Self-efficacy is an important mental aspect that affects the performance of athletes. High self-e... more Self-efficacy is an important mental aspect that affects the performance of athletes. High self-efficacy will enable athletes to face and handle the hard situations during the game; thus, it allows them to reach their best performances. This study was aimed to examine the effect of PETTLEP imagery on self-efficacy among athletes of 100m sprint. PETTLEP is an acronym wiich each letter represents some important factors in imagery intervention namely physic, enviroment, task, timing, learning, emotion, and perspective. This research used experimental method with one group pre-and post-test design. The participants were 6 sprinters who are selected to join PRAPELATNAS B (one of pre-national training programs for national athlete candidates)). Data were collected through a self-efficacy scale and analysed using Wilcoxon Test. The result shows that the PETTLEP Imagery intervention has an impact on the increase of the 100m sprinters' self efficacy.
Abstrak:
Penelitian dilatabelakangi oleh pentingnya aspek mental berupa efikasi diri yang harus dimiliiki oleh atlet karena berpengaruh pada performa atlet. Salah satu treatment yang dapat dilakukan agar atlet yakin dengan kemampuannya sehingga bisa menghadapi situasi latihan dan perlombaan dengan performa yang maksimal adalah dengan melakukan PETTLEP Imagery. PETTLEP merupakan akronim dari physic (fisik), enviroment (lingkungan), task (tugas), timing (waktu), learning (belajar), emotion (emosi) dan perspective (perspektif). Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh PETTLEP imagery terhadap efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan one group pre-and post-test design. Partisipan adalah 6 orang atlet lari 100 meter yang tergabung dalam PRAPELATNAS B (Pra-Pelatihan Nasional B). Data diperoleh dari hasil pretest dan posttest skala efikasi. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh PETTLEP Imagery terhadap peningkatan efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Kata kunci: PETTLEP Imagery, efikasi diri, atlet lari 100 meter perorangan
This study aimed to investigate the relationship between depression and spiritual well-being amon... more This study aimed to investigate the relationship between depression and spiritual well-being among women with high-risk pregnancy. A quantitative method with correlational design was employed. Eighty-five participants were recruited for this study using accidental sampling technique. All participants were pregnant women with a high-risk pregnancy (between 24 and 36 weeks of gestation). Data were collected using two instruments, namely an adapted CESD-R (Center for Epidemiological Studies-Depression Scale Revised) to measure depression and an adapted Gomez & Fisher's SWBQ (Spiritual Well-Being Questionnaire) to measure spiritual well-being. Results showed that there was a significant negative relationship between depression and spiritual well-being (r =-0,422 in the significance level of 0.01). It can be concluded from the result that the low level of depression correlates with the high spiritual well-being.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat depresi dan kesejahteraan spiritual pada ibu hamil risiko tinggi. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional. Dalam penelitian ini depresi dan kesejahteraan spiritual diukur dengan alat ukur yang telah diadaptasi, depresi diukur dengan Center For Epidemiological Studies-Depression Scale Revised (CESD-R) sedangkan kesejahteraan spiritual diukur dengan Spiritual Well-being Questionnaire (SWBQ). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling dan sebanyak 89 ibu hamil risiko tinggi dengan usia kehamilan diatas 6 bulan (24 – 36 minggu) menjadi partisipan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai negatif antara depresi dengan kesejahteraan spiritual sebesar r=-0,422 (hubungan sedang) dengan signifikansi 0,01. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tingkat depresi yang rendah memiliki hubungan dengan kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kata Kunci: Depresi, kesejahteraan spiritual, kehamilan risiko tinggi
This study aimed to investigate the relationship between perception of school climate and student... more This study aimed to investigate the relationship between perception of school climate and student's subjective well-being at school. Two instruments were used to collect data, namely (1) Scale of Subjective Well-Being at School, which was developed based on Osgood's semantic differential mode; and (2) Scale of Perception of School Climate which was constructed based on Likert's summated rating model. Ninety senior high school students participated in this study. They were selected by means of convenience sampling method. Multivariate correlation technique (MANOVA) was then applied to examine the correlation between the two constructs. The result revealed that there is a significant positive correlation between perception of school climate and student's subjective well-being at school (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Meanwhile, perception of school climate has significant positive correlation with both cognitive and affective aspects of subjective well-being, with the value of correlation coefficient tends to be higher with cognitive aspect than with affective aspect.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah. Dua skala disusun untuk pengumpulan data, yaitu: (1) Skala Kesejahteraan Subjektif di Sekolah, yang disusun berdasarkan model semantic differential Osgood dan (2) Skala Persepsi Iklim Sekolah, yang disusun berdasarkan model summated rating Likert. Sembilan puluh siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel tersebut dipilih dengan teknik convenience sampling. Teknik korelasi multivariat (MANOVA) kemudian digunakan untuk menilai korelasi antara kedua konstruk tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Sementara itu, persepsi terhadap iklim sekolah memiliki korelasi positif yang signifikan dengan aspek kognitif dan afektif dari kesejahteraan subjektif siswa di sekolah, dengan kecenderungan lebih tinggi pada aspek kognitif dibandingkan pada aspek afektif.
In the peer group of adolescence, peer status plays a crucial role. There are 5 kinds of peer sta... more In the peer group of adolescence, peer status plays a crucial role. There are 5 kinds of peer status, namely popular, rejected, neglected, controversial, and average status. Social competence of the youth can be a predictor of peer status, one of the youth's social competences that becomes the focus of this research is prosocial behaviour. Prosocial behavior is generally acceptable in social environment; however, the significance of prosocial behaviour in predicting the status of adolescents in peer groups still needs to be studied. Prosocial behaviour was identified through Peer Assessment Prosocial Behaviour adapted from Greener (2000), while peer status was identified through sociometric techniques by categorizing peer status according to the techniques by Coie, Dodge, and Cappotelli (1982). There were 114 adolescents as research participants (57.9% male, Mean Age = 12.70 years). With multinomial logistic regression analysis, it was concluded that prosocial behaviour was able to predict peer status (χ2 (4) = 48.68, p <0.001) with prediction ability of 56.1%. The effect of prosocial behaviour on the establishment of each peer status will be discussed in more detail in this article.
Abstrak:
Status di kelompok sebayanya merupakan status sosial yang berperan penting di masa remaja. Adapun terdapat 5 macam status teman sebaya, yaitu populer, rejected (ditolak), neglected (diabaikan), controversial (kontroversial), dan average (rata-rata). Kompetensi sosial remaja dapat menjadi prediktor terhadap status teman sebaya, salah satu yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah perilaku prososial. Sebagai bentuk perilaku yang secara umum dapat diterima dalam lingkungan sosial, peneliti ingin mengetahui seberapa signifikan peranannya dalam memprediksi status remaja dalam kelompok teman sebaya. Perilaku prososial diidentifikasikan melalui Peer Assessment Prosocial Behavior yang diadaptasi dari Greener (2000). Sedangkan status teman sebaya diidentifikasi melalui teknik sosiometri dengan pengkategorisasian status teman sebaya mengikuti teknik yang digagas oleh Coie, Dodge, dan Cappotelli (1982). Terdapat 114 orang remaja sebagai partisipan penelitian (57.9% laki-laki, Mean Usia = 12.70 tahun). Dengan teknik multinominal logistic regression disimpulkan bahwa perilaku prososial remaja mampu memprediksikan status teman sebaya (χ2 (4) = 48.68, p<0.001) dengan kemampuan prediksi sebesar 56.1%. Efek perilaku prososial terhadap terbentuknya masing-masing status teman sebaya akan didiskusikan lebih rinci dalam artikel ini. Kata kunci: Remaja, peer assessment, perilaku prososial, status teman sebaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Unita Werdi Rahajeng melalui email: unita@ub.ac.id
The purpose of this study is to examine the difference of passive smokers’ assertiveness in terms... more The purpose of this study is to examine the difference of passive smokers’ assertiveness in terms of their knowledge level of cigarette, and their sexes. The hypothesis is that there is a difference of passive smokers’ assertiveness in terms of their knowledge level of cigarettes, and their sexes. The sample of this study was 314 people divided into 157 male passive smokers and 157 female passive smokers. All participants are living in Palembang city, South Sumatra. Two instruments were used to collect data, namely the scale of assertiveness and the questionnaire of the level of cigarette knowledge. Data were analyzed using one-way anova and t-test. The result shows that there is a significant difference of passive smokers’ assertiveness in terms of the cigarette knowledge level, with p = 0,000 (p <0,05). Likewise, there is a significant difference of assertiveness between male and female passive smokers, with p = 0,000 (p <0.05). Thus, the hypothesis of this study is accepted.
Abstrak:
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin. Hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin.. Sampel penelitian adalah 314 orang yang terbagi menjadi 157 orang perokok pasif laki-laki dan 157 perokok pasif perempuan. Seluruh partisipan adalah warga kota Palembang, Sumatera Selatan. Alat ukur yang digunakan adalah skala asertivitas dan angket tingkat pengetahuan tentang rokok. Analisis data menggunakan one-way anova dan t-test. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dengan nilai p=0,000 (p<0,05) dan ada perbedaan yang signifikan antara asertivitas perokok pasif laki-laki dan asertivitas perokok pasif perempuan, dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini dapat diterima.
Children with intellectual disability (ID) have deficits in their cognitive and adaptive function... more Children with intellectual disability (ID) have deficits in their cognitive and adaptive function. One of the important skills of adaptive function which need to be mastered is dressing up, especially wearing buttoned clothes. However, the limitations possessed by children with ID make them always in need of help from others. Based on this condition, it is necessary to provide interventions to improve the skill of buttoning clothes on children with ID. Using single case A-B design, this study evaluates whether behavior modification intervention improve the clothes buttoning skill of a 9-year-old child with moderate ID. The intervention used prompting technique, namely most-to-least prompting accompanied with the provision of positive reinforcement. Prompt techniques expected to be effective in enhancing dressing upskills; additionally, positive reinforcement was also used to keep the child motivated during the intervention sessions. The results showed an increasing trend on mastery of buttoning skill, decreasing trend for prompt intensity, and immediacy of effect influenced by intervention. The results proves that prompting and positive reinforcement technique was effective for improving the child's ability in buttoning clothes independently.
Abstrak:
Anak-anak dengan kondisi intellectual disability (ID) mengalami defisit pada fungsi kognitif dan fungsi adaptif. Salah satu keterampilan dari fungsi adaptif yang penting dikuasai adalah berpakaian, terutama memakai baju berkancing. Akan tetapi, keterbatasan yang dimiliki oleh anak ID membuat mereka selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan pemberian intervensi untuk meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak ID. Dengan menggunakan single case A-B design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah intervensi modifikasi perilaku dapat meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak berusia 9 tahun dengan ID moderate. Intervensi ini menggunakan teknik prompting, yaitu most to least prompting disertai dengan pemberian positive reinforcement. Teknik prompting diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan mengancingkan baju, sedangkan positive reinforcement digunakan untuk menjaga motivasi anak selama sesi intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan trend pada penguasaan keterampilan mengancingkan baju, penurunan trend untuk intensitas prompt yang digunakan serta immediacy of effect yang dipengaruhi oleh intervensi. Ini membuktikan bahwa teknik prompting dan positive reinforcement efektif meningkatkan keterampilan anak dalam mengancingkan baju secara mandiri.
The cultivation of responsibility values in children is not often the main focus for parents. Whe... more The cultivation of responsibility values in children is not often the main focus for parents. Whereas, the responsibility plays an important role for the development of self esteem, self-identity, and children well-being. The purpose of this study was to evaluate the effectiveness of prompting and fading techniques to develop responsibility in school-aged children starting from the simple behavior that is, putting objects that have been used in appropiate places. This study was conducted on a 7 years old child in second grade elementary school, using single case A-B design and implemented in 8 sessions. The results show that the application of behavior modification program with prompting and fading techniques can develop responsibility in a 7-years old child primarily in the case of putting an object in its place after using it.
