Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia, 2015
ABSTRAK Pendahuluan: Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditulark... more ABSTRAK Pendahuluan: Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang, dan berkembang lambat. Data WHO menunjukkan 36 juta dari 57 juta kematian di tahun 2008 disebabkan oleh PTM. Kematian akibat PTM meningkat di tahun 2013 menjadi 38 juta di negara ekonomi rendah dan menengah. WHO mencatat 29% kematian di usia muda terjadi akibat PTM, meningkat dari tahun 2010. Banyaknya peraturan yang bertujuan mengendalikan PTM dan gencarnya penyuluhan atau pendidikan kesehatan guna memperbaiki pola hidup menunjukkan Indonesia giat melakukan pengendalian PTM. Penting untuk mengetahui pengendalian PTM di Indonesia karena dapat meningkatkan kesadaran pribadi untuk melakukan pencegahan dengan mengubah pola hidup yang buruk menjadi lebih sehat. Pembahasan: Di bawah arahan WHO tahun 2011 lebih dari 190 negara membuat Global Action Plan for The Prevention and Control of NCDs 2013-2020 untuk mengurangi kematian prematur akibat PTM sebesar 25% di tahun 2025 melalui sembilan target global. Sembilan target terfokus pada faktor-faktor risiko berupa penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol. Rencana yang dibuat berupa intervensi best buy seperti peningkatan cukai rokok dan alkohol, regulasi penggunaan garam, dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan diet sehat dan kebugaran fisik. Program pengendalian PTM yang dimiliki Indonesia berupa Triple ACS (active cities, active communities dan active citizenship) yang selanjutnya dijabarkan menjadi Healthy Public Policy, pengembangan jejaring, advokasi, pemberdayaan masyarakat, surveilans, deteksi dini serta pengendalian PTM. Kesimpulan: Pengendalian PTM di Indonesia dilakukan dengan advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat. Pengendalian berfokus pada faktor risiko, komitmen pemangku kebijakan, dan pemaksimalan deteksi dini. ABSTRACT Introduction: Non-communicable diseases (NCDs) are known as chronic disease is not transmitted from person to person, have a long duration and slow growing. WHO noted in 2008, 57 million people have NCDs and 36 million among them died. NCDs deaths increased to 38 million in 2013 in countries with low and middle economic. WHO noted there was 29% of deaths causing by NCDs at a young age, an increase from 2010. The number of regulations aimed to control the increase of NCDs, such as health education that aimed to change the lifestyle of Indonesian show how much this country concerned that issue. It is important to know the control of NCDs in Indonesia because it will increase personal awareness for prevention by changing the unhealhty habits into a healthier lifestyle. Discussion: Under the direction of WHO in 2011 more than 190 countries make the Global Action Plan for The Prevention and Control of NCDs 2013-2020 to reduce NCDs premature deaths by 25% in the year 2025 through the nine global targets. Nine targets focused on several risk factors such as tobacco use, unhealthy diet, small number physical activity and alcohol consumption. Intervention will be done by increasing cigarette and alcohol taxes, regulating the use of salt, and increasing public knowledge about healthy diet and physical fitness. Indonesia has a NCDs control program known as Triple ACs (active cities, active communities and active citizenship). The main intervention programs of The ACs are Healthy Public Policy, the development of networking, advocacy, community development, surveillance, early detection and control of NCDs. Conclusion: Control of NCDs is done with advocacy, community development, and community empowerment. The control focused on risk factors, stakeholder's commitment and maximization of early detection.
