5. 1 Dapat Menurunkan Daya Tahan Tubuh

Seseorang Seseorang yang mengalami kecemasan

berdampak buruk bagi kesehatannya, dikarenakan seperti

halnya menurunkan daya tahan tubuhnya. Dengan begitu

tubuh akan mudah terserang oleh berbagai penyakit,

dikarenakan melemahnya sistem imunitas tubuh seseorang.

2.1.2.5.2 Meningkatkan Resiko Terkena Serangan Jantung

Terkadang stress yang berlangsung secara terus-

menerus dapat memicu timbulnya masalah kesehatan

seperti masalah pada jantung. Sehingga perlunya

mengendalikan kecemasan agar tidak berlebihan dan tidak

menjadi pemicu masalah pada organ seperti halnya jantung.

2.1.2.5.3 Menurunkan Pengeluaran ASI

Kelancaran pengeluaran ASI dapat dipengaruhi

beberapa faktor, salah satunya adalah faktor psikologis

yaitu kecemasan. Pada umumnya pada ibu yang pasca

persalinan sering mengalami kelelahan dan perubahan

mood seperti kecemasan, cemas terhadap bayinya dan

dirinya sendiri.

2.1.2.6 Penatalaksanaan Gangguan Kecemasan


Menurut Shaila (2015) Terapi perilaku kognitif adalah

pilihan lini pertama untuk pengobatan kecemasan. Namun, pada

kasus sedang hingga berat, pengobatan farmakologis harus

dipertimbangkan. Meskipun pengobatan memiliki potensi risiko,

pengobatan tersebut harus mempertimbangkan risiko kecemasan

ibu yang tidak diobati dan konsekuensinya terhadap bayi yang

sedang berkembang. Kemungkinan risiko yang terkait dengan

farmakoterapi pada periode perinatal termasuk aborsi spontan,

malformasi janin besar, toksisitas neonatal akut, efek

neurobehavioral jangka panjang, dan penularan obat ke bayi

melalui ASI.

Oleh karena itu, praktisi layanan kesehatan harus sangat

berhati-hati dalam meresepkan obat yang diyakini memiliki profil

keamanan yang sesuai untuk digunakan pada wanita hamil dan

menyusui. Farmakoterapi pada periode perinatal sebaiknya

memilih obat dengan transmisi paling sedikit melalui plasenta dan

dengan metabolit aktif minimal. Dosis harus dimulai serendah

mungkin dan harus dititrasi ke atas seperlunya.Penghentian tiba-

tiba harus dihindari.

1.Antidepresan

Kelas pengobatan ini belum diuji secara ketat pada

populasi peripartum dengan penelitian terkontrol, karena

alasan etis dan praktis; data yang ada terutama didasarkan

pada studi kasus retrospektif, atau penelitian observasional


atau berbasis populasi lainnya. SSRI adalah golongan obat

antidepresan yang paling sering digunakan secara umum

dan selama kehamilan. Penggunaannya pada ibu menyusui

lebih sering dibandingkan antidepresan

lainnya. Antidepresan trisiklik dan inhibitor monoamine

oksidase umumnya tidak diresepkan, terutama karena profil

efek sampingnya yang kurang menguntungkan.

2. Benzodiazepin

Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat

resep yang paling umum digunakan di kalangan ibu hamil.

Obat-obatan ini tampaknya efektif dalam mengobati

kecemasan jangka pendek dengan cepat, terutama gejala

somatiknya. Karena antidepresan memerlukan waktu

beberapa minggu sebelum mulai bekerja, benzodiazepin

dapat digunakan untuk pengobatan singkat guna

menghasilkan respons ansiolitik yang segera. Meskipun

bermanfaat, ada kekhawatiran serius mengenai gangguan

kognitif akibat penggunaan benzodiazepin dalam jangka

panjang.Penggunaan obat golongan ini dalam jangka

panjang dikaitkan dengan risiko ketergantungan, penarikan,

dan penyalahgunaan yang besar.

3. Antipsikotik Atipikal

Antipsikotik atipikal telah dikaitkan dengan

peningkatan kemungkinan aborsi terapeutik serta berat


badan lahir bayi yang rendah. Dalam sebuah penelitian,

penggunaan antipsikotik atipikal dikaitkan dengan

peningkatan risiko malformasi kongenital, diabetes

gestasional, dan persalinan dengan operasi caesar. Tidak

ada penelitian jangka panjang yang melacak efek

antipsikotik atipikal terhadap perkembangan saraf bayi.

4. Pengobatan Non Farmakologi

Pendekatan psikoterapi terhadap GAD sangat

penting dalam menargetkan proses kognitif yang mendasari

kekhawatiran umum berlebihan yang melemahkan

penderitanya. Tujuan psikoterapi pada wanita perinatal

dengan GAD adalah untuk menurunkan tingkat gairah

otonom secara keseluruhan, mengurangi kekhawatiran ibu

terhadap kekhawatirannya, dan memberikan dukungan

dalam mengurangi kekhawatirannya ke tingkat yang lebih

wajar.Keterbatasan dalam mengakses psikoterapi yang

tepat umumnya disebabkan oleh mahalnya biaya

terapi. Selain itu, sulit untuk menemukan terapis terlatih

yang berspesialisasi dalam kesehatan mental

perinatal. Secara umum, ibu hamil cenderung lebih memilih

pengobatan dengan psikoterapi dibandingkan

farmakoterapi, karena obat farmakologis biasanya

menambah kekhawatiran ibu

a. Metode Restrukturisasi
Metode ini memungkinkan pasien untuk

merestrukturisasi atau mengganti semua pikiran

pikiran yang dapat menyebabkan perasaan yang

tidak meyenangkan atau yang dapat

menimbulkan kecemasan dengan pikiran yang

lebih positif

b. Metode Relaksasi

Metode ini membuat pasien untuk

mengontrol pernafasan yang dapat mengurangi

rasa cemas dan mencegah hypocapnia ketika

serangan panik sedang berlangsung.

2.1.2.7 Skala Kecemasan Depression Anxiety Stress Scales (DASS 42)

Skala yang digunakan untuk mengukur stres dalam penelitian

ini adalah Scale-42 (DASS-42). Scale-42 digunakan untuk mengukur

kondisi emosi yang bersifat negatif seperti stres, cemas dan depresi.

DASS-42 digunakan untuk menilai dan mengetahui tingkat stres,

depresi dan kecemasan dengan 42 pertanyaan.

Scale-42 (DASS-42) terdiri dari tiga skala DASS. Setiap skala

terdiri dari 14 item, dan memiliki sub-skala dari 2-5 item. Skala

depresi digunakan untuk menilai putus ada, dysphoria, devaluasi

hidup, anhedonia, inersia kurang minat / keterlibatan, dan sikap

mencela diri. Skala kecemasan digunakan untuk menilai pengalaman

subjektif dari pengaruh kecemasan, gairah otonom, efek otot rangka,


dan kecemasan situasional. Skala stres digunakan untuk menilai

tingkat kronis gairah yang non-spesifik seperti mudah tersinggung

atau over-reaktif, gairah saraf, kesulitan untuk rilek atau bersantai, dan

menjadi mudah marah atau gelisah, dan tidak sabar. Secara

internasional, skala ini sudah digunakan dan sudah ada kuesioner

dalam bahasa indonesia. Depression, Anxiety, and Stress Scale-42

(DASS 42) berguna untuk menggambarkan tingkat stres dengan cara

mengenal status emosional seseorang.

Peneliti hendak meneliti mengenai stres yang dialami

mahasiswa dalam menyusun skripsi. Oleh karena itu, peneliti hanya

menggunakan aitem-aitem dari variabel stres dari skala DASS-42.

Adapun indikator dari variabel stres tersebut adalah difficulty

relaxing, nervous arousal, easily upset/agitated, irritable/over-reactive,

impatient. Peneliti akan menggunakan indikator stres dari Kuesioner

Depression Anxiety Stress Scales (DASS-42) yang berjumlah 14 item.

