Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian di dunia. Dibanyak negara berkembang pejala... more Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian di dunia. Dibanyak negara berkembang pejalan kaki dan penumpang di angkutan umum yang tewas. Selain itu untuk menyebabkan kematian dan penderitaan, kecelakaan lalulintas adalah beban berat ekonomi negara. Sebanyak 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal dan sebanyak 50 juta orang terluka dalam kecelakaan lalu lintas setiap tahun. Tiga Polrestabes Semarang mencatat sekitar 726 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi di tahun 2012 (sampai dengan bulan Agustus 2012) dengan korban meningga l.119 orang, korban luka berat 874 orang dan korban luka ringan sebanyak 829 orang. Selama 10 tahun terakhir rata-rata terjadi peningkatan kasus yang cukup drastis. Sebagai bagian dari upaya memecahkan permasalahan kemacetan, Pemerintah Pusat melalui Departemen Perhubungan mengajukan penyelenggaraan Bus Rapid Transit (BRT) atau lebih dikenal dengan busway yang saat ini mulai diterapkan di berbagai kota di Indonesia (Dewi, 2013). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Pencegahan kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: partisipasi para pemangku kepentingan; pemberdayaan masyarakat; penegakan hukum; dan kemitraan global.
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan, terutama kematian ibu dan bayi. T... more Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan, terutama kematian ibu dan bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang dihadapi berbagai negara di dunia terutama negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Fhilipina (Depkes, 2006).
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masy... more BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek yaitu perkembangan kecerdasan, perkembangan sosial, dan perkembangan ekonomi. Defisiensi iodium yang juga disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD) menyebabkan berbagai sindrom gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium terjadi pada saat konsumsi iodium kurang dari yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif (WHO, 2001). GAKI tersebar di 15 propinsi di Indonesia, termasuk Propinsi Jawa Tengah. Masalah GAKI di Jawa Tengah tersebar di 21 Kabupaten mencakup 134 Kecamatan dan 1649 desa. Masalah ini mengancam lebih dari 321.410 penduduk yang bertempat tinggal di daerah-daerah tersebut. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 21 daerah di Propinsi Jawa Tengah yang dinyatakan sebagai daerah endemik gondok berat (DepKes. RI, 1998). Disamping itu, Indonesia menjadikan GAKI sebagai masalah gizi utama, karena sejumlah 42 juta penduduk tinggal di daerah endemis GAKI, 10 juta menderita gondok dan 750 ribu menderita kretin. Hasil survei di seluruh Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi sebesar 11,1% pada tahun 2003 (Tim GAKI Pusat, 2005). Hal ini menunjukkan masalah GAKI masih memerlukan perhatian khusus, untuk itu keberadaan lembaga BP2 GAKI sangat diperlukan. BP2 GAKI Magelang adalah Unit Pelaksanaan Teknis dari Badan Litbangkes yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 575/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 10 April 2000 yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1351/MENKES/PER/IX/2005 tanggal 14 September 2005, dan terakhir dirubah kembali dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2350/MENKES/PER/XI/2011 tanggal 22 November 2011 merupakan lembaga dengan kegiatan utama melakukan penelitian dan pengembangan untuk menunjang upaya penanggulangan masalah GAKI (KemenKes RI, BP2 GAKI, 2014).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor y... more BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut WHO, kesehatan merupakan suatu keadaan sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata hanya bebas dari penyakit dan kecacatan saja (WHO dalam O’Luanaigh, 2008). Salah satu upaya untuk tetap dapat menjaga kesehatan ialah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga tiap individu dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Terdapat prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan PHBS yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Ruang lingkup PHBS terdiri dari lima tatanan, yakni tatanan rumah tangga, institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah, dan tempat kerja, dimana terdapat indikator-indikator tertentu dari setiap tatanan PHBS yang ada. PHBS di institusi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan mampu untuk mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam mewujudkan institusi kesehatan dan mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan (Proverawati dan Rahmawati, 2012). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), 2 penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004). Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata sembilan persen dari 1,4 juta pasien rawat inap. Meski di Indonesia, data akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit belum ada, tetapi kasus ini menjadi masalah serius. Infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas (Kemenkes, 2011). Data survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (Depkes, 2004). Hasil pengamatan peneliti selama memberikan pelayanan di ruangan rawat inap terpadu, banyak keluarga pasien/pengunjung yang tidak melaksanakan PHBS sesuai standar seperti membuang sampah dan meludah sembarangan, merokok di dalam ruangan dan tidak menggunakan fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit sesuai fungsinya sehingga kebersihan lingkungan Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik khususnya pada sore dan malam hari. Perilaku ini tentu akan meningkatkan angka kejadian infeksi nosokomial. Data infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik di Medan tahun 2011 menunjukkan ada 249 kasus infeksi nosokomial dari 61.123 pasien atau sekitar 0,4% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data-data PHBS rumah sakit dan hasil penelitian terdahulu, kami bermaksud melaksanakan praktikum yang berkaitan dengan PHBS tatanan instasi kesehatan yakni Rumah Sakit Tingkat III Wijayakusuma Jalan Prof. Dr. Bunyamin Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian di dunia. Dibanyak negara berkembang pejala... more Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian di dunia. Dibanyak negara berkembang pejalan kaki dan penumpang di angkutan umum yang tewas. Selain itu untuk menyebabkan kematian dan penderitaan, kecelakaan lalulintas adalah beban berat ekonomi negara. Sebanyak 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal dan sebanyak 50 juta orang terluka dalam kecelakaan lalu lintas setiap tahun. Tiga Polrestabes Semarang mencatat sekitar 726 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi di tahun 2012 (sampai dengan bulan Agustus 2012) dengan korban meningga l.119 orang, korban luka berat 874 orang dan korban luka ringan sebanyak 829 orang. Selama 10 tahun terakhir rata-rata terjadi peningkatan kasus yang cukup drastis. Sebagai bagian dari upaya memecahkan permasalahan kemacetan, Pemerintah Pusat melalui Departemen Perhubungan mengajukan penyelenggaraan Bus Rapid Transit (BRT) atau lebih dikenal dengan busway yang saat ini mulai diterapkan di berbagai kota di Indonesia (Dewi, 2013). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Pencegahan kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: partisipasi para pemangku kepentingan; pemberdayaan masyarakat; penegakan hukum; dan kemitraan global.