Abstrak :
Penanaman nilai-nilai tanggung jawab pada anak seringkali tidak menjadi fokus utama bagi orang tua. Padahal, rasa tanggung jawab berperan penting bagi perkembangan self esteem, pembentukan identitas diri, serta kesejahteraan mental anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas teknik prompting dan fading dalam mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak usia sekolah dimulai dari perilaku yang sederhana yaitu, meletakkan barang yang telah digunakan di tempatnya. Perilaku tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawab terhadap barang pribadinya. Partisipan dalam intervensi ini adalah satu anak perempuan berinisial K, berusia 7 tahun, dan duduk di bangku kelas 2 SD. Penelitian ini menggunakan single case experimental A-B design. Intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi menggunakan teknik modifikasi perilaku yaitu, prompting, transfer of stimulus control (fading), dan positive reinforcement. Analisis dilakukan dengan melihat perbandingan kemunculan perilaku meletakkan barang sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa teknik prompting dan fading berhasil meningkatkan tanggung jawab berupa perilaku meletakkan barang di tempatnya secara konsisten pada anak usia 7 tahun.
The aim of this research is to examine the impact of vigilant, devoted, and self-sacrificing pers... more The aim of this research is to examine the impact of vigilant, devoted, and self-sacrificing personality styles on intimacy (engagement, communication, shared friends) among young adults in romantic relationships (dating/married). A total of 1000 respondents aged 20-40 years old completed questionnaires on personality styles (Personality Self-Portrait) and intimacy (Personal Assessment of Intimacy in Relationships). Data analysis using Structural Equation Modeling (SEM) shows a significant impact of self-sacrificing personality styles on engagement (γ =-0,511, p < 0,01) and communication (γ =-0,361, p < 0,01). There are also significant influences of vigilant (γ =-0,225, p < 0,05) and devoted personality styles (γ = 0,132, p < 0,05) to shared friends. The impact of self-sacrificing personality styles indicates the importance of both parties' involvement in influencing their relationship. Besides, being too sensitive (vigilant personality styles' characteristic) and having a sense of comfort in relationships with others (devoted personality styles' characteristic) could influence how individuals engage in social relationships outside their romantic relationships. Abstrak: Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh ciri kepribadian vigilant, devoted, dan self-sacrificing, terhadap intimasi (engagement, communication, shared friends) pada dewasa muda yang sedang menjalin hubungan romantis (berpacaran/menikah). Sebanyak 1000 responden berusia 20-40 tahun mengisi alat ukur ciri kepribadian (Personality Self-Portrait) dan intimasi (Personal Assessment of Intimacy in Relationships). Hasil analisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan pengaruh ciri kepribadian self-sacrificing yang signifikan terhadap engagement (γ =-0,511, p < 0,01) dan communication (γ =-0,361, p < 0,01). Selain itu ditemukan pula pengaruh ciri kepribadian vigilant (γ =-0,225, p < 0,05) dan devoted (γ = 0,132, p < 0,05) yang signifikan terhadap shared friends. Pengaruh ciri kepribadian self-sacrificing yang signifikan menekankan pentingnya keterlibatan kedua pihak dalam mempengaruhi kualitas hubungan mereka. Selain itu, kepekaan yang terlalu tinggi (karakteristik ciri kepribadian vigilant) dan rasa nyaman akan hubungan dengan orang lain (karakteristik ciri kepribadian devoted) dapat mempengaruhi individu dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial di luar hubungannya. Kata kunci: Hubungan intim, ciri kepribadian, hubungan romantis Korespondesi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Linda Setiawati melalui email: linda.setiawati51@ui.ac.id
This study was aiming at exploring students's restorative experience of visiting a mosque in camp... more This study was aiming at exploring students's restorative experience of visiting a mosque in campus area. A qualitative approach with phenomenological method was employed. Five students who were chosen purposively based on their visit frequencies to the campus mosque were involved in this study.Data collected using semi-structured interviews and analyzed using interpretive phenomenological analysis (IPA). The result shows that students report that they are able to restore their physical and psychological conditions after visiting the mosque for routine praying and relaxing. For most participants, the mosque they are visiting in campus is attractive since it has a wide open space inside with quiet, windy and fresh atmosphere. Most participants also reports that they do some allowed relaxing activities in mosque such as chatting with friends and taking a rest temporarily in the mosque terrace which make their fatigues and motivation restored. Visiting the campus mosque makes participants experience some condititions such as having more excitement, more calm and more capable of maintaining motivation to do their routine activities as a student. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman mahasiswa ketika menggunakan Masjid kampus. Fokus ditekankan pada bagaimana masjid sebagai sebuah tempat ibadah dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai sumber lingkungan restoratif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Partisipan merupakan lima mahasiswa Universitas Negeri Surabaya yang dipilih secara purposif berdasarkan jumlah dan kebiasaan dalam menggunakan masjid. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur. Analisis data menggunakan teknik interpretative pnenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para partisipan melaporkan bahwa mereka dapat memulihkan kondisi fisik dan memperoleh kondisi psikologis yang lebih baik dengan mengunjungi Masjid kampus. Daya tarik masjid yang mendorong para partisipan menggunakannya adalah bentuk bangunan masjid yang lapang, suasana atau atmosfer lingkungan yang segar dan tenang, serta beberapa kemudahan yang bisa diakses secara terbatas di teras masjid selain beribadah, yaitu untuk ngobrol dengan teman atau merebahkan tubuh. Para partisipan menyatakan bahwa lingkungan fisik masjid dan suasana psikologis yang muncul di dalamnya telah membantu mereka memulihkan dirinya dari kelelahan dan membangkitkan kembali motivasi. Setelah mengunjungi masjid, mereka mengalami keadaan yang lebih bersemangat, lebih tenang, dan mampu menata motivasi untuk melanjutkan rutinitas sehari-hari sebagai mahasiswa.
The purpose of this study to determine the relationship between anxiety and concentration in arch... more The purpose of this study to determine the relationship between anxiety and concentration in archery athletes. The subject of this study were 14 archery athletes Surabaya. Data collecting use Sports Anxiety Scale to measure anxiety and Grid Concentration Exercise to measure the concentration level of research subjects. Data Analysis is using product moment correlation. The result show the correlation coefficient value of-0.779 with significance level of 0.001 <0.05. Based on these results, it can be said that there is a relationship between anxiety and the concentration of the archery athlete in which the direction of the relationship is negative. It mean, any increasing anxiety will be accompanied by a decreasing archery athletes' concentration. Vice versa, decreasing anxiety levels will be followed by an increasing concentration of archery athletes. This indicates anxiety is an internal distractor that affects the archery athletes' concentration. Athletes who have high anxiety, means the stimulus attracted the athlete's attention to a lot. Consequently, athletes fail to conduct selective attention by sorting the stimuli received by the senses so that the athlete's concentration easily becomes split. Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dan konsentrasi pada atlet panahan. Sejumlah 14 orang atlet panahan Surabaya yang menjadi subjek penelitian. Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan dengan instrumen berupa Skala Kecemasan Olahraga untuk mengukur kecemasan dan Grid Concentration Exercise untuk mengukur tingkat konsentrasi subjek penelitian. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan korelasi product moment. Hasil analisis data menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar-0.779 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001 < 0.05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan konsentrasi atlet panahan di mana arah hubungan tersebut adalah negatif. Maknanya, setiap peningkatan kecemasan akan diiringi dengan penurunan tingkat konsentrasi atlet panahan. Begitu pula sebaliknya, penurunan tingkat kecemasan akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi atlet panahan. Hal ini menunjukkan kecemasan merupakan distraktor internal yang berpengaruh terhadap konsentrasi atlet. Atlet yang memiliki kecemasan tinggi, berarti stimulus-stimulus yang menarik atensi atlet menjadi banyak. Imbasnya, atlet gagal melakukan atensi selektif dengan menyortir stimulus-stimulus yang diterima inderanya sehingga konsentrasi atlet mudah menjadi terpecah.
The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and career maturi... more The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and career maturity among students of Ketintang Vocational High School Surabaya (Sekolah Menengah Kejuruan/SMK Ketintang Surabaya) majoring in accounting. This study used a quantitative approach with correlation design. The total of 105 students were involved as the sample. Instruments used to collect data were the scales of self-esteem, and career maturity. Data were analyzed using product moment correlation technique to find the relationship between the two variables. The result shows the correlation coefficient between self-esteem and career maturity is 0.518 (r = 0.518) with a significant value of 0.000 (p = 0.000). It can be concluded from the result that there is a relationship between self-esteem and career maturity. It indicates that the higher self-esteem the students have will result in the higher level of their career maturity. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa jurusan akuntansi di SMK Ketintang Surabaya. Metode penelitian kuantitatif digunakan dengan subjek berjumlah 105 siswa sebagai sampel. Instrumen yang digunakan adalah skala harga diri dan skala kematangan karir. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara dua variabel. Hasil analisis antara harga diri dengan kematangan karir menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,518 (r = 0,518) dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p = 0,000) artinya ada hubungan antara harga diri dengan kematangan karir. Semakin tinggi nilai harga diri siswa maka semakin meningkat pula tingkat kematangan karirnya. Kata kunci: Kematangan karir, harga diri Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap individu. Remaja dimulai pada usia 10 tahun hingga 19 tahun (Santrock, 2011). Remaja merupakan usia dimana individu menggalih informasi mengenai dirinya mengenai bakat minat yang dimilikinya serta rencana apa yang akan mereka tentukan untuk menggapai cita-citanya. Adanya tugas perkembangan yang harus dilewati oleh setiap individu, hal tersebut akan memberikan tantangan kepada setiap individu dalam melewati tahap perkemba-ngannya. Menurut Hurlock (2009) masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan diri individu. Pada masa ini individu telah membentuk konsep pada dirinya sehingga mereka telah Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Umi Anugerah Izzati melalui
The purpose of this research was to determine the correlation between emotional maturity and reli... more The purpose of this research was to determine the correlation between emotional maturity and religiosity with aggressive tendency among students. This research used quantitative research method. The population was grade 10 students of SMA "X" Mojokerto (120 students). Instruments used were the scales of emotional maturity, religiosity, and aggressive tendency. Pearson product moment was used to find a partial relationship between variables, while multiple linear regression was used to find the relationships of emotional maturity (X1) and religiosity (X2) to aggressive tendency (Y) simultaneously. The result of the analysis between X1 and Y shows correlation coefficient of-0.717, while correlation coefficient between X2 and Y was-0.601. The results also show that the partial relationship between X1 with Y and X2 with Y is at a high level. The results of multiple linear regression analysis shows that the correlation coefficient of X1 and X2 with Y was 0.613. The result means that the contribution of emotional maturity and religiosity variables on aggressive tendency is 61.3%. The negative coefficient values in emotional maturity and religiosity variables indicate that the higher emotional maturity and religiosity will result in the lower aggressive tendency. In contrast, when emotional maturity and religiosity is lower, then aggressive behavior tendency will be higher. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kematanagan emosi dan reigiusitas dengan kecenderungan perilaku agresi pada siswa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasinya adalah siswa kelas X SMA " X " Kota Mojokerto yang berjumlah 120 siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala kematangan emosi, religiusitas, dan kecenderungan agresi. Teknik analisa data menggunakan product moment untuk mencari hubungan secara parsial, dan analisis regresi linier berganda untuk mencari hubungan secara simultan. Hasil analisis antara kematangan emosi dengan kecenderungan agresi menunjukkan koefisien korelasi-717, dan sebesar-601 antara religiusitas dengan kecenderungan agresi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan parsial antara X1 dengan Y dan X2 dengan Y berada pada tingkat tinggi. Hasil analisis data secara bersama-sama variabel X1 dan X2 dengan Y menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,613 artinya kontribusi variabel kematangan emosi dan religiusitas secara bersama-sama terhadap kecenderungan perilaku agresi adalah sebesar 61,3%. Nilai koefisien pada variabel kematangan emosi dan religiusitas adalah negatif. Artinya semakin tinggi kematangan emosi dan religiusitas maka semakin rendah kecenderungan agresi siswa. Sebaliknya, kematangan emosi dan religiusitas rendah terkait dengan kecenderungan agresi tinggi. Kata kunci: Kematangan emosi, religiusitas, kecenderungan perilaku agresi Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Hermien Laksmiwati via e-mail: hermienlaksmiwati@unesa.ac.id.
