Terapi Oksigen
Terapi Oksigen
Terapi Oksigen
🦀 PENDAHULUAN
OKSIGEN merupakan obat yang paling banyak diberikan oleh tenaga medis dan paramedis,
baik di luar maupun di dalam lingkungan rumah sakit. Apabila digunakan secara tepat,
oksigen bersifat live saving dan merupakan bagian dari penanganan lini pertama pada
berbagai keadaan kritis, tetapi oksigen sering diberikan tanpa dilakukan evaluasi yang baik
akan manfaat dan efek sampingnya. Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan
konsentrasi lebih besar dari konsentrasi oksigen di udara (21%) untuk mengatasi atau
mencegah gejala dan manifestasi hipoksia. Seperti obat-obatan lain, terdapat indikasi
yang jelas dan teknik pemberian yang tepat untuk terapi oksigen. Dosis yang tidak tepat dan
kegagalan dalam memantau efek terapi akan mengakibatkan keadaan yang serius. Untuk
memastikan pemberian oksigen yang aman dan efektif, instruksi yang diberikan harus
mencakup kecepatan aliran, sistem pemberian, lamanya pemberian, dan pemantauan
efek terapi.
🦀OKSIGENASI
Untuk dapat mempertahankan kehidupan, jaringan memerlukan oksigen. Faktor yang
berperanan pada hantaran oksigen ke jaringan yaitu :
1. Ventilasi yang adekuat
2. pertukaran gas/difusi
3. Distribusi sirkulasi/perfusi.
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara antara alveolus dan atmosfir, dan
merupakan langkah pertama dari transpor oksigen. Pada paru yang sehat, ventilasi
alveolar (VA) merupakan faktor terpenting yang menentukan tekanan oksigen arteri (PaO2 )
pada setiap tekanan oksigen inspirasi dalam trakea (PiO2 ) dan tingkat kebutuhan oksigen
(Vo2 ) tertentu. Tekanan partial oksigen (PO2 ) akan turun pada setiap tahapan yang
disebut sebagai kaskade O2 . Gas di saluran napas mengalami saturasi oleh uap air
sehingga tekanan gas di dalam tubuh akan turun. Tekanan uap air pada suhu 37C dan
saturasi 100% adalah 47 mmHg. Karena itu pada tekanan barometer normal (760 mm Hg)
diatas permukaan air laut, maka:
Setelah masuk ke dalam alveoli, udara akan mengalami pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida) dari alveolus ke darah melalui dinding alveolus dan dinding
pembuluh darah yang disebut difusi, dan merupakan langkah ke dua dalam transpor
oksigen.
Pertukaran gas secara difusi ditentukan oleh:
- Tekanan partial gas (oksigen dan karbon dioksida) di alveolus dan darah
- luas permukaan membran difusi
- ketebalan membran difusi.
Udara akan berpindah dari tekanan partial tinggi ke tekanan partial rendah.
Disamping itu permukaan alveolus yang sangat luas dan ketebalan dinding alveolus dan
pembuluh darah yang sangat tipis mempermudah proses difusi. Dalam keadaan normal,
tekanan parsial oksigen dalam darah yang melewati kapiler pulmonalis sama dengan
tekanan parsial oksigen di alveolus. Apabila terjadi gangguan pada pertukaran gas
di paru, maka PaO2 di dalam darah akan turun, disebut sebagai hipoksemia. Selain
menyebabkan penurunan PaO2 , gangguan pertukaran gas juga akan menyebabkan
peningkatan perbedaan antara PO2 alveoli dan arteri (A-a DO2 ).
Didalam darah oksigen berada dalam 2 bentuk yaitu terlarut dalam plasma dan terikat
pada hemoglobin. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma sebanding dengan
tekanan partial oksigen, tiap 1 mm Hg PaO2 akan larut sebesar 0,003 mL oksigen
dalam 100 mL plasma. Sedangkan setiap 1 gram hemoglobin dengan saturasi oksigen
penuh akan mengikat 1,34 ml oksigen. Karena itu kandungan oksigen adalah
penjumlahan dari oksigen yang terikat pada hemoglobin ditambah dengan oksigen yang
larut dalam plasma. Kurva disosiasi hemoglobin (Gambar 8.1) menggambarkan proses
pengikatan dan pelepasan oksigen di paru dan jaringan. Titik A menggambarkan darah yang
baru meninggalkan paru dengan saturasi 97% dan PaO2 98 mm Hg. Titik B
menggambarkan darah yang akan menuju paru dengan saturasi 75% dan PaO2 40 mm Hg
Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh PaCO2 , konsentrasi ion H+, suhu
tubuh dan enzim 2.3 difosfogliserat (2,3 DPG). Peningkatan PaCO2 , konsentrasi ion H+,
suhu tubuh dan enzim 2,3 DPG akan menyebabkan kurva bergeser ke kiri, artinya
terjadi penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen (oksigen mudah dilepaskan).
Apabila terjadi penurunan PaCO2 , konsentrasi io H+, suhu tubuh dan enzim 2,3 DPG
maka kurva akan bergeser ke kanan, artinya terjadi peningkatan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen (oksigen sukar dilepaskan). Keadaan- keadaan yang mempengaruhi
pergeseran kurva disosiasi hemoglobin harus dipertimbangkan dalam terapi oksigen.
-Sungkup non-rebreathing.
Sungkup jenis ini dilengkapi dengan kantung reservoar dan sistem pengatur aliran gas
dengan 2 buah katup searah, yang terletak diantara sungkup dan reservoar dan pada
salah satu sisi ekshalasi, sehingga udara ekspirasi akan dieliminasi dan setiap inspirasi
akan berisi oksigen. Sungkup non-rebreathing dapat memberikan oksigen sampai
100%.
-Sungkup Venturi.
Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran dan kode warna yang berbeda, setiap
alat memerlukan aliran gas tertentu untuk menghasilkan konsentrasi oksigen yang tetap.
Untuk merubah konsentrasi oksigen yang diberikan, maka kita harus merubah sungkup
dan aliran gas. Perubahan pada pola pernapasan tidak akan mempengaruhi
konsentrasi oksigen yang diberikan. Dengan sungkup venturi, dapat dihasilkan
oksigen dengan konsentrasi antara 24-50%.
-Oxygen hood (Head Box).
Merupakan teknik pemberian oksigen sistem aliran tinggi yang dapat diberikan pada
bayi yang berusia 0-6 bulan. Karena tidak menutupi tubuh dan ekstremitas, maka akses
dan pemeriksaan pada pasien masih dimungkinkan. Meskipun oksigen inspirasi masih
dapat dikontrol dengan akurat, tetapi terdapat perbedaan konsentrasi oksigen yang
bervariasi sekitar 20% antara bagian atas dan bawah. Karena itu diperlukan analisis yang
hati-hati dalam menentukan konsentrasi oksigen. Selain itu untuk menghindari terjadinya
kehilangan panas dari luas permukaan kepala dan muka bayi, sumber oksigen juga harus
dihangatkan.
Sebagai patokan untuk mengetahui kadar FiO2 yang dihasilkan pada pola pernafasan
normal bila diberikan oksigen 100% dengan alat-alat pemberian oksigen aliran rendah dapat
dilihat pada Tabel 8.1.