Kemudian subjek menggunakan 4 poin dari skala frekuensi untuk

menentukan nilai sejauh mana subjek mengalami tingkat keadaan

selama satu minggu terakhir. Kemudian selanjutnya dilakukan

penjumlahan untuk menjumlahkan skor total dari skala depresi,

kecemasan dan stres dengan rincian:

Tabel 2.2 Pilihan Jawaban Depression, Anxiety, Stress


Scale
(DASS 42)

Pilihan Keterangan
Jawaban
0 Tidak pernah saya alami atau tidak sesuai dengan saya sama
sekali

1 Kadang kadang saya alami atau jarang atau sesuai dengan


saya sampai tingkat tertentu

2 Sering saya alami atau sesuai dengan saya sampai batas


yang dapat dipertimbangkan

3 Selalu saya alami dalam setiap waktu atau sangat sesuai


dengan saya

Sumber :(Nieuwenhuijsen,2003).

Tabel 2.3 Indikator Penilaian Kecemasan

Tingkat Skor

Normal 0–7

Ringan 8–9

Sedang 10 – 14

Parah 15 - 19

Sangat Parah >20

Sumber : (Nieuwenhuijsen,2003)

Berdasarkan tabel menyatakan indikator penilaian

kecemasan dari alat ukur Scale-42, yaitu skor 0-7 yang

mengindikasikan kecemasan normal, skor 8 - 9 yang

mengindikasikan kecemasan ringan, skor 10 - 14 yang

mengindikasikan kecemasan sedang, skor 15 – 19 yang

mengindikasikan kecemasan parah, sedangkan skor lebih 20 yang

mengindikasikan kecemasan sangat parah. Berikut indikator-


indikator dari variabel stres pada DASS (Depression, Anxiety, Stress

Scale) 42 : (Nieuwenhuijsen,2003)

2.1.3 Pola Asuh Makan

2.1.3.1 Konsep Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah Tindakan yang dilakukan orang tua dalam

pemenuhan gizi dari makanan yang dikonsumsi anak sesuai dengan

usianya berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan

yang dikonsumsi, dan jadwal makan anak (Waryono, 2010).

Pola makan merupakan tingkah laku seseorang atau sekelompok

orang dalam pemenuhan kebutuhan makan yang meliputi sikap,

kepercayaan dan pilihan makanan. Pola makan terbentuk sebagai hasil dari

pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Waryono, 2010).

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan Pada Balita

Ada beberapa pendapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola

makan, menurut Sunita Almatsier, 2011 :

2.1.3.2.1 Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari perilaku yang

didasari oleh pengetahuan, akan lebih “langgeng” dibandingkan

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo,

2003). Jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan

status gizi ibu dan balitanya baik, sebab gangguan gizi adalah
karena kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi (Sunita

Almatsier, 2011).

2.1.3.2.2 Faktor Pekerjaan

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan

makanan bagi anaknya. Pendidikan ibu sangat menentukan

dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi

oleh anak dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu

bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan

yang tersedia. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kecukupan

zat gizi pada anak tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Sunita

Almatsier, 2011).

2.1.3.2.3 Faktor pengetahuan ibu tentang gizi balita

Status ekonomi rumah tangga dapat dilihat dari

pekerjaan yang dilakukan oleh kepala rumah tangga maupun

anggota rumah tangga yang lain. Jenis pekerjaan yang dilakukan

oleh kepala rumah tangga dan anggota keluarga lain akan

menentukan seberapa besar sumbangan mereka terhadap

keuangan rumah tangga yang kemudian akan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga, seperti pangan yang bergizi dan

perawatan kesehatan. Jadi, terdapat hubungan antara konsumsi

pangan dan status ekonomi rumah tangga serta status gizi

masyarakat (Sunita Almatsier, 2011)

Tingkat pendapatan akan menentukan jenis dan ragam

makanan yang akan dibeli dengan uang tambahan. Keluarga


dengan penghasilan rendah akan menggunakan sebagian besar

dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan.

Penghasilan yang rendah berarti rendah pula jumlah uang yang

akan dibelanjakan untuk makanan, sehingga bahan makanan

yang dibeli untuk keluarga tersebut tidak mencukupi untuk

mendapat dan memelihara kesehatan seluruh keluarga. Apabila

pendapatan meningkat, maka akan terjadi perubahan dalam

susunan makanan, karena peningkatan pendapatan tersebut

memungkinkan.

2.1.3.3 Pola Pemberian Makan Sesuai Usia

Pola makan balita sangat berperan penting dalam proses

pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung

gizi. Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan. Gizi tersebut

memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan

kecerdasan. Apabila pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita

maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan

terjadi gizi buruk pada balita (Purwani dan Mariyam, 2013).

Tipe kontrol yang diidentifikasi dapat dilakukan oleh orang tua

terhadap anaknya-anaknya ada tiga, yaitu memaksa, membatasi dan

menggunakan makanan sebagai hadiah. Beberapa literatur mengidentifikasi

pola makan dan perilaku orang tua seperti memonitor asupan nutrisi,

membatasi jumlah makanan, respon terhadap pola makan dan

memperhatikan status gizi anak (Karp et al., 2014).

Pola pemberian makan anak harus disesuaikan dengan usia anak


supaya tidak menimbulkan masalah kesehatan (Yustianingrum dan

Adriani, 2017). Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG), umur

dikelompokkan menjadi 0-6 bulan, 7-12 bulan, 1-3 tahun, dan 4-6 tahun

dengan tidak membedakan jenis kelamin. Takaran konsumsi makanan

sehari dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Departemen Kesehatan RI,

2000)

Tabel 2.4 Takaran Konsumsi Makanan Sehari pada Anak

Kelompok Umur Jenis dan Jumlah Makanan Frekuensi Makan


0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin
6-12 bulan Makanan lembek 2x sehari
2x selingan
1-3 tahun Makanan keluarga:
1-1 ½ piring nasi pengganti
2-3 potong lauk hewani
1-2 potong lauk nabati 3x sehari
½ mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1 gelas susu
4-6 tahun 1-3 piring nasi
pengganti 2-3 potong
lauk hewani 1-2 potong
3x sehari
lauk nabati
1-1½ mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1-2 gelas susu

2.2 KERANGKA TEORI PENELITIAN


FAKTOR
PENYEBAB Faktor kecemasan ibu
STATUS GIZI
BALITA Faktor Individu
Penyebab langsung
1. Rasa kurang percaya diri
1.Asupan gizi yang
2. Kurangnya pengetahuan
kurang
3. Merasa memiliki masa
2.penyakit infeksi.
depan tanpa tujuan
4. Perasaan tidak bisa
Penyebab tidak
melakukan hal yang berarti
langsung
untuk meningkatkan ataupun
1.Kurangnya
mempertahankan keadaan
ketersediaan pangan
gizi anak
2.Pola asuh yang
tidak memadai, FAKTOR LINGKUNGAN
3.Sanitasi atau Dukungan emosional yang rendah
pelayanan kesehatan
menyebabkan merasa tidak berdaya
dasar yang tidak
memadai.
4.Kecemasan ibu
Bb sangat
kurang

Bb kurang
1. Normal
2. Ringan Status gizi balita
3. Sedang menurut bb/u Resiko
4. Parah berat badan
5. Sangat lebih
parah

Normal

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Sumber : Wawan, 2016

2.3 Kerangka Konsep Penelitian


Pada penelitian ini yang menjadi variable independen adalah

tingkat kecemasan ibu, sedangkan yang menjadi variable dependen adalah

status gizi balita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar kerangka

konsep berikut :

Variabel Independen Variabel

Dependen

Kecemasan Ibu

Status Gizi Balita

Pola Asuh
Makan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dan Pola

Asuh Makan dengan Status Gizi Balita

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian survei

deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Pada

penelitian ini, variabel independen dan dependen pada objek penelitian

diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian.

Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kota

Padang yang terdapat 2 Kelurahan yaitu Kelurahan Batipuh Panjang dan

Kelurahan Padang Sarai.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada September 2023 s/d Februari 2024 sedangkan

pengambilan data penelitan di mulai dari November s/d Desember 2023.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi.

Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu dan balita berusia 0–59

bulan dan bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kota

Padang sebanyak 3.233 orang.

3.3.2 Sampel.

Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita usia 0 –

59 bulan yang berada di Kelurahan Kelurahan Batipuh Panjang dan

Kelurahan Padang Sarai yang total populasinya sebanyak 3.233 orang.


Karena jumlah populasi di wilayah kerja Puskesmas Anak Air

cukup banyak maka peneliti akan mempersempit capaian jumlah sampel

dengan menggunakan rumus Slovin menurut Sugyono (2017). Adapun

penelitian ini menggunakan rumus Slovin guna menarik jumlah sampel

agar jumlahnya representative agar hasil penelitian dapat digeneralisir dan

penghitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel, tetapi dapat

dilakukan dengan rumus yang sederhana dan perhitungan yang sederhana

(Sugyono,2017).

Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut:

N
n=
1+ N ( e ) 2

Keterangan:

n = Ukuran sampel/jumlah responden

N = Ukuran populasi

E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan

sampel yang masih bisa ditolerir; e=0,1

Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:

Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara 10-

20 % dari populasi penelitian.

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 3.233 balita

usia 0-59 bulan, sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah

10% dan hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian.


Maka untuk mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan sebgai

berikut:

3.233
N= 2
1+3.233 ( 0 , 1 )

3.233
N=
33 , 33

N=¿ 96,99 = 97 Responden

Disesuaikan oleh peneliti menjadi 97 responden

3.3.3 TEKNIK SAMPLING

Pengambilan sampel dari populasi penelitian dilakukan dengan

teknik pengambilan Sampel Proporsional Sampling, menurut Sugiyono

(2017) Proporsional Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang

memperhatikan pertimbangan unsur atau kategori dalam populasi penelitian.

Kemudian dilakukan penentuan jumlah sampel pada masing-

masing Kelurahan dengan menentukan proporsinya sesuai dengan jumlah

ibu yang memiliki balita pada Kelurahan yang diteliti. Jumlah sampel setiap

Kelurahan didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

n
N= Xn
S

Keterangan.

N : jumlah sampel tiap Kelurahan

n : jumlah populasi tiap kelurahan

S : jumlah total populasi di semua kelurahan

Hasil yang didapatkan dari masing-masing proporsional jumlah sampel

perkelurahan adalah sebagai berikut:


Tabel 3.3 Distribusi Proposional Sampel Perkelurahan

NO Kelurahan Distribusi Jumlah Sampel

1 Kelurahan Batipuh 1293


N= X 97=39 orang
3.233
Panjang

2 Kelurahan Padang 1940


N= X 97=58 orang
3233
Sarai

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan

oleh peneliti adalah accidental sampling. Menurut Dahlan (2004), accidental

sampling adalah teknik penentuan responden berdasarkan siapa saja yang

secara kebetulan dipandang cocok sebagai sumber data (masuk kriteria

inklusi) maka akan diberikan kuesioner

1). Kriteria Inklusi adalah ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota

populasi yang dapat diambil sampel:.

a). Bersedia menjadi responden

b). Ibu yang mempunyai balita usia 0-59 bulan

c). Sadar dan mampu berkomunikasi dengan baik.

d). Kooperatif selama kegiatan penelitian berlangsung.

2). Kriteria Eklusi adalah ciri-ciri yang tidak perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel:

a). Ibu yang mengalami gangguan pendengaran

b). Ibu yang sedang sakit berat

c). Balita dengan cacat kongenital.


3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Independent

Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat

kecemasan ibu dan pola asuh pemberian makan

2. Variabel Dependent

Status gizi pada balita

3.5 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional di lapangan (Notoatmojo,2018)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

N Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur


o operasional
1 Status gizi Keadaan gizi 1 . Baby scale Menimbang berat 1=Berat badan
pada balita balita berdasarkan 2. Tabel baku badan balita sangat kurang < -3
indeks BB/TB standar WHO SD
Melihat
KK/menanyakan 2= Berat badan
umur balita kurang -3 SD
sampai <-2 SD
Tabel
pengumpulan data 3= Resiko berat
balita badan lebih > +1 SD
Grafik Z-score 4= Normal -2 SD
sampai +1 SD
(Kemenkes RI,
2020)

2. Tingkat Emosi yang Kuisioner Memberikan 1= Kecemasa


kecemasan ditandai dengan DASS 42 kuisioner kepada Sangat Parah
ibu keadaan yang ibu >20
tidak (Novopsych,
2=Kecemasan Parah
menyenangkan 2018) Meminta ibu untuk
dari kekacauan memberi ceklis 15 s/d 19
batin, sering kali dikolom nomor 3= Kecemasa
disertai dengan sesuai dengan yang Sedang
perilaku gugup dialami ibu 10 s/d 14
seperti mondar-
4= Kecemasa
mandir,
keluhan somatik, Ringan
dan perenungan. 8 s/d 9
Kecemasan 5=Kecemasan
mencakup normal
perasaan takut 0 s/d 7
yang secara
subyektif tidak
menyenangkan
atas kejadian
yang diantisipasi
(Wikepedia,
2006)
Pada ibu yang
memiliki gejala :
-Gejala fisiologis
-Gejala psikologis

3. Pola Asuh Tindakan yang Kuesioner Pada kuesioner Kategori pola


Makan dilakukan Child yang terdiri dari 15 makan
orang tua Feeding pertanyaan jika : diinterpretasikan
dalam Questionnai Sangat Sering : dengan
pemenuhan re (CFQ) diberi nilai 4 kategori : 1=
gizi dari Yang Sering : diberi nilai Tidak tepat: jika
makanan yang dimodifikasi 3 jawaban dengan
dikonsumsi dari (Camci, Jarang : diberi skor <55 %
anak sesuai Bas and nilai 2 2 = Tepat : jika
dengan Buyukkarag Tidak pernah : jawaban 55 % -
usianya oz, 2014) diberi nilai 1 100 %.
berdasarkan
jenis makanan
yang
dikonsumsi,
jumlah
makanan yang
dikonsumsi,
dan jadwal
makan anak
(Waryono, 2010).
3.6 Hipotesis

Menurut (Kurniawan & Agustini, 2021) hipotesis adalah jawaban

sementara yang akan di uji kebenarannya dan akan dibuktikan dengan data

dan fakta dalam penelitian.

Ha1 : Ada hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi balita.

Ha2 : Ada hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita.

3.7 Teknik dan Instrument Pengumpulan Data

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a). Data Primer

Data primer menggunakan data yang diambil langsung dari

responden yang dilakukan peneliti sendiri dan di bantu oleh kader dan

bidan desa, yang meliputi data identitas responden dan data status gizi

balita (BB/U). Data tersebut diambil dengan cara :

a. Data yang diambil dari sumber data secara langsung oleh

peneliti atau mewakilinya dimana penelitian dilakukan. Data

primer ini merupakan data yang dikumpulkan dengan

mendatangi posyandu dan menjelaskan terlebih dahulu tujuan

dari penelitian dan tata cara pengisian kuesioner. Lembar

informed consent ditanda tangani oleh responden sendiri

sebagai bentuk pernyataan persetujuan bersedia menjadi

responden, kemudian kuesioner DASS 42 untuk pengukuran


tingkat kecemasan ibu dan kuisioner Child Feeding

Questionnaire (CFQ) untuk pengukuran pola asuh makan

dibagikan dan diisi langsung responden. Data yang didapat dari

responden yaitu data tentang tingkat kecemasan ibu dan pola

asuh makan.

b. Data status gizi balita (BB/U) melalui penimbangan langsung

oleh peneliti dengan menggunakan baby scale/ timbangan

b). Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Anak Air mengenai data

ibu yang memiliki balita usia 0-59 yang berada di wilayah kerja

Puskesmas Anak Air kota Padang.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan

1. Tahap awal peneliti meminta surat ke ADAK tanggal 03

Oktober 2023 Univeristas MECUBAKTIJAYA dan keluar pada

tanggal 5 Oktober 2023.

