Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pengembangan Kurikulum Kel 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Kurikulum

Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-


pendekatan sehingga kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan. Yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara kerja dengan
menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. 1

Menurut Geane, Topter dan Alicia bahwa Pengembangan Kurikulum


adalah suatu proses dimana partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat
keputusan tentang tujuan, bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar
mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif.2

Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan,


menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian
terhadap kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi
kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.3

Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum pendidikan Islam


tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walau dalam
beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya tetap dipertahankan hingga sekarang.
Beberapa pendapat mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum (curriculum
development) adalah: the planning of learning opportunities intended to bring
about certain desired in pupils, and assessment of the extent to which these
change have taken place.4

1
Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. (Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2011)
Hal:222
2
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah Dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2005), hlm. 10

3
Ibid., hlm. 38
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa
pendekatan kurikulum adalah suatu metode, cara, jalan yang di tempuh oleh para
pelaku pendidikan melalui sebuah perencanaan matang dengan
mempertimbangkan kesempatan-kesempatan belajar, untuk membawa peserta
didik ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan merealisasikan tujuan
yang sesuai kurikulum pendidikan yang di sepakati bersama, melalui kegiatan
belajar mengajar yang lebih baik dan efektif

Sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus yang tidak


pernah berakhir. Proses kurikulum tersebut terdiri dari empat unsur yaitu:5

a. Tujuan

Mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan


tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenan dengan mata pelajaran
(subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh.

b. Metode dan material

Mengembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material


institusi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pertimbangan pengajar

c. Penilaian (assesment)

Menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan dalam hubungan


dengan tujuan

d. Balikan (feedback)

Umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh, yang pada gilirannya
menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.

4
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006),
hlm. 96
5 [4]
Ibid., hlm. 97
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum adalah proses
penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan
kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar
dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

B. Macam-Macam Pendekatan Kurikulum


Para pengembang kurikulum telah menemukan beberapa pendekatan
dalam pengembangan kurikulum. Ada beberapa pendekatan kurikulum,
diantaranya: pendekatan subyek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan
teknologis, pendekatan rekonstruksi social.
1. Pendekatan Subyek Akademis
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai
dasar organisasi kurukulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi,
atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti yang lazim kita dapati dalam sistem
pendidikan kita sekarang di semua sekolah dan universitas.6 Dalam pendekatan
subyek akademis menentukan terlebih dahulu mata pelajaran yang akan
dibahas, kemudian menentukan pokok-pokok bahasan dari mata pelajaran
tersebut. Setelah itu dari pokok-pokok bahasan akan diperinci menjadi bahan-
bahan pelajaran yang akan menjadi bahasan. Misalnya pada mata pelajaran
PAI, dalam mata pelajaran PAI pokok bahasannya meliputi fiqh, al-qur’an dan
hadits, akidah, akhlak, dan sejarah. Didalam fiqh materi yang dibahas meliputi
sholat, zakat, puasa, jual beli, pernikahan, dan lain sebagainya.

6
Nasution. Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta:Bumi Aksara. 1999). Hal:43
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat
menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena
kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat
intelektual.
Pendekatan subyek akademis memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari pendekatan ini adalah bahan pengajaran lebih fleksibel dan
bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam
menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Sedangkan
kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang jelas, sukar ditentukan
pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian
juga untuk kebutuhan penilaian.7
Ciri-ciri dari pendekatan kurikulum subyek akademis sebagai berikut:
a. Kurikulum terdiri atas suatu bidang pengajaran, yang di dalamnya terpadu
sejumlah mata pelajaran sejenis.
b. Pelajaran bertitik tolak dari core subject, yang kemudian diuraikan
menjadi sejumlah pokok bahasan.
c. Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional yang telah
digariskan
d. Sistem penyampaiannya bersifat terpadu.
e. Guru berperan selaku guru bidang study.8

2. Pendekatan Humanistik

Pendekatan humanistik adalah pendekatan yang lebih mengutamakan

perkembangan afektif siswa dalam proses belajar.9 Perkembangan afektif

berkaitan dengan sikap dan nilai. Perkembangan afektif ini juga mencakup

7
Ahmad, dkk. 1998. Perkembangan Kurikulum. Dalam Dalam Nik Haryat. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Bandung: Alfabeta. 2011). hal: 77
8
Hamalik Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Dalam Nik Haryat.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Bandung: Alfabeta. 2011). hal: 78
9
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:Bumi Aksara, 1999), Hal:48
pada ranah watak dan perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan

nilai.

Pendekatan humanistik ini lebih menekankan terhadap jalannya proses

pembelajaran daripada hasil yang akan dicapai. Permasalahan yang perlu

disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan demikian,

keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses

transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam

kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu. Pendidikan humanistik

menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk

membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara

gradual. 10

Pendekatan humanistic adalah pendekatan yang pembelajarannya berpusat

pada siswa, maka dalam prosesnya guru menempati posisi sebagai fasilitator

yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran. Sedangkan

peserta didik sebagai orang yang sedang belajar mengaktualisasikan dan

mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.11

Dengan demikian pendekatan humanistic ini berhasil membawa jalannya

suatu mata pelajaran bukan hanya dapat dilihat dari segi pemahaman materi

dan nilai yang didapat, namun perubahan sikap yang menjadi hal penting

dalam materi ini. Karena keterlibatan langsung siswa dalam proses

pembelajaran secara langsung akan mempengaruhi pola pikir dan

10
Baharuddin & Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia
Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 192
11
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), Hal: 163
membangun sifat “Bagaimana saya harus mengambil sikap dalam posisi dan

situasi seperti ini?”.

