i
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN SAMPUL
DESAIN FILTER KALMAN UNTUK MENGESTIMASI
VARIABEL KEADAAN YANG TIDAK TERUKUR PADA
SISTEM TATA UDARA PRESISI
SKRIPSI
ANTONI ALDILA
0806330693
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JULI 2012
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
i
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN SAMPUL
DESAIN FILTER KALMAN UNTUK MENGESTIMASI
VARIABEL KEADAAN YANG TIDAK TERUKUR PADA
SISTEM TATA UDARA PRESISI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
ANTONI ALDILA
0806330693
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JULI 2012
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Antoni Aldila
NPM
: 0806330693
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 3 Juli 2012
Universitas Indonesia
ii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
iii
iii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan seminar
ini. Penulisan seminar ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas
Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan
penulisan seminar ini. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ir. Aries Subiantoro, M.SEE sebagai dosen pembimbing yang telah dengan
sabar membimbing Penulis dalam penyusunan laporan seminar ini.
2.
Rizky Prasetya S. T. sebagai senior Penulis yang telah mengajari Penulis
mengenai seluk beluk Filter Kalman.
3.
Victor S. T. sebagai senior Penulis yang telah mengajari banyak hal tentang
identifikasi sistem dalam sistem tata udara presisi.
4.
Nur Hidayat S. T. sebagai senoir Penulis yang telah membantu mengajari
banyak hal mengenai simulasi dan pengambilan data sistem tata udara presisi.
Masih banyak kekurangan dalam penulisan seminar ini, kritik dan saran
yang membangun sangat Penulis harapkan demi kemajuan pengetahuan mengenai
seminar ini.
Akhir kata, Penulis sangat berharap laporan seminar ini berguna bagi
pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan di Universitas Indonesia.
Depok, 3 Juli 2012
Penulis
Universitas Indonesia
iv
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Antoni Aldila
NPM
: 0806330693
Program Studi
: Teknik Elektro
Departemen
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Desain Filter Kalman untuk Mengestimasi Variabel Keadaan yang Tidak
Terukur pada Sistem Tata Udara Presisi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Juli 2012
Yang menyatakan
(Antoni Aldila)
Universitas Indonesia
v
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
vi
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Antoni Aldila
: Teknik Elektro
: Desain Filter Kalman untuk Mengestimasi Variabel Keadaan
yang Tidak Terukur pada Sistem Tata Udara Presisi
Sistem tata udara presisi merupakan mesin refrigerasi yang digunakan di
ruang pusat data untuk menjaga temperatur di dalam kabinet berkisar antara 20º 22ºC, dan kelembaban antara 45-55%. Untuk mencapai keadaan tersebut, delapan
variabel tak terukur belum dapat diestimasi sehingga dibutuhkan observer. Proses
estimasi state dilakukan menggunakan model ruang keadaan. Persamaan untuk
Filter Kalman dibagi menjadi persamaan time update dan measurement update.
Penggunaan metode ini diharapkan diperoleh nilai matriks prediction error
covarians yang konvergen pada nilai sekecil mungkin. Selain itu juga
dibandingkan state hasil estimasi dengan state aktual model untuk mengetahui
nilai kuadrat kesalahan estimasi yang terjadi.
Kata kunci: Observer, Filter Kalman, Sistem Tata Udara Presisi, Model Linier
Universitas Indonesia
vi
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
vii
ABSTRACT
Name : Antoni Aldila
Major : Electrical Engineering
Title : Design of Kalman Filter to Estimate Unmeasured State Variables of
Prescision Air Conditioning
Precision air conditioning is a refrigeration machine that used in the data
center to keep the temperature inside the cabinet ranged from 20 º - 22 º C, and
humidity between 45-55%. To reach that state, the eight variables not measured
can not be estimated so that the observer is required. State estimation process is
done using a state space model. The equation for the Kalman Filter equations are
divided into time update and measurement update. Use of this method is expected
to obtain the prediction error matrix covarians which converges on the value as
small as possible. It also compared to the estimated state with the actual state of
the model to determine the value of the square of estimation error that occurred.