2. Selanjutnya pada tanggal 6 Oktober 2023 peneliti mengurus

surat izin ke Dinas Penanaman Modal PTSP dan Tenaga Kerja

Kota Padang. Peneliti mendapatkan surat izin dari Dinas

Penanaman Modal PTSP dan Tenaga Kerja Kota Padang pada

tanggal 9 Oktober 2023.

3. Selanjutnya pada tanggal 13 Oktober 2023 peneliti langsung

ke Puskesmas Andalas dan memperkenal diri kepada pimpinan

Puskesmas untuk meminta data awal dan izin penelitian. Peneliti


di arahkan agar bisa meneliti lebih nyaman dan bisa berbaur

dengan responden saat penelitianSetelah mendapatkan izin dari

Puskesmas Anak Air Kota Padang peneliti melakukan survey

awal pada 6 responden dengan menggunakan Kuisioner DASS

42 untuk mengukur tingkat kecemasan ibu dan kuisioner Child

Feeding Questionnai re (CFQ) untuk mengukur pola asuh

makan pada tanggal 06 Oktober 2023.

4. Selanjutnya peneliti memperkenalkan diri kepada responden

dan menjelaskan tujuan, prosedur penelitian dan menanyakan

langsung kepada responden untuk memastikan apakah calon

responden telah sesuai dengan kriteria peneliti.

5. Setelah peneliti menemukan calon responden yang telah

sesuai dengan kriteria, selanjutnya peneliti meminta izin

kesediaan calon responden sebagai subjek penelitian.

b. Tahap pelaksanaan

Data tersebut diambil dengan cara :

a. Pada hari Jumat , tanggal 19 Januari 2024, peneliti

sampai di Puskesmas Anak Air dan meminta izin

kepada bagian Poli Kebidanan Puskesmas Anak Air

bahwasanya peneliti akan ikut posyandu balita untuk

meneliti.

b. Setelah izin peneliti langsung turun ke posyandu

Anyelir 14 di wilayah Batipuh Panjang yang

didampingi bidan Puskesmas Anak Air.


c. Kemudian peneliti menunggu responden sambil

menilai responden yang memenuhi data inklusi.

d. Selanjutnya, peneliti mengucapkan salam dan

menjelaskan tujuan penelitian untuk meneliti hubungan

tingkat kecemasan ibu dan pola asuh makan dengan

status gizi balita

e. Data status gizi balita (BB/U) diambil melalui

penimbangan langsung oleh peneliti dengan

menggunakan baby scale/ timbangan

f. Setelah dilakukan penimbangan peneliti langsung

memberikan Kuisioner DASS 42 dan menjelaskan

kuisioner yang gunanya untuk mengukur tingkat

kecemasan ibu dan peneliti juga memberikan kuisioner

Child Feeding Questionnai re (CFQ) untuk mengukur

pola asuh makan.

g. Setelah itu peneliti merekap jumlah sampel pada

tanggal 19 Januari 2024 di Posyandu Anyelir 14

sebanyak 20 sampel.

h. Pada tanggal 20 Januari 2024 peneliti datang ke

Posyandu Anyelir 16 di Wilayah Batipuh Panjang dan

didapatkan sampel sebanyak 19 sampel.

i. Pada tanggal 1 Februari 2024 peneliti datang ke

Posyandu Kenanga 4 di Wilayah Padang Sarai dan

didapatkan sampel sebanyak 26 sampel.


j. Pada tanggal 3 Februari 2024 Peneliti datang ke

Posyandu Kenanga 5 di Wilayah Padang Sarai dan

didapatkan sampel sebanyak 32 sampel.

k. Setelah semua sampel terpenuhi kemudian peneliti

mengolah data untuk menentukan hasil dari tingkat

kecemasan ibu, pola asuh makan serta menentukan

apakah terdapat hubungan tingkat kecemasan ibu

dengan status gizi balita dan hubungan pola asuh

makan dengan status gizi balita.

3.Teknik Pengolahan Data

1. Penyuntingan (Editing)

Editing merupakan memeriksa dengan cermat kebenaran

data yang sudah diperoleh atau di kumpulkan.Ini dapat diedit

selama fase pengumpulan data atau setelah seluruh data

dikumpulkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika

mengedit, yaitu integritas data, teks yang jelas, mudah dibaca serta

mudah dipahami. Bila datanya kurang lengkap maka responden

wajib melengkapi datanya sesuai dengan kuesioner yang

disediakan.

2. Coding (Pemberian Kode)

Setelah data diperiksa kelengkapannya, maka selanjutnya

dilakukan pemberian nomor atau kode pada setiap jawaban untuk

memudahkan pengolahan data. Berikut daftar kode yang akan

digunakan selama penelitian :


a. Variabel tingkat kecemasan

1 = Sangat parah

2 = Parah

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = Normal

b. Variabel Pola Asuh

1= Tidak tepat

2 = Tepat

c. Variabel Status gizi

1 = Berat badan sangat kurang

2 = Berat badan kurang

3 =Resiko berat badan lebih

4 = Normal

c. Memasukkan data (Processing)

Processing dilakukan setelah semua data yang masuk sudah

sesuai. Setelah data selesai diproses maka dilakukan analisa

data meliputi analisa univariat dan analisa bivariat.

d. Pembersihan data (Cleanning)

Cleaning adalah kegiatan pengecekkan kembali data yang

telah dimasukkan untuk melihat adanya kemungkinan

kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan data, dan urutan

data.

e. Tabulating data
Tabulasi data adalah suatu proses memasukkan beberapa

data yang sudah dikelompokkan sebelumnya kedalam sebuah

tabel sehingga data-data yang sudah dikelompokkan tadi lebih

ringkas dan dapat mudah dipahami. Proses ini juga dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu bisa dengan cara

tabulasi langsung, yaitu data berasal dari kuesioner, lalu ada

lembaran code yang biasanya dikerjakannya dengan

menggunakan komputer, dan juga bisa melakukannya dengan

tabel frekuensi yang dilakukan sebelum proses analisis data.

Jadi dalam pengukuran data pada penelitian kuantitatif ini

dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan cara

menghitung tendensi sentral. Tendensi sentral ini biasanya

terdiri dari mean, median, dan juga modus.

3.7.2 Instrument Pengumpulan Data

a. Instrumen Tingkat Kecemasan Ibu

Untuk memperoleh data dalam penelitian maka

digunakan format pengumpulan data ibu yang memiliki balita.

Data yang dikumpulkan yang meliputi biodata ibu yang

mempunyai balita seperti nama, umur, pendidikan ibu,

pekerjaan ibu. Data untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu

dengan menggunakan kuisioner DASS 42, dan untuk data

status gizi balita (BB/U) diambil melalui pengukuran langsung

oleh peneliti dengan menggunakan baby scale dan timbangan.

b.Instrumen Pola Asuh Pemberian Makan


Pengukuran pola pemberian makan diukur dengan

menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari kuesioner

Child Feeding Questionnaire (CFQ) (Camci, Bas and

Buyukkaragoz, 2014).Pengukuran pola pemberian makan

diberikan pernyataan dalam bentuk kuesioner dengan skala

likert, jawabannya terdiri dari sangat sering, sering, jarang, dan

tidak pernah. Pernyataan yang diajukan berjumlah 15 soal

pertanyaan. Setiap item pertanyaan memiliki pilihan jawaban

dengan skor 1 sampai 4. Skor 1 untuk jawaban responden

yang memilih jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban

responden yang memilih jawaban jarang, skor 3 untuk jawaban

responden yang memilih jawaban sering, skor 4 untuk jawaban

responden yang memilih jawaban sangat sering. Item

pertanyaan terdiri dari jenis makanan (1, 2, 3, 4, 5), jumlah

porsi makan yang diberikan (6, 7,8, 9, 10) dan jadwal

pemberian makan (11, 12, 13, 14, 15). Setelah kuesioner

terjawab dan presentase diketahui, kemudian melihat kategori

pola pemberian makan. Kategori pola pemberian makan

diinterpretasikan dengan kategori tidak tepat: jika jawaban

<55 % dan tepat : jika jawaban 55% - 100%.

