"Indonesia bukanlah negara teokratis bukan pula negara seku lar; ia adalah negara yang berlandask... more "Indonesia bukanlah negara teokratis bukan pula negara seku lar; ia adalah negara yang berlandaskan Pancasila." Ungkapan itu, meskipun mengandung arti yang membingungkan bagi keba-nyakan orang, selalu diulang-ulang oleh para pejabat kita, dan sangat ditekankan oleh Presiden Soeharto sendiri. Mengatakan bahwa negara ini bukanlah negara sekular bukan pula negara teokratis atau negara agamis, bagi mereka yang tidak memahami problem ideologis bangsa ini, akan terdengar absurd. Namun pada kenyataannya, itulah "cara yang tepat" bagi mayori tas masyarakat Indonesia, secara ideologis, dalam memandang negerinya sendiri. Bagi mereka yang memahami masalah ini, ungkapan tersebut di atas, menyiratkan adanya kompromi dan kesepakatan yang rumit diantara para pendiri Republik ini, yaitu kompromi yang rumit antara nasionalis muslim dan nasionalis sekular menyangkut ideologi nasional yang resmi. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa beberapa bulan sebelum dan sesudah Kemerdekaan Nasion al, 17 Agustus 1945, yakni tatkala pasukan Jepang, yang disponso ri Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia memperdebatkan mengenai landasan fi losofi s yang akan dijadikan pijakan republik ini. Nasionalis Muslim atau, setidaknya, yang secara islami meng-ilhami orang-orang nasionalis, menginginkan Indonesia yang
"Indonesia bukanlah negara teokratis bukan pula negara seku lar; ia adalah negara yang berlandask... more "Indonesia bukanlah negara teokratis bukan pula negara seku lar; ia adalah negara yang berlandaskan Pancasila." Ungkapan itu, meskipun mengandung arti yang membingungkan bagi keba-nyakan orang, selalu diulang-ulang oleh para pejabat kita, dan sangat ditekankan oleh Presiden Soeharto sendiri. Mengatakan bahwa negara ini bukanlah negara sekular bukan pula negara teokratis atau negara agamis, bagi mereka yang tidak memahami problem ideologis bangsa ini, akan terdengar absurd. Namun pada kenyataannya, itulah "cara yang tepat" bagi mayori tas masyarakat Indonesia, secara ideologis, dalam memandang negerinya sendiri. Bagi mereka yang memahami masalah ini, ungkapan tersebut di atas, menyiratkan adanya kompromi dan kesepakatan yang rumit diantara para pendiri Republik ini, yaitu kompromi yang rumit antara nasionalis muslim dan nasionalis sekular menyangkut ideologi nasional yang resmi. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa beberapa bulan sebelum dan sesudah Kemerdekaan Nasion al, 17 Agustus 1945, yakni tatkala pasukan Jepang, yang disponso ri Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia memperdebatkan mengenai landasan fi losofi s yang akan dijadikan pijakan republik ini. Nasionalis Muslim atau, setidaknya, yang secara islami meng-ilhami orang-orang nasionalis, menginginkan Indonesia yang
Uploads
Papers by Zainal Bugis