Conference Presentations by Achmad Ismail
International Post Graduate Student Conference, 2018
This paper attempts to examine further the reasons for Indonesia does not take retaliation agains... more This paper attempts to examine further the reasons for Indonesia does not take retaliation against the United States of America in the case of Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act (FSPTCA), even though Indonesia has received authorization to execute retaliation actions by WTO arbitration bodies. Some facts merely examine retaliations in general with different case sample and learn more about juridical facts. But the studies have not yet explained the reasons that Indonesia could not emulate from US. This phenomenon can be exposed through asymmetric power in which Indonesia, although capable of retaliation, is powerless because of the power that Indonesia does not possess of US. Literature study and causal process tracing become research methodology applied in this paper. This paper argue that Indonesia does not take retaliation against US because Indonesia signed the MOU that US offered to end the FSPTCA trade dispute. This indicates that there is an asymmetric power between Indonesia and US as a face of capitalism in the world. Furthermore, this paper conclude early that, the strength of Indonesia's asymmetry to the US and some other preferences that make Indonesia does not take retaliation against US.
Papers by Achmad Ismail
Jurnal ISIP, 2018
Indonesia dan Korea Selatan sepakat menginisiasi pembicaraan perundingan IK-CEPA pada
2011 untuk ... more Indonesia dan Korea Selatan sepakat menginisiasi pembicaraan perundingan IK-CEPA pada
2011 untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi yang lebih komprehensif. Sayangnya,
pembicaraan perundingan ini terkendala dan tidak jelas nasibnya. Penelitian ini mencoba menelaah
penyebab kendala pembicaraan perundingan IK-CEPA. Beberapa penelitian terdahulu serupa
lainnya, membahas penurunan kerjasama perdagangan Indonesia-Korea dan IK-CEPA sebagai
salah satu solusinya, namun tetap terjadi kendala. Penelitian ini berusaha menjawab fenomena
tersebut melalui pendekatan behavioralisme, yang mana perilaku aktor dan interaksinya dapat
dijelaskan berdasarkan data-data statistik serta pernyataan resmi pemerintah Indonesia dan Korea.
Penelitian ini menggunakan metode causal process tracing yang menjadi metode pada penelitian
ini. Selanjutnya, penelitian ini berkesimpulan bahwa sikap pemerintah Indonesia dan Korea Selatan
dalam perundingan IK-CEPA berbanding lurus dengan statistik perdagangan antara Indonesia dan
Korea Selatan.
Insignia Journal of International Relations, 2019
Abstrak Perubahan konstelasi global memberikan dampak nyata dari segi aktor diplomasi ekonomi. Ji... more Abstrak Perubahan konstelasi global memberikan dampak nyata dari segi aktor diplomasi ekonomi. Jikalau dahulu hanya negara dan MNC yang saling berinteraksi, kini dunia internasional memasukan NGO dan IGO kedalam interaksi diplomasi ekonomi saat ini dengan perannya masing-masing. INFID sebagai NGO berperan penting terhadap aktor diplomasi ekonomi lainnya. Lebih lanjut, dalam diplomasi ekonomi transnasional memiliki spesialisasi dengan memasukan isu transnasional, aktor NGO dan IGO di dalamnya. Artikel ini lebih spesifik menelaah implementasi SDGs di Indonesia-isu pengentasan ketimpangan sosial sebagai isu transnasional menunjukkan tren meningkat di dunia, khususnya di Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus maupun studi pustaka. Di lain sisi, artikel ini pula berargumen bahwa INFID memiliki peran penting dalam diplomasi ekonomi transnasional Indonesia dengan cara memberikan peran aktif dengan berbagai cara dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah Indonesia maupun pada pertemuan PBB terkait implementasi SDGs poin pengentasan ketimpangan sosial. Pada kesimpulannya, isu pengentasan ketimpangan sosial menjadi isu transnasional yang semakin penting. Merespon isu tersebut, INFID sebagai NGO memiliki peran penting terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Indonesia sebagai bagian diplomasi ekonomi transnasionalnya. Kata kunci: NGO, pengurangan ketimpangan sosial, SDGs, diplomasi ekonomi transnasional Abstract Changes in the global constellation have a real impact in terms of economic diplomacy actors. If in the past only the state and MNC interacted with each other, now the international world has included NGOs and IGOs into the interaction of current economic diplomacy with their respective roles. INFID as an NGO plays an important role in other economic diplomacy actors. Furthermore, in transnational economic diplomacy has a specialization by including transnational issues, NGO and IGO actors in it. This article is more specific examine the implementation of SDGs in Indonesia-the issue of alleviating social inequality as a transnational issue shows an increasing trend in the world, especially in Indonesia. This article uses qualitative research methods with case study approach and literature studies. On the other hand, this article also argued that INFID has an important role in the Indonesia's transnational economic diplomacy by playing an active role in various ways in the Indonesian government's policy-making process as well as at UN meetings related to the implementation of the SDGs to reduce social inequality. In conclusion, the issue of alleviating social inequality has become an increasingly important transnational issue. Responding to the issue, INFID as an NGO has important role in the Indonesian government's policy making as part of its transnational economic diplomacy.