3.8. Teknik Analisa Data

Analisa data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Analisa univariat yaitu untuk melihat distribusi frekuensi tingkat


kecemasan ibu, pola asuh pemberian makan dan status gizi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kota Padang. Dalam penelitian ini

pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Program For Social Scinences). Hal ini dilakukan dengan

harapan tidak terjadi tingkat kesalahan yang besar. Setelah data diolah,

kemudian diperoleh hasil atau output SPSS. Hasil pengolahan data akan

disajikan dalam bentuk tabel agar lebih rapi, dapat dibaca dengan mudah

dan dapat cepat dipahami.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan ibu dan pola asuh

pemberian makan dengan status gizi balita menggunakan uji statistik chi

square secara komputerisasi.

Untuk melihat kemaknaan atau confident interval yang digunakan

adalah 95% (α= 0,05). Jika nilai p≤α (0,05) maka disimpulkan ada

hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel

dependen atau Ha diterima dan Ho ditolak, sebaliknya jika nilai p>α

(0,05) maka disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

variabel independen dengan variabel dependen atau Ha ditolak dan Ho

diterima.

Syarat uji Chi Square :

1. Jika tabel silang 2x2 dan tidak ada nilai expected (harapan) < 5, maka uji

sebaiknya Continuity Correction.


2. Jika tabel silang 2x2 dan ada nilai expected (harapan) < 5, maka uji

sebaiknya Fisher Exact Test.

3. Jika tabel silang lebih dari 2x2 misal 2x3, 3x3, 3x4, maka uji sebaiknya

Pearson Chi Square.

3.9 Etika Penelitian

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan

kepada responden melalui informed consent. Penjelasan informed

consent ini mencakup penjelasan judul yaitu tentang Hubungan

Tingkat Kecemasan ibu dan Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap

Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Anak Air Kota Padang, beserta

tujuan dan manfaat penelitian.Responden berhak menentukan apakah

bersedia untuk dilakukan wawancara dan tidak ada paksaan ataupun

tekanan tertentu kepada responden untuk bersedia terlibat dalam

penelitian ini.

1. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka dalam lembar

pengumpulan data peneliti hanya mencantumkan nama dengan

memberikan inisial dan data yang asli dari responden hanya diketahui

oleh peneliti.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang nantinya

diperoleh dari subjek penelitian, hanya kelompok data yang dilaporkan

dalam riset dan data yang sudah digunakan di musnahkan guna


menjaga kerahasiaan subjek penelitian.

3. Justice (Keadilan)

Peneliti akan memperlakukan semua responden dengan baik dan

adil,seluruh responden akan mendapatkan perlakuan yang sama dari

penelitian yang dilakukan peneliti.

3.10 Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna,

masih ada kekurangan dan keterbatasan. Beberapa keterbatasan pada

penelitian ini sebagai berikut :

2.1.2 Responden sedikit sulit untuk mengisi kuisioner karena anak mereka

rewel saat mengisi kuisioner tersebut

2.1.3 Keterbatasan waktu, jarak tempuh peneliti ke lokasi penelitian sangat

jauh dan tenaga sehingga membuat penelitian ini kurang maksimal.

2.1.4 Rentang waktu jadwal posyandu cukup lama karena peneliti memulai

penelitian mendekati akhir bulan sehingga peneliti harus menunggu

posyandu di awal bulan depannya.

2.1.5 Peneliti tidak menggunakan timbangan yang sama terhadap semua

responden sehingga pengukuran tidak sesuai standart.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Anak Air

terletak di Jl.Batipuh Panjang, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.

Puskesmas Anak Air terdiri dari 2 yaitu Kelurahan Batipuh Panjang dan

Kelurahan Padang Sarai di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air

Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, Sumatera Barat.

4.1.2 Karakteristik Responden

Gambaran pada karakteristik responden pada penelitian ini yang

bertujuan untuk mengetahui sebaran frekuensi responden berdasarkan

karakteristik responden dan variabel-variabel yang diteliti:

Tabel 4.1 Kateristik Responden

Karakteristik f %
Responden
Umur Ibu
17-25 11 11,3
26-35 77 79,4
36-45 9 9,3
Total 97 100,0

Tingkat Pendidikan
SD 0 0
SMP 2 2,1
SMA 32 33,3
D3 16 16,5
D4 7 7,2
S1 37 38,1
S2 3 3,1
Total 97 100,0

Jumlah Anak
1-4 96 99
5-7 1 1
Total 97 100,0

Usia Balita
0-12 Bulan 26 26,8
13-24 Bulan 15 15,5
25-36 Bulan 20 20,6
37-48 Bulan 24 24,8
49- 59 Bulan 12 12,3
Total 97 100,0

Jenis Kelamin Balita


Perempuan 47 48,5
Laki – Laki 50 51,5
Total 97 100,0

Pada tabel 4.1 diatas berdasarkan karakteristik ibu dari 97 responden

terdapat 77 (79,4%) ibu yang berumur 26 -35 tahun. Selanjutnya, berdasarkan

karakteristik pendidikan terdapat 37 (38,1%) ibu yang memiliki tingkat

pendidikan S1. Kemudian berdasarkan jumlah anak terdapat ibu yang memili 1-4

anak sebanyak 96 (99%) anak. Selanjutnya berdasarkan kategori usia balita di

temukan 26 (26,8%) balita berusia 0-12 bulan dan berdasarkan kategori jenis

kelamin sebanyak 50 (51,5%) dengan jenis kelamin laki – laki.

4.1.3 Hasil Penelitian Berdasarkan Analisis Univariat


a. Distribusi Frekuensi Responden
1. Status Gizi Balita
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang
Tahun 2023
Status gizi f %
Sangat kurang 5 5,2
Kurang 25 25,8
Lebih 7 7,2
Normal 60 61,9
Total 97 100.0
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 97 responden,terdapat 60
(61,9%) memiliki status gizi normal dan sebanyak 5 (5,2%) yang memiliki status
gizi sangat kurang.
2. Tingkat Kecemasan Ibu
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Kecemasan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang
Tahun 2023
Kecemasan Ibu F %
Sangat parah 4 4,1
Parah 9 9,3
Sedang 27 27,8
Ringan 24 24,7
Normal 33 34,0
Total 97 100.0
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 97 responden, terdapat 33
(34,0%) yang memiliki kecemasan normal dan sebanyak 4 (4,1%) yang
memiliki kecemasan sangat parah.

3. Pola Asuh Makan


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Asuh
Pemberian Makan Di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air
Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang
Tahun 2023
Pola Asuh Makan f %
Tepat 90 92,8
Tidak tepat 7 7,2
Total 97 100.0
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 97 responden, terdapat 90
(92,8%) ibu melakukan pola asuh makan dengan tepat.
.
4.1.3 Hasil Penelitian Berdasarkan Analisis Bivariat
Tabel 4.5 Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dengan Status Gizi
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto
Tangah
Kota Padang Tahun 2023

Status Gizi Balita

Berat Resiko Normal P Value


Tingkat Jumlah
Badan Berat Badan Berat
Kecemasan
Sangat Kurang Badan
Ibu
Kurang Lebih

f % f % f % f % n %

Sangat Parah 1 25% 1 25% 1 25% 1 25% 4 100%


Parah 1 11,1% 3 33,3% 2 22,2% 3 33,3% 9 100%
Sedang 1 3,7% 8 29,6% 1 3,7% 17 63,0% 27 100%
0,040
Ringan 1 4,2% 6 25,0% 1 4,2% 16 66,7% 24 100%
Normal 1 3,0% 7 21,2% 2 6,1% 23 69,7% 33 100%

Berdasarkan Tabel 4.5 hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi

balita di wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah Kota

Padang Tahun 2023 terdapat 33(100%) ibu dengan tingkat kecemasan normal

sebanyak 23(69,7%) memiliki status gizi balita normal dan 1(1,0%) memiliki

status gizi balita berat badan sangat kurang. Namun, pada ibu yang memiliki

tingkat kecemasan sangat parah sebanyak 4(100%) terdapat masing – masing

1(250%) dengan status gizi balita berat badan sangat kurang, berat badan kurang,

berat badan lebih dan berat badan normal.