Keywords
: Observer, Kalman Filter, Prescision Air Conditioning, Linear Model
Universitas Indonesia
vii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... ..........i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................... .........ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ........iii
KATA PENGANTAR..................... ....................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .........................v
ABSTRAK.................................................................................................... ........vi
ABSTRACT.................................................................................................. .......vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ......viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... .........xi
DAFTAR TABEL....................................................................................... ......xiii
BAB 1 PENDAHULUAN..........………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang....……………………………………………………………...1
1.2 Perumusan masalah.................................................................................. ..........2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... ..........2
1.4 Pembatasan Masalah................................................................................ ..........3
1.5 Metodologi Penelitian.............................................................................. ..........3
1.6 Sistematika penulisan.........................................................................................4
BAB 2 DASAR TEORI.........….................................................................. ..........6
2.1 State of the Art Kalman Filter................................................................. ..........6
2.2 Sistem Tata Udara Presisi........................................................................ ........17
2.2.1 Prinsip Kerja Tata Udara Presisi.................................................... ........18
2.2.2 Persamaan Matematis Sistem Tata Udara Presisi.......................... ........21
2.2.3 Model Kompresor..................................................................................22
2.2.4 Model Kondenser Kedua............................................................... ........22
2.2.5 Model Evaporator.......................................................................... ........24
2.2.6 Model Kabinet............................................................................... ........26
2.3 Algoritma Kalman Filter....................................................................... ........27
2.3.1 Extended Kalman Filter........................................................................31
2.3.2 Estimasi Kovarian Noise pada Sistem dengan Bias...................... ........34
Universitas Indonesia
viii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
ix
2.3.2.1 Algoritma Least Square .................................................... ........39
2.4 Linear Quadratic Regulator...........................................................................40
BAB 3 PERANCANGAN OBSERVER FILTER KALMAN UNTUK
SISTEM TATA UDARA PRESISI ............................................... ........43
3.1 Perancangan Filter Kalman dengan Menggunakan Matlab .................. ........43
3.1.1
Algoritma Observer Filter Kalman pada M-file ‘kalman.m’............ ........43
3.1.2
Algoritma Observer Filter Kalman pada M-file ‘kalmanTest.m’..... ........44
3.1.3
Perancangan Filter Kalman Menggunakan C-Mex S-Function......... ........44
3.1.4 Membandingkan Keluaran State pada M-File dengan Keluaran State pada
C-Mex................................................................................................ ........45
3.2.1 Pengujian Menggunakan Model CSTR (Continuous Stirred Tank
Reactor).............................................................................................. ........46
3.2.2 Penerapan Algoritma Pencari Nilai Optimasi Q dan R pada Sistem
CSTR.................................................................................................. ........47
3.3
Pengujian Pada Model Sistem Tata Udara Presisi............................. ........49
3.3.1
Model Linier Sistem Tata Udara Presisi............................................ ........50
3.3.2 Penerapan algoritma Penentuan Matriks Kovarian Error Q dan R Sistem
Tata Udara Presisi ............................................................................. ........51
3.3.3 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi secara Open Loop dengan
Sinyal Kendali Data Rekam............................................................... ........56
3.3.4 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi secara Closed Loop dengan
Sinyal Kendali LQR .............................................................. ........... ........58
BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISIS ....................................................59
4.1.1 Pengujian Menggunakan Model CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor)
dengan Penentuan Nilai Matrik Q dan R Secara Manual.................. ........59
4.1.2 Penerapan Algoritma Pencari Nilai Optimasi Q dan R pada Sistem
CSTR.................................................................................................. ....... 66
4.1.3 Variasi Q dan R untuk Model Sistem CSTR dengan Berbagai Nilai
Spectral Density Gaussian Noise ...................................................... ........71
4.2
Pengujian Menggunakan Model Sistem Tata Udara Presisi ............. ........73
4.2.1 Membandingkan Keluaran State pada M-File dengan Keluaran State pada
C-Mex ............................................................................................... ........74
Universitas Indonesia
ix
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
x
4.2.2 Hasil Estimasi Filter Kalman dengan Variasi Nilai Spectral Density