ABSTRACT Heavy metal contamination has become one of the priorities of global public health probl... more ABSTRACT Heavy metal contamination has become one of the priorities of global public health problems since it was first published in 1848 as a cause of disease. This study aims to obtain the latest conditions of lead (Pb) contamination along the Brantas River in Kediri City. Sampels were river water and local bio-indicators Barbonymus gonionotus (bader fish) and Ipomoea aquatica (water spinach). Data collected using SNI 6989.8: 2009 for river water, SNI 2354.5: 2011 B. gonionotus and SNI 01-2896-1998 for water spinach. The results of the Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) examination at the BARISTAND Laboratory in Surabaya City were compared with the Pb threshold value according to PP No 82 of 2001 for river water, SNI 2729: 2013 for B. gonionotus, and SNI 7387: 2009 for Ipomoea aquatica. Pb contamination in Brantas River is caused by vehicle fuel discharges that cross the bridge before the sampling point, domestic waste, and agriculture. Therefore, river conservation policies and supervision of the industrial and domestic sectors around the Brantas River basin across sectors and across regions are needed. In addition, water treatment techniques for Brantas River water is needed so that in the future it can be consumed.
ABSTRAK Cemaran logam berat menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan masyarakat secara global sejak dipublikasikan pertama kali di tahun 1848 sebagai penyebab penyakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan mendapatkan kondisi terbaru cemaran timbal (Pb) di sepanjang Sungai Brantas Kota Kediri. Sampel adalah air sungai dan bioindikator lokal Barbonymus gonionotus (ikan bader) dan Ipomoea aquatica (kangkung air) yang dikumpulkan menggunakan SNI 6989.8:2009 untuk air sungai, SNI 2354.5:2011 untuk ikan bader, dan SNI 01-2896-1998 untuk kangkung air. Hasil pemeriksaan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) di Laboratorium BARISTAND Kota Surabaya, Kadar Pb melebihi ambang batas serta lokasi titik pengambilannya untuk sampel air sungai adalah 0.05 mg/L (sebelum), 0,25 mg/L (setelah), dan 0,33 mg/L (di Sungai Jong Biru); sampel ikan bader adalah 0,453 mg/kg (setelah Sungai Jong Biru), dan sampel kangkung air adalah 3,29 mg/kg (di bawah Jembatan Mrican). Kontaminasi Pb di Sungai Brantas disebabkan oleh buangan bahan bakar kendaraan yang melintas di jembatan sebelum titik pengambilan sampel, limbah domestik, dan pertanian. Diperlukan kebijakan konservasi perairan sungai dan pengawasan industri dan domestik disekitar DAS Brantas, serta perlu disiapkan teknik pengolahan air Sungai Brantas sehingga di masa depan dapat dikonsumsi.
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia, 2015
ABSTRAK Pendahuluan: Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditulark... more ABSTRAK Pendahuluan: Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang, dan berkembang lambat. Data WHO menunjukkan 36 juta dari 57 juta kematian di tahun 2008 disebabkan oleh PTM. Kematian akibat PTM meningkat di tahun 2013 menjadi 38 juta di negara ekonomi rendah dan menengah. WHO mencatat 29% kematian di usia muda terjadi akibat PTM, meningkat dari tahun 2010. Banyaknya peraturan yang bertujuan mengendalikan PTM dan gencarnya penyuluhan atau pendidikan kesehatan guna memperbaiki pola hidup menunjukkan Indonesia giat melakukan pengendalian PTM. Penting untuk mengetahui pengendalian PTM di Indonesia karena dapat meningkatkan kesadaran pribadi untuk melakukan pencegahan dengan mengubah pola hidup yang buruk menjadi lebih sehat. Pembahasan: Di bawah arahan WHO tahun 2011 lebih dari 190 negara membuat Global Action Plan for The Prevention and Control of NCDs 2013-2020 untuk mengurangi kematian prematur akibat PTM sebesar 25% di tahun 2025 melalui sembilan target global. Sembilan target terfokus pada faktor-faktor risiko berupa penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol. Rencana yang dibuat berupa intervensi best buy seperti peningkatan cukai rokok dan alkohol, regulasi penggunaan garam, dan peningkatan pengetahuan masyarakat akan diet sehat dan kebugaran fisik. Program pengendalian PTM yang dimiliki Indonesia berupa Triple ACS (active cities, active communities dan active citizenship) yang selanjutnya dijabarkan menjadi Healthy Public Policy, pengembangan jejaring, advokasi, pemberdayaan masyarakat, surveilans, deteksi dini serta pengendalian PTM. Kesimpulan: Pengendalian PTM di Indonesia dilakukan dengan advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat. Pengendalian berfokus pada faktor