The purpose of this study was to determine the relationship between perception of work group cohe... more The purpose of this study was to determine the relationship between perception of work group cohesiveness with turnover intention. The subjects were 154 sales associate of PT X who were chosen based on the following characteristics: the employees have worked for more than four months, and their status are contract employees. Data collected using group cohesiveness and turnover intention scales. The reliability of 32 items turnover intention scale was 0.94, whaile the 48 items group cohesiveness scale got the reliability coefficient of 0.93. the result of data analysis using Pearson's Product Moment shows the correlation coefficient of-0.263 with significance value (p) = 0.002 < 0.05. it can be concluded from the result that there is a negative relationship between perception of work group cohesiveness and the turnover intention among sales associate PT X. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebesar apa hubungan antara persepsi terhadap kohesivitas kelompok dengan intensi turnover. Subjek penelitian adalah Pramuniaga PT X. Sampel yang diambil berjumlah 154 karyawan dengan ciri-ciri Pramuniaga telah bekerja selama lebih dari empat bulan dan berstatus karyawan kontrak dengan menggunakan teknik incidental sampling. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala. Pada skala intensi turnover dihasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,94 dan dari 42 item didapatkan 38 item yang valid. Pada skala kohesivitas kelompok dihasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,93 dan dari 48 item didapatkan 39 item yang valid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kohesivitas kelompok dengan intensi turnover pada Pramuniaga PT X. Nilai koefisien korelasi Product Moment sebesar-0,263 dengan signifikansi (p)= 0,002 < 0,05. Kata Kunci: kohesivitas kelompok kerja, intensi turnover, pramuniaga
This study was aimed to examine the mangrove ecological behavior model and the influences of self... more This study was aimed to examine the mangrove ecological behavior model and the influences of self-concept, environmental ethics, environmental attitude and behavior intention on mangrove ecological behavior. The mangrove ecological behavior model can be useful to promote conservation psychology. The mangrove ecological behavior is constructed based on the theory of planned behavior that is combined with norm activation theory. Sample used in this study was 235 students in Hang Tuah University. Data were analyzed using path analysis to determine the direct and indirect effect of exogenous variables on endogenous variable. There are two structural equations that is direct and indirect effect of self-concept, environmental ethics, environmental attitude toward mangrove ecological behavior with behavior intention as a mediator variable. The results show that all structural equations fulfill egilibility. The effect of self-concept, environmental ethics and environmental attitudes on behavior intention amounted to 47.2%, while environmental attitudes give the most effect on behavior intention of 55%. The combined effect of self-concept, environmental ethics, environmental attitudes and behavioral intentions toward mangrove ecological behavior is 27.2% and ecological behavior intention contributed 46.2% toward mangrove ecological behavior. The direct effect of the environmental ethics toward mangrove ecological behavior is-0126, while the indirect effect of environmental ethics towards mangrove ecological behavior through behavioral intention is 0.0549. It can be seen from the result that the effect of the environmental ethics on mangrove ecological behavior is minor. Thus, based on these results, to encourage mangrove ecological behavior, the environmental ethics teaching model needs to be applied. The focus of this teaching model should be given on environmental attitudes that includes the incease of knowledge and value to the mangrove environment. Abstrak: Penelitian ini menguji model perilaku ekologis mangrove dengan mengukur pengaruh konsep diri, etika lingkungan, sikap lingkungan dan intensi perilaku terhadap perilaku ekologis mangrove. Model perilaku mangrove ini dapat berguna untuk mengembangkan psikologi konservasi. Rancangan model ini didasarkan pada teori perilaku terencana yang dikombinasikan dengan teori aktivasi norma. Sampel Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Akhmad Fauzie melalui email: akhfa14@gmail.com.
The influence of transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy has been wide... more The influence of transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy has been widely studied within the organizational context. It is proven that transformational leadership style has an effect to entrepreneurial self efficacy. However, in the context of education, the study of the influence of transformational leadership style on student's entrepreneurial self efficacy has been rarely conducted. The purpose of this study is to examine the influence of teacher's transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy among 148 elementary school students. Data were collected using the perception of teacher's transformational leadership style, and student's entrepreneurial self efficacy questionnaires. The subject is students of a private elementary school in Surabaya that implement entrepreneurship education. Data were analyzed using regression method. As an additional analysis, data in each dimension of transformational leadership will be partially-correlation analyzed with student's entrepreneurial self efficacy. From the regression analysis, it is found that teacher's transformational leadership style has a positive effect to student's entrepreneurial self efficacy with the value of F = 26,298, p < 0,05. The dimension that has significant correlation with self-efficacy of student entrepreneur-ship is charismatic with r = 0,181, p < 0,05. While motivational inspiration, intellectual stimulation and individual considerations have no significant correlation with student's entrepreneurial self efficacy. Abstrak: Kajian pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap efikasi diri dalam berwirausaha telah banyak dilaksanakan di dalam konteks organisasi dan terbukti bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh terhadap efikasi diri dalam berwirausaha. Namun dalam konteks pendidikan kewirausahaan, kajian antara gaya kepemimpinan transformasional guru dengan efikasi diri berwirausaha siswa belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional guru terhadap efikasi diri ber-wirausaha pada 148 siswa sekolah dasar. Pengumpulan data dilaksanakan dengan kuesioner persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional guru dan efikasi diri berwirausaha dengan subjek penelitian siswa-siswa salah satu SD swasta di Surabaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Fransisca Putri Intan Wardhani melalui email: putri.wardhani.@ciputra.ac.id.
This research was purposed to examine the differences in the resilience of people with physical i... more This research was purposed to examine the differences in the resilience of people with physical impairment in term of age differences. A quantitative method used in this research. The subjects for this research were 75 people with disability who are the members of Motorcycle Indonesia motor club in the area of Surabaya and Sidoarjo, East Java, Indonesia. Data were collected using a resilience questionnaire and analyzed using mann whitney test. The result shows the significant value of 0,021 (p<0,05). This means there is a significant differences in the resilience of people with physical impairment in term of age differences. The highest resilience is shown among middle adulthood participants. It can be concluded from the result that the hypothesis of this study is accepted that " there is differences resilience among people with physical impairment in term of their age differences.
Coaches can recognize their athletes deeply by building intimacy. Intimacy leads to the disclosur... more Coaches can recognize their athletes deeply by building intimacy. Intimacy leads to the disclosure of personal matters to other people. Athletes who have intimacy with their coaches will talk openly about themselves. By intimacy, coaches can appropriately provide load tasks according to the abilities of athletes and give assistances to the athletes during competition. This research aims to determine the correlation of anxiety to competition and intimacy of coach-athlete in volley ball athletes. This was a correlation quantitative methods with parametric data. 60 volley ball student club athletesin Universitas Negeri Surabaya (Unesa)were involved in this study. Two instruments used were anxiety to competition and coach-athlete intimacy scales. Data were analyzed using Pearson's product moment correlation. The results shows the signivicant value (p) of 0.000 (p < 0,05) which means the hypothesis of this study is accepted: there is significant correlation between athlete-coach intimacy and athletes' anxiety to competition. The result also shows the correlation coefficient of-0,661 which indicates that the correlation is negative. It can be concluded from this result that athletes who have high coach-athlete intimacy will feel less anxious to competition. Abstrak: Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, pelatih dapat mengenal atlet lebih dalam dan pelatih bisa dengan tepat memberikan beban tugas yang sesuai dengan kemampuan atletnya. Adanya intimasi dengan pelatih, membantu atlet menurunkan kecemasan bertanding. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecemasan bertanding dan intimasi pelatih-atlet pada atlet bola voli dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional. Subjek penelitian adalah 60 orang mahasiswa UKM bolavoli Unesa. Instrumen yang digunakan adalah skala kecemasan bertanding dan skala intimasi pelatih-atlet. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi pearson product moment. Hasil penelitian data menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar-0,661. Atlet yang memiliki intimasi pelatih-atlet akan merasa mendapat dukungan dari pelatihnya sehingga atlet merasa memiliki persepsi diri positif dan merasa nyaman. Kata Kunci: Kecemasan bertanding, intimasi pelatih-atlet, atlet, bola voli. Salah satu unsur yang terpenting dan sangat berpengaruh bagi kehidupan manu-sia adalah olahraga, olahraga juga ikut berperan dalam mengharumkan nama daerah maupun bangsa baik di tingkatan nasional atau bahkan di tingkat inter-nasional. Individu di seluruh dunia atau bahkan di muka bumi ini akan berlomba-lomba menciptakan prestasi dari olahraga, karena citra bangsa yang baik dapat Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Miftakhul Jannah melalui email: miftakhuljannah@unesa.ac.id.
The purpose of this study was to determine: (1) the correlations between social support and addju... more The purpose of this study was to determine: (1) the correlations between social support and addjustment, (2) between self-efficacy and addjustment, and (3) between social support and self-efficacy to adjustment among first year students of an Islamic Boarding School in Gresik, East Java, Indonesia. This study used quantitative approach with correlation method involving 90 first year students who were recruited using boring sampling. Three Likert model questionnaires of social support, self-efficacy, and self-adjustment were used to collect data. Data were analyzed using multiple regression analysis. The results show that: (1) social support has no significant correlation to self-adjustment which can be seen from its significance value (p) of 0,914 (p>.,005); (2) self-efficacy has a significance correlation to self-adjustment which can be seen from its significance value of 0,000 (p<0,005). The result shows that determination coefficient (R2) is 0,588 in the significant value of 0,000 (p<0,005). It means that there is a significant relationship between social support and self-efficacy to self-adjustment. The contribution of both social support and self-efficacy factors to self-adjustment is 58%. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri (2) hubungan antara self-efficacy dengan penyesuaian diri (3) hubungan antara dukungan sosial dan self-efficacy dengan penyesuaian diri pada santri tingkat pertama di Pondok Pesantren Daruttaqwa Gresik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel jenuh dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 90 santri. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Peneliti menggunakan tiga skala Likert, yaitu skala dukungan sosial, self-efficacy dan penyesuaian diri. Teknik analisis data menggunakan teknik regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) dukungan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri, dapat dilihat dari signifikansi sebesar 0,914. (2) Self-efficacy memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri, dapat dilihat dari signifikansi sebesar 0,000. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,588, artinya kontribusi variabel dukungan sosial dan self-efficacy terhadap penyesuaian diri sebesar 58%.
