BAB 7
AKUNTANSI untuk PENJUALAN
ANGSURAN
☺ Pengertian Penjualan Angsuran
☺ Perhitungan Bunga dan Pencatatannya
☺ Perlakuan Akuntansi Lainnya
☺ Pembatalan Penjualan Angsuran
☺ Penjualan Angsuran untuk Barang Bergerak dan Barang Tidak
Bergerak
☺ Contoh Transaksi dan Laporan Keuangannya
353
AKUNTANSI untuk
PENJUALAN ANGSURAN
(Installment Sales)
1. PENGERTIAN PENJUALAN ANGSURAN
Penjualan menurut akuntansi, dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu
penjualan biasa dan penjualan angsuran. Penjualan biasa terdiri dari
penjualan tunai dan penjualan kredit. Penjualan tunai adalah penjualan yang
pembayarannya langsung lunas (diterima sekaligus). Penjualan kredit adalah
penjualan yang pembayarannya tidak diterima sekaligus (tidak langsung
lunas) pembayarannya bisa diterima melalui 2 (dua) tahap atau lebih.
Penjualan angsuran adalah penjualan yang pembayarannya tidak diterima
sekaligus (tidak langsung lunas), tetapi pembayarannya diterima melalui
lebih dari 2 (dua) tahap. Istilah penjualan angsuran dengan penjualan kredit
hampir sama, tetapi penjualan kredit yang dibayar hanya 2 X pembayaran
bukan merupakan penjualan angsuran.
Untuk menghindari risiko karena pembeli tidak membayar dan supaya
penjual tidak mengalami kerugian, maka biasanya saat membeli ada
beberapa perjanjian, antara lain:
354
1. Pada saat membeli disertai dengan meninggalkan jaminan ke penjual.
2. Hak kepemilikan barang berpindah ke pembeli, kalau pembayarannya
sudah lunas.
2. PERHITUNGAN BUNGA (Interest) pada PEN-JUALAN
ANGSURAN dan PENCATATANNYA
Dalam setiap penjualan angsuran ada bunga yang ditanggung oleh
pembeli. Dengan demikian setiap angsuran yang dibayarkan pembeli terdiri
dari angsuran pokok pinjaman dan bunga yang diperhitungkan. Macammacam perhitungan bunga yang dapat dipakai dalam penjualan angsuran
yaitu:
1. Bunga dihitung dari pokok pinjaman
2. Bunga dihitung dari sisa pinjaman
3. Sistem anuitas (bunga semakin menurun dan angsuran pokok pinjaman
meningkat)
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Bunga dihitung dari pokok pinjaman/sistem bunga tetap dan angsuran
pokok tetap.
Dalam metode ini besarnya bunga dihitung dari pokok pinjaman sehingga
besarnya bunga adalah tetap.
2. Bunga dihitung dari sisa pinjaman/Sistem bunga menurun dan angsuran
pokok pinjaman tetap.
Besarnya bunga dihitung dari saldo pinjaman awal periode, tergantung
periodenya bulanan atau tahunan. Kalau angsuran bulanan, bunga
didasarkan pada saldo awal bulan. Kalau angsuran tahunan, maka
bunga didasarkan pada saldo awal tahun. Jumlah bunga semakin lama
semakin turun.
3. Sistem anuitas
Besarnya bunga dihitung menggunakan rumus anuitas. Dengan
menggunakan rumus anuitas jumlah angsuran tetap tetapi jumlah bunga
semakin menurun, sedangkan angsuran pokok semakin meningkat.
Contoh serta perlakuan akuntansinya
Pada tanggal 5 April 2007, dealer ”Dwijaya” menjual sebuah sepeda motor
Suzuki dengan harga Rp 15.000.000 dan cara pembayaran adalah:
- Uang muka Rp 7.000.000,00.
- Sisanya sebesar Rp 8.000.000,00 diangsur sebanyak 4 kali setiap bulan
yaitu setiap tanggal 5. Angsuran pertama dimulai pada tanggal 5 Mei
2007.
- Bunga yang dibebankan sebesar 5% per bulan.
355
Bunga Dihitung dari Pokok Pinjaman
Besarnya bunga, pokok pinjaman, dan jumlah kas yang diterima dalam
setiap angsuran adalah sebagai berikut:
Angsuran Pokok
Tanggal
Pinjaman (Rp)
(1) = 8.000.000 : 4
Bunga (Rp)
(2)=5%
x 8.000.000
Kas yg Diterima/
Dibayar (Rp)
(3)= (1) + (2)
Sisa Pinjaman
(4) = (4
awal – (1)
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
5-4-07
5-5-07
5-6-07
5-7-07
5-8-07
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
400.000
400.000
400.000
400.000
7.000.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
Jumlah
8.000.000
1.600.000
16.600.000
Jurnal yang harus dibuat Pembeli dan Penjual adalah:
Keterangan
Jurnal yang Dibuat Pembeli
Jurnal yang Dibuat Penjual
5 April 2007
Pembelian
15.000.000
Saat Jual-Beli
Utg Pembelian Angsuran
8.000.000
Kas
7.000.000
Kas
Piut. Penj. Angs
Penj. Angs
5 Mei 2007
Angsuran 1
Utg Pembelian Angs 2.000.000
Biaya bunga
400.000
Kas
2.400.000
Kas
2.400.000
Piut Penj Angs 2.000.000
Pendapatan bunga
400.000
5 Juni 2007
Angs. Kedua
Utg Pembelian Angs 2.000.000
Biaya bunga
400.000
Kas
2.000.000
Piut Penj Angs 2.000.000
Kas
2.400.000
7.000.000
8.000.000
15.000.000
Pendapatan bunga
400.000
Untuk angsuran ke–3 dan ke–4 cara membuat jurnal adalah sama.
