PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI HADITS
Disusun guna memenuhi tugas Kritik Sanad dan Matan Hadits
Dosen Pengampu : Hasan Ismaili, M.Ag.
Nama :
Haikal Al Fiqri
NIM. 53020220072
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
َن ال َّر ِح ِيم
ِ ِبس ِْم اللَّ ِه الر َّْحم
Segala Puja dan Syukur atas karunia yang telah Allah SWT berikan kepada hambaNya tidak kurang suatu apapun, yang memberikan segala apa yang diinginkan hamba-Nya
tanpa belas kasihan dari hamba-Nya. Oleh karena itulah kita harus selalu mensyukuri atas
karunia nikmat-Nya yang telah diberikan kepada kita dengan selalu besyukur atas-Nya.
Sholawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw
yang dengan segala perjuanganya membawa agama islam serta sebagai pembawa risalah agar
umatnya selalu dalam jalan yang benar yang sesuai tuntunan wahyu yang Allah berikan
kepada-Nya, serta terlimpahkan juga kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita yang in syaa
Allah sebagai pengikutnya yang semoga diberikan keistiqamahan dalam melaksanakan
perintah-Nya dan kelak kita mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.Terimakasih kami
ucapkan kepada Dosen mata kuliah Kritik Sanad & Matan Hadits yang telah membimbing
kami dalam pembelajaran dan arahan tugas pembuatan makalah ini. Tanpa bimbingan dari
beliau mungkin kami tidak bisa mengerjakan tugas ini dengan format yang ditentukan.
Kami menyadari bahwasanya makalah dan pembelajaran yang ada didalamnya masih
banyak sekali point pembelajaran yang belum dibahas karena keterbatasan ilmu pengetahuan
kami yang dimiliki, namun kami harap pembaca bisa mengambil sedikit pembelajaran dan
pembahasan yang kami buat.
Salatiga, 21 September 2023
Haikal Al Fiqri
NIM. 53020220072
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1. Definisi Pendekatan Dalam Memahami Hadits ............................................. 2
2.2. Macam Pendekatan Dalam Memahami Hadits .............................................. 2
2.2.1. Pendekatan Filosofis............................................................................ 2
2.2.2. Pendekatan Kebahasaan ...................................................................... 2
2.2.3. Pendekatan Budaya dan Lokalitas Arab .............................................. 4
2.2.4. Pendekatan Geografis .......................................................................... 5
2.2.5. Pendekatan Sabab Wurud .................................................................... 6
2.2.6. Pendekatan 'Illah Fi al-Hadith ............................................................ 7
2.2.7. Pendekatan Jam al-Riwayat ................................................................ 8
2.2.8. Pendekatan Maqashid Sunnah............................................................. 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 10
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 10
3.2. Saran ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam usaha memahami hadits secara benar sesuai dengan makna yang terkandung di
dalamnya, maka perlu beberapa pendekatan untuk menjelaskan isi hadits tersebut. Tentunya
hal ini bertujuan agar hadits tersebut dimaknai secara benar dan dapat diamalkan sesuai dengan
isi yang ada di dalamnya. Seperti halnya Al-Qur'an, hadits juga tidak bisa hanya dipahami
sekedar dengan menerjemahkanya saja, tetapi perlunya beberapa pendekatan agar hadits bisa
terbuka secara luas maknanya salah satunya dengan pendekatan sejarah atau historisnya.
Term yang ada di dalam hadits akan rancu apabila hanya dipahami melalui terjemahan
katanya saja, sebab hal tersebut sudah tentu tidak relevan. Hal ini disebabkan ada beberapa
hadits yang masih sulit dipahami atau bahkan diamalkan apabila hanya melihat dari segi
terjemahanya saja. Diantaranya hadits tentang "Surga berada di bawah telapak kaki Ibu", maka
akan dipahami surga letaknya atau keberadaanya di bawah telapak kaki ibu. Benarkah seperti
itu memaknainya? Jawabanya tentu saja tidak. Nah, dari sinilah kita akan membahas beberapa
pendekatan dalam memahami hadits agar sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada
audiens agar dapat diamalkan kandunganya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendekatan dalam pemahami hadits?