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan, terutama kematian ibu dan bayi. T... more Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan, terutama kematian ibu dan bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang dihadapi berbagai negara di dunia terutama negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Fhilipina (Depkes, 2006).
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masy... more BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek yaitu perkembangan kecerdasan, perkembangan sosial, dan perkembangan ekonomi. Defisiensi iodium yang juga disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD) menyebabkan berbagai sindrom gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium terjadi pada saat konsumsi iodium kurang dari yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif (WHO, 2001). GAKI tersebar di 15 propinsi di Indonesia, termasuk Propinsi Jawa Tengah. Masalah GAKI di Jawa Tengah tersebar di 21 Kabupaten mencakup 134 Kecamatan dan 1649 desa. Masalah ini mengancam lebih dari 321.410 penduduk yang bertempat tinggal di daerah-daerah tersebut. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 21 daerah di Propinsi Jawa Tengah yang dinyatakan sebagai daerah endemik gondok berat (DepKes. RI, 1998). Disamping itu, Indonesia menjadikan GAKI sebagai masalah gizi utama, karena sejumlah 42 juta penduduk tinggal di daerah endemis GAKI, 10 juta menderita gondok dan 750 ribu menderita kretin. Hasil survei di seluruh Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi sebesar 11,1% pada tahun 2003 (Tim GAKI Pusat, 2005). Hal ini menunjukkan masalah GAKI masih memerlukan perhatian khusus, untuk itu keberadaan lembaga BP2 GAKI sangat diperlukan. BP2 GAKI Magelang adalah Unit Pelaksanaan Teknis dari Badan Litbangkes yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 575/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 10 April 2000 yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1351/MENKES/PER/IX/2005 tanggal 14 September 2005, dan terakhir dirubah kembali dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2350/MENKES/PER/XI/2011 tanggal 22 November 2011 merupakan lembaga dengan kegiatan utama melakukan penelitian dan pengembangan untuk menunjang upaya penanggulangan masalah GAKI (KemenKes RI, BP2 GAKI, 2014).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor y... more BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut WHO, kesehatan merupakan suatu keadaan sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata hanya bebas dari penyakit dan kecacatan saja (WHO dalam O’Luanaigh, 2008). Salah satu upaya untuk tetap dapat menjaga kesehatan ialah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga tiap individu dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Terdapat prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan PHBS yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Ruang lingkup PHBS terdiri dari lima tatanan, yakni tatanan rumah tangga, institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah, dan tempat kerja, dimana terdapat indikator-indikator tertentu dari setiap tatanan PHBS yang ada. PHBS di institusi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan mampu untuk mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam mewujudkan institusi kesehatan dan mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan (Proverawati dan Rahmawati, 2012). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), 2 penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004). Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata sembilan persen dari 1,4 juta pasien rawat inap. Meski di Indonesia, data akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit belum ada, tetapi kasus ini menjadi masalah serius. Infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas (Kemenkes, 2011). Data survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (Depkes, 2004). Hasil pengamatan peneliti selama memberikan pelayanan di ruangan rawat inap terpadu, banyak keluarga pasien/pengunjung yang tidak melaksanakan PHBS sesuai standar seperti membuang sampah dan meludah sembarangan, merokok di dalam ruangan dan tidak menggunakan fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit sesuai fungsinya sehingga kebersihan lingkungan Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik khususnya pada sore dan malam hari. Perilaku ini tentu akan meningkatkan angka kejadian infeksi nosokomial. Data infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik di Medan tahun 2011 menunjukkan ada 249 kasus infeksi nosokomial dari 61.123 pasien atau sekitar 0,4% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data-data PHBS rumah sakit dan hasil penelitian terdahulu, kami bermaksud melaksanakan praktikum yang berkaitan dengan PHBS tatanan instasi kesehatan yakni Rumah Sakit Tingkat III Wijayakusuma Jalan Prof. Dr. Bunyamin Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
Uploads
Papers by widya nevri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Pencegahan kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: partisipasi para pemangku kepentingan; pemberdayaan masyarakat; penegakan hukum; dan kemitraan global.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek yaitu perkembangan kecerdasan, perkembangan sosial, dan perkembangan ekonomi. Defisiensi iodium yang juga disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD) menyebabkan berbagai sindrom gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium terjadi pada saat konsumsi iodium kurang dari yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif (WHO, 2001).
