Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Volume 1 Nomor 3, Juli 2020 Penerbit: Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine is indexed by Google Scholar and licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. Hubungan Antara Keadaan Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Nike Monintja, Finny Warouw, Odi Roni Pinontoan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi E-mail add: nikemonintja@gmail.com Abstrak Latar Belakang: Tuberculosis paru, penderita yang dinyatakan positif oleh puskesmas atau penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang menular lewat udara dan perkembangbiakan bakteri mycobacterium tuberculosis bisa disebabkan oleh keadaan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keadaan fisik rumah dengan kejadian tuberkuosis paru di wilayah kerja puskesmas Bailang, kecamatan Bunaken. Metode: Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien tuberkuosis paru yang positif di wilayah kerja Puskesmas Bailang kecamatan Bunaken dengan sampel sebanyak 31 responden.Penelitian dilaksanakan di di wilayah kerja puskesmas Bailang kecamatan bunaken, pada bulan oktober tahun 2019 sampai febuari tahun 2020. Menggunakan instrument penelitian yaitu kuesioner dan alat laboratorium kesehatan Luxmeter untuk mengukur pencahayaan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan Chi-square CI = 95% dan α = 0,05. Hasil: Hasil yang di peroleh untuk pencahayaan alami yaitu ada hubungan antara pencahayaan alami dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas bailaing dengan hasil analisa bivariat yang menunjukan bahw anilai p = 0,000 (p<0,05) nilai Odds Ratio (OR) = 4,808dan 95% CI = 0,832-27,798 . Hasil yang di peroleh untuk Ventilasi yaitu ada hubungan antara luas ventilasi dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bailaing dengan hasil analisa bivariat yang menunjukan bahwa nilai p = 0,001 (p<0,05) nilai Odds Ratio (OR) = 3,354 dan 95% CI = 1,037-10,853. Adanya hubungan antara pencahayaan alami dengan luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Bailang. Kesimpulan: Kesimpualan adanya hubungan antara pencahayaan alami dan luas ventilasi dengan kejadiaan tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bailang , Saran agar supaya penderita lebih memperhatikan keadaan fisik rumah agar tidak terjadi perkembangbiakan mycobacterium tuberculosis dan dan dapat menular ke orang lain. Kata Kunci: Tuberculosis paru; fisik rumah; Manado PENDAHULUAN Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain mencangkup 94 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 perumahan, pembuangan kotoran manusia,penyediaan air bersih,pembuangan sampah, rumah hewan ternak (kandang), dan lain sebagainya. (Notoatmodjo,2011). Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya dan berfungsi sebagai tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung dari ganguan iklim dan makluk lainnya. Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syaratkesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan penyakit. Kondisi sanitasi perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi penyebab penyakit infeksi saluran pernapasan akut dan TBC paru. (Adnani,2011) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini, tuberkul-osis masih menjadi penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang meninggal karena TB (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif) dengan rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-anak. Pada tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan 12% diantaranya adalah HIV-positif. (Irianti,2014). Penyakit tuberculosis paru masih menjadi masalah kesehatan dunia di mana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari penduduk duniaterserang penyakit ini, sebagian berada di negara berkembang di antara tahun 2009-2011 hampir 89% penduduk dunia memnderita TB. Menurut laporan WHO tahun 2011 penderita TB di dunia sekitar 12 juta atau 178 per 100.000 dan setiap tahunnya ditemukan 8,5 juta dengan kematian sekitar 1,1 juta. (Nizar,2017) Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia.Di Indonesia maupun berbagai maupun berbagai belahan dunia, penyakit Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular dengan angka tertinggi, di India yaitu sebanyak 1,5 juta, kedua di Cina dengan mencapai 2 juta orang dan di Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita kurang lebih 583.000 (Naga,2012). Menurut WHO dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014), Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660,000 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya (Kemenkes RI, 2014). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan bahwa point prevalence Tb paru adalah 321 per 100.000 penduduk.7 Selain itu dari 33 propinsi di Indonesia, ada 5 propinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi dalam dua kali pelaksanaan Riskesdas. Data Dinas Kesehatan Kota Manado menunjukkan bahwa angka kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Manado dari tahun 2014 sampai 2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 angka kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Manado berjumlah 1388 kasus sedangkan pada tahun 2015 berjumlah 1548 kasus dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 1649 kasus. (Dinkes Manado, 2016) Menurut data di puskesmas Bailang pada tahun 2015 terdapat kasus tuberkulosis paru yang berjumlah 7 kasus, tahun 2016 terdapat kasus tuberkulosis paru berjumlah 21, tahun 2017 terdapat kasus tuberkulosis paru berjumlah 40 kasus, dan tahun 2018 terdapat 32 kasus dan tahun 2019 terdapat kasus tuberkulosis paru 42 kasus data Rumah Sehat di puskesmas Bailang pada tahun 2018, jumlah keseluruhan rumah di wilayah kerja puskesmas Bailang 2301 dan yang memenuhi syarat hanya 588 rumah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara keadaan fisik rumah dengan kejadian Tuberculosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Bailang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bailang, Kecematan Bunaken.Populasi kelompok kasus dalam penelitian ini adalah penderita Tuberkulosis 95 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 paru yang berobat di Puskesmas Bailang pada tahun 2019 yaitu 42 penderita yang positif tuberculosis paru, yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bailang, Kecamatan Bunaken. Sampel penelitian adalah penderita Tuberkulosis paru yang pada tahun 2019, banyak sampel yang di ambil yaitu 31 sampel, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Uji yang digunakan adalah uji Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Pencahayaan Alami Dengan Kejadian Tuberculosis Paru Hasil penelitian yang dilakukan pada rumah responden penderita tuberculosis paru diwilayah kerja puskesmas bailangdengan mengukur pencahayaan alami dalam rumah responden dengan mengunakan alat lux meter. Berdasarkan hasil yang, dapat diketahui hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,000(p < 0,05) yang berarti ada hubungan antara pencahayaan alami dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas bailaing, dengan nilai OR 4,808 dan 95% CI = 0,832-27,798 yang artinya responden yang memiliki pencahayaan yang kurangg dari 60 lux beresiko 4,808 kali lebih besar menderita tuberckulosis paru dari pada yang memiliki pencahayaan alami lebih atau sama dengan 60 lux. Hasil penelitian juga sama di lakukan Kuniawati,dkk(2012) bawah terdapat hubungan antara pencahayaan yang kurang dari 60 lux dengan tuberculosis paru, dengan hasil uji statistik menunjukkan dimana nilai p = 0,025, OR = 3,7, dan 95% CI = 1,3-10,3, rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. Kuman tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahuntahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api, kuman mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari. (kuniawati,dkk, 2012). Menurut penelitian Fatimah (2008) seseorang yang tinggal di dalam rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 4,214 kali lebih besar menderita tuberkulosis paru dibanding orang yang bertempat tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang memenuhi syarat. Banyak jenis bakteri dapat dimatikan jika bakteri tersebut mendapatkan sinar matahari secara langsung, demikian juga kuman tuberkulosis dapat mati karena cahaya sinar ultraviolet dari sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan. Diutamakan cahaya matahari pagi karena cahaya matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat membunuh kuman. Menurut penelitan Indriani (2016 ) juga mendapatkan hasil yaitu adanya hubungan pencahayaan alami dengan tuberculosis paru dengan rumah yang tidak memiliki pencahayan alami yang baik mempunyai peluang 3,273 kali lebih tinggi. Cahaya matahari untuk membunuh bakteri tersebut minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. Rumah yang sehat memerluhkan cahaya matahari yang cukup tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari, di samping kurang nyaman juga dapat menjadi media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembang biak bibit penyakit. Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah speri basil TBC. Oleh karena itu rumah yang sehatharus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) yang luasnya sekurang-kurang 15% dari luas lantai, Notoadmojo (2011). Depkes RI,1994 mengemukakan bahwa : “Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman” Pencahayaan alami di dalam rumah juga di pengaharui oleh ada atau tidaknya ventilasi yang memnuhi syarat atau jendela yang terbuka pada siang hari. Ventilasi juga tidak boleh terhalang oleh bangunan lain karena akan menghalangi cahaya matahari 96 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 masuk dapatt terjadi juga. Keberadaan cahaya matahari di dalam rumah sangatlah penting, karena cahaya matari untuk membunuh bakteri mycrobacterium tuberculosis selama 2 jam. Jika pencahayaan bagus didalam rumah maka penularan dan perkembangbiakan kuman dapat di cegah Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di tempat yang gelap. Responden dengan pencahayaan alami yang memenuhi syarat memiliki akses masuknya cahaya matahari lebih baik. Pencahayaan tersebut dapat masuk melalui lubang ventilasi, jendela, maupun pintu yang sering dibuka, atau dapat melalui genteng kaca. Responden dengan pencahayaan alami tidak memenuhi syarat karena kurangnya akses untuk masuknya cahaya ke dalam ruangan rumah akibat lubang ventilasi dan jendela yang jarang dibuka. Selain itu beberapa rumah responden jalan masuknya cahaya terhalang oleh rumah warga di sampingnya karena kondisi rumah yang berdempet antara satu rumah dengan rumah yang lain. Penularan penderita tuberculosis pada saat batuk dan bersin sehingga percikan dahak yang mengangdung Mycrobaterium tuberculosis dapat tersebar dan dibawah oleh udara atau tinggal di dalam ruangan dan dapat bertahan lama dalam keadaan gelap dan lembab, sehingga dapat menularkan pada orang yang tinggal satu rumah, jika cahaya matahari yang mengandung ultraviolet masuk lewat ventilasi dapat membunuh bakteri Mycrobaterium tuberculosis selama dua jam, jadi pentingnya cahaya matahari masuk kedalam rumah penderita tuberkulosis paru agar terjadi pencegahan penuluran tuberkulosis paru. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian Tuberculosis Paru Hasil penelitian yang dilakukan pada rumah responden penderita tuberculosis paru diwilayah kerja puskesmas bailangdengan mengukur luas ventilasi dengan luas laintai mengunakan rol meter.Berdasarkan hasil yang didapat, hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,001(p < 0,05) yang berarti ada hubungan antara luas ventilasi dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas bailaing, dengan nilai OR 3,354 dan 95% CI = 1,037-10,853 yang artinya responden yang memiliki luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai beresiko 3,354 kali lebih besar menderita tuberckulosis paru dari pada responden yang memiiliki luas ventilasi lebih dari 10% luas lantai. Penelitian dengan sejalan dengan Antoro,dkk,(2012) bahwa adanya hubungan luas ventilasi yang kurang dari 10% luas lantai dengan hasil uji statistik menunjukkan dimana nilai p = 0,028.Penelitian yang dilakukan oleh Izzati dkk (2015) didapatkan hasil ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat berisiko 1,8 kali lipat lebih besar untuk menderita TB paru dibandingkan dengan yang mempunyai ventilasi rumah memenuhi syarat, Ventilasi rumah yang memenuhi syarat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/ MENKES/KES/SK/VII/1999 yaitu luas ventilasi permanen > 10% luas lantai. Menurut penelitian Kenedyanti dan Sulistyorini (2017) Terjadinya penularan biasanya terjadi di dalam satu ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah percikan dahak, sementara sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan dapat membunuh bakteri. Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Oleh karena itu, lingkungan rumah yang sehat bila mendapat cukup sinar matahari dan terdapat ventilasi yang memenuhi syarat, akan mengurangi kemungkinan penyakit tuberkulosis (TB) berkembang dan menular. Ventilasi sangat berperan penting untuk masuknya cahanya matahari masuk kedalam rumah penderita karena dengan adanya cahaya matahari masuk di dalam rumah penderita dapat membunuh Mycrobacterium tuberculosis dalam dua jam, jika tidak ada ventilasi maka bakteri Mycrobacterium tuberculosis dapat hidup lama dalam rumah penderita dan dapat menularkan kepada penghuni rumah yang sama, dengan keadaan lingkungan penderita yang kost dan banyak penghuni satu rumah maka akan lebih besar 97 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 resiko orang tertular tuberculosis paru lebih banyak sehingga saat pendrita batuk atau bersin dapat di bawah oleh udara dan terhirup oleh penderita lain sehingga terhirup dan masuk kedalam tubuh lewah pernafasan. Ventilasi yang memenuhi syarat juga jika tidak dibuka dan tidak membiarkan cahaya matahari masuk dapat menjadi tempat penularan tuberculosis paru , ventilasi juga harus tidak dihalangi oleh bangunan lain sehingga cahaya matahari masuk kedalam rumah penderita. Kepadaatan penduduk dapat mempercepat penularan tuberculosis paru, karena bangunan yang berdekatan menghalagi cahaya matahari dan mempercepat penularan lebih banyak dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Perumahan sebagai suatu struktur fisik yang digunakan umtuk tempat berlindung, dimana lingkungan dan struktur tersebut termasuk fasilitas dan pelayanan yang diperluhkan, pelengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. (Sarudji, 2006), namun jika rumah yang termasuk vebtilasi yang tidak di buka dan tidak dibersihkan akan menjadi sumber penularan penyakit karena itu perluhnya pengetahuan bawah ventilasi yang tidak dibuka dan tidak memenuhi syarat menghalangi pencahayaan masuk kedalam rumah penderita dan dapat menjadi sumber penularan tuberculosis paru. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian Tuberculosis Paru Hasil penelitian yang dilakukan pada rumah responden penderita tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas bailangdiketahui hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,67(p < 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas bailang, dengan nilai OR 0,191 dan 95% CI = 0,38-0,946 yang artinya responden yang memiliki dinding rumah yang tidak kedap air beresiko 0,191 kali lebih besar menderita tuberckulosis paru dari pada responden yang memiiliki dinding rumah yang kedap air. Hasil penelitian didapatkan bahwa dinding rumah responden baik penderita TB paru maupun bukan penderita TB paru semuanya memenuhi syarat sehingga hasil penelitian tidak terdapat hubungan dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmasMulyorejo, Kenedyanti dan Sulistyorini (2017).Menurut penelitian Umboh,dkk (2016) Hasil analisis hubungan antara jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa faktor resiko jenis dinding kurang baik lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok kasus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,170> 0,05 maka dapat disimpulkan pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru . Dinding rumah harus dilengkapi dengan ventilasi yang cukup, karena ventilasi yang kurang luas dapat menyebabkan dinding rumah menjadi lembab. Dinding yang baik permukaannya halus atau rata, mudah dibersihkan dan tidak dapat menyerap air. Berdasarkan hasil observasional semua rumah responden sudah memenuhi syarat, yaitu kedap air dan mudah dibersihkan, Dinding rumah yang jarang dibersihkan, banyak mengandung debu dan lembab serta mengandung bakteri merupakan tempat berkembang biak bakteri yang baik termasuk Mycobacterium tuberculosis (Notoatmodjo, 2012). Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian Tuberculosis Paru Hasil penelitian yang dilakukan pada rumah responden penderita tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas bailang dengan melakukan obsevasi lantai rumah penderita tuberkulosis parudiketahui hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,31(p < 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas bailang, dengan nilai OR 1,739 dan 95% CI = 0,854-3,540 yang artinya responden yang memiliki lantai rumah yang tidak kedap air beresiko 1,739 kali lebih besar menderita tuberckulosis paru dari pada responden yang memiiliki lantai rumah yang kedap air. 98 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Hasil observasi dari rumah responden semuanya sudah memenuhi syarat yaitu kedap air dan mudah dibersihkan dan di dapatkan tidak adanya hubungan antara lantai dan tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo (Kenedyanti dan Sulistyorini 2017) Lantai rumah juga mempengaruhi penularan tuberkulosis paru karna lantai yang lembab dapat mempercepat dan mempertahankan bakteri Mycrobacterium tuberculosis hidup lebih lama dalam rumah penderita, karena Mycrobacterium tuberculosis dapat bertahan lama dalam kelembaban yang tidak sesuai standard an gelap. Namun dalam penelitian ini adanya keterbatasan peneliti yang tidak meneliti kelembaban pada penderita tuberculosis paru. PENUTUP Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara pencahayaan alami dan luas ventilasi dengan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Bailang dimana semakin baik pencahayaan dan luas ventilasi dapat menekan risiko penyebaran penyakit TB paru. Masyarakat diharapkan dapat melakukan pemeliharaan lingkungan fisik rumah yang sehat agar terhindar dari penularan penyakit tuberkulosis paru. Berdasarkan penelitian ini maka masyarakat dapat melakukan pemeriksaan tuberkulosis paru melalui pemeriksaan secara rutin dan berkala pada petugas kesehatan di puskesmas maupun layanan kesehatan lainnya sehingga apabila terjadi tuberkulosis paru, sedini mungkin dapat dilakukan penanganan yang tepat dan kemungkinan komplikasi lanjut dapat dicegah DAFTAR PUSTAKA Adnani, H. 2011. Ilmu kesehatan masyarakat.Yogyakarta :Nuha medika Almasyah, D. Muliawati, R. 2013 .Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika Antoro, S. 2012. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Respons Terhadap Praktik Pengobatan Strategi DOTS Dengan Penyakit Tb Paru di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 11. No 1 Azhar, K. 2013. Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Dengan Prevalensi Tb Paru Di Propinsi Dki Jakarta, Banten Dan Sulawesi Utara. Jurnal Ekologi Kesehatan.. Vol 23 No. 4. Chandra, B. 2012.Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tb Paru di Kab. Cilacap tahun 2008. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 10 No 2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengedalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Indonesia Bebas Tuberculosis. Direktorat Jenderal Pengedalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh. Pusat Data dan Informasi Kementerian Repiblik Indonesia. Kenedyanti,E. Sulistyorin , R.2017 Analisis Mycobacterium Tuberculosis Dan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru.Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 152 99 Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020 Kurniasari, R . Suhartono. Cahyo, K. 2012. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol.11. No.2 Naga, S. 2013. Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta : Diva Press Nizar, M. 2017. Pemberantasan dan penanggulangan tuberkulosis.Yogyakarta : Gosyen Publishing Notoadmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta Pinontoan, O, R. Sumampouw, O.J. 2018. Dasar Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. CV Budi Utama. Prsetyono, D. 2012. Daftar Tanda dan Gejala Ragam Penyakit. Yogyakarta: Flashbook Puskesmas Bailang. 2018. Laporan Rumah Sehat Wilayah Kerja Puskesmas Bailang 2018 Puskesmas Bailang. 2019. Laporan Kejadian Tuberculosis paru Wilayah Kerja Puskesmas Bailang 2019 Rosiana, A.M,. 2013. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, 2 (1): 1-8. Sarudji, D. 2006. Kesehatan Lingkungan. Sidoarjo .Yogyakarta : Media Ilmu Setiawan Dwi Antoro,S. Setiani ,O. Hanani, D, Y. 2012. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Respons Terhadap Praktik Pengobatan Strategi DOTS Dengan Penyakit Tb Paru di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Tahun 2010Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 1 Setiono, K. 2007. Manusia, Kesehatan, dan Lingkungan. Kualitas Hidup Dalam Perspektif Perubahan Lingkungan Global. Bandung : PT Alumni Sumampouw, O. J. (2019). Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Pesisir Dan Kelautan. Deepublish. Sumampouw, O. J. (2019). Perubahan Iklim Dan Kesehatan Masyarakat. Deepublish. Wenas, R. A., Pinontoan, O. R., & Sumampouw, O. J. (2020). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Dioksida (NO2) di Sekitar Kawasan Shopping Center Manado tahun 2020. Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine, 1(2), 053-058. Zulkoni, A. 2011. Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, dan Teknik Lingkungan. Yogyakarta : Nuha Medika 100