Full-face veil is a head scarf with a face cover which only leave eyes exposed that is used by Mu... more Full-face veil is a head scarf with a face cover which only leave eyes exposed that is used by Muslim women as accompanied with wearing long hijab and black dominated clothes covering body. A full-face veil has some kinds such as niqab and burqo. Women with full-face veil generally become the target of stigma. This study explores full-face veiled women's experiences including their motivation that encourage them to wear it, the stigma they face, and how they cope with the stigma. Five women who wear full-face veil were involved in this study. Data collected using semi-structured interviews and analyzed using interpretative phenomenological analysis. The result shows that the motivation of wearing full-face veil is sourced primarily from religious loyalty and for guarding from sexual objectivication. Their strong religious loyalty make them ready to face stigma labelled by their surrounding society such as accused as a fanatic,a member of terrorist group, and being avoided by their surrounding people. Their strategies they use to cope with the stigma cover internal and external strategies. The internal strategy consist of ignoring the stigma and taking the view that the stigma is caused by the surrounding society's missunderstanding. Meanwhile, the external strategies include of taking effort to clarify and give the explanation to revise the missunderstanding,as well as participating in neighborhood activities. Abstrak: Cadar adalah penutup wajah perempuan muslim yang menutup wajah kecuali kedua mata digunakan dengan jilbab dan baju kurung panjang serta didominasi warna gelap yang menutup seluruh tubuh. Perempuan bercadar biasanya rentan dengan stigma. Penelitian ini membahas pengalaman perempuan bercadar meliputi motivasi bercadar, bentuk stigma yang mereka hadapi, dan bagaimana cara mereka menghadapi stigma. Data dikumpulkan menggunakan wawancara semi-terstruktur dan dianalisis menggunakan analisis fenomenologi interpretif. Penelitian ini mengungkap tiga tema yaitu motivasi bercadar, bentuk stigma yang dialami, dan strategi untuk menghadapi stigma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi bercadar muncul dari ketaatan dalam beragama dan keinginan untuk menghindarkan diri dari objektivikasi seksual. Hal ini membuat mereka siap menghadapi stigma seperti dianggap fanatik, anggota kelompok teroris, dan dihindari oleh orang-orang di sekitarnya. Strategi menghadapi stigma yang ditempuh partisipan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu strategi internal dengan cara mengabaikan dan memaklumi pandangan negatif masyarakat sekitar, dan strategi eksternal melalui pemberian penjelasan sebagai klarifikasi dan ikut melibatkan diri dalam kegiatan bersama masyarakat sekitar.
The term " jancuk " is part of the dialect of Surabaya people. For Surabaya people known as " Are... more The term " jancuk " is part of the dialect of Surabaya people. For Surabaya people known as " Arek Suroboyo " who lives in the neighborhood of kampung kota (the urban village), " jancuk " is the most common word that is used as an expressive language in daily life. However for some people, the word " jancuk " has a negative connotation. This ethnographic study explore how " jancuk " is used and understood by people living in kampung Surabaya who use it as daily communication. Data collected using in-depth interviews and analyzed using three stages of analysis technique suggested by Miles and Huberman: reduction, display, and verification. The result shows that the use of " jancuk " is the common expression in communication which is used because the influence of the social character and the strong internalization of " Arek " culture. " Arek " culture is characterized by its spontaneous, open, and egalitarian values. The use of " jancuk " emphasizes the form of interaction or pragmatic language functions rather than its semantic meaning. In general, the word " jancuk " is used by people who live in urban villages in Surabaya to express their emotion both positive and negative sides. While " jancuk " can be used to express anger, most participants used in friendship circle. People who use the word tend to be viewed as friendly and sociable. Abstrak: Bagi Arek Suroboyo yang tinggal di lingkungan kampung, kata " jancuk " digunakan sebagai sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan sehari-hari. Peneltian etnografi ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana kata " jancuk " dimaknai oleh orang-orang yang menggunakannnya yang tinggal di kampung Surabaya. Data dikumpulkan melalui wawancara secara mendalam dan dianalisis menggunakan teknik reduksi, display, dan verifikasi yang disarankan Miles and Huberman. Hasil analisis menunjukkan penggunaan kata jancuk dalam perilaku komunikasi merupakan ekspresi yang dipengaruhi oleh karakter dan kuatnya internalisasi budaya " Arek ". Budaya " Arek " ditandai oleh spontanitas, keterbukaan, dan egalitarianisme. Penggunaan kata jancuk lebih menekankan pada bentuk fungsi interaksi atau prakmatik bahasa dari pada makna semantiknya. Kata ini sering diucapkan oleh orang kampung Surabaya untuk mengekspresikan emosi positif maupun negatif. Menjadi negatif ketika kata ini digunakan sebagai ekspresi kemarahan yang ditujukan pada orang lain. Pada sisi positif dalam sebuah interaksi persahabatan, orang yang menggunakan kata ini dianggap memiliki karakteristik sebagai orang yang ramah dan suka bergaul. Kata Kunci: " Jancuk " , perilaku komunikasi, budaya Arek, komunitas kampung Korespondensi terkait artikel ini dapat ditujukan kepada Akhmad Fauzie via email: akhfa14@gmail.com.
Self-efficacy is an important mental aspect that affects the performance of athletes. High self-e... more Self-efficacy is an important mental aspect that affects the performance of athletes. High self-efficacy will enable athletes to face and handle the hard situations during the game; thus, it allows them to reach their best performances. This study was aimed to examine the effect of PETTLEP imagery on self-efficacy among athletes of 100m sprint. PETTLEP is an acronym wiich each letter represents some important factors in imagery intervention namely physic, enviroment, task, timing, learning, emotion, and perspective. This research used experimental method with one group pre-and post-test design. The participants were 6 sprinters who are selected to join PRAPELATNAS B (one of pre-national training programs for national athlete candidates)). Data were collected through a self-efficacy scale and analysed using Wilcoxon Test. The result shows that the PETTLEP Imagery intervention has an impact on the increase of the 100m sprinters' self efficacy.
Abstrak:
Penelitian dilatabelakangi oleh pentingnya aspek mental berupa efikasi diri yang harus dimiliiki oleh atlet karena berpengaruh pada performa atlet. Salah satu treatment yang dapat dilakukan agar atlet yakin dengan kemampuannya sehingga bisa menghadapi situasi latihan dan perlombaan dengan performa yang maksimal adalah dengan melakukan PETTLEP Imagery. PETTLEP merupakan akronim dari physic (fisik), enviroment (lingkungan), task (tugas), timing (waktu), learning (belajar), emotion (emosi) dan perspective (perspektif). Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh PETTLEP imagery terhadap efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan one group pre-and post-test design. Partisipan adalah 6 orang atlet lari 100 meter yang tergabung dalam PRAPELATNAS B (Pra-Pelatihan Nasional B). Data diperoleh dari hasil pretest dan posttest skala efikasi. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh PETTLEP Imagery terhadap peningkatan efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Kata kunci: PETTLEP Imagery, efikasi diri, atlet lari 100 meter perorangan
This study aimed to investigate the relationship between depression and spiritual well-being amon... more This study aimed to investigate the relationship between depression and spiritual well-being among women with high-risk pregnancy. A quantitative method with correlational design was employed. Eighty-five participants were recruited for this study using accidental sampling technique. All participants were pregnant women with a high-risk pregnancy (between 24 and 36 weeks of gestation). Data were collected using two instruments, namely an adapted CESD-R (Center for Epidemiological Studies-Depression Scale Revised) to measure depression and an adapted Gomez & Fisher's SWBQ (Spiritual Well-Being Questionnaire) to measure spiritual well-being. Results showed that there was a significant negative relationship between depression and spiritual well-being (r =-0,422 in the significance level of 0.01). It can be concluded from the result that the low level of depression correlates with the high spiritual well-being.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat depresi dan kesejahteraan spiritual pada ibu hamil risiko tinggi. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional. Dalam penelitian ini depresi dan kesejahteraan spiritual diukur dengan alat ukur yang telah diadaptasi, depresi diukur dengan Center For Epidemiological Studies-Depression Scale Revised (CESD-R) sedangkan kesejahteraan spiritual diukur dengan Spiritual Well-being Questionnaire (SWBQ). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling dan sebanyak 89 ibu hamil risiko tinggi dengan usia kehamilan diatas 6 bulan (24 – 36 minggu) menjadi partisipan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai negatif antara depresi dengan kesejahteraan spiritual sebesar r=-0,422 (hubungan sedang) dengan signifikansi 0,01. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tingkat depresi yang rendah memiliki hubungan dengan kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kata Kunci: Depresi, kesejahteraan spiritual, kehamilan risiko tinggi
This study aimed to investigate the relationship between perception of school climate and student... more This study aimed to investigate the relationship between perception of school climate and student's subjective well-being at school. Two instruments were used to collect data, namely (1) Scale of Subjective Well-Being at School, which was developed based on Osgood's semantic differential mode; and (2) Scale of Perception of School Climate which was constructed based on Likert's summated rating model. Ninety senior high school students participated in this study. They were selected by means of convenience sampling method. Multivariate correlation technique (MANOVA) was then applied to examine the correlation between the two constructs. The result revealed that there is a significant positive correlation between perception of school climate and student's subjective well-being at school (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Meanwhile, perception of school climate has significant positive correlation with both cognitive and affective aspects of subjective well-being, with the value of correlation coefficient tends to be higher with cognitive aspect than with affective aspect.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah. Dua skala disusun untuk pengumpulan data, yaitu: (1) Skala Kesejahteraan Subjektif di Sekolah, yang disusun berdasarkan model semantic differential Osgood dan (2) Skala Persepsi Iklim Sekolah, yang disusun berdasarkan model summated rating Likert. Sembilan puluh siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel tersebut dipilih dengan teknik convenience sampling. Teknik korelasi multivariat (MANOVA) kemudian digunakan untuk menilai korelasi antara kedua konstruk tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Sementara itu, persepsi terhadap iklim sekolah memiliki korelasi positif yang signifikan dengan aspek kognitif dan afektif dari kesejahteraan subjektif siswa di sekolah, dengan kecenderungan lebih tinggi pada aspek kognitif dibandingkan pada aspek afektif.
In the peer group of adolescence, peer status plays a crucial role. There are 5 kinds of peer sta... more In the peer group of adolescence, peer status plays a crucial role. There are 5 kinds of peer status, namely popular, rejected, neglected, controversial, and average status. Social competence of the youth can be a predictor of peer status, one of the youth's social competences that becomes the focus of this research is prosocial behaviour. Prosocial behavior is generally acceptable in social environment; however, the significance of prosocial behaviour in predicting the status of adolescents in peer groups still needs to be studied. Prosocial behaviour was identified through Peer Assessment Prosocial Behaviour adapted from Greener (2000), while peer status was identified through sociometric techniques by categorizing peer status according to the techniques by Coie, Dodge, and Cappotelli (1982). There were 114 adolescents as research participants (57.9% male, Mean Age = 12.70 years). With multinomial logistic regression analysis, it was concluded that prosocial behaviour was able to predict peer status (χ2 (4) = 48.68, p <0.001) with prediction ability of 56.1%. The effect of prosocial behaviour on the establishment of each peer status will be discussed in more detail in this article.
Abstrak:
Status di kelompok sebayanya merupakan status sosial yang berperan penting di masa remaja. Adapun terdapat 5 macam status teman sebaya, yaitu populer, rejected (ditolak), neglected (diabaikan), controversial (kontroversial), dan average (rata-rata). Kompetensi sosial remaja dapat menjadi prediktor terhadap status teman sebaya, salah satu yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah perilaku prososial. Sebagai bentuk perilaku yang secara umum dapat diterima dalam lingkungan sosial, peneliti ingin mengetahui seberapa signifikan peranannya dalam memprediksi status remaja dalam kelompok teman sebaya. Perilaku prososial diidentifikasikan melalui Peer Assessment Prosocial Behavior yang diadaptasi dari Greener (2000). Sedangkan status teman sebaya diidentifikasi melalui teknik sosiometri dengan pengkategorisasian status teman sebaya mengikuti teknik yang digagas oleh Coie, Dodge, dan Cappotelli (1982). Terdapat 114 orang remaja sebagai partisipan penelitian (57.9% laki-laki, Mean Usia = 12.70 tahun). Dengan teknik multinominal logistic regression disimpulkan bahwa perilaku prososial remaja mampu memprediksikan status teman sebaya (χ2 (4) = 48.68, p<0.001) dengan kemampuan prediksi sebesar 56.1%. Efek perilaku prososial terhadap terbentuknya masing-masing status teman sebaya akan didiskusikan lebih rinci dalam artikel ini. Kata kunci: Remaja, peer assessment, perilaku prososial, status teman sebaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Unita Werdi Rahajeng melalui email: unita@ub.ac.id
The purpose of this study is to examine the difference of passive smokers’ assertiveness in terms... more The purpose of this study is to examine the difference of passive smokers’ assertiveness in terms of their knowledge level of cigarette, and their sexes. The hypothesis is that there is a difference of passive smokers’ assertiveness in terms of their knowledge level of cigarettes, and their sexes. The sample of this study was 314 people divided into 157 male passive smokers and 157 female passive smokers. All participants are living in Palembang city, South Sumatra. Two instruments were used to collect data, namely the scale of assertiveness and the questionnaire of the level of cigarette knowledge. Data were analyzed using one-way anova and t-test. The result shows that there is a significant difference of passive smokers’ assertiveness in terms of the cigarette knowledge level, with p = 0,000 (p <0,05). Likewise, there is a significant difference of assertiveness between male and female passive smokers, with p = 0,000 (p <0.05). Thus, the hypothesis of this study is accepted.
