Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
89 tayangan17 halaman

1) K. Crustacea (O. Eucopepoda)

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 17

Kelompo Kelas

k 19 ORDO EUCOPEPODA Reguler/Pagi


KELAS CRUSTACEA

Disusun Oleh:
1. M. Alfian Putra Pratama
(20190662069)
2. Lorenza Khurotayun T. (20190662079)

D3 Teknologi Laboratorium Medik


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Semester Genap TA. 2020-2021
Penggolongan dan Klasifikasi
Crustacea

Crustacea (dalam bahasa latinnya, crusta = kulit) memiliki kulit yang keras. Subfilum
Crustacea dibagi menjadi 2 golongan yaitu Malacostraca (udang-udangan tingkat
tinggi) dan Entomostraca (udang-udangan tingkat rendah). Entomostraca umumnya
berukuran kecil dan merupakan zooplankton (pemakan fitoplankton) dan membentuk
rantai makanan antara fitoplankton dan ikan. Contohnya Ordo Cyclopoids, Calanoides,
dan Harpacticoids. Sedangkan dari Malacostraca hanya Mycidacea dan Euphausiacea
yang merupakan zooplankton kasar/makrozooplankton.
Penggolongan dan Klasifikasi Subkelas
Copepoda
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Subfilum Crustacea
Kelas Maxillopoda
Subkelas Copepoda
Ordo Calanoida, Cyclopoida, Gelyelloida,
Harpacticoida, Misophrioida, Monstrilloida,
Mormonilloida, Platycopioida,
Poecilostomatoida, Siphonostomatoida
Subkelas Copepoda

Sebagian besar Copepoda hidup bebas dan sekitar 25% nya sebagai
ektoparasit. Sebagai ektoparasit terdapat pada permukaan tubuh, sirip dan
insang inang untuk memakan cairan tubuh atau jaringan inang. Hanya yang
betina hidup sebagai ektoparasit, sedangkan stadia muda dan jantan hidup
bebas.
Dari 10 ordo dalam kelas Copepoda, hanya 3 ordo yang anggotanya hidup
bebas, yaitu ordo Calanoida, Cyclopoida dan Harpacticoida. Sebagian
besar Calanoida adalah planktonik, kebanyakan Harpacticoida adalah
bentos, sedangkan Cyclopoida terdapat baik sebagai planktonik maupun
benthos.
Subkelas Copepoda
Cyclops dan Diaptomus adalah contoh genus Copepoda yang penting dalam bidang
kesehatan, bertindak sebagai hospes perantara parasit yang infektif bagi manusia.
Cyclops adalah hospes perantara berbagai jenis cacing, misalnya Diphyllobothrium latum,
Dracunculus medinensis, Gnathostoma spinigerum, dan Sparganum. Sedangkan
Diaptomus merupakan hospes perantara Diphyllobothrium latum.
Kingdom Animalia Kingdom Animalia
Filum Arthropoda Filum Arthropoda
Kelas Crustacea Kelas Crustacea
Subkelas Copepoda Subkelas Copepoda
Ordo Calanoida Ordo Cyclopoida
Famili Diaptomids Famili Cyclopoids
Genus Diaptomus Genus Cyclops
Distribusi Geografis

Copepoda merupakan kelompok entomostracan (udang-udangan


tingkat rendah) dengan jumlah spesies terbesar, yaitu sekitar 8.405
spesies, sebagian besar hidup bebas dan sekitar 25% nya sebagai
ektoparasit. Kebanyakan copepoda terdapat di laut dan sebagian lagi
di air tawar, baik sebagai zooplankton (pemakan fitoplankton) maupun
fauna interstisial. Beberapa spesies dapat mendiami tempat terestrial
yang sangat lembab seperti di hamparan lumut dan humus, serasah
daun, akar bakau.
Morfologi Cyclops

Tampak Atas Tampak Samping


Morfologi Cyclops
 Bentuk tubuh copepoda hidup bebas biasanya silindris dan pendek berukuran
0,5-5 mm. Tubuhnya terbagi menjadi 2 bagian utama yaitu prosome dan
urosome.
 Bagian prosome terdiri dari cephalosome (kepala) dan metasome (perut).
Tubuh Copepoda tidak dilapisi oleh carapace (cangkang)
 Prosome terdiri dari 5 ruas. Pada prosome terdapat pelengkap mulut (terdiri
dari mandibula, maksilla pertama, maksila kedua, maksiliped) dan 5 pasang
kaki renang yang biramus (bercabang)
 Memiliki 2 sepasang antena. Antena pertama (antenul) bentuknya panjang
dan tampak jelas berbeda dengan antena kedua yang pendek
Morfologi Cyclops
 Tidak mempunyai mata majemuk namun memiliki mata tunggal (ocellus) di
antara antena pertama
 Pada bagian urosome (ekor) terdapat lubang kemaluan dan anus. Di ujung
urosome terdapat sepasang caudal rami (seperti tonjolan) dengan setae (bulu-
bulu) di ujung masing-masing
 Betinanya memiliki 2 kantung telur (egg sac) untuk menyimpan telur
 Copepoda berenang menggunakan kaki renang dengan gerakan yang sangat
cepat dan menyentak-nyentak (jerky sudden motions). Bila gerakan kaki renang
berhenti, maka antenul membuka ke arah lateral supaya tidak tenggelam. Bila
sedang berenang, antenul mengarah ke belakang
Siklus Hidup Dracunculus medinensis/
Cacing Guinea
Patogenitas Dracunculus medinensis