Jurnal Hubungan Internasional, 2018
This article argues that there are economic and political motives behind the response to the Rohi... more This article argues that there are economic and political motives behind the response to the Rohingya humanitarian crisis issue which
identified as a form of soft power rivalry penetrated by the United States (US) and China. Some previous articles examined the rivalries of the
two countries with a focus only on security and economic issues, but there are no articles discuss the rivalry of soft power between the two
countries. To examine, this article utilizes qualitative research methods with case study approaches and data collecting techniques with
literature studies. This article concludes the existence of gas and oil pipelines in Rakhine, Kyaukpyu port as a cross-trade route, the spread of
democratic values influenced by the US, and the issue of the Uighur Muslim crisis in Xinjiang are the economic and political national interest
wish to pursue through soft power rivalry of the two superpower countries.
Global: Jurnal Politik Internasional, 2019
Abstrak Setelah 3 tahun, tepatnya tahun 2018, Amerika Serikat meninjau kelayakan Indonesia dalam ... more Abstrak Setelah 3 tahun, tepatnya tahun 2018, Amerika Serikat meninjau kelayakan Indonesia dalam menerima fasilitas General System of Preference (GSP) Amerika Serikat. Menariknya adalah hasil dari tinjauan tersebut hingga saat ini belum terbit. Hal ini terjadi karena Amerika Serikat berasumsi bahwa Indonesia menerapkan beragam hambatan perdagangan dan investasi yang membawa dampak negatif bagi Amerika Serikat, salah satunya karena kebijakan aturan pembatasan impor produk hortikultura, pemberlakuan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan sebagainya. Lantas dengan kondisi saat ini, bagaimana kelayakan Indonesia jika ingin menerima fasilitas GSP. Oleh karenanya, artikel ini berargumen bahwa Indonesia tetap melakukan upaya-upaya untuk memastikan kelayakan Indonesia sebagai beneficiary country dengan cara memenuhi beberapa persyaratan GSP yang ditentukan oleh Amerika Serikat. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data yaitu studi pustaka serta wawancara. Artikel ini berkesimpulan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia dapat dijadikan sebagai bargaining power sekaligus memastikan kelayakan Indonesia dalam menerima fasilitas GSP Amerika Serikat.
Jurnal Asia Pacific Studies, 2019
Rapid action must be taken by countries to handle the 1998 Asian crisis, one of which is through ... more Rapid action must be taken by countries to handle the 1998 Asian crisis, one of which is through IMF loans, hopefully by promoting economic development. Unfortunately, IMF recipient countries must adjust the prescription of good governance ala IMF is identical to decentralization, as a result the power from the central government is distributed to the regional government. The presence of this prescription makes corruption still exist even more extends to the regional level. The article argues that the conditions of corruption in several Asian countries that receive IMF assistance still exist, even extending to the regional level where this is closely related to the IMF prescription which is identical to the concept of decentralization. This article focuses on several IMF recipient countries, namely Thailand, South Korea, the Philippines and especially Indonesia. This article uses a qualitative research method with a case study approach. In conclusion, the application of this concept, checks & balances must be further improved because power is distributed to the regional level so that corruption in the country becomes more resolved. Abstrak Tindakan cepat harus dilakukan oleh negara untuk mengatasi krisis Asia 1998, salah satunya dengan pinjaman IMF dengan harapan adanya promosi pembangunan ekonomi. Sayangnya negara penerima pinjaman IMF harus menyesuaikan preskripsi good governance ala IMF identik dengan desentralisasi, akibatnya kekuasaan dari pusat terdistribusikan ke daerah. Hadirnya preskripsi tersebut membuat korupsi masih tetap ada bahkan lebih meluas hingga ke tingkat daerah. Artikel berargumen bahwa kondisi korupsi di beberapa negara Asia penerima bantuan IMF masih tetap ada, bahkan meluas hingga ke tingkat daerah dimana hal ini erat kaitannya dengan preskripsi IMF yang identik dengan konsep desentralisasi. Artikel ini berfokus pada beberapa negara penerima bantuan IMF yaitu Thailand, Korea Selatan, Filipina dan khususnya Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pada kesimpulannya, penerapan konsep ini, check & balance harus lebih ditingkatkan karena kekuasaan terdistribusi ke tingkat daerah sehingga korupsi yang terjadi di negara tersebut menjadi lebih teratasi.
