Sebagai peneliti di PKP2A III LAN sejak tahun 2013, dan telah mengikuti diklat peneliti pertama tahun 2013 dan diklat peneliti lanjutan tahun 2017 di Pusbindiklat Cibinong. Pendidikan tinggi ditempuh pada Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman pada tahun 1999, dan pendidikan Magister Manajemen pada tahun 2006. Telah menghasilkan sejumlah artikel dan karya tulis ilmiahpada sejumlah jurnal ilmiah yang berfokus pada bidang Administrasi Negara, pemerintahan kelembagaan, inovasi dan manajemen Sumber Daya Manusia. Phone: 081346645642 Address: Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
Indonesian Village Law No. 6/2014 mandates the village to be a self-governing community and local... more Indonesian Village Law No. 6/2014 mandates the village to be a self-governing community and local self-government. Based on the law, the village government conducts governmental administrative business, local development, fosters village society, and empowers local people. Organizational and human resource capacity become prerequesites to conduct the tasks. This paper aims to investigate any problems and possible solutions to strengthen village capacity in order to achieve the village's law vision. This research was conducted in Kutai Kartanegara (Kukar) Regency, Indonesia. It used a qualitative approach and the data were collected in several ways, i.e. focus group discussions, interviews, secondary data, and observations. The study showed that village governments have no authority to design their own organizations because the designs are prepared by central and local governments in detail. Moreover, the lack of competence among village government staff and financial dependency also makes village governments rely on
The era of information disclosure is characterized by increasingly sophisticated information tech... more The era of information disclosure is characterized by increasingly sophisticated information technology and well-educated society. That matter has implications for the demands of increasing the quality of public services managed by the government, amid the limitations of the budget, human resources, institutions, and governance. This research encourages the development of the state administration innovation system (SINAGARA) to leverage the performance of regional government. The ways can be taken is to establish an innovation implementation unit/task force where the Regional Research & Development Agency as the leading sector, provide incentives for tasks unit Innovators and innovator agents and encourage innovation-based budgeting. The importance of building a state administration innovation system (SINAGARA) for regional governments-by utilizing developing information technology-is an indicator of regional head and high leadership performance, and optimizing the role of regional government as the leading sector of development the state administration innovation system.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, 2008
ABSTRAK
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta ... more ABSTRAK
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta lndeks Syariah terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah (PNM Syariah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat inflasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah terhadap (peningkatan) kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) terhadap kinerja Reksa Dana Syariah selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007. Tujuan lainnya adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah indeks Syariah memiliki faktor dominan terhadap kinerja reksa dana Syariah tersebut. Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini. Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifikan. tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaik.an I% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya irllteks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; bi rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
ABSTRACT The Change of Inflation Rate and Exchange Rate and Free Risk Interest Rate and Syariah Index to Performance Syariah Mutual Fund (PNM Syariah). The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation rate, exchange rate, bi rate and Syariah Index to performance of Syariah mutual fund, over period January 2002 until Desember 2007. In addition, the purpose of this study is also to analysis and prove that Syariah Index have dominant factor to performance of Syariah mutual fund. The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model. Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by 10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.
Terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan pro ko... more Terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan pro kontra terkait pegawai honorer yang telah lama mengabdi tapi tak kunjung diangkat sebagai ASN. Desakan revisi UU ASN terus mencuat bahkan sampai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang telah merepresentasikan pengangkatan honorer dengan formasi khusus. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan honorer kategori 1 (K1) –berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara- Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 5 Tahun 2010- adalah tenaga honorer yang pembiayaan honornya dibiayai langsung oleh APBN/APBD yang bekerja terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005 secara terus menerus, dan berpeluang tinggi langsung diangkat menjadi PNS. Berbeda dengan honorer kategori 2 (K2) yang diangkat per 1 Januari 2005 tetapi tidak dibiayai oleh APBN/APBD, harus melalui tes seleksi CPNS, sedangkan honorer kategori 3 (K3)/ non kategori adalah tenaga honorer yang diangkat selepas kurun 2005-2008. (www.kaskus.co.id). Kelahiran PP 49/2018 ini mengakomodir penerimaan honorer tanpa seleksi CAT (Computer Assisted Test ) yang lazim ditempuh CPNS pada umumnya, sejak moratorium PNS dari honorer setelah pengangkatan sebanyak 900 ribu orang jalur K1 tahun 2005 dan 200 ribu dari jalur K2 pada tahun 2012. Sehingga total sudah hampir 1 juta atau 25 persen dari total PNS 4,3 juta orang (mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 056 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil). Saat ini jumlah eks tenaga honorer K2 yang terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebesar 438.590 orang. Hanya saja, eks tenaga honorer K2 yang memenuhi kualifikasi untuk mendaftar CPNS hanya 13.347 orang. Tahun ini pemerintah membuat lowongan CPNS sebanyak 238.015 kursi. Dari jumlah itu, 51.271 kursi untuk instansi pusat dan 186.744 kursi untuk instansi daerah
Jelang pemilihan presiden 2019 menjadi marak berita terkait kedua paslon. Masyarakat Anti Fitnah ... more Jelang pemilihan presiden 2019 menjadi marak berita terkait kedua paslon. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat penyebaran kabar bohong atau hoaks akan semakin meningkat jelang Pilpres 2019. Berdasarkan data Mafindo selama tiga bulan terakhir, hoaks politik paling banyak dibandingkan isu lainnya. Mafindo mencatat terdapat 230 hoaks yang terklarifikasi sebagai disinformasi selama periode Juli-September 2018. Rinciannya, hoaks pada Juli 2018 sebanyak 65 konten, Agustus 2018 sebanyak 79 konten, dan meningkat menjadi 107 konten pada September 2018. Sarana yang paling banyak digunakan untuk menyusun hoaks itu, yakni narasi dan foto (50,43%), narasi (26,96%), narasi dan video (14,78%), dan foto (4,35%). Dari jumlah tersebut, hoaks paling banyak disebarkan di Facebook (47,83%), Twitter (12,17%), Whatsapp (11,74%), dan Youtube (7,83%). (https://katadata.co.id/berita/2018/10/16/mafindo-catat-hoaks-politik-merajalela-jelang-pilpres-2019). Kembali pada kemampuan sebagai penyimak berita untuk melakukan check and re-check. Tidak hanya berharap publik pintar bermedia akan tetapi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sejatinya berperan sebagai perekat dan pemersatu bangsa, ASN dituntut mampu berseimbang dalam berinformasi.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengamanahkan bahwa untuk menjalankan
tugas dan fungsinya, se... more Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengamanahkan bahwa untuk menjalankan tugas dan fungsinya, seorang pegawai ASN harus memiliki kompetensi baik kompetensi teknis, manajerial juga sosial kultural. Kompetensi sosial kultural merupakan kompetensi baru dalam Undang-Undang ASN yang dapat diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Pada prakteknya sudah ada beberapa kebijakan yang mengakomodir pelaksanaan kompetensi sosial kultural. Salah satunya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan nama kompetensinya yaitu kompetensi kepekaan sosial. Meski memiliki perbedaan nama, namun secara substansi kompetensi sosial kultural dan kompetensi kepekaan sosial memiliki arti yang hampir sama. Penelitian ini telah mengidentifikasi potensi nilai-nilai sosial kultural yang ada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk dijadikan kompetensi sosial kultural serta menganalisis strategi pengembangan kompetensi sosial kultural di daerah. Menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui diskusi terbatas dan wawancara, diperoleh hasil analisis bahwa aspek historis, pluralis dan tantangan pembangunan daerah sangat mempengaruhi pembentukan nilai-nilai sosial kultural. Ada banyak nilai yang teridentifikasi, nilai-nilai tersebut kemudian diklasifikasikan secara spesifik dan general. Tujuannya agar dapat dibuat skala prioritas nilai-nilai apa saja yang dapat dijadikan kompetensi sosial kultural dan berlaku pada skala daerah/spesifik, mana pula nilai-nilai sosial kultural di daerah yang dapat diaplikasikan secara general/nasional. Terkait kebutuhan pengembangan, pada kedua lokus didapati bahwa tingkat kebutuhannya sangat tinggi akibat heterogenitas yang ada di kedua daerah tersebut. Untuk strategi pengembangannya, daerah berharap ada standar baku pelaksanaan sebagai parameter yang dapat diukur dalam rangka meningkatkan kompetensi aparatur negara
The Law of State Civil Apparatus mandates Civilian Personel to possess the competencies of technical, managerial, and socio-cultural in carrying out their duties and functions. Sociocultural is a new competence introduced in the Law of State Civil Apparatus that could be measured from work experience related to the society in terms of religion, ethnicity and culture in improving national vision. In practice, there were already policies to accommodate the implementation of socio-cultural competence. One of these policies was made by the Provincial Government of Jakarta, namely competence of social sensitivity. Although it has a different name, the competence of socio-cultural and the competence of social sensitivity have the same meaning in substance. This research has identified the potential for socio-cultural values that exist in the region of Aceh and North Sumatra to be indicated as socio-cultural competence, and then to do an analysistoward the development strategy of socio-cultural competence in the region. By using qualitative methodand data collection through focus group discussions and interviews, the results of analysis showed that the historical aspects, pluralist and challenges of regional development had greatly influenced the formation of socio-cultural values. There was a lot of value identified which then classified specifically and in general. The purpose was to made a priority scale of values that can be used as a socio-cultural competence in a scale of local/specific, which then can be applied generally or nationally. In relation to the needs of development, both locus show that the level of needs was very high due to the heterogeneity exists in both regions. For its development strategy, the regions expect standard implementation as a parameter to be measured in order to improve the competence of the civil apparatus.
The regional enterprise which is the local government company is wholly or mainly derived from se... more The regional enterprise which is the local government company is wholly or mainly derived from separated capital region. There are currently two mainstream paradigms (whose capital) in the management of regional enterprises. On one side, the region is one of the main instruments of Corporate Government in order to optimize local resources into investments that can increase revenue (profit) for regional own revenue. On the other side, the role of government as a public servant (public service) requires the regional enterprise not only for profit per se, but more expected to be a medium in order to carry out government functions and public services to accelerate the development process. Regional Enterprise Warehousing and Business Miscellaneous (PD PAU) Samarinda was originally formed to perform a warehousing arrangement spread into the region in the middle of town, but in the course of subsequent, PD PAU had disoriented businesses and financial crisis, making PD PAU verge of bankruptcy with some complexity issues. In order to save the business of PD PAU, several steps can be taken by the City Government of Samarinda to restructure the PD PAU, requiring policy measures for restructuring efforts, such as reformulation of business vision, management restructuring, verification of balance sheet, business relations expansion, and addition of new capital. ABSTRAK Perusahaan daerah (PD) adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari keka yaan daerah yang dipisahkan. Saat ini terdapat dua arus utama paradigma (mainstream) dalam pengelolaan PD, di satu sisi, PD merupakan salah satu instrumen pemerintah dalam rangka mengoptimalkan sumber daya lokal menjadi investasi yang dapat meningkatkan pemasukan (profit) bagi pendapatan asli daerah (PAD) setempat. Di sisi lain, peran pemerintah sebagai pelayan masyarakat (public service) menuntut agar PD tidak hanya mengejar profit semata, tetapi lebih diharapkan supaya menjadi medium pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan kepada publik dan mengakselerasi proses pembangunan. Perusahaan Daerah Pergudangan dan Aneka Usaha (PD PAU) Kota Samarinda, awalnya dibentuk untuk melakukan penataan pergudangan yang tersebar di tengah kota menjadi satu kawasan. Dalam perjalanan, PD PAU mengalami disorientasi bisnis dan krisis finansial sehingga menjadikan PD PAU diambang kebangkrutan dengan sejumlah kompleksitas permasalahan. Dalam rangka me-nyelamatkan bisnis PD PAU, langkah yang dapat dilakukan pemerintah Kota Samarinda adalah dengan melakukan penyehatan di tubuh PD PAU sehingga diperlukan langkah-langkah kebijakan penyehatan usaha, diantaranya adalah dengan merumuskan ulang visi bisnis, melakukan restrukturisasi manajemen pengelolaan, verifikasi neraca keuangan, membangun relasi bisnis, dan penambahan modal baru. Kata kunci: Perusahaan daerah (PD), Pergudangan dan aneka usaha, Penyehatan perusahaan, Pendapatan asli daerah (PAD), Bisnis
This study aims to determine the approaches used and the driving factors of the bureaucratic refo... more This study aims to determine the approaches used and the driving factors of the bureaucratic reforms implemented in Tanah Bumbu Regency. Direct data collection was conducted in March 2014. The in-depth interviews carried out to the main respondent: the public and the government, in order to obtain complete and balanced overview of the performance of local governments. In addition, the approach used is library research, by collecting/studying secondary data: books, journals, research results, proceedings, and other information that support this study. The results of this study showed that at the beginning of the reform, Regent of Tanah Bumbu implement a model of power-coercive known as " Ilahiyah Management " to encourage discipline of the apparatus. Leadership models of the new regent, just continue the model (Ilahiyah Management) with normative-re-educative approach: an attempt to maintain the system continues to run well, and be awork culture of the apparatus. Furthermore, another factor that drives the success of reforms in Tanah Bumbu is reformist leadership factors that focus on: Education, Health, and Infrastructure, known as Tri Dharma Development.