2. Apa saja macam pendekatan dalam memahami hadits beserta contoh haditsnya?
3. Bagaimana penjelasan dan kesimpulan dari contoh hadits menurut pendekatanya?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian pendekatan dalam memahami hadits
2. Menyebutkan macam pendekatan dalam memahami hadits beserta contohnya
3. Menjelaskan dan menyimpulkan contoh hadits menurut pemahaman pendekatanya
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pendekatan Dalam Memahami Hadits
Pendekatan merupakan sudut pandang (perspektif) ataupun titik tolak seseorang dalam
sebuah proses pembelajaran.1 Sedangkan memahami hadits sendiri merupakan usaha berupa
analisis cermat baik secara tekstual maupun kontekstual agar dapat memahami makna dari
sebuah hadits tersebut baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad SAW.2 Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya pendekatan dalam
memahami hadits merupakan cara pandang dalam menganalisis baik tekstual maupun
kontekstual hadits agar makna di dalamnya dapat dipahami secara benar.
2.2. Macam Pendekatan Dalam Memahami Hadits
2.2.1. Pendekatan Filosofis
Kata filosofis diambil dari kata inggris philosofica kata sifat yang berarti
kefilsafatan, tindakan yang bersifat filsafat sedangkan berfikir secara filsafat adalah
aktifitas fikir atau kegiatan akal manusia dalam usaha memahami secara mendalam. 3
Pemahaman hadis secara filosofis adalah memahami hadis dengan mencari makna
substansial yang dikandung dengan mengembangkan dan memberi makna arti yang lebih
mendalam dan luas dari sebuah teks hadis.
Dengan kata lain memahami hadis secara filosifs berarti memahami hadis
dengan melihat makna, tujuan lain dari maksud hadis tersebut dengan melihat kepada
keadaan social cultural, historis, keadaan hadis itu diucapkan sehingga dapat diketahui
maksud dan tujuan hadis tersebut yang sebenarnya untuk memahami hadis secara filosifis
maka harus dipelajari latar belakangnya, maknanya yang tersirat dari sebuah hadis, atau
yang terbaca dari kenyataan yang melahirkan munculnya hadis. Sehingga dapat diketahui
ada hadis yang bersifat temporer, detail, dan berkaitan dengan tempat. Oleh sebab itu harus
dibedakan mana hadis yang bermakna umum dan khusus, temporer dan kontinyu, yang
parsial dan global, yang masing-masing mempunyai konsekuensi hukum tersendiri.
2.2.2. Pendekatan Kebahasaan
1
Blog
UNY,
Definisi,
Model,
Pendekatan,
Strategi,
Metode,
http://blog.uny.ac.id/sukirno/files/2013/11/PENDEKATAN.docx (diakses 16 November 2023, Pukul 22.32 WIB)
2
Ushuluddin Dan Pemikiran Islam, Pemahaman Tekstual Dan Kontekstual Pada Hadits, https://ushuluddin.uinsuka.ac.id/id/kolom/detail/287/pemahaman-tekstual-dan-kontektual-pada-hadits. (diakses 16 November 2023,
Pukul 22.38 WIB)
3
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Cet. IV (Surabaya: Usha
Nasional, 1988)., hal. 20.
2
Dalam pendekatan bahasa tentu menjadi hal yang ihwal untuk dipelajari
disebabkan hadits sama halnya dengan Al-Qur'an menggunakan bahasa Arab. Maka,
sudah disimpulkan bahwasanya untuk dapat memahami hadits tentu harus mempunyai
keahlian dalam segi bahasa Arab.4
a) Hadits yang dipahami secara majas
Dalam konteks kebahasaan, kekeliruan dalam memahami hadits banyak muncul
akibat kerancuan dalam memaknai kata secara hakiki atau majas. Dalam konteks
akidah, pemaknaan hakiki dan majas terhadap teks (ayat Al-Qur’an dan Hadits)
telah memicu sektarianisme, khususnya yang membicarakan sifat dan esensi Tuhan.
