Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

BESI COR

TEKNIK MESIN MAHASISWA UNIVERSITAS RIAUQ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Besi Cor Istilah besi cor, sama halnya dengan istilah baja yang termasuk dalam jenis besi paduan dengan kandungan utamanya berupa besi, karbon, silikon. Besi cor memiliki kandungan karbon dan silikon yang lebih tinggi dari baja, karena tingginya kandungan karbon, sehingga strukturnya berlawanan dengan baja, ditunjukkan dengan fasa kaya karbon. Suhu cair besi cor relatif rendah yaitu (1300oC). hal ini menguntungkan karena mudah untuk dicairkan, pemakaian bahan bakar yang lebih irit dan dapur peleburan yang lebih sederhana. Logam cair mudah dicor untuk mengisi cetakan yang rumit dengan mudah. Karena itu, besi cor merupakan bahan yang murah dan serba guna ditinjau dari segi desain produk. Daerah komposisi kimia ditetapkan dalam diagram keseimbangan Fe-C pada batas kelarutan karbon pada besi, yaitu mengandung 2% karbon atau lebih, tetapi besi cor yang sesungguhnya terdiri dari panduan yang mengandung unsur Si, Mn, P, S dan unsur-unsur lainnya, walaupun sebenarnya masih mengandung unsur-unsur tersebut namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Terkadang untuk tujuan tertentu unsur-unsur paduan lainnya ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik tergantung dari aplikasi penggunaannya. 2.2 Komposisi Besi Cor Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Besi Cor ( Heine 1981) Unsur karbon Silikon Mangan Posfor Sulfur Besi kelabu (%) 2,5 – 4,0 1,0 – 3,0 0,2 – 1,0 0,002 – 1,0 0,02 – 0,025 Besi nodular ( %) 3,0 – 4,0 1,8 – 2,8 0,1 – 1,0 0,01 – 0,1 0,01 – 0,003 1 Besi putih (%) 1,8 – 3,6 0,5 – 1,9 0,25 – 0,8 0,06 – 0,2 0,06 – 0,2 Besi mampu tempa (%) 2,2 – 2,9 0,9 – 1,9 0,15 – 1.2 0,02 – 0,2 0,02 – 0,2 Tabel 2.1 di atas menunjukkan bahwa unsur karbon dan silikon sangat mempengaruhi jenis besi cor yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena karbon dan silikon mempengaruhi terbentuknya grafit dalam besi cor bila kadarnya ditingkatkan sedangkan ketika besi dalam fase cair, karbon bersenyawa dengan besi membentuk karbida besi. Silikon yang terkandung dalam besi cor akan menyebabkan sementit menjadi kurang stabil sehingga cenderung membentuk grafit. Selain kandungan karbon dan silikon, terbentuknya berbagai jenis besi cor juga dipengaruhi oleh laju pendinginan selama proses pembekuan. Unsur-unsur paduan logam dan non logam ditambahkan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik besi cor sesuai yang diinginkan. Besi cor mempunyai lapisan yang mengandung grafit berbentuk flake (serpihan) sehingga mempunyai kekuatan tarik yang tidak begitu tinggi dan keuletannya sangat rendah sehingga tidak dapat dibentuk selain dengan proses pengecoran dan permesinan. Bila pada besi cair ditambahkan sedikit magnesium atau serium, maka grafitnya akan berubah menjadi bulat (spheroid) yang mempunyai keuletan lebih tinggi. Tabel 2.2 Klasifikasi Patahan, Struktur Mikro Besi Cor (Metal Handbook,1990) Komersial penunjukan Karbon –fase Matrix Fracture Besi kelabu Perlit Kelabu Besi nodular Ferit, Perlit, Austenit Perak- kaya Grafit Lamellar Grafit bulat Kelabu Besi putih Perlit, Martensit Putih Fe3C Besi mampu tempa Ferit, Perlit Perak- Grafit temper Kelabu Tabel 2.2 diatas menunjukkan bahwa warna patahan dari besi cor dapat menentukan jenis dari besi cor tersebut. Selain dari warna patahan, jenis besi cor juga dapat dilihat dari matrik penyusunnya. 2 2.3 Klasifikasi Besi Cor Besi cor dapat diklasifikasikan menurut kadar karbon dan silikon yang dikandungnya. 2.3.1 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Besi cor kelabu adalah besi cor yang kandungan karbonnya bervariasi antara 2,5% - 4% sementara kandungan silikon antara 1% - 3%. Sebagian besar grafit yang terbentuk pada besi cor jenis ini adalah serpihan (flakes), yang sekitarnya dilingkupi matrik ferit  atau perlit. Secara umum bentuk mikrostruktur besi cor kelabu tidak selalu sama, hal ini dipengaruhi oleh komposisi atau pengaruh dari perlakuan panas (Gambar 2.1). Gambar 2.1 Diagram fasa Besi cor (Calliseter,2006) Besi cor kelabu terbentuk dari paduan besi dan karbon dengan laju pendinginan medium (dengan matrik berupa perlit) dan pendinginan lambat (dengan matrik berupa ferit). 3 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Besi Cor Kelabu (ASM volume 1, 2005) UNS F10004 F10005 F10006 F10007 F10008 SAE grade G1800(b) G2500(b) G3000(c) G3500(c) G4000(c) C% 3.4 – 3.7 3.2 – 3.5 3.1 – 3.4 3.0 – 3.3 3.0 – 3.3 Mn % 0.5 – 0.8 0.6 – 0.9 0.6 – 0.9 0.6 – 0.9 0.7 – 1.0 Si % 2.8 – 2.3 2.4 – 2.2 2.3 – 1.9 2.2 – 1.8 2.1 – 1.8 P% 0.15 0.12 0.10 0.08 0.07 S% 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Tabel 2.3 menunjukkan komposisi kimia besi cor kelabu sesuai dengan tipe-tipe yang dijual dipasaran, dimana kisaran karbonnya antara 3 – 3,7 %. Tabel 2.4 Sifat Mekanis Besi Cor Kelabu (ASM volume 1, 2005) Uji Tarik ASTM A 48 class 20 25 30 35 40 50 60 MPa 152 179 214 252 293 362 431 Tegangan Geser Ksi 22 26 31 36.5 42.5 52.5 62.5 MPa 179 220 276 334 393 503 610 ksi 26 32 40 48.5 57 73 88.5 Uji Kekerasan HB 156 174 210 212 235 262 302 Tabel 2.4 menunjukkan hasil pengujian batang besi cor