Pendekatan humanistic dalam kurikulum didasarkan pada asumsi-asumsi

sebagai berikut:

a. Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan

sepenuhnya

b. Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan

pelajarran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya

c. Hasil belajar akan meningkat dalan suasana belajar yang diliputi rasa

saling mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan dan bebas

dari rasa ketegangan yang berlebihan

d. Guru yang berperan dalam fasilitator belajar memberi tanggung jawab

kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap

“apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar

e. Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam

penguasaan bahan pelajaran itu

f. Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa

harga diri.12

3. Pendekatan Rekonstruksi Sosial


Pada pendekatan rekonstruksi sosial ini selain memperhatikan proses
pendidikannya juga memperhatikan hubungan dengan sosial. Karena
pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu
hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama. 13 Didalam proses
12
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:Bumi Aksara, 1999), Hal:49-50
13
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), Hal: 173
pembelajarannya kurikulum dengan pendekatan rekonstruksi sosial ini akan
lebih menekankan pada pembelajaran yang mambutuhkan kerja sama, baik
antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru.
Dalam pendekatan rekonstruksi sosial terdapat dua kelompok yang
berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni:
- Rekonstruksionisme konservatif. Pendekatan ini menginginkan agar
pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun
masyarakat dengan mencari permasalahan yang paling mendesak yang
sedang dihadapi masyarakat. Dalam hal ini guru sebagai orang yang
menganjurkan perubahan (agent of change) yang mendorong siswa untuk
menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan
kurikulum ini konsisten dengan falsafah pragmatisme
- Rekonstruksionisme radikal. Pendekatan nini menganjurkan agar pendidik
formal maupun non formal mengabdikan diri demi tercapainya orde/tatanan
sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil
dan merata. Mereka berpendapat bahwa kurikulum hanya sekedar mencari
pemecahan masalah sosial. Masalah sosial justru merupakan indikator adanya
masalah lain yang lebih mendalam. Kelompok ini ingin menggunakan
pendidikan untuk merombak tatanan sosial dan lembaga-lembaga sosial yang
ada dan membangun struktur sosial baru.
Kedua kelompok ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dari
kedua kelompok ini adalah masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah
adalah untuk mnegubah dan memperbaiki masyarakat. Sedangkan
perbedaannya yaitu terletak pada defines atau tafsiran masing-masing
kelompok tentang perbaikan dan cara pendekatan terhadap masalah tersebut.14

4. Pendekatan Teknologis

14
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:Bumi Aksara, 1999), Hal:48-49
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program
pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, keriteria evaluasi
sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job
analiysis) tersebut.15
Pembelajaran dengan pendekatan teknologis menggunakan pendekatan
system dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan, dan menilainya.16 Pendekatan teknologis mempunyai target
atau tujuan tretentu yang ingin dicapai, pendekatan ini juga menuntut kepada
peserta didik untuk mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu. Dalam
pendekatan teknologis menekankan pada proses dan hasil. Sehingga untuk
mencapai tujuan yang di inginkan secara efektif dan efisien, dengan hasil yang
dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol, maka baik proses
maupun rencana produknya (hasil) diprogram sedemikian rupa.
Berikut ini adalah contoh penerapannya dalam pembelajaran pendidikan
agama islam, mata pelajaran fiqih, dengan materi bab shalat:
1. Kompetensi Dasar: Mampu melaksanakan shalat
2. Hasil Belajar :- mampu menjelaskan tata cara shalat yang
benar
- siswa mampu menghafal dan mempraktikkan
bacaan shalat
3. Indikator :
a. Menjelaskan pengertian shalat dan dalilnya
b. Menjelaskan syarat-syarat shalat
c. Menjelaskan rukun shalat
d. Menjelaskan sunnah shalat
e. Menjelaskan hal-hal yang membatalkan shlat
f. Melafalkan bacaan shalat
g. Menghafal bacaan shalat
h. Mempraktikkan shalat
i. Mau melaksanakan shalat
15
Ibid,. hal: 163-164
16
Ibid,. hal: 164
j. Terbiasa melaksanakan shalat
Kelebihan dari pendekatan teknologis yaitu menuntut peserta didik agar
mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu sehingga proses dan rencana
produknya (hasilnya) deprogram sedemikian rupa agar pencapaian hasil
pembelajaran atau tujuan dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan
terkontrol. Sedangkan kelemahannya yaitu keterbatasan-keterbatasan
pendekatan teknologis antara lain, ia terbatas pada hal-hal yang bisa di
rancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun
produknya. Karena itu tidak semua pesan-pesan pembelajaran dapat didekati
secara teknologis.
Contoh dari kurikulum di Indonesia yang termasuk kategori pendekatan
teknologis adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi. Sholeh Hidayat dalam
Pengembangan Kurikulum Baru mengatakan bahwa Pendidikan berbasis
kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standard kinerja
yang telah ditetapkan.17

17
Sholeh Hidayat. Pengembangan Kurikulum Baru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),. Hal: 13

Anda mungkin juga menyukai