BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional maupun pimpinan. Perkembangan ini telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Meningkatnya penggunaan sistem informasi, telah membawa setiap orang dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih akurat, berkualitas, dan tepat waktu. Setiap organisasi dapat memanfaatkan sistem informasi dan jaringan teknologi informasi untuk menjalankan berbagai kegiatan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka timbul beberapa pertanyaan yaitu:
Bagaimana sikap manusia sebagai pengolah informasi dan batasan-batasannya?
Bagaimana pengaruh pemampatan data atas prestasi manusia dan kebutuhan akan umpan balik manusia?
Bagaimana implikasi terhadap perancangan sistem informasi serta nilai pesikologisnya?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalh ini bertujuan untuk:
Menjelaskan sikap manusia sebagai pengolah informasi dan batasan-batasannya.
Menjelaskan pengaruh pemampatan data atas prestasi manusia dan kebutuhan umpan balik.
Menjelaskan implikasi terhadap perancangan sistem informasi dan nilai psikologis.
BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA SEBAGAI PENGOLAH INFORMASI
Sistem informasi manajemen adalah sistem manusia/mesin, Perancang SIM cenderung mengikat erat pengambil keputusan pada sistem pengolah mesin, fungsi kerja administrasi dilaksanakan secara tertentu berdasarkan persaratan computer.
Manusia adalah elemen penting dalam dalam sistem informasi, pemahaman kemampuan manusia sebagai pengolah informasi merupakan hal yang penting bagi perancang sistem informasi.
Sistem Informasi Manajemen merupakan keseluruhan jaringan informasi yang ditujukan kepada pembuatan keterangan-keterangan bagi para manajer dan para pengguna lainnya yang berfungsi untuk pengambilan keputusan atau kebutuhan lain dalam organisasi ataupun perorangan.
Data yang masuk telah diproses dan dianalisis maka data itu menjadi informasi yang penting, dibutuhkan, dan berarti bagi pengambilan keputusan, baik yang menyangkut kegiatan organisasi maupun manajerial.
Model Dasar
Sebuah model sederhana mengenai manusia sebagai pengolah informasi terdiri dari indera peneriama yang menerima isyarat dan meneruskannya kepada unit pengolah (otak). Hasil olahan adalah respon /tanggapan keluaran (secara fisik, ucapan, tulisan, dan sebagainya). Model ini tampak secara diagram dalam gambar 1.1.
Kapasitas manusia dalam menerima masukan dan menghasilkan keluaran (tanggapan) adalah terbatas. Bila sistem pengolah manusia dibebani melampaui batas, tingkat tanggapannya akan berkurang. Sebagai contoh, 10 masukan menghasilkan 10 keluaran dalam batas waktu yang diijinkan. Bila batas beban puncak belum dicapai, prestasi mulai menurun. Bila batas beban misalkan adalah 40 masukan (dengan 40 keluaran), maka 45 masukan akan menghasilkan kurang dari 45 keluaran. Eksperimen ini memperlihatkan bahwa untuk situasi kerja yang memungkinkan beban lebih, penyusunan staf yang optimal adalah dengan beban kerja sedikit di bawah batas beban. Jadi bukan sedikit di atas kondisi batas beban. Seorang operator telepon merupakan contoh kondisi ini. Bila jumlah telepon masuk yang harus ditangani melebihi kemampuannya menangani, maka prestasinya akan merosot di bawah tingkat tanggapan maksimum.
Dunia menyediakan lebih banyak masukan dari pada yang dapat diterima oleh sistem pengolah manusia. Manusia mengurangi masukan ini sampai batas jumlah yang dapat diatasi melalui suatu proses penyaringan atau seleksi. Sebagian masukan dihambat dan dicegah agar tidak masuk pengolahan melalui sebuah filter atau saringan yang menghambatnya.
Penyaringan ini biasanya berdasarkan pada kemungkinan pentingnya rangsangan. Penyaringan merupakan akibat :
1. Kerangka acuan individu
2. Prosedur keputusan normal
3. Keputusan dalam keadaan tertekan
Para individu mengatur penyaringan kepentingan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kebiasaan mereka, dan sebagainya. Prosedur keputusan mengidentifikasi data yang relevan dan kemudian menyediakan sebuah filter untuk menyaring faktor-faktor yang tak perlu bagi keputusan. Mekanisme penyaringan dapat diubah melalui tekanan pengambilan keputusan. Tekanan saat mengambil keputusan dalam ukuran waktu akan mengakibatkan penyaringan meningkat. Akibatnya mengurangi data yang harus diolah oleh pengambil keputusan. Sebagai contoh, seorang penyelia jalur produksi dalam keadaan krisis dan tertekan, akan memusatkan perhatian pada persoalan terpenting dan tidak akan menerima rangsangan yang menyangkut hal-hal kurang penting.
