Papers by Nanang Aris Kurniyawan
Nanang Aris Kurniyawan, 2024
Tulisan ini mengangkat pengalaman pribadi penulis dalam perjumpaan budaya antara Jawa dan Batak, ... more Tulisan ini mengangkat pengalaman pribadi penulis dalam perjumpaan budaya antara Jawa dan Batak, yang diwarnai dengan pergulatan dan penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Kehadiran di Tanah Batak sebagai bagian dari tugas pastoral tidak hanya membawa tantangan bahasa dan pola pikir, tetapi juga memperkaya pemahaman tentang kehidupan dan relasi antarbudaya. Penulis mengalami proses belajar berbahasa Batak Karo dan Toba, serta harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat setempat yang berbeda dari budaya Jawa. Pergeseran dalam cara berpikir dan keterbukaan dalam berkomunikasi menjadi bagian penting dari transformasi diri. Konflik budaya, seperti perbedaan dalam tata krama atau pola interaksi sosial, mengajarkan pentingnya keterusterangan dan penerimaan dalam menjalin hubungan. Tulisan ini menegaskan bahwa perjumpaan budaya adalah proses yang mengubah, memperkaya, dan memberikan makna baru dalam hidup. Dengan bersikap terbuka dan berdialog, pengalaman budaya yang berbeda dapat menjadi sarana pembelajaran dan memperluas wawasan hidup.
Seruan Pertobatan Ekologis:
“Laudato Si’:
Memelihara (Bumi) Sebagai Rumah Kita Bersama
(On Care F... more Seruan Pertobatan Ekologis:
“Laudato Si’:
Memelihara (Bumi) Sebagai Rumah Kita Bersama
(On Care For Our Common Home)
Dalam konteks mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”, saya mengajak saudara-saudari sekalian untuk bersama menyimak, merefleksikan dan mewujudkan dalam hidup isi Ensiklik terbaru, yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 18 Juni 2015. Ensiklik artinya surat Paus sebagai Uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik dunia, yang berisi ajaran Sri Paus mengenai iman dan kesusilaan. Ensiklik ini berjudul “TERPUJILAH ENGKAU (TUHAN): MEMELIHARA RUMAH KITA BERSAMA” (LAUDATO SI, ON CARE FOR OUR COMMON HOME).
Isi menarik dari “rahim” Ensiklik ini
Ensiklik ini terdiri atas 6 bab:
(1) Apa yang sedang terjadi pada rumah kita bersama ini (Ibu Pertiwi);
(2) Injil tentang Alam Ciptaan Tuhan;
(3) Akar manusiawi dari Krisis Ekologis;
(4) Ekologi yang utuh (integral);
(5) Garis Kebijakan Pendekatan dan Tindakan-tindakan konret (program-program);
(6) Pendidikan dan spiritualitas Ekologis.
Pertanyaan dasar yang menjadi jantung dari Ensiklik ini ialah “Bumi macam apa yang hendak kita wariskan kepada generasi baru sesudah kita hidup, kepada anak-anak yang sedang bertumbuh?”. Pertanyaan ini menyentuh makna eksistensial hidup ini dan nilai-nilai sosial dari hidup itu sendiri. “Apa tujuan hidup kita di dunia ini”, “apa maksud dari pekerjaan dan usaha-usaha kita”, “apa yang dunia butuhkan dari kita”, merupakan serangkaian pertanyaan dasar yang disuguhkan. Paus berkeyakinan bahwa panggilan memelihara lingkungan hidup tidak bisa terlepas dari bagaimana manusia memberi makna dan cara manusia melaksanakan hidupnya di bumi pertiwi ini.
Kenangan Paus akan Santo Fransiskus dari Assisi (1181-1226)
Dalam menyusun ensiklik ini, kami berkeyakinan bahwa Paus Fransiskus mengenangkan spirit iman santo Fransiskus dari Assisi berkaitan dengan pandangannya terhadap makhluk ciptaan Tuhan. Maka nama ensiklik “Laudato si (Praise be to you, my Lord) ini diambil dari seruan santo Fransiskus dari Assisi berjudul “Terpujilah Engkau Tuhanku” dalam “Kidung Saudara Matahari atau Puja-pujian Mahkluk-makhluk ciptaan”. Menyitir penghayatan santo Fransiskus dari Assisi, Paus mengajak kita semua untuk memandang ibu bumi ini sebagai “saudari, rumah kita bersama”. Sebagai saudari, kita mestinya berbagi kehidupan dan memuji keindahan ibu bumi ini yang lengannya terbuka lebar untuk memeluk kita semua. Hendaklah kita jangan lupa bahwa kita berasal dari tanah; badan jasmani kita dibentuk dari elemen-elemen bumi, kita menghirup udara bumi dan menikmati kehidupan dan kesegaran dari air yang dialirkan oleh ibu bumi ini.
Paus mengingatkan kita akan prilaku manusia terhadap ibu bumi ini. Bumi pertiwi diperlakukan secara semena-mena, dieksploitir, diporak-porandakan. Semuanya itu disebabkan oleh keserakahan serta arogansi dan rendahnya rasa menghormati manusia terhadap saudarinya, ibu bumi ini.