Abstrak:
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin. Hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin.. Sampel penelitian adalah 314 orang yang terbagi menjadi 157 orang perokok pasif laki-laki dan 157 perokok pasif perempuan. Seluruh partisipan adalah warga kota Palembang, Sumatera Selatan. Alat ukur yang digunakan adalah skala asertivitas dan angket tingkat pengetahuan tentang rokok. Analisis data menggunakan one-way anova dan t-test. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dengan nilai p=0,000 (p<0,05) dan ada perbedaan yang signifikan antara asertivitas perokok pasif laki-laki dan asertivitas perokok pasif perempuan, dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini dapat diterima.
Children with intellectual disability (ID) have deficits in their cognitive and adaptive function... more Children with intellectual disability (ID) have deficits in their cognitive and adaptive function. One of the important skills of adaptive function which need to be mastered is dressing up, especially wearing buttoned clothes. However, the limitations possessed by children with ID make them always in need of help from others. Based on this condition, it is necessary to provide interventions to improve the skill of buttoning clothes on children with ID. Using single case A-B design, this study evaluates whether behavior modification intervention improve the clothes buttoning skill of a 9-year-old child with moderate ID. The intervention used prompting technique, namely most-to-least prompting accompanied with the provision of positive reinforcement. Prompt techniques expected to be effective in enhancing dressing upskills; additionally, positive reinforcement was also used to keep the child motivated during the intervention sessions. The results showed an increasing trend on mastery of buttoning skill, decreasing trend for prompt intensity, and immediacy of effect influenced by intervention. The results proves that prompting and positive reinforcement technique was effective for improving the child's ability in buttoning clothes independently.
Abstrak:
Anak-anak dengan kondisi intellectual disability (ID) mengalami defisit pada fungsi kognitif dan fungsi adaptif. Salah satu keterampilan dari fungsi adaptif yang penting dikuasai adalah berpakaian, terutama memakai baju berkancing. Akan tetapi, keterbatasan yang dimiliki oleh anak ID membuat mereka selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan pemberian intervensi untuk meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak ID. Dengan menggunakan single case A-B design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah intervensi modifikasi perilaku dapat meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak berusia 9 tahun dengan ID moderate. Intervensi ini menggunakan teknik prompting, yaitu most to least prompting disertai dengan pemberian positive reinforcement. Teknik prompting diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan mengancingkan baju, sedangkan positive reinforcement digunakan untuk menjaga motivasi anak selama sesi intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan trend pada penguasaan keterampilan mengancingkan baju, penurunan trend untuk intensitas prompt yang digunakan serta immediacy of effect yang dipengaruhi oleh intervensi. Ini membuktikan bahwa teknik prompting dan positive reinforcement efektif meningkatkan keterampilan anak dalam mengancingkan baju secara mandiri.
The cultivation of responsibility values in children is not often the main focus for parents. Whe... more The cultivation of responsibility values in children is not often the main focus for parents. Whereas, the responsibility plays an important role for the development of self esteem, self-identity, and children well-being. The purpose of this study was to evaluate the effectiveness of prompting and fading techniques to develop responsibility in school-aged children starting from the simple behavior that is, putting objects that have been used in appropiate places. This study was conducted on a 7 years old child in second grade elementary school, using single case A-B design and implemented in 8 sessions. The results show that the application of behavior modification program with prompting and fading techniques can develop responsibility in a 7-years old child primarily in the case of putting an object in its place after using it.
Abstrak :
Penanaman nilai-nilai tanggung jawab pada anak seringkali tidak menjadi fokus utama bagi orang tua. Padahal, rasa tanggung jawab berperan penting bagi perkembangan self esteem, pembentukan identitas diri, serta kesejahteraan mental anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas teknik prompting dan fading dalam mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak usia sekolah dimulai dari perilaku yang sederhana yaitu, meletakkan barang yang telah digunakan di tempatnya. Perilaku tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawab terhadap barang pribadinya. Partisipan dalam intervensi ini adalah satu anak perempuan berinisial K, berusia 7 tahun, dan duduk di bangku kelas 2 SD. Penelitian ini menggunakan single case experimental A-B design. Intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi menggunakan teknik modifikasi perilaku yaitu, prompting, transfer of stimulus control (fading), dan positive reinforcement. Analisis dilakukan dengan melihat perbandingan kemunculan perilaku meletakkan barang sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa teknik prompting dan fading berhasil meningkatkan tanggung jawab berupa perilaku meletakkan barang di tempatnya secara konsisten pada anak usia 7 tahun.
The aim of this research is to examine the impact of vigilant, devoted, and self-sacrificing pers... more The aim of this research is to examine the impact of vigilant, devoted, and self-sacrificing personality styles on intimacy (engagement, communication, shared friends) among young adults in romantic relationships (dating/married). A total of 1000 respondents aged 20-40 years old completed questionnaires on personality styles (Personality Self-Portrait) and intimacy (Personal Assessment of Intimacy in Relationships). Data analysis using Structural Equation Modeling (SEM) shows a significant impact of self-sacrificing personality styles on engagement (γ =-0,511, p < 0,01) and communication (γ =-0,361, p < 0,01). There are also significant influences of vigilant (γ =-0,225, p < 0,05) and devoted personality styles (γ = 0,132, p < 0,05) to shared friends. The impact of self-sacrificing personality styles indicates the importance of both parties' involvement in influencing their relationship. Besides, being too sensitive (vigilant personality styles' characteristic) and having a sense of comfort in relationships with others (devoted personality styles' characteristic) could influence how individuals engage in social relationships outside their romantic relationships. Abstrak: Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh ciri kepribadian vigilant, devoted, dan self-sacrificing, terhadap intimasi (engagement, communication, shared friends) pada dewasa muda yang sedang menjalin hubungan romantis (berpacaran/menikah). Sebanyak 1000 responden berusia 20-40 tahun mengisi alat ukur ciri kepribadian (Personality Self-Portrait) dan intimasi (Personal Assessment of Intimacy in Relationships). Hasil analisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan pengaruh ciri kepribadian self-sacrificing yang signifikan terhadap engagement (γ =-0,511, p < 0,01) dan communication (γ =-0,361, p < 0,01). Selain itu ditemukan pula pengaruh ciri kepribadian vigilant (γ =-0,225, p < 0,05) dan devoted (γ = 0,132, p < 0,05) yang signifikan terhadap shared friends. Pengaruh ciri kepribadian self-sacrificing yang signifikan menekankan pentingnya keterlibatan kedua pihak dalam mempengaruhi kualitas hubungan mereka. Selain itu, kepekaan yang terlalu tinggi (karakteristik ciri kepribadian vigilant) dan rasa nyaman akan hubungan dengan orang lain (karakteristik ciri kepribadian devoted) dapat mempengaruhi individu dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosial di luar hubungannya. Kata kunci: Hubungan intim, ciri kepribadian, hubungan romantis Korespondesi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Linda Setiawati melalui email: linda.setiawati51@ui.ac.id
This study was aiming at exploring students's restorative experience of visiting a mosque in camp... more This study was aiming at exploring students's restorative experience of visiting a mosque in campus area. A qualitative approach with phenomenological method was employed. Five students who were chosen purposively based on their visit frequencies to the campus mosque were involved in this study.Data collected using semi-structured interviews and analyzed using interpretive phenomenological analysis (IPA). The result shows that students report that they are able to restore their physical and psychological conditions after visiting the mosque for routine praying and relaxing. For most participants, the mosque they are visiting in campus is attractive since it has a wide open space inside with quiet, windy and fresh atmosphere. Most participants also reports that they do some allowed relaxing activities in mosque such as chatting with friends and taking a rest temporarily in the mosque terrace which make their fatigues and motivation restored. Visiting the campus mosque makes participants experience some condititions such as having more excitement, more calm and more capable of maintaining motivation to do their routine activities as a student. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman mahasiswa ketika menggunakan Masjid kampus. Fokus ditekankan pada bagaimana masjid sebagai sebuah tempat ibadah dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai sumber lingkungan restoratif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Partisipan merupakan lima mahasiswa Universitas Negeri Surabaya yang dipilih secara purposif berdasarkan jumlah dan kebiasaan dalam menggunakan masjid. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur. Analisis data menggunakan teknik interpretative pnenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para partisipan melaporkan bahwa mereka dapat memulihkan kondisi fisik dan memperoleh kondisi psikologis yang lebih baik dengan mengunjungi Masjid kampus. Daya tarik masjid yang mendorong para partisipan menggunakannya adalah bentuk bangunan masjid yang lapang, suasana atau atmosfer lingkungan yang segar dan tenang, serta beberapa kemudahan yang bisa diakses secara terbatas di teras masjid selain beribadah, yaitu untuk ngobrol dengan teman atau merebahkan tubuh. Para partisipan menyatakan bahwa lingkungan fisik masjid dan suasana psikologis yang muncul di dalamnya telah membantu mereka memulihkan dirinya dari kelelahan dan membangkitkan kembali motivasi. Setelah mengunjungi masjid, mereka mengalami keadaan yang lebih bersemangat, lebih tenang, dan mampu menata motivasi untuk melanjutkan rutinitas sehari-hari sebagai mahasiswa.
The purpose of this study to determine the relationship between anxiety and concentration in arch... more The purpose of this study to determine the relationship between anxiety and concentration in archery athletes. The subject of this study were 14 archery athletes Surabaya. Data collecting use Sports Anxiety Scale to measure anxiety and Grid Concentration Exercise to measure the concentration level of research subjects. Data Analysis is using product moment correlation. The result show the correlation coefficient value of-0.779 with significance level of 0.001 <0.05. Based on these results, it can be said that there is a relationship between anxiety and the concentration of the archery athlete in which the direction of the relationship is negative. It mean, any increasing anxiety will be accompanied by a decreasing archery athletes' concentration. Vice versa, decreasing anxiety levels will be followed by an increasing concentration of archery athletes. This indicates anxiety is an internal distractor that affects the archery athletes' concentration. Athletes who have high anxiety, means the stimulus attracted the athlete's attention to a lot. Consequently, athletes fail to conduct selective attention by sorting the stimuli received by the senses so that the athlete's concentration easily becomes split. Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dan konsentrasi pada atlet panahan. Sejumlah 14 orang atlet panahan Surabaya yang menjadi subjek penelitian. Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan dengan instrumen berupa Skala Kecemasan Olahraga untuk mengukur kecemasan dan Grid Concentration Exercise untuk mengukur tingkat konsentrasi subjek penelitian. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan korelasi product moment. Hasil analisis data menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar-0.779 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001 < 0.05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan konsentrasi atlet panahan di mana arah hubungan tersebut adalah negatif. Maknanya, setiap peningkatan kecemasan akan diiringi dengan penurunan tingkat konsentrasi atlet panahan. Begitu pula sebaliknya, penurunan tingkat kecemasan akan diikuti dengan peningkatan konsentrasi atlet panahan. Hal ini menunjukkan kecemasan merupakan distraktor internal yang berpengaruh terhadap konsentrasi atlet. Atlet yang memiliki kecemasan tinggi, berarti stimulus-stimulus yang menarik atensi atlet menjadi banyak. Imbasnya, atlet gagal melakukan atensi selektif dengan menyortir stimulus-stimulus yang diterima inderanya sehingga konsentrasi atlet mudah menjadi terpecah.