Gaussian Noise secara Open Loop dengan Sinyal Kendali Data Rekam
Sinyal Konstan................................................................................... ........75
4.2.3 Hasil Estimasi Filter Kalman dengan Variasi Nilai Spectral Density
Gaussian Noise secara Open Loop dengan Sinyal Kendali Data Rekam
Sinyal Random................................................................................... ........85
4.2.4 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop dengan
Sinyal Kendali LQR...................................................................................89
BAB 5 KESIMPULAN.........................................................................................95
DAFTAR REFERENSI ......................................................................................96
LAMPIRAN A......................................................................................................99
LAMPIRAN B....................................................................................................115
LAMPIRAN C....................................................................................................123
LAMPIRAN D....................................................................................................131
Universitas Indonesia
x
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Tata Udara Presisi………............................................. ....…17
Gambar 2.2 Diagram Pipa Sistem Tata Udara Presisi................................... ....…18
Gambar 2.3 Diagram P-h Siklus Refrigerasi......……………............................…19
Gambar 2.4 Skema Aliran Udara di Kondenser Kedua........ …………....... ....…22
Gambar 2.5 Skema Aliran Udara di Evaporator dan Kondenser Kedua....... ........24
Gambar 2.6 Skema Aliran Udara dan Refrigeran di Evaporator................... ........24
Gambar 2.7 Representasi Visual Algoritma Kalman Filter .......................... ........31
Gambar 3.1 Blok S-Function Kalman Filter ................................................. ........45
Gambar 3.2 Sinyal Input yang Diberikan untuk Pengujian Algoritma Filter
Kalman .............................................................................................56
Gambar 3.3 Blok Simulink S-Function Filter Kalman dengan Inputan Data
Rekam....................................................................................... ........57
Gambar 3.4 Diagram Kendali Sistem Tata Udara Presisi Menggunakan LQR.....58
Gambar 4.1 State Prediksi dan Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.001................................................. ........60
Gambar 4.2 Grafik dari matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.001..........................................................61
Gambar 4.3 State Prediksi dengan Penentuan Matriks Kovarian Secara Manual
dan State Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.01............................................................62
Gambar 4.4 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.01............................................................63
Gambar 4.5 State Prediksi dengan Penentuan Matriks Kovarian Secara Manual
dan State Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.001..........................................................64
Gambar 4.6 Grafik dari matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.001..........................................................65
Gambar 4.7 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
0.1............................................................................................. ........66
Gambar 4.8 Grafik dari matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.1 dengan Optimasi Matriks
Kovarian............................................................................................67
Gambar 4.9 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
0.01........................................................................................... ........68
Gambar 4.10 Grafik dari matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.01 dengan Optimasi Matriks
Kovarian............................................................................................69
Gambar 4.11 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
0.001..................................................................................................70
Gambar 4.12 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR dengan Gaussian Noise Sebesar
0.001 dengan Optimasi Matriks Kovarian................................ ........71
Universitas Indonesia
xi
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
xii
Gambar 4.13 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi............................75
Gambar 4.14 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−1 .............................................77
Gambar 4.15 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 .............................................78
Gambar 4.16 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 .............................................80
Gambar 4.17 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−4 .............................................81
Gambar 4.18 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−5 .............................................83
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral
Density Gaussian Noise Sebesar 10−8 .............................................84
Gambar 4.20 Grafik Perbandingan State Keenam Sistem Tata Udara Presisi
dengan Sinyal Kendali Data Rekam Sinyal Random dengan
Berbagai Variasi Nilai Spectral Density Gaussian Noise.................85
Gambar 4.21 Grafik Perbandingan State Keenam Sistem Tata Udara Presisi
dengan Sinyal Kendali LQR dengan Berbagai Variasi Nilai Spectral
Density Gaussian Noise....................................................................89
Gambar 4.22 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise sebesar 0.01.................................93
