Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

PASCA PANEN

PROSES PASCA PANEN RUMPUT LAUT Oleh : Nama : Anis Khotimah Nim : B1J013181 Kelompok : 2 Rombongan : I Asisten : Novi Amelia LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2015 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik untuk mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan lautnya, termasuk rumput laut (Sulistyowati, 2003). Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder. Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, serat, alginat, karaginan dan agar banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit. Selain kandungan primernya yang bernilai ekonomis, kandungan metabolit sekunder dari rumput laut berpotensi sebagai produser metabolit bioaktif yang beragam dengan aktivitas yang sangat luas sebagai antibakteri, antivirus, anti jamur dan sitotastik (Zainudin & Malina, 2009). Rumput laut hijau, merah ataupun coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Bachtiar, 2007). Budidaya Gracilaria verrucosa yang dilakukan di tambak Mororejo Kendal menggunakan sistem polikultur. Komoditas yang dibudidayakan adalah Gracilaria verrucosa, Bandeng dan Udang. Petani setempat memberlakukan sistem polikultur karena secara ekonomi dapat memberi keuntungan ganda, yaitu petani bisa panen lebih dari satu komoditas dalam satu lahan tambak. Pemberlakuan sistem polikutur ini menyebabkan petani harus lebih intensif dalam mengelola tambak. Melihat potensi pengembangan budidaya Gracilaria verrucosa secara polikultur di Tambak desa Mororejo Kendal, maka sekiranya perlu dilakukan penelitian terkait manajemen budidaya dan pengelolaan pasca panen Gracilaria verrucosa (Sugiyatno et al., 2013). Tujuan Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui tahapan proses pasca panen rumput laut serta langkah-langkah pengeringan dan pemutihan Tinjauan Pustaka Rumput laut adalah alga makro laut, yang merupakan komponen penting dari sumber kekayaan hayati laut dunia. Rumput laut merupakan tumbuhan laut tak berbunga yang tidak memiliki sistem bunga, tunas, akar, batang dan daun yang sebenarnya. Rumput Laut mengandung 10 sampai 20 kali jumlah mineral, elemen, dan vitamin daripada yang ditemukan di tanah ditanam secara komersial sayur sayuran. Rumput laut digunakan untuk membantu membangun dan mempertahankan keseimbangan gizi yang luas vitamin, mineral, dan penting nutrisi yang optimal kesehatan dan vitalitas tergantung. Mereka adalah makanan rendah kalori, dengan konsentrasi tinggi mineral, vitamin, protein, karbohidrat, dan lipid (Akhtar et al., 2014). Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar (macroalgae) yang merupakan tanaman tingkat rendah dan termasuk kedalam divisi thallophyta. Berdasarkan segi morfologi, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun, secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya hanyalah thallus belaka. Bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam, antara lain bulat, seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan sebagainya (Aslan, 1998 dalam Alam, 2011). Thallophyta adalah tanaman yang morfologinya hanya terdiri dari thallus, tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut digantikan oleh thallus. Tiga kelas utama rumput laut dari thallophyta adalah Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau) yang ketiganya dibedakan oleh kandungan pigmen dan klorofil. Rhodophyceae yang umumnya berwarna merah, coklat, nila dan bahkan hijau mempunyai sel pigmen fikoeritrin. Phaeophyceae umumnya berwarna kuning kecoklatan karena sel–selnya mengandung klorofil a dan c. Chlorophyceae umumnya berwarna hijau karena sel-selnya mengandung klorofil a dan b dengan sedikit karoten (Direktorat Jenderal Perikanan, 1990 dalam Alam, 2011). MATERI DAN CARA KERJA Materi Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum pasca panen/ pengeringan rumput laut adalah Gracilaria verrucosa 200 gram, air kapur tohor, air tawar dan plastik. Alat-alat yang digunakan pada praktikum pasca panen/ pengeringan rumput laut adalah bak, ember dan baki. Metode Penjemuran langsung dikeringkan Gracilaria verrucosa 200 gram dibersihkan Dijemur diatas alat/ dapat menggunakan oven Dijemur selama 1-3 hari atau sampai rumput laut memutih dengan kadar air sekitar 20%-25%. Setelah kering, rumput laut disimpan. Gracilaria verrucosa 200 gram dibersihkan Penjemuran dengan pencucian air tawar Dijemur selama 1-2 hari/ dapat menggunakan oven Dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel Dijemur sampai 1-2 hari sampai warna rumput laut putih dengan kadar air 15- 20 % Setelah kering, rumput laut disimpan. Penjemuran dengan direndam kapur tohor Gracilaria verrucosa 200 gram dibersihkan Dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel Direndam dengan kapur tohor selama 1-2 jam Dijemur sampai 1-2 hari sampai