Konsep kerangka acuan diterapkan pada masukan maupun pengolahan. Untuk mengembangkan sebuah rutin pengolahan baru bagi setiap stimulus baru akan mengurangi stimuli yang dapat diolah. Dalam waktu cukup panjang, dan berdasarkan kesinambungan otak manusia membentuk pola atau kategori-kategori data yang menentukan pemahaman manusia terhadap sifat lingkungannya.
Pola atau kerangka acuan ini akan dipakai dalam pengolahan masukan (Gambar 3.4), sehingga mengurangi persyaratan pengolahan.
Penyaringan dapat mengurangi atau menghambat data yang tak diinginkan. Penyaringan juga dapat bekerja untuk menghambat data yang tidak cocok dengan kerangka acuan yang telah ada. Hal ini bersama keterbatasan alamiah indera manusia penerima dapat mengakibatkan kesalahan persepsi informasi. Penulis sebuah laporan mungkin ingin menyatakan satu hal, sedang yang ditangkap pembacanya adalah hal lain. Kesalahan persepsi ini meningkatkan keraguan.
Sebuah organisasi terdiri dari para individu, sehinggga keterbatasan individu sebagai pengolah informasi juga tercermin dalam organisasi. Organisasi mengembangkan bentuk tertentu untuk mengatasi keterbatasan ini, seperti program keputusan, pembagian kerja, dan reduksi data.
Sistem Pengolahan Informasi Manusia
Sistem pengolahan manusia terdiri dari sebuah pengolah, indera masukkan (Sensory input), penggerak keluaran(Motor output), dan tiga jenis ingatan:
1. Ingatan jangka panjang (long-term memory)
2. Ingatan jangka pendek (short-term memory)
3. Ingatan luar (External memory)
Ketiga ingatan/memori berperan besar. Ingatan jangka panjang dapat dikatakan kapasitasnya terdiri dari simbol dan struktur-struktur simbol. Penyimpanan bisa cukup kompak di mana seluruh konfigurasi stimuli dapat diwakili oleh sebuah simbol tunggal. Waktu yang diperlukan untuk membaca (recall) dari ingatan jangka panjang hanya beberapa ratus mili detik. Tetapi waktu untuk menulisnya (menyimpan dalam ingatan) adalah cukup panjang (kira-kira 5K sampai 10K detik untuk K buah simbol). Ini berarti memerlukan 50 sampai 100 detik untuk mengingat sebuah bilangan yang terdiri dari 10 angka. Tetapi sekali diingat, waktu untuk memanggil kembali hanya beberapa ratus-mili detik saja.
Ingatan jangka pendek merupakan bagian pengolah dan agak kecil. Disini hanya menyimpan lima sampai tujuh buah simbol. Tetapi hanya sekitar dua buah yang dapat dipertahankan bila sedang melaksanakan tugas lain. Dapat dikatakan bahwa segbagian ingatan jangka pendek dipakai untuk pengolah masukan dan keluaran. Waktu membaca (read) dan menulis (write) sangat cepat.
Ingatan luar (external memory) terdiri dari medai luar seperti selembar kertas atau sebuah papan tulis yang berperan sebagai sebuah ingatan. Waktu jangkauan bagi mata untuk melihat simbol pada lokasi yang telah diketahui cukup cepat (kira-kira 100 mili-detik). Waktu baca kira-kira 50 mili-detik. Waktu catat (kira-kira 1 detik per simbol) jauh lebih singkat dibandingkan pada ingatan jangka panjang, yang menyebabkan efisiensi memakai ingatan luar dalam prosedur pemecahan persoalan.
Ruang Persoalan
Ruang persoalan (Problem space) adalah cara khusus seorang pemecah persoalan menyajikan persoalan dalam menyelesaikannya. Dengan perkataan lain, dalam menghadapi persoalan, si pemecah persoalan merumuskan sebuah penyajian yang akan dipakai dalam menyelesaikan persoalan. Penyajian ini adalah ruang konseptual yang meliputi pemecahan persoalan.
