Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Agrointek Volume 17 No 3 September 2023: 529-536 Karakterisasi dan identifikasi bakteri asam laktat proteolitik asal ikan depik (Rasbora tawarensis) fermentasi Faidha Rahmi 1, Fita Ridhana1, Murna Muzaifa2* 1 2 Agroteknologi, Universitas Gajah Putih, Aceh Tengah, Indonesia Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia Article history Diterima: 21 Juli 2022 Diperbaiki: 1 November 2022 Disetujui: 16 November 2022 Keyword Belacan depik; Enterococcus faecium; Fermentation; Lactic acid bacteria; Rasbora tawarensis ABSTRACT Belacan depik is one of the fermented products made from depik fish (Rasbora tawarensis). Fermented fish products often involve lactic acid bacteria (LAB) in the production process, but scientific studies on indigenous microorganisms, including LAB, have not been reported. This study aims to characterize and identify LAB originating from depik belacan, especially those with proteolytic activity. This research is exploratory laboratory research, consisting of making depik belacan, isolation and characterization of LAB, proteolytic LAB screening, and molecular identification of LAB. Three pure isolates suspected of LAB were obtained with different colonies, namely B1, B2, and B3. The three isolates had varied morphological and biochemical characteristics. Only two isolates were confirmed as LAB with positive and negative catalase and Gram test results. Of the two LAB isolates, only isolate (B1) was able to break down protein, so this isolate was a potential starter in the depik fish fermentation. Isolate B1 was identified molecularly as Enterococcus faecium strain DT2 with a homology of 98.18% and Query Cover 100%. This isolate needs to be further confirmed for its ability as a potential starter in improving the quality of fermented depik fish. This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. * Penulis korespondensi Email: murnamuzaifa@unsyiah.ac.id DOI 10.21107/agrointek.v17i3.15691 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 PENDAHULUAN Ikan merupakan komoditas yang sangat mudah rusak. Beberapa jenis pengolahan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ikan, termasuk fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu metode pengawetan tradisional tertua di dunia dan paling banyak digunakan sejak zaman dulu. Ikan akan mengalami serangkaian perubahan biokimia yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme atau enzim yang dihasilkannya selama fermentasi (Ngasotter et al. 2020). Kerja mikroorganisme dan enzim tersebut akan memecah komponen organik yang menyebabkan terjadinya modifikasi aroma, rasa, tekstur sehingga dihasilkan produk dengan karakteristik yang unik (Alexandraki et al. 2013). Fermentasi ikan terutama dilakukan di negara-negara Asia. Fermentasi ini akan meningkatkan masa simpan ikan yang mudah rusak dengan adanya penambahan karbohidrat dan garam, baik pada ikan tawar maupun ikan air laut. Beras, tepung beras, millet, dan gula digunakan sebagai sumber karbohidrat. Di negara Asia tenggara, beras umumnya digunakan sebagai sumber karbohidrat sedangkan millet digunakan sebagai sumber karbohidrat utama di negaranegara Asia timur laut. Asam organik yang dihasilkan dari penambahan karbohidrat dan kombinasi dengan penambahan garam akan mengontrol tingkat fermentasi dan menjaga kualitas produk (Rhee et al. 2011). Di Indonesia, produk fermentasi yang cukup popular adalah terasi. Terasi dapat dibuat dari ikan maupun udang. Proses yang terlibat merupakan fermentasi spontan yang terjadi secara alami tanpa adanya penambahan mikroorganisme