GAKI tersebar di 15 propinsi di Indonesia, termasuk Propinsi Jawa Tengah. Masalah GAKI di Jawa Tengah tersebar di 21 Kabupaten mencakup 134 Kecamatan dan 1649 desa. Masalah ini mengancam lebih dari 321.410 penduduk yang bertempat tinggal di daerah-daerah tersebut. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 21 daerah di Propinsi Jawa Tengah yang dinyatakan sebagai daerah endemik gondok berat (DepKes. RI, 1998). Disamping itu, Indonesia menjadikan GAKI sebagai masalah gizi utama, karena sejumlah 42 juta penduduk tinggal di daerah endemis GAKI, 10 juta menderita gondok dan 750 ribu menderita kretin. Hasil survei di seluruh Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi sebesar 11,1% pada tahun 2003 (Tim GAKI Pusat, 2005). Hal ini menunjukkan masalah GAKI masih memerlukan perhatian khusus, untuk itu keberadaan lembaga BP2 GAKI sangat diperlukan. BP2 GAKI Magelang adalah Unit Pelaksanaan Teknis dari Badan Litbangkes yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
575/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 10 April 2000 yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1351/MENKES/PER/IX/2005 tanggal 14 September 2005, dan terakhir dirubah kembali dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2350/MENKES/PER/XI/2011 tanggal 22 November 2011 merupakan lembaga dengan kegiatan utama melakukan penelitian dan pengembangan untuk menunjang upaya penanggulangan masalah GAKI (KemenKes RI, BP2 GAKI, 2014).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor yang
menentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut WHO, kesehatan
merupakan suatu keadaan sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial,
bukan semata-mata hanya bebas dari penyakit dan kecacatan saja (WHO
dalam O’Luanaigh, 2008). Salah satu upaya untuk tetap dapat menjaga
kesehatan ialah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga tiap individu dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Terdapat prinsip yang menjadi dasar
pelaksanaan PHBS yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Ruang
lingkup PHBS terdiri dari lima tatanan, yakni tatanan rumah tangga,
institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah, dan tempat kerja, dimana
terdapat indikator-indikator tertentu dari setiap tatanan PHBS yang ada.
PHBS di institusi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien,
masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan mampu untuk
mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam
mewujudkan institusi kesehatan dan mencegah penularan penyakit di
institusi kesehatan (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
2
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar,
2004).
Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi
yang terjadi ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata
sembilan persen dari 1,4 juta pasien rawat inap. Meski di Indonesia, data
akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit belum
ada, tetapi kasus ini menjadi masalah serius. Infeksi nosokomial merupakan
persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak langsung
kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar
pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas (Kemenkes, 2011). Data survei
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap
provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi
kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (Depkes,
2004).