Struktur ruang persoalan (atau bagaimana si pemecah persoalan menyajikan tugasnya) menentukan proses yang dapat dipakai untuk memecahkan persoalan. Ruang persoalan dapat dianggap sebagai sebuah “jaringan simpul-simpul keadan pengetahuan”. Setiap simpul menjelaskan apa yang diketahui pemecah persoalan pada saat itu. Sebuah keadaan pengetahuan terdiri dari beberapa puluh sampai beberapa ratus simbol. Pemecahan persoalan berlangsung melalui suatu proses mencari (search process) dalam ruang persoalan sampai mencapai sebuah keadaan pengetahuan yang diinginkan sehungga dapat menghasilkan suatu pemecahan.
BATAS-BATAS SEMENTARA PENGOLAHAN MANUSIA
Pengolahan Data
Model Newell-Simon mengemukakan keterbatasan kemampuan manusia sebagai pengolah informasi. Ada beberapa bukti empiris sehubungan dengan keterbatasan ini. Seperangkat keterbatasan bertahan dengan pengolahan data dan berhubungan langsung dengan ingatan jangka pendek. Perangkat keterbatasan lain adalah kemampuan manusia untuk menemukan perbedaan-perbedaan. Manusia juga terbatas kemampuannya untuk memandang secara umum, memadukan, dan menafsirkan data probabilistik.
Miller menyitir ungkapan “angka keramat tujuh, lebih kurang dua” guna melukiskan kemampuan manusia untuk mengolah informasi. Survainya yang didukung riset empiris pada dasarnya menunjukkan bahwa banyaknya simbol yang dapat disimpan dalam ingatan jangka pendek dan mengolahnya secara efektif berkisar antara lima sampai sembilan, tetapi batas umum adalah tujuh.
Penerapan batas 7 +/- 2 pada kode adalah penting karena pengolahan informasi sangat tergantung pada pemakaian kode. Ikhtisar beberapa telaah berikut ini menunjukkan benarnya batas Miller :
Berdasarkan model Newell-Simon dan batas Miller, hasil Chap-delaine mengenai bertambahnya kesalahan dengan panjang kecuali untuk 9 dan 12 dapat dijelaskan, karena subjek manusia memandang kode singkat sebagai seperangkat yang harus diolah. Batas 9 (7+ 2) menyebabkan lebih banyak kesalahan untuk susunan 9 karakter. Untuk bilangan diatas 9 mungkin manusia harus membagi kodenya dalam dua bagian, dengan kemungkinan kesalahan lebih besar pada titik pisahnya. Mungkin dapat dijelaskan bahwa memisah atas dua bagian memakai sebagian kemampuan mengolah sehingga batasnya menurun menjadi 5 atau 6 simbol untuk setiap bagiannya (jelas konsisten dengan 7 +/- 2). Maka panjang 12 karakter akan menjadi titik pisah untuk mengubah menjadi pengolahan tiga bagian setiap panjang 12 atau lebih. Tingkat kode lebih rendah dengan kelompok huruf dan angka, dibandingkan dengan tergabung, mengesankan pengolahan berdasarkan sub-kelompok bila kode menjadi terlalu panjang atau rumit. Sebuah kode gabungan huruf-angka meningkatkan persyaratan informasi untuk mengolah kode. Sesuai dengan konsep teori informasi yang diuraikan dalam bab 2, dibutuhkan lebih banyak informasi untuk mengenal sebuah karakter dari susunan 36 huruf-angka dibandingkan dengan 10 angka.
Perbedaan Yang Diperhatikan
Kemampuan manusia pengolah adalah penting dalam menemukan kesalahan ( yaitu menemukan perbedaan antara data benar dengan data salah) juga dalam reaksi penerima terhadap keanekaan dalam nilai data yang diterima. Dengan perkataan lain, bagaimana manusia penerima menilai besarnya perbedaan laba dan perbedaan biaya? Sebuah hukum yang dikembangkan dalam bidang psikologi mungkin berguna untuk menjawab pertanyaan itu. Hukum Weber untuk perbedaan yang diperhatikan adalah sebuah hukum psikologi yang dikembangkan dalam hal penilaian terhadap stimuli seperti terangnya sinar, berisiknya suara, dan beratnya bobot. Hukum ini menyebutkan bahwa perbedaan yang diperhatikan adalah berbanding tetap terhadap dimensi fisik atau stimulus. Berarti, bila C adalah sebuah kriteria dan dC adalah perbedaan yang diperhatikan, maka:
dC/C = k untuk setiap C
Ini berarti bahwa bila C berubah, maka dC akan berubah agar harga k tetap.