dari luar (tanpa starter). Adanya penambahan garam menyebabkan fermentasi bisa terjadi dengan menyeleksi mikroorganisme yang dapat tumbuh yang dapat berperan dalam fermentasi terasi. Menurut Setiawan et al. (2014), mikroorganisme yang pernah diteliti dari terasi udang adalah Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Erishipelothrix, Neisseria, Listeria dan Corynebacterium. Produk sejenis terasi juga ditemukan di daerah Indonesia namun menggunakan bahan baku yang berbeda. Salah satunya adalan belacan depik. Belacan depik merupakan salah satu hasil fermentasi berbahan baku ikan depik (Rasbora tawarensis) khas masyarakat Gayo, salah satu suku di Provinsi Aceh. Produk ini dibuat dengan menggunakan ikan depik kering sebagai bahan baku kemudian dicampur dengan garam dan beberapa rempah (lengkuas, sereh, daun jeruk, kunyit dan lain-lain) yang telah dihaluskan dan difermentasi dalam wadah tertutup selama 7 hari. Produk hasil fermentasi ikan depik ini berupa pasta dengan penampakan mirip terasi namun memiliki aroma yang lebih kompleks dan khas karena adanya tambahan rempah dalam pembuatannya (Muzaifa 2015; Rahmi et al. 2021). Kajian ilmiah mengenai belacan depik masih sangat terbatas. Muzaifa (2015) dan Rahmi (2021) telah mengkarakterisasi sifat fisikokimia dan mikrobiologis belacan depik. Namun kajian mikrobiologis yang dilakukan terbatas hanya sampai perhitungan populasi mikroorganisme dan diketahui bahwa populasi bakteri asam laktat (BAL) cukup tinggi. Namun demikian hingga saat ini belum dilakukan identifikasi terhadap mikroorgansime tersebut. Produk ikan fermentasi dilaporkan oleh banyak peneliti didominasi oleh sebagian besar BAL. BAL merupakan mikroorganisme yang paling umum digunakan dalam teknik fermentasi. Sebagian besar fermentasi produk tradisional dilakukan dengan menggunakan fermentasi spontan pada kondisi anaerob dimana mikroorganisme sudah ada dalam bahan baku menjadi flora normal pada saat fermentasi. BAL adalah bagian dari usus normal mikrobiota pada ikan. Kehadiran BAL dalam bahan baku yang digunakan untuk fermentasi seperti beras, bawang putih, daun pisang dan ikan juga telah dilaporkan (Ngasotter et al. 2020). BAL adalah sekelompok bakteri Gram positif yang tidak memiliki sitokrom, menyukai kondisi anaerobik, non-motil, nonsporulating, katalase-negatif, oksidase-negatif, tahan asam dan bakteri fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya fermentasi metabolisme. BAL dapat berbentuk batang (basil) atau berbentuk bulat (kokus), dalam pertumbuhannya memerlukan nutrisi kompleks seperti karbohidrat, asam amino, peptida, turunan asam nukleat, dan vitamin. Berdasarkan metabolisme fermentatifnya, BAL dibagi menjadi dua kelompok yang berbeda yaitu homofermentatif yang memanfaatkan jalur Embden-Meyerhof-Parnas (glikolisis) untuk mengubah sumber karbon terutama menjadi asam laktat dan hetero-fermentatif melalui jalur fosfoketolase menghasilkan jumlah yang sama 530 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 dari asam laktat, CO2, etanol atau asam asetat. Kelompok homo-fermentatif terdiri dari Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus, Streptococcus dan kelompok heterofermentatif termasuk Leuconostoc, Weissella dan lain-lain (Vasiljevic dan Shah 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan mengidentifikasi BAL asal belacan depik khususnya yang mempunyai aktivitas proteolitik. Kemampuan mikroorganisme memecah protein penting untuk diketahui karena aktivitas tersebut menghidrolisis protein menjadi peptida dan asam amino yang berperan dalam pembentukan aroma dan citarasa produk ikan