Bunga dihitung dari sisa pinjaman
Pada tanggal 5 April 2007, dealer ”Dwijaya” menjual sebuah sepeda motor
Suzuki dengan harga Rp 15.000.000 dan cara pembayaran adalah:
- Uang muka Rp 7.000.000,00.
- Sisanya sebesar Rp 8.000.000,00 diangsur sebanyak 4 kali setiap bulan yaitu
setiap tanggal 5. Angsuran pertama dimulai pada tanggal 5 Mei 2007.
- Bunga yang dibebankan sebesar 5% per bulan.
356
Besarnya bunga, pokok pinjaman, jumlah kas yang diterima/dibayar setiap
angsuran adalah sebagai berikut:
Tanggal
Angsuran Pokok
Pinjaman (Rp)
(1) = 8.000.000 : 4
Bunga (Rp)
(2)=5%
x 8.000.000
Kas yg Diterima/
Dibayar (Rp)
(3)= (1) + (2)
Sisa Pinjaman
(4) = (4
awal – (1)
5-4-2007
5-5-2007
5-6-2007
5-7-2007
5-8-2007
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
400.000
300.000
200.000
100.000
7.000.000
2.400.000
2.300.000
2.200.000
2.100.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
-
Jumlah
8.000.000
800.000
16.000.000
Jurnal yang harus dibuat adalah:
Keterangan
Jurnal yang Dibuat Pembeli (dlm Rp,00)
Jurnal yang Dibuat Penjual (dlm Rp,00)
5 April 2007
Saat Jual-Beli
Pembelian
15.000.000
Utg Pembelian Angs
8.000.000
Kas
7.000.000
Kas
Piut. Penj. Angs
Penj. Angs
5 Mei 2007
Angsuran I
Utg Pemb Angs
Biaya bunga
Kas
Utg Pemb. Angs
Biaya bunga
Kas
2.400.000
Piut Penj Angs
2.000.000
Pendapatan bunga
400.000
Kas
2.300.000
Piut Penj Angs
2.000.000
5 Juni 2007
Angsuran II
Kas
2.000.000
400.000
2.400.000
2.000.000
300.000
2.300.000
7.000.000
8.000.000
15.000.000
Pendapatan bagi
300.000
Sistem Anuitas
Bila menggunakan sistem anuitas, maka jumlah kas yang diterima/ dibayar
setiap bulan dicari dengan rumus sebagai berikut:
SP
–––––
NA = an
>P
Keterangan:
NA
= Nilai angsuran per periode
SP
= Sisa penjualan semula
an>P = Nilai tunai dari Rp 1,00 yang akan diterima setiap periode selama ‘n’
periode yang akan datang dengan tingkat bunga ‘p%’ per periode.
Nilai ini dapat dilihat pada tabel bunga atau dihitung sendiri dengan
memakai rumus deret ukur menurun.
357
Pada tanggal 5 April 2007, dealer ”Dwijaya” menjual sebuah sepeda motor
Suzuki dengan harga Rp 15.000.000 dan cara pembayaran adalah:
- Uang muka Rp 7.000.000,00.
- Sisanya sebesar Rp 8.000.000,00 diangsur sebanyak 4 kali setiap bulan yaitu
setiap tanggal 5. Angsuran pertama dimulai pada tanggal 5 Mei 2007.
- Bunga yang dibebankan sebesar 4% per bulan.
Besarnya bunga, pokok pinjaman, dan jumlah kas yang diterima/dibayar setiap
angsuran adalah sebagai berikut:
Tanggal
Kas yang
Bunga
diterima/dibayar
Angsuran pokok Sisa Pinjaman
pinjaman
5-4-2007
5-5-2007
5-6-2007
5-7-2007
5-8-2007
2.000.000
2.203.860
2.203.860
2.203.860
2.203.860
320.000
244.650
166.280
84.770
1.883.860
1.959.210
2.037.580
2.119.090
Jumlah
16.815.440
815.700
8.000.000
6.116.140
4.156.930
119.350
8.000.000
-
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:
Keterangan
Jurnal yang Dibuat Pembeli (dlm Rp,00)
Jurnal yang Dibuat Penjual
5 April 2007
Pembelian
Saat Penjualan
Utg Pemb. Angs
Kas
15.000.000
- 8.000.000
- 7.000.000
Kas
Piut. Penj. Angs
Penj. Angs
5 Mei 2007
Angsrn ke 1
Utg Pemb Angs
Biaya bunga
Kas
2.000.000
320.000
2.203.860
Kas
1.103.860
Piut Penj Angs
1.883.860
Pendapatan bunga
320.000
Utg Pemb. Angs
Biaya bunga
Kas
1.959.210
244.650
- 2.203.860
Kas
2.203.860
Piut Penj Angs
1.959.210
Pendapatan bunga
244.650
5 Juni 2007
Angsrn ke 2
7.000.000
8.000.000
15.000.000
Jurnal untuk angsuran ke–3 dan ke–4 dicatat dengan cara yang sama
3. Perlakuan Akuntansi Lainnya
Perlakuan Akuntansi Penjualan Angsuran yang lain kecuali masalah
penentuan bunga adalah:
a. Pengakuan Laba Kotor
b. Tukar-tambah (trade in)
c. Pembatalan Penjualan Angsuran
358
a. Pengakuan Laba Kotor
Dasar pengakuan laba yang dapat dipakai dalam penjualan angsuran
adalah:
1. Dasar Penjualan (Accrual Basis)
2. Dasar tunai (Cash Basis)
Penjelasannya adalah sebagai berikut
1. Dasar Penjualan (Accrual Basis)
Bila menggunakan dasar ini, laba kotor diakui pada saat penjualan
angsuran terjadi tanpa memperhatikan apakah pembayarannya sudah
diterima atau belum. Cara ini sama dengan pencatatan penjualan kredit
biasa. Metode ini dapat digunakan bila memenuhi 3 kondisi:
- Jangka waktu pembayaran relatif pendek.