kelabu standar. Dari tabel tersebut diketahui besi cor kelabu memiliki kekerasan 156 – 302 HB dan kekuatan tarik 152 – 431 Mpa. Berat jenis besi cor kelabu 7,1 gr/cm3 sampai 7,3 gr/cm3 pada temperatur kamar dan dipengaruhi oleh kandungan grafit. Sedangkan dalam keadaan cair berat jenisnya berkisar antara 6,78 gr/cm3 sampai dengan 6,95 gr/cm3. Dalam keadaan padat penurunan berat jenis berbanding lurus dengan tingginya temperatur. Ditinjau dari sifat mekanisnya, besi cor kelabu mempunyai kekuatan tegangan yang rendah dibanding jenis besi cor yang lain. Hal ini karena bentuk mikrostrukturnya berupa grafit yang meruncing diujungnya sehingga dapat menyebabkan konsentrasi tegangan pada daerah tersebut (Gambar 2.2). Salah satu sifat yang paling efektif dari, besi cor kelabu adalah kemampuan meredam energi getaran dibandingkan baja. 4 ferit Grafit Austenit 6µm Gambar. 2.2 Struktur mikro besi cor dengan perbesaran 200x (laboratorium polman ceper) 2.3.2 Besi Cor Putih (White Cast Iron) Besi cor putih mempunyai kandungan silikon di bawah 1%, karbon antara 2,8 – 3,6 %. merupakan paduan besi dan karbon dengan waktu pendinginan yang cepat dan mempunyai fasa sementit sehingga mempunyai karakteristik yang keras tetapi sangat rapuh, serta tidak terbentuk grafit seperti besi cor lainnya karena unsur silikonnya rendah dan tingginya laju pendinginan dan warna patahannya berwarna putih, sehingga dinamakan besi cor putih. Pada saat proses pengecoran, besi cor putih biasanya terbentuk pada lapisan tipis permukaan benda hasil coran. Hal ini disebabkan oleh pembekuan lebih cepat yang dialami oleh benda coran. Lapisan besi cor putih ini sering disebut sebagai chilled. 2.3.3 Besi Cor Nodular (Ductile Iron) Penambahan magnesium dan atau serium (saat fasa cair belum terbentuk grafit atau sementit) terhadap besi ketika dalam fasa cair dapat menyebabkan karbon yang terbentuk dalam besi berubah bentuk yang semula serpihan menjadi bulat. Dan perubahan ini menimbulkan karakter keuletan (ductility) dari besi cor meningkat. 5 Fasa matrik yang mengelilingi grafit berupa perlit dan ferit bergantung pada perlakuan panas setelah proses pengecoran, Dalam keadaan normal setelah pengecoran, matrik didominasi oleh perlit tetapi setelah mengalami perlakuan panas dengan temperatur 700 oC, matrik ferit mendominasi di sekitar grafit. Besi cor nodular mempunyai karakteristik mendekati baja, sebagai contoh besi cor nodular ferit mempunyai kekuatan tarik 380-480 MPa dengan keuletan 10 – 20%. Besi cor jenis ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat roda gigi, katup, bodi pompa dan berbagai komponen mesin lainnya 2.3.4 Besi Cor Mampu Tempa (Malleable Cast Iron) Pada umumnya besi cor mampu tempa merupakan besi cor putih yang sudah mengalami perlakuan panas pada temperatur 800oC dan 900 oC sehingga menyebabkan dekomposisi pada sementit membentuk grafit yang menyebar dikelilingi oleh matrik ferit atau perlit bergantung pada laju pendinginannya. Besi cor mampu tempa mempunyai sifat yang mirip dengan besi cor nodular yaitu keras tetapi ulet karena hasil dari kombinasi grafit nodular dan matrik logam yang rendah karbon. Karena sifatnya yang ulet, maka pada besi cor mampu tempa dapat dilakukan proses pemesinan. Besi cor mampu tempa banyak digunakan untuk membuat benda-benda yang memerlukan ketahanan bentur yang besar. 2.4 Karakteristik Besi Cor Karakteristik besi cor tergantung pada struktur mikronya. Sedangkan struktur mikro besi cor dipengaruhi oleh komposisi besi, karbon dan temperaturnya. Untuk menunjukkan jenis fasa yang terjadi dalam keadaan setimbang antara suhu dan komposisi maka diperlukan diagram fasa besi-karbon (Fe-C). Diagram fasa besi-karbon dapat menunjukkan daftar rangkaian operasi yang menunjukkan fasa yang terbentuk pada paduan besi-karbon dengan komposisi karbon dan temperatur tertentu (Gambar 2.3). 6 Gambar 2.3 Diagram fasa besi-karbon (Fe-C), (calister,2006) Dari Gambar 2.3 diagram fasa besi-karbon (Fe–C) di atas, koordinat aksis menunjukkan kandungan karbon hanya mencapai 6,67% (berat), pada konsentrasi tersebut terbentuk besi karbida atau sementit (Fe 3C). Pada prakteknya, semua baja dan besi cor mempunyai kandungan karbon kurang dari 6,67%. Besi dengan kadar karbon melebihi 2% digolongkan ke dalam besi cor jika kurang dari 2% maka termasuk golongan baja. Pada diagram fasa besi-karbon (Fe–C) terdapat empat fasa yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yaitu : 1. Ferit (besi -  ) Ferit merupakan modifikasi struktur dari besi murni pada suhu ruang. Ferit bersifat lunak dan ulet dalam keadaan murni, kekuatan tariknya kurang dari 310 MPa. Ferit juga bersifat feromagnetik pada suhu dibawah 770oC. Berat jenis ferit adalah 7,88 g/cm 3. Ferit mempunyai 7 struktur kubik pemusatan ruang (BCC, body center cubic), seperti terlihat pada Gambar 2.4. Ferit juga memiliki ruang antar atom yang kecil dan rapat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil sekalipun. Oleh sebab itu daya larut karbon dalam ferit rendah (< 1 karbon per 1000 atom besi), dan larutan karbon maksimum 0,025% (pada 723oC) dan hanya 0,008% pada temperatur kamar. (a) (b) Gambar 2.4 (a) Struktur BCC, (b) Struktur kristal ferit (calister,2006) 2. Austenit (besi -  ) Austenit