Dalam konteks fikih, hal ini bisa berimplikasi pada perbedaan dalam istinbaṭ
hukum. Tidak aneh rasanya, bahwa ulama banyak mengulas tema majas dan hakiki
dibandingkan kaidah kebahasaan lainnya. Contohnya;
1) Hadits Tentang Surga di Bawah Pedang dan Telapak Kaki Ibu
Pemaknaan hakiki pada kata, frasa, atau kalimat yang seharusnya dimaknai
majas bisa menimbulkan kontradiksi dalam pemahaman hadis. Misalnya
sabda Nabi Muhammad SAW bahwa surga ada di bawah bayangan pedang,
5
وف
ِ ُ سي
ُّ اب ا ْل َجنَّ ِة تَحْ تَ ِظ ََل ِل ال
َ إِنَّ أَب َْو
“Ketahuilah bahwa surga berada di bawah bayang-bayang pedang”
Hadis di atas diperbandingkan dengan hadis bahwa surga ada di bawah
telapak kaki ibu,
6
ا ْل َجنَّةُ تَحْ تَ أ َ ْقد َِام األ َّم َهات
"Surga berada di bawah telapak kakinya.”
Pedang dan telapak kaki merupakan dua entitas yang berbeda. Maka
pemaknaan secara hakiki tidak bisa dipakai pada dua hadis ini. Dengan
memaknai hadis secara majas bisa disimpulkan bahwa untuk memeroleh
surga, kita bisa ikut berperang membela Agama Allah lalu gugur dalam
peperangan tersebut, atau kita berbakti dengan sebaikbaiknya kepada ibu.
4
Dalam bahasa Arab, ada banyak kata yang tersusun dari huruf-huruf dasar (ishtiqaq) yang berbeda namun
bermakna sama, yang disebut muradif yang dalam bahasa Indonesia padanannya adalah sinonim. Ada juga satu
kata namun memiliki banyak makna yang disebut sebagai mushtarak. Bahasa Arab juga mengenal makna hakiki
dan majas (metafora). Pengetahuan terhadap muradif, mushtarak, hakiki, majas, dan kaidah kebahasaan lainnya
menjadi sangat penting dan fundamental bagi peneliti hadis
5
Al-Bukhari, “Bab Kan al-Nabīy Idha Lam Yuqātil Awwal al-Nahar Akhkhar al-Qitāl Ḥatta Tazul al-Shams”
dalam Ṣaḥiḥ al-Bukhari, III/1082.
6
Al-Nasai, “Bab al-Rukhṣah fī al-Takhalluf li Man Lah Walidah” dalam Sunan al-Nasai, VI/11.
3
Dua hadis ini menjadi penjelasan yang holistik dan sempurna, di mana saat
perang terjadi maka jihad adalah kunci masuk surga, dan saat dalam kondisi
damai maka berbakti kepada ibu adalah kunci surga.
2) Hadits yang dapat dipahami secara hakiki maupun secara majas
Hadits bisa saja dipahami secara hakiki oleh peneliti, akan tetapi tidak
menutup kemungkinan peneliti lainya memahami secara majas. Jadi, dalam
kategori ini kita tidak bisa memberikan verifikatif mana makna hadits yang
benar ataupun salah disebabkan verifikasi hadits kategori ini hanya dapat
diketahui kelak di akhirat. Contoh haditsnya;
س ِك
َّ وف فَ ِم ال
ْ ب ِع ْن َد اللَّ ِه ت َ َعالَى ِم ْن ِريحِ ا ْل ِم
ُ َصائِ ِم أ َ ْطي
ُ ُلَ ُخل
" “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah
daripada bau minyak misk (kasturi)” (HR. Bukhari).
Ketika hadis ini dipahami secara hakiki, maka bau mulut menjadi hal baik
yang dianjurkan untuk dimiliki oleh siapa pun orang yang berpuasa. Akan
tetapi hukum di atas akan berubah jika hadis ini dimaknai secara majas.
Artinya bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan umatnya yang
berpuasa supaya mereka memiliki bau mulut. Namun beliau sedang
menjelaskan keutamaan orang yang berpuasa sehingga bau mulutnya yang
menurut manusia itu menjijikkan, tetapi di dalam pandangan Allah menjadi
sebuah hal yang bagus dan wangi bagaikan parfum. Perlu digarisbawahi
bahwa wangi parfum ini ada di dalam pandangan Tuhan, bukan manusia, dan
Tuhan tidak menilai ibadah manusia dari sisi zahirnya.