The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and career maturi... more The purpose of this study was to determine the relationship between self-esteem and career maturity among students of Ketintang Vocational High School Surabaya (Sekolah Menengah Kejuruan/SMK Ketintang Surabaya) majoring in accounting. This study used a quantitative approach with correlation design. The total of 105 students were involved as the sample. Instruments used to collect data were the scales of self-esteem, and career maturity. Data were analyzed using product moment correlation technique to find the relationship between the two variables. The result shows the correlation coefficient between self-esteem and career maturity is 0.518 (r = 0.518) with a significant value of 0.000 (p = 0.000). It can be concluded from the result that there is a relationship between self-esteem and career maturity. It indicates that the higher self-esteem the students have will result in the higher level of their career maturity. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa jurusan akuntansi di SMK Ketintang Surabaya. Metode penelitian kuantitatif digunakan dengan subjek berjumlah 105 siswa sebagai sampel. Instrumen yang digunakan adalah skala harga diri dan skala kematangan karir. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara dua variabel. Hasil analisis antara harga diri dengan kematangan karir menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,518 (r = 0,518) dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p = 0,000) artinya ada hubungan antara harga diri dengan kematangan karir. Semakin tinggi nilai harga diri siswa maka semakin meningkat pula tingkat kematangan karirnya. Kata kunci: Kematangan karir, harga diri Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap individu. Remaja dimulai pada usia 10 tahun hingga 19 tahun (Santrock, 2011). Remaja merupakan usia dimana individu menggalih informasi mengenai dirinya mengenai bakat minat yang dimilikinya serta rencana apa yang akan mereka tentukan untuk menggapai cita-citanya. Adanya tugas perkembangan yang harus dilewati oleh setiap individu, hal tersebut akan memberikan tantangan kepada setiap individu dalam melewati tahap perkemba-ngannya. Menurut Hurlock (2009) masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan diri individu. Pada masa ini individu telah membentuk konsep pada dirinya sehingga mereka telah Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Umi Anugerah Izzati melalui
The purpose of this research was to determine the correlation between emotional maturity and reli... more The purpose of this research was to determine the correlation between emotional maturity and religiosity with aggressive tendency among students. This research used quantitative research method. The population was grade 10 students of SMA "X" Mojokerto (120 students). Instruments used were the scales of emotional maturity, religiosity, and aggressive tendency. Pearson product moment was used to find a partial relationship between variables, while multiple linear regression was used to find the relationships of emotional maturity (X1) and religiosity (X2) to aggressive tendency (Y) simultaneously. The result of the analysis between X1 and Y shows correlation coefficient of-0.717, while correlation coefficient between X2 and Y was-0.601. The results also show that the partial relationship between X1 with Y and X2 with Y is at a high level. The results of multiple linear regression analysis shows that the correlation coefficient of X1 and X2 with Y was 0.613. The result means that the contribution of emotional maturity and religiosity variables on aggressive tendency is 61.3%. The negative coefficient values in emotional maturity and religiosity variables indicate that the higher emotional maturity and religiosity will result in the lower aggressive tendency. In contrast, when emotional maturity and religiosity is lower, then aggressive behavior tendency will be higher. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kematanagan emosi dan reigiusitas dengan kecenderungan perilaku agresi pada siswa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasinya adalah siswa kelas X SMA " X " Kota Mojokerto yang berjumlah 120 siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala kematangan emosi, religiusitas, dan kecenderungan agresi. Teknik analisa data menggunakan product moment untuk mencari hubungan secara parsial, dan analisis regresi linier berganda untuk mencari hubungan secara simultan. Hasil analisis antara kematangan emosi dengan kecenderungan agresi menunjukkan koefisien korelasi-717, dan sebesar-601 antara religiusitas dengan kecenderungan agresi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan parsial antara X1 dengan Y dan X2 dengan Y berada pada tingkat tinggi. Hasil analisis data secara bersama-sama variabel X1 dan X2 dengan Y menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,613 artinya kontribusi variabel kematangan emosi dan religiusitas secara bersama-sama terhadap kecenderungan perilaku agresi adalah sebesar 61,3%. Nilai koefisien pada variabel kematangan emosi dan religiusitas adalah negatif. Artinya semakin tinggi kematangan emosi dan religiusitas maka semakin rendah kecenderungan agresi siswa. Sebaliknya, kematangan emosi dan religiusitas rendah terkait dengan kecenderungan agresi tinggi. Kata kunci: Kematangan emosi, religiusitas, kecenderungan perilaku agresi Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Hermien Laksmiwati via e-mail: hermienlaksmiwati@unesa.ac.id.
The purpose of this study was to determine the relationship between perception of work group cohe... more The purpose of this study was to determine the relationship between perception of work group cohesiveness with turnover intention. The subjects were 154 sales associate of PT X who were chosen based on the following characteristics: the employees have worked for more than four months, and their status are contract employees. Data collected using group cohesiveness and turnover intention scales. The reliability of 32 items turnover intention scale was 0.94, whaile the 48 items group cohesiveness scale got the reliability coefficient of 0.93. the result of data analysis using Pearson's Product Moment shows the correlation coefficient of-0.263 with significance value (p) = 0.002 < 0.05. it can be concluded from the result that there is a negative relationship between perception of work group cohesiveness and the turnover intention among sales associate PT X. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebesar apa hubungan antara persepsi terhadap kohesivitas kelompok dengan intensi turnover. Subjek penelitian adalah Pramuniaga PT X. Sampel yang diambil berjumlah 154 karyawan dengan ciri-ciri Pramuniaga telah bekerja selama lebih dari empat bulan dan berstatus karyawan kontrak dengan menggunakan teknik incidental sampling. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala. Pada skala intensi turnover dihasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,94 dan dari 42 item didapatkan 38 item yang valid. Pada skala kohesivitas kelompok dihasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,93 dan dari 48 item didapatkan 39 item yang valid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kohesivitas kelompok dengan intensi turnover pada Pramuniaga PT X. Nilai koefisien korelasi Product Moment sebesar-0,263 dengan signifikansi (p)= 0,002 < 0,05. Kata Kunci: kohesivitas kelompok kerja, intensi turnover, pramuniaga
This study was aimed to examine the mangrove ecological behavior model and the influences of self... more This study was aimed to examine the mangrove ecological behavior model and the influences of self-concept, environmental ethics, environmental attitude and behavior intention on mangrove ecological behavior. The mangrove ecological behavior model can be useful to promote conservation psychology. The mangrove ecological behavior is constructed based on the theory of planned behavior that is combined with norm activation theory. Sample used in this study was 235 students in Hang Tuah University. Data were analyzed using path analysis to determine the direct and indirect effect of exogenous variables on endogenous variable. There are two structural equations that is direct and indirect effect of self-concept, environmental ethics, environmental attitude toward mangrove ecological behavior with behavior intention as a mediator variable. The results show that all structural equations fulfill egilibility. The effect of self-concept, environmental ethics and environmental attitudes on behavior intention amounted to 47.2%, while environmental attitudes give the most effect on behavior intention of 55%. The combined effect of self-concept, environmental ethics, environmental attitudes and behavioral intentions toward mangrove ecological behavior is 27.2% and ecological behavior intention contributed 46.2% toward mangrove ecological behavior. The direct effect of the environmental ethics toward mangrove ecological behavior is-0126, while the indirect effect of environmental ethics towards mangrove ecological behavior through behavioral intention is 0.0549. It can be seen from the result that the effect of the environmental ethics on mangrove ecological behavior is minor. Thus, based on these results, to encourage mangrove ecological behavior, the environmental ethics teaching model needs to be applied. The focus of this teaching model should be given on environmental attitudes that includes the incease of knowledge and value to the mangrove environment. Abstrak: Penelitian ini menguji model perilaku ekologis mangrove dengan mengukur pengaruh konsep diri, etika lingkungan, sikap lingkungan dan intensi perilaku terhadap perilaku ekologis mangrove. Model perilaku mangrove ini dapat berguna untuk mengembangkan psikologi konservasi. Rancangan model ini didasarkan pada teori perilaku terencana yang dikombinasikan dengan teori aktivasi norma. Sampel Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Akhmad Fauzie melalui email: akhfa14@gmail.com.
The influence of transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy has been wide... more The influence of transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy has been widely studied within the organizational context. It is proven that transformational leadership style has an effect to entrepreneurial self efficacy. However, in the context of education, the study of the influence of transformational leadership style on student's entrepreneurial self efficacy has been rarely conducted. The purpose of this study is to examine the influence of teacher's transformational leadership style on entrepreneurial self efficacy among 148 elementary school students. Data were collected using the perception of teacher's transformational leadership style, and student's entrepreneurial self efficacy questionnaires. The subject is students of a private elementary school in Surabaya that implement entrepreneurship education. Data were analyzed using regression method. As an additional analysis, data in each dimension of transformational leadership will be partially-correlation analyzed with student's entrepreneurial self efficacy. From the regression analysis, it is found that teacher's transformational leadership style has a positive effect to student's entrepreneurial self efficacy with the value of F = 26,298, p < 0,05. The dimension that has significant correlation with self-efficacy of student entrepreneur-ship is charismatic with r = 0,181, p < 0,05. While motivational inspiration, intellectual stimulation and individual considerations have no significant correlation with student's entrepreneurial self efficacy. Abstrak: Kajian pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap efikasi diri dalam berwirausaha telah banyak dilaksanakan di dalam konteks organisasi dan terbukti bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh terhadap efikasi diri dalam berwirausaha. Namun dalam konteks pendidikan kewirausahaan, kajian antara gaya kepemimpinan transformasional guru dengan efikasi diri berwirausaha siswa belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional guru terhadap efikasi diri ber-wirausaha pada 148 siswa sekolah dasar. Pengumpulan data dilaksanakan dengan kuesioner persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional guru dan efikasi diri berwirausaha dengan subjek penelitian siswa-siswa salah satu SD swasta di Surabaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Fransisca Putri Intan Wardhani melalui email: putri.wardhani.@ciputra.ac.id.
This research was purposed to examine the differences in the resilience of people with physical i... more This research was purposed to examine the differences in the resilience of people with physical impairment in term of age differences. A quantitative method used in this research. The subjects for this research were 75 people with disability who are the members of Motorcycle Indonesia motor club in the area of Surabaya and Sidoarjo, East Java, Indonesia. Data were collected using a resilience questionnaire and analyzed using mann whitney test. The result shows the significant value of 0,021 (p<0,05). This means there is a significant differences in the resilience of people with physical impairment in term of age differences. The highest resilience is shown among middle adulthood participants. It can be concluded from the result that the hypothesis of this study is accepted that " there is differences resilience among people with physical impairment in term of their age differences.