merupakan modifikasi besi dengan struktur pemusatan sisi (FCC, face center cubic). Bentuk besi ini stabil pada suhu antara 912oC dan 1394 oC. Pada suhu stabil austenit memiliki sifat lunak dan ulet sehingga mudah dibentuk dan austenit tidak bersifat feromagnetik pada suhu manapun. Austenit dengan struktur kubik pemusatan sisi mempunyai jarak antar atom yang lebih besar dibandingkan dengan ferit yang berstruktur BCC. Meskipun demikian, ruang pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan yang terjadi akan mengakibatkan regangan dalam struktur. Akibatnya tidak semua ruang dapat diisi atom karbon seperti terlihat pada Gambar 2.5 (b) (a) Gambar 2.5 (a) Struktur FCC (b) Struktur kristal Austenit (calister, 2006) 8 3. Besi (  ) Fasa austenit bukan merupakan fasa yang paling stabil, karena pada temperatur di atas 1394 oC struktur kristal austenit berubah kembali menjadi struktur kubik pemusatan ruang (BCC) yang kemudian disebut besi-  . Secara umum besi-  sama dengan besi-  kecuali pada daerah suhunya, karena itu besi-  sering disebut dengan ferit-  . Daya larut karbon dalam ferit-  kecil, tetapi masih lebih besar bila dibandingkan dengan ferit- , karena suhu yang lebih tinggi. 4. Sementit (Karbida Besi) Sementit merupakan fasa kedua yang dibentuk dari paduan besi-karbon yang kelarutan karbonnya melebihi batas daya larutnya. Karbida besi mempunyai komposisi kima Fe3C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi membentuk molekul-molekul Fe3C, akan tetapi kristal mengandung atom besi dan karbon dalam perbandingan tiga lawan satu. Fe3C mempunyai sel satuan ortorombik dengan 12 atom besi dan 4 atom karbon per sel, jadi kandungan karbon 6,7% (berat). Berat jenis sementit adalah 7,6 g/cm 3, Bila dibandingkan dengan austenit dan ferit, sementit mempunyai kekerasan paling tinggi. Karbida besi dalam ferit akan meningkatkan kekerasan, tetapi karena karbida besi murni tidak ulet, karbida besi tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan sehingga menurunkan keuletan ferit, Gambar 2.6 di bawah ini adalah contoh struktur mikro dari ferit. Gambar 2.6 Struktur kristal sementit 9 2.5 Puli Puli merupakan penerus tenaga dari motor penggerak ke media yang di kehendaki, biasanya menggunakan perantara sabuk penghubung, puli yang di produksi di CV. Bonjor Jaya adalah puli yang terbuat dari besi cor tipe FC350 atau biasa disebut besi cor kelabu. Pada proses produksi puli, khususnya pada proses pengecoran, tingkat kesulitan dan jumlah produk yang cacat cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah komposisi dari coran. Berikut ini merupakan gambar dari puli yang di tunjukan pada Gambar 2.7 dan diagram proses pengecoran logam yang diperlihatkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.7 Puli 10 Pengolahanpasir Bahanbaku Pembuatan pola peleburan Penuanganke cetakan Pembuatancetakan pendinginan Pasir bekas reject pembongkaran coran no yes cleaning no yes machining no yes pemeriksaan no yes clea penambalan Barang jadi Gambar 2.8 Diagram alir proses pengecoran logam Berikut ini tahapan-tahapan pembuatan puli dari awal pembuatan sampai barang jadi. 2.5.1 Pengolahan Pasir Pasir yang paling lazim digunakan adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, tanah lempung dan pasir silika. Di CV. Bonjor Jaya, pasir cetak yang 11 digunakan adalah Green Sand yang terdiri dari campuran tanah lempung, bentonit dan air yang diperlihatkan pada Gambar 2.9 (a) (b) Gambar 2.9 (a) Tanah lempung, (b) Bentonit Pencampuran adalah langkah yang paling penting. Dalam pengolahan pasir. Tanah lempung, air dan bahan tambahan sebagai pengikat (bentonit) dibutuhkan untuk pasir cetak. Pengukuran yang tepat dari jumlah bahan-bahan tersebut pencampurannya sangat penting. Di dalam pengolahan pasir, CV. Bonjor Jaya masih dilakukan secara manual dengan masing-masing kadar yaitu: tanah liat 30%, tanah pasir 50%, air 15%, bahan pengikat / bentonit 5%. Bentonit biasa di tambahkan pada saat pembuatan cetakan pasir jika di rasa pasir tersebut kurang menyatu,selain itu bentonit juga sering di tambahkan pada pasir cetak untuk pembuatan puli yang berukura kecil, seprti puli yang berukuran 2 in-6 in. Gambar di bawah ini adalah proses pembersihan pasir dari kotoran atau sampah(Gambar 2.10) Gambar2.10 Poses pengayakan pasir secara manual 12 2.5.2 Pembuatan Pola Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan produk coran dapat digolongkan menjadi pola logam seperti terlihat pada Gambar 2.11 dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pada pembuatan puli ini, pola yang digunakan adalah pola logam. Pola logam digunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam produksi masal, sehingga pola harus tahan lama dan memiliki produktivitas tinggi. Gambar 2.11 Pola puli 2.5.3 Pembuatan Cetakan Cetakan yang digunakan adalah cetakan yang dibuat dengan tangan.bahan yang digunakan terdiri dari campuran tanah lempung, tanah pasir dan air. Biasanya pasir cetakan dicampur dengan bahan pengikat (bentonit) terlebih dahulu agar lebih mudah merekat atau dimampatkan, bentonit juga bisa di tambahkan jika produk yang di buat berukuran kecil dengan bentuk yang sulit. Pembuatan cetakan pasir biasanya dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar. 2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan. Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30-50 mm. Letak saluran turun ditentukan terlebih dahulu. 13 3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm. 4. Pasir cetak ditimbun di atasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan secara hati-hati agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Selanjutnya pasir yang tertumbuk melewati tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan diangkat bersama dengan pola dari papan cetakan. 5. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk cup dipasang di atasnya, kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan di permukaan pola. 6. Batang saluran turun dan pola penambah dipasang, kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dipadatkan. Selanjutnya cup dipisahkan dari drag dan diletakkan mendatar pada papan cetakan. Pengalir dan saluran turun dibuat dengan menggunakan spatula, Pola untuk pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan dengan pola utama, jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. Kemudian pola diambil dari cetakan, di bawah ini adalah gambar cetakan puli seperti di tunjukan pada Gambar 2.12 Gambar 2.12 Cetakan puli 14 2.5.4 Bahan baku Bahan baku yang di gunakan adalah jenis besi cor kelabu, sebelum di olah bahan baku yang berukuran terlalu besar harus di potong menjadi lebih kecil agar proses peleburan lebih mudah di lakukan. Bahan baku yang biasanya di gunakan di cv bonjor jaya adalah: 1. Bekas rumah pompa sentrifugal. 2. Produk yang gagal cetak 3. Sisa pengecoaran yaitu dari saluran turun saat penuangan coran, 4. Semua jenis besi tua yang memenuhi syarat besi cor kelabu, dan lainlain seperti terlihat pada Gambar 2.13 Gambar 2.13 Bahan baku puli 2.5.5 Peleburan Proses pengecoran menggunakan kupola dengan kapasitas 1 ton. Kupola ini dibuat dari silinder baja yang tegak, dilapisi dengan batu tahan api. Bahan baku logam dan kokas diisikan dari pintu pengisi. Udara ditiupkan kedalam kupola melalui tuyer, kokas terbakar dan bahan logam mencair. Logam cair dan terak dikeluarkan melalui lubang-lubang keluar pada dasar kupola. logam dipanaskan langsung oleh panas pembakaran dan kokas yang mengakibatkan logam mencair. Konstruksi kupola ini dibagi menjadi beberapa daerah, sesuai dengan keadaan bahan baku dalam kupola, daerah-daerah tersebut adalah: 15 1. Daerah pemanasan mula, adalah bagian dari pintu pengisian sampai di tempat dimana logam mencair. Selama turun di daerah ini, logam mengalami pemanasan pula. 2. Daerah lebur, ialah bagian atas dari kopula, dimana logam mencair. 3. Daerah panas lanjut, adalah bagian dari bagian bawah daerah lebur sampai rata dengan tuyer. Logam cair dipanaskan lanjut selama turun melalui daerah ini. 4. Daerah krus, adalah bagian dari tuyer sampai kupola. Logam cair dan sebagian kecil terak ditampung di daerah ini. 5. Daerah oksidasi, ialah bagian dari tuyer sampai rata tengah-tengah alas kokas. Dalam daerah ini kokas dioksidasi oleh udara yang ditiupkan melalui tuyer. 6. Daerah reduksi, ialah bagian atas dari daerah oksidasi, dimana yang timbul didaerah oksidasi, direduksi oleh kokas. Didalam kopula inilah, bahan baku yang berupa besi bekas dan besi kasar dipanaskan hingga mencapai temperatur sekitar 1540o C, sehingga menjadi logam cair, dan siap dituangkan kedalam cetakan. Adapun langkah-langkah untuk melakukan pengecoran dengan menggunakan dapur kupola adalah sebagai berikut : a. Persiapan Biasanya mempersiapkan kupola dimulai dengan memperbaiki lapisan yang telah kena erosi selama pemakaian yang lalu. Mula-mula pintu dasarnya dibuka dan baru tempat-tempat yang kena erosi diperbaiki setelah bagian dalam dari kupola mendingin. Terak, kokas dan besi yang melekat pada dinding di daerah lebur dibuang dengan pahat sampai bata api asli terlihat. Selanjutnya lapisan diperbaiki dengan bata tahan api atau bahan penambah, sampai keukuran semula. Juga dilakukan perbaikan tuyer dan lubang cerat dengan memperhatikan ukuran, bentuk dan sudutnya. Setelah perbaikan dinding dan lubang-lubang selesai, pimtu dasar ditutup dan pasir cetak ditebarkan diatasnya setebal 30 mm sampai 50 mm, kemudian pasir dasar ditaburkan diatasnya dan dipadatkan. Dasar 16 dibuat miring kearah lubang cerat dengan kemiringan 5/1000 sampai 10/1000, untuk memberikan hasil yang baik pada pengeluran besi cair. b. Penyalaan Setelah kupola dan dikeringkan selama 2 hari, penyalaan harus disiapkan kira-kira 3 sampai 4 menit sebelum jadwal waktu pengeluaran. Pada permulaan, dilakukan pembakaran dengan memakai burner disertai tiupan, alas kokas langsung dapat dinyalakan tanpa memakai kayu bakar. Kalaupun api pembakaran telah mencapai bagian atas dari alas kokas, lubang-lubang pengintip ditutup dan ditiupan mulai dilakukan selama tiga sampai lima menit. Selama tiupan mula, alas kokas harus diatur sampai mencapai tinggi yang benar, yaitu diukur dari pintu pengisian sebesar 1,5 sampai 1,8 kali diameter dalam. Jumlah bahan muatan dihitung berdasarkan daftar penyusunan bahan. Berat satuan muatan logam disarankan sebesar 1/10 sampai 1/15 dari laju peleburan tiap jam. Jumlah muatan kokas ditentukan berdasarkan perbandingan besi terhadap