- Kemungkinan terjadinya pembatalan sangat kecil.
- Biaya-biaya yang berhubungan dengan penjualan angsuran bisa
ditaksir dengan teliti.
Contoh :
Pada tanggal 7 januari 2007 terjadi transaksi penjualan angsuran di
PT ”Anugerah” senilai Rp70.000.000,00 dengan syarat pembayaran
sebagai berikut:
- Uang muka Rp20.000.000 dibayar pada saat transaksi penjualan.
- Sisanya dibayar sebanyak 5 kali angsuran tahunan, setiap akhir
tahun.
- Beban pokok penjualan Rp50.000.000,00.
Laba kotor yang sudah diakui dari penjualan angsuran tersebut dan
dicatat pada tahun 2007 oleh PT”Anugerah” sebesar Rp20.000.000,00
(Rp70.000.000,00 - Rp50.000.000,00).
Tabel penerimaan pembayaran dari penjualan angsuran ini adalah
sebagai berikut:
Tanggal
7-1-2007
31-12-2007
31-12-2008
31-12-2009
31-12-2010
31-12-2011
Jumlah
Keterangan
Uang muka
Angsuran ke–1
Angsuran ke–2
Angsuran ke–3
Angsuran ke–4
Angsuran ke–5
Jumlah
Rp20.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp10.000.000,00
Rp70.000.000,00
359
2. Dasar tunai (Cash Basis)
Dalam metode ini laba kotor diakui saat pengumpulan kas. Setiap
pengumpulan kas terdiri dari:
a. pembayaran atas beban pokok penjualan dan
b. pembayaran atas laba kotor
Ada 3 metode untuk memperlakukan penerimaan piutang penjualan
angsuran, yaitu:
1. Harga pokok kemudian laba kotor (cost recovery method)
Dalam metode ini penerimaan kas pertama dianggap sebagai
penutup beban pokok penjualan dahulu, setelah beban pokok
penjualan tertutup, baru penerimaan kas berikutnya diakui sebagai
laba kotor.
2. Laba kotor kemudian harga pokok
Dalam metode ini penerimaan kas pertama dianggap sebagai
perolehan laba kotor dahulu, setelah laba kotor tercapai baru sisa
penerimaan kas berikutnya diakui sebagai penutup harga pokok.
3. beban pokok penjualan dan laba kotor diakui secara proporsional
(metode penjualan angsuran)
Perbandingan pemakaian ketiga metode di atas dapat dilihat pada
contoh berikut:
Pada tanggal 7 Januari 2007 terjadi transaksi penjualan angsuran di
PT ”Anugerah” senilai Rp70.000.000,00 dengan syarat pembayaran
sebagai berikut:
- Uang muka Rp20.000.000 dibayar pada saat transaksi
penjualan.
- Sisanya dibayar sebanyak 5 kali angsuran tahunan, setiap akhir
tahun.
- Beban pokok penjualan Rp50.000.000,00
Tabel penerimaan pembayaran dari penjualan angsuran ini adalah
sebagai berikut:
Tanggal
Keterangan
Jumlah
7-1-2007
Uang muka
Rp 20.000.000,00
31-12-2007
Angsuran ke 1
Rp10.000.000,00
31-12-2008
Angsuran ke 2
Rp10.000.000,00
31-12-2009
Angsuran ke 3
Rp10.000.000,00
31-12-2010
Angsuran ke 4
Rp10.000.000,00
31-12-2011
Angsuran ke 5
Rp10.000.000,00
Jumlah
Rp70.000.000,00
360
Penjelasan penggunaan masing-masing metode di atas adalah sebagai
berikut:
Metode 1:
Perusahaan akan mencatat penerimaan tanggal 7 Januari 2007 sampai
31 Desember 2009 sebagai pembayaran beban pokok penjualan (totalnya
Rp50.000000,00), sedangkan penerimaan tanggal 31 Desember 2010
dan 31 Desember 2011 dicatat sebagai laba atas penjualan angsuran
(Rp20.000.000,00).
Metode 2:
Perusahaan akan mencatat penerimaan tanggal 7 Januari 2007
(Rp20.000.000,00) sebagai laba atas penjualan angsuran, sedangkan
penerimaan 31 Desember 2007 sampai 31 Desember 2011 diakui
sebagai pembayaran beban pokok penjualan angsuran ( totalnya
Rp50.000000,00)
Metode 3:
Dalam metode ini setiap penerimaan kas dari piutang penjualan angsuran
terdiri dari pembayaran beban pokok penjualan dan laba kotor yang diakui
secara proporsional sesuai dengan perbandingan beban pokok penjualan
dan laba kotor. Dari contoh di atas dapat dihitung perbandingan beban pokok
penjualan dengan laba kotor yaitu:
BPP : Laba Kotor
= 50.000.000 : 20.000.000
BPP : Laba Kotor
= 5
: 2
Dari contoh di atas dapat dibuat tabel besarnya beban pokok penjualan
dan laba kotor yang diakui dari setiap penerimaan pembayaran penjualan
angsuran
Harga Pokok
Penjualan
(Rp,00)
Laba Kotor
(Rp,00)
Tanggal
Keterangan
Pembayaran
(Rp,00)
7-1-2007
Uang muka
20.000.000
14.285.719,29
5.714.285,71
31-12-2007
Angsuran ke 1
10.000.000
7.142.859,64
2.857.140,35
31-12-2008
Angsuran ke 2
10.000.000
7.142.859,64
2.857.140,35
31-12-2009
Angsuran ke 3
10.000.000
7.142.859,64
2.857.140,35
31-12-2010
Angsuran ke 4
10.000.000
7.142.859,64
2.857.140,35
31-12-2011
Angsuran ke 5
10.000.000
7.142.842,15
2.857.140,35
70.000.000
50.000.000,00
20.000.000,00
Jumlah
361
Dalam metode ini setiap periode penerimaan kas diakui adanya pembayaran
beban pokok penjualan dan realisasi laba kotor.