“Pertobatan Ekologis” santo Yohanes Paulus II
Menghadapi tindakan keserakahan dan arogansi manusia terhadap saudarinya ibu bumi, Paus mengangkat kembali seruan atraktif santo Yohanes Paulus II agar manusia melakukan “Pertobatan Ekologis”. Kita diajak untuk berbalik, memutar haluan, “merubah pola pikir dan pola bertindak kita” sebagai penghuni ibu pertiwi masa kini. Pola pikir dan bertindak baru perlu dikumandangkan. Pola baru itu berkenaan dengan “cara lebih memandang keindahan dan rasa tanggung jawab kita untuk melestarikan rumah kita bersama ini” dari pada mengeksploitasi habis-habisan isi perut bumi dan menghilangkan keindahan “saudari” kita ini.
Energi positip Ensiklik ini: secercah harapan yang kian membesar
Sentuhan humanis ensiklik ini melekat pada karakter pribadi Paus Fransiskus, pencetus surat apostolic “Evangelii Gaudium”. Kesegaran hidup penuh sukacita injili ditampilkan. Paus menegaskan bahwa ditengah hiruk pikuk pemerkosaan terhadap ibu bumi yang dilakukan saudara-saudari manusia tamak, arogan, sesungguhnya ada secercah harapan. Tidak sedikit saudara-saudari manusia di planet ini mempunyai jiwa serta semangat memelihara ibu bumi, rumah kita bersama ini. Dimana-mana berkecambah dan bertumbuh subur kesadaran di kalangan manusia berhati baik untuk memperhatikan lingkungan, menjaga alam, memelihara air, menumbuhkan pohon-pohonan, mengatasi polusi udara. Pengakuan akan realitas positif ini menjadi bagian intrinsik dari ensiklik ini. Mengakui kenyataan ini, Paus Fransiskus menegaskan: “Kita manusia ini mempunyai kemampuan untuk melahirkan tindakan yang positif terhadap ibu bumi, walau tidak disangkal anda juga anak manusia yang bertindak semena-mena terhadap saudari ibu bumi. Marilah kita memilih untuk mengembangkan kemampuan positip pada diri kita. Inilah saatnya kita “memulai lagi” bertindak dalam semangat “pertobatan ekologis”.
Seruan “Pertobatan ekologis”: Dialog ekumenis, antar umat beragama dan dialog kemanusiaan
Ensiklik ini bermuara pula pada inti hidup manusia. Peristiwa perjumpaan antar manusia ditempatkan selaras dengan perhatian untuk memelihara ibu bumi. Paus Fransiskus mengalamatkan ajarannya ini pertama-tama tertuju kepada umat katolik. Beliau mengingatkan: “Sadarilah tanggung jawab kita terhadap alam ciptaan Tuhan dan kewajiban mereka terhadap alam semesta dan Pencipta. Pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban ini merupakan bagian integral dan esensial dari hidup beriman”. Tetapi Paus Fransiskus mengarahkan pandangannya terhadap sesama umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Diakuinya bahwa ada gerakan-gerakan memeliharan ibu bumi yang dimotori oleh Gereja-gereja Kristen lainnya dan juga umat beragama lain. Diakuinya pula institusi, yayasan-yayasan kemanusiaan yang mengutamakan penyelamatan ibu bumi. Menyadari realitas yang menggembirakan ini, Paus Fransiskus mengajak kita sekalian untuk meningkatkan gerakan dialog antar umat manusia dengan fokus pada “Laudato si, memelihara rumah kita bersama”.
Meneropong dapur di rumah kita bersama: Keuskupan Bogor
Seruan “pertobatan ekologis” Paus Fransiskus melalui ensiklik ini tentu merupakan energi baru bagi kita semua penghuni tataran Sunda. Masyarakat Bogor melalui program “Sejuta lubang bipori” yang dicanangkan oleh Harian “RADAR BOGOR” merupakan salah satu menu di dapur rumah kita. Program ini bertujuan untuk “menghargai” karunia “saudari air”, menghormatinya dengan cara “menyalurkannya kembali” ke dalam rahim ibu bumi. Maka, kandungan ibu bumi disuburkan kembali.
Gerakan sporadis yang dilakukan oleh sekolah TK Mardiwaluya dalam kerjasama dengan “Lions Club” tahun 2014 berupa penanaman pohon-pohon di areal Taman Safari Cisarua merupakan percikan-percikan dari gerakan memelihara rumah kita bersama. Beberapa tahun yang lalu paroki santo Paulus Depok pernah mengadakan perlombaan “memperindah” lingkungan gereja paroki. Perlombaan ini dilakukan oleh semua lingkungan yang ada di paroki ini. Demikian pula himpunan sekolah-sekolah katolik sekeuskupan Bogor (MPK Bogor) pernah mencanangkan program “Go Green School”. Tetapi pencanangan itu masih perlu ditindak lanjuti.