kokas, sedangkan jumlah batu kapur sebagai sumber terak 25% samapi 35% dari berat kokas. Urutan pemuatan pertama adalah batu gamping, kemudian logam, kokas, dan selanjutnya berulang. Yang perlu untuk diperhatikan disini adalah ukuran data dimensi dari logam haruslah seragam, sehingga untuk besi bekas yang besar-besar, biasanya dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukuran yang sesuai. c. Cara Operasi Setelah bahan-bahan dimuatkan sampai mencapai bagian bawah pintu pengisian, logam dipanaskan selama 15 sampai 20 menit tanpa tiupan. Setelah pemanasan mula mulai dilakukan tiupan udara. Tetesan besi dapat dilihat melalui lubang pengintip 3 atau 4 menit setelah tiupan dimulai. Biasanya pembukaan pertama dari lubang cerat dilakukan 20 menit setelah tiupan pertama dimulai dalam kupola, panas yang terjadi karena reaksi eksotermis antar O2 dalam udara yang ditiupkan dan kokas akan mencairkan logam, membentuk terak, memindahkan kotoran kedalam terak dan 17 mereduksi oksida-oksida. O2 dalam udara melalui tuyer menyebabkan oksidasi: C + O2  CO2…………………………………….(1) Kokas terbakar pada daerah ini, yang mempunyai temperatur tinggi dalam tanur. Dan daerah inilah yang disebut daerah oksidasi. Sedangkan bagian atas dari daerah ini adalah daerah reduksi dimana CO yang terjadi di daerah oksidasi sebagian dirubah menjadi CO oleh reaksi reduksi sebagai berikut: CO2 + C  2CO…………………………………(2) Reaksi ini adalah reksi endotermis dan di percepat jika temperaturnya bertambah. Reaksi (1) dan (2) terjadi jika kokas bersentuhan dengan udara tiup. Oleh karena itu tempat dimana terjadinya reaksi itu secara efektif dan distribusi gas cerobong, di pengaruhi oleh ukuran kokas, volume udara tiup, ukuran tuyer dan factor-faktor lain. Dalam peleburan kupola adalah penting adalah untuk mengatur kedudukan daerah oksidasi dan reduksi, sebab hal itu akan mempengaruhi mutu logam cair. Logam cair yang pertama mempunyai temperatur yang rendah (400500oC) dan mempunyai perubahan trion komposisi yang besar. Karena itu ia tidak dipakai untuk coran. Untuk mendapatkan logam cair yang bertemperatur tinggi sejak permulaan, perlu digunakan alas kokas yang tinggi, tiupan udara yang lebih tinggi atau berlebih atau ditambahkan 1 sampai 2% kalsium karbida pada permukaan kokas yang pertama. Pada proses pengeluaran logam cair, lubang cerat dibuka setelah waktu tertentu, yaitu apabila jumlah tertentu dari logam cair telah terkumpul. Setelah dituang, lubang cerat di tutup kembali, untuk kemudian dibuka kembali bila jumlah logam cair yang terkumpul sudah mencukupi. Kokas, batu gamping dan logam harus dimasukkan pada waktu-waktu tertentu untuk mengisi kopula sampai bagian bawah dari pintu pengisian. 18 Selama proses pencairan perlu dilakukan pengecekan pada laju pencairan, temperatur besi cair, tekanan udara tiup dan lain-lainnya, untuk mengusahakan agar keadaan didalam kupola tetap stabil. Menjelang akhir operasi, tekanan udara turun disebabkan penurunan temperatur. Oleh karena itu katub udara perlu diturunkan agar volume udara tiup tetap. Tiupan udara dihentikan sementara masih ada dua atau tiga muatan diatas alas kokas. Untuk menghindari melekatnya besi pada lapisan dalam tungku. Bersamaan dengan penghentian tiupan udara, lubang intip tuyer dibuka besi dan terak di keluarkan dari lubang cerat dan lubang terak selanjutnya pintu dasar kupola dibuka dan isinya dijatuhkan diatas pasir yang telah di taburkan di bawah kupola. d. Persyaratan Operasi yang Sempurna Dalam mencairkan besi, sifat-sifat besi selalu berubah mengikuti perubahan keadaan tungku, walaupun tungku bekerja pada persyaratan tetap. Oleh karena itu tungku perlu bekerja dengan persyaratan yang cocok, sesuai dengan perubahan keadaanya. 1. Persyaratan untuk temperatur pengeluaran yang tinggi adalah: - Tinggi efektif kupola adalah tinggi dari pertengahan sampai bagian bawah dari pintu pengisian. - Volume udara yang cocok - Mempergunakan kokas yang keras mengandung sedikit abu - Alas kokas yang tinggi - Peniupan yang cukup sebelum tungku bekerja secara stabil - Muatan kokas yang cukup 2. Persyaratan untuk besi bersih tanpa oksida adalah: - Alas kokas yang tinggi - Muatan kokas cukup - Ukuran dan berat besi muatan sesuai dengan diameter kupola - Mencegah kelebihan udara tiup dan tekanan lebih dari udara tiup 3. Persyaratan untuk besi yang homogen dan mempunyai komposisi kimia yang diminta adalah: 19 - Mempergunakan tuyer yang meniupkan jumlah udara yang sama - Menggunakan perapian muka - Mempergunakan besi kasar yang baru yang komposisi kimianya diketahui - Pengaturan yang lebih baik dari sekrap balik dengan penggolongan sekrap - Mempergunakan besi yang cocok dengan diameter - Dan lain-lain. 2.5.6 Penuangan ke Cetakan Besi cair yang dihasilkan kupola dituang kedalam ladel yang telah dilapisi bata tahan api. Pada proses ini dilakukan inokulasi, yaitu penambahan silikon ke dalam cairan besi. Penambahan ferro silikon atau zat-zat pembentuk grafit dalam jumlah yang kecil 0.05-0.25 % maka akan terbentuk grafit tipe A. Tujuan dari inokulasi adalah: 1. Membentuk inti-inti pembekuan agar pembekuan terarah dan terkendali. 2. Penyebaran grafit yang merata. 