Coaches can recognize their athletes deeply by building intimacy. Intimacy leads to the disclosur... more Coaches can recognize their athletes deeply by building intimacy. Intimacy leads to the disclosure of personal matters to other people. Athletes who have intimacy with their coaches will talk openly about themselves. By intimacy, coaches can appropriately provide load tasks according to the abilities of athletes and give assistances to the athletes during competition. This research aims to determine the correlation of anxiety to competition and intimacy of coach-athlete in volley ball athletes. This was a correlation quantitative methods with parametric data. 60 volley ball student club athletesin Universitas Negeri Surabaya (Unesa)were involved in this study. Two instruments used were anxiety to competition and coach-athlete intimacy scales. Data were analyzed using Pearson's product moment correlation. The results shows the signivicant value (p) of 0.000 (p < 0,05) which means the hypothesis of this study is accepted: there is significant correlation between athlete-coach intimacy and athletes' anxiety to competition. The result also shows the correlation coefficient of-0,661 which indicates that the correlation is negative. It can be concluded from this result that athletes who have high coach-athlete intimacy will feel less anxious to competition. Abstrak: Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, pelatih dapat mengenal atlet lebih dalam dan pelatih bisa dengan tepat memberikan beban tugas yang sesuai dengan kemampuan atletnya. Adanya intimasi dengan pelatih, membantu atlet menurunkan kecemasan bertanding. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kecemasan bertanding dan intimasi pelatih-atlet pada atlet bola voli dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional. Subjek penelitian adalah 60 orang mahasiswa UKM bolavoli Unesa. Instrumen yang digunakan adalah skala kecemasan bertanding dan skala intimasi pelatih-atlet. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi pearson product moment. Hasil penelitian data menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar-0,661. Atlet yang memiliki intimasi pelatih-atlet akan merasa mendapat dukungan dari pelatihnya sehingga atlet merasa memiliki persepsi diri positif dan merasa nyaman. Kata Kunci: Kecemasan bertanding, intimasi pelatih-atlet, atlet, bola voli. Salah satu unsur yang terpenting dan sangat berpengaruh bagi kehidupan manu-sia adalah olahraga, olahraga juga ikut berperan dalam mengharumkan nama daerah maupun bangsa baik di tingkatan nasional atau bahkan di tingkat inter-nasional. Individu di seluruh dunia atau bahkan di muka bumi ini akan berlomba-lomba menciptakan prestasi dari olahraga, karena citra bangsa yang baik dapat Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Miftakhul Jannah melalui email: miftakhuljannah@unesa.ac.id.
The purpose of this study was to determine: (1) the correlations between social support and addju... more The purpose of this study was to determine: (1) the correlations between social support and addjustment, (2) between self-efficacy and addjustment, and (3) between social support and self-efficacy to adjustment among first year students of an Islamic Boarding School in Gresik, East Java, Indonesia. This study used quantitative approach with correlation method involving 90 first year students who were recruited using boring sampling. Three Likert model questionnaires of social support, self-efficacy, and self-adjustment were used to collect data. Data were analyzed using multiple regression analysis. The results show that: (1) social support has no significant correlation to self-adjustment which can be seen from its significance value (p) of 0,914 (p>.,005); (2) self-efficacy has a significance correlation to self-adjustment which can be seen from its significance value of 0,000 (p<0,005). The result shows that determination coefficient (R2) is 0,588 in the significant value of 0,000 (p<0,005). It means that there is a significant relationship between social support and self-efficacy to self-adjustment. The contribution of both social support and self-efficacy factors to self-adjustment is 58%. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri (2) hubungan antara self-efficacy dengan penyesuaian diri (3) hubungan antara dukungan sosial dan self-efficacy dengan penyesuaian diri pada santri tingkat pertama di Pondok Pesantren Daruttaqwa Gresik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel jenuh dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 90 santri. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Peneliti menggunakan tiga skala Likert, yaitu skala dukungan sosial, self-efficacy dan penyesuaian diri. Teknik analisis data menggunakan teknik regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) dukungan sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri, dapat dilihat dari signifikansi sebesar 0,914. (2) Self-efficacy memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri, dapat dilihat dari signifikansi sebesar 0,000. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,588, artinya kontribusi variabel dukungan sosial dan self-efficacy terhadap penyesuaian diri sebesar 58%.
Full-face veil is a head scarf with a face cover which only leave eyes exposed that is used by Mu... more Full-face veil is a head scarf with a face cover which only leave eyes exposed that is used by Muslim women as accompanied with wearing long hijab and black dominated clothes covering body. A full-face veil has some kinds such as niqab and burqo. Women with full-face veil generally become the target of stigma. This study explores full-face veiled women's experiences including their motivation that encourage them to wear it, the stigma they face, and how they cope with the stigma. Five women who wear full-face veil were involved in this study. Data collected using semi-structured interviews and analyzed using interpretative phenomenological analysis. The result shows that the motivation of wearing full-face veil is sourced primarily from religious loyalty and for guarding from sexual objectivication. Their strong religious loyalty make them ready to face stigma labelled by their surrounding society such as accused as a fanatic,a member of terrorist group, and being avoided by their surrounding people. Their strategies they use to cope with the stigma cover internal and external strategies. The internal strategy consist of ignoring the stigma and taking the view that the stigma is caused by the surrounding society's missunderstanding. Meanwhile, the external strategies include of taking effort to clarify and give the explanation to revise the missunderstanding,as well as participating in neighborhood activities. Abstrak: Cadar adalah penutup wajah perempuan muslim yang menutup wajah kecuali kedua mata digunakan dengan jilbab dan baju kurung panjang serta didominasi warna gelap yang menutup seluruh tubuh. Perempuan bercadar biasanya rentan dengan stigma. Penelitian ini membahas pengalaman perempuan bercadar meliputi motivasi bercadar, bentuk stigma yang mereka hadapi, dan bagaimana cara mereka menghadapi stigma. Data dikumpulkan menggunakan wawancara semi-terstruktur dan dianalisis menggunakan analisis fenomenologi interpretif. Penelitian ini mengungkap tiga tema yaitu motivasi bercadar, bentuk stigma yang dialami, dan strategi untuk menghadapi stigma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi bercadar muncul dari ketaatan dalam beragama dan keinginan untuk menghindarkan diri dari objektivikasi seksual. Hal ini membuat mereka siap menghadapi stigma seperti dianggap fanatik, anggota kelompok teroris, dan dihindari oleh orang-orang di sekitarnya. Strategi menghadapi stigma yang ditempuh partisipan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu strategi internal dengan cara mengabaikan dan memaklumi pandangan negatif masyarakat sekitar, dan strategi eksternal melalui pemberian penjelasan sebagai klarifikasi dan ikut melibatkan diri dalam kegiatan bersama masyarakat sekitar.
The term " jancuk " is part of the dialect of Surabaya people. For Surabaya people known as " Are... more The term " jancuk " is part of the dialect of Surabaya people. For Surabaya people known as " Arek Suroboyo " who lives in the neighborhood of kampung kota (the urban village), " jancuk " is the most common word that is used as an expressive language in daily life. However for some people, the word " jancuk " has a negative connotation. This ethnographic study explore how " jancuk " is used and understood by people living in kampung Surabaya who use it as daily communication. Data collected using in-depth interviews and analyzed using three stages of analysis technique suggested by Miles and Huberman: reduction, display, and verification. The result shows that the use of " jancuk " is the common expression in communication which is used because the influence of the social character and the strong internalization of " Arek " culture. " Arek " culture is characterized by its spontaneous, open, and egalitarian values. The use of " jancuk " emphasizes the form of interaction or pragmatic language functions rather than its semantic meaning. In general, the word " jancuk " is used by people who live in urban villages in Surabaya to express their emotion both positive and negative sides. While " jancuk " can be used to express anger, most participants used in friendship circle. People who use the word tend to be viewed as friendly and sociable. Abstrak: Bagi Arek Suroboyo yang tinggal di lingkungan kampung, kata " jancuk " digunakan sebagai sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan sehari-hari. Peneltian etnografi ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana kata " jancuk " dimaknai oleh orang-orang yang menggunakannnya yang tinggal di kampung Surabaya. Data dikumpulkan melalui wawancara secara mendalam dan dianalisis menggunakan teknik reduksi, display, dan verifikasi yang disarankan Miles and Huberman. Hasil analisis menunjukkan penggunaan kata jancuk dalam perilaku komunikasi merupakan ekspresi yang dipengaruhi oleh karakter dan kuatnya internalisasi budaya " Arek ". Budaya " Arek " ditandai oleh spontanitas, keterbukaan, dan egalitarianisme. Penggunaan kata jancuk lebih menekankan pada bentuk fungsi interaksi atau prakmatik bahasa dari pada makna semantiknya. Kata ini sering diucapkan oleh orang kampung Surabaya untuk mengekspresikan emosi positif maupun negatif. Menjadi negatif ketika kata ini digunakan sebagai ekspresi kemarahan yang ditujukan pada orang lain. Pada sisi positif dalam sebuah interaksi persahabatan, orang yang menggunakan kata ini dianggap memiliki karakteristik sebagai orang yang ramah dan suka bergaul. Kata Kunci: " Jancuk " , perilaku komunikasi, budaya Arek, komunitas kampung Korespondensi terkait artikel ini dapat ditujukan kepada Akhmad Fauzie via email: akhfa14@gmail.com.
Uploads
Papers by Jurnal Psikologi Teori dan Terapan
Abstrak:
Penelitian dilatabelakangi oleh pentingnya aspek mental berupa efikasi diri yang harus dimiliiki oleh atlet karena berpengaruh pada performa atlet. Salah satu treatment yang dapat dilakukan agar atlet yakin dengan kemampuannya sehingga bisa menghadapi situasi latihan dan perlombaan dengan performa yang maksimal adalah dengan melakukan PETTLEP Imagery. PETTLEP merupakan akronim dari physic (fisik), enviroment (lingkungan), task (tugas), timing (waktu), learning (belajar), emotion (emosi) dan perspective (perspektif). Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh PETTLEP imagery terhadap efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan one group pre-and post-test design. Partisipan adalah 6 orang atlet lari 100 meter yang tergabung dalam PRAPELATNAS B (Pra-Pelatihan Nasional B). Data diperoleh dari hasil pretest dan posttest skala efikasi. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh PETTLEP Imagery terhadap peningkatan efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Kata kunci: PETTLEP Imagery, efikasi diri, atlet lari 100 meter perorangan
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat depresi dan kesejahteraan spiritual pada ibu hamil risiko tinggi. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional. Dalam penelitian ini depresi dan kesejahteraan spiritual diukur dengan alat ukur yang telah diadaptasi, depresi diukur dengan Center For Epidemiological Studies-Depression Scale Revised (CESD-R) sedangkan kesejahteraan spiritual diukur dengan Spiritual Well-being Questionnaire (SWBQ). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling dan sebanyak 89 ibu hamil risiko tinggi dengan usia kehamilan diatas 6 bulan (24 – 36 minggu) menjadi partisipan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai negatif antara depresi dengan kesejahteraan spiritual sebesar r=-0,422 (hubungan sedang) dengan signifikansi 0,01. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tingkat depresi yang rendah memiliki hubungan dengan kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kata Kunci: Depresi, kesejahteraan spiritual, kehamilan risiko tinggi
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah. Dua skala disusun untuk pengumpulan data, yaitu: (1) Skala Kesejahteraan Subjektif di Sekolah, yang disusun berdasarkan model semantic differential Osgood dan (2) Skala Persepsi Iklim Sekolah, yang disusun berdasarkan model summated rating Likert. Sembilan puluh siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel tersebut dipilih dengan teknik convenience sampling. Teknik korelasi multivariat (MANOVA) kemudian digunakan untuk menilai korelasi antara kedua konstruk tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Sementara itu, persepsi terhadap iklim sekolah memiliki korelasi positif yang signifikan dengan aspek kognitif dan afektif dari kesejahteraan subjektif siswa di sekolah, dengan kecenderungan lebih tinggi pada aspek kognitif dibandingkan pada aspek afektif.