Dari ketiga metode di atas, yang paling banyak dipakai adalah perlakuan
yang ketiga, yaitu beban pokok penjualan dan laba kotor diakui secara
proporsional setiap menerima kas.
Tukar Tambah atau Trade In
Tukar tambah adalah penjualan di mana pembeli menyerahkan
barangnya sebagai uang muka (down payment/DP) kekurangannya dibayar
secara angsuran. Dalam penjualan angsuran sering terjadi cara tukar tambah
untuk menarik pembeli.
Dalam tukar tambah, barang yang diserahkan sebagai uang muka
dicatat berdasar realisasi bersihnya dengan syarat: nilai realisasi bersih
tidak boleh melebihi nilai pokok pengganti (current replacement cost). Nilai
realisasi bersih adalah taksiran harga jual barang dikurangi biaya perbaikan,
biaya pemasaran, dan biaya-biaya lain serta taksiran laba yang diharapkan.
Selisih antara harga yang disepakati dengan nilai realisasi bersih dimasukkan
ke rekening cadangan kelebihan harga. Pada akhir periode rekening
cadangan kelebihan harga mengurangi rekening penjualan angsuran. Jadi
harga penjualan angsuran sebenarnya adalah sebesar rekening penjualan
dikurangi cadangan kelebihan harga.
Contoh:
Pada awal tahun 2007 toko elektronik ”Metrika” menjual mesin cuci
”Electrolux” secara angsuran sebesar Rp7.500.000. Cara pembayarannya
adalah sebagai berikut:
- Sebagai uang muka diterima sebuah mesin cuci merk ”Yamoto” dengan
nilai yang disepakati sebesar Rp2.000.000,00.
- Sisanya diangsur sebanyak 10 kali angsuran bulanan, masing-masing
Rp550.000,00 Mesin cuci yang diterima diperkirakan membutuhkan
biaya perbaikan sebesar Rp500.000,00. Setelah diperbaiki diperkirakan
dapat dijual dengan harga Rp2.400.000,00. Dalam penjualan mesin
cuci ”Electrolux” perusahaan memperhitungkan laba normal sebesar
10% dari harga jual. Harga perolehan mesin cuci “Electrolux” sebesar
Rp5.600.000,00.
362
Perhitungan:
Harga yang disepakati
Rp2.000.000,00
Harga jual mesin cuci ”Yamoto”
Biaya perbaikan
Rp2.400.000,00.
Rp500.000,00
Laba normal
10% x Rp46.000.000,00 Rp240.000,00
(Rp 740.000,00)
Taksiran nilai realisasi bersih
(Rp1.660.000,00)
Kelebihan harga
Rp340.000,00
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:
Untuk mencatat penjualan
Piutang penjualan angsuran
Rp5.500.000,00
Persediaan Barang Dagangan
(mesin cuci ”Yamoto”)
Rp1.660.000,00
Cadangan kelebihan harga
Rp340.000,00
Penjualan angsuran
Rp7.500.000,00
Untuk mencatat beban pokok penjualan angsuran
Beban pokok penjualan angsuran
Persediaan Barang Dagangan
Rp5.600.0000,00
Rp 5.600.0000,00
Pembatalan Penjualan Angsuran
Dalam penjualan angsuran kadangkala pembeli tidak dapat melunasi
angsurannya sehingga terjadi pembatalan penjualan angsuran. Beberapa hal
yang perlu dilakukan oleh penjual adalah:
1. Barang yang sudah dijual dimiliki kembali
Penjual harus menilai kembali barang tersebut. Dalam penilaian kembali
harus dipertimbangkan cadangan untuk perbaikan dan laba normal yang
diharapkan apabila barang tersebut dijual lagi (nilai realisasi bersih).
2. Piutang penjualan angsuran yang belum dibayar dibatalkan.
363
3. Mencatat laba atau rugi pembatalan penjualan angsuran
Tergantung metode pengakuan laba kotor yang digunakan (laba kotor
diakui saat penjualan atau laba kotor diakui secara proporsional dengan
penerimaan kas).
Laba Kotor Diakui Saat Penjualan
Pada metode ini laba kotor diakui saat penjualan sehingga saldo piutang
penjualan angsuran merupakan beban pokok penjualan yang belum diterima
pembayarannya. Jadi, selisih antara nilai realisasi bersih atas barang yang
diterima kembali dengan saldo piutang penjualan angsuran merupakan laba
atau rugi pembatalan penjualan angsuran.
Laba Kotor Diakui Secara Proporsional dengan Penerimaan Kas
Pada metode ini laba kotor diakui secara proporsional dengan penerimaan
kas, sehingga saldo piutang penjualan angsuran terdiri dari laba kotor yang
belum direalisasi dan beban pokok penjualan angsuran. Jadi, selisih antara
nilai realisasi bersih atas barang yang diterima kembali dengan saldo piutang
penjualan angsuran dan laba kotor belum direalisasi merupakan laba atau rugi
pembatalan penjualan angsuran.
Contoh:
PT Mawar menjual barang dagangannya secara angsuran. Pada tahun 2006
terjadi pembatalan atas penjualan angsuran yang terjadi pada akhir periode
sebelumnya. Informasi penjualan angsuran yang dibatalkan adalah sebagai
berikut:
-
Penjualan semula Rp30.000.000,00.
-
Beban pokok penjualan angsuran Rp22.500.000,00.
-
Tingkat laba kotor 25% dari harga jual.
-
Piutang penjualan angsuran yang sudah terkumpul Rp15.000.000,00.
-
Taksiran nilai realisasi bersih atas harga yang diterima kembali
Rp14.000.000,00.