3. Memperbaiki sifat-sifat mekanik. Metode yang lazim digunakan untuk proses inokulasi adalah dengan cara memasukkan inokulan ke dalam ladel sebelum besi cair dituang dari kupola ke dalam ladel. Sebelum besi cair dituang ke dalam cetakan, besi cair dipindahkan kedalam ladel-ladel tuang. Namun sebelum digunakan ladel ini harus terlebih dahulu dilapisi dengan bata tahan api yang dikeringkan dengan burner gas atau burner minyak residu selama setengah sampai satu jam. berikut ini adalah proses penuangan cairan logam kedalam cetakan seperti di tunjukan pada Gambar 2.1 . Gambar 2.14 Penuangan cairan besi kedalam cetakan 20 2.5.7 Pendinginan Proses pendinginan dilakukan setelah cairan besi dituang ke dalam cetakan. Proses pendinginan sendiri berlangsung selama 2-3 jam, tetapi di CV. Bonjor Jaya, proses pendinginan dilakukan selama 1 hari, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil coran yang baik. Sehingga pembongkaran dilakukan sehari setelah cairan besi dituang ke dalam cetakan. Berikut ini Gambar 2.15 adalah gambar pada saat proses pendinginan puli. Gambar 2.15 Proses pendinginan puli 2.5.8 Pembongkaran Proses pembongkaran coran yang telah di dinginkan di lakukan dengan cara mengangkat coran tersebut dari cetakannya, dengan salah satu caranya yaitu mengungkit dengan besi.agar mempermudah proses pembongkaran coran seperti terlihat pada Gambar 2.16. Gambar 2.16 Proses pembongkaran 21 2.5.9 Coran Penyingkiran saluran turun dan penambahan coran dilakukan setelah coran dilepas dari cetakan. Ada dua cara untuk melepaslan saluran turun dan penambahan ,yaitu dengan cara mekanis dan manual. Dalam praktek di lapangan, biasanya saluran-saluran tersebut lepas dengan sendirinya waktu dilakukan penyingkiran pasir atau kalau belum lepas ,biasanya dilepaskan dengan cara dipalu atau dibenturkan satu sama lain. Bekas saluran turun ini selanjutnya akan digunakan pada peleburan selanjutnya. berikut ini Gambar 2.17 sesaat setelah puli di lepaskan dari cetakan. Gambar 2.17 Puli setelah pembongkaran 2.5.10 Cleaning Setelah dilakukan pembongkaran, pasir yang melekat di permukaan benda coran dibersihkan dengan cara disikat dengan sikat kawat.di bawah ini adalah Gambar 2.18 puli setelah di bersihkan. Gambar 2.18 Puli saat setelah di bersihka 22 2.5.11 Machining Setelah melalui proses pembersihan, lalu dilakukan proses machining.yaitu puli di bersihkan dengan cara digerinda dengan tujuan untuk meratakan permukaan benda kerja, misalnya meratakan bekas bidang pisah dan sisa saluran.turun dan penambah. berikut ini Gambar 2.19 pada saat permesinan. Gambar 2.19 Proses machining 2.5.12 Pemeriksaan Proses selanjutnya setelah proses machining adalah proses pemeriksaan kualitas produk. Pemeriksaan produk puli terdiri atas: 1. Pemeriksaan rupa Dalam hal ini yang diteliti adalah ketidak teraturan, inklusi pasir, retakan dan sebagainya yang terdapat pada permukaan produk. 2. Pemeriksaan cacat dalam Dalam pemeriksaan ini diteliti adanya cacat-cacat seperti rongga udara, rongga penyusutan, retakan dan sebagainya yang ada dalam produk tanpa mematahkannya. Sebagai hasil pemeriksaan produk mengenai macam-macam cacat, bentuk, tempat yang diteliti, keadaan produk dan lain-lainnya harus dicatat secara tepat. Selanjutnya bagi produk yang lulus pemeriksaan, tingkat kualitasnya harus dicatat 23 secara tepat dengan jalan yang sama untuk umpan balik dalam perencanaan teknik sedangkan untuk produk puli yang mengalami cacat ringan (tidak parah) misalnya adanya rongga/lubang kecil pada permukaan produk, maka masih dapat diatasi dengan cara penambalan. Di bawah ini Gambar 2.20 puli yang telah lulus pemeriksaan. Gambar 2.20 puli yang telah lulus pemeriksaan 2.5.13 Penambalan Prosedur penambalan dimulai dengan menambal cacat dengan dempul kemudian dilanjutkan dengan menghaluskan dempul dengan cara mengampelas dan mengecat. Sedangkan untuk jenis cacat yang parah misalnya puli tidak rata atau penyusutannya terlalu besar maka tidak bisa diperbaiki dan biasanya dilebur kembali untuk pengecoran selanjutnya. Berikut ini Gambar 2.21 proses penambalan puli. Gambar 2.21 Proses penambalan 24 3.5.14 Barang jadi Pada proses ini adalah termasuk proses akhir dari kseluruhan proses yang telah di lakukan di atas. Untuk selanjutnya produk tersebut hanya memerlukan satu proses tambahan yaitu puli tersebut harus di cat. Proses pengecatan disini bertujuan untuk mengindari agar produk tidak berkarat seperti terlihat pada Gambar 2.22. Gambar 2.22 Puli yang sudah jadi 2.5.15 Reject Reject atau sortir adalah proses pemisahan dari produk cacat yang sudah tidak bisa di perbaiki karena cacatnya cukup tinggi. Untuk hasil produk seperti ini akan di kumpulkan, untuk di lebur kembali dengan bahan baku lainnya.berikut ini Gambar 2.23 puli yang di reject. Gambar 2.23 Contoh puli yang di reject 25 2.6 Heat treatment Heat Treatmen adalah perlakuan panas kepada logam untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, dengan jalan memanaskan sampai temperatur tertentu, untuk kemudian dilakukan pendinginan ataupun penambahan unsur tertentu, sehingga diperoleh bentuk struktur mikro, kekerasan dan sifat yang diinginkan. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Maksud perlakuan panas tersebut secara garis besar menyangkut: 1. Meningkatkan kekerasan dan keuletan. 