This study aims to describe the competence development of civil servants in East Kalimantan Provi... more This study aims to describe the competence development of civil servants in East Kalimantan Provincial Government based on Law Number 5 Year 2014 and the factors that influence it. With qualitative descriptive method, secondary data is collected through library research. Result of the research is the comparison of the personnel posture, senior officer ratio based on gender, and the accomodation of the local people which is still relatively small; Competence development is still considered to be the domain of BKD and has not become a priority of regional government needs based on regional content. Competency development is still constrained by the lack of budget and managerial staff, the existence of inconsistent central policies that can not be followed by the region. Assessment is recomended toward the competencies which is relevant and required for senior leader level in order to arrange developed standards of managerial and socio-cultural competence. Competence development is not only concerned with the priority of accomodating local people to be apparatus, but also the vision of regional development. Capacity building should be based on the agency's key strategic objectives and performance indicators. Dynamic leadership regeneration is needed as well as competency mapping with respect to gender sensitivity and priority of local people / regional content. Thus, innovative laboratories are required in each region to make change project of every high-level leader sustainable.
Sosio-kultural PNS dalam konteks kepekaan gender merupakan salah satu kompetensi yang harus dimil... more Sosio-kultural PNS dalam konteks kepekaan gender merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pegawai. Riset ini menjelaskan bagaimana pengembangan kompetensi sosiokultural ASN dalam perspektif gender pada pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Metode penelitian menggunakan desk riset secara kualitatif, dengan dua aspek indikator, yakni representasi gender pada jabatan struktural dan persepsi para pimpinan tinggi. This study used desk research qualitatively using two indicators, which were the gender representation on structural positions and the percaptions of the leaders Hasil kajian menunjukkan bahwa representasi perempuan pada jabatan struktural di kaltim secara umum masih rendah, dan representasi perempuan lebih tinggi pada wilayah perkotaan dibanding daerah Kabupaten, serta semakin tinggi level eselon, maka semakin rendah representasi gender. Persepsi para pimpinan tinggi menunjukkan bahwa tingkat urgensitas pengembangan kompetensi ASN dirasa sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan upaya pengembangan kompetensi terkait kepekaan gender. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum diklat PNS, melakukan perbaikan kelembagaan dan mekanisme seleksi dan promosi, melalui kebijakan dan regulasi dalam pengangkatan jabatan pimpinan tinggi, serta diseminasi perspektif gender secara kontinyu
Managing human resources personnel is one of the areas of change bureaucratic reform. Thereby imp... more Managing human resources personnel is one of the areas of change bureaucratic reform. Thereby improving the quality of civilian state apparatus becomes the main focus in structuring human resource roadmap. The problems identified in the capacity building of the state civil servants apparatus world class include the need for socio-cultural competence on the state civil apparatus, in particular acting as a high chief or the decision maker in each organization unit. Policy analysis is trying to formulate the dimensions of socio-cultural competence of personnel, which dielborasi of a series of panel discussions with experts, in order to form leaders of character dynamic, adaptive and acceptable in the administration of public services and governmental affairs. Where the results of the discourse can be seen that the formulation of job competency standards can be done through several aspects; (1) Categorizing the level of competency based on relevance. (2) Preparation of standards of competence should consider the development vision of the head of government. (3) The competency standards prepared by considering the purpose of implementation, the executing agency, strength of character, competence, environment and culture, community, quality of service, mental revolution, integration competency standards with ASN management, intelligence and balance. ABSTRAK Penataan sumber daya manusia aparatur merupakan salah satu dari area perubahan reformasi birokrasi. Karenanya upaya peningkatan kualitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi fokus utama dalam roadmap penataan SDM aparatur. Problematika yang teridentifikasi dalam peningkatan kapasitas pegawai ASN berkelas dunia diantaranya adalah perlunya kompetensi sosio kultural pada ASN, khususnya pemangku jabatan pimpinan tinggi sebagai pengambil kebijakan dalam unit organisasinya masing-masing. Analisis kebijakan ini mencoba merumuskan formulasi kompetensi sosio kultural aparatur, yang dielaborasi dari serangkaian
This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance... more This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance of the organization, a case study on the public authorities and the Center for the Study of Education and Training Aparatus III National Institute Public Administration Samarinda. In the previous study Muhammad Abdiaziz Sidow and Ali Yassin Sheikh Ali in 2014 has been researching the three dimensions of organizational innovation that administrative innovaton, technological innovation and strategies innovation, and the effect of its application to the performance of the organization. The research instrument was tested using Cronbach's alpha to test the reliability and consistency of the answer, while the descriptive is used to describe the characteristics of the respondents, and correlation analysis (regression) to examine the relationship between variables and hypotheses.By using cross sectional, data collection was conducted against 41 employees PKP2A III LAN in Samarinda, East Kalimantan province. Data collection was conducted in November 2014 and were analyzed using SPSS version 21. The results showed that technological innovation has the most important influence on organizational performance (β=0.348, α = 0.863), followed by administrative innovation (β=0.326, α = 0.879), then innovation strategy (β=0.318, α = 0.834). Therefore, a need for such an organization to believe that these factors need to be increased in order to improve organizational performance in the future.
Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara di P... more Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 serta faktor yang mempengaruhinya. Dengan metode deskriptif kualitatif, data sekunder dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan. Hasil penelitian adalah perbandingan antara postur kepegawaian, rasio Pimpinan Tinggi (pimti) berdasar gender, dan akomodir putra daerah yang masih tergolong kecil; layanan publik menunjukkan inovasi pelayanan publik telah berjalan dengan lebih baik ditandai dengan reformasi pada sistem pelayanan publik. Pengembangan kompetensi masih dianggap menjadi ranah BKD dan belum menjadi prioritas kebutuhan pemerintah daerah berbasis regional content, pengembangan kompetensi masih terkendala dengan minimnya anggaran dan tenaga pengelola, adanya kebijakan pusat yang inkonsisten yang tidak mampu diikuti oleh daerah. Direkomendasikan assesment terhadap kompetensi yang dianggap relevan dan dibutuhkan oleh pimti, untuk selanjutnya disusun standar kompetensi manajerial dan sosio kultural. Pengembangan kompetensi tidak hanya memperhatikan prioritas putra daerah, juga visi pengembangan daerah. Penguatan kapasitas sebaiknya didasarkan pada sasaran strategis dan indikator kinerja utama instansi. Perlu dilakukan regenerasi kepemimpinan yang dinamis, pemetaan kompetensi dengan memperhatikan kepekaan gender dan prioritas putra daerah/regional content secara tepat sasaran. Perlu dibuat laboratorium inovasi di setiap daerah sebagai proyek perubahan berkelanjutan setiap pimpinan tinggi di unit kerjanya.
This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance... more This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance of the organization, a case study on the public authorities and the Center for the Study of Education and Training Aparatus III National Institute Public Administration Samarinda. In the previous study Muhammad Abdiaziz Sidow and Ali Yassin Sheikh Ali in 2014 has been researching the three dimensions of organizational innovation that administrative innovaton, technological innovation and strategies innovation, and the effect of its application to the performance of the organization. The research instrument was tested using Cronbach's alpha to test the reliability and consistency of the answer, while the descriptive is used to describe the characteristics of the respondents, and correlation analysis (regression) to examine the relationship between variables and hypotheses.By using cross sectional, data collection was conducted against 41 employees PKP2A III LAN in Samarinda, East Kalimantan province. Data collection was conducted in November 2014 and were analyzed using SPSS version 21. The results showed that technological innovation has the most important influence on organizational performance (β=0.348, α = 0.863), followed by administrative innovation (β=0.326, α = 0.879), then innovation strategy (β=0.318, α = 0.834). Therefore, a need for such an organization to believe that these factors need to be increased in order to improve organizational performance in the future.
Akhir kata, Kartini yang –saat ini- baru dapat dimaknai anak-anak kita dengan kebaya batik dan sa... more Akhir kata, Kartini yang –saat ini- baru dapat dimaknai anak-anak kita dengan kebaya batik dan sanggulnya, memanggil kita untuk melanjutkan juang literasinya. dengan menemani anak-anak kita ke perpustakaan meminjam buku-buku cerdas, membelikannya buku-buku untuk menumbuhkembangkan minat membacanya, atau menambah anggaran belanja keluarga untuk para bapak buat keluarga terutama buat ibu sebagai madrasah pertama, guru pertama anak-anak. Bagi para pemegang kebijakan membuat inovasi gerakan membaca massal dan berkelanjutan di sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat atau membuat gerakan mengurangi menonton TV dan meminimalisir penggunaan gadget. Dan sejatinya semua itu, dapat dimulai dari diri kita sendiri, mulai saat ini dan dari hal terkecil yang dapat kita lakukan untuk memulainya. Salam literasi!
Indonesian Village Law No. 6/2014 mandates the village to be a self-governing community and local... more Indonesian Village Law No. 6/2014 mandates the village to be a self-governing community and local self-government. Based on the law, the village government conducts governmental administrative business, local development, fosters village society, and empowers local people. Organizational and human resource capacity become prerequesites to conduct the tasks. This paper aims to investigate any problems and possible solutions to strengthen village capacity in order to achieve the village's law vision. This research was conducted in Kutai Kartanegara (Kukar) Regency, Indonesia. It used a qualitative approach and the data were collected in several ways, i.e. focus group discussions, interviews, secondary data, and observations. The study showed that village governments have no authority to design their own organizations because the designs are prepared by central and local governments in detail. Moreover, the lack of competence among village government staff and financial dependency also makes village governments rely on
The era of information disclosure is characterized by increasingly sophisticated information tech... more The era of information disclosure is characterized by increasingly sophisticated information technology and well-educated society. That matter has implications for the demands of increasing the quality of public services managed by the government, amid the limitations of the budget, human resources, institutions, and governance. This research encourages the development of the state administration innovation system (SINAGARA) to leverage the performance of regional government. The ways can be taken is to establish an innovation implementation unit/task force where the Regional Research & Development Agency as the leading sector, provide incentives for tasks unit Innovators and innovator agents and encourage innovation-based budgeting. The importance of building a state administration innovation system (SINAGARA) for regional governments-by utilizing developing information technology-is an indicator of regional head and high leadership performance, and optimizing the role of regional government as the leading sector of development the state administration innovation system.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, 2008
ABSTRAK
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta ... more ABSTRAK
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta lndeks Syariah terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah (PNM Syariah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat inflasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah terhadap (peningkatan) kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) terhadap kinerja Reksa Dana Syariah selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007. Tujuan lainnya adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah indeks Syariah memiliki faktor dominan terhadap kinerja reksa dana Syariah tersebut. Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini. Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifikan. tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaik.an I% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya irllteks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; bi rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
ABSTRACT The Change of Inflation Rate and Exchange Rate and Free Risk Interest Rate and Syariah Index to Performance Syariah Mutual Fund (PNM Syariah). The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation rate, exchange rate, bi rate and Syariah Index to performance of Syariah mutual fund, over period January 2002 until Desember 2007. In addition, the purpose of this study is also to analysis and prove that Syariah Index have dominant factor to performance of Syariah mutual fund. The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model. Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by 10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.
Terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan pro ko... more Terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan pro kontra terkait pegawai honorer yang telah lama mengabdi tapi tak kunjung diangkat sebagai ASN. Desakan revisi UU ASN terus mencuat bahkan sampai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang telah merepresentasikan pengangkatan honorer dengan formasi khusus. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan honorer kategori 1 (K1) –berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara- Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) Nomor 5 Tahun 2010- adalah tenaga honorer yang pembiayaan honornya dibiayai langsung oleh APBN/APBD yang bekerja terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005 secara terus menerus, dan berpeluang tinggi langsung diangkat menjadi PNS. Berbeda dengan honorer kategori 2 (K2) yang diangkat per 1 Januari 2005 tetapi tidak dibiayai oleh APBN/APBD, harus melalui tes seleksi CPNS, sedangkan honorer kategori 3 (K3)/ non kategori adalah tenaga honorer yang diangkat selepas kurun 2005-2008. (www.kaskus.co.id). Kelahiran PP 49/2018 ini mengakomodir penerimaan honorer tanpa seleksi CAT (Computer Assisted Test ) yang lazim ditempuh CPNS pada umumnya, sejak moratorium PNS dari honorer setelah pengangkatan sebanyak 900 ribu orang jalur K1 tahun 2005 dan 200 ribu dari jalur K2 pada tahun 2012. Sehingga total sudah hampir 1 juta atau 25 persen dari total PNS 4,3 juta orang (mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 056 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil). Saat ini jumlah eks tenaga honorer K2 yang terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebesar 438.590 orang. Hanya saja, eks tenaga honorer K2 yang memenuhi kualifikasi untuk mendaftar CPNS hanya 13.347 orang. Tahun ini pemerintah membuat lowongan CPNS sebanyak 238.015 kursi. Dari jumlah itu, 51.271 kursi untuk instansi pusat dan 186.744 kursi untuk instansi daerah
Jelang pemilihan presiden 2019 menjadi marak berita terkait kedua paslon. Masyarakat Anti Fitnah ... more Jelang pemilihan presiden 2019 menjadi marak berita terkait kedua paslon. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat penyebaran kabar bohong atau hoaks akan semakin meningkat jelang Pilpres 2019. Berdasarkan data Mafindo selama tiga bulan terakhir, hoaks politik paling banyak dibandingkan isu lainnya. Mafindo mencatat terdapat 230 hoaks yang terklarifikasi sebagai disinformasi selama periode Juli-September 2018. Rinciannya, hoaks pada Juli 2018 sebanyak 65 konten, Agustus 2018 sebanyak 79 konten, dan meningkat menjadi 107 konten pada September 2018. Sarana yang paling banyak digunakan untuk menyusun hoaks itu, yakni narasi dan foto (50,43%), narasi (26,96%), narasi dan video (14,78%), dan foto (4,35%). Dari jumlah tersebut, hoaks paling banyak disebarkan di Facebook (47,83%), Twitter (12,17%), Whatsapp (11,74%), dan Youtube (7,83%). (https://katadata.co.id/berita/2018/10/16/mafindo-catat-hoaks-politik-merajalela-jelang-pilpres-2019). Kembali pada kemampuan sebagai penyimak berita untuk melakukan check and re-check. Tidak hanya berharap publik pintar bermedia akan tetapi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sejatinya berperan sebagai perekat dan pemersatu bangsa, ASN dituntut mampu berseimbang dalam berinformasi.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengamanahkan bahwa untuk menjalankan
tugas dan fungsinya, se... more Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengamanahkan bahwa untuk menjalankan tugas dan fungsinya, seorang pegawai ASN harus memiliki kompetensi baik kompetensi teknis, manajerial juga sosial kultural. Kompetensi sosial kultural merupakan kompetensi baru dalam Undang-Undang ASN yang dapat diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Pada prakteknya sudah ada beberapa kebijakan yang mengakomodir pelaksanaan kompetensi sosial kultural. Salah satunya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan nama kompetensinya yaitu kompetensi kepekaan sosial. Meski memiliki perbedaan nama, namun secara substansi kompetensi sosial kultural dan kompetensi kepekaan sosial memiliki arti yang hampir sama. Penelitian ini telah mengidentifikasi potensi nilai-nilai sosial kultural yang ada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk dijadikan kompetensi sosial kultural serta menganalisis strategi pengembangan kompetensi sosial kultural di daerah. Menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui diskusi terbatas dan wawancara, diperoleh hasil analisis bahwa aspek historis, pluralis dan tantangan pembangunan daerah sangat mempengaruhi pembentukan nilai-nilai sosial kultural. Ada banyak nilai yang teridentifikasi, nilai-nilai tersebut kemudian diklasifikasikan secara spesifik dan general. Tujuannya agar dapat dibuat skala prioritas nilai-nilai apa saja yang dapat dijadikan kompetensi sosial kultural dan berlaku pada skala daerah/spesifik, mana pula nilai-nilai sosial kultural di daerah yang dapat diaplikasikan secara general/nasional. Terkait kebutuhan pengembangan, pada kedua lokus didapati bahwa tingkat kebutuhannya sangat tinggi akibat heterogenitas yang ada di kedua daerah tersebut. Untuk strategi pengembangannya, daerah berharap ada standar baku pelaksanaan sebagai parameter yang dapat diukur dalam rangka meningkatkan kompetensi aparatur negara
The Law of State Civil Apparatus mandates Civilian Personel to possess the competencies of technical, managerial, and socio-cultural in carrying out their duties and functions. Sociocultural is a new competence introduced in the Law of State Civil Apparatus that could be measured from work experience related to the society in terms of religion, ethnicity and culture in improving national vision. In practice, there were already policies to accommodate the implementation of socio-cultural competence. One of these policies was made by the Provincial Government of Jakarta, namely competence of social sensitivity. Although it has a different name, the competence of socio-cultural and the competence of social sensitivity have the same meaning in substance. This research has identified the potential for socio-cultural values that exist in the region of Aceh and North Sumatra to be indicated as socio-cultural competence, and then to do an analysistoward the development strategy of socio-cultural competence in the region. By using qualitative methodand data collection through focus group discussions and interviews, the results of analysis showed that the historical aspects, pluralist and challenges of regional development had greatly influenced the formation of socio-cultural values. There was a lot of value identified which then classified specifically and in general. The purpose was to made a priority scale of values that can be used as a socio-cultural competence in a scale of local/specific, which then can be applied generally or nationally. In relation to the needs of development, both locus show that the level of needs was very high due to the heterogeneity exists in both regions. For its development strategy, the regions expect standard implementation as a parameter to be measured in order to improve the competence of the civil apparatus.
The regional enterprise which is the local government company is wholly or mainly derived from se... more The regional enterprise which is the local government company is wholly or mainly derived from separated capital region. There are currently two mainstream paradigms (whose capital) in the management of regional enterprises. On one side, the region is one of the main instruments of Corporate Government in order to optimize local resources into investments that can increase revenue (profit) for regional own revenue. On the other side, the role of government as a public servant (public service) requires the regional enterprise not only for profit per se, but more expected to be a medium in order to carry out government functions and public services to accelerate the development process. Regional Enterprise Warehousing and Business Miscellaneous (PD PAU) Samarinda was originally formed to perform a warehousing arrangement spread into the region in the middle of town, but in the course of subsequent, PD PAU had disoriented businesses and financial crisis, making PD PAU verge of bankruptcy with some complexity issues. In order to save the business of PD PAU, several steps can be taken by the City Government of Samarinda to restructure the PD PAU, requiring policy measures for restructuring efforts, such as reformulation of business vision, management restructuring, verification of balance sheet, business relations expansion, and addition of new capital. ABSTRAK Perusahaan daerah (PD) adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari keka yaan daerah yang dipisahkan. Saat ini terdapat dua arus utama paradigma (mainstream) dalam pengelolaan PD, di satu sisi, PD merupakan salah satu instrumen pemerintah dalam rangka mengoptimalkan sumber daya lokal menjadi investasi yang dapat meningkatkan pemasukan (profit) bagi pendapatan asli daerah (PAD) setempat. Di sisi lain, peran pemerintah sebagai pelayan masyarakat (public service) menuntut agar PD tidak hanya mengejar profit semata, tetapi lebih diharapkan supaya menjadi medium pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan kepada publik dan mengakselerasi proses pembangunan. Perusahaan Daerah Pergudangan dan Aneka Usaha (PD PAU) Kota Samarinda, awalnya dibentuk untuk melakukan penataan pergudangan yang tersebar di tengah kota menjadi satu kawasan. Dalam perjalanan, PD PAU mengalami disorientasi bisnis dan krisis finansial sehingga menjadikan PD PAU diambang kebangkrutan dengan sejumlah kompleksitas permasalahan. Dalam rangka me-nyelamatkan bisnis PD PAU, langkah yang dapat dilakukan pemerintah Kota Samarinda adalah dengan melakukan penyehatan di tubuh PD PAU sehingga diperlukan langkah-langkah kebijakan penyehatan usaha, diantaranya adalah dengan merumuskan ulang visi bisnis, melakukan restrukturisasi manajemen pengelolaan, verifikasi neraca keuangan, membangun relasi bisnis, dan penambahan modal baru. Kata kunci: Perusahaan daerah (PD), Pergudangan dan aneka usaha, Penyehatan perusahaan, Pendapatan asli daerah (PAD), Bisnis
This study aims to determine the approaches used and the driving factors of the bureaucratic refo... more This study aims to determine the approaches used and the driving factors of the bureaucratic reforms implemented in Tanah Bumbu Regency. Direct data collection was conducted in March 2014. The in-depth interviews carried out to the main respondent: the public and the government, in order to obtain complete and balanced overview of the performance of local governments. In addition, the approach used is library research, by collecting/studying secondary data: books, journals, research results, proceedings, and other information that support this study. The results of this study showed that at the beginning of the reform, Regent of Tanah Bumbu implement a model of power-coercive known as " Ilahiyah Management " to encourage discipline of the apparatus. Leadership models of the new regent, just continue the model (Ilahiyah Management) with normative-re-educative approach: an attempt to maintain the system continues to run well, and be awork culture of the apparatus. Furthermore, another factor that drives the success of reforms in Tanah Bumbu is reformist leadership factors that focus on: Education, Health, and Infrastructure, known as Tri Dharma Development.
This study aims to describe the competence development of civil servants in East Kalimantan Provi... more This study aims to describe the competence development of civil servants in East Kalimantan Provincial Government based on Law Number 5 Year 2014 and the factors that influence it. With qualitative descriptive method, secondary data is collected through library research. Result of the research is the comparison of the personnel posture, senior officer ratio based on gender, and the accomodation of the local people which is still relatively small; Competence development is still considered to be the domain of BKD and has not become a priority of regional government needs based on regional content. Competency development is still constrained by the lack of budget and managerial staff, the existence of inconsistent central policies that can not be followed by the region. Assessment is recomended toward the competencies which is relevant and required for senior leader level in order to arrange developed standards of managerial and socio-cultural competence. Competence development is not only concerned with the priority of accomodating local people to be apparatus, but also the vision of regional development. Capacity building should be based on the agency's key strategic objectives and performance indicators. Dynamic leadership regeneration is needed as well as competency mapping with respect to gender sensitivity and priority of local people / regional content. Thus, innovative laboratories are required in each region to make change project of every high-level leader sustainable.
Sosio-kultural PNS dalam konteks kepekaan gender merupakan salah satu kompetensi yang harus dimil... more Sosio-kultural PNS dalam konteks kepekaan gender merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pegawai. Riset ini menjelaskan bagaimana pengembangan kompetensi sosiokultural ASN dalam perspektif gender pada pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Metode penelitian menggunakan desk riset secara kualitatif, dengan dua aspek indikator, yakni representasi gender pada jabatan struktural dan persepsi para pimpinan tinggi. This study used desk research qualitatively using two indicators, which were the gender representation on structural positions and the percaptions of the leaders Hasil kajian menunjukkan bahwa representasi perempuan pada jabatan struktural di kaltim secara umum masih rendah, dan representasi perempuan lebih tinggi pada wilayah perkotaan dibanding daerah Kabupaten, serta semakin tinggi level eselon, maka semakin rendah representasi gender. Persepsi para pimpinan tinggi menunjukkan bahwa tingkat urgensitas pengembangan kompetensi ASN dirasa sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan upaya pengembangan kompetensi terkait kepekaan gender. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum diklat PNS, melakukan perbaikan kelembagaan dan mekanisme seleksi dan promosi, melalui kebijakan dan regulasi dalam pengangkatan jabatan pimpinan tinggi, serta diseminasi perspektif gender secara kontinyu
Managing human resources personnel is one of the areas of change bureaucratic reform. Thereby imp... more Managing human resources personnel is one of the areas of change bureaucratic reform. Thereby improving the quality of civilian state apparatus becomes the main focus in structuring human resource roadmap. The problems identified in the capacity building of the state civil servants apparatus world class include the need for socio-cultural competence on the state civil apparatus, in particular acting as a high chief or the decision maker in each organization unit. Policy analysis is trying to formulate the dimensions of socio-cultural competence of personnel, which dielborasi of a series of panel discussions with experts, in order to form leaders of character dynamic, adaptive and acceptable in the administration of public services and governmental affairs. Where the results of the discourse can be seen that the formulation of job competency standards can be done through several aspects; (1) Categorizing the level of competency based on relevance. (2) Preparation of standards of competence should consider the development vision of the head of government. (3) The competency standards prepared by considering the purpose of implementation, the executing agency, strength of character, competence, environment and culture, community, quality of service, mental revolution, integration competency standards with ASN management, intelligence and balance. ABSTRAK Penataan sumber daya manusia aparatur merupakan salah satu dari area perubahan reformasi birokrasi. Karenanya upaya peningkatan kualitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi fokus utama dalam roadmap penataan SDM aparatur. Problematika yang teridentifikasi dalam peningkatan kapasitas pegawai ASN berkelas dunia diantaranya adalah perlunya kompetensi sosio kultural pada ASN, khususnya pemangku jabatan pimpinan tinggi sebagai pengambil kebijakan dalam unit organisasinya masing-masing. Analisis kebijakan ini mencoba merumuskan formulasi kompetensi sosio kultural aparatur, yang dielaborasi dari serangkaian
This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance... more This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance of the organization, a case study on the public authorities and the Center for the Study of Education and Training Aparatus III National Institute Public Administration Samarinda. In the previous study Muhammad Abdiaziz Sidow and Ali Yassin Sheikh Ali in 2014 has been researching the three dimensions of organizational innovation that administrative innovaton, technological innovation and strategies innovation, and the effect of its application to the performance of the organization. The research instrument was tested using Cronbach's alpha to test the reliability and consistency of the answer, while the descriptive is used to describe the characteristics of the respondents, and correlation analysis (regression) to examine the relationship between variables and hypotheses.By using cross sectional, data collection was conducted against 41 employees PKP2A III LAN in Samarinda, East Kalimantan province. Data collection was conducted in November 2014 and were analyzed using SPSS version 21. The results showed that technological innovation has the most important influence on organizational performance (β=0.348, α = 0.863), followed by administrative innovation (β=0.326, α = 0.879), then innovation strategy (β=0.318, α = 0.834). Therefore, a need for such an organization to believe that these factors need to be increased in order to improve organizational performance in the future.
Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara di P... more Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 serta faktor yang mempengaruhinya. Dengan metode deskriptif kualitatif, data sekunder dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan. Hasil penelitian adalah perbandingan antara postur kepegawaian, rasio Pimpinan Tinggi (pimti) berdasar gender, dan akomodir putra daerah yang masih tergolong kecil; layanan publik menunjukkan inovasi pelayanan publik telah berjalan dengan lebih baik ditandai dengan reformasi pada sistem pelayanan publik. Pengembangan kompetensi masih dianggap menjadi ranah BKD dan belum menjadi prioritas kebutuhan pemerintah daerah berbasis regional content, pengembangan kompetensi masih terkendala dengan minimnya anggaran dan tenaga pengelola, adanya kebijakan pusat yang inkonsisten yang tidak mampu diikuti oleh daerah. Direkomendasikan assesment terhadap kompetensi yang dianggap relevan dan dibutuhkan oleh pimti, untuk selanjutnya disusun standar kompetensi manajerial dan sosio kultural. Pengembangan kompetensi tidak hanya memperhatikan prioritas putra daerah, juga visi pengembangan daerah. Penguatan kapasitas sebaiknya didasarkan pada sasaran strategis dan indikator kinerja utama instansi. Perlu dilakukan regenerasi kepemimpinan yang dinamis, pemetaan kompetensi dengan memperhatikan kepekaan gender dan prioritas putra daerah/regional content secara tepat sasaran. Perlu dibuat laboratorium inovasi di setiap daerah sebagai proyek perubahan berkelanjutan setiap pimpinan tinggi di unit kerjanya.
This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance... more This study describes and analyzes about influence of organizational innovation to the performance of the organization, a case study on the public authorities and the Center for the Study of Education and Training Aparatus III National Institute Public Administration Samarinda. In the previous study Muhammad Abdiaziz Sidow and Ali Yassin Sheikh Ali in 2014 has been researching the three dimensions of organizational innovation that administrative innovaton, technological innovation and strategies innovation, and the effect of its application to the performance of the organization. The research instrument was tested using Cronbach's alpha to test the reliability and consistency of the answer, while the descriptive is used to describe the characteristics of the respondents, and correlation analysis (regression) to examine the relationship between variables and hypotheses.By using cross sectional, data collection was conducted against 41 employees PKP2A III LAN in Samarinda, East Kalimantan province. Data collection was conducted in November 2014 and were analyzed using SPSS version 21. The results showed that technological innovation has the most important influence on organizational performance (β=0.348, α = 0.863), followed by administrative innovation (β=0.326, α = 0.879), then innovation strategy (β=0.318, α = 0.834). Therefore, a need for such an organization to believe that these factors need to be increased in order to improve organizational performance in the future.
Akhir kata, Kartini yang –saat ini- baru dapat dimaknai anak-anak kita dengan kebaya batik dan sa... more Akhir kata, Kartini yang –saat ini- baru dapat dimaknai anak-anak kita dengan kebaya batik dan sanggulnya, memanggil kita untuk melanjutkan juang literasinya. dengan menemani anak-anak kita ke perpustakaan meminjam buku-buku cerdas, membelikannya buku-buku untuk menumbuhkembangkan minat membacanya, atau menambah anggaran belanja keluarga untuk para bapak buat keluarga terutama buat ibu sebagai madrasah pertama, guru pertama anak-anak. Bagi para pemegang kebijakan membuat inovasi gerakan membaca massal dan berkelanjutan di sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat atau membuat gerakan mengurangi menonton TV dan meminimalisir penggunaan gadget. Dan sejatinya semua itu, dapat dimulai dari diri kita sendiri, mulai saat ini dan dari hal terkecil yang dapat kita lakukan untuk memulainya. Salam literasi!
Pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi Aparatur Sipil Negara
(ASN) merupakan bagian dari manajeme... more Pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan bagian dari manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk meningkatkan kompetensi aparatur di lingkungan instansi pemerintah. Sejak pertama kali masuk dalam organisasi pemerintah, calon PNS dididik dalam Pelatihan Dasar CPNS untuk mengenalkan dunia organisasi sektor publik kepada peserta didik. Selanjutnya, setelah menjadi ASN berbagai upaya meningkatkan kompetensi juga dilakukan melalui berbagai diklat teknis maupun fungsional. Sedangkan khusus untuk ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi dan Jabatan Administrasi dalam organisasi pemerintah dilakukan Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) untuk mempersiapkan mereka menduduki jabatan-jabatan manajerial. Pelaksanaan diklat diharapkan dapat memberikan perubahan tidak hanya bagi aparatur tetapi juga bagi organisasi tempat aparatur bekerja. Lebih dari itu, pelaksanaan diklat bagi ASN diharapkan bisa memberikan nilai tambah (added value) bagi organisasi yang muaranya adalah meningkatkan kinerja organisasi dan pelayanan publik. Dalam dunia pendidikan, ukuran nilai tambah digunakan untuk melihat keberhasilan lembaga pendidikan dalam melakukan perubahan yang bisa diprediksi terhadap peserta didik dari kondisi sebelumnya (Hill, dalam Downes & Vindurampulle, 2007:3). Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memiliki salah satu fungsi yaitu penyelenggaraan diklat kompetensi manajerial Pegawai ASN baik secara sendiri maupun bersama-sama lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya. Dalam Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2017 tentang manajemen Pegawai Negeri Sipil terkait pengembangan ASN, dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 butir 31 disebutkan bahwa Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan. Executive Summary vi Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, PKP2A III LAN menyelenggarakan salah satu fungsinya yaitu Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan, Kepemimpinan, Teknis, dan Fungsional. Sejak 2014 hingga 2016, PKP2A III LAN, telah menyelenggarakan Diklatpim Tingkat II, III, dan IV yang masing-masing ditujukan untuk ASN yang akan atau sudah menduduki jabatan manajerial yaitu Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (Esselon II), Jabatan Administrator (Esselon III) dan Jabatan Pengawas (Esselon IV). Diklatpim tersebut diselenggarakan dengan menggunakan diklatpim pola baru yaitu berdasarkan Peraturan Kepala LAN No. 18, 19, dan 20 tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, III, IV. Untuk mengetahui seberapa besar kemanfaatan diklatpim yang telah diselenggarakan oleh PKP2A III LAN maka perlu dilakukan pemetaan keberhasilan diklatpim melalui penelusuran (tracer study) terhadap para alumni yang sudah kembali bekerja di instansinya masing-masing serta berbagai permasalahan yang mungkin terjadi pasca diklatpim. Diklatpim merupakan kewajiban bagi para Pejabat Pimpinan Tinggi di instansi pemerintah dan PKP2A III LAN sebagai bagian dari LAN merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan Diklatpim. Oleh karena itu, evaluasi ini merupakan bagian dari upaya penguatan dan perbaikan penyelenggaraan diklatpim khususnya pada fase pelaksanaan evaluasi pasca diklat. Secara lebih rinci, kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa hal, yaitu: 1. Untuk mengetahui kontinuitas Proyek perubahan alumni PKP2A III LAN. 2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan proyek perubahan alumni PKP2A III LAN. 3. Untuk mengetahui dampak diklatpim terhadap peningkatan performance alumni PKP2A III LAN. Untuk mendiskripsikan Kemanfaatan Proyek perubahan diklatpim yang telah dilakukan oleh alumni PKP2A III LAN bagi unit organisasi tempat alumni bekerja dan stakeholder. vii Kajian ini merupakankajiandeskriptifdenganmenggunakan teknis analisis kualitatif. Analisis data dilakukan dengan memadukan antara data survey dan data lapanganyang menjelaskan keberlanjutan proyek perubahan pasca Diklatpim II, III, dan IV pada PKP2A III LAN. Objek penelitian ini adalah seluruh alumni diklatpim II, III, IV pada PKP2A III LAN dari tahun 2014-2016. Lokus penelitian ini secara umum adalah semua Provinsi/Kabupaten/Kota di mana alumni diklatpim yang diselenggarakan PKP2A III LAN bekerja. Untuk menjangkau seluruh alumni tersebut dibantu dengan instrumen kuisioner yang dikirimkan ke seluruh alumni diklatpim. Adapun secara khusus lokus pengumpulan data dengan penelitian lapangan di wilayah Kalimantan yang dipilih berdasarkan ketersediaan jumlah alumni yang mewakili Diklatpim II, III dan IV, yaitu Provinsi Kalimantan Timur (Prov. Kaltim, Kota Balikpapan, Kabupaten Berau), Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Nunukan) dan Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya). Kajian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan tertentu agar dalam penyajiannya tidak terlalu melebar, dan dapat lebih fokus terhadap apa yang dikaji. Ruang lingkup kajian ini difokuskan pada Alumni Diklatpim II, III, dan IV PKP2A III LAN dari tahun 2014-2016 yang menggunakan diklat pola baru. Adapun pembatasan analisis difokuskan pada kontinuitas dan kemanfaatan proyek perubahan serta performance alumni pasca diklatpim II, III, IV. Pembatasan analisis ini relatif sesuai dengan tingkatan evaluasi Kirkpatrick tahap 3 dan 4 yang berguna untuk menghasilkan informasi yang berfokus pada dampak pelatihan bagi organisasi yang merupakan kondisi pasca pelatihan. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Sebagianbesar alumni diklatpimpada PKP2A III LAN tetap melanjutkan proyek perubahannya dan sebagian kecil terhenti. 2. Faktor yang mendorong kontinuitas proyek perubahan utamanya adalah dukungan pimpinan dan proyek perubahan yang dimasukkan sebagai kegiatan rutin instansi. Faktor yang menghambat kontinuitas proyek perubahan utamanya adalah mutasi dan promosi kerja alumni, anggaran dan sumber daya (sarprasdan SDM) viii 3. Diklatpim pola baru pada PKP2A III LAN telah berhasil melahirkan agen-agen perubahan yang memiliki semangat berinovasi dan berkinerja yang tinggi. Adapun materi diklatpim yang membantu, menunjang dan mengatasi persoalan yang dihadapi terkait proyek perubahan pasca Diklatpim terutama materi yang terkait inovasi, membangun tim efektif, diagnostic-reading, serta bench marking. 4. Kemanfaatan proyek perubahan dinilai dari realisasi kemanfaatan, cakupan kemanfaatannya, serta gambaran dampak (impact). Proyek perubahan pada kajian ini memiliki kemanfaatan yang tinggi ditandai dengan respon positif dari masyarakat, meningkatnya kepuasan pelayanan publik, serta kinerja aparatur dan organisasi yang semakin meningkat. a. realisasi kemanfaatan proyek perubahan meliputi kemudahan prosedur yang ditawarkan, efisiensi waktu, serta pengurangan biaya dalam pelayanan publik. b. Cakupan kemanfaatan proyek perubahan alumni diklatpim umumnya dirasakan oleh masyarakat luas dan di lingkup organisasi internal. c. Dampak yang dirasakan adalah peningkatan ekonomi daerah, Peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah, Kualitas pelayanan publik meningkat dan tercapainya pelayanan publik yang Murah, Efisien, terukurdan mudah. Berdasarkan hasil yang didapat dapat direkomendasikan sebagai berikut : 1. Pemerintah Daerah/Kementerian/Lembaga perlu membuat kebijakan terkait kontinuitas proyek perubahan. Sebagai contoh : a. Inovasi/proyek perubahan harus menjadi bagian dari organisasi dengan melakukan transfer Inovasi/proyek perubaham dengan dukungan dan komitmen pimpinan organisasi b. Instansi Pengelola SDM bertanggung jawab memonitor kontinuitas proyek inovasi c. LAN dan Instansi Pengelola SDM perlu menyediakan layanan pengaduan/konsultasi terkait kontinuitas proyek perubahan (Hotline service) i x 2. Instansi Pengelola SDM dapat memberikan rekomendasi kepada pemda/KL untuk memberikan penghargaan/awards bagi alumni dan proyek perubahan yang berdampak bagi daerah dan nasional. 3. LAN bersamaPemda/KLmembuat kebijakan/regulasi terkait sistemmonitoring dan evaluasi yang terintegrasi : sistem Kompetisi Inovasi Pasca Diklatpim (Sinopadik), Treasure Study Online (TSO). 4. Proyek perubahan harus terintegrasi dengan SIDA, menyesuaikan dengan kebutuhan inovasi daerah. 5. Instansi Pengelola SDM dapat mendorong munculnya Ikatan Alumni Pasca Diklatpim. 6. BPSDM/BKPSDM perlu mempertimbangkan atau merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk memberikan penghargaan/ awards bagi alumni yang proyek perubahannya berjalan dan menjadi kebijakan yang berdampak di daerahnya karena bermanfaat baik internal maupun eksternal.
Terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa harapan
sekaligus tantangan baru bagi desa. In... more Terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa harapan sekaligus tantangan baru bagi desa. Ini karena visi UU tersebut mengarahkan desa menjadi sebuah entitas mandiri dengan konsep self-governing community dan local self-government. Ini merupakan sebuah cita-cita besar karena pendekatan “membangun desa” pun diubah menjadi “desa membangun”. Artinya bahwa yang biasanya desa sering dipersepsikan entitas yang lemah sehingga negara atau pemerintah perlu membangun desa, maka ke depan harus dibalik menjadi desa membangun negara. Maka untuk mewujudkan cita-cita besar ini, alokasi anggaran untuk desa juga diatur dalam UU ini. Apabila visi UU ini bisa tercapai maka akan menjadi sebuah perubahan besar dalam sejarah pemerintahan desa di Indonesia. Selanjutnya, tantangan yang dihadapi desa pun tidak sedikit. Selama ini pembahasan tentang desa seringkali dibandingkan dengan kondisi kawasan perkotaan sehingga yang muncul adalah ketimpangan antara desa dan kota baik dari aspek pembangunan fisik maupun sumber daya manusia. Dari aspek fisik, infrastruktur di desa secara umum jauh tertinggal dengan kota. Masyarakat di kota lebih diuntungkan dengan keberadaaan infrastruktur dan berbagai fasilitas pelayanan publik, sedangkan berbagai keuntungan tersebut sedikit sekali yang diperoleh oleh masyarakat di desa. Dilihat dari aspek kemakmuran, data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan. Sehingga beban pemerintahan desa sangat besar untuk mengejar ketertinggalan atau setidaknya memecahkan permasalahan di desanya sendiri. Di sisi lain, berbagai upaya pemerintah untuk memajukan desa yang telah berjalan selama ini tidak jarang menghadapi masalah yang tidak ringan, seperti penyimpangan berbagai dana bantuan yang dilakukan oleh aparat di desa, pemerintah daerah, bahkan para pendamping desa. Kajian KPK juga menemukan 14 potensi masalah dalam pengelolaan dana desa yang perlu mendapat perhatian serius dari para penyelenggara pemerintahan desa dan juga pemerintah daerah sebagai pembina desa. Berbagai potensi tersebut tersebar di vi empat aspek, yaitu regulasi dan kelembagaan, tatalaksana, pengawasan, serta sumber daya manusia. Mempertimbangkan berbagai peluang dan tantangan yang dimiliki desa tersebut maka kajian ini memfokuskan pada peningkatan kapasitas desa dalam perspektif disiplin Ilmu Administrasi Negara, untuk mewujudkan visi UU Desa yang baru. Penekanan pembahasan kajian ini adalah aspek kelembagaan dan sumber daya manusia desa, terutama sumber daya aparatur desa. Adapun lokus kajian ini adalah beberapa desa di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu Desa Teluk Dalam, Desa Embalut, Desa Muara Kaman Ulu, Desa Bunga Jadi, Desa Santan Ulu dan Desa Santan Ilir. Desa Teluk Dalam dan Desa Embalut berada di kecamatan Tenggarong Seberang yang merepresentasikan desa yang berada dekat dengan kawasan perkotaan. Kemudian Desa Muara Kaman Ulu dan Desa Bunga Jadi di kecamatan Muara Kaman merupakan desa-desa yang berada di kawasan hulu. Selanjutnya Desa Santan Ulu dan Desa Santan Ilir berada di kecamatan Marang Kayu merupakan desa-desa yang dekat dengan kawasan pesisir. Pembahasan dan Hasil Prinsip desa mandiri untuk mewujudkan self-governing community dan local self-government setidaknya memenuhi prinsip otonomi, subsidiaritas, dan regionalisme. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa dari aspek kelembagaan, desa tidak memiliki kebebasan untuk menentukan struktur organisasinya secara mandiri. Struktur organisasi desa telah ditentukan secara detail oleh pemerintah pusat melalui Permendagri No. 84/2015 dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Perbup Kukar No. 7/2016. Dengan demikian pemerintah desa hanya menerapkan struktur organisasi yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat dan kabupaten tersebut, baik nomenklatur maupun jumlah jabatannya, berdasarkan klasifikasi masing-masing desa. Absennya independensi yang dimiliki desa dalam merancang struktur organisasinya tidak sejalan dengan prinsip otonomi dan subsidiaritas dalam konsep self-governing community dan local self-government. Karena Permendagri tersebut berlaku di seluruh Indonesia, maka kondisi seperti ini juga terjadi di desa-desa di seluruh Indonesia, tidak hanya di Kabupaten Kutai Kartanegara. vii Di samping itu, kelengkapan perangkat pendukung organisasi pemerintah desa dalam melaksanakan tugas-tugasnya juga masih minim, misalnya Job Description pegawai dan staf dan Standar Operating Procedure (SOP) dalam kegiatan-kegiatan internal maupun pelayanan publik. Penguatan kapasitas desa dari aspek kelembagaan perlu dilakukan dengan menyiapkan berbagai perangkat pendukung kelembagaan seperti itu untuk memberikan kejelasan dalam pelaksanaan tugas-tugas pegawai. Dari aspek SDM, desa memerlukan kualitas SDM aparatur desa yang berkompeten baik dalam pengelolaan sumber daya maupun pelaksanaan tugas-tugas yang berkaitan dengan pelayanan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi SDM desa di Kukar sangat beragam dari pendidikan rendah hingga tinggi. Namun secara umum, masih terdapat persoalan kapasitas desa. Minimnya kapasitas aparat desa dalam pengelolaan sumber daya membuka peluang terjadinya pelanggaran. Misalnya kompetensi dalam menyusun rencana kerja/ kegiatan, monitoring dan evaluasi kegiatan serta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, keberadaan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, baik di kabupaten maupun provinsi, memiliki peran yang penting dalam melakukan pembinaan terhadap desa untuk meningkatkan kompetensi aparat desa dan juga BPD. Hal yang lebih menonjol dalam upaya mewujudkan self-governing community dan local self-government adalah pendelegasian kewenangan berdasarkan UU No. 6/2014 yang meliputi bidang urusan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembanguan desa, pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat desa. Ini merupakan bentuk implementasi prinsip regionalism, yaitu praktek transfer kekuasaan politik dan ekonomi kepada pemerintahan lokal. Bahkan desa pun memiliki kewenangan membentuk badan usaha sesuai kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, pemilihan kepala desa secara langsung yang telah berlangsung selama ini juga menjadi salah satu contoh independensi desa dalam menentukan pemimpinnya. Dengan demikian, dalam beberapa hal prinsip-prinsip selfgoverning community dan local self-government telah berjalan, namun viii belum seutuhnya. Karena desa masih mengalami intervensi dari level pemerintah di atasnya, seperti dalam hal penentuan struktur organisasinya. Berbagai keterbatasan yang dimiliki desa sehingga desa masih sangat tergantung dari alokasi anggaran dari pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, minimnya kreatifitas desa dalam menghadapi persoalan dan merespon kondisi lingkungan sekitarnya menjadikan desa secara umum hanya berjalan as usual, tidak ada terobosan untuk merespon kondisi di dalam diri dan di sekitarnya. Saran Kebijakan Pertama, mewujudkan desa mandiri perlu dilakukan dengan memberikan kepercayaan yang besar kepada desa dan mengurangi intervensi pusat terhadap hal-hal teknis pelaksanaan kewenangan desa. Oleh karena itu, revisi terhadap Permendagri perlu dilakukan agar lebih mengatur hal-hal yang bersifat umum dan normatif, bukan hal-hal yang bersifat teknis. Kedua, perlunya sinkronisasi kebijakan antar kementerian yang berkaitan dengan desa. Ketiga, penguatan kompetensi SDM desa dan perangkat kelembagaan pemerintah desa untuk mempermudah dan memperjelas pelaksanaan tugas-tugas kewenangan desa. Keempat, mengoptimalkan peran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten untuk melakukan pembinaan kepada desa dalam mewujudkan desa mandiri serta memberikan kesempatan luas kepada para stakeholders dan organisasi non pemerintah untuk memberikan kontribusi terhadap upaya pemberdayaan desa.
Belum mengacunya perencanaan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan pada perencanaan pembangunan baik... more Belum mengacunya perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan pada perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah (khusus untuk ASN di daerah). Pada tahapan instansional, pengembangan sumber daya aparatur tidak berintegrasi dengan perencanaan pembangunan daerah dan rencana strategis yang disusun. Formalitas kepatuhan pada peraturan dalam pengembangan kompetisi bukan berdasarkan pada tuntutan pencapaian rencana strategis. Selain itu, pemahaman parsial dalam pengembangan kompetensi sebatas pendidikan dan pelatihan. Temuan penelitian Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan III Aparatur (2005 dan 2008), Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara (2006), kompetensi dan kinerja aparatur Pemda masih sangat kurang, belum dibuatnya standar kompetensi jabatan, belum disusunnya analisis jabatan, serta kurangnya anggaran dan perhatian Pemda terhadap kegiatanpendidikan dan pelatihan, masih banyak program pengembangan pegawai yang belum berbasis pada kompetensi dan analisis kebutuhan aktual pegawai dan organisasi, masih terdapat kesenjangan antara satu pegawai dengan pegawai lainnyatingkat kompetensi pegawai di lingkungan pemerintah daerah di wilayah Kalimantan baik dilihat dari aspek jenjang pendidikan formal maupun tingkat kompetensi keahlian (fungsional). Kepala Lembaga Administrasi Negara, Agus Dwiyanto (2014) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) permasalahan yang teridentifikasi dalam meningkatkan kapasitas pegawai Aparatur Sipil Negara berkelas dunia , yaitu sebagai berikut : a) wawasan sempit, silo mentality, inward looking, b) standar kompetensi, kode etika dan perilaku tidak jelas, imparsialitas rendah; c) integritas dan disiplin rendah; d) motivasi rendah; dan e) budaya pelayanan rendah. Permasalahan dan kelemahan diatas menuntut pelaksanaan reformasi khususnya di bidang aparatur negara yang lebih popular v disebut dengan reformasi birokrasi.Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas Aparatur Sipil Negara menjadi fokus utama dalam roadmap penataan SDM aparatur diantaranya mengidentifikasi kebutuhan kompetensi strategis untuk meningkatkan kapabilitas menjawab kebutuhan global dan domestik; membangun mainstream pengembangan kompetensi dengan menyusun ulang alokasi anggaran untuk pengembangan kompetensi; menyusun standarisasi jabatan dan kompetensi secara nasional; menyusun rencana pengembangan kompetensi kementrian/lembaga/daerah; g) pengembangan kompetensi pegawai, ini didasarkan pada manajemen talent inklusif yang merangkum keragaman kultur, tantangan dan kebutuhan daerah yang beragam, dan sebagainya. Dengan melakukan studi kepustakaan, penyebaran kuesioner, wawancara dan benchmarking implementasi pengembangan kompetensi di berbagai pemerintahan daerah, kajian ini berhasil memetakan kebutuhan kompetensi dan strategi pengembangannya. Kebutuhan kompetensi manajerial yang terpetakan yaitu Strategic Thinking, Integritas, Manajemen Perubahan, Kepemimpinan dengan visi, Inovasi, Pengambilan Keputusan, Kemampuan Pembelajaran, Kemandirian dalam bertindak, Ketahanan Pribadi, Membangun motivasi bawahan, Kerja sama (team building), Komunikasi Lisan, Komunikasi Tertulis, Membangun potensi bawahan, Mengeksekusi tugas, Berorientasi pada pelayanan, Berorientasi pada Kuallitas. Kebutuhan kompetensi sosio kultural yang terpetakan yakni Mengelola Keragaman Lingkungan Budaya,Manajemen Konflik, Empati Sosial, Membangun Network Sosial, Kepekaan Gender, dan Kepekaan Difabel. Strategi pengembangan kompetensi manajerial pada pimpinan tinggi diantaranya dengan model benchmarking, model Learning dan pendekatan model Gemba Kaizen. Strategi pengembangan kompetensi sosiokultural pada pimpinan tinggi adalah dengan menggunakan pendekatan model Manajemen Multi Budaya. Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka direkomendasikan : 1) Dilakukan assesment kepada pemangku jabatan pimpinan tinggi terhadap kompetensi yang dianggap relevan dan vi dibutuhkan tersebut untuk ditindaklanjuti dengan kegiatan pengembangan kompetensi terkait, 2) Menyusun standar kompetensi manajerial dan kompetensi sosio kultural pemangku jabatan pimpinan tinggi berdasarkan hasil temuan kompetensi yang diperoleh, 3) Pengembangan kompetensi khususnya pimti tidak hanya memperhatikan prioritas putra daerah akan tetapi juga visi pengembangan daerah ke depannya/konteks lokal kedaerahan, penguatan kapasitas pimpinan tinggi-pun sebaiknya didasarkan pada sasaran strategis dan IKU yang telah ditetapkan. 4) Melakukan regenerasi kepemimpinan yang dinamis, pemetaan kompetensi pimti (mapping talent pool), dengan memperhatikan kepekaan gender dan prioritas putra daerah berbasis regional content dan tepat sasaran sesuai kebutuhan misalnya dengan mengintensifkan sekolah kader dan sebagainya, 5) Membuat laboratorium inovasi di setiap daerah sebagai proyek perubahan berkelanjutan setiap pimti di unit kerjanya, 6) Pelaporan kinerja pimti terkait pengembangan kompetensi dalam Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara, 7) Memasukkan program pengembangan kompetensi ASN khususnya pimti baik manajerial maupun sosiokultural dalam prioritas pembangunan daerah, 8) Strategi pengembangan kompetensi manajerial (Benchmarking, Learning Organization dan Gemba Kaizen) dan kompetensi sosiokultural (Manajemen Multi Budaya) tersebut dapat menggunakan metode diklat, seminar, kursus, magang sebagaimana yang diatur UU ASN No 5 Tahun 2014, 9) Dikarenakan keterbatasan penelitian ini, ke depannya dapat dilakukan kajian sejenis dengan lingkup penelitian yang lebih luas.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, 2008
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat infl... more Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat inflasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah terhadap (peningkatan) kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) terhadap kinerja Reksa Dana Syariah selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007. Tujuan lainnya adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah indeks Syariah memiliki faktor dominan terhadap kinerja reksa dana Syariah tersebut.
Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga • variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini.
Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifi.kan tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaikan 1% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya indeks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; BI rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
Economic and Business Faculty, Mulawarman University, 2008
The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation... more The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation rate, exchange rate, bi rate and Syariah Index to performance of Syariah mutual fund, over period January 2002 until Desember 2007. In addition, the purpose of this study is also to analysis and prove that Syariah Index have dominant factor to performance of Syariah mutual fund.
The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model.
Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by 10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.
Uploads
Papers by Dewi Sartika
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta lndeks Syariah terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah (PNM Syariah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat inflasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah terhadap (peningkatan) kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) terhadap kinerja Reksa Dana Syariah selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007. Tujuan lainnya adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah indeks Syariah memiliki faktor dominan terhadap kinerja reksa dana Syariah tersebut. Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini. Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifikan. tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaik.an I% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas
lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya irllteks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; bi rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
ABSTRACT
The Change of Inflation Rate and Exchange Rate and Free Risk Interest Rate and Syariah Index to Performance Syariah Mutual Fund (PNM Syariah). The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation rate, exchange rate, bi rate and Syariah Index to performance of Syariah mutual fund, over period January 2002 until Desember 2007. In addition, the purpose of this study is also to analysis and prove that Syariah Index have dominant factor to performance of Syariah mutual fund. The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model. Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by
10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.
tugas dan fungsinya, seorang pegawai ASN harus memiliki kompetensi baik
kompetensi teknis, manajerial juga sosial kultural. Kompetensi sosial kultural
merupakan kompetensi baru dalam Undang-Undang ASN yang dapat diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Pada prakteknya sudah ada
beberapa kebijakan yang mengakomodir pelaksanaan kompetensi sosial kultural.
Salah satunya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
dengan nama kompetensinya yaitu kompetensi kepekaan sosial. Meski memiliki
perbedaan nama, namun secara substansi kompetensi sosial kultural dan kompetensi
kepekaan sosial memiliki arti yang hampir sama. Penelitian ini telah mengidentifikasi
potensi nilai-nilai sosial kultural yang ada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk
dijadikan kompetensi sosial kultural serta menganalisis strategi pengembangan
kompetensi sosial kultural di daerah. Menggunakan metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data melalui diskusi terbatas dan wawancara, diperoleh hasil analisis
bahwa aspek historis, pluralis dan tantangan pembangunan daerah sangat
mempengaruhi pembentukan nilai-nilai sosial kultural. Ada banyak nilai yang
teridentifikasi, nilai-nilai tersebut kemudian diklasifikasikan secara spesifik dan
general. Tujuannya agar dapat dibuat skala prioritas nilai-nilai apa saja yang dapat
dijadikan kompetensi sosial kultural dan berlaku pada skala daerah/spesifik, mana
pula nilai-nilai sosial kultural di daerah yang dapat diaplikasikan secara
general/nasional. Terkait kebutuhan pengembangan, pada kedua lokus didapati
bahwa tingkat kebutuhannya sangat tinggi akibat heterogenitas yang ada di kedua
daerah tersebut. Untuk strategi pengembangannya, daerah berharap ada standar
baku pelaksanaan sebagai parameter yang dapat diukur dalam rangka meningkatkan
kompetensi aparatur negara
The Law of State Civil Apparatus mandates Civilian Personel to possess the competencies of
technical, managerial, and socio-cultural in carrying out their duties and functions. Sociocultural
is a new competence introduced in the Law of State Civil Apparatus that could be
measured from work experience related to the society in terms of religion, ethnicity and culture
in improving national vision. In practice, there were already policies to accommodate the
implementation of socio-cultural competence. One of these policies was made by the Provincial
Government of Jakarta, namely competence of social sensitivity. Although it has a different
name, the competence of socio-cultural and the competence of social sensitivity have the same
meaning in substance. This research has identified the potential for socio-cultural values that
exist in the region of Aceh and North Sumatra to be indicated as socio-cultural competence, and
then to do an analysistoward the development strategy of socio-cultural competence in the
region. By using qualitative methodand data collection through focus group discussions and
interviews, the results of analysis showed that the historical aspects, pluralist and challenges of
regional development had greatly influenced the formation of socio-cultural values. There was a
lot of value identified which then classified specifically and in general. The purpose was to made
a priority scale of values that can be used as a socio-cultural competence in a scale of
local/specific, which then can be applied generally or nationally. In relation to the needs of
development, both locus show that the level of needs was very high due to the heterogeneity
exists in both regions. For its development strategy, the regions expect standard
implementation as a parameter to be measured in order to improve the competence of the civil
apparatus.
setiap pegawai. Riset ini menjelaskan bagaimana pengembangan kompetensi sosiokultural ASN dalam perspektif
gender pada pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Metode penelitian menggunakan desk riset secara kualitatif,
dengan dua aspek indikator, yakni representasi gender pada jabatan struktural dan persepsi para pimpinan tinggi.
This study used desk research qualitatively using two indicators, which were the gender representation on structural
positions and the percaptions of the leaders Hasil kajian menunjukkan bahwa representasi perempuan pada
jabatan struktural di kaltim secara umum masih rendah, dan representasi perempuan lebih tinggi pada wilayah
perkotaan dibanding daerah Kabupaten, serta semakin tinggi level eselon, maka semakin rendah representasi
gender. Persepsi para pimpinan tinggi menunjukkan bahwa tingkat urgensitas pengembangan kompetensi ASN
dirasa sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan upaya pengembangan kompetensi terkait kepekaan gender. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum diklat PNS, melakukan perbaikan
kelembagaan dan mekanisme seleksi dan promosi, melalui kebijakan dan regulasi dalam pengangkatan jabatan
pimpinan tinggi, serta diseminasi perspektif gender secara kontinyu
Perubahan Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang dan Suku Bunga Bebas Risiko serta lndeks Syariah terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah (PNM Syariah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh perubahan tingkat inflasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah terhadap (peningkatan) kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) terhadap kinerja Reksa Dana Syariah selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007. Tujuan lainnya adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah indeks Syariah memiliki faktor dominan terhadap kinerja reksa dana Syariah tersebut. Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini. Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifikan. tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaik.an I% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas
lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya irllteks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; bi rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
ABSTRACT
The Change of Inflation Rate and Exchange Rate and Free Risk Interest Rate and Syariah Index to Performance Syariah Mutual Fund (PNM Syariah). The objective of this research is to analysis and to prove influence ofthe change from inflation rate, exchange rate, bi rate and Syariah Index to performance of Syariah mutual fund, over period January 2002 until Desember 2007. In addition, the purpose of this study is also to analysis and prove that Syariah Index have dominant factor to performance of Syariah mutual fund. The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model. Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by
10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.
tugas dan fungsinya, seorang pegawai ASN harus memiliki kompetensi baik
kompetensi teknis, manajerial juga sosial kultural. Kompetensi sosial kultural
merupakan kompetensi baru dalam Undang-Undang ASN yang dapat diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Pada prakteknya sudah ada
beberapa kebijakan yang mengakomodir pelaksanaan kompetensi sosial kultural.
Salah satunya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
dengan nama kompetensinya yaitu kompetensi kepekaan sosial. Meski memiliki
perbedaan nama, namun secara substansi kompetensi sosial kultural dan kompetensi
kepekaan sosial memiliki arti yang hampir sama. Penelitian ini telah mengidentifikasi
potensi nilai-nilai sosial kultural yang ada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk
dijadikan kompetensi sosial kultural serta menganalisis strategi pengembangan
kompetensi sosial kultural di daerah. Menggunakan metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data melalui diskusi terbatas dan wawancara, diperoleh hasil analisis
bahwa aspek historis, pluralis dan tantangan pembangunan daerah sangat
mempengaruhi pembentukan nilai-nilai sosial kultural. Ada banyak nilai yang
teridentifikasi, nilai-nilai tersebut kemudian diklasifikasikan secara spesifik dan
general. Tujuannya agar dapat dibuat skala prioritas nilai-nilai apa saja yang dapat
dijadikan kompetensi sosial kultural dan berlaku pada skala daerah/spesifik, mana
pula nilai-nilai sosial kultural di daerah yang dapat diaplikasikan secara
general/nasional. Terkait kebutuhan pengembangan, pada kedua lokus didapati
bahwa tingkat kebutuhannya sangat tinggi akibat heterogenitas yang ada di kedua
daerah tersebut. Untuk strategi pengembangannya, daerah berharap ada standar
baku pelaksanaan sebagai parameter yang dapat diukur dalam rangka meningkatkan
kompetensi aparatur negara
The Law of State Civil Apparatus mandates Civilian Personel to possess the competencies of
technical, managerial, and socio-cultural in carrying out their duties and functions. Sociocultural
is a new competence introduced in the Law of State Civil Apparatus that could be
measured from work experience related to the society in terms of religion, ethnicity and culture
in improving national vision. In practice, there were already policies to accommodate the
implementation of socio-cultural competence. One of these policies was made by the Provincial
Government of Jakarta, namely competence of social sensitivity. Although it has a different
name, the competence of socio-cultural and the competence of social sensitivity have the same
meaning in substance. This research has identified the potential for socio-cultural values that
exist in the region of Aceh and North Sumatra to be indicated as socio-cultural competence, and
then to do an analysistoward the development strategy of socio-cultural competence in the
region. By using qualitative methodand data collection through focus group discussions and
interviews, the results of analysis showed that the historical aspects, pluralist and challenges of
regional development had greatly influenced the formation of socio-cultural values. There was a
lot of value identified which then classified specifically and in general. The purpose was to made
a priority scale of values that can be used as a socio-cultural competence in a scale of
local/specific, which then can be applied generally or nationally. In relation to the needs of
development, both locus show that the level of needs was very high due to the heterogeneity
exists in both regions. For its development strategy, the regions expect standard
implementation as a parameter to be measured in order to improve the competence of the civil
apparatus.
setiap pegawai. Riset ini menjelaskan bagaimana pengembangan kompetensi sosiokultural ASN dalam perspektif
gender pada pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Metode penelitian menggunakan desk riset secara kualitatif,
dengan dua aspek indikator, yakni representasi gender pada jabatan struktural dan persepsi para pimpinan tinggi.
This study used desk research qualitatively using two indicators, which were the gender representation on structural
positions and the percaptions of the leaders Hasil kajian menunjukkan bahwa representasi perempuan pada
jabatan struktural di kaltim secara umum masih rendah, dan representasi perempuan lebih tinggi pada wilayah
perkotaan dibanding daerah Kabupaten, serta semakin tinggi level eselon, maka semakin rendah representasi
gender. Persepsi para pimpinan tinggi menunjukkan bahwa tingkat urgensitas pengembangan kompetensi ASN
dirasa sangat dibutuhkan, sehingga diperlukan upaya pengembangan kompetensi terkait kepekaan gender. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum diklat PNS, melakukan perbaikan
kelembagaan dan mekanisme seleksi dan promosi, melalui kebijakan dan regulasi dalam pengangkatan jabatan
pimpinan tinggi, serta diseminasi perspektif gender secara kontinyu
(ASN) merupakan bagian dari manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)
untuk meningkatkan kompetensi aparatur di lingkungan instansi
pemerintah. Sejak pertama kali masuk dalam organisasi pemerintah,
calon PNS dididik dalam Pelatihan Dasar CPNS untuk mengenalkan
dunia organisasi sektor publik kepada peserta didik. Selanjutnya,
setelah menjadi ASN berbagai upaya meningkatkan kompetensi juga
dilakukan melalui berbagai diklat teknis maupun fungsional.
Sedangkan khusus untuk ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan
Tinggi dan Jabatan Administrasi dalam organisasi pemerintah
dilakukan Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) untuk mempersiapkan
mereka menduduki jabatan-jabatan manajerial.