Gambar 4.23 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.001..............................93
Gambar 4.24 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.0001........................................................94
Gambar 4.25 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar Nol.............................................................94
Universitas Indonesia
xii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Paper Perkembangan Filter Kalman .................................. ........12
Tabel 2.1 Persamaan-Persamaan Extended Kalman Filter ........................... ........33
Tabel 4.1 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.1........................................................................ ........72
Tabel 4.2 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.01...................................................................... ........72
Tabel 4.3 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.001.................................................................... ........73
Tabel 4.4 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman dengan M-File
dibandingkan dengan State Estimasi State Filter Kalman dengan C-Mex
Sistem Tata Udara Presisi .....................................................................74
Tabel 4.5 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi ..........................................76
Tabel 4.6 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−1 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi ........................77
Tabel 4.7 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi ........................79
Tabel 4.8 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi.........................80
Tabel 4.9 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−4 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi.........................82
Tabel 4.10 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−5 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi.........................83
Tabel 4.11 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Gaussian Noise Sebesar 10−8 dengan
Nilai State Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi.........................84
Tabel 4.12 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop
Menggunakan Sinyal Kendali Data Rekam Random............................86
Tabel 4.13 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop
Menggunakan Sinyal Kendali Data Rekam Random............................87
Tabel 4.14 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−4 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop
Menggunakan Sinyal Kendali Data Rekam Random............................87
Universitas Indonesia
xiii
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
xiv
Tabel 4.15 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop
Menggunakan Sinyal Kendali Data Rekam Random............................88
Tabel 4.16 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop
Menggunakan Sinyal Kendali LQR.......................................................90
Tabel 4.17 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop
Menggunakan Sinyal Kendali LQR.......................................................91
Tabel 4.18 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−4 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop
Menggunakan Sinyal Kendali LQR.......................................................91
Tabel 4.19 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop
Menggunakan Sinyal Kendali LQR.......................................................92
Universitas Indonesia
xiv
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem tata udara presisi (Precision Air Conditioning atau PAC)
merupakan sistem refrigerasi yang bekerja berdasarkan konsep termodinamika.
Mesin refrigerasi adalah alat yang melakukan proses perpindahan kalor dari media
bersuhu tinggi ke media bersuhu rendah dengan memanfaatkan siklus refrigerasi
(vapor-compression cycle). PAC banyak digunakan di berbagai kebutuhan
industri maupun rumah tangga. PAC ini digunakan untuk mengendalikan suhu
dan kelembaban udara relatif pada kabinet yang ada di ruang pusat data, sehingga
suhu dan kelembabannya terjaga konstan di nilai tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menjaga peralatan IT bisa beroperasi secara kontinu dengan meminimalkan
kemungkinan kerusakan. Tujuan lainnya adalah untuk menjaga usia pemakaian
peralatan IT tersebut agar bertahan lama. Tujuan lain yang seperti telah
disebutkan di atas adalah pengefisienan energi, sehingga pengeluaran perusahaan
bisa ditekan menjadi lebih murah. Suhu ideal untuk peralatan IT sekitar 20-22oC
dan kelembaban relatif ideal untuk peralatan IT sekitar 45-55%.
Untuk dapat mengendalikan PAC ini dibutuhkan algoritma cerdas yang
dapat membuat alat ini bekerja pada nilai yang diinginkan. Untuk itu didesain
suatu algoritma MPC yang dapat mengendalikan sistem tata udara presisi secara
optimal sehingga masalah konsumsi energi yang cukup besar dalam sistem tata
udara presisi dapat teratasi. Dalam MPC sendiri tidak semua state variabelnya
dapat terukur, oleh karena itu mengestimasi state variabel yang takterukur ini
dibutuhkan obserbver yang handal yang dapat bekerja optimal. Sehingga
digunakan observer kalman filter untuk dapat mengestimasi state sistem tata udara
presisi.
Digunakan observer kalman filter dalam penelitian ini karena observer ini
terbukti optimal dalam mengestimasi variabel keadaan yang takterukur dalam
penerapannya di berbagai sistem. Untuk observer lain selain Kalman Filter, masih
Keunggulan Kalman Filter adalah kemampuannya untuk mengestimasi state pada
1
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
2
waktu lampau, sekarang, maupun di waktu mendatang, bahkan ketika
karakteristik spesifik dari model yang akan diestimasi tidak diketahui.