2. Menghilangkan tegangan dalam 3. Melunakkan Baja atau besi. 4. Menormalkan keadaan logam biasa dari akibat pengaruh-pengaruh pengerjaan dan perlakuan panas sebelumnya. 5. Menghaluskan butir-butir kristal atau kombinasi dari maksud-maksud tersebut diatas Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu : a. Softening (pelunakan) : adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka (normalizing). Contoh : annealing, normalizing, tempering. b. Hardening (pengerasan) : adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat (quenching) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun oli. Contoh : surface hardening dan quenching. 2.6.1 Hardening Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja/besi dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan didaerah atau di atas daerah kritis dan pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat penyejukan dingin dari daerah suhu pengerasan ini dicapailah suatu keadaan paksa bagi struktur besi yang membentuk kekerasan. Oleh karena 26 itu maka proses pengerasan ini di sebut juga pengerasan kejut atau pencelupan langsung kekerasan yang tercapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini di iringi kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan. Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan faktor yang penting. Panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam oleh karena itu kekerasan di bagian dalam benda akan lebih rendah dari pada di bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun, air garam atau air akan menurunkan suhu permukaan dengan cepat, yang diikuti dengan penurunan suhu di dalam benda tersebut sehingga di peroleh lapisan keras dengan ketebalan tertentu 2.6.2 Quenching Quenching adalah proses pendinginan setelah mengalami pemanasan. Media quenching dapat berupa oli, air, udara sesuai dengan material yang diquenching. Dimana kondisi sangat mempengaruhi tingkat kekerasan. Pada quenching proses yang paling cepat akan menghasilkan kekerasan tertinggi. Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium quenching, lapisan cairan disekeliling benda kerja akan segera terpanasi sehingga mencapai titik didihnya dan berubah menjadi uap seperti terlihat pada Gambar 2.24 berikut adalah 3 tahap pendinginan Gambar 2.24 Diagram Tahap Pendinginan 27 a. Media Pendingin Untuk proses quenching kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media oli. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin keras sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak dari pendinginan lambat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetagonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasanya meningkat. Untuk mendinginkan bahan di kenal berbagai macam bahan. dimana untuk memperoleh pendinginan yang merata maka bahan pendinginan tersebut hampir semuanya di sirkulasi, contohnya yaitu : 1. Air Air memberi pendinginan yang sangat cepat. 2. Minyak / Oli Minyak / oli juga memberi pendinginan yang cepat 3. Udara Udara memberi pendinginan yang perlahan-lahaN. Udara tersebut ada yang disirkulasi dan ada pula yang tidak disirkulasi. b. Holding Time ( Waktu Tahan ) Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses quenching dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen. Pada proses holding time sangat diperlukan untuk menghasilkan kelarutan karbon pada baja, semakin lama holding timenya maka semakin banyak karbon yang berdifusi dengan besi seperti terlihat pada Gambar 2.25 berikut ini. 28 Gambar 2.25 Grafik proses heat treatment 2.7 Pengujian Spesimen 2.7.1 Uji Komposisi Kimia Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui berapa besar atau berapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam. Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada. 29 2.7.2 Uji Kekerasan Kekerasan Ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop Tabel 2.5 keterangan spesifikasi masing-masing logam Kekuatan Tarik (MPa) Jenis logam Keuletan (%) Kekerasan (BHN) 110-207 310 276-2070 0-1 0-1 12-15 100-150 450 110-500 83-310 345-689 83-345 48-90 552-1034 414-1103 10-35 5-10 9-15 2-10 15-40 30-100 50-100 30-60 80-100 158-266 90-250 2 kg mm Besi dan baja Besi cor kelabu Besi cor putih baja Bukan besi Aluminium Tembaga Magnesium Seng Titan Nikel Tabel 2.5 merupakan sifat dari logam yang sering dipergunakan dalam pengecoran logam sedangkan alat yang di gunakan dalam pengujian kekeransan yang kami gunakan adalah jenis Rockwell (Gambar 2.26). dan jenis identer yang digunakan adalah indikator intan kerucut a b Gambar 2.26 (a) Alat uji kekerasan Rockwell, (b) Indikator Intan Kerucut 30 2.7.3 Uji Struktur Mikro Untuk mengetahui struktur mikro dari suatu logam pada umumnya pengujian dilakukan dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolisan atau etsa, tergantung pada permukaan logam uji polis, dan diperiksa langsung di bawah mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa di bawah mikroskop, dibawah ini Gambar 2.27 alat yang di gunakan untuk pengujian struktur mikro. Gambar 2.27 Mikroskop Olympus BX 416 Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro, yaitu: 1. Pemotongan (sectioning) Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan 31 (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. 