364
Laba kotor diakui saat penjualan
Perhitungan:
Harga jual
Piutang yang sudah ditagih
(dlm ribuan Rp)
30.000
15.000
Piutang yang belum ditagih
15.000
Taksiran nilai realisasi bersih
12.000
Rugi pembatalan penjualan angsuran
(dlm ribuan Rp)
3.000
Jurnal:
Persediaan barang dagangan
14.000
Rugi pembatalan angsuran
1.000
Piutang penjualan angsuran
15.000
Laba kotor diakui secara proporsional dengan penerimaan kas
Perhitungan:
(dlm ribuan rupiah)
Harga jual
30.000
Piutang yang sudah ditagih
15.000
Piutang yang belum ditagih
15.000
(dlm ribuan rupiah)
Laba kotor belum direalisasi
25% x Rp15.000.000,00 =
3.750
Beban pokok penjualan yang belum dibayar
11.250
Taksiran nilai realisasi bersih
14.000
Laba pembatalan penjualan angsuran
2.750
Jurnal:
Persediaan barang dagangan
Laba kotor belum direalisasi
14.000
3.750
Piutang penjualan angsuran
15.000
Laba pembatalan angsuran
2.750
365
Laporan Keuangan
Perusahaan yang menjual barangnya secara angsuran Laporan Keuangannya
sama seperti pada perusahaan umumnya, yaitu:
a. Neraca,
b. Laporan laba-rugi dan
c. Laporan perubahan modal/saldo laba.
Di antara ketiga jenis laporan tersebut, hanya neraca dan laporan laba
rugi yang berbeda, sedangkan laporan perubahan modal/saldo laba sama.
Seperti pada perusahaan yang tidak menjual secara angsuran. Perbedaan
tersebut disebabkan karena di neraca dan laporan laba rugi terdapat rekening
yang berhubungan dengan penjualan angsuran. Di neraca rekening yang
berhubungan dengan penjualan angsuran adalah:
-
Piutang penjualan angsuran
Piutang penjualan angsuran disajikan dalam Neraca sebagai elemen Aktiva
Lancar setelah Piutang Usaha
-
Laba kotor yang belum direalisasi
Laba kotor yang belum direalisasi perlakuannya sama dengan pendapatan
yang ditangguhkan. Cara penyajian yang lazim adalah:
a. Disajikan di kelompok Aktiva sebagai pengurang Piutang Penjualan
Angsuran
b. Disajikan di kelompok Pasiva sebagai Pendapatan yang Ditangguhkan
Sebelum diberikan ulasan lebih detil dan contoh tentang penyusunan laporan
keuangan, maka terlebih dahulu akan diberikan ulasan tentang penjualan
angsuran untuk barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Penjualan Angsuran untuk Barang Tidak Bergerak dan Barang Bergerak
Dalam praktik penjualan angsuran dapat dipakai baik untuk barang bergerak
maupun barang tidak bergerak. Dalam penjualan angsuran pada umumnya laba
kotor diakui secara proporsional dengan penerimaan kas. Hal ini disebabkan ada
kemungkinan terjadi pembatalan penjualan angsuran. Dengan metode ini bila
terjadi pembatalan penjualan angsuran di catatan perusahaan tidak timbul rugi,
366
tetapi mencatat keuntungan. Tetapi untuk penjualan angsuran barang-barang
tidak bergerak tetap ada yang mengakui laba kotor pada periode penjualan.
Metode pencatatan untuk penjualan barang tidak bergerak berbeda dengan
metode pencatatan untuk penjualan barang bergerak. Pada penjualan barang
tidak bergerak, saat penjualan, nama barang yang bersangkutan langsung
dikredit sebesar beban pokok penjualan. Selisih antara harga jual dan beban
pokok penjualan langsung diakui sebagai laba kotor belum direalisasi.
Pada penjualan barang bergerak, laba kotor yang belum direalisasi belum
diakui pada saat terjadi transaksi penjualan. Laba kotor yang belum direalisasi
baru dihitung pada akhir periode. Hal ini disebabkan
Berikut ini adalah contoh penjualan angsuran untuk barang tidak bergerak
dan penjualan angsuran untuk barang bergerak. Untuk penjualan angsuran
barang tidak bergerak diberi contoh 2 metode pencatatan, yaitu laba diakui dalam
periode penjualan dan laba diakui secara proporsional dengan penerimaan kas.
Untuk penjualan barang bergerak hanya diberi contoh 1 metode pencatatan yaitu
laba diakui secara proporsional dengan penerimaan kas. Karena pada umumnya
untuk penjualan angsuran barang bergerak, laba diakui secara proporsional
dengan penerimaan kas.
Penjualan Barang Tidak Bergerak
Contoh:
PT Graha Sentosa adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jual beli
barang tidak bergerak. Pada tanggal 29 September 2006. PT Graha Sentosa
menjual rumah kepada Bapak Irfan. Harga pokok rumah saat dijual adalah
Rp140.000.000,00 sedangkan harga jualnya adalah Rp200.000.000,00.
Beberapa ketentuan yang diatur didalam kontrak penjualan antara lain:
-
Pembayaran pertama (down payment) sebesar Rp40.000.000,00
-
Untuk menjamin keamanan kepemilikan rumah tersebut PT Graha Sentosa
dan Bapak Irfan setuju untuk menghipotikkan rumah tersebut dari Bapak
Irfan kepada PT Graha Sentosa sebesar Rp160.000.000,00. Akta hipotik
ditandatangani pada tanggal 1 November 2006 dibayar 10 kali angsuran
367
-
dengan pembayaran tiap kuartal @ Rp16.000.000,00. Bunga hipotik
sebesar 15% per tahun yang dihitung dari sisa pinjaman hipotik yang belum
dibayar.