warna rumput laut putih dengan kadar air 15- 20 % Setelah kering, rumput laut disimpan. Penjemuran dengan difermentasi Gracilaria verrucosa 200 gram dibersihkan Dibungkus plastic dan direndam dengan air tawar selama 2-3 hari Dijemur selama 2- 3 hari sampai kadar air 20- 25 % Setelah kering, rumput laut disimpan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambar 3.2. Hasil penjemuran rumput laut Gambar 3.1. Sebelum penjemuran rumput laut Pembahasan Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa rumput laut Gracilaria yang sudah di jemur berubah warna menjadi putih pucat, hal ini sesuai dengan pendapat Soegiarto (1978) penjemuran dilakukan untuk mengurangi kadar air yang tersimpan di dalam ruput laut yang mengakibatkan perubahan fisik rumput laut itu sendiri, pada saat basah rumput laut terlihat transparan, sedangkan saat rumput laut yang sudah melalui proses penjemuran menjadi kering pucat, keriput dan mengecil. Ciri-ciri khusus dari Gracilaria verrucosa adalah thalus berbentuk silindris dan permukaannya licin. Thalus tersusun oleh jaringan yang kuat, bercabang-cabang dengan panjang kurang lebih 250 mm, garis tengah cabang antara 0,5-2,0 mm. Percabangan alternate yaitu posisi tegak percabangan berbeda tingginya, bersebelahan atau pada jarak tertentu berbeda satu dengan yang lain, kadang-kadang hampir dichotomous dengan pertulangan lateral yang memanjang menyerupai rumput. Bentuk cabang silindris dan meruncing di ujung cabang (Soegiarto, 1978). Gracilaria memiliki bentukan yang menyerupai akar, batang, daun, dan buah yang disebut thallus. ciri- ciri Gracilaria verrucosa meruncing dengan permukaan yang halus namun terkesan berbintil. Diameter thallus Gracilaria berkisar antara 0,5- 4,0 mm. Susunan thallus terdiri dari satu dan banyak sel. percabangan thallus dichotomous. Sifat substansi thallus bervariasi ada yang gelatinous, calcareous, cartilaginous dan spongtous (berserabut) (Atmadja et al., 1993) Rumput laut pada habitat aslinya mendiami wilayah 300-1000 m dari garis pantai. Gracilaria verrucosa termasuk rumput laut yang bersifat euryhalin, sifat tersebut terlihat dari kemampuan hidupnya pada perairan bersalinitas 15-30 ppt. pertumbuhan Gracilaria lebih baik di tempat dangkal yang memiliki intensitas cahaya tinggi. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan adalah 20-28 C dan PH optimum antara 6-9. Gracilaria terdapat di muara sungai, melekat pada substrat karang di terumbu karang yang berarus sedang (Anggadiredja et al,. 2006). Substrat melekatnya Gracilaria berupa batu, pasir dan lumpur (Aslan, 1998). Organisme autothrophic, membutuhkan cahaya untuk keberlangsungan hidupnya sehingga rumput laut tidak dapat hidup pada kedalaman laut yang tidak ada penetrasi cahaya. Gracilaria merupakan rumput laut yang menghasilkan metabolit primerberupa senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Agar adalah hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel sangat kuat. Agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel. Sifat agar adalah pada suhu 25 C dengan kemurnian tinggi tidak larut dalam air dingin tetapi larut air panas suhu 32-39 C berbentuk padat dan mencair pada suhu 60-97 C pada konsentrasi 1,5 dalam keadaan kering agar stabil, suhu tinggi dan PH rendah agar mengalami degradasi (Istini et al., 1985) Proses penanganan pasca panen rumput laut meliputi pencucian dengan air laut, penjemuran, pengsortiran, penimbangan dan pengemasan akan tetapi apabila ada permintaan pasar yang meminta produk pasca panen rumput lautnya meliputi proses perendaman air tawar guna menghilangkan atau mengurangi kadar garam pada rumput laut maka petani disana juga akan melakukan proses penanganan pasca panen meliputi pencucian (air laut) dan perendaman (air tawar), penjemuran tahap awal, penggaraman, penjemuran tahap ke dua dan setelah itu penggemasan. Akan tetapi cara yang kedua ini sangat jarang dilakukan oleh petani disana dengan pertimbangan mempermudah serta mempercepat proses penanganannya (Siregar et al., 2012). Pencucian dengan air laut Rumput laut yang sudah dipanen, dicuci dengan menggunakan air laut sampai bersih kemudian dijemur hingga 2 – 3 hari tergantung kondisi cuaca saat itu. Pencucian rumput laut setelah dipanen dengan air laut ini dimaksudkan untuk membersihkan rumput laut dari kotoran-kotoran yang menempel. Petani desa Sidomulyo melakukan pencucian rumput laut dengan air laut dimaksudkan agar supaya warna rumput laut tidak memudar sebab apabila rumput laut dicuci dengan air tawar akan menyebabkan perubahan warna. Selain itu hal ini dilakukan karena para pembeli biasanya kebanyakan meminta kondisi rumput laut kering dalam kondisi kering tanpa pencucian dengan air tawar. Penjemuran     Proses selanjutnya adalah pengeringan atau penjemuran. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air pada bahan tersebut dengan menggunakan energy panas . Pengeringan atau penjemuran yang dilakukan oleh petani desa Sidomulyo adalah dengan menggunakan panas dari sinar matahari. Pengeringan hasil panen dilakukan di bawah sinar matahari langsung dengan menggunakan anjangan dari bamboo agar hasil panen tidak tercampur dengan pasir, tanah atau benda-benda lainya. Pengeringan dilaksanakan selama siang hari pada cuaca cerah dan pada malam hari atau waktu hujan, hasil panen ditutup supaya tidak tercampur dengan air hujan maupun embun.     Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan menjemur dengan sinar matahari, serta pengeringan yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Setelah kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi dengan minyak atau air tawar. Proses penjemuran dan penyimpanan sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya baik akan tetapi bila penanganan pasca panennya kurang baik maka akan mengurangi kualitas rumput laut (Sujatmiko & Angkasa , 2009) Metode pengeringan rumput laut (Anggadiredja et al ., 2006) Penjemuran langsung Rumput laut dijemur langsung di oven atau di bawah matahari selama 2-3 hari Penjemuran dengan pencucian air tawar Rumput laut yang di bersihkan, di jemur selama 1-2 hari, dicuci lagi agar larutan garam yang menempeng larut, dijemur 1-2 hari hingga putih lalu disimpan Penjemuran dengan direndam dengan kapur kohor Rumput dibersihkan, dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel, direndam dengan air kohor 1-2 jam, dijemur 1-2 hari, lalu disimpan Penjemuran dengan difermentasi Rumput laut dibersihkan dibungkus plastik dan direndam dalam bak berisi air tawar selama 2-3 hari, di jemur selama 2-3 hari, disimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk adalah proses pemanenan, proses sortasi, proses pencucian, proses pengeringan, proses pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kordi (2011), panen dan penanganan hasil menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan. Kualitas agar yang dihasilkan juga dapat dipengaruhi dari bahan baku rumput laut yang digunakan dan juga proses pengolahan yang dilakukan (Santika & Alaerts, 2014). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: Proses pasca panen rumput laut dimulai dari proses pengeringan rumput laut, kemudian ekstraksi agar, karaginan dan alginat dilanjutkan dengan pengolahan produk makanan siap saji. Pengeringan dapat dilakukan dengan metode Penjemuran langsung dikeringkan, penjemujuran dengan pencucian air tawar, penjemur dengan direndam air kapur tohor dan penjemuran, penjemuran dengan difermentasi atau didepigmentasi . Saran Sebaiknya penjemuran dilakukan dengan menngunakan alat seperti oven yang telah disesuaikan suhunya untuk memudahkan dan mempercepat pengeringan serta menghasilkan kering yang konstan. DAFTAR REFRENSI Akhtar, Y., Aziz, F., Jabeen, F. & Arshad, S. 2014. The Effect Of Seaweed Organic Fertilizer On Growth And Biochemical Parameters Of Different Flowering Plants. International Journal of Advanced Research, II(9), pp.935 -944. Alam, A.A. 2011. Kualitas Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma Spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Anggadiredja, J. T, Zatnika, A, Purwoto, H & Istiani, S. 2006. Rumput Laut. Jakarta: Panebar Swadaya, Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo, dan Satari. 1993. Pengenlan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Bachtiar, A. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) Sebagai Biotarget Industri. [Makalah], Jatinagor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Istini S, Zatnika A, Suhaimi. 1985. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Bandar Lampung: SeafarmingWorkshop Report November part II Santika S & Alaerts G. 2014. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Siregar,Angelina Ferawaty, Agus Sabdono, Delianis Pringgenies. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus Luteus. Journal Of Marine Research. Vol 1 (2), 152-160 Soegiarto,A. 1978. Rumput Laut (Alga), Manfaat, Potensi dan Usaha budidaya. SDE. Jakarta: LON- LIPI Sugiyatno, Izzati, M., Prihastanti., E. 2013. Manajemen Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Gracilaria verrucosa( Hudson) Papenfus. Study Kasus: Tambak Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwung, Kabupaten Kendal. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol XXI (2). Sujatmiko, W., & W. I. Angkasa. 2009. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. Jakarta : Erlangga. Sulistyowati, H. 2003. Struktur Komunitas Seaweed (rumput laut) di Pantai Pasir Putih Kabupaten Situbondo. Jurnal Ilmu Dasar. 4 (1): 58-61. Zainuddin, E. N & Malina, A, C. 2009. Skrining Rumput Laut Asal Sulawesi Selatan sebagai Antibiotik Melawan Bakteri Patogen pada Ikan. [Laporan Penelitian] Research Grant, Biaya IMHERE-DIKTI.