2. Pemegangan (mounting) Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (mounting). Secara umum syaratsyarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:   Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)  Viskositas rendah  Sifat adhesi baik  Sifat eksoterimis rendah  Penyusutan linier rendah  Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel  ketidakteraturan yang terdapat pada sampel Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. 32 3. Pengamplasan kasar (grinding) Grinding dilakukan dengan menggunakan disc pengamplasan yg ditutup dengan Silicon carbide kertas dan air. Ada sejumlah ukuran amplas, yaitu 180, 240, 400, 1200, butir Silicon carbide per inci persegi. Ukuran 180, menunjukkan kekasaran dan partikel ini adalah ukuran untuk memulai operasi pengamplasan. Selalu menggunakan tekanan langsung di pusat sampel. Lanjutkan pengamplasan hingga semua noda kasar telah dihapus, permukaan sampel rata, dan semua goresan yang pada satu posisi. Hal ini membuat mudah untuk dilihat ketika goresan semuanya telah dihapus. Setelah operasi pengamplasan selesai pada ukuran amplas 1200, cuci sampel dengan air diikuti oleh alkohol dan keringkan sebelum dipindah ke polish. Atau juga dapat tahap ini ukurannya 240, 800, 1000, 1500. Berikut adalah beberapa tahap dalam pengampelasan, yaitu:  Persiapan, tahap ini adalah tahap dimana melakukan pemilihan amplas yang dimulai dengan menggunakan amplas dengan nomor yang paling rendah (kasar) dan juga ditambah dengan penggunaan air dengan tujuan supaya tidak terjadi gesekan antara permukaan spesimen dengan  amplas yang dapat mengakibatkan percikan bunga api. Abrasion damage, adalah tahap menghaluskan permukaan dari spesimen dengan menggunakan amplas dari nomor rendah (nomor 360) ke nomor yang paling tinggi (nomor 2000) sampai permukaan dari spesimen yang diuji rata dan tidak ada lagi scratch pada material bila dilihat di mikroskop. 4. Pemolisan (polishing) Tahap polishing bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan yang merintangi selama pengujian. finish lap merupakan tahap penghalusan akhir material dengan menggunakan kain yang telah diolesi polisher agar permukaan mengkilap dan rata atau bias disebut juga dengan polishing. Polish yang terdiri dari disc pengamplasan ditutup dengan kain lembut penuh dengan partikel berlian (ukuran 6 dan 1 mikron) dan minyak 33 pelumas yang berminyak. Mulai dengan ukuran 6 mikron dan terus menggosok sampai goresan hilang 5. Etsa (etching). Etching digunakan dalam metallography untuk memperlihatkan mikrostruktur dari spesimen dengan menggunaka mikroskop. Specimen yang akan dietching harus dipolish secara teliti dan rata serta bebas dari perubahan yang disebabkan deformasi pada permukaan specimen, alur material, pullout, dan goresan. Meskipun dalam mikrography beberapa informasi sudah dapat diketahui tanpa proses etching, tetapi mikrostruktur suatu material biasanya baru dapat terlihat setelah dilakukan pengetsaan. Hanya sekitar 10% informasi yang dapat terlihat tanpa proses etching. Hanya reaktan, pori, celah, dan unsur non-metalik lainya yang dapat diamati hanya dengan polishing, selebihnya diperlukan etching. Secara umum tujuan dari etching adalah:   6. Memberi warna pada permukaan benda uji sehingga tampak jelas ketika diamati dengan mikoskop (color enhancement)  Menimbulkan korosi sehingga memperjelas batas butir  enhancement of contrast) Meningkatkan kontras antar butir dan batas butir (optical Mengidentifikasi fasa pada suatu spesimen (anodizing process) Pemotretan (photo) Dimaksudkan untuk mendapatkan gambar dari struktur kristal yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam, variabel berikut harus terkontrol yaitu penghilangan getaran, pelurusan pencahayaan, penyesu-aian warna cahaya terhadap korelasi objek, menjaga kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan, dan lubang diagram serta kecepatan fokus. 2.7.4 Porositas Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan paduan aluminium adalah gas hidrogen. Gas hidrogen ini dapat 34 terbentuk karena logam cair saat proses pengecoran dimulai, dapat beroksidasi dengan gas karbon monoksida dan karbon dioksida. Porositas oleh gas hidrogen dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang beruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Cacat produk cor dapat dikategorikan atas: major difect dan minor difect. Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis. Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat porositas pada proses pengecoran adalah: 1. Temperatur penuangan yang tinggi 2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan. 3. Cetakan yang kurang kering 4. Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan. 5. Kelarutan hidrogen yang tinggi 6. Permeabilitas pasir yang kurang baik. Perhitungan apparent density adalah pengujian densitas produk coran dengan menggunakan piknometer. Untuk menghitung densitas hasil pengecoran piston digunakan Persamaan 4.1 dan 4.2 berikut ini. Rumus perhitungan porositas A = berat benda di udara A l = berat benda di dalam air B = A+ ρ air C = 2.1 Berat benda tanpa air = B-C Vb = volume keseluruhan 2.2 Total potositas = X100% 2.3 35