Komisi dan biaya-biaya lainnya guna menyelesaikan akta hipotik sejumlah
Rp7.000.000,00 telah dibayar tunai oleh PT Graha Sentosa. Angsuran
pokok dan bunga hipotik untuk pertama kali dimulai pada tanggal 5 Januari
2007
Berikut ini adalah jurnal yang dibuat oleh PT Graha Sentosa
Keterangan
Laba diakui dalam
periode penjualan
(dalam ribuan rupiah)
29-9-2006
Dijual sebuah
rumah dengan
harga Rp200 juta
harga pokok rumah
Rp160.000.000,00
Piutang
Rumah
Laba
penj. rmh
P e n e r i m a a n
pembayaran pertama
Rp 40 juta dan
hipotik untuk saldo
yang belum dibayar
Rp160 juta
Kas
Hipotik
Piutang
Biaya yang
dikeluarkan
Biaya penj. 7.000
Kas
31-12-2006
Piutang
Bunga yang masih bunga
harus diterima atas Pend.
hipotik 15% untuk Bunga
jangka waktu 3 bulan
Rp 160 juta x 15% x3/12
= Rp4.000.000,00
% LK ase = Rp 60 jt/
Rp200 jt x 100%= 30%.
Penerimaan kas tahun
2006 Rp 40jt. Jadi LKD
30%xRp 40jt=Rp 12jt
368
200.000
140.000
60.000
40.000
160.000
Laba diakui secara
proporsional dengan
pembayaran yang diterima
(dalam ribuan rupiah)
Piutang
Rumah
200.000
160.000
Laba
penj. Rmh 40.000
200.000
Kas
Hipotik
Piutang
7.000
Biaya penj. 7.000
Kas
6.000
6.000
75.000
125.000
200.000
Piutang
Bunga
Pendp.
Bunga
6.000
LKBD
LKD
12.000
7.000
6.000
12.000
Menutup rekening
nominal
1-1-2007
(Penyesuaian
kembali)
Laba
12.000
Pendp
6.000
Bunga
Bi Penj. 7.000
Laba/Rugi
Pendp.
6.000
Bunga
Piut. Bunga
5-1-2007
Kas
Diterima pembayaran Hipotik
a n g s u r a n h i p o t i k Pendp.
sebesar Rp16 jt & bunga
bunga hipotik sebesar
160 juta x 15% x 4/12
= Rp4.000.000,00
24.000
5-5-2007
Kas
Diterima pembayaran Hipotik
a n g s u r a n h i p o t i k Pendp.
sebesar Rp16 jt & bunga
bunga hipotik sebesar
144 jt rb x 15% x 4/12
= Rp7.200.000,00
23.200
Kas
5-9-2007
Diterima pembayaran Hipotik
a n g s u r a n h i p o t i k Pendp.
sebesar Rp16 jt & bunga
bunga hipotik sebesar
Rp128 juta x 15% x 4/12
= Rp6.400.000,00
22.400
31-12-2007
Bunga yang masih
harus diteirma atas
hipotik 15% untuk
jangka waktu 4 bulan
Rp112 juta x 15% x
4/12 = Rp5.600.000
5.600
menutup rekening
nominal ke laba atau
rugi. Penerimaan kas
tahun 2007 Rp69.,6
juta. Jadi LKD 40%
x Rp69,6juta =
Rp9.600.000,00
Piut.
Bunga
Pend.
Bunga
Pendpt.
27.200
Bunga
Laba/rugi 27.200
11.000
6.000
LKD
12.000
Pendp
6.000
Bunga
Bi penj.
Laba/Rugi
Pendp.
bunga
Piut.
Bunga
6.000
6.000
Kas
Hipotik
Pendp.
bunga
24.000
16.000
8.000
Kas
Hipotik
Pendp.
bunga
23.200
16.000
7.200
Kas
Hipotik
Pendp.
bunga
22.400
16.000
6.400
5.600
Piut.
Bunga
Pend.
Bunga
7.000
11.000
16.000
8.000
16.000
7.200
16.000
6.400
5.600
5.600
LKD
9.600
Piut.
27.200
Bunga
Laba/rugi
36.800
369
1-1-2008
(Penyesuaian
kembali)
Pdp.
Bunga
Piut.
Bunga
5-1-2008
Kas
Diterima pembayaran Hipotik
a n g s u r a n h i p o t i k Pendp.
sebesar Rp 16 jt & bunga
Rp112 juta x 15% x
4/12 = Rp5.600.000
5.600
5.600
23.600
16.000
5.600
Pdp
Bunga
Piut.
Bunga
5.600
Kas
Hipotik
Pendp
bunga.
23.600
5.600
16.000
5.600
Keterangan:
LKD : Laba Kotor Direalisasi
LKBD : Laba Kotor Belum Direalisasi
Dalam praktik, kemungkinan dapat terjadi pembatalan penjualan angsuran
baik untuk barang tidak bergerak maupun barang bergerak. Apabila dalam
contoh di kasus ini terjadi pembatalan piutang penjualan angsuran pada
tanggal 5 Mei 2008 karena pembeli tidak dapat mengangsur lagi, maka rumah
tersebut dikembalikan kepada PT Graha Sentosa. Seandainya harga rumah
saat dikembalikan adalah Rp 100.000.000,00. Besarnya Laba/Rugi yang timbul
karena pembatalan ini akan tergantung pada metode yang digunakan:
Keterangan
Total pembayaran UM dan Hipotik yg
telah diterima {40.000 + ( 4 x 16.000)}
Kerugian penurunan nilai rumah
Harga pokok rumah saat dijual 140.000
Harga pasar rumah saat dimiliki
Kembali
(86.000)
Laba bersih
Laba yang telah diakui sebelum
pemilikan kembali rumah
Laba (rugi) pemilikan kembali rumah
370
Laba diakui
dlm periode
penjualan
(dlm
Rp000,00)
Laba diakui
proporsional
dgn pembayaran
yg diterima (dalam
Rp000,00)
104.000
104.000
(54.000)
50.000
(40.000)
64.000
(60.000)
(10.000)
31.200
32.800
Jurnal yang dibuat saat pembatalan dan pemilikan kembali rumah adalah
sebagai berikut:
Laba Diakui dalam Periode
Penjualan (dalam Rp 000,00)
Rumah
86.000
Rugi pemilik kembalikan 10.000
Piut. Penj. Angs
96.000
Laba Diakui Proporsional dg
Pembayaran yg Diterima
(dlm Rp 000,00)
Rumah
100.000
LKBD
28.800
Piut. Penj. Angs 96.000
Laba pemilikan
32.800
kembali
Nilai Laba Kotor yg belum Direalisasi (LKBD) adalah (dlmRp 000,00)
Harga Jual Rumah
Uang Muka
Hipotik = 4 x 16.000
Laba Kotor yg Blm Direalisasi: 30 % x 96.000
200.000
40.000
64.000
104.000
96.000
28.800
Laba yang telah diakui sebelum terjadi pembatalan penjualan angsuran:
Laba kotor dari uang muka = 30% x Rp40.000.000,00 = Rp12.000.000
Laba kotor angsuran hipotik = 30% x Rp64.000.000,00 = Rp19.200.000
Rp31.200.000
Penjualan Barang Bergerak
Dalam praktik, selain penjualan biasa (reguler) perusahaan juga melakukan
penjualan angsuran. Tujuan perusahaan juga menjual secara angsuran adalah
untuk menaikkan omzet penjualan. Bila hal ini yang terjadi dalam perusahaan,
maka dalam menyusun laporan keuangan harus dipisahkan antara piutang
penjualan reguler dan piutang penjualan angsuran.
