Penelitian ini membahas perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama
Kabupaten.Sidoar... more Penelitian ini membahas perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama
Kabupaten.Sidoarjo terhadap hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Keluarga dianggap sebagai bentuk ikatan sah antara suami dan istri melalui perkawinan, dengan anak sebagai sumber daya penting dalam kehidupan keluarga. Ketika hubungan suami-istri mengalami ketidakharmonisan hingga perceraian, tanggung jawab membesarkan dan menjaga anak menjadi fokus utama. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama Kabupaten Sidoarjo terkait hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan metode wawancara dan survei untuk memberikan gambaran umum populasi melalui sampel yang mewakili populasi terkait masalah hak asuh anak dalam kasus perceraian. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dinamika dan perspektif yang ada dalam masyarakat dan lembaga hukum terkait hak asuh anak dalam konteks perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Hasil survei menunjukkan mayoritas responden memilih istri sebagai penerima hak asuh anak yang belum mumayyiz, dengan penekanan pada peran ibu dalam pengasuhan anak. Sedangkan hasil dari wawancara dapat disimpulkan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian jatuh kepada ibu dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 secara tegas menegaskan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz menjadi hak ibunya. Namun, dalam prakteknya, pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan nyata, termasuk keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Hakim tidak harus hanya berpatok pada usia anak, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lain dala menetapkan pemegang hak asuh anak. Terdapat perbedaan pandangan dalam fiqh yaitu antara Imam Hanafi dan Imam Maliki mengenai masa pengasuhan anak, namun keputusan hakim tidak membatasi hubungan antara anak dan kedua orang tua. Setiap madzhab memiliki perspektif berbeda mengenai batas waktu pengasuhan anak laki-laki dan perempuan, dengan hadhanah sebagai perwalian anak yang belum mandiri. Dengan demikian, penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perspektif masyarakat dan kuasa hukum terkait hak asuh anak dalam kasus perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Pemahaman ini penting untuk memahami hak asuh anak dalam konteks perceraian.
Penelitian ini membahas perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama
Kabupaten.Sidoar... more Penelitian ini membahas perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama
Kabupaten.Sidoarjo terhadap hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Keluarga dianggap sebagai bentuk ikatan sah antara suami dan istri melalui perkawinan, dengan anak sebagai sumber daya penting dalam kehidupan keluarga. Ketika hubungan suami-istri mengalami ketidakharmonisan hingga perceraian, tanggung jawab membesarkan dan menjaga anak menjadi fokus utama. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama Kabupaten Sidoarjo terkait hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan metode wawancara dan survei untuk memberikan gambaran umum populasi melalui sampel yang mewakili populasi terkait masalah hak asuh anak dalam kasus perceraian. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dinamika dan perspektif yang ada dalam masyarakat dan lembaga hukum terkait hak asuh anak dalam konteks perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Hasil survei menunjukkan mayoritas responden memilih istri sebagai penerima hak asuh anak yang belum mumayyiz, dengan penekanan pada peran ibu dalam pengasuhan anak. Sedangkan hasil dari wawancara dapat disimpulkan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian jatuh kepada ibu dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 secara tegas menegaskan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz menjadi hak ibunya. Namun, dalam prakteknya, pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan nyata, termasuk keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Hakim tidak harus hanya berpatok pada usia anak, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lain dala menetapkan pemegang hak asuh anak. Terdapat perbedaan pandangan dalam fiqh yaitu antara Imam Hanafi dan Imam Maliki mengenai masa pengasuhan anak, namun keputusan hakim tidak membatasi hubungan antara anak dan kedua orang tua. Setiap madzhab memiliki perspektif berbeda mengenai batas waktu pengasuhan anak laki-laki dan perempuan, dengan hadhanah sebagai perwalian anak yang belum mandiri. Dengan demikian, penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perspektif masyarakat dan kuasa hukum terkait hak asuh anak dalam kasus perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Pemahaman ini penting untuk memahami hak asuh anak dalam konteks perceraian.