fermentasi. METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk pembuatan belacan dalam penelitian ini adalah ikan depik kering yang diperoleh dari pedagang di Pasar Inpres Kabupaten Aceh Tengah, garam, lengkuas, kunyit, dan sereh. Bahan yang digunakan untuk keperluan analisis terdiri atas keperluan analisis antara lain media Man Ragosa Sharpe Agar (MRSA), dan akuades. Peralatan yang digunakan adalah baskom, timbangan analitik, cawan petri, cawan porselen, gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, autoklaf, inkubator, oven, desikator, laminar air flow, colony counter. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium eksploratif, terdiri atas pembuatan belacan depik, isolasi dan karakterisasi BAL, skrining BAL proteolitik dan identifikasi BAL secara molekuler. Tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 1. Pembuatan Belacan Depik Proses pembuatan belacan depik merujuk pada prosedur Rahmi et al. (2021). Ikan depik kering ditimbang sebanyak 1 kg, ditambahkan garam dan rempah yang terdiri dari lengkuas, daun mint lokal (Mentha piperita) dan bunga kecombrang (Etlingera elatior). Semua bahan dihancurkan dengan ditumbuk secara manual, diaduk rata, dimasukkan kedalam wadah stoples dan ditutup rapat kemudian difermentasi selama 7 hari. Isolasi dan karakterisasi BAL Belacan depik sebanyak 2g disuspensikan kedalam larutan pepton dan divortek. Selanjutnya 1ml suspensi dikultivasi dalam media MRSA dengan metode pour plate dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah 48 jam diamati karakteristik koloni yang tumbuh. Koloni tunggal yang mempunyai karakteristik berbeda (bentuk, warna, ukuran, elevasi dan margin) diisolasi lanjut dengan metode streaking (streaking dilakukan dua kali untuk isolat yang belum murni). Isolat murni selanjutnya diamati secara makroskopis meliputi morfologi koloni (bentuk, warna, elevasi, margin, dan ukuran) dan secara mikroskopis terhadap bentuk selnya. Isolat dikarakterisasi lanjut secara biokimia meliputi uji Gram, katalase dan pertumbuhan pada sumber karbon (karbohidrat) berbeda (Bell et al. 2005). Skrining BAL Proteolitik Uji kemampuan BAL mendegradasi protein dilakukan dengan menginokulasikan biakan bakteri pada media agar 2% w/v yang telah disuplementasi dengan susu skim 1%. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24-48 jam diamati dan diukur zona jernih yang terbentuk (Nespolo dan Brandelli 2010). Prosedur kerja dari setiap tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Pembuatan Belacan Depik 2 Isolasi dan Karakterisasi BAL 3 4 Skrining BAL Proteolitik Identifikasi Molekuler Gambar 1 Tahapan Penelitian 531 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 Identifikasi BAL secara molekuler Identifikasi BAL dilakukan dengan identifikasi gen 16S rRNA meliputi tahapan sebagai berikut: isolasi DNA isolat murni BAL, amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), elektroforesis gel agarosa hasil PCR, sekuensing gen 16S rRNA dan konstruksi pohon filogenetik. Pada penelitian ini untuk isolasi dan amplifikasi DNA dilakukan secara bersamaan menggunakan kit direct PCR (KOD FX Neo, Toyobo) mengikuti protokol perusahaan tersebut. Adapun primer yang digunakan adalah primer universal. Primer F:16F27 (AGA GTT TGA TCM TGC CTC AG) dan primer R:16R1492 (TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T). Selanjutnya proses sekuensing dikirim ke PT Genetika Science. Data hasil sekuensing diBLAST dengan data genom yang terdaftar di National center for Biotechnology Information (NCBI) untuk menentukan takson atau spesies yang memiliki homologi dan similaritas tertinggi dan terdekat secara molekuler. Konstruksi filogenetik dilakukan dengan Program Mega 6 metode metode neighbor-joining. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologis dan Biokimia Perhitungan total BAL yang tumbuh pada media MRS agar mencapai 2,7x103 (data tidak ditampilkan). Namun secara keseluruhan terlihat hanya ada 3 jenis koloni yang sangat berbeda sehingga ketiga jenis koloni inilah yang selanjutnya dimurnikan yaitu isolat B1, B2 dan B3 (Tabel 1). Seluruh koloni memiliki bentuk bulat, margin entire dan elevasi raised. Warna dan ukuran ketiga koloni bervariasi dari putih hingga krim serta berukuran kecil hingga sedang. Perbedaan ini dapat dijadikan sebagai dugaan awal bahwa ketiga isolat merupakan jenis bakteri yang berbeda. Adanya perbedaan atau variasi morfologi antar strain bakteri dapat terjadi karena ekspresi gen diferensial (ATCC 2015). Christopher dan Bruno (2003) menyebutkan bahwa koloni bakteri berasal dari sel tunggal yang berkembang dan berkembang biak dalam jumlah hingga jutaan sel. Setiap koloni memiliki penampilan yang dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, margin, opasitas, warna, dan tekstur. Oleh karena itu jika koloni yang ditumbuhkan pada media sejenis menunjukkan perbedaan penampakan atau tampilan, dapat diduga bahwa bakteri tersebut adalah spesies yang berbeda. Namun karena dilaporkan banyak jenis spesies memiliki morfologi koloni yang mirip, maka dugaan ini harus dikonfirmasi lanjut. Ketiga isolat tersebut selanjutnya diuji pewarnaan Gram dan katalase untuk mengkonfirmasi sebagai kelompok BAL sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Bakteri Gram positif diketahui memiliki komponen dinding sel yang berbeda dengan Gram negatif dalam hal lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dan juga adanya lapisan lipoteikoat (Chapot-Chartier dan Kulakauskas 2014; Thairu et al., 2014). Katalase adalah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam lingkungan beroksigen, enzim tersebut berfungsi mendegradasi hidrogen peroksida sebagai hasil metabolisme oksigen (Kataria et al. 2016). BAL diketahui sebagai bakteri anaerob tetapi dapat juga tumbuh baik dalam keadaan aerob. Namun demikian, BAL dalam semua kondisi menggunakan enzim peroksidase untuk menguraikan atau mendegradasi hidrogen peroksida sehingga diketahui tidak memiliki aktivitas katalase (Maresca et al. 2018). Berdasarkan Tabel 2, hanya isolat B1 dan B2 yang terkonfirmasi sebagai BAL yang ditandai dengan hasil Gram positif dan katalase negatif. Tabel 1 Karakteristik morfologi koloni isolat BAL Karakteristik Morfologi Bentuk: - Koloni - Sel Warna Ukuran Margin Elevasi Isolat B2 B1 bulat kokus krim kecil entire raised bulat batang krim sedang entire raised 532 B3 bulat kokus putih kecil entire raised Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 Tabel 2 Karakteristik biokimia isolat BAL dan skrining proteolitik (susu skim) Karakteristik Biokimia Gram Katalase Pertumbuhan pada sumber karbon: - glukosa - laktosa Isolat B2 B1 B3 positif negatif positif negatif negatif positif tumbuh tumbuh tumbuh tumbuh tumbuh tumbuh tumbuh tidak tumbuh tidak tumbuh - sukrosa Tabel 3 Skrining BAL Proteolitik Isolat bakteri Aktivitas Enzim Proteolitik B1 + B2 Ket: + : mempunyai aktivitas proteolitik - : tidak mempunyai aktivitas proteolitik Ukuran zona bening 2 mm - Tabel 2 juga memperlihatkan profil pertumbuhan masing-masing isolat pada sumber karbon yang berbeda. Kemampuan isolat dalam memfermentasi sumber karbon (karbohidrat) bervariasi. Seluruh isolat mampu memecah glukosa, namun isolat B3 tidak mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam pertumbuhan mikroorganisme. Namun setiap spesies mikroorganisme dapat berbeda kemampuannya dalam memfermentasi karbohidrat jenis tertentu, ada yang dapat difermentasi dan ada juga tidak. Oleh karena itu perbedaan kemampuan bakteri memfermentasi karbohidrat tertentu dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri tertentu (Ceapa et al. 2015). Skrining dan Identifikasi BAL Proteolitik Dari 3 isolat bakteri sebelumnya, hanya isolat B1 dan B2 yang terkonfirmasi sebagai BAL sehingga hanya kedua isolat tersebut yang diskrining kemampuannya dalam memecah protein. Hasil skrining enzim proteolitik isolat BAL dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 hanya isolat BAL 1 yang mempunyai kemampuan memecah protein yang ditunjukkan dengan adanya zona bening berukuran 2 mm. Dengan demikian isolat ini merupakan isolat potensial untuk dijadikan starter dalam pengembangan kualitas produk belacan depik dan diidentifikasi lanjut secara molekuler. Hasil penelitian Rahmi et al. (2021) menyebutkan bahwa terjadi penurunan protein ikan depik setelah diolah menjadi belacan. Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas mikroorganisme salah satunya adalah BAL yang mampu menguraikan protein. BAL merupakan mikroorganisme yang paling umum digunakan sebagai starter dalam fermentasi pangan dan diakui aman oleh WHO (Vidhyasagar et al. 2013). BAL terlibat dalam pembuatan dan pengembangan citarasa makanan melalui proses penguraian gula (glikolisis), penguraian lemak (lipolisis) dan penguraian protein (proteolisis) (Bintsis 2018; Khalid 2011). Hasil sekuensing dan identifikasi secara molekuler isolat B1 dapat pada Tabel 4. Setelah dilakukan BLAST dengan data genom yang terdaftar di National center for Biotechnology Information (NCBI), isolat B1 teridentifikasi secara molekuler sebagai Enterococcus faecium strain DT-2 dengan homologi 98,18% dan query cover 100%. Enterococcus adalah mikroorganisme ubiquitous, tersebar luas di berbagai lingkungan termasuk pada produk fermentasi. Enterococcus banyak ditemukan dalam makanan fermentasi tradisional karena kemampuannya yang luar biasa mampu bertahan pada suhu ekstrem, salinitas tinggi, dan tingkat pH berbeda. Disamping itu, Enterococcus juga dapat berperan sebagai bakteri probiotik (Fisher dan Phillips 2009; Franz et al., 2011; Giraffa, 2003). Karparvar et al. (2019) juga melaporkan bahwa salah satu BAL yang 533 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 teridentifikasi pada produk ikan fermentasi adalah Enterococcus faecium. Keberadaan bakteri tersebut pada belacan depik diduga dapat berasal dari bahan baku termasuk ikan depik itu sendiri. Enterococcus adalah bakteri indigenus yang umum ditemukan pada saluran cerna ikan (Gatesoupe 2007; Merrifield et al. 2014). Genus Enterococcus terdiri lebih dari 50 spesies saat ini, dengan Enterococcus faecalis dominan di saluran pencernaan manusia dan mamalia lainnya, diikuti oleh Enterococcus. faecium, Enterococcus hirae, Enterococcus durans, Enterococcus casseliflavus, Enterococcus gallinarum dan Enterococcus mundtii (Cassenego et al. 2011; Novais et al. 2018). Selanjutnya dilakukan konstruksi pohon filogenetik terhadap Enterococcus faecium DT-2 sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 diatas, terlihat bahwa isolat B1 dengan nilai boostrap 100% berada pada cabang yang sama dan memiliki kekerabatan terdekat dengan strain Enterococcus faecium 3402. Hal ini menunjukkan bahwa kedua isolat adalah spesies yang sama. Ludwig dan Klenk (2001) menyebutkan bahwa dua isolat yang berada pada cabang yang sama menunjukkan atau menandakan