Menangani Data Probabilistik
Para pengambil keputusan sering menangkap, mengolah dan menilai kemungkinan (probabilities) hal-hal tak tentu. Ada bukti bahwa kemampuan manusia kurang sekali dalam intuisi statistik. Kekurangan ini menyolok karena sebuah sistem informasi/keputusan dapat dirancang untuk mengatasi hal ini. Beberapa kekurangan yang tampak adalah:
Kekurangan pemahaman intuitif atas akibat ukuran percontoh atau “sample” terhadap penyimpangannya.
Kurangnya kemampuan intuitif untuk mengenal hubungan (korelasi) dan hubungan sebab akibat ( casualitas).
Cenderung mengambil kesimpulan dalam perkiraan kemungkinan.
Kurangnya kemampuan memadukan informasi.
Strategi Pengolahan Informasi
Manusia menerapkan strategi untuk mengatasi keterbatasannya sebagai pengolah informasi dan untuk meringankan otak dalam memadukan informasi. Diantaranya adalah konkretisasi (concreteness) serta pematokan dan penyesuaian (anchoring and adjusment).
Konsep konkretisasi adalah pengambilan keputusan yang cenderung hanya menggunakan informasi yang telah dimilikinya, dan dalam bentuk peragaannya.
Gagasan pematokan dan penyesuaian adalah bahwa manusia cenderung mengambil kesimpulan dengan menetapkan sebuah titik patokan dan membuat penyesuaian berdasarkan titik.
PENGARUH PEMAMPATAN DATA ATAS PRESTASI MANUSIA
Manusia memiliki keterbatasan dalam mengolah hal ini mendorong pemakaian data yang dimampatkan atau ringkasan yang mengurangi volume data yang harsu diolah oleh penerimanya. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah pengaruh data yang dimampatkan atas prestasi manusia. Apakah prestasi keputusan meningkat setelah data diringkas dibandingkan data mentah yang belum diringkas?
Dalam telaah riset yang dilakukan oleh Anderson meneliti tanggapan pengambilan keputusan atas informasi probabilistik. Para pengambil keputusan disajikan satu, dua, atau tiga jenis data untuk serangkaian keputusan penganggaran modal, diantaranya:
1. Nilai rata-rata (mean velue)
2. Nilai rata-rata yang longgar (mean velue plus range)
3. Distribusi kemungkinan (Probability distributians)
Pengambilan keputusan yang dilengkapi tiga data diatas akan lebih yakin atas keputusan mereka tetapi kurang konsisten dibandingkan dengan hanya mengambil satu data.
KEBUTUHAN AKAN UMPAN BALIK
Model masukan, pengolahan data keluaran secara tak langsung menyatakan bahwa manusia dapat menerima masukan, mengolah, dan memberikan keluaran tanpa tambahan elemen sistem. Dalam sistem komputer, berbagai mekanisme dipakai untuk memastikan bahwa keluaran telah diterima. Pencetak (printer) mengembalikan suatu isyarat pada pusat pengolah untuk menunjukkan kenyataan bahwa data yang dipancarkan telah mengaktifkan pencetak. Sebuah termial dta mengembalikan suatu isyarat untuk menunjukkan diterimanya sekelompok data. Mekanisme umpan balik serupa harus diberikan pada keadaan pengolahan manusia bukan saja untuk mengendalikan kesalahan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan psikologis manusia pengolah.
Pentingnya umpan balik untuk memuaskan kebutuhan manusia dilukiskan oleh sebuah sistem yang menggunakan sebuah alat pencatat data sumber. Petugas memasukkan data yang dipancarkan ke sebuah lokasi pusat, tanpa alat mengembalikan sesuatu tanggapan dalam bentuk sinar atau suara untuk menyatakan bahwa masukan tercatat. Hasilnya adalah masukan berganda dan petugas yang frustasi.
