Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Lompat ke isi

Syekh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sheikh)

Syekh[1] (diucapkan /ʃk/;[2] bahasa Arab: شيخ, translit. syaikh [ʃajx], juga diucapkan [ʃeːx], jamak شيوخ syuyūkh [ʃuju:x]), juga ditulis sebagai syaikh atau syech, adalah gelar kehormatan dalam bahasa Arab. Umumnya merujuk pada kepala suku atau anggota kerabat kerajaan di negara-negara Arab, juga sebagai gelar kehormatan ulama dalam agama Islam.[3] Selain itu, gelar ini juga dipakai oleh orang yang mengaku sebagai keturunan ahlulbait Nabi Islam, Nabi Muhammad (baik dari jalur Hasan maupun Husain, cucu Nabi Muhammad).[butuh rujukan] Kata tersebut aslinya bermakna "tetua", juga berarti "yang mulia" dalam konteks monarki. Kata syaikh muncul dalam ayat ke-23 Surah Al-Qasas dalam al-Qur'an.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]
Syuyukh Kurdi, 1895

Akar kata syaikh dalam bahasa Arab adalah: ش-ي-خ, SY-Y-KH. Gelar tersebut bermakna "tetua", "terhormat", atau "pemimpin", khususnya bagi suku-suku Arab di Jazirah Arab. Di Jazirah Arab, syaikh menjadi gelar tradisional yang diberikan kepada pemimpin masyarakat Arab Badui. Dengan penyebaran Islam dan kebudayaan Arab, kata tersebut menjadi gelar kehormatan di dalam budaya Islam di Afrika dan Asia.[butuh rujukan]

Dalam Sufi, kata syaikh dianggap merujuk kepada pemimpin spiritual dari suatu tarekat. Contohnya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang memimpin tarekat Qadiriyah, dan Syaikh Ahmad at-Tijani, yang memimpin tarekat Tijaniyyah.[4]

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Jazirah Arab

[sunting | sunting sumber]
Syaikh Jumah al-Maktoum dan Syaikh Said bin Maktum al-Maktoum, salah satu masyaikh yang ada di keluarga al-Maktoum

Gelar ini digunakan oleh kepala suku di Jazirah Arab. Juga sebagai gelar kehormatan di Arab Timur, tempat keluarga kerajaan secara tradisional adalah kepala suku. Contohnya seperti yang digunakan oleh keluarga Nahyan dan keluarga Maktoum dari UEA yang merupakan kepala suku Bani Yas, serta keluarga Wangsa Sabah dari Kuwait dan Wangsa Khalifa dari Bahrain yang merupakan kepala suku Bani Utbah. Kata ini digunakan oleh seluruh anggota keluarga penguasa baik laki-laki maupun perempuan di UEA, Bahrain, Qatar, dan Kuwait. Kata ini tidak dipakai oleh Wangsa Saud dari Arab Saudi dengan gelar "Pangeran" (bahasa Arab: أمير, translit. ʾAmīr) digunakan.[butuh rujukan]

Juga dipakai sebagai gelar pemimpin agama Islam, baik dari Sunni maupun Syiah. Contohnya, Al Asy-Syaikh diberikan berdasarkan Ulama Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab.[butuh rujukan]

Di Gunung Lebanon, gelar tersebut memiliki konotasi gelar kerajaan yang sama seperti di Jazirah Arab hingga invasi Utsmaniyah pada tahun 1516, karena gelar tersebut mewakili penguasa atau kepala suku sui iuris yang otonom..[5] Contoh keluarga yang mendapat gelar syekh sui iuris adalah keluarga Al-Chemor yang memerintah sejak 1211 di Koura dan Zgharta hingga 1747[1][6][7] dan keluarga Boudib (keturunan Bani Hasyim) yang menjadi pemimpin Ehden di Jebbeh sejak 1471 hingga 1759. Keturunannya sampai sekarang tinggal di Miziara, Meksiko, dan Nigeria.[8] Bahkan kepala keluarga Abu Harmoush, yang menguasai wilayah Chouf hingga Pertempuran Ain Darra pada tahun 1711, adalah syekh sui iuris. Setelah pemerintahan Utsmaniyah dan penerapan sistem Iltizam, gelar tersebut mendapatkan konotasi bangsawan alih-alih kerajaan, karena gelar tersebut diberikan oleh otoritas yang lebih tinggi; dalam hal ini Ottoman menunjuk Amir, yang tidak lebih dari seorang mültezim atau pemungut pajak untuk kekaisaran..[9] Beberapa keluarga Maronit yang sangat berpengaruh, yang diberi gelar tersebut, adalah (dalam urutan kronologis): El Hachem dari Akoura (keturunan Bani Hasyim, sejak 1523), El-Khazen (sejak 1545), Hubaysh dari Kisrawan dan Douaihy dari Zgharta. Keluarga lain yang saat ini disebut sebagai "syaikh" bukanlah penguasa tradisional provinsi, melainkan pejabat tinggi yang melayani Emir pada saat itu.