2.2.3. Pendekatan Budaya Dan Lokalitas Arab
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya ajaran Islam muncul pertama kali di daerah
Arab yang mana kondisi sosio-historis saat hadits disampaikan sangatlah berpengaruh
terhadap pemaknaan hadits akan dapat dipahami secara menyeluruh. Saat didakwahkan di
kota Makkah, Islam memperbaiki tradisi yang berlaku di tengah masyarakat kota Makkah.
Tradisi yang dianut dan aktivitas yang dilakukan penduduk
Makkah jika dinilai menjunjung tinggi nilai-nilai positif dan mulia, tetap
dipertahankan oleh Nabi Muhammad. Di waktu yang sama, Islam menghilangkan tradisi
buruk yang ada di kota Makkah. Demikian juga saat Islam didakwahkan di Madinah dan
daerah lainnya, seharusnya terwujud akulturasi yang menguatkan budaya dan tradisi lokal
4
dengan nilai-nilai keislaman, bukan mengarab-kan tradisi-tradisi tersebut yang merupakan
kristalisasi dari nilai yang sudah berlaku dalam kurun waktu yang lama dan merupakan
gambaran dengan cita-cita kolektif masyarakatnya sejak dahulu kala. Di sinilah letak nilai
universalitas Islam yang adaptif dan kompatibel dengan seluruh masa dan tempat (shahih
li kulli zaman wa makan), bahwa dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad memang
untuk seluruh manusia dan berlaku hingga hari Kiamat, bukan khusus untuk orang-orang
Arab yang hidup di masa beliau saja.
Ada hadis yang seharusnya dipahami sebagai respons Nabi Muhammad
terhadap tradisi lokalistik orang Arab, dan ada hadis yang berlaku universal untuk seluruh
manusia di mana pun ia berada. Memahami konsepsi ini dengan baik menjadi sebuah
keniscayaan. Kekeliruan memahami konsep ini, akan memicu kekeliruan dalam
memahami kandungan hadis.Contoh haditsnya;
اض فَ ِإنَّ َها ِم ْن َخي ِْر ثِيَابِ ُك ْم َوك َِفنُوا فِي َها َم ْوتَا ُك ْم
َ َسوا ِم ْن ثِيَابِ ُك ُم ا ْلبَي
ُ َا ْلب
“Pakailah oleh kalian pakaian yang putih karena itu termasuk pakaian yang paling
baik. Dan berilah kafan pada orang mati di antara kalian dengan kain warna putih.” (HR.
Abu Daud no. 4061, Tirmidzi no. 994 dan Ibnu Majah no. 3566)
Hadits ini jelas bukan salah satu landasan agar meniru tradisi Arab dalam
berpakaian yang diinginkan oleh Agama. Namun berpakaian yang sesuai dengan kriteria
syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam. Secara umum, kriteria berpakaian yang
sesuai ajaran Agama adalah pakaian yang menutup aurat, tidak transparan, tidak ketat,
tidak menyerupai pakaian yang identik dengan pakaian lawan jenis, tidak menyerupai
pakaian yang identik dengan pakaian orang kafir, dan tidak berlebihan untuk mencari
popularitas (shuhrah).7
Agama membebaskan kita dalam berbusana untuk memilih bahan kainnya,
berkreasi pada bentuk dan warna pakaiannya, yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut,
dengan mempertimbangkan kondisi geografis, sosial masyarakat, dan kebutuhan
pemakainya.
2.2.4. Pendekatan Geografis
Hadits-hadits yang memuat sabda dan perbuatan Nabi Muhammad yang
terkait dengan geografis Arab dapat dengan mudah dimengerti oleh para sahabat karena
mereka berdomisili di tempat yang sama dengan beliau. Namun ketika hadis tersebut
7
Ali Mustafa Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahm al-Sunnah al-Nabawīyah, hal. 88.
5
didengar atau dibaca oleh orang yang tinggal di daerah lain, pemahamannya bisa keliru.