Menanggapi seruan Paus Fransiskus, kami mengajukan agar kita melakukan program “Go Green Parishes” sebagai wujud konkret dari “Pertobatan ekologis” kita. Kerja bersama umat beriman Kristen lainnya dan umat beragama lainnya ditingkatkan. Karena itu, kerja bersama komisi JPIC Keuskupan dengan komisi HAK Keuskupan serta FMKI dan paroki-paroki, sekolah-sekolah perlu diimplementasikan. Lahirnya gerakan-gerakan konkret akan mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”.
Bogor, 24 Juni 2015
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
Sebagai umat beriman, doa menjadi sesuatu yang mendasar. Doa memiliki peran yang amat penting, ka... more Sebagai umat beriman, doa menjadi sesuatu yang mendasar. Doa memiliki peran yang amat penting, karena doa membawa kita pada pengalaman akan Allah. Doa adalah pengalaman antara Allah dan manusia, maka doa berarti sebuah relasi antara Allah dan manusia. Melalui doa, umat beriman belajar membina relasi dengan Allah. Caranya yaitu dengan belajar dari pengalaman para tokoh Perjanjian Lama , para kudus, juga mengenai metode-metode doa serta mengerti cara memupuknya.
Dalam Ordo Karmel ada 3 sumber buku pegangan yang memuat spiritualitas dan Kharisma Ordo yang har... more Dalam Ordo Karmel ada 3 sumber buku pegangan yang memuat spiritualitas dan Kharisma Ordo yang harus dihidupi oleh para anggotanya. Pertama Regula sebagai dasar dan Pedoman Hidup yang harus ditaati dan dihayati. Kedua Konstitusi sebagai penjabaran dari regula yang lebih konkrit yang juga harus ditaati dan dihidupi. Yang ketiga Statuta Provinsi yang menjadi pedoman pada tingkat provinsi. Dari ketiga buku pegangan ini ada beberapa kharisma yang berkaitan dengan misi Gereja di dunia, khusunya tentang pelayanan kepada orang kecil atau kepedulian sosial. REGULA Pasal 12 " Tidak seorangpun dari antara para saudara boleh mengatakan sesuatu adalah miliknya, tetapi semua hendaknya menjadi milik bersama: dan apapun juga hendaknya dibagikan kepada tiap orang oleh prior-dalam artian oleh saudara yang ditunjuknya untuk tugas tersebut-dengan mengingat usia dan kebutuhan masing-masing " Pasal 22 " Dan engkau saudara B dan siapa-pun yang akandiangkat menjadi prior sesudah engkau, hendaknya selalu mengingat dan mengamalkan apa yang disabdakan Tuhan dalam Injil: Barangsiapa ingin menjadi besar diantara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hambamu " Dua pasal ini ingin menunjukan bahwa pada hakekatnya para karmelit diminta untuk miskin dan mengikuti semangat injili. Menjadi miskin berarti menjadi hamba dan pelayan. Dengan demikian usaha untuk hadir ditengah orang miskin menjadi hal yang wajib dan harus dilakukan. Panggilan karmelit selain menjadi pendoa juga melayani orang miskin meskipun tidak seperti tarekat lain yang khusus tertuju pada orang miskin. Dua pasal diatas juga hendak berkata bahwa para karmelit adalah bagian dari realitas kemiskian yang hadir dan dialami oleh orang miskin dan tersingkir pada jaman ini. KONSTITUSI BAB II art 21 " sebagai persaudaraan kontemplatif, kita juga mencari wajah Allah di tengah-tengah dunia. Kita percaya bahwa Allah telah menempatkan kediaman-Nya di antara umat-Nya, dank arena itu persaudaraan Karmel menyadari dirinya sebagai bagian yang hidup dari Gereja dan sejarah_suatu persaudaraan yang terbuka, mampu mendengarkan lingkungannya, dan rela ditanyai dunia; siap untuk menghadapi tantangan hidup dan untuk memberikan tanggapan injili yang otentik berdasarkan karisma kita sendiri. Para karmelit mewujudkan solidaritasnya dan ikut bekerja sama dengan semua orang yang menderita, yang berharap dan melibatkan diri dalam mencari Kerajaan Allah " Art 22 " kata perjalanan yang disinggung dalam regulamerupakan ungkapan dan cara hidup Injili dan kerasulan ordo-ordo mendikan………………… itu juga merupakan tanda solidaritas dan pengabidian tanpa pamrih, baik kepada Gereja universal dan local maupun kepada dunia masa kini " Art 23 " tempat tinggal komunitas merupakan tempat dimana komunitas berhimpun dan hidup……….merupakan tempat penerimaan tamu……... "
Happiness on Summa Theologica and Kakawin Arjunawiwaha. A dialogue between western and eastern p... more Happiness on Summa Theologica and Kakawin Arjunawiwaha. A dialogue between western and eastern philosophy.
Masterpice of Thomas Aquinas
Hasil mata kuliah metodologi riset tentang (Pergulatan Teologis Orang muda Katolik di Keuskupan M... more Hasil mata kuliah metodologi riset tentang (Pergulatan Teologis Orang muda Katolik di Keuskupan Malang) di Keuskupan Malang tahun 2012.
The results of the research methodology courses on the effects of globalization for young people in the Diocese of Malang in 2012.