Dari hasil uji statistic chi-square didapatkan nilai p =0,040 (p< 0,05) yang

hasilnya terdapat hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi balita.

Tabel 4.6 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah,Kota Padang
Tahun 2023

Status Gizi

Berat Normal P Value


Resiko Berat Jumlah
Pola Asuh Badan Berat Badan
Badan
Makan Sangat Kurang
Berlebih
Kurang

f % f % f % f % n %

Tidak Tepat 2 28,6% 2 28,6% 2 28,6% 7 100%


Tepat 3 3,3% 23 25,6% 5 5,6% 1 14,3% 90 100%
59 65,6% 0,000

Berdasarkan Tabel 4.6 hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status gizi

balita di wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah Kota

Padang Tahun 2023 terdapat 90 (100%) dengan pola asuh makan tepat, dimana

59(65,6%) dengan status gizi balita normal dan 3(3,3%) orang memiliki status

gizi berat badan sangat kurang.

Hasil uji statistic Chi Square didapatkan nilai p =0,000 (p< 0,05) yang

hasilnya terdapat hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 97

responden,terdapat 60 (61,9%) memiliki status gizi normal dan sebanyak 5

(5,2%) yang memiliki status gizi sangat kurang.


Hasil penelitian ini hampir sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Uswatun Hasanah (2019) yang berjudul ” Hubungan Pola Makan

Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda”

bahwha sebagian besar (85,6%) responden memiliki status gizi yang normal

dan sebagian kecil (1.9%) responden memiliki status gizi kurang.

Hal ini juga hampir sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Irerika Nur (2021) yang berjudul “Status Gizi Balita Di Posyandu Dusun

Balongmojo Desa Balongmojo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (76,2%) balita

memiliki status gizi normal dan sebagian kecil (7,9%) balita memiliki status

gizi kurang . Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Pasambo

(2018) yang menunjukkan bahwa hasil pengukuran antopometri BB/U pada

balita di Manado didapatkan 69 orang (86,5%) mempunyai gizi yang normal

dan 11 orang (13,5%) memiliki status gizi kurang.

Menurut UNICEF ada dua penyebab yang mempengaruhi status

gizi balita yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Terdapat

dua penyebab langsung, yaitu asupan gizi dan penyakit infeksi, asupan gizi

dapat disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah asupan makanan

yang dikonsumsi atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang

dibutuhkan. Sedangkan infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi

organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik

sedangkan penyebab tidak langsung yang berpengaruh pada status gizi

yaitu tidak cukup pangan, pola asuh yang tidak memadai,dan

sanitasi,air bersih/pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.


Sedangkan menurut Story dan Alton (2005) Kesehatan Individu

dapat mempengaruhi status gizi. Kesehatan mental yang terganggu dapat

mempengaruhi perasaan, pikiran, perilaku, dan interaksi dengan orang lain,

termasuk perilaku individu. Gangguan mental menurut Story dan Alton

(2005) yang paling umum ditemui pada orang yang mengalami masalah

gizi adalah: Depresi, Ansietas / kecemasan, Stres

Berdasarkan pembahasan diatas terdapat lebih dari separuh

60(61,9%) responden memiliki status gizi normal, hal ini menunjukkan

balita tidak kekurangan asupan gizi dari ibunya yang dibuktikan dengan

berat badan dari balita tersebut mayoritas termasuk kategori normal. Status

gizi balita dengan kategori normal dikarenakan pola asuh pemberian makan

yang baik oleh ibu dan keluarganya.

4.2.2 Tingkat Kecemasan Ibu

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 97 responden, terdapat 33

(34,0%) yang memiliki kecemasan normal dan sebanyak 4 (4,1%) yang

memiliki kecemasan sangat parah.

Hal ini hampir sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Rismawan,dkk (2016) yang berjudul “Hubungan Status Gizi Balita

Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Yang Memiliki Balita Di Kelurahan

Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya“, hasil menunjukkan

dari 50 responden dapat diketahui bahwa kurang dari separuh (46%) Ibu

yang mengalami kecemasan normal, dan sebagian kecil (16%) responden

memiliki kecemasan sangat parah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Kaplan


dan Sadock (2010) terbagi 2 yaitu Faktor – faktor intrinsik antara lain :

Usia pasien, pengalaman pasien menjalani pengobatan (operasi), konsep

diri dan peran sedangkan Faktor – faktor ekstrinsik antara lain : Kondisi

medis (diagnosis penyakit), tingkat pendidikan, akses informasi, proses

adaptasi, tingkat sosial ekonomi, jenis tindakan anestesi dan komunikasi

terapeutik.

Dampak seseorang yang mengalami kecemasan Menurut Tsuraya

(2013) adalah : Dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan resiko

terkena serangan jantung , menurunkan pengeluaran ASI .

Menurut asumsi peneliti, kecemasan merupakan salah satu dari

faktor yang mempengaruhi produksi ASI. Kecemasan dapat menyebabkan

ASI berkurang. Apabila rasa cemas tidak mendapatkan perhatian, maka

rasa cemas tersebut akan menimbulkan suatu masalah sehingga nantinya

akan mempengaruhi produksi ASI.

4.2.4 Pola Asuh Makan

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 97 responden, terdapat 90

(92,8%) ibu melakukan pola asuh makan dengan tepat.

Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya Lia Natalia (2022)

yang berjudul “Gambaran Pola Pemberian Makan Dan Pola Asuh Pada

Balita Stunting” menunjukkan bahwa sebanyak 86 responden pola

pemberian makan pada balita stunting yang tepat sebanyak 79 (91,9%)

responden.

Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola makan,

menurut Sunita Almatsier, 2011 : Pengetahuan ibu mengenai makanan


yang bergizi,faktor Pekerjaan, faktor pengetahuan ibu tentang gizi balita.

Pola makan balita sangat berperan penting dalam proses

pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung

gizi. Gizi merupakan bagian penting dalam pertumbuhan. Gizi tersebut

memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan

kecerdasan. Apabila pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita

maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan

terjadi gizi buruk pada balita (Purwani dan Mariyam, 2013).

Tipe kontrol yang diidentifikasi dapat dilakukan oleh orang tua

terhadap anaknya-anaknya ada tiga, yaitu memaksa, membatasi dan

menggunakan makanan sebagai hadiah. Beberapa literatur

mengidentifikasi pola makan dan perilaku orang tua seperti memonitor

asupan nutrisi, membatasi jumlah makanan, respon terhadap pola makan

dan memperhatikan status gizi anak (Karp et al., 2014).

Pola pemberian makan anak harus disesuaikan dengan usia anak

supaya tidak menimbulkan masalah kesehatan (Yustianingrum dan

Adriani, 2017). Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG), umur

dikelompokkan menjadi 0-6 bulan, 7-12 bulan, 1-3 tahun, dan 4-6 tahun

dengan tidak membedakan jenis kelamin.