Dalam percakapan sehari-hari, orang telah terbiasa membuat beberapa isyarat untuk menunjukkan telah menerima komunikasi lisan. Penerima mengangguk atau mengucap ah-uh. Beberapa bahasa mempunyai ciri khas. Sebagai contoh, bahasa swedia lisan mempunyai bunyi pendek mengisap yang diulang pendengar pada interval cukup cepat untuk menunjukkan kesinambungan dalam menerima komunikasi.
NILAI PSIKOLOGIS DATA YANG TIDAK TERPAKAI
Sebuah gejala umum dalam organisasi adalah akumulasi dan penyimpanan data yang kecil kemungkinan penggunaannya. Dengan memakai analisis bea-maslahat (cost benefit analysis), nilai data akan dihitung sebagai berikut:
Nilai data= Kemungkinan penggunaan X (Maslahat ekonomis rata-rata pemakaian) – Biaya memperoleh dan menyimpan.
Karena kemungkinan penggunaannya rendah, nilai data umumnya negatif. Sebagai contoh, dua butir data dengan biaya sama (andaikan $50) tetapi dengan kemungkinan berbeda (andaikan 0,1 dan 0,5) akan memiliki nilai berbeda.
Nilai data dengan kemungkinan 0,5 = 0,5 ($50) – 10 = $15
Nilai data dengan kemungkinan 0,1 = 0,1 ($50) – 10 = - $5
Ada banyak penjelasan atas terjadinya akumulasi dan penyimpangan data yang tidak ekonomis. Satu penjelasan mungkin karena bertambahnya keyakinan para pengambil keputusan yang diperoleh dari data tambahan, yang sesungguhnya tidak diperlukan. Penjelasan lain adalah konsep nilai peluang tak terpakai.
Konsep peluang tak terpakai dapat digunakan untuk menjelaskan gejala nyata akumulasi dan penyimpangan data yang tidak ekonomis. Nilai tersebut bukanlah kegunaan nyatanya, dalam seringnya dibutuhkan, tetapi dalam peluang tak terpakai. Nilai peluang tak terpakai lebih merupakan tanggapan psikologis daripada ekonomis dan tak dapat diperhitungkan untung ruginya secara ekonomis.
IMPLIKASI TERHADAP PERANCANGAN SISTEM INFORMASI
Bab ini telah menyajikan konsep-konsep dan bukti riset tentang manusia sebagai pengolah informasi. Ini menjadi bahan latar belakang yang berguna bagi para perancang sistem informasi. Hal ini juga mempunyai relevansi langsung terhadap perancangan sistem informasi. Beberapa implikasinya adalah :
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model dasar manusia sebagai pengolah informasi terdiri dari masukan melalui indera, sebuah unit pengolah, dan tanggapan keluaran. Ada tiga jenis ingatan yang dipakai dalam pengolahan informasi manusia, yaitu:
1. Jangka pendek
2. Jangka panjang
3. Penyimpanan luar
Kecepatan baca dan catat yang berbeda pada berbagai penyimpanan serta perbedaan dalam kapasitasnya menunjukkan bahwa banyak ciri dari pengolahan manusia.
Pemampatan data perlu pertimbangan penyimpanan dan pengolahan. Sebuah gejala yang cukup tenara adalah pengolahan dan penyimpanan data yang kurang terpakai, penjelasan untuk hal ini adalah nilai psikologis yang melekat pada peluang tidak terpakai.
SARAN
Manusia sebagai elemen penting dalam sistem informasi, serta kemampuan pemahaman manusia sebagai pengolah informasi merupakan hal yang penting bagi perancang sistem informasi, berkenaan dengan hal tersebut penulis mengharapkan bagi pembaca terutama para mahasiswa untuk berperan aktif dan positif dalam mengolah dan memajukan sistem informasi.
Model sederhana manusia sebagai pengolah informasi yang terdiri dari indera peneriama yang menerima isyarat dan meneruskannya kepada unit pengolah (otak). Hasil olahan yang diterima indera merupakan respon /tanggapan keluaran.
Rangsangan yang di kerjakan oleh manusia merupakan akibat dari: Kerangka acuan individu, Prosedur keputusan normal, dan Keputusan dalam keadaan tertekan. Manusia sebagai model sederhana pengolah informasi harus mengambil keputusan yang bijak agar perkembangan informasi berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
B. Davis, Gordon. 1999. Sistem Informasi Manajemen: Manusia Sebagai Penngolah Informasi. PT Pustaka Binaman Pressindo: Jakarta Pusat.