Books by Nanang Aris Kurniyawan
Gerakan garis keras transnasional di Indonesia terdiri dari kelompok-kelompok di dalam dan di lua... more Gerakan garis keras transnasional di Indonesia terdiri dari kelompok-kelompok di dalam dan di luar institusi pemerintahan/parlemen yang saling mendukung untuk mencapai agenda bersama mereka. Bahaya paling jelas adalah identifikasi Islam dengan ideologi Wahabi/Ikhwanul Muslimin yang sangat ampuh membodohi umat Islam. Mereka menyusup ke bidang-bidang kehidupan bangsa Indonesia, terutama ormas-ormas Islam moderat, institusi pendidikan dan pemerintahan; dan dengan dalih membela dan memperjuangkan Islam, melakukan cultural genocide untuk menguasai Indonesia. Formalisasi agama (baca: Islam) yang mereka lakukan hanya dalih untuk merebut kekuasaan politik.
Merespon gerakan ini, PP. Muhammadiyah menerbitkan SKPP Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 untuk menyelamatkan Persyarikatan dari infiltrasi partai politik seperti PKS. Nahdlatul Ulama juga mengeluarkan fatwa bahwa Khilafah Islamiyah tidak mempunyai rujukan teologis baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. PBNU mengingatkan bahwa ideologi transnasional berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dan merusak amaliyah diniyah umat Islam
Ketegangan kelompok moderat dengan gerakan garis keras adalah manifestasi perseteruan al-nafs al-muthmainnah dengan hawa nafsu. Pengetahuan yang terbatas membuat hawa nafsu tidak mampu membedakan antara washîlah (jalan) dari ghâyah (tujuan), dalam memahami Islam pun kerap mempersetankan ayat-ayat lain yang tidak sejalan dengan ideologinya. Hal ini juga mencerminkan hilangnya daya nalar dalam beragama.
Buku hasil penelitian selama lebih dari dua tahun ini mengungkap asal usul, ideologi, dan agenda gerakan garis keras transnasional yang beroperasi di Indonesia, serta rekomendasi membangun gerakan untuk menghadapi dan mengatasinya secara damai dan bertanggung jawab.
Philosopher, theologian, and poet, Søren Kierkegaard (1813-1855) is one of the most influential a... more Philosopher, theologian, and poet, Søren Kierkegaard (1813-1855) is one of the most influential and original writers of the modern era. His ideas shaped those of countless later figures, including Albert Camus, Paul Tillich, and Jacques Derrida. Kierkegaard presents his profound ideas about love, faith and God in a sinuous prose style that is laced with humor and warmth. He remains as provocative, stimulating, and genuinely fun to read as he was during his own time. Lexicos Books is proud to present this selection of his most important writings, in an authoritative English translation, meticulously edited and formatted for Kindle.
“The greatest Christian thinker of modern time.”
Emil Brunner
“One of the most important, if not the most important, figure in the philosophy and theology of our time.”
Paul Roubiczek
“One of the first ‘modern’ thinkers - the first who made a decisive break with a long-established philosophical tradition in order to portray the human condition in the light of hitherto unsuspected or neglected existential possibilities.”
Ronald Grimsley
Buku ditulis oleh Irshad Manji
Irshad Manji adalah seorang penulis Kanada, wartawan dan advokat d... more Buku ditulis oleh Irshad Manji
Irshad Manji adalah seorang penulis Kanada, wartawan dan advokat dari interpretasi "reformasi dan progresif" Islam. Manji adalah direktur Proyek Keberanian Moral di Sekolah Robert F
Uploads
Papers by Nanang Aris Kurniyawan
“Laudato Si’:
Memelihara (Bumi) Sebagai Rumah Kita Bersama
(On Care For Our Common Home)
Dalam konteks mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”, saya mengajak saudara-saudari sekalian untuk bersama menyimak, merefleksikan dan mewujudkan dalam hidup isi Ensiklik terbaru, yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 18 Juni 2015. Ensiklik artinya surat Paus sebagai Uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik dunia, yang berisi ajaran Sri Paus mengenai iman dan kesusilaan. Ensiklik ini berjudul “TERPUJILAH ENGKAU (TUHAN): MEMELIHARA RUMAH KITA BERSAMA” (LAUDATO SI, ON CARE FOR OUR COMMON HOME).
Isi menarik dari “rahim” Ensiklik ini
Ensiklik ini terdiri atas 6 bab:
(1) Apa yang sedang terjadi pada rumah kita bersama ini (Ibu Pertiwi);
(2) Injil tentang Alam Ciptaan Tuhan;
(3) Akar manusiawi dari Krisis Ekologis;
(4) Ekologi yang utuh (integral);
(5) Garis Kebijakan Pendekatan dan Tindakan-tindakan konret (program-program);
(6) Pendidikan dan spiritualitas Ekologis.