Di wilayah Maghrib, pada masa pemerintahan Almohad, seorang khalifah didampingi oleh majelis syekh sebagai penasihatnya. Mereka mewakili semua suku yang berbeda di bawah kekuasaan mereka, termasuk Arab, Badui, Andalusia, dan Berber, serta bertanggung jawab untuk memobilisasi kerabat mereka jika terjadi perang.[10]

Tanduk Afrika

[sunting | sunting sumber]
Syaikh Muhammad Dahir Roble, saat sedang berkhotbah.

Di wilayah Tanduk Afrika, "syekh" bagi umat Muslim di sana sering digunakan sebagai gelar bangsawan. Di masyarakat Somalia, syaikh merujuk sebagai gelar kehormatan bagi pemimpin Muslim senior dan ulama (wadaad), dan sering disingkat "Sy".[11] Syekh terkenal dari Tanduk Afrika misalnya Ishaaq bin Ahmed, seorang ulama dan pengkhotbah, Abdirahman bin Isma'il al-Jabarti, seorang pemimpin Muslim di Somaliland; Abadir Umar Ar-Rida, ulama di Harar; Abdurrahman al-Jabarti, syaikh dari Kairo yang meriwayatkan serangan Napoleon ke Mesir; Abdur-Rahman bin Ahmad az-Zayla'i, ulama penyebar tarekat Qadiriyah di Somalia dan Afrika Timur; Syekh Sufi, ulama, penyair, pembaharu, dan astrolog abad ke-19, penyair; Abdallah al-Qutbi, filsuf dan pakar akidah yang dikenal karena Al-Majmu'at Al-Mubarakah; dan Muhammad As-Sumali, seorang pengajar di Masjidilharam Makkah yang mempengaruhi banyak ulama saat ini.[12]

Asia Selatan

[sunting | sunting sumber]
Ulama Sunni, Syekh Syed Abdul Qadir Jilani

Di anak benua Asia Selatan, syekh bukan sebatas gelar, melainkan jabatan pekerjaan[13][14] yang ditujukan kepada pedagang Muslim. Setelah Islam datang di Asia Selatan, banyak klan dari keluarga agama pagan Hindu dari kasta-kasta berbeda masuk Islam dan mengadaptasi gelar tersebut.[15]

Asia Tenggara

[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara lainnya, syekh digunakan oleh para mubalig keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam, baik yang menyebarkan ajaran berdasarkan paham ahlus-sunnah wal-jama'ah maupun yang menyebarkan paham yang bersifat tasawuf. Beberapa nama tokoh-tokoh agama Islam yang terkenal di Indonesia, antara lain adalah Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Datuk Kahfi, Syekh Siti Jenar, Syekh Yusuf Tajul Khalwati, dan lain-lain. Tokoh-tokoh muslim intelek Indonesia biasanya disebut "ustaz" atau "kiai".[butuh rujukan]

Menurut perspektif Iran, gelar syekh memiliki arti yang beragam, di antara individu yang dituakan dan bijaksana. Gelar ini merupakan gelar kehormatan yang digunakan untuk sesepuh dan ulama terpelajar, seperti: Syekh al-Rayees Abu Ali Sina, Syekh Mufid, Syekh Morteza Ansari. Pada masa lalu, ulama yang merupakan keturunan nabi Islam Muhammad, disebut Sayyid/Seyyed alih-alih syekh.[16]

Perempuan

[sunting | sunting sumber]