Keunggulan lainnya adalah metode ini dapat diimplementasikan dengan mudah
pada sistem tata udara presisi ini.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah pokok dalam riset ini adalah mengimplementasikan algoritma
Kalman Filter untuk memecahkan masalah estimasi variabel takterukur pada
sistem tata udara presisi karena di dalam sistem tata udara presisi masih banyak
variabel tak terukur seperti temperatur di evaporator, temperatur di kondenser,
temperatur di peralatan IT, dan lain-lain. Variabel-variabel tak terukur ini akan
diestimasi nilainya menggunakan Kalman Filter. Algoritma observer Kalman
Filter ini terdiri dari time udpate dan measurement update yang didalamnya
terdapat algoritma untuk mengkalkulasi kalman gain, mengupdate nilai error
covariance, dan juga algoritma untuk mengupdate state estimasi. Diharapkan
melalui metode Filter Kalman ini, diperoleh state yang cukup akurat yang
digunakan dalam perancangan pengendali pada sistem tata udara presisi.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk merancang suatu observer untuk estimator
state dengan menggunakan metode Filter Kalman yang diterapkan pada sistem
tata udara presisi agar dapat mengestimasi variabel keadaan yang takterukur
sehingga dapat dicapai temperatur dan kelembaban sistem tata udara presisi
berada pada nilai yang diinginkan. Dengan algoritma yang sesuai nantinya
diharapkan dapat membuat sistem tata udara presisi yang digunakan dapat bekerja
pada nilai temperatur dan kelembaban yang diinginkan sehingga dapat
mengurangi konsumsi daya yang digunakan oleh alat tersebut. Algoritma
pengendali ini juga mengikutsertakan RH (derajat kelembaban), disamping
temperatur pada desain pengendalian.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
3
1.4 Pembatasan Masalah
Masalah pada skripsi ini dibatasi pada perancangan algoritma Kalman Filter
untuk mengestimasi variabel ruang keadaan takterukur pada sistem tata udara
presisi kompresor DC dengan menggunakan perangkat lunak Matlab (R2009a),
yang pada desain pengendaliannya keluaran hasil estimasi state ini akan menjadi
nilai state untuk pengendali MPC untuk mengendalikan temperatur dan
kelembaban sistem tata udara presisi berada pada batasan yang diinginkan.
Model yang dipakai adalah model linier diskrit hasil dari idetifikasi
menggunakan N4SID pada penelitian sebelumnya. Hasil estimasi variabel
takterukur menggunakan algoritma Filter Kalman akan dibandingkan dengan nilai
sebenarnya dari variabel ruang keadaan tersebut.
Pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa batasan masalah, antara
lain :
1. Peneliti tidak melakukan proses pemodelan dan identifikasi sistem tata
udara presisi dengan menggunakan kompresor DC. Model yang digunakan
telah didapat dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Victor,
2011).
2. Peneliti hanya mendesain algoritma Kalman Filter karena model yang
digunakan adalah model linier.
3. Peneliti tidak membahas algoritma pengendali Model Predictive Control
(MPC) maupun LQR yang digunakan untuk mengendalikan keluaran dari
sistem tata udara presisi.
1.5 Metodologi Penelitian
Metologi penelitian yang dipakai pada skripsi ini di antaranya:
1. Studi literatur, yaitu dengan membaca jurnal dan skripsi maupun tesis
mengenai Filter Kalman serta sistem tata udara presisi.
2. Konsultasi dengan dosen pembimbing dan berdiskusi dengan teman
yang melakukan penelitian mengenai sistem tata udara presisi.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
4
3. Merancang observer Filter Kalman menggunakan perangkat lunak
Matlab (2009a), yaitu dengan menggunakan M-File dan menggunakan
C-Mex.
4. Menguji observer Filter Kalman pada sistem yang lebih sederhana
dengan menggunakan model sistem CSTR (Continuous Stirred Tank
Reactor).