Contoh haditsnya;
ما بَيْن ال َمش ِْرق وال َم ْغ ِرب قِبْلة
" Di antara timur dan barat adalah kiblat." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits di atas, kiblat salat berada di arah utara atau selatan. Hadis ini
tentunya berlaku bagi Nabi Muhammad dan sahabat beliau yang tinggal di kota Madinah,
tidak bisa digeneralisasi bagi seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia.
2.2.5. Pendekatan sabab wurud
Hadits yang memiliki sabab wurud, bisa jadi berlaku khusus sekali saja yaitu
saat Nabi Muhammad menyabdakan atau melakukannya, dan bisa jadi berlaku universal
sampai hari kiamat. Oleh karenanya muncul dua kaidah yaitu: pertama berbunyi al-‘ibrah
bi khuṣuṣ al-sabab la bi umum al-lafz. Kedua berbunyi al-‘ibrah bi ‘umum al-lafz la bi
khusus al-sabab. Ada hadis yang secara khusus ditujukan oleh Nabi Muhammad kepada
seseorang atau satu kelompok, sehingga tidak bisa diamalkan oleh orang lain dan
kelompok lain.
Ada juga hadits yang berlaku umum dan tidak bisa diberlakukan, hanya
berlaku untuk satu orang atau satu golongan saja, walaupun orang atau golongan tersebut
merupakan penyebab hadits itu ada. Tanpa mengetahui sabab wurud, ada hadits yang
kandungannya (murad hadith) tidak bisa dimengerti sama sekali. Sebagimana menurut
Ali Mustafa Yaqub.8 Tanpa sabab wurud, hadis bisa dimengerti kandungannya namun
memunculkan kontradiksi dan pemahaman yang keliru. Contoh haditsnya;
… اج ِر
ِ َوإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِ ُد َهذَا
َّ ِالدينَ ب
ِ َالر ُج ِل ا ْلف
" Sungguh Allah menguatkan agama ini dengan seorang yang durhaka.” (HR. Bukhari
No. 6116)
Hadits ini sabab wurud berdasarkan kisah seorang laki-laki yang ikut berperang bersama
Rasulullah dalam perang Khaibar.9 Maka sesuai dengan kisah tersebut terdapat dua opsi
penjelasan mengapa laki-laki tersebut dinyatakan masuk neraka. Pertama, dirinya memang
bukan orang yang beriman, sehingga apa pun kebaikan yang diperbuatnya tidak akan
8
Ali Mustafa Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣaḥiḥah fi Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah (Jakarta: Maktabah Darussunnah,
2016)., hal. 109.
9
Dalam riwayat Muslim dikatakan sebagai perang Hunaian, sedangkan dalam riwayat Bukhari sering disebut
sebagai perang Khaibar.
6
dicatat oleh Allah. Kedua, maksud dari “masuk neraka” adalah bahwa dia melakukan
dosa besar yaitu bunuh diri.10 Opsi kedua ini bisa dilihat dari judul bab “Bab Ghilaẓ
Taḥrim Qatl al-Insan Nafsah”11yang ditulis oleh Muslim, yang artinya bahwa bunuh diri
merupakan dosa besar yang jika tidak ampuni oleh Allah bisa menyebabkan seseorang
masuk Neraka.
2.2.6. Pendekatan 'illah fi al-Hadith
Dalam menelaah hadits dari segi autentisitasnya 'illah diartikan sebagai suatu
kecacatan terhadap perawi hadits sehingga menyebabkan dha'if nya hadits tersebut.
Tetapi, ketika menelaah otoritas hadis, ‘illah diartikan sebagai penyebab atau alasan (ratio
legis) sebuah perbuatan dihukumi wajib, haram, sunah, makruh, atau mubah. Selama ‘illah
ini ada, sebuah perbuatan akan mendapat satu penilaian hukum tertentu, dan jika ‘illah ini
hilang maka hukum tersebut akan berubah.