Berdasarkan analisa penelitian ini terlihat bahwa masih ada

sebagian kecil (7,2%) ibu melakukan pemberian pola asuh makan secara

tidak tepat, dilihat dari kuisioner rata – rata ibu banyak yang

mengabaikan bagaimana pentingnya memerhatikan membuat jadwal

makan anak dan memberikan waktu makan anak tidak lebih dari 30
menit sebagian ibu menganggap hal ini tidak harus diperhatikan padahal

dengan hal tersebut bertujuan untuk menngenalkan konsep lapar kenyang

pada balita

4.2.5. Hubungan Tingkat kecemasan Ibu dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan Tabel 4.5 hubungan tingkat kecemasan ibu dengan

status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto

Tangah Kota Padang Tahun 2023 terdapat 33(100%) ibu dengan tingkat

kecemasan normal sebanyak 23(69,7%) memiliki status gizi balita normal

dan 1(1,0%) memiliki status gizi balita berat badan sangat kurang. Namun,

pada ibu yang memiliki tingkat kecemasan sangat parah sebanyak 4(100%)

terdapat masing – masing 1(250%) dengan status gizi balita berat badan

sangat kurang, berat badan kurang, berat badan lebih dan berat badan

normal.

Dari hasil uji statistic chi-square didapatkan nilai p =0,040 (p<

0,05) yang hasilnya terdapat hubungan tingkat kecemasan ibu dengan status

gizi balita.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya oleh Rismawan,dkk (2016) yang berjudul “Hubungan Status

Gizi Balita Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Yang Memiliki Balita Di

Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya“, hasil

menunjukkan dari 50 responden dapat diketahui bahwa Analisa bivariat

hubungan status gizi balita terhadap tingkat kecemasan ibu dalam penelitian

ini menggunakan uji statistik non parametrik Spearman's Rank Correlation

(rho) didapatkan nilai spearman correlation 0,354 dengan p = 0,012. Karena


nilai p < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan status gizi balita terhadap tingkat kecemasan ibu yang memiliki

balita di kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya.

Berdasarkan temuan peneliti menemukan kecemasan pada responden

yang masih memberikan ASI ekslusif mempengaruhi kelancaran

pengeluaran ASI. Jika seorang ibu merasa cemas maka akan membuat

produksi ASInya tidak lancar dan sebaliknya. Kecemasan akan datang pada

ibu yang pastinya masih memiliki pengalaman pertama melahirkan dalam

kehidupannya. Karena kurangnya informasi yang diterima serta rasa

khawatir ibu yang selalu berlebihan pada kadaan yang sedang terjadi.

Sehingga semakin tinggi tingkat kecemasan atau kekhawatiran ibu akan

mempengaruhi kerja hormon yang akan memproduksi ASI dan akhirnya

menyebabkan jumlah ASI yang keluar menjadi sedikit atau bahkan

terhambat dan tidak di produksi sama sekali yang sangat berpengaruh

terhadap status gizi balita.

Peneliti juga menemukan bahwa responden yang mengalami

gangguan kecemasan, responden tersebut sering buru – buru dan selalu

merasa tidak sabaran,hal ini merupakan gejala psikologis dari kecemasan,

ibu sering merasa anaknya terlalu lama makan dengan hal itu ibu sering

marah terhadap anaknya sehingga anak tersebut menjadi malas makan.

Peneliti juga menemukan responden yang mengalami kecemasan

dimana beberapa responden yang mempunyai anak yang jarak umurnya

cukup dekat dan tidak ada yang membantu responden melakukan pekerjaan

rumah tangga, sehingga responden hanya masak seadanya tanpa


memerhatikan kecukupan gizi untuk anaknya dikarenakan responden mudah

merasa letih dan badan yang gemetar.

4.2.5 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi

Berdasarkan Tabel 4.6 hubungan tingkat kecemasan ibu dengan

status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto

Tangah Kota Padang Tahun 2023 terdapat 90 (100%) dengan pola asuh

makan tepat, dimana 59(65,6%) dengan status gizi balita normal dan

3(3,3%) orang memiliki status gizi berat badan sangat kurang.

Hasil uji statistic Chi Square didapatkan nilai p =0,000 (p< 0,05)

yang hasilnya terdapat hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita

Hal ini sejalan dengan penelian oleh Nur Laila (2019) yang

berjudul “Hubungan Antara Pola Asuh Makan Terhadap Status Gizi

Balita Usia 6 – 59 Bulan Pada Keluarga Pedangan Pasar Desa Merden

Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara“ yang hasilnya terdapat

hubungan antara variabel pola asuh makan terhadap status gizi balita yang

dibuktikan oleh hasil uji Product Moment Person yang menunjukan

korelasi antara pola asuh makan dengan status gizi anak adalah 0,533 hasil

tersebut lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,349 dengan sig = 0,010 < 5%,

sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pola asuh makan dengan status gizi anak usia 6-59 bulan pada keluarga ibu

pedagang pasar Desa Merden Kecamatan Purwanegara Kabupaten

Banjarnegara diterima.

Berdasarkan hasil temuan dan penelitian sebelumnya, peneliti

menyimpulkan bahwa ada beberapa fakta yang ditemui oleh peneliti dari
responden terkait pola pemberian makan balita yang dirasa perlu adanya

konsultasi dan pendampingan gizi. Beberapa balita terbiasa mengkonsumsi

nasi dan kuah sayur saja, kemudian ada balita yang hanya suka makan

bubur dengan alasan susah makan bahkan hingga usia lebih dari 2 tahun,

serta pengolahan makanan yang kurang bervariasi dari ibu balita yang

lebih memilih membeli makanan yang lebih praktis.

Jenis konsumsi makanan juga sangat menentukan status gizi anak.

Hal ini disebabkan karena balita merupakan kelompok rawan gizi sehingga

jenis makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh anak

dan daya cerna. Jenis makanan yang lebih variatif dan cukup nilai gizinya

sangat penting untuk menghindari anak kekurangan zat gizi. Pola pemberian

makan yang baik harus dilakukan sejak dini dengan cara memberikan

makanan yang bervariasi dan memberikan informasi kepada anak waktu

makan yang baik. Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan pola makan

sehat.

Menurut peneliti, setiap ibu perlu belajar menyediakan makanan

bergizi di rumah mulai dari jenis makanan yang beragam dengan jumlah

yang sesuai dengan kebutuhan untuk setiap individu dalam rumah tangga.

Pola konsumsi balita yang tidak terkontrol seperti kebiasaan jajan yang

berlebihan harus diwaspadai oleh orang tua khususnya ibu. Jadwal

pemberian makan yang ideal adalah tiga kali makanan utama dan dua kali

makanan selingan yang bergizi untuk melengkapi komposisi gizi seimbang

dalam sehari yang belum terpenuhi pada makanan utama.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

2.2 Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan tingkat

kecemasan ibu dan pola asuh makan dengan status gizi balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang

Tahun 2023, dapat disimpulkan sebagai berikut.

2.2.1 Lebih dari separuh (61,9%) balita memiliki status gizi normal

dan sebanyak sebagian kecil (5,2%) yang memiliki status gizi

sangat kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air

Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2023.

2.2.2 Kurang dari separuh (34,0%) responden memiliki kecemasan

normal dan sebagian kecil (4,1%) responden memiliki

kecemasan sangat parah di Wilayah Kerja Puskesmas Anak

Air Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2023.

2.2.3 Hampir seluruhnya (92,8%) ibu melakukan pola asuh makan

dengan tepat di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air

Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2023.

2.2.4 Terdapat hubungan antara tingkat kecemasan ibu dengan status

gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan

Koto Tangah Kota Padang Tahun 2023.


2.2.5 Terdapat hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air Kecamatan Koto

Tangah Kota Padang Tahun 2023.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Responden

Bagi ibu dan jika ibu sudah memiliki kecemasan yang berlebih ibu
harus dapat mengontrol hal tersebut ibu dapat mengenali terlebih dahulu
tingkat kecemasan tersebut dan juga dapat mengatasi hal yang menjadi
penyebab datangnya kecemasan.
Ibu dapat memberikan pola asuh makan yang tepat untuk anak,
untuk memberikan pola asuh makan yang tepat ibu dapat
mengatasinya dengan memberikan anak makanan yang unik dan
menarik sehingga dapat menarik perhatian anak untuk mengkonsumsi
makanan yang diberikan oleh ibu balita, karena meskipun pola makan
bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi namun
pola makan merupakan salah satu faktor penting yang mendukung
untuk perbaikan dan mempertahankan status gizi pada anak.