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab, di mana masing-masing
memuat hal berikut:
1. Bab 1: Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
2. Bab 2: Dasar Teori
Bab ini menjelaskan dasar teori mengenai konsep dasar algoritma Filter
Kalman dan penentuan nilai dari matriks kovarian sistem, serta membahas
sistem tata udara presisi beserta persamaan matematisnya.
3. Bab 3: Perancangan Observer Filter Kalman untuk Sistem Tata Udara
Presisi
Pada bab ini, Penulis menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan di
dalam merancang observer Filter Kalman. Pertama dijelaskan mengenai
perancangan algoritma Filter Kalman dengan variasi noise yang
digunakan, selanjutnya dijelaskan mengenai penggunaan variasi nilai
matriks kovarian error proses dan matriks kovarian error pengukuran.
Dijelaskan pula penggunaan algoritma penetuan optimasi nilai matriks
kovarian error proses dan matriks kovarian error pengukuran yang didapat
dari jurnal. Pada bab ini juga dijelaskan tentang penerapaan algoritma
Filter Kalman pada sistem tata udara presisi yang sebelumnya diujikan
terlebih dahulu untuk sistem yang lebih sedeerhana yaitu dengan dengan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
5
menggunakan model sistem CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor)
baik rancangan menggunakan M-File maupun menggunakan C-Mex.
4. Bab 4: Hasil Simulasi dan Analisis
Bab ini membahas hasil estimasi state takterukur menggunakan Filter
Kalmanpada sistem tata udara presisi maupun sistem yang lebih sederhana
yaitu model sistem CSTR. Variasi noise maupun kovarian error proses
dan pengukuran juga dibahas dalam bab ini. Akan dijelaskan analisis dari
setiap percobaan yang dilakukan tersebut. Semua hasil estimasi state
takterukur tersebut dianalisis berdasarkan nilai kesalahannya.
5. Bab 5: Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini, Penulis menyimpulkan hasil percobaan dan analisis yang
dilakukan serta menuliskan saran-saran praktis yang berguna bagi
pembaca
yang menggunakan, mempelajari,
melanjutkan, ataupun
mengembangkan percobaan yang telah dilaporkan pada laporan skripsi
ini.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
6
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 State of the Art Kalman Filter
Kalman Filter banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Fungsi dari
Kalman Filter itu sendiri adalah sebagai estimator yang handal dalam berbagai
sistem yang digunakan. Modelnya yang sederhana sehingga mudah diterapkan
dalam berbagai sistem. Dengan memperhitungkan white noise yang merupakan
noise yang diestimasi pada seluruh cakupan frekuensi, sehingga kalman filter
langsung dapat digunakan sebagai estimator tanpa perlu menghitung noise yang
terjadi pada sistem secara detil terlebih dahulu. Kalman filter dapat digunakan
untuk mengestimasi sistem yang linear. Dalam perkembangannya, untuk sistem
yang lebih kompleks dengan persamaan matematis yang linear, kalman filter
dimodifikasi agar dapat mengestimasi sistem yang non linear, modifikasi kalman
filter ini ada yang dinamakan extended kalman filter (EKF), fractional kalman
filter (FKF), dan juga uncented kalman filter (UKF).
Berbagai aplikasi kalman filter dapat diterapkan dalam banyak sistem. Di
tahun 2003 John Valasek dan Wei Chen [7], menggunakan observer kalman filter
untuk mengidentifikasi secara online sistem pesawat. Masalah sistem identifikasi
online muncul dari keakurasian, locally linear, serta model dinamik pesawat dari
nonlinear pesawat. Metode identifikasi kalman filter ini cocok untuk
mengidentifikasi secara online sistem pesawat dari model pesawat locally linear
dan secara umum cukup intensif mengendalikan intensitas white noise sensor
gaussian dan untuk menyalakan intensitas hembusan diskrit.