Pertanyaan dasar yang menjadi jantung dari Ensiklik ini ialah “Bumi macam apa yang hendak kita wariskan kepada generasi baru sesudah kita hidup, kepada anak-anak yang sedang bertumbuh?”. Pertanyaan ini menyentuh makna eksistensial hidup ini dan nilai-nilai sosial dari hidup itu sendiri. “Apa tujuan hidup kita di dunia ini”, “apa maksud dari pekerjaan dan usaha-usaha kita”, “apa yang dunia butuhkan dari kita”, merupakan serangkaian pertanyaan dasar yang disuguhkan. Paus berkeyakinan bahwa panggilan memelihara lingkungan hidup tidak bisa terlepas dari bagaimana manusia memberi makna dan cara manusia melaksanakan hidupnya di bumi pertiwi ini.
Kenangan Paus akan Santo Fransiskus dari Assisi (1181-1226)
Dalam menyusun ensiklik ini, kami berkeyakinan bahwa Paus Fransiskus mengenangkan spirit iman santo Fransiskus dari Assisi berkaitan dengan pandangannya terhadap makhluk ciptaan Tuhan. Maka nama ensiklik “Laudato si (Praise be to you, my Lord) ini diambil dari seruan santo Fransiskus dari Assisi berjudul “Terpujilah Engkau Tuhanku” dalam “Kidung Saudara Matahari atau Puja-pujian Mahkluk-makhluk ciptaan”. Menyitir penghayatan santo Fransiskus dari Assisi, Paus mengajak kita semua untuk memandang ibu bumi ini sebagai “saudari, rumah kita bersama”. Sebagai saudari, kita mestinya berbagi kehidupan dan memuji keindahan ibu bumi ini yang lengannya terbuka lebar untuk memeluk kita semua. Hendaklah kita jangan lupa bahwa kita berasal dari tanah; badan jasmani kita dibentuk dari elemen-elemen bumi, kita menghirup udara bumi dan menikmati kehidupan dan kesegaran dari air yang dialirkan oleh ibu bumi ini.
Paus mengingatkan kita akan prilaku manusia terhadap ibu bumi ini. Bumi pertiwi diperlakukan secara semena-mena, dieksploitir, diporak-porandakan. Semuanya itu disebabkan oleh keserakahan serta arogansi dan rendahnya rasa menghormati manusia terhadap saudarinya, ibu bumi ini.
“Pertobatan Ekologis” santo Yohanes Paulus II
Menghadapi tindakan keserakahan dan arogansi manusia terhadap saudarinya ibu bumi, Paus mengangkat kembali seruan atraktif santo Yohanes Paulus II agar manusia melakukan “Pertobatan Ekologis”. Kita diajak untuk berbalik, memutar haluan, “merubah pola pikir dan pola bertindak kita” sebagai penghuni ibu pertiwi masa kini. Pola pikir dan bertindak baru perlu dikumandangkan. Pola baru itu berkenaan dengan “cara lebih memandang keindahan dan rasa tanggung jawab kita untuk melestarikan rumah kita bersama ini” dari pada mengeksploitasi habis-habisan isi perut bumi dan menghilangkan keindahan “saudari” kita ini.
Energi positip Ensiklik ini: secercah harapan yang kian membesar
Sentuhan humanis ensiklik ini melekat pada karakter pribadi Paus Fransiskus, pencetus surat apostolic “Evangelii Gaudium”. Kesegaran hidup penuh sukacita injili ditampilkan. Paus menegaskan bahwa ditengah hiruk pikuk pemerkosaan terhadap ibu bumi yang dilakukan saudara-saudari manusia tamak, arogan, sesungguhnya ada secercah harapan. Tidak sedikit saudara-saudari manusia di planet ini mempunyai jiwa serta semangat memelihara ibu bumi, rumah kita bersama ini. Dimana-mana berkecambah dan bertumbuh subur kesadaran di kalangan manusia berhati baik untuk memperhatikan lingkungan, menjaga alam, memelihara air, menumbuhkan pohon-pohonan, mengatasi polusi udara. Pengakuan akan realitas positif ini menjadi bagian intrinsik dari ensiklik ini. Mengakui kenyataan ini, Paus Fransiskus menegaskan: “Kita manusia ini mempunyai kemampuan untuk melahirkan tindakan yang positif terhadap ibu bumi, walau tidak disangkal anda juga anak manusia yang bertindak semena-mena terhadap saudari ibu bumi. Marilah kita memilih untuk mengembangkan kemampuan positip pada diri kita. Inilah saatnya kita “memulai lagi” bertindak dalam semangat “pertobatan ekologis”.
Seruan “Pertobatan ekologis”: Dialog ekumenis, antar umat beragama dan dialog kemanusiaan
Ensiklik ini bermuara pula pada inti hidup manusia. Peristiwa perjumpaan antar manusia ditempatkan selaras dengan perhatian untuk memelihara ibu bumi. Paus Fransiskus mengalamatkan ajarannya ini pertama-tama tertuju kepada umat katolik. Beliau mengingatkan: “Sadarilah tanggung jawab kita terhadap alam ciptaan Tuhan dan kewajiban mereka terhadap alam semesta dan Pencipta. Pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban ini merupakan bagian integral dan esensial dari hidup beriman”. Tetapi Paus Fransiskus mengarahkan pandangannya terhadap sesama umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Diakuinya bahwa ada gerakan-gerakan memeliharan ibu bumi yang dimotori oleh Gereja-gereja Kristen lainnya dan juga umat beragama lain. Diakuinya pula institusi, yayasan-yayasan kemanusiaan yang mengutamakan penyelamatan ibu bumi. Menyadari realitas yang menggembirakan ini, Paus Fransiskus mengajak kita sekalian untuk meningkatkan gerakan dialog antar umat manusia dengan fokus pada “Laudato si, memelihara rumah kita bersama”.