Hasil pengamatan peneliti selama memberikan pelayanan di ruangan
rawat inap terpadu, banyak keluarga pasien/pengunjung yang tidak
melaksanakan PHBS sesuai standar seperti membuang sampah dan meludah
sembarangan, merokok di dalam ruangan dan tidak menggunakan fasilitas
yang tersedia di Rumah Sakit sesuai fungsinya sehingga kebersihan
lingkungan Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik khususnya pada sore dan
malam hari. Perilaku ini tentu akan meningkatkan angka kejadian infeksi
nosokomial. Data infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik di Medan
tahun 2011 menunjukkan ada 249 kasus infeksi nosokomial dari 61.123
pasien atau sekitar 0,4% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data-data PHBS
rumah sakit dan hasil penelitian terdahulu, kami bermaksud melaksanakan
praktikum yang berkaitan dengan PHBS tatanan instasi kesehatan yakni
Rumah Sakit Tingkat III Wijayakusuma Jalan Prof. Dr. Bunyamin
Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Pencegahan kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui: partisipasi para pemangku kepentingan; pemberdayaan masyarakat; penegakan hukum; dan kemitraan global.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Defisiensi iodium merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek yaitu perkembangan kecerdasan, perkembangan sosial, dan perkembangan ekonomi. Defisiensi iodium yang juga disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD) menyebabkan berbagai sindrom gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium terjadi pada saat konsumsi iodium kurang dari yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif (WHO, 2001).
GAKI tersebar di 15 propinsi di Indonesia, termasuk Propinsi Jawa Tengah. Masalah GAKI di Jawa Tengah tersebar di 21 Kabupaten mencakup 134 Kecamatan dan 1649 desa. Masalah ini mengancam lebih dari 321.410 penduduk yang bertempat tinggal di daerah-daerah tersebut. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 21 daerah di Propinsi Jawa Tengah yang dinyatakan sebagai daerah endemik gondok berat (DepKes. RI, 1998). Disamping itu, Indonesia menjadikan GAKI sebagai masalah gizi utama, karena sejumlah 42 juta penduduk tinggal di daerah endemis GAKI, 10 juta menderita gondok dan 750 ribu menderita kretin. Hasil survei di seluruh Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi sebesar 11,1% pada tahun 2003 (Tim GAKI Pusat, 2005). Hal ini menunjukkan masalah GAKI masih memerlukan perhatian khusus, untuk itu keberadaan lembaga BP2 GAKI sangat diperlukan. BP2 GAKI Magelang adalah Unit Pelaksanaan Teknis dari Badan Litbangkes yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
575/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 10 April 2000 yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1351/MENKES/PER/IX/2005 tanggal 14 September 2005, dan terakhir dirubah kembali dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2350/MENKES/PER/XI/2011 tanggal 22 November 2011 merupakan lembaga dengan kegiatan utama melakukan penelitian dan pengembangan untuk menunjang upaya penanggulangan masalah GAKI (KemenKes RI, BP2 GAKI, 2014).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu faktor yang
menentukan kualitas sumber daya manusia. Menurut WHO, kesehatan
merupakan suatu keadaan sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial,
bukan semata-mata hanya bebas dari penyakit dan kecacatan saja (WHO
dalam O’Luanaigh, 2008). Salah satu upaya untuk tetap dapat menjaga
kesehatan ialah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga tiap individu dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Terdapat prinsip yang menjadi dasar
pelaksanaan PHBS yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Ruang
lingkup PHBS terdiri dari lima tatanan, yakni tatanan rumah tangga,
institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah, dan tempat kerja, dimana
terdapat indikator-indikator tertentu dari setiap tatanan PHBS yang ada.
PHBS di institusi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien,
masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan mampu untuk
mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam
mewujudkan institusi kesehatan dan mencegah penularan penyakit di
institusi kesehatan (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
2
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar,
2004).
Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi
yang terjadi ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata
sembilan persen dari 1,4 juta pasien rawat inap. Meski di Indonesia, data
akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit belum
ada, tetapi kasus ini menjadi masalah serius. Infeksi nosokomial merupakan
persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak langsung
kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar
pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas (Kemenkes, 2011). Data survei
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap
provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi
kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (Depkes,
2004).
Hasil pengamatan peneliti selama memberikan pelayanan di ruangan
rawat inap terpadu, banyak keluarga pasien/pengunjung yang tidak
melaksanakan PHBS sesuai standar seperti membuang sampah dan meludah
sembarangan, merokok di dalam ruangan dan tidak menggunakan fasilitas
yang tersedia di Rumah Sakit sesuai fungsinya sehingga kebersihan
lingkungan Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik khususnya pada sore dan
malam hari. Perilaku ini tentu akan meningkatkan angka kejadian infeksi
nosokomial. Data infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik di Medan
tahun 2011 menunjukkan ada 249 kasus infeksi nosokomial dari 61.123
pasien atau sekitar 0,4% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data-data PHBS
rumah sakit dan hasil penelitian terdahulu, kami bermaksud melaksanakan
praktikum yang berkaitan dengan PHBS tatanan instasi kesehatan yakni
Rumah Sakit Tingkat III Wijayakusuma Jalan Prof. Dr. Bunyamin
Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.