Di tahun yang sama, Zhuang Xu dan M. F. Rahman [25] menggunakan
extended kalman filter (EKF) untuk mengestimasi kecepatan rotor pada saat
kecepatan yang sangat rendah. Untuk dapat mengestimasi pada kecepatan yang
sangat rendah diperlukan sensitivitas yang tinggi dari estimator untuk model
nonlinear, gangguan (disturbance), dan model parameter detuning. Telah
dilakukan
riset
mengenai
prinsip
dari
direct
torque
control
(DTC)
diimplementasikan pada interior permanent magnet (IPM). Di tahun sebelumnya
Universitas Indonesia
6
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
7
telah dilakukan penelitian mengenai IPM namun belum dapat mengestimasi
kecepatan rotor pada saat kecepatan yang sangat rendah. Di penelitian ini
estimator extended kalman filter (EKF) terbukti memilki dynamic behavior yang
lebih baik, serta memiliki kemampuan estimasi resitansi gangguan dan memilki
akurasi tinggi.
Di tahun 2003 juga kalman filter dipakai oleh D. Loebis, R. Sutton, J.
Chudley, dan W. Naeem [4] untuk melakukan riset mengenai penerapan sistem
navigasi cerdas, didasarkan pada penggunaan yang terintegrasi dari global
positioning system (GPS) dan beberapa sistem navigasi inersia (inertia system
navigation/INS) sensor, untuk aplikasi kendaraan otonom di bawah air (AUV).
Dalam riset ini SKF dan EKF digunakan untuk memadukan data dari sensor INS
dan untuk mengintegrasikannya dengan data GPS. Selain itu juga digunakan
teknik logika fuzzy untuk adaptasi dari asumsi statistik awal dari keduanya (SKF
dan EKF), disebabkan oleh kemungkinan perubahan karakteristik noise sensor.
Setelah dilakukan estimasi, perbaikan estimasi dari SKF dan EKF dan
meningkatkan akurasi keseluruhan dari integrasi GPS.
Pada tahun 2004, Pratap R.[13], melakukan penelitian mengenai Extended
Kalman Filter (EKF) yang digunakan untuk menyaring masuknya noise ke dalam
reaktor biologis, penelitian ini dilakukan karena mikroba yang ada di dalam
reaktor biologis bisa terpengaruh oleh noise apabila noise ini tidak difilter. Noise
ini disebabkan oleh dua sumber yang mempengaruhi kinerja yaitu noise
pengukuran dari proses sinyal sensor (pH, suhu, kecepatan agitasi, laju aliran, dan
lain-lain) dan noise dari lingkungan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
M. L. Shuler dan G. Liden menunjukkan bahwa kompleksitas dan efek pH
berpotensi berbahaya pada perilaku mikroba, karena efek ekonomis, kinetik,
maupun benefit. Dari hasil riset ini EKF telah terbukti dapat menyelamatkan
osilasi periodik yang stabil yang telah terdistorsi oleh noise, serta EKF telah
terbukti efektif dalam menyaring noise dari aliran tersebut bahwa sekitar osilasi
bebas noise dapat dipulihkan.
Di tahun 2005, kalman filter digunakan untuk mengestimasi suhu internal,
dengan menggunakan Kalman filter, diterapkan pada sistem hibrida linier oleh L.
Boillereaux, H. Fibrianto, dan J. M. Flaus [9]. Metode ini diterapkan karena
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
8
keterbatasan penggunaan sensor invasif, sehingga untuk memperkirakan suhu
internal dari makanan hanya dapat diperoleh dengan pengukuran di permukaan.
Setahun kemudian, Jose dan Wan Yu [8] membandingkan algoritma
pembelajaran
normal
(backpropagation)
dengan
kalman
filter
untuk
mengidentifikasi sistem nonlinier dimana modifikasi dead-zone robust diterapkan
pada kalman filter. Kalman filter diterapkan untuk melatih state space jaringan
saraf tiruan berulang untuk identifikasi sistem nonlinier. Dimana riset serupa telah
dilakukan di tahun-tahun sebelumnya yaitu mengenai analisa konvergensi neural
network, beberapa teknik modifikasi robust pada algoritma least square, analisa
kestabilan, dan konvergensi kalman filter untuk model linear stochastic regresi
time-varying. Dari hasil penelitiannya algoritma kalman filter memiliki beberapa
sifat yang lebih baik, seperti konvergensi yang yang lebih cepat, meskipun
algoritma ini lebih kompleks dan sensitif terhadap sifat noise. Serta metode
Lyapunov yang digunakan untuk membuktikan bahwa pelatihan (training) kalman
filter stabil.