Abstrak:
Status di kelompok sebayanya merupakan status sosial yang berperan penting di masa remaja. Adapun terdapat 5 macam status teman sebaya, yaitu populer, rejected (ditolak), neglected (diabaikan), controversial (kontroversial), dan average (rata-rata). Kompetensi sosial remaja dapat menjadi prediktor terhadap status teman sebaya, salah satu yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah perilaku prososial. Sebagai bentuk perilaku yang secara umum dapat diterima dalam lingkungan sosial, peneliti ingin mengetahui seberapa signifikan peranannya dalam memprediksi status remaja dalam kelompok teman sebaya. Perilaku prososial diidentifikasikan melalui Peer Assessment Prosocial Behavior yang diadaptasi dari Greener (2000). Sedangkan status teman sebaya diidentifikasi melalui teknik sosiometri dengan pengkategorisasian status teman sebaya mengikuti teknik yang digagas oleh Coie, Dodge, dan Cappotelli (1982). Terdapat 114 orang remaja sebagai partisipan penelitian (57.9% laki-laki, Mean Usia = 12.70 tahun). Dengan teknik multinominal logistic regression disimpulkan bahwa perilaku prososial remaja mampu memprediksikan status teman sebaya (χ2 (4) = 48.68, p<0.001) dengan kemampuan prediksi sebesar 56.1%. Efek perilaku prososial terhadap terbentuknya masing-masing status teman sebaya akan didiskusikan lebih rinci dalam artikel ini. Kata kunci: Remaja, peer assessment, perilaku prososial, status teman sebaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Unita Werdi Rahajeng melalui email: unita@ub.ac.id
Abstrak:
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin. Hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin.. Sampel penelitian adalah 314 orang yang terbagi menjadi 157 orang perokok pasif laki-laki dan 157 perokok pasif perempuan. Seluruh partisipan adalah warga kota Palembang, Sumatera Selatan. Alat ukur yang digunakan adalah skala asertivitas dan angket tingkat pengetahuan tentang rokok. Analisis data menggunakan one-way anova dan t-test. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dengan nilai p=0,000 (p<0,05) dan ada perbedaan yang signifikan antara asertivitas perokok pasif laki-laki dan asertivitas perokok pasif perempuan, dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini dapat diterima.
Abstrak:
Anak-anak dengan kondisi intellectual disability (ID) mengalami defisit pada fungsi kognitif dan fungsi adaptif. Salah satu keterampilan dari fungsi adaptif yang penting dikuasai adalah berpakaian, terutama memakai baju berkancing. Akan tetapi, keterbatasan yang dimiliki oleh anak ID membuat mereka selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan pemberian intervensi untuk meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak ID. Dengan menggunakan single case A-B design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah intervensi modifikasi perilaku dapat meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak berusia 9 tahun dengan ID moderate. Intervensi ini menggunakan teknik prompting, yaitu most to least prompting disertai dengan pemberian positive reinforcement. Teknik prompting diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan mengancingkan baju, sedangkan positive reinforcement digunakan untuk menjaga motivasi anak selama sesi intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan trend pada penguasaan keterampilan mengancingkan baju, penurunan trend untuk intensitas prompt yang digunakan serta immediacy of effect yang dipengaruhi oleh intervensi. Ini membuktikan bahwa teknik prompting dan positive reinforcement efektif meningkatkan keterampilan anak dalam mengancingkan baju secara mandiri.
Abstrak :
Penanaman nilai-nilai tanggung jawab pada anak seringkali tidak menjadi fokus utama bagi orang tua. Padahal, rasa tanggung jawab berperan penting bagi perkembangan self esteem, pembentukan identitas diri, serta kesejahteraan mental anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas teknik prompting dan fading dalam mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak usia sekolah dimulai dari perilaku yang sederhana yaitu, meletakkan barang yang telah digunakan di tempatnya. Perilaku tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawab terhadap barang pribadinya. Partisipan dalam intervensi ini adalah satu anak perempuan berinisial K, berusia 7 tahun, dan duduk di bangku kelas 2 SD. Penelitian ini menggunakan single case experimental A-B design. Intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi menggunakan teknik modifikasi perilaku yaitu, prompting, transfer of stimulus control (fading), dan positive reinforcement. Analisis dilakukan dengan melihat perbandingan kemunculan perilaku meletakkan barang sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa teknik prompting dan fading berhasil meningkatkan tanggung jawab berupa perilaku meletakkan barang di tempatnya secara konsisten pada anak usia 7 tahun.
Abstrak:
Penelitian dilatabelakangi oleh pentingnya aspek mental berupa efikasi diri yang harus dimiliiki oleh atlet karena berpengaruh pada performa atlet. Salah satu treatment yang dapat dilakukan agar atlet yakin dengan kemampuannya sehingga bisa menghadapi situasi latihan dan perlombaan dengan performa yang maksimal adalah dengan melakukan PETTLEP Imagery. PETTLEP merupakan akronim dari physic (fisik), enviroment (lingkungan), task (tugas), timing (waktu), learning (belajar), emotion (emosi) dan perspective (perspektif). Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh PETTLEP imagery terhadap efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan one group pre-and post-test design. Partisipan adalah 6 orang atlet lari 100 meter yang tergabung dalam PRAPELATNAS B (Pra-Pelatihan Nasional B). Data diperoleh dari hasil pretest dan posttest skala efikasi. Analisis data menggunakan Uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh PETTLEP Imagery terhadap peningkatan efikasi diri atlet lari 100 meter perorangan. Kata kunci: PETTLEP Imagery, efikasi diri, atlet lari 100 meter perorangan
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat depresi dan kesejahteraan spiritual pada ibu hamil risiko tinggi. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional. Dalam penelitian ini depresi dan kesejahteraan spiritual diukur dengan alat ukur yang telah diadaptasi, depresi diukur dengan Center For Epidemiological Studies-Depression Scale Revised (CESD-R) sedangkan kesejahteraan spiritual diukur dengan Spiritual Well-being Questionnaire (SWBQ). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling dan sebanyak 89 ibu hamil risiko tinggi dengan usia kehamilan diatas 6 bulan (24 – 36 minggu) menjadi partisipan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai negatif antara depresi dengan kesejahteraan spiritual sebesar r=-0,422 (hubungan sedang) dengan signifikansi 0,01. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tingkat depresi yang rendah memiliki hubungan dengan kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kata Kunci: Depresi, kesejahteraan spiritual, kehamilan risiko tinggi
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah. Dua skala disusun untuk pengumpulan data, yaitu: (1) Skala Kesejahteraan Subjektif di Sekolah, yang disusun berdasarkan model semantic differential Osgood dan (2) Skala Persepsi Iklim Sekolah, yang disusun berdasarkan model summated rating Likert. Sembilan puluh siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel tersebut dipilih dengan teknik convenience sampling. Teknik korelasi multivariat (MANOVA) kemudian digunakan untuk menilai korelasi antara kedua konstruk tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara persepsi terhadap iklim sekolah dengan kesejahteraan subjektif siswa di sekolah (F = 11.561, Partial Eta Square = 0.210, and p = 0.00 (p < 0.01)). Sementara itu, persepsi terhadap iklim sekolah memiliki korelasi positif yang signifikan dengan aspek kognitif dan afektif dari kesejahteraan subjektif siswa di sekolah, dengan kecenderungan lebih tinggi pada aspek kognitif dibandingkan pada aspek afektif.
Abstrak:
Status di kelompok sebayanya merupakan status sosial yang berperan penting di masa remaja. Adapun terdapat 5 macam status teman sebaya, yaitu populer, rejected (ditolak), neglected (diabaikan), controversial (kontroversial), dan average (rata-rata). Kompetensi sosial remaja dapat menjadi prediktor terhadap status teman sebaya, salah satu yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah perilaku prososial. Sebagai bentuk perilaku yang secara umum dapat diterima dalam lingkungan sosial, peneliti ingin mengetahui seberapa signifikan peranannya dalam memprediksi status remaja dalam kelompok teman sebaya. Perilaku prososial diidentifikasikan melalui Peer Assessment Prosocial Behavior yang diadaptasi dari Greener (2000). Sedangkan status teman sebaya diidentifikasi melalui teknik sosiometri dengan pengkategorisasian status teman sebaya mengikuti teknik yang digagas oleh Coie, Dodge, dan Cappotelli (1982). Terdapat 114 orang remaja sebagai partisipan penelitian (57.9% laki-laki, Mean Usia = 12.70 tahun). Dengan teknik multinominal logistic regression disimpulkan bahwa perilaku prososial remaja mampu memprediksikan status teman sebaya (χ2 (4) = 48.68, p<0.001) dengan kemampuan prediksi sebesar 56.1%. Efek perilaku prososial terhadap terbentuknya masing-masing status teman sebaya akan didiskusikan lebih rinci dalam artikel ini. Kata kunci: Remaja, peer assessment, perilaku prososial, status teman sebaya Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Unita Werdi Rahajeng melalui email: unita@ub.ac.id
Abstrak:
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin. Hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin.. Sampel penelitian adalah 314 orang yang terbagi menjadi 157 orang perokok pasif laki-laki dan 157 perokok pasif perempuan. Seluruh partisipan adalah warga kota Palembang, Sumatera Selatan. Alat ukur yang digunakan adalah skala asertivitas dan angket tingkat pengetahuan tentang rokok. Analisis data menggunakan one-way anova dan t-test. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan asertivitas perokok pasif ditinjau dari tingkat pengetahuan tentang rokok dengan nilai p=0,000 (p<0,05) dan ada perbedaan yang signifikan antara asertivitas perokok pasif laki-laki dan asertivitas perokok pasif perempuan, dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini dapat diterima.
Abstrak:
Anak-anak dengan kondisi intellectual disability (ID) mengalami defisit pada fungsi kognitif dan fungsi adaptif. Salah satu keterampilan dari fungsi adaptif yang penting dikuasai adalah berpakaian, terutama memakai baju berkancing. Akan tetapi, keterbatasan yang dimiliki oleh anak ID membuat mereka selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan pemberian intervensi untuk meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak ID. Dengan menggunakan single case A-B design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah intervensi modifikasi perilaku dapat meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak berusia 9 tahun dengan ID moderate. Intervensi ini menggunakan teknik prompting, yaitu most to least prompting disertai dengan pemberian positive reinforcement. Teknik prompting diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan mengancingkan baju, sedangkan positive reinforcement digunakan untuk menjaga motivasi anak selama sesi intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan trend pada penguasaan keterampilan mengancingkan baju, penurunan trend untuk intensitas prompt yang digunakan serta immediacy of effect yang dipengaruhi oleh intervensi. Ini membuktikan bahwa teknik prompting dan positive reinforcement efektif meningkatkan keterampilan anak dalam mengancingkan baju secara mandiri.
Abstrak :
Penanaman nilai-nilai tanggung jawab pada anak seringkali tidak menjadi fokus utama bagi orang tua. Padahal, rasa tanggung jawab berperan penting bagi perkembangan self esteem, pembentukan identitas diri, serta kesejahteraan mental anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas teknik prompting dan fading dalam mengembangkan rasa tanggung jawab pada anak usia sekolah dimulai dari perilaku yang sederhana yaitu, meletakkan barang yang telah digunakan di tempatnya. Perilaku tersebut merupakan manifestasi dari tanggung jawab terhadap barang pribadinya. Partisipan dalam intervensi ini adalah satu anak perempuan berinisial K, berusia 7 tahun, dan duduk di bangku kelas 2 SD. Penelitian ini menggunakan single case experimental A-B design. Intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi menggunakan teknik modifikasi perilaku yaitu, prompting, transfer of stimulus control (fading), dan positive reinforcement. Analisis dilakukan dengan melihat perbandingan kemunculan perilaku meletakkan barang sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa teknik prompting dan fading berhasil meningkatkan tanggung jawab berupa perilaku meletakkan barang di tempatnya secara konsisten pada anak usia 7 tahun.