Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perubahan kawasan Pecinan kota tua Jakarta

2009

368 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Tingkat perubahan lingkungan dan bangunan cagar budaya pada Kawasan Pecinan Kota Tua Jakarta A. Tingkat perubahan lingkungan Tingkat perubahan diidentifikasi melalui elemen citra kawasan melalui 5 periode, dengan hasil sebagai berikut • Landmark Kawasan Pecinan mulai ada sejak Masa Pemerintahan VOC berupa Klenteng Jin De Yuan dan bertahan hingga saat ini; • Pusat kegiatan (node) pada masa Kerajaan Hindu adalah pasar tradisional. Saat ini yang menjadi node utama masih berupa pasar, yaitu Pasar Glodok dan Pasar Asemka, selain itu terdapat juga node lain yaitu Klenteng Jin De Yuan dan Sekolah Regina Pacis; • District (kawasan) di wilayah studi didominasi oleh kawasan permukiman yang memiliki fungsi campuran selain sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat usaha; • Path di wilayah studi mengalami perubahan mengikuti perkembangan permukiman, yang awalnya jalur pergerakan menggunakan sungai dan kanal berkembang menjadi jalur darat berupa jalan dengan perkerasan aspal; dan • Edge (batas) pada masa Kerajaan Hindu berupa sungai dan ruang terbuka hijau tetapi saat ini batas kawasan menjadi sungai dan jalan. B. Tingkat perubahan bangunan kuno Bangunan di kawasan studi umumnya mengalami perubahan besar dengan jumlah 47 bangunan atau sebesar 55,95% dari total jumlah bangunan. Bangunan yang mengalami perubahan kecil sebanyak 20 bangunan dengan prosentase 23,81%. Adapun bangunan yang tidak mengalami perubahan hanya sebanyak 17 bangunan atau sebesar 20,24%. 368 369 5.1.2 Faktor-faktor penyebab perubahan lingkungan dan bangunan cagar budaya A. Analisis sinkronik-diakronik Kawasan Pecinan Kota Tua Jakarta 1. Masa Kerajaan Hindu (< 1527) Pada masa ini Kawasan Pecinan belum terbentuk secara fisik, hanya terbentuk berupa komunitas pedagang Cina yang berdagang di Sunda Kelapa. Mereka hanya tinggal sementara selama berdagang dengan menyewa rumah penduduk pribumi. Dari aspek politik, masa ini dikuasai oleh Kerajaan Holotan, Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang menganut agama Hindu, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi perkembangan kawasan, hanya mulai jaman Kerajaan Tarumanegara pedagang Cina mulai diijinkan berdagang di Sunda Kelapa. Jika dilihat dari aspek sosial budaya, masyarakat Cina saat itu masih menganut kepercayaan Tri Dharma. 2. Masa Kerajaan Islam (1527-1619) Terjadi perubahan pada kawasan studi, pada masa ini mulai terbentuk permukiman Cina dengan bangunan sederhana yang terbiuat dari kayu dan gedek di sepanjang Kali Besar bagian barat karena beberapa pedagang sudah mulai tinggal menetap di Jakarta. Di depan rumah mereka terdapat took yang menjadi lokasi berdagang, akhirnya di lokasi permukiman Cina terbentuk pusat perdagangan berupa pasar tradisional. Kerajaan Demak yang menganut islam merupakan penguasa pada masa ini, tetapi hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi kawasan. Masyarakat Cina masih menganut kepercayaan Tri Dharma, tetapi mereka dilarang untuk merayakan hari besar keagamaan. 3. Masa Pemerintahan VOC (1619-1791) Terjadi perubahan pada pola pembentukan kawasan studi setelah peristiwa pembantaian Cina tahun 1740. Masyarakat Cina oleh pemerintahan Belanda diusir ke luar tembok kota dan pindah ke daerah Glodok. Mereka mulai membangun permukiman baru, tempat usaha dan tempat peribadatan. Pada masa ini mayoritas masyarakat masih menganut kepercayaan Tri Dharma dan mulai menjalankan tradisi serta merayakan hari besar keagamaan. 4. Masa Peralihan ke Pemerintahan Baru (1791-1920) Terjadi perkembangan yang pesat di kawasan studi, karena pada masa ini Kawasan Pecinan menjadi pusat perdagangan Kota Jakarta setelah pemindahan pusat 370 pemerintahan ke Weltevreden akibat kondisi kesehatan dalam tembok kota memburuk. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman baru dan jalan baru di kawasan studi. 