‘Illah hadits ada yang dinyatakan secara lugas (eksplisit) dalam teks hadits
yang dinamai ‘illah mansusah, dan ada yang tersirat (implisit) yang dinamai ‘illah
mustanbaṭah. Bisa jadi sebuah hadits memiliki ‘illah mansuṣah dan ‘illah mustanbaṭah
sekaligus. Contohnya adalah ‘illah keharaman khamr yang mansusah yaitu memabukkan
(iskar).12 Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa semua makanan dan minuman yang
memabukkan disebut sebagai khamr.
س ِك ٍر َخ ْم ٌر َو ُك ُّل َخ ْم ٍر َح َرام
ْ ُك ُّل ُم
“Setiap hal yang memabukkan itu disebut khamr (miras), dan setiap yang memabukkan
adalah haram.” (HR. Muslim)
سك ََر فَ ُه َو َح َرا ٌم
ْ َب أ
ٍ ُك ُّل ش ََرا
“Setiap minuman yang memabukkan, maka minuman itu haram.” (HR. Bukhari)
Materi apapun yang dikonsumsi oleh manusia, baik dimakan, diminum, dihisap, maupun
disuntikkan, ketika hal itu menyebabkan mabuk maka materi tersebut dinamai khamr dan
haram hukum mengonsumsinya. Secara lugas dinyatakan bahwa mabuk adalah ‘illah dari
keharaman khamr.
10
Qs. An-Nisa (4);29
Muslim, Bab Ghilaz Taḥrim Qatl al-Insan Nafsah...” dalam Ṣaḥiḥ Muslim, I/73.
12
Ali Mustafa Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahm al-Sunnah al-Nabawīyah, hal. 61.
11
7
2.2.7. Pendekatan jam 'al-riwayat
Jam ’al-riwayat merupakan cara terpenting dalam aktivitas memahami hadis.
Penggunaan jam 'al-riwayat, maka ‘llah hadis bisa terkuak, sabab wurud dapat diketahui,
sisipan yang ada dalam matan hadis bisa terdeteksi, dan banyak sekali kontroversi yang
ada dalam hadis atau perselisihan pendapat yang bisa diselesaikan. Berikut adalah cara
kerja dari jam 'al-riwayat Pertama, lacak keberadaan riwayat-riwayat dari hadis yang
diteliti dengan menggunakan takhrij. Kedua, pastikan bahwa riwayat-riwayat yang teliti
merupakan hadis yang sama, bukan hadis yang berbeda. Bisa jadi ada dua atau lebih
periwatan hadis tentang dua tema tertentu yang berbeda, namun sebenarnya merupakan
satu hadis. Ketiga, memastikan kesahihan riwayat-riwayat hadis tersebut. Keempat,
analisis redaksional riwayat-riwayat yang diteliti. Kelima, analisis hadis bersama dengan
hadis lain yang memiliki kesamaan tema. Contoh haditsnya;
علَ ْي ِه
َ َاء أ َ ْه ِل ِه
ِ ب بِبُك
ُ َّإِنَّ ا ْل َميِتَ لَيُعَذ
" Sesungguhnya seorang mayit diadzab dikarenakan tangisan keluarganya
kepadanya." (HR. Abu Dawud No. 3131)
2.2.8. Pendekatan maqashid sunnah
Dalam definisi yang sederhana, mengetahui maksud dari hadis dengan
melihat sosok dan pribadi Nabi Muhammad disebut maqaṣid sunnah. Dengan maqaṣid
sunnah, bisa jadi maksud dari hadis adalah kebalikan dari apa yang tersurat dalam matan
hadis. Ada beberapa hadis yang harus dipahami dengan pendekatan maqaṣid sunnah, di
antaranya adalah anjuran untuk haji berulang kali, bentuk-bentuk transaksi ekonomi, dan
sebagainya. Contoh haditsnya;
ع
ٌ فَ َما َزا َدفَ ُه َو ت َ َط ُّو,ٌا َ ْل َح ُّج َم َّرة
" Haji itu sekali dan selebihnya adalah sunnah." (HR. Abu Daud No. 1721)
Dengan membolehkan haji berulang, tujuan yang dikehendaki oleh Nabi
Muhammad tidak bisa tercapai. Sebaliknya, dengan menggunakan pemahaman maqaṣid
sunnah, tujuan pensyariatan haji bisa tercapai. Sehingga bisa disimpulkan bakwa makna
hadis di atas adalah bahwa setiap orang wajib berhaji, dan jika ada madharat dan hak
sebagian umat Islam yang terampas, maka haji berulang hukumnya zalim. Pemaknaan ini
memang terbalik dengan redaksional matan, namun selaras dengan sosok dan kepribadian
Nabi Muhammad yang ingin ajaran Islam diamalkan oleh seluruh umat Islam dan tidak
ada madharat yang menimpa seorangpun dari mereka.