Umumnya tidak ada proses patologik yang berarti saat invasi larva di mukosa usus
penderita, migrasi larva ke dalam jaringan organ dalam, serta perkembangannya
menjadi cacing dewasa. Gejala-gejala mulai muncul segera setelah cacing betina
gravid mulai bermigrasi ke kulit.
Gejala-gejala yang muncul antara lain demam, eritema, urtikaria, nausea, muntah,
diare, dispnoe, bahkan pingsan. Reaksi alergi yang luas dapat terjadi karena toksin,
mirip histamin, yang dilepaskan oleh cacing ke dalam tubuh penderita. Toksin
tersebut juga berperan pada pembentukan papula kemerahan, suatu lesi yang
menonjol pada kulit, dan kemudian berkembang menjadi vesikula. Lesi berupa
papula, vesikula dan ulkus terjadi pada bagian tubuh yang sering kontak dengan air.
Diagnosis Dracunculus medinensis
Diagnosa klinis dapat dibuat bila terdapat garis linear berliku-liku pada permukaan
kulit dan ditemukannya papula atau vesikula pada salah satu ujung garis tersebut
serta munculnya gejala prodromal/sistemik. Diagnosa pasti biasanya dibuat
berdasarkan:
 Ditemukannya cacing dewasa, baik dengan penyinaran cahaya maupun saat ujung
anterior cacing betina gravid sampai pada permukaan kulit.
 Ditemukannya larva pada cairan vesikula yang diperiksa secara mikroskopik.
 Ditemukannya kalsifikasi pada jaringan subcutan pada pemeriksaan radiologis.
 Tes intradermal dengan cara menyuntikkan antigen cacing.
 Eosinofilia pada pemeriksaan darah rutin.
Pengobatan Dracunculus medinensis
A. Pengobatan Medis
 Niridazole (Ambilhar). Obat ini sangat efektif dan diberikan secara oral dengan dosis
25 mg/bb/hari selama 15 hari. Pada anak-anak diberikan dalam dosis bagi. Dosis
maksimal adalah 1,5 gram/hari.
 Metronidazole, diberikan dengan dosis 3x250 mg pada dewasa dan 25 mg/bb
dalam dosis bagi 3 pada anak-anak, selama 10 hari.
 Thiabendazole 50 mg/bb/hari selama 2 hari.
Obat-obat diatas umumnya lebih bersifat menekan peradangan daripada aksi spesifik
terhadap cacing dewasanya. Tidak ada pengobatan atau vaksin untuk melawan
penyakit ini. Tindakan operasi mengeluarkan cacing, merupakan tindakan yang paling
tepat untuk memperkecil terjadinya infeksi sekunder dan mempercepat proses
penyembuhan yang sempurna.
Pengobatan Dracunculus medinensis
B. Pengobatan Tradisional
Cacing betinanya diambil paksa dengan cara dilinting pelan-pelan sebab si cacing
tidak boleh putus. Jika putus, maka cacing akan mati di dalam jaringan subkutan
(bawah kulit) dan akan timbul ulkus (kerusakan) yang lebih luas lagi. Cacing yang mati
akan membusuk dan hal ini sering terjadi ketika cacing melintasi daerah kulit menutupi
persendian.
Pencegahan Dracunculus medinensis
Pencegahan dilakukan dengan diagnosa awal dari penyakit dan kemudian mencegah
penderita mencelupkan luka ke dalam sumber air minum. Usaha lain termasuk:
 Meningkatkan akses ke air bersih dan menyaring air jika diketahui air tidak bersih
menggunakan filter kain cacing Guinea khusus/filter pipa cacing Guinea untuk
menghilangkan kutu air.
 Air minum yang terkontaminasi dapat disterilkan dengan zat kimia yang bernama
temefos untuk membunuh larva atau minumlah air yang bebas dari kontaminasi.
 Masak ikan dan hewan air lainnya dengan baik sebelum dimakan.
 Merebus air hingga mendidih sebelum digunakan.
 Atau hanya meminum air berklorin membantu mencegah dracunculiasis.
Kesimpulan
 Copepoda merupakan subkelas Crustacea di mana termasuk ke dalam golongan
Entomostraca (udang-udangan tingkat rendah). Cyclops dan Diaptomus adalah contoh
Copepoda yang penting dalam bidang kesehatan. Cyclops adalah hospes perantara
Diphyllobothrium latum, Dracunculus medinensis, Gnathostoma spinigerum, dan
Sparganum. Sedangkan Diaptomus merupakan hospes perantara Diphyllobothrium latum.
 Dalam siklus hidup D. medinensis, membutuhkan Cyclops sp. agar bisa tumbuh menjadi
tahap infektif. Larva akan mati jika tidak dimakan oleh Cyclops. Selain itu, bila Cyclops
tidak dimakan oleh hospes definitif dalam 3 bulan, dengan sendirinya Cyclops dan larva di
dalamnya akan mati. Tidak ada proses patologik yang berarti saat infeksi terjadi, hanya
menunjukkan gejala-gejala. Tidak ada pengobatan atau vaksin untuk melawan penyakit
ini. Tindakan operasi mengeluarkan cacing merupakan tindakan yang paling tepat untuk
memperkecil terjadinya infeksi sekunder dan mempercepat proses penyembuhan yang
sempurna.
Referensi
 Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press.
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3547/parasitologi-l
ambok.pdf.txt;jsessionid=9E817D1546D49B2D075DF38D09802BFD?seq
uence=3

 https://x2zkom3ctwgbm5pgxgdqswjlfq-mkzbd4dzakkw2-en-m-wikipedia-or
g.translate.goog/wiki/Cyclops_(genus)

 http://amirulrosid.blogspot.com/2012/06/makalah-crustacea-rendah.html?
m=1

 https://id.thpanorama.com/articles/biologa/copepoda-caractersticas-taxon

Anda mungkin juga menyukai