Meneropong dapur di rumah kita bersama: Keuskupan Bogor
Seruan “pertobatan ekologis” Paus Fransiskus melalui ensiklik ini tentu merupakan energi baru bagi kita semua penghuni tataran Sunda. Masyarakat Bogor melalui program “Sejuta lubang bipori” yang dicanangkan oleh Harian “RADAR BOGOR” merupakan salah satu menu di dapur rumah kita. Program ini bertujuan untuk “menghargai” karunia “saudari air”, menghormatinya dengan cara “menyalurkannya kembali” ke dalam rahim ibu bumi. Maka, kandungan ibu bumi disuburkan kembali.
Gerakan sporadis yang dilakukan oleh sekolah TK Mardiwaluya dalam kerjasama dengan “Lions Club” tahun 2014 berupa penanaman pohon-pohon di areal Taman Safari Cisarua merupakan percikan-percikan dari gerakan memelihara rumah kita bersama. Beberapa tahun yang lalu paroki santo Paulus Depok pernah mengadakan perlombaan “memperindah” lingkungan gereja paroki. Perlombaan ini dilakukan oleh semua lingkungan yang ada di paroki ini. Demikian pula himpunan sekolah-sekolah katolik sekeuskupan Bogor (MPK Bogor) pernah mencanangkan program “Go Green School”. Tetapi pencanangan itu masih perlu ditindak lanjuti.
Menanggapi seruan Paus Fransiskus, kami mengajukan agar kita melakukan program “Go Green Parishes” sebagai wujud konkret dari “Pertobatan ekologis” kita. Kerja bersama umat beriman Kristen lainnya dan umat beragama lainnya ditingkatkan. Karena itu, kerja bersama komisi JPIC Keuskupan dengan komisi HAK Keuskupan serta FMKI dan paroki-paroki, sekolah-sekolah perlu diimplementasikan. Lahirnya gerakan-gerakan konkret akan mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”.
Bogor, 24 Juni 2015
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
The results of the research methodology courses on the effects of globalization for young people in the Diocese of Malang in 2012.
Books by Nanang Aris Kurniyawan
Merespon gerakan ini, PP. Muhammadiyah menerbitkan SKPP Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 untuk menyelamatkan Persyarikatan dari infiltrasi partai politik seperti PKS. Nahdlatul Ulama juga mengeluarkan fatwa bahwa Khilafah Islamiyah tidak mempunyai rujukan teologis baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. PBNU mengingatkan bahwa ideologi transnasional berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dan merusak amaliyah diniyah umat Islam
Ketegangan kelompok moderat dengan gerakan garis keras adalah manifestasi perseteruan al-nafs al-muthmainnah dengan hawa nafsu. Pengetahuan yang terbatas membuat hawa nafsu tidak mampu membedakan antara washîlah (jalan) dari ghâyah (tujuan), dalam memahami Islam pun kerap mempersetankan ayat-ayat lain yang tidak sejalan dengan ideologinya. Hal ini juga mencerminkan hilangnya daya nalar dalam beragama.
Buku hasil penelitian selama lebih dari dua tahun ini mengungkap asal usul, ideologi, dan agenda gerakan garis keras transnasional yang beroperasi di Indonesia, serta rekomendasi membangun gerakan untuk menghadapi dan mengatasinya secara damai dan bertanggung jawab.
“The greatest Christian thinker of modern time.”
Emil Brunner
“One of the most important, if not the most important, figure in the philosophy and theology of our time.”
Paul Roubiczek
“One of the first ‘modern’ thinkers - the first who made a decisive break with a long-established philosophical tradition in order to portray the human condition in the light of hitherto unsuspected or neglected existential possibilities.”
Ronald Grimsley
Irshad Manji adalah seorang penulis Kanada, wartawan dan advokat dari interpretasi "reformasi dan progresif" Islam. Manji adalah direktur Proyek Keberanian Moral di Sekolah Robert F
“Laudato Si’:
Memelihara (Bumi) Sebagai Rumah Kita Bersama
(On Care For Our Common Home)
Dalam konteks mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”, saya mengajak saudara-saudari sekalian untuk bersama menyimak, merefleksikan dan mewujudkan dalam hidup isi Ensiklik terbaru, yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 18 Juni 2015. Ensiklik artinya surat Paus sebagai Uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik dunia, yang berisi ajaran Sri Paus mengenai iman dan kesusilaan. Ensiklik ini berjudul “TERPUJILAH ENGKAU (TUHAN): MEMELIHARA RUMAH KITA BERSAMA” (LAUDATO SI, ON CARE FOR OUR COMMON HOME).