kesamaan spesies. Dengan demikian benar isolat yang diperoleh ini berkerabat dengan kelompok Enterococcus lainnya. Selanjutnya isolat yang diperoleh pada penelitian ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut kemampuannya sebagai starter potensial dalam meningkatkan mutu ikan depik fermentasi. Tabel 4 Hasil Sekuensing dan identifikasi Forward Reverse Consensus Hasil Identifikasi Enterococcus faecium strain DT-2 16S ribosomal RNA gene, partial sequence. Homology 98,18%, Query Cover 100% 534 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 Gambar 2 Konstruksi pohon filogenetik KESIMPULAN Diperoleh satu isolat murni BAL asal belacan depik yang memiliki aktivitas proteolitik. Karakteristik biokimia lainnya dimiliki oleh isolat tersebut adalah memiliki sifat Gram positif, katalase negatif, mampu memfermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Hasil analisis molekuler menunjukkan isolat BAL proteolitik ini terindentifikasi sebgai Enterococcus faecium strain DT-2 dengan homologi sebesar 98,18% dan query cover 100%. BAL ini dapat diuji lanjut kemampuannya sebagai starter potensial dalam meningkatkan mutu ikan depik fermentasi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada DRPM Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah dosen pemula Tahun Anggaran 2022. DAFTAR PUSTAKA Alexandraki, V.E., Tsakalidou, K., Papadimitrioui, W., Holzapfel, 2013. Status and Trends of The Conservation and Sustainable Use of Microorganisms in Food Processing. URL www.fao.org (accessed 4.27.20). Bell, C., Neaves, P., Williams, A.., 2005. Food Microbiology: Laboaratory Practice. Blackwell Publishing, USA. Bintsis, T., 2018. Lactic acid bacteria as starter cultures: An update in their metabolism and genetics. AIMS Microbiol. 4, 665–684. https://doi.org/10.3934/microbiol.2018.4.6 65 Cassenego, A.P.V., D’Azevedo, P.A., Ribeiro, A.M.L., Frazzon, J., van der Sand, S.T., Frazzon, A.P.G., 2011. Species distribution and antimicrobial susceptibility of enterococci isolated from broilers infected experimentally with eimeria spp and fed with diets containing different supplements. Brazilian J. Microbiol. 42, 480–488. https://doi.org/10.1590/S151783822011000200012 Ceapa, C., Lambert, J., van Limpt, K., Wels, M., Smokvina, T., Knol, J., Kleerebezem, M., 2015. Correlation of Lactobacillus rhamnosus genotypes and carbohydrate utilization signatures determined by phenotype profiling. Appl. Environ. Microbiol. 81, 5458–5470. https://doi.org/10.1128/AEM.00851-15 Chapot-Chartier, M.P., Kulakauskas, S., 2014. Cell wall structure and function in lactic acid bacteria. Microb. Cell Fact. 13, 1–23. https://doi.org/10.1186/1475-2859-13-S1S9 Christopher, K., Bruno, E., 2003. Identification of Bacterial Species, in: Tested Studies for Laboratory Teaching. pp. 103–130. Collection, A.T.C., 2015. Introduction to Microbiology. URL www.atc.org (accessed 2.24.18). Fisher, K., Phillips, C., 2009. The ecology, epidemiology and virulence of Enterococcus. Microbiology 155, 1749– 1757. https://doi.org/10.1099/mic.0.026385-0 Franz, C.M.A.P., Huch, M., Abriouel, H., Holzapfel, W., Gálvez, A., 2011. Enterococci as probiotics and their implications in food safety. Int. J. Food Microbiol. 151, 125–140. https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2011. 08.014 Gatesoupe, F.J., 2007. Updating the importance of lactic acid bacteria in fish farming: Natural 535 Rahmi et al. Agrointek 17 (3): 529-536 occurrence and probiotic treatments. J. Mol. Microbiol. Biotechnol. 14, 107–114. https://doi.org/10.1159/000106089 Giraffa, G., 2003. Functionality of enterococci in dairy products. Int. J. Food Microbiol. 