Pelaksanaan diklat diharapkan dapat memberikan perubahan
tidak hanya bagi aparatur tetapi juga bagi organisasi tempat aparatur
bekerja. Lebih dari itu, pelaksanaan diklat bagi ASN diharapkan bisa
memberikan nilai tambah (added value) bagi organisasi yang muaranya
adalah meningkatkan kinerja organisasi dan pelayanan publik. Dalam
dunia pendidikan, ukuran nilai tambah digunakan untuk melihat
keberhasilan lembaga pendidikan dalam melakukan perubahan yang
bisa diprediksi terhadap peserta didik dari kondisi sebelumnya (Hill,
dalam Downes & Vindurampulle, 2007:3).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai
ASN, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memiliki salah satu fungsi
yaitu penyelenggaraan diklat kompetensi manajerial Pegawai ASN baik
secara sendiri maupun bersama-sama lembaga pendidikan dan
pelatihan lainnya. Dalam Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2017
tentang manajemen Pegawai Negeri Sipil terkait pengembangan ASN,
dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 butir 31 disebutkan bahwa
Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah
lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan
melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan.
Executive Summary
vi
Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, PKP2A III LAN
menyelenggarakan salah satu fungsinya yaitu Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan, Kepemimpinan, Teknis, dan
Fungsional. Sejak 2014 hingga 2016, PKP2A III LAN, telah
menyelenggarakan Diklatpim Tingkat II, III, dan IV yang masing-masing
ditujukan untuk ASN yang akan atau sudah menduduki jabatan
manajerial yaitu Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (Esselon II), Jabatan
Administrator (Esselon III) dan Jabatan Pengawas (Esselon IV).
Diklatpim tersebut diselenggarakan dengan menggunakan diklatpim
pola baru yaitu berdasarkan Peraturan Kepala LAN No. 18, 19, dan 20
tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II, III, IV.
Untuk mengetahui seberapa besar kemanfaatan diklatpim yang
telah diselenggarakan oleh PKP2A III LAN maka perlu dilakukan
pemetaan keberhasilan diklatpim melalui penelusuran (tracer study)
terhadap para alumni yang sudah kembali bekerja di instansinya
masing-masing serta berbagai permasalahan yang mungkin terjadi
pasca diklatpim.
Diklatpim merupakan kewajiban bagi para Pejabat Pimpinan
Tinggi di instansi pemerintah dan PKP2A III LAN sebagai bagian dari
LAN merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk
menyelenggarakan Diklatpim. Oleh karena itu, evaluasi ini merupakan
bagian dari upaya penguatan dan perbaikan penyelenggaraan
diklatpim khususnya pada fase pelaksanaan evaluasi pasca diklat.
Secara lebih rinci, kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi beberapa hal, yaitu:
1. Untuk mengetahui kontinuitas Proyek perubahan alumni PKP2A III
LAN.
2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan
proyek perubahan alumni PKP2A III LAN.
3. Untuk mengetahui dampak diklatpim terhadap peningkatan
performance alumni PKP2A III LAN.
Untuk mendiskripsikan Kemanfaatan Proyek perubahan diklatpim
yang telah dilakukan oleh alumni PKP2A III LAN bagi unit organisasi
tempat alumni bekerja dan stakeholder.
vii
Kajian ini merupakankajiandeskriptifdenganmenggunakan teknis
analisis kualitatif. Analisis data dilakukan dengan memadukan antara
data survey dan data lapanganyang menjelaskan keberlanjutan proyek
perubahan pasca Diklatpim II, III, dan IV pada PKP2A III LAN. Objek
penelitian ini adalah seluruh alumni diklatpim II, III, IV pada PKP2A III
LAN dari tahun 2014-2016. Lokus penelitian ini secara umum adalah
semua Provinsi/Kabupaten/Kota di mana alumni diklatpim yang
diselenggarakan PKP2A III LAN bekerja. Untuk menjangkau seluruh
alumni tersebut dibantu dengan instrumen kuisioner yang dikirimkan
ke seluruh alumni diklatpim.
Adapun secara khusus lokus pengumpulan data dengan penelitian
lapangan di wilayah Kalimantan yang dipilih berdasarkan ketersediaan
jumlah alumni yang mewakili Diklatpim II, III dan IV, yaitu Provinsi
Kalimantan Timur (Prov. Kaltim, Kota Balikpapan, Kabupaten Berau),
Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Nunukan) dan Kalimantan
Tengah (Kota Palangkaraya). Kajian ini mempunyai ruang lingkup dan
batasan tertentu agar dalam penyajiannya tidak terlalu melebar, dan
dapat lebih fokus terhadap apa yang dikaji.
Ruang lingkup kajian ini difokuskan pada Alumni Diklatpim II,
III, dan IV PKP2A III LAN dari tahun 2014-2016 yang menggunakan
diklat pola baru. Adapun pembatasan analisis difokuskan pada
kontinuitas dan kemanfaatan proyek perubahan serta performance
alumni pasca diklatpim II, III, IV. Pembatasan analisis ini relatif sesuai
dengan tingkatan evaluasi Kirkpatrick tahap 3 dan 4 yang berguna
untuk menghasilkan informasi yang berfokus pada dampak pelatihan
bagi organisasi yang merupakan kondisi pasca pelatihan.
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Sebagianbesar alumni diklatpimpada PKP2A III LAN tetap
melanjutkan proyek perubahannya dan sebagian kecil terhenti.
2. Faktor yang mendorong kontinuitas proyek perubahan utamanya
adalah dukungan pimpinan dan proyek perubahan yang
dimasukkan sebagai kegiatan rutin instansi. Faktor yang
menghambat kontinuitas proyek perubahan utamanya adalah
mutasi dan promosi kerja alumni, anggaran dan sumber daya
(sarprasdan SDM)
viii
3. Diklatpim pola baru pada PKP2A III LAN telah berhasil melahirkan
agen-agen perubahan yang memiliki semangat berinovasi dan
berkinerja yang tinggi. Adapun materi diklatpim yang membantu,
menunjang dan mengatasi persoalan yang dihadapi terkait proyek
perubahan pasca Diklatpim terutama materi yang terkait inovasi,
membangun tim efektif, diagnostic-reading, serta bench marking.
4. Kemanfaatan proyek perubahan dinilai dari realisasi kemanfaatan,
cakupan kemanfaatannya, serta gambaran dampak (impact).
Proyek perubahan pada kajian ini memiliki kemanfaatan yang tinggi
ditandai dengan respon positif dari masyarakat, meningkatnya
kepuasan pelayanan publik, serta kinerja aparatur dan organisasi
yang semakin meningkat.
a. realisasi kemanfaatan proyek perubahan meliputi kemudahan
prosedur yang ditawarkan, efisiensi waktu, serta pengurangan
biaya dalam pelayanan publik.
b. Cakupan kemanfaatan proyek perubahan alumni diklatpim
umumnya dirasakan oleh masyarakat luas dan di lingkup
organisasi internal.
c. Dampak yang dirasakan adalah peningkatan ekonomi daerah,
Peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah, Kualitas
pelayanan publik meningkat dan tercapainya pelayanan publik
yang Murah, Efisien, terukurdan mudah.
Berdasarkan hasil yang didapat dapat direkomendasikan sebagai
berikut :
1. Pemerintah Daerah/Kementerian/Lembaga perlu membuat
kebijakan terkait kontinuitas proyek perubahan. Sebagai contoh :
a. Inovasi/proyek perubahan harus menjadi bagian dari
organisasi dengan melakukan transfer Inovasi/proyek
perubaham dengan dukungan dan komitmen pimpinan
organisasi
b. Instansi Pengelola SDM bertanggung jawab memonitor
kontinuitas proyek inovasi
c. LAN dan Instansi Pengelola SDM perlu menyediakan layanan
pengaduan/konsultasi terkait kontinuitas proyek perubahan
(Hotline service)
i x
2. Instansi Pengelola SDM dapat memberikan rekomendasi kepada
pemda/KL untuk memberikan penghargaan/awards bagi alumni
dan proyek perubahan yang berdampak bagi daerah dan nasional.
3. LAN bersamaPemda/KLmembuat kebijakan/regulasi terkait
sistemmonitoring dan evaluasi yang terintegrasi : sistem Kompetisi
Inovasi Pasca Diklatpim (Sinopadik), Treasure Study Online (TSO).
4. Proyek perubahan harus terintegrasi dengan SIDA, menyesuaikan
dengan kebutuhan inovasi daerah.
5. Instansi Pengelola SDM dapat mendorong munculnya Ikatan Alumni
Pasca Diklatpim.
6. BPSDM/BKPSDM perlu mempertimbangkan atau merekomendasikan
kepada pemerintah daerah untuk memberikan penghargaan/
awards bagi alumni yang proyek perubahannya berjalan dan
menjadi kebijakan yang berdampak di daerahnya karena
bermanfaat baik internal maupun eksternal.
sekaligus tantangan baru bagi desa. Ini karena visi UU tersebut
mengarahkan desa menjadi sebuah entitas mandiri dengan konsep
self-governing community dan local self-government. Ini merupakan
sebuah cita-cita besar karena pendekatan “membangun desa” pun
diubah menjadi “desa membangun”. Artinya bahwa yang biasanya desa
sering dipersepsikan entitas yang lemah sehingga negara atau
pemerintah perlu membangun desa, maka ke depan harus dibalik
menjadi desa membangun negara. Maka untuk mewujudkan cita-cita
besar ini, alokasi anggaran untuk desa juga diatur dalam UU ini. Apabila
visi UU ini bisa tercapai maka akan menjadi sebuah perubahan besar
dalam sejarah pemerintahan desa di Indonesia.
Selanjutnya, tantangan yang dihadapi desa pun tidak sedikit.
Selama ini pembahasan tentang desa seringkali dibandingkan dengan
kondisi kawasan perkotaan sehingga yang muncul adalah ketimpangan
antara desa dan kota baik dari aspek pembangunan fisik maupun
sumber daya manusia. Dari aspek fisik, infrastruktur di desa secara
umum jauh tertinggal dengan kota. Masyarakat di kota lebih
diuntungkan dengan keberadaaan infrastruktur dan berbagai fasilitas
pelayanan publik, sedangkan berbagai keuntungan tersebut sedikit
sekali yang diperoleh oleh masyarakat di desa. Dilihat dari aspek
kemakmuran, data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
miskin berada di perdesaan. Sehingga beban pemerintahan desa
sangat besar untuk mengejar ketertinggalan atau setidaknya
memecahkan permasalahan di desanya sendiri.
Di sisi lain, berbagai upaya pemerintah untuk memajukan desa
yang telah berjalan selama ini tidak jarang menghadapi masalah yang
tidak ringan, seperti penyimpangan berbagai dana bantuan yang
dilakukan oleh aparat di desa, pemerintah daerah, bahkan para
pendamping desa. Kajian KPK juga menemukan 14 potensi masalah
dalam pengelolaan dana desa yang perlu mendapat perhatian serius
dari para penyelenggara pemerintahan desa dan juga pemerintah
daerah sebagai pembina desa. Berbagai potensi tersebut tersebar di
vi
empat aspek, yaitu regulasi dan kelembagaan, tatalaksana,
pengawasan, serta sumber daya manusia.
Mempertimbangkan berbagai peluang dan tantangan yang
dimiliki desa tersebut maka kajian ini memfokuskan pada peningkatan
kapasitas desa dalam perspektif disiplin Ilmu Administrasi Negara,
untuk mewujudkan visi UU Desa yang baru. Penekanan pembahasan
kajian ini adalah aspek kelembagaan dan sumber daya manusia desa,
terutama sumber daya aparatur desa. Adapun lokus kajian ini adalah
beberapa desa di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu Desa Teluk
Dalam, Desa Embalut, Desa Muara Kaman Ulu, Desa Bunga Jadi, Desa
Santan Ulu dan Desa Santan Ilir. Desa Teluk Dalam dan Desa Embalut
berada di kecamatan Tenggarong Seberang yang merepresentasikan
desa yang berada dekat dengan kawasan perkotaan. Kemudian Desa
Muara Kaman Ulu dan Desa Bunga Jadi di kecamatan Muara Kaman
merupakan desa-desa yang berada di kawasan hulu. Selanjutnya Desa
Santan Ulu dan Desa Santan Ilir berada di kecamatan Marang Kayu
merupakan desa-desa yang dekat dengan kawasan pesisir.
Pembahasan dan Hasil
Prinsip desa mandiri untuk mewujudkan self-governing
community dan local self-government setidaknya memenuhi prinsip
otonomi, subsidiaritas, dan regionalisme. Hasil kajian ini menunjukkan
bahwa dari aspek kelembagaan, desa tidak memiliki kebebasan untuk
menentukan struktur organisasinya secara mandiri. Struktur organisasi
desa telah ditentukan secara detail oleh pemerintah pusat melalui
Permendagri No. 84/2015 dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara
melalui Perbup Kukar No. 7/2016. Dengan demikian pemerintah desa
hanya menerapkan struktur organisasi yang telah ditentukan oleh
pemerintah pusat dan kabupaten tersebut, baik nomenklatur maupun
jumlah jabatannya, berdasarkan klasifikasi masing-masing desa.
Absennya independensi yang dimiliki desa dalam merancang struktur
organisasinya tidak sejalan dengan prinsip otonomi dan subsidiaritas
dalam konsep self-governing community dan local self-government.