Ulama wanita Islam umumnya disebut syaikhah (Arabic: شيخة) (alt. syaikhat). Tokoh-tokoh yang bergelar syaikhah misalnya Syaikhah Fakhrunnisa yang hidup pada abad ke-10[17] dan Syaikhah Fatimah al-Fudailiyah dari abad ke-18.[18] Pada 1957, tokoh pendidikan Indonesia Rahmah El Yunusiyah mendapat gelar syaikhah oleh Universitas Al-Azhar, yang gelar tersebut diberikan kepada seorang wanita untuk pertama kalinya oleh universitas tersebut.[19]

Anak, istri, atau ibu seorang syekh juga disebut syaikhah. Saat ini kata tersebut digunakan untuk wanita yang merupakan kerabat pemimpin negara-negara Jazirah Arab.[20]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b National News Agency - Ministry of Information Lebanese Republic, 2014 http://nna-leb.gov.lb/ar/show-report/371/
  2. ^ "sheikh"Perlu langganan berbayar. Oxford English Dictionary (edisi ke-Online). Oxford University Press.  Templat:OEDsub
  3. ^ "Sheikh Community, Islam Religion, Middel East". 
  4. ^ Abun-Nasr, Jamil M. (2007). Muslim Communities of Grace: The Sufi Brotherhoods in Islamic Religious Life. Columbia University Press. p. 94. ISBN 978-0-231-14330-1.
  5. ^ A House of Many Mansions: The History of Lebanon Reconsidered, 2001, Kamal Salibi
  6. ^ Book Al-Sheikh Al-Chemor Al-Hakum Al-Akoura Al-Hakum Al-Zawyia, Ignatios Tannous Al-Khoury, Beirut, 1948, pg.123
  7. ^ "Tārīkh al-ṭāʼifah al-Mārūnīyah (Microform, 1890)". [WorldCat.org].
  8. ^ El - Doaihi. A glimpse into the History of Ehden The Most Legendary Ehdenian Battles (2000BC - 1976). 
  9. ^ Lebanon's Predicament, 1987, Samir Khalaf
  10. ^ Niane, Djibril Tamsir; Africa, Unesco International Scientific Committee for the Drafting of a General History of (1 January 1984). Africa from the Twelfth to the Sixteenth Century. UNESCO. ISBN 9789231017100. Diakses tanggal 19 February 2017 – via Google Books. 
  11. ^ IFLA Committee on Cataloguing, IFLA International Office for UBC., IFLA International Programme for UBC., IFLA UBCIM Programme (1987). International cataloguing: quarterly bulletin of the IFLA Committee on Cataloguing, Volume 11. The Committee. hlm. 24. 
  12. ^ "Scholars Biographies - 15th Century - Shaykh Muhammad ibn 'Abdullaah as-Sumaalee". Fatwa-Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 September 2012. Diakses tanggal 26 August 2012. 
  13. ^ "Pakistan a country study p149". 1975. 
  14. ^ Robinson, Rowena (20 February 2004). Sociology of religion p90. ISBN 9780761997818. 
  15. ^ Khanam, Azra (30 August 2013). Muslim backward classes: a sociological perspective. ISBN 9788132118077. 
  16. ^ Who/what is Sheikh? porseshkadeh.com Retrieved 28 Oct 2018
  17. ^ "Shaykhah Shuhdah, Fakhr-un-Nisa". Haq Islam. 21 April 2013. Diakses tanggal 9 February 2015. 
  18. ^ Siddiqi, Muhammad Zubayr (1993). "Hadith Literature Its origin, development and special features: Women Scholars of Hadith". The Islamic Texts Society Cambridge: 117–123. Diakses tanggal 23 February 2015. 
  19. ^ Salim HS, Hairus (2012). "Indonesian Muslims and cultural networks". Dalam Lindsay, Jennifer; Sutedja-LIem, M. H. T. Heirs to world culture : Being Indonesian, 1950-1965. Leiden, NLD: Brill. hlm. 83. ISBN 978-90-04-25351-3. OCLC 958572352. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-03. Diakses tanggal 2022-07-01. 
  20. ^ Sultan Qaboos Encyclopedia of Arab Names. Sultan Qaboos University. 1985. Diakses tanggal 14 May 2021. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • Definisi kamus sheik di Wikikamus