371
Contoh:
Berikut ini adalah neraca PT ”Sari” 1 Januari 2008:
PT Sari
Neraca
Per 1-1-2008
(dalam ribuan rupiah)
Kas
Persedian barang dagangan
Piutang dagang
Piutang Penjualan Th 2006
Piutang Penjualan angs. Th 2005
96.500
300.000
100.000
60.000
42.500
Utang dagang
LKBD th 2006
LKBD th 2005
Modal saham
Laba yang ditahan
45.500
15.000
8.500
350.000
180.000
Total Aktiva
599.000
Total Aktiva
599.000
Sedangkan transaksi-transaksi yang terjadi selama tahun 2007 di PT Sari adalah
sebagai berikut:
(dlm Rp 000,00)
Penjualan tunai sebesar
Penjualan kredit sebesar
BPP
Penjualan angsuran sebesar
BPP angsuran
Pembelian barang dagangan secara kredit
Penerimaan kas diperoleh dari:
Piutang dagang
Piutang penjualan angsuran 2007
Piutang penjualan angsuran 2006
Piutang penjualan angsuran 2005
Pengeluaran kas untuk:
Pembayaran utang dagang
Biaya operasi
372
Rp
70.000
230.000
130.000
500.000
350.000
550.000
120.000
300.000
50.000
40.000
300.000
75.000
Berdasar data di atas, Jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:
(dalam ribuan rupiah)
Keterangan
Jurnal
Saat penjualan
Kas
Piut. dagang
Penjualan
Piut. Penj. Angs’07
Penj. Angs
70.000
230.000
Pembelian
Utang dagang
550.000
Saat pembelian barang dagangan
300.000
500.000
500.000
550.000
Penerimaan kas
Kas
510.000
Piutang dagang
120.000
Piut. Penj. Angs’05
300.000
Piut. Penj. Angs’04
50.000
Piut. Penj. Angs’03
40.000
Pengeluaran kas
Utang dagang
Biaya operasi
Kas
300.000
75.000
31 Desember 2005
Penyesuaian penjualan angsuran
BPP angsuran
Peng.penj. Angs
350.000
Menutup penjualan angsuran
Penj. Angs
BPP angsuran
LKBD
500.000
Mencatat laba kotor direalisasi
LKD 07 = 30% x 300.000 = 90.000
LKD 06 = 25% x 50.000 = 12.500
LKD 05 = 20% x 40.000 = 8.000
375.000
350.000
350.000
150.000
LKBD tahun 2007
LKBD tahun 2006
LKBD tahun 2005
LKD 2005-2007
90.000
12.500
8.000
Laba/rugi
Penj. Angs
Pembelian
Persediaan awal
500.000
350.000
Menutup pesediaan akhir Rp 24 juta
ke laba/rugi
Persediaan akhir
Laba/rugi
470.000
Menutup penjualan reguler ke laba/rugi
Penjualan
Laba/rugi
300.000
LKD
Laba/rugi
110.500
Menutup persediaan awal, pembelian, dan
penjualan angsuran ke laba/rugi
Menutup LKD laba/rugi
110.500
550.000
300.000
470.000
300.000
110.500
373
Menutup biaya operasi ke laba/rugi
Mencatat biaya pajak penghasilan 15%
Menutup PPh ke Laba/rugi
Menutup Laba/rugi ke laba yang ditahan
Laba/rugi
Biaya operasional
75.000
75.000
Biaya Pjk. Penghasilan 45.825
Utang PPh
45.825
Laba/rugi
Biaya PPh
45.825
45.825
Laba/rugi
Saldo laba
259.675
259.675
Perhitungan persentase Laba Kotor masing-masing tahun dihitung sebagai
berikut:
Tahun 2005 = 8.500/42.500
x 100 % = 20 %
Tahun 2006 = 15.000/ 60.000 x 100 % = 25 %
Tahun 2007 = 150.000/500.000 x 100 % = 30 %
Perhitungan Persediaan akhir:
Persediaan awal
Pembelian
Barang siap dijual
Persediaan Akhir
Beban pokok penjualan
BPP Penjualan reguler
BPP Penjualan Angsuran
Persamaan:
850.000 – x
= 380.000
850.000 – 380.000 = x
x
= 470.000
374
300.000
550.000
850.000
(x)
130.000
350.000
380.000
LAPORAN KEUANGAN
Jika Perusahaan Melakukan Penjualan Reguler dan Penjualan Angsuran
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa di samping menjual secara reguler,
perusahaan menjual secara angsuran dengan tujuan untuk meningkatkan omzet
penjualan. Apabila hal ini terjadi, maka dalam neraca harus dijelaskan secara
rinci:
a. saldo piutang penjualan angsuran dari masing-masing periode penjualan
angsuran,
b. saldo dari laba kotor belum direalisasi dari masing-masing periode penjualan
angsuran.