risiko, komitmen pemangku kebijakan, dan pemaksimalan deteksi dini. ABSTRACT Introduction: Non-communicable diseases (NCDs) are known as chronic disease is not transmitted from person to person, have a long duration and slow growing. WHO noted in 2008, 57 million people have NCDs and 36 million among them died. NCDs deaths increased to 38 million in 2013 in countries with low and middle economic. WHO noted there was 29% of deaths causing by NCDs at a young age, an increase from 2010. The number of regulations aimed to control the increase of NCDs, such as health education that aimed to change the lifestyle of Indonesian show how much this country concerned that issue. It is important to know the control of NCDs in Indonesia because it will increase personal awareness for prevention by changing the unhealhty habits into a healthier lifestyle. Discussion: Under the direction of WHO in 2011 more than 190 countries make the Global Action Plan for The Prevention and Control of NCDs 2013-2020 to reduce NCDs premature deaths by 25% in the year 2025 through the nine global targets. Nine targets focused on several risk factors such as tobacco use, unhealthy diet, small number physical activity and alcohol consumption. Intervention will be done by increasing cigarette and alcohol taxes, regulating the use of salt, and increasing public knowledge about healthy diet and physical fitness. Indonesia has a NCDs control program known as Triple ACs (active cities, active communities and active citizenship). The main intervention programs of The ACs are Healthy Public Policy, the development of networking, advocacy, community development, surveillance, early detection and control of NCDs. Conclusion: Control of NCDs is done with advocacy, community development, and community empowerment. The control focused on risk factors, stakeholder's commitment and maximization of early detection.
ABSTRACT Heavy metal contamination has become one of the priorities of global public health probl... more ABSTRACT Heavy metal contamination has become one of the priorities of global public health problems since it was first published in 1848 as a cause of disease. This study aims to obtain the latest conditions of lead (Pb) contamination along the Brantas River in Kediri City. Sampels were river water and local bio-indicators Barbonymus gonionotus (bader fish) and Ipomoea aquatica (water spinach). Data collected using SNI 6989.8: 2009 for river water, SNI 2354.5: 2011 B. gonionotus and SNI 01-2896-1998 for water spinach. The results of the Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) examination at the BARISTAND Laboratory in Surabaya City were compared with the Pb threshold value according to PP No 82 of 2001 for river water, SNI 2729: 2013 for B. gonionotus, and SNI 7387: 2009 for Ipomoea aquatica. Pb contamination in Brantas River is caused by vehicle fuel discharges that cross the bridge before the sampling point, domestic waste, and agriculture. Therefore, river conservation policies and supervision of the industrial and domestic sectors around the Brantas River basin across sectors and across regions are needed. In addition, water treatment techniques for Brantas River water is needed so that in the future it can be consumed.
ABSTRAK Cemaran logam berat menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan masyarakat secara global sejak dipublikasikan pertama kali di tahun 1848 sebagai penyebab penyakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan mendapatkan kondisi terbaru cemaran timbal (Pb) di sepanjang Sungai Brantas Kota Kediri. Sampel adalah air sungai dan bioindikator lokal Barbonymus gonionotus (ikan bader) dan Ipomoea aquatica (kangkung air) yang dikumpulkan menggunakan SNI 6989.8:2009 untuk air sungai, SNI 2354.5:2011 untuk ikan bader, dan SNI 01-2896-1998 untuk kangkung air. Hasil pemeriksaan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) di Laboratorium BARISTAND Kota Surabaya, Kadar Pb melebihi ambang batas serta lokasi titik pengambilannya untuk sampel air sungai adalah 0.05 mg/L (sebelum), 0,25 mg/L (setelah), dan 0,33 mg/L (di Sungai Jong Biru); sampel ikan bader adalah 0,453 mg/kg (setelah Sungai Jong Biru), dan sampel kangkung air adalah 3,29 mg/kg (di bawah Jembatan Mrican). Kontaminasi Pb di Sungai Brantas disebabkan oleh buangan bahan bakar kendaraan yang melintas di jembatan sebelum titik pengambilan sampel, limbah domestik, dan pertanian. Diperlukan kebijakan konservasi perairan sungai dan pengawasan industri dan domestik disekitar DAS Brantas, serta perlu disiapkan teknik pengolahan air Sungai Brantas sehingga di masa depan dapat dikonsumsi.