Book Reviews by Achmad Ismail
Indonesian Prespective, 2020
Judul Buku : Sanksi Ekonomi Tinjauan Politik
dan Diplomasi Internasional
Penulis : Mohamad Rosyid... more Judul Buku : Sanksi Ekonomi Tinjauan Politik
dan Diplomasi Internasional
Penulis : Mohamad Rosyidin & Elpeni
Fitrah
Penerbit : Pustaka Ilmu Group
Tahun terbit : 2016
ISBN : 978-602-6835-18-5
Jumlah halaman : 262 + xiv
Uploads
Conference Presentations by Achmad Ismail
Papers by Achmad Ismail
2011 untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi yang lebih komprehensif. Sayangnya,
pembicaraan perundingan ini terkendala dan tidak jelas nasibnya. Penelitian ini mencoba menelaah
penyebab kendala pembicaraan perundingan IK-CEPA. Beberapa penelitian terdahulu serupa
lainnya, membahas penurunan kerjasama perdagangan Indonesia-Korea dan IK-CEPA sebagai
salah satu solusinya, namun tetap terjadi kendala. Penelitian ini berusaha menjawab fenomena
tersebut melalui pendekatan behavioralisme, yang mana perilaku aktor dan interaksinya dapat
dijelaskan berdasarkan data-data statistik serta pernyataan resmi pemerintah Indonesia dan Korea.
Penelitian ini menggunakan metode causal process tracing yang menjadi metode pada penelitian
ini. Selanjutnya, penelitian ini berkesimpulan bahwa sikap pemerintah Indonesia dan Korea Selatan
dalam perundingan IK-CEPA berbanding lurus dengan statistik perdagangan antara Indonesia dan
Korea Selatan.
identified as a form of soft power rivalry penetrated by the United States (US) and China. Some previous articles examined the rivalries of the
two countries with a focus only on security and economic issues, but there are no articles discuss the rivalry of soft power between the two
countries. To examine, this article utilizes qualitative research methods with case study approaches and data collecting techniques with
literature studies. This article concludes the existence of gas and oil pipelines in Rakhine, Kyaukpyu port as a cross-trade route, the spread of
democratic values influenced by the US, and the issue of the Uighur Muslim crisis in Xinjiang are the economic and political national interest
wish to pursue through soft power rivalry of the two superpower countries.
Book Reviews by Achmad Ismail
dan Diplomasi Internasional
Penulis : Mohamad Rosyidin & Elpeni
Fitrah
Penerbit : Pustaka Ilmu Group
Tahun terbit : 2016
ISBN : 978-602-6835-18-5
Jumlah halaman : 262 + xiv
2011 untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi yang lebih komprehensif. Sayangnya,
pembicaraan perundingan ini terkendala dan tidak jelas nasibnya. Penelitian ini mencoba menelaah
penyebab kendala pembicaraan perundingan IK-CEPA. Beberapa penelitian terdahulu serupa
lainnya, membahas penurunan kerjasama perdagangan Indonesia-Korea dan IK-CEPA sebagai
salah satu solusinya, namun tetap terjadi kendala. Penelitian ini berusaha menjawab fenomena
tersebut melalui pendekatan behavioralisme, yang mana perilaku aktor dan interaksinya dapat
dijelaskan berdasarkan data-data statistik serta pernyataan resmi pemerintah Indonesia dan Korea.
Penelitian ini menggunakan metode causal process tracing yang menjadi metode pada penelitian
ini. Selanjutnya, penelitian ini berkesimpulan bahwa sikap pemerintah Indonesia dan Korea Selatan
dalam perundingan IK-CEPA berbanding lurus dengan statistik perdagangan antara Indonesia dan
Korea Selatan.
identified as a form of soft power rivalry penetrated by the United States (US) and China. Some previous articles examined the rivalries of the
two countries with a focus only on security and economic issues, but there are no articles discuss the rivalry of soft power between the two
countries. To examine, this article utilizes qualitative research methods with case study approaches and data collecting techniques with
literature studies. This article concludes the existence of gas and oil pipelines in Rakhine, Kyaukpyu port as a cross-trade route, the spread of
democratic values influenced by the US, and the issue of the Uighur Muslim crisis in Xinjiang are the economic and political national interest
wish to pursue through soft power rivalry of the two superpower countries.
dan Diplomasi Internasional
Penulis : Mohamad Rosyidin & Elpeni
Fitrah
Penerbit : Pustaka Ilmu Group
Tahun terbit : 2016
ISBN : 978-602-6835-18-5
Jumlah halaman : 262 + xiv