Uploads
Papers by Adhe Hermawan
Kabupaten.Sidoarjo terhadap hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Keluarga dianggap sebagai bentuk ikatan sah antara suami dan istri melalui perkawinan, dengan anak sebagai sumber daya penting dalam kehidupan keluarga. Ketika hubungan suami-istri mengalami ketidakharmonisan hingga perceraian, tanggung jawab membesarkan dan menjaga anak menjadi fokus utama. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama Kabupaten Sidoarjo terkait hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan metode wawancara dan survei untuk memberikan gambaran umum populasi melalui sampel yang mewakili populasi terkait masalah hak asuh anak dalam kasus perceraian. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dinamika dan perspektif yang ada dalam masyarakat dan lembaga hukum terkait hak asuh anak dalam konteks perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Hasil survei menunjukkan mayoritas responden memilih istri sebagai penerima hak asuh anak yang belum mumayyiz, dengan penekanan pada peran ibu dalam pengasuhan anak. Sedangkan hasil dari wawancara dapat disimpulkan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian jatuh kepada ibu dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 secara tegas menegaskan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz menjadi hak ibunya. Namun, dalam prakteknya, pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan nyata, termasuk keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Hakim tidak harus hanya berpatok pada usia anak, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lain dala menetapkan pemegang hak asuh anak. Terdapat perbedaan pandangan dalam fiqh yaitu antara Imam Hanafi dan Imam Maliki mengenai masa pengasuhan anak, namun keputusan hakim tidak membatasi hubungan antara anak dan kedua orang tua. Setiap madzhab memiliki perspektif berbeda mengenai batas waktu pengasuhan anak laki-laki dan perempuan, dengan hadhanah sebagai perwalian anak yang belum mandiri. Dengan demikian, penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perspektif masyarakat dan kuasa hukum terkait hak asuh anak dalam kasus perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Pemahaman ini penting untuk memahami hak asuh anak dalam konteks perceraian.
Kabupaten.Sidoarjo terhadap hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Keluarga dianggap sebagai bentuk ikatan sah antara suami dan istri melalui perkawinan, dengan anak sebagai sumber daya penting dalam kehidupan keluarga. Ketika hubungan suami-istri mengalami ketidakharmonisan hingga perceraian, tanggung jawab membesarkan dan menjaga anak menjadi fokus utama. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji perspektif masyarakat dan kuasa hukum Pengadilan Agama Kabupaten Sidoarjo terkait hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis dengan metode wawancara dan survei untuk memberikan gambaran umum populasi melalui sampel yang mewakili populasi terkait masalah hak asuh anak dalam kasus perceraian. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dinamika dan perspektif yang ada dalam masyarakat dan lembaga hukum terkait hak asuh anak dalam konteks perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Hasil survei menunjukkan mayoritas responden memilih istri sebagai penerima hak asuh anak yang belum mumayyiz, dengan penekanan pada peran ibu dalam pengasuhan anak. Sedangkan hasil dari wawancara dapat disimpulkan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz akibat perceraian jatuh kepada ibu dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 41 secara tegas menegaskan bahwa hak asuh anak yang belum mumayyiz menjadi hak ibunya. Namun, dalam prakteknya, pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan nyata, termasuk keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Hakim tidak harus hanya berpatok pada usia anak, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lain dala menetapkan pemegang hak asuh anak. Terdapat perbedaan pandangan dalam fiqh yaitu antara Imam Hanafi dan Imam Maliki mengenai masa pengasuhan anak, namun keputusan hakim tidak membatasi hubungan antara anak dan kedua orang tua. Setiap madzhab memiliki perspektif berbeda mengenai batas waktu pengasuhan anak laki-laki dan perempuan, dengan hadhanah sebagai perwalian anak yang belum mandiri. Dengan demikian, penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perspektif masyarakat dan kuasa hukum terkait hak asuh anak dalam kasus perceraian di Kabupaten Sidoarjo. Pemahaman ini penting untuk memahami hak asuh anak dalam konteks perceraian.