5. Masa Perkembangan Jakarta Modern (1920-2009) Pesatnya perkembangan ekonomi kota, menyebabkan bertambahnya sarana prasarana di kawasan studi. Dari aspek sosial budaya, kegiatan sehari-hari masyarakat masih melaksanakan tradisi dan hari keagamaan di kawasan studi, namun keberadaan bangunan tradisional Cina sudah mulai berkurang. B. Analisis faktor Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan bangunan cagar budaya adalah : • Faktor I dengan prosentase keragaman sebesar 32,38% terdiri dari usia bangunan dengan tingkat hubungan korelasi yang kuat sebesar 0,607, kurangnya perawatan bangunan dan perubahan fungsi bangunan yang memiliki tingkat hubungan korelasi sedang, masing-masing sebesar 0,538 dan 0,461. • Faktor II dengan factor keragaman sebesar 16,186% terdiri dari, sosial budaya dan politik dengan dengan tingkat hubungan korelasi yang kuat, masing-masing sebesar 0,675 dan 0,704. • Faktor III dengan factor keragaman sebesar 12,853% terdiri dari, tingkat pendapatan pemilik dengan tingkat hubungan korelasi yang kuat sebesar 0,757, status kepemilikan bangunan dengan tingkat hubungan korelasi yang sangat kuat sebesar 0,821dan selera pemilik dengan tingkat hubungan korelasi yang sedang sebesar 0,496 5.1.3 Arahan pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya 1. Pelestarian terhadap kawasan, berupa penggendalian terhadap penggunaan lahan kawasan, sirkulasi dan pembentukkan identitas kawasan berdasarkan elemen citra kawasan (path, node, dan landmark). 2. Berdasarkan penilaian makna kultural arahan pelestarian fisik bangunan pada Kawasan Pecinan Kota Tua Jakarta dapat diuraikan sebagai berikut: a. Rehabilitasi untuk bangunanyang mengalami tingkat perubahan yang cukup besar sehingga memerlukan penanganan yang lebih besar daripada bangunan lainnya, yaitu sebanyak 51 bangunan. 371 b. Konservasi untuk bangunan yang mengalami tingkat perubahan sedang sehingga memerlukan sedikit perbaikan dan perawatan pada bangunan-bangunan tersebut, yaitu sebanyak 18 bangunan. c. Preservasi untuk bangunan yang mengalami tingkat perubahan yang tergolong kecil sehingga hanya memerlukan perawatan serta mempertahankan kondisi bangunan cagar budaya agar tidak mengalami kerusakan yang lebih besar, yaitu sebanyak 15 bangunan. 3. Bentuk-bentuk arahan pelestarian non fisik berdasarkan peringkat pendapat masyarakat melalui metode IPA yang perlu untuk segera dilakukan adalah social, ekonomi, hukum dan budaya. 5.2 Saran 1. Diharapkan dapat lebih memperdalam analisis dan tinjauan mengenai arsitektur , aspek sosial budaya, serta analisis mengenai konsep kegiatan pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya yang sesuai di Kawasan Pecinan terhadap perubahan pola ruang kawasan. 2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian untuk menetapkan strategi pelaksanaan, kebijakan dan peraturan, pengelolaan serta konsep pendanaan untuk mendukung kegiatan pelestarian dan dapat menjadi pedoman perkembangan kawasan di Kawasan Pecinan Kota Tua Jakarta 3. Diharapkan masyarakat dan lembaga terkait dapat dapat meningkatkan kesadaran dan berperan aktif untuk memelihara serta melestarikan lingkungan dan bangunan cagar budaya dengan melakukan kegiatan sosialisasi atau forum diskusi mengenai pelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya, serta melakukan pengawasan terhadap pembangunan di Kawasan Pecinan Kota Tua Jakarta. 372 KESIM PULAN DAN SARAN .................................................................................................... 368 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 368 5.1.1 Tingkat perubahan lingkungan dan bangunan cagar budaya pada Kawasan Pecinan Kot a Tua Jakarta ............................................................................................... 368 5.1.2 Fakt or-fakt or penyebab perubahan lingkungan dan bangunan cagar budaya . 369 5.1.3 Arahan pelest arian lingkungan dan bangunan cagar budaya .......................... 370 5.2 Saran ..................................................................................................................... 371