Isi menarik dari “rahim” Ensiklik ini
Ensiklik ini terdiri atas 6 bab:
(1) Apa yang sedang terjadi pada rumah kita bersama ini (Ibu Pertiwi);
(2) Injil tentang Alam Ciptaan Tuhan;
(3) Akar manusiawi dari Krisis Ekologis;
(4) Ekologi yang utuh (integral);
(5) Garis Kebijakan Pendekatan dan Tindakan-tindakan konret (program-program);
(6) Pendidikan dan spiritualitas Ekologis.
Pertanyaan dasar yang menjadi jantung dari Ensiklik ini ialah “Bumi macam apa yang hendak kita wariskan kepada generasi baru sesudah kita hidup, kepada anak-anak yang sedang bertumbuh?”. Pertanyaan ini menyentuh makna eksistensial hidup ini dan nilai-nilai sosial dari hidup itu sendiri. “Apa tujuan hidup kita di dunia ini”, “apa maksud dari pekerjaan dan usaha-usaha kita”, “apa yang dunia butuhkan dari kita”, merupakan serangkaian pertanyaan dasar yang disuguhkan. Paus berkeyakinan bahwa panggilan memelihara lingkungan hidup tidak bisa terlepas dari bagaimana manusia memberi makna dan cara manusia melaksanakan hidupnya di bumi pertiwi ini.
Kenangan Paus akan Santo Fransiskus dari Assisi (1181-1226)
Dalam menyusun ensiklik ini, kami berkeyakinan bahwa Paus Fransiskus mengenangkan spirit iman santo Fransiskus dari Assisi berkaitan dengan pandangannya terhadap makhluk ciptaan Tuhan. Maka nama ensiklik “Laudato si (Praise be to you, my Lord) ini diambil dari seruan santo Fransiskus dari Assisi berjudul “Terpujilah Engkau Tuhanku” dalam “Kidung Saudara Matahari atau Puja-pujian Mahkluk-makhluk ciptaan”. Menyitir penghayatan santo Fransiskus dari Assisi, Paus mengajak kita semua untuk memandang ibu bumi ini sebagai “saudari, rumah kita bersama”. Sebagai saudari, kita mestinya berbagi kehidupan dan memuji keindahan ibu bumi ini yang lengannya terbuka lebar untuk memeluk kita semua. Hendaklah kita jangan lupa bahwa kita berasal dari tanah; badan jasmani kita dibentuk dari elemen-elemen bumi, kita menghirup udara bumi dan menikmati kehidupan dan kesegaran dari air yang dialirkan oleh ibu bumi ini.
Paus mengingatkan kita akan prilaku manusia terhadap ibu bumi ini. Bumi pertiwi diperlakukan secara semena-mena, dieksploitir, diporak-porandakan. Semuanya itu disebabkan oleh keserakahan serta arogansi dan rendahnya rasa menghormati manusia terhadap saudarinya, ibu bumi ini.
“Pertobatan Ekologis” santo Yohanes Paulus II
Menghadapi tindakan keserakahan dan arogansi manusia terhadap saudarinya ibu bumi, Paus mengangkat kembali seruan atraktif santo Yohanes Paulus II agar manusia melakukan “Pertobatan Ekologis”. Kita diajak untuk berbalik, memutar haluan, “merubah pola pikir dan pola bertindak kita” sebagai penghuni ibu pertiwi masa kini. Pola pikir dan bertindak baru perlu dikumandangkan. Pola baru itu berkenaan dengan “cara lebih memandang keindahan dan rasa tanggung jawab kita untuk melestarikan rumah kita bersama ini” dari pada mengeksploitasi habis-habisan isi perut bumi dan menghilangkan keindahan “saudari” kita ini.
Energi positip Ensiklik ini: secercah harapan yang kian membesar
Sentuhan humanis ensiklik ini melekat pada karakter pribadi Paus Fransiskus, pencetus surat apostolic “Evangelii Gaudium”. Kesegaran hidup penuh sukacita injili ditampilkan. Paus menegaskan bahwa ditengah hiruk pikuk pemerkosaan terhadap ibu bumi yang dilakukan saudara-saudari manusia tamak, arogan, sesungguhnya ada secercah harapan. Tidak sedikit saudara-saudari manusia di planet ini mempunyai jiwa serta semangat memelihara ibu bumi, rumah kita bersama ini. Dimana-mana berkecambah dan bertumbuh subur kesadaran di kalangan manusia berhati baik untuk memperhatikan lingkungan, menjaga alam, memelihara air, menumbuhkan pohon-pohonan, mengatasi polusi udara. Pengakuan akan realitas positif ini menjadi bagian intrinsik dari ensiklik ini. Mengakui kenyataan ini, Paus Fransiskus menegaskan: “Kita manusia ini mempunyai kemampuan untuk melahirkan tindakan yang positif terhadap ibu bumi, walau tidak disangkal anda juga anak manusia yang bertindak semena-mena terhadap saudari ibu bumi. Marilah kita memilih untuk mengembangkan kemampuan positip pada diri kita. Inilah saatnya kita “memulai lagi” bertindak dalam semangat “pertobatan ekologis”.