Dalam laporan laba atau rugi harus dipisahkan antara penjualan, biaya dan
laba atau rugi dari penjualan reguler dan dari penjualan angsuran. Sedangkan
laba atau rugi yang dicantumkan dalam laporan laba atau rugi adalah laba/rugi
yang direalisasi selama satu periode tersebut (termasuk laba yang direalisasi
dari penjualan angsuran periode-periode sebelumnya).
Di bawah ini diberikan ilustrasi Laporan Keuangan apabila perusahaan di
samping menjual secara reguler juga menjual secara angsuran.
PT ”Siliwangi”
Neraca
Per 31 Desember 2007
Aktiva
Pasiva
Kas
Piutang dagang
Piutang penjualan angsr:
Th. 2007
300.000
Th. 2006
35.000
Th. 2005
10.000
Pers. Barang Dagangan
(dalam ribuan rupiah)
167.000
70.000
Utang dagang
Utang PPh
345.000
600.000
Aktiva Tetap (bersih)
1.000.000
Total aktiva
2.182.000
350.000
9.500
Pendapatan ditangguhkan
LKBD
Th. 2007
175.000
Th. 2006
26.000
Th. 2005
5.000
Total Utang Lancar
206.000
Utang Obligasi
400.000
Total Hutang
965.500
Modal saham
1.000.000
Agio saham
150.000
Saldo laba
166.500
Total modal
1.316.500
Total pasiva
2.182.000
375
PT ”Brawijaya”
Laporan Laba Rugi
Untuk Periode yg Berakhir 31 Desember 2007
Penjln angs.
Penjln reguler
Total
(dlm Rp000,00) (dlm Rp 000,00) (dlm Rp000,00)
Penjualan
200.000
190.000
390.000
Beban pokok penjualan:
Pers 1-1-2005
120.000
Pembelian
400.000
Tersedia untuk dijual 520.000
Persd 31 Des 2005 (240.000)
(150.000)
(130.000)
(280.000)
Laba kotor
50.000
60.000
110.000
LKBD dari penjualan th. 2007
30.000
30.000
LKD dari penjualan th. 2007
20.000
60.000
80.000
LKD dari 2005-2007
16.150
Total LKD
96.150
Biaya operasi
50.000
Laba sebelum pajak
46.150
Pajak penghasilan
4.615
Laba setelah pajak
41.535
Pajak penghasilan:
10% x Rp46.150.000,00 = Rp4.615.000,00
PT ”Brawijaya”
Laporan Perubahan Laba yang Ditahan
Untuk Periode yang Berakhir Tahun 2007
(dalam ribuan rupiah)
Saldo laba per 1 Januari 2005
Laba bersih setelah pajak penghasilan
Pembagian dividen
Saldo laba per 31 Desember 2005
376
60.000
41.535
101.535
0
101.535
SOAL DAN PENYELESAIAN
Soal
Berikut ini adalah informasi dari PT Arjuna:
Tahun
Persentase
Laba
Saldo Piut.
Penj. Angs.
1-1-2007
(dlm 000,00)
Pengumpulan
Piut Selama
th. 2007
(dlm 000,00)
Saldo Piut.
Penj. Angs.
31-12-2007
(dlm 000,00)
2005
35%
750.000
750.000
0
2006
40%
1.250.000
850.000
400.000
2007
45%
0
150.000
1.250.000
Diminta:
1. Hitung saldo laba kotor belum direalisasi tanggal 1 Januari 2007.
2. Hitung saldo laba kotor belum direalisasi tanggal 31 Desember 2007.
3. Hitung saldo laba kotor direalisasi tanggal 31 Desember 2007.
4. Buat jurnal untuk menyesuaikan laba kotor belum direalisasi ke laba kotor
direalisasi pada tanggal 31 Desember 2007.
Penyelesaian
1. Saldo laba kotor belum direalisasi tanggal 1 Januari 2007 adalah sebagai
berikut:
Dari penjualan tahun
2005: 35% x Rp750.000.000,00
= Rp 262.500.000,00
2006: 40% x Rp1.250.000.000,00
= Rp 500.000.000,00
Jumlah
Rp 762.500.000,00
377
2. Saldo laba kotor belum direalisasi tanggal 31 Desember 2007 adalah sebagai
berikut:
Dari penjualan tahun
2005: 35% x Rp 400.000.000,00
= Rp 140.000.000,00
2006: 40% x Rp 1.250.000.000,00 = Rp 500.000.000,00
Jumlah
Rp 640.000.000,00
3. Saldo laba kotor belum direalisasi tanggal 31 Desember 2007 adalah sebagai
berikut:
Dari penjualan tahun
2005: 35% x Rp750.000.000,00
= Rp 262.500.000,00
2006: 40% x Rp850.000.000,00
= Rp 340.000.000,00
2007: 45% x Rp150.000.00,00
= Rp 67.500.000,00
Jumlah
Rp 670.000.000,00
4. Jurnal untuk mencatat penyesuaian laba kotor belum direalisasikan ke
laba kotor direalisasikan pada tanggal 31 Desember 2007 adalah sebagai
berikut:
LKBD tahun 2005
Rp 262.500.000,00
LKBD tahun 2006
Rp 340.000.000,00
LKBD tahun 2007
Rp 67.500.000 ,00
LKD tahun 2005–2007
Rp 670.000.000,00
Keterangan:
LKBD = laba kotor belum direalisasi
LKD = laba kotor direalisasi
378