5.2.2 Bagi Pihak Puskesmas

Tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan diharapkan


dapat mengoptimalkan program pelayanan kesehatan, seperti kelas ibu
hamil, kelas ibu balita, dll, supaya ibu mendapatkan informasi seputar
pola asuh anak sejak masa pra konsepsi. Program tersebut bertujuan
agar ibu paham dan mahir dalam mengasuh anak, sehingga dapat
mengurangi kecemasan ibu diantaranya terhadap status gizi balita.

Bagi Puskesmas agar dapat lebih meningkatkan peran petugas


puskesmas untuk memotivasi dan memberikan informasi-informasi
(penyuluhan) kepada orangtua anak mengenai pola asuh makan yang
tepat untuk anak dan cara memperhatikan status gizi anaknya.
Penyuluhan ini bertujuan untuk memperbaiki pola makan anak agar
menjadi baik dan tetap mempertahankan status gizi balita yang baik
serta meningkatkan status gizi balita yang kurang, penyuluhan ini dapat
diberikan sambil melakukan kegiatan Posyandu

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, dilihat dari keterbatasan peneliti dari


segi variabel independen, diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar
melibatkan lebih banyak variabel selain tingkat kecemasan ibu dan pola
asuh makan misalnya sanitasi yang kurang baik, berat badan lahir anak,
tingkat pengetahuan ibu, dan variabel lain seperti lingkungan pra
kelahiran untuk mengidentifikasi determinan kejadian gizi buruk, gizi
kurang, ataupun status gizi lainnya di wilayah kerja Puskesmas Anak
Air Kota Padang.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Merryana & Bambang Wirjatmadi. (2012). Peranan gizi dalam siklus
kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Almatsier, Sunita (2015). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Arifin, Dewi Novitasari. (2012). Faktor-faktor resiko kejadian gizi buruk pada
balita yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. [internet].
Asransyah. 2016. Hubungan Lama Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Seimbang dengan Perilaku Pemberian Makan di Puskesmas Gilingan
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Auliya, 2020 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan
Balita di Puskesmas Kencong, Skripsi, Jember : Universitas Jember.
Dinkes RI(2020). Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan.
Dinkes, Sumatra barat(2016)Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. Padang:
Dinkes Sumbar.
Duma et.al(2019). “Determinan Status Gizi Kurang Pada Balita Di Puskesmas
Belawan Kota Medan.” Gizi 9(2): 134–43.
Engle PL, Menon P, and Haddad L. 1997. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Care
and Nutrition. Concept and Measurement International Food Policy
Research Institute. Depkes RI. Direktorat Gizi. Jakarta
Erawan, (2008). Keperawatankesehatan jiwa. Perbedaan tingkat kecemasan
antara pasien laki-laki dan perempuan pada pre operasi laparatomi di
RSUP.Prof.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal
Gita,Marini(2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Pada Anak
Usia 6-24 Bulan Di Kabupaten Lamongan : Surabaya
Harpham T, Snoxell S, Grant E, Rodriguez C(2005). Gangguan mental umum
pada populasi muda perkotaan di Kolombia. Br J
Psikiatri. 2005; 187 :161–167. doi: 10.1192/bjp.187.2.161. [ PubMed ]
[ CrossRef ] [ Google Cendekia ]
Hawari, Dadang (2011). Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kurniawan&Agustini(2021). Metode Penelitian Kesehatan dan Keperawatan.
Diakses
darihttps://books.google.co.id/books/about/Metodologi_Penelitian_K
esehatan_dan_Kepe.html?
hl=id&id=CQAoEAAAQBAJ&redir_esc=y
Lestari, E. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan
Balita Pada Keluarga Petani di Dusun Mandungan, Srimartani, Piyungan,
Bantul, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Linton J (2020).Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2020 Tentang Standar Antropometri Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi

Nieuwenhuijsen, K., de Boer, AGEM, Verbeek, JHAM, Blonk, RWB, & van
Dijk, FJH (2003). The Depression Anxiety Stress Scale (DASS):
Mendeteksi gangguan kecemasan dan depresi pada karyawan yang tidak
masuk kerja karena masalah kesehatan mental. Kedokteran Kerja dan
Lingkungan. [Google Cendekia]

Ni’mah, C. dan L. Muniroh. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat


Pengetahuan dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada
Balita Keluarga Miskin. Media Gizi Indonesia. 10(1): 84-90.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Novopsych(2018). Depression Anxiety Stress Scales – Long Form (DASS-42).


[online] Tersedia pada: NovoPsych: Software for Administering
Outcome Questionnaires to Clients for Psychologists: . Diakses pada
tanggal 15 Juli 2018.

Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2020; Puskesmas Anak Air 2020

Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2021; Puskesmas Anak Air 2021

Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2022; Puskesmas Anak Air 2022

Profil Kesehatan Indonesia, 2020; Dinkes Indonesia


Profil Kesehatan Indonesia, 2021; Dinkes Indonesia
Puspasari, N. dan N. Andriani. 2017. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-24 Bulan.
Amerta Nutrition. 1(4): 369- 378
Rayhan MI, Khan MSH(2006). Faktor penyebab malnutrisi pada anak balita
diBangladesh. Pak J Nutr . 2006; 5 ( 6 ):558–62. [ Google Cendekia ]
Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta Sugyono(2017).Rumus Slovin. Jakarta: Wikielektronika
Tondang, E. L. 2017. Pengaruh Tingkat Pendapatan Keluarga dan Asupan
Makanan terhadap Status Gizi Anak Taman KanakKanak.
http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/keluarg a/article/view/1954.
[Diakses pada tanggal 30 September 2018].
Tsuraya, Inas. (2016). Kecemasan pada orang tua yang memiliki anak terlambat
bicara (speech delay) di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang. [internet],
Available from: lib.unnes.ac.id [Accessed 11 April 2016]
Unicef(2023).Dampak Gizi Buruk Pada Balita. Diakses dari
https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/dampak-wasting-
pada-anak

Wawan,Rismawan(2016). Hubungan Status Gizi Balita Terhadap Tingkat


Kecemasan Ibu Yang Memiliki Balita Di Kelurahan Karsamenak
Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Jerriyah: Jawa Barat

WHO(2019). Levels and trends in child malnutrition. Diakses dari


https://www.who.int/publications/i/item/WHO-NMH-NHD-19.20
WHO(2020) Levels and trends in child malnutrition. Diakses dari
https://www.who.int/publications/i/item/WHO-NMH-NHD-18.9
WHO(2023). Levels and trends in child malnutrition. Diakses dari
https://www.who.int/publications/i/item/9789240073791
DOKUMENTASI PENELITIAN
KARTU BIMBINGAN

Nama Mahasiswa : Revi Rahma Yanti


NIM : 22222039
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dan Pola Asuh Makan
dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak
Air Kota
Padang Tahun 2023
Pembimbing I : Putri Nelly Syofiah, S.SiT,. M.Keb

No Hari/Tanggal Materi Hasil Paraf


Konsultasi
Konsul Pembimbing
tasi
1. 21 Feb 2024 -

2.
22 Feb 2024

3.

4.

5.

6.
Nama Mahasiswa : Revi Rahma Yanti
NIM : 22222039
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu dan Pola Asuh Makan
dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak
Air Kota
Padang Tahun 2023
Pembimbing II : Eka Putri Primasari, SKM. M. Keb

No Hari/Tanggal Materi Hasil Konsultasi Paraf


Konsultasi Pembimbing
1. 21 Feb 2024

2. 22 Feb 2024

3. 23 Feb 2024

4.

5.

6.

Anda mungkin juga menyukai