Karena Permendagri tersebut berlaku di seluruh Indonesia, maka
kondisi seperti ini juga terjadi di desa-desa di seluruh Indonesia, tidak
hanya di Kabupaten Kutai Kartanegara.
vii
Di samping itu, kelengkapan perangkat pendukung organisasi
pemerintah desa dalam melaksanakan tugas-tugasnya juga masih
minim, misalnya Job Description pegawai dan staf dan Standar
Operating Procedure (SOP) dalam kegiatan-kegiatan internal maupun
pelayanan publik. Penguatan kapasitas desa dari aspek kelembagaan
perlu dilakukan dengan menyiapkan berbagai perangkat pendukung
kelembagaan seperti itu untuk memberikan kejelasan dalam
pelaksanaan tugas-tugas pegawai.
Dari aspek SDM, desa memerlukan kualitas SDM aparatur desa
yang berkompeten baik dalam pengelolaan sumber daya maupun
pelaksanaan tugas-tugas yang berkaitan dengan pelayanan, pembinaan
dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi SDM desa di Kukar sangat
beragam dari pendidikan rendah hingga tinggi. Namun secara umum,
masih terdapat persoalan kapasitas desa. Minimnya kapasitas aparat
desa dalam pengelolaan sumber daya membuka peluang terjadinya
pelanggaran. Misalnya kompetensi dalam menyusun rencana kerja/
kegiatan, monitoring dan evaluasi kegiatan serta menyusun laporan
pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, keberadaan Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, baik di kabupaten
maupun provinsi, memiliki peran yang penting dalam melakukan
pembinaan terhadap desa untuk meningkatkan kompetensi aparat desa
dan juga BPD.
Hal yang lebih menonjol dalam upaya mewujudkan self-governing
community dan local self-government adalah pendelegasian
kewenangan berdasarkan UU No. 6/2014 yang meliputi bidang urusan
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembanguan desa,
pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat desa.
Ini merupakan bentuk implementasi prinsip regionalism, yaitu praktek
transfer kekuasaan politik dan ekonomi kepada pemerintahan lokal.
Bahkan desa pun memiliki kewenangan membentuk badan usaha
sesuai kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, pemilihan
kepala desa secara langsung yang telah berlangsung selama ini juga
menjadi salah satu contoh independensi desa dalam menentukan
pemimpinnya.
Dengan demikian, dalam beberapa hal prinsip-prinsip selfgoverning
community dan local self-government telah berjalan, namun
viii
belum seutuhnya. Karena desa masih mengalami intervensi dari level
pemerintah di atasnya, seperti dalam hal penentuan struktur
organisasinya. Berbagai keterbatasan yang dimiliki desa sehingga desa
masih sangat tergantung dari alokasi anggaran dari pemerintah pusat
dan daerah. Selain itu, minimnya kreatifitas desa dalam menghadapi
persoalan dan merespon kondisi lingkungan sekitarnya menjadikan
desa secara umum hanya berjalan as usual, tidak ada terobosan untuk
merespon kondisi di dalam diri dan di sekitarnya.
Saran Kebijakan
Pertama, mewujudkan desa mandiri perlu dilakukan dengan
memberikan kepercayaan yang besar kepada desa dan mengurangi
intervensi pusat terhadap hal-hal teknis pelaksanaan kewenangan desa.
Oleh karena itu, revisi terhadap Permendagri perlu dilakukan agar lebih
mengatur hal-hal yang bersifat umum dan normatif, bukan hal-hal yang
bersifat teknis. Kedua, perlunya sinkronisasi kebijakan antar kementerian
yang berkaitan dengan desa. Ketiga, penguatan kompetensi SDM desa
dan perangkat kelembagaan pemerintah desa untuk mempermudah
dan memperjelas pelaksanaan tugas-tugas kewenangan desa.
Keempat, mengoptimalkan peran Badan Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten untuk melakukan
pembinaan kepada desa dalam mewujudkan desa mandiri serta
memberikan kesempatan luas kepada para stakeholders dan organisasi
non pemerintah untuk memberikan kontribusi terhadap upaya
pemberdayaan desa.
pelatihan pada perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional
maupun daerah (khusus untuk ASN di daerah). Pada tahapan
instansional, pengembangan sumber daya aparatur tidak berintegrasi
dengan perencanaan pembangunan daerah dan rencana strategis yang
disusun. Formalitas kepatuhan pada peraturan dalam pengembangan
kompetisi bukan berdasarkan pada tuntutan pencapaian rencana
strategis. Selain itu, pemahaman parsial dalam pengembangan
kompetensi sebatas pendidikan dan pelatihan.
Temuan penelitian Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan III
Aparatur (2005 dan 2008), Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara (2006), kompetensi dan kinerja aparatur
Pemda masih sangat kurang, belum dibuatnya standar kompetensi
jabatan, belum disusunnya analisis jabatan, serta kurangnya anggaran
dan perhatian Pemda terhadap kegiatanpendidikan dan pelatihan, masih
banyak program pengembangan pegawai yang belum berbasis pada
kompetensi dan analisis kebutuhan aktual pegawai dan organisasi,
masih terdapat kesenjangan antara satu pegawai dengan pegawai
lainnyatingkat kompetensi pegawai di lingkungan pemerintah daerah di
wilayah Kalimantan baik dilihat dari aspek jenjang pendidikan formal
maupun tingkat kompetensi keahlian (fungsional). Kepala Lembaga
Administrasi Negara, Agus Dwiyanto (2014) menyatakan bahwa terdapat
5 (lima) permasalahan yang teridentifikasi dalam meningkatkan
kapasitas pegawai Aparatur Sipil Negara berkelas dunia , yaitu sebagai
berikut : a) wawasan sempit, silo mentality, inward looking, b) standar
kompetensi, kode etika dan perilaku tidak jelas, imparsialitas rendah; c)
integritas dan disiplin rendah; d) motivasi rendah; dan e) budaya
pelayanan rendah.
Permasalahan dan kelemahan diatas menuntut pelaksanaan
reformasi khususnya di bidang aparatur negara yang lebih popular
v
disebut dengan reformasi birokrasi.Oleh karena itu upaya peningkatan
kualitas Aparatur Sipil Negara menjadi fokus utama dalam roadmap
penataan SDM aparatur diantaranya mengidentifikasi kebutuhan
kompetensi strategis untuk meningkatkan kapabilitas menjawab
kebutuhan global dan domestik; membangun mainstream
pengembangan kompetensi dengan menyusun ulang alokasi anggaran
untuk pengembangan kompetensi; menyusun standarisasi jabatan dan
kompetensi secara nasional; menyusun rencana pengembangan
kompetensi kementrian/lembaga/daerah; g) pengembangan
kompetensi pegawai, ini didasarkan pada manajemen talent inklusif
yang merangkum keragaman kultur, tantangan dan kebutuhan daerah
yang beragam, dan sebagainya.
Dengan melakukan studi kepustakaan, penyebaran kuesioner,
wawancara dan benchmarking implementasi pengembangan
kompetensi di berbagai pemerintahan daerah, kajian ini berhasil
memetakan kebutuhan kompetensi dan strategi pengembangannya.
Kebutuhan kompetensi manajerial yang terpetakan yaitu Strategic
Thinking, Integritas, Manajemen Perubahan, Kepemimpinan dengan visi,
Inovasi, Pengambilan Keputusan, Kemampuan Pembelajaran,
Kemandirian dalam bertindak, Ketahanan Pribadi, Membangun motivasi
bawahan, Kerja sama (team building), Komunikasi Lisan, Komunikasi
Tertulis, Membangun potensi bawahan, Mengeksekusi tugas,
Berorientasi pada pelayanan, Berorientasi pada Kuallitas. Kebutuhan
kompetensi sosio kultural yang terpetakan yakni Mengelola Keragaman
Lingkungan Budaya,Manajemen Konflik, Empati Sosial, Membangun
Network Sosial, Kepekaan Gender, dan Kepekaan Difabel. Strategi
pengembangan kompetensi manajerial pada pimpinan tinggi
diantaranya dengan model benchmarking, model Learning dan
pendekatan model Gemba Kaizen. Strategi pengembangan kompetensi
sosiokultural pada pimpinan tinggi adalah dengan menggunakan
pendekatan model Manajemen Multi Budaya.
Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, maka
direkomendasikan : 1) Dilakukan assesment kepada pemangku jabatan
pimpinan tinggi terhadap kompetensi yang dianggap relevan dan
vi
dibutuhkan tersebut untuk ditindaklanjuti dengan kegiatan
pengembangan kompetensi terkait, 2) Menyusun standar kompetensi
manajerial dan kompetensi sosio kultural pemangku jabatan pimpinan
tinggi berdasarkan hasil temuan kompetensi yang diperoleh, 3)
Pengembangan kompetensi khususnya pimti tidak hanya
memperhatikan prioritas putra daerah akan tetapi juga visi
pengembangan daerah ke depannya/konteks lokal kedaerahan,
penguatan kapasitas pimpinan tinggi-pun sebaiknya didasarkan pada
sasaran strategis dan IKU yang telah ditetapkan. 4) Melakukan regenerasi
kepemimpinan yang dinamis, pemetaan kompetensi pimti (mapping
talent pool), dengan memperhatikan kepekaan gender dan prioritas
putra daerah berbasis regional content dan tepat sasaran sesuai
kebutuhan misalnya dengan mengintensifkan sekolah kader dan
sebagainya, 5) Membuat laboratorium inovasi di setiap daerah sebagai
proyek perubahan berkelanjutan setiap pimti di unit kerjanya, 6)
Pelaporan kinerja pimti terkait pengembangan kompetensi dalam Sistem
Informasi Aparatur Sipil Negara, 7) Memasukkan program
pengembangan kompetensi ASN khususnya pimti baik manajerial
maupun sosiokultural dalam prioritas pembangunan daerah, 8) Strategi
pengembangan kompetensi manajerial (Benchmarking, Learning
Organization dan Gemba Kaizen) dan kompetensi sosiokultural
(Manajemen Multi Budaya) tersebut dapat menggunakan metode diklat,
seminar, kursus, magang sebagaimana yang diatur UU ASN No 5 Tahun
2014, 9) Dikarenakan keterbatasan penelitian ini, ke depannya dapat
dilakukan kajian sejenis dengan lingkup penelitian yang lebih luas.
Metode analisis yang dipakai adalah regresi linier berganda. Tiga • variabel bebas yang diuji adalah perubahan tingkat inflasi, perubahan tingkat nilai tukar, BI Rate atau tingkat suku bunga bebas risiko, dan Index Syariah. Berdasarkan basil analisis regresi tinier berganda menunjukkan bahwa sekitar 99,2% variansi dari kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) dijelaskan dengan signifikan oleh -secara bersama-sama- variabel perubahan tingkat intlasi, tingkat perubahan nilai tukar (kurs) Rupiah, tingkat suku bunga bebas risiko dan indeks Syariah, Sisanya, 0,8% dijelaskan oleh variabel lain di luar model ini.
Selama periode Januari 2002 sampai Desember 2007, (peningkatan) kinerja reksa daaa Syariah (PNM Syariah) sangat dipengaruhi oleh : tingkat inflasi sebesar 7,950, artinya, setiap kenaikan 1 % naiknya tingkat inflasi akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 7,950 ; pengaruh negatif dan tidak signifi.kan
tingkat nilai tukar sebesar 30;399; artinya setiap kenaikan 1% exchange rate akan menurunkan kinerja reksa dana Syariah sebesar 30,399, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; dan kinerja harga saham di Jakarta Islamic Index sebagal proksi lndeks Syariah, besamya pengatuh mencapai 4,553, artinya, setiap kenaikan 1 %; naiknya indeks Syariah akan meningkatkan kinerja reksa dana Syariah (PNM Syariah) sebesar 4,553, derigan asumsi variabel bebas lainnya konstan ; BI rate sebesar 0,661, artinya, setiap kenaikan BI rate 1 % akan mempengaruhi kinerja reksa dana sebesar 0,661, asumsi variabel bebas lainnya konstan.
The approach used in this study is multiple tinier regression model. Three independent variables which are tested are the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index. Applying Ordinary Least Square (OLS) to the data, the result shows that about 99,2% of the variation in the performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) is explained significantly by the change of inflation rate, echange rate, free risk interest rate and Syariah Index simultaneously. The other, about 0,8o/o, is explained by other variables which excluded from this model.
Over the period of the study, inflation rate have a noteworthy effect, i.e. about 7,950, to performance ofSyariah mutual fund (PNM Syariah). It means that ifthe proportion of inflation rate goes up by 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund goes up by about 7,950. Others, exchange rate have negative effect but not significance about 30,399. It means that if the proportion of exchange rate goes up by 1%, on average; performance of Syariah mutual fund goes down by about 30;399, BI Rate have noteworthy effect, i.e. 0,661, means that if the proportion of BI Rate goes up by
10%, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 6,61. At last; Syariah Index have 4,553 explains that if the proportion Syariah Index goes up 1 %, on average, performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah) goes up by about 4,553.
Besides, based on the result of partial test, it shows that there is a significance effect inflation rate and Syariah Index. It is proved by the parameter of a significance effect inflation rate and Syariah Index which has a positive sign. It means that inflation rate and Syariah Index is good indicator for performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). Contradictive with free risk interest rate and exchange rate not more significance to performance of Syariah mutual fund (PNM Syariah). It is proved by the parameter of significance effect BI Rate and exchange rate has a negative sign.