Uploads
Papers by Forman Sidjabat
ABSTRAK Cemaran logam berat menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan masyarakat secara global sejak dipublikasikan pertama kali di tahun 1848 sebagai penyebab penyakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan mendapatkan kondisi terbaru cemaran timbal (Pb) di sepanjang Sungai Brantas Kota Kediri. Sampel adalah air sungai dan bioindikator lokal Barbonymus gonionotus (ikan bader) dan Ipomoea aquatica (kangkung air) yang dikumpulkan menggunakan SNI 6989.8:2009 untuk air sungai, SNI 2354.5:2011 untuk ikan bader, dan SNI 01-2896-1998 untuk kangkung air. Hasil pemeriksaan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) di Laboratorium BARISTAND Kota Surabaya, Kadar Pb melebihi ambang batas serta lokasi titik pengambilannya untuk sampel air sungai adalah 0.05 mg/L (sebelum), 0,25 mg/L (setelah), dan 0,33 mg/L (di Sungai Jong Biru); sampel ikan bader adalah 0,453 mg/kg (setelah Sungai Jong Biru), dan sampel kangkung air adalah 3,29 mg/kg (di bawah Jembatan Mrican). Kontaminasi Pb di Sungai Brantas disebabkan oleh buangan bahan bakar kendaraan yang melintas di jembatan sebelum titik pengambilan sampel, limbah domestik, dan pertanian. Diperlukan kebijakan konservasi perairan sungai dan pengawasan industri dan domestik disekitar DAS Brantas, serta perlu disiapkan teknik pengolahan air Sungai Brantas sehingga di masa depan dapat dikonsumsi.
ABSTRAK Cemaran logam berat menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan masyarakat secara global sejak dipublikasikan pertama kali di tahun 1848 sebagai penyebab penyakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan mendapatkan kondisi terbaru cemaran timbal (Pb) di sepanjang Sungai Brantas Kota Kediri. Sampel adalah air sungai dan bioindikator lokal Barbonymus gonionotus (ikan bader) dan Ipomoea aquatica (kangkung air) yang dikumpulkan menggunakan SNI 6989.8:2009 untuk air sungai, SNI 2354.5:2011 untuk ikan bader, dan SNI 01-2896-1998 untuk kangkung air. Hasil pemeriksaan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) di Laboratorium BARISTAND Kota Surabaya, Kadar Pb melebihi ambang batas serta lokasi titik pengambilannya untuk sampel air sungai adalah 0.05 mg/L (sebelum), 0,25 mg/L (setelah), dan 0,33 mg/L (di Sungai Jong Biru); sampel ikan bader adalah 0,453 mg/kg (setelah Sungai Jong Biru), dan sampel kangkung air adalah 3,29 mg/kg (di bawah Jembatan Mrican). Kontaminasi Pb di Sungai Brantas disebabkan oleh buangan bahan bakar kendaraan yang melintas di jembatan sebelum titik pengambilan sampel, limbah domestik, dan pertanian. Diperlukan kebijakan konservasi perairan sungai dan pengawasan industri dan domestik disekitar DAS Brantas, serta perlu disiapkan teknik pengolahan air Sungai Brantas sehingga di masa depan dapat dikonsumsi.