8
Larangan untuk berhaji berulang tentu tidak berlaku bagi orang yang
memiliki kepentingan semisal petugas haji, pembimbing haji dan petugas kesehatan yang
ditugaskan oleh pemerintah untuk membantu jamaah haji dan mengupayakan supaya
rangkaian manasik haji berjalan dengan lancar.13
13
Andi Rahman, Pendekatan-Pendekatan Dalam Memahami Hadits, Cet. 1 (Jakarta: Program Studi Ilmu AlQur'an & Tafsir PTIQ Jakarta, 2023)., hal. 105-106.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendekatan dalam memahami hadits merupakan salah satu upaya menganalisis
hadits baik secara tekstual maupun kontekstual yang bertujuan agar hadits dapat dipahami
maknanya secara benar termasuk dalam mengamalkanya. Beberapa pendekatan tersebut
diantaranya pendekatan filosofis, kebahasaan, budaya dan lokalitas Arab, geografis,
sabab wurud, 'illah fi al-Hadith, jam 'al-riwayat, dan maqashid sunnah.
Dengan adanya pendekatan inilah memudahkan seseorang memahami makna
hadits secara luas yang tentunya akan memberikan dampak signifikan dalam konteks
implementasinya terhadap relevansi di zaman sekarang. Memahami hadits dengan
pendekatan menjadi salah satu usaha agar tidak terjadi penyelewengan makna, ikhtilaf
dalam perbedaan perspektif, yang mana pendekatan ini akan mampu menjawab
problematika dalam hadits.
3.2. Saran
Kami harapkan agar pembaca sebaik dan seteliti mungkin dalam memahami dan
menelaah tentang bab haal. Serinci mungkin makalah ini dibuat untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran terutama bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca
sekalian agar nantinya bisa mengetahui dan memahami tentang Pendekatan Dalam
Memahami Hadits. Manusia tidak ada yang sempurna, masih banyak kekurangan dan
ketidaktahuan kami harapkan para pembaca bisa memahami tentang haal lewat referensi
lain agar nantinya mendapatkan ilmu yang bertambah dan luas.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Bab Kan al-Nabiy Idha Lam Yuqatil Awwal al-Nahar Akhkhar al-Qitāl
Ḥatta Tazul al-Shams, dalam Ṣaḥiḥ al-Bukhari, III/1082.
Al-Nasai, Bab al-Rukhṣah fī al-Takhalluf li Man Lah Walidah, dalam Sunan al-Nasai,
VI/11.
Muslim, Bab Ghilaz Taḥrim Qatl al-Insan Nafsah...” dalam Ṣaḥiḥ Muslim, I/73.
Noor Syam, Muhammad. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila, Cet. IV (Surabaya: Usha Nasional).
Rahman, Andi. 2023. Pendekatan-Pendekatan Dalam Memahami Hadits, Cet. 1
(Jakarta: Program Studi Ilmu Al-Qur'an & Tafsir PTIQ Jakarta)
Yaqub, Ali Mustafa. 2016. al-Ṭuruq al-Ṣaḥiḥah fi Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah
(Jakarta: Maktabah Darussunnah)
Blog
UNY,
Definisi,
Model,
Pendekatan,
Strategi,
Metode,
http://blog.uny.ac.id/sukirno/files/2013/11/PENDEKATAN.docx (diakses 16 November 2023,
Pukul 22.32 WIB)
Ushuluddin Dan Pemikiran Islam, Pemahaman Tekstual Dan Kontekstual Pada
Hadits,
https://ushuluddin.uin-suka.ac.id/id/kolom/detail/287/pemahaman-tekstual-dan-
kontektual-pada-hadits. (diakses 16 November 2023, Pukul 22.38 WIB)
11