Seruan “Pertobatan ekologis”: Dialog ekumenis, antar umat beragama dan dialog kemanusiaan
Ensiklik ini bermuara pula pada inti hidup manusia. Peristiwa perjumpaan antar manusia ditempatkan selaras dengan perhatian untuk memelihara ibu bumi. Paus Fransiskus mengalamatkan ajarannya ini pertama-tama tertuju kepada umat katolik. Beliau mengingatkan: “Sadarilah tanggung jawab kita terhadap alam ciptaan Tuhan dan kewajiban mereka terhadap alam semesta dan Pencipta. Pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban ini merupakan bagian integral dan esensial dari hidup beriman”. Tetapi Paus Fransiskus mengarahkan pandangannya terhadap sesama umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Diakuinya bahwa ada gerakan-gerakan memeliharan ibu bumi yang dimotori oleh Gereja-gereja Kristen lainnya dan juga umat beragama lain. Diakuinya pula institusi, yayasan-yayasan kemanusiaan yang mengutamakan penyelamatan ibu bumi. Menyadari realitas yang menggembirakan ini, Paus Fransiskus mengajak kita sekalian untuk meningkatkan gerakan dialog antar umat manusia dengan fokus pada “Laudato si, memelihara rumah kita bersama”.
Meneropong dapur di rumah kita bersama: Keuskupan Bogor
Seruan “pertobatan ekologis” Paus Fransiskus melalui ensiklik ini tentu merupakan energi baru bagi kita semua penghuni tataran Sunda. Masyarakat Bogor melalui program “Sejuta lubang bipori” yang dicanangkan oleh Harian “RADAR BOGOR” merupakan salah satu menu di dapur rumah kita. Program ini bertujuan untuk “menghargai” karunia “saudari air”, menghormatinya dengan cara “menyalurkannya kembali” ke dalam rahim ibu bumi. Maka, kandungan ibu bumi disuburkan kembali.
Gerakan sporadis yang dilakukan oleh sekolah TK Mardiwaluya dalam kerjasama dengan “Lions Club” tahun 2014 berupa penanaman pohon-pohon di areal Taman Safari Cisarua merupakan percikan-percikan dari gerakan memelihara rumah kita bersama. Beberapa tahun yang lalu paroki santo Paulus Depok pernah mengadakan perlombaan “memperindah” lingkungan gereja paroki. Perlombaan ini dilakukan oleh semua lingkungan yang ada di paroki ini. Demikian pula himpunan sekolah-sekolah katolik sekeuskupan Bogor (MPK Bogor) pernah mencanangkan program “Go Green School”. Tetapi pencanangan itu masih perlu ditindak lanjuti.
Menanggapi seruan Paus Fransiskus, kami mengajukan agar kita melakukan program “Go Green Parishes” sebagai wujud konkret dari “Pertobatan ekologis” kita. Kerja bersama umat beriman Kristen lainnya dan umat beragama lainnya ditingkatkan. Karena itu, kerja bersama komisi JPIC Keuskupan dengan komisi HAK Keuskupan serta FMKI dan paroki-paroki, sekolah-sekolah perlu diimplementasikan. Lahirnya gerakan-gerakan konkret akan mewujudkan spirit hidup “Sentire cum Ecclesiae Christi”.
Bogor, 24 Juni 2015
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
The results of the research methodology courses on the effects of globalization for young people in the Diocese of Malang in 2012.
Merespon gerakan ini, PP. Muhammadiyah menerbitkan SKPP Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 untuk menyelamatkan Persyarikatan dari infiltrasi partai politik seperti PKS. Nahdlatul Ulama juga mengeluarkan fatwa bahwa Khilafah Islamiyah tidak mempunyai rujukan teologis baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. PBNU mengingatkan bahwa ideologi transnasional berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dan merusak amaliyah diniyah umat Islam
Ketegangan kelompok moderat dengan gerakan garis keras adalah manifestasi perseteruan al-nafs al-muthmainnah dengan hawa nafsu. Pengetahuan yang terbatas membuat hawa nafsu tidak mampu membedakan antara washîlah (jalan) dari ghâyah (tujuan), dalam memahami Islam pun kerap mempersetankan ayat-ayat lain yang tidak sejalan dengan ideologinya. Hal ini juga mencerminkan hilangnya daya nalar dalam beragama.
Buku hasil penelitian selama lebih dari dua tahun ini mengungkap asal usul, ideologi, dan agenda gerakan garis keras transnasional yang beroperasi di Indonesia, serta rekomendasi membangun gerakan untuk menghadapi dan mengatasinya secara damai dan bertanggung jawab.
“The greatest Christian thinker of modern time.”
Emil Brunner
“One of the most important, if not the most important, figure in the philosophy and theology of our time.”
Paul Roubiczek
“One of the first ‘modern’ thinkers - the first who made a decisive break with a long-established philosophical tradition in order to portray the human condition in the light of hitherto unsuspected or neglected existential possibilities.”
Ronald Grimsley
Irshad Manji adalah seorang penulis Kanada, wartawan dan advokat dari interpretasi "reformasi dan progresif" Islam. Manji adalah direktur Proyek Keberanian Moral di Sekolah Robert F