88, 215–222. https://doi.org/10.1016/S01681605(03)00183-1 Karparvar, N., Safaei, Hajieh Ghasemian, Abdollah Derakhshandeh, Fatemeh Hemmati, S.M.M., 2019. Isolation and Identification of Lactic Acid Bacteria from a Traditional Fermented Fish Sauce (Mahyaveh) in Fars Province, Iran Narjes. Int. J. Nutr. Sci. 4, 49–53. https://doi.org/10.30476/IJNS.2019.81437. 1005.Introduction Kataria, M., Saini, J., Singh, M., Kumar, K., 2016. Isolation of Catalase Producing Bacteria, Production of Catalase and its Application to Degrade Hydrogen Peroxide from Effuelent. Eur. J. Biotechnol. Biosci. 4, 34– 37. Khalisanni Khalid, 2011. An overview of lactic acid bacteria. Int. J. Biosci. 1, 103–130. Ludwig, W., Klenk, H.P., 2001. Overview: A Phylogenetic Backbone and Taxonomic Framework for Procaryotic Systematics, in: Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology: The Archeae and the Deeply Branching an Phototrophic Bacteria. Springer, Berlin, pp. 49–65. Maresca, D., Zotta, T., Mauriello, G., 2018. Adaptation to aerobic environment of Lactobacillus johnsonii/gasseri strains. Front. Microbiol. 9, 1–11. https://doi.org/10.3389/fmicb.2018.00157 Merrifield, D.L., Balcázar, J.L., Daniels, C., Zhou, Z., Carnevali, O., Sun, Y.Z., Hoseinifar, S.H., Ringø, E., 2014. Indigenous lactic acid bacteria in fish and crustaceans. Aquac. Nutr. Gut Heal. Probiotics Prebiotics 128–168. https://doi.org/10.1002/9781118897263.ch 6 Muzaifa, M., 2015. Analisis Kimia dan Mikrobiologis Belacan Depik (Rasbora tawarensis), Pasta Ikan Fermentasi Tradisional Gayo. SAGU 14, 19–22. Nespolo, C.R., Brandelli, A., 2010. Production of bacteriocin-like substances by lactic acid bacteria isolated from regional ovine cheese. Brazilian J. Microbiol. 41, 1009– 1018. https://doi.org/10.1590/S151783822010000400020 Ngasotter, S., Waikhom, D., Mukherjee, S., Devi, M.S., Singh, A.S., 2020. Diversity of Lactic Acid Bacteria (LAB) in Fermented Fish Products: A Review. Int. J. Curr. Microbiol. Appl. Sci. 9, 2238–2249. https://doi.org/10.20546/ijcmas.2020.905.2 55 Novais, C., Campos, J., Freitas, A.R., Barros, M., Silveira, E., Coque, T.M., Antunes, P., Peixe, L., 2018. Water supply and feed as sources of antimicrobial-resistant Enterococcus spp. in aquacultures of rainbow trout (Oncorhyncus mykiss), Portugal. Sci. Total Environ. 625, 1102– 1112. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2017.12. 265 Rahmi, F., Susanti, Z., Nilda, C., Muzaifa, M., 2021. AGROINTEK : Jurnal Teknologi Industri Pertanian. AGROINTEK 15, 617– 623. https://doi.org/10.21107/agrointek.v15i2.8 674 Rhee, S.J., Lee, J.E., Lee, C.H., 2011. Importance of lactic acid bacteria in Asian fermented foods. Microb. Cell Fact. 10, 1–13. https://doi.org/10.1186/1475-2859-10-S1S5 Setiawan, A.T.A., Andi N.A., Rafitah H. 2014. Isolasi dan Karakterisasi Terasi Bakteri Pada Terasi Udang Rebon (Mysis relicta) dari Bontang Kuala, Bontang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 2023-28.http//doi.org/ Thairu, Y., Usman, Y., Nasir, I., 2014. Laboratory perspective of gram staining and its significance in investigations of infectious diseases. Sub-Saharan African J. Med. 1, 168. https://doi.org/10.4103/23845147.144725 Vasiljevic, T., Shah, N.P., 2008. Probiotics-From Metchnikoff to bioactives. Int. Dairy J. 18, 714–728. https://doi.org/10.1016/j.idairyj.2008.03.00 4 Vidhyasagar, V., Saraniya, a, Jeevaratnam, K., 2013. Identification of pectin degrading lactic acid bacteria from fermented food sources International Journal of Advanced Life Sciences ( IJALS ). Int. J. Adv. Life Sci. 6, 8–12. 536