Di tahun 2006 juga, A. Tianoa, R. Suttonb, A. Lozowicki, dan W. Naeem
[1] menggunakan observer kalman filter untuk identifikasi model linier waktu
diskrit multivariabel dari kendaraan bawah air (AUV). Dimana Observer Kalman
Filter Identification (OKID) digunakan untuk mengevaluasi efektivitas untuk
identifikasi eksperimental perilaku dinamis dari sebuah AUV. Penggunaan
observer ini karena pengendalian yang belum optimal pada AUV karena kesulitan
untuk menentukan model matematika online perilaku dinamis dari AUV yang
dapat
diandalkan
sehingga
diperlukan
suatu
algoritma
yang
mampu
mengestimasinya. Hasil yang dicapai dalam riset ini menunjukkan bahwa metode
OKID dapat menjadi alat yang efisien untuk identifikasi eksperimen dinamika
AUV.
Brendan M. Quine [3] pada tahun 2006, mengembangkan model estimasi
nonlinier baru yang memiliki operasi yang sama dengan EKF tetapi sangat lebih
mudah diimplementasikan pada model aplikasi kompleks. Yang bertujuan untuk
mengatasi estimasi mean dan covarian pada state sistem yang harus diketahui
ketika filter diinisialisasi. Karena menurut penelitian sebelumnya filter rekursif
pada umumnya menghasilkan optimasi optimal minimum kesalahan state dan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
9
dalam banyak kasus analisis (Bar-Shalom dan Fortmann, 1988). Dari riset ini
didapat kesimpulan bahwa EKF ideal untuk implementasi sistem kompleks
nonlinier dan model observasi.
Di tahun 2007, A.Vasebi, S. M. T. Bathaee, dan M. Partovibakhsh [2]
menggunakan metode extended kalman filter untuk memperkirakan state of
charge (SoC) dari baterai asam timbal pada kendaraan listrik hybrid (HEV/hybrid
electric vehicle). Estimasi ini dilakukan karena banyak masalah terjadi pada
indikator SoC tradisional, seperti offset, drift dan state divergensi panjang.
Dengan menggunakan EKF pada penelitian ini, menunjukkan bahwa metode EKF
teknik yang lebih unggul daripada metode tradisional, dengan akurasi dalam
memperkirakan SoC mencapai 3%.
Di tahun ini juga Weihua Li, Sirish L. Shaha, dan Deyun Xiao [20],
mengembangkan sebuah data driven kalman filter untuk sebuah sistem NonUniformly Sampled Multirate (NUSM) yang bertujuan untuk menyelidiki metode
kalman filter untuk deteksi tunggal dan isolasi dari sensor, aktuator, dan kesalahan
proses dalam sistem NUSM dengan analisa kemampuan deteksi kesalahan dan
isolabilitas. Dikarenakan adanya non-uniformly sampled multirate pada sistem.
Selain itu pada tahun 2007 Mickael Hilairet, Francois Auger, dan Eric
Berthelot [10] memodifikasi Kalman filter, yang digunakan untuk mengestimasi
fluks rotor dan kecepatan rotor pada motor induksi. Estimasi ini diperlukan untuk
menentukan kecepatan dan posisi rotor dari tegangan dan arus stator apabila tanpa
menggunakan sensor kecepatan dan sensor posisi. Estimator kalman filter
modifikasi ini dapat mengurangi jumlah operasi aritmatika sampai 25% daripada
menggunakan kalman filter biasa. Serta estimator ini memperbolehkan
menggunakan
sampling
rate
yang
lebih
tinggi
menggunakan
sebuah
mikrokontroller yang lebih murah.
Di tahun 2008, J. Kim [6] mengenai extended kalman filter yang
digunakan untuk mengidentifikasi gaya dinamik ban lateral, identifikasi ini
dilakukan karena adanya interaksi antara ban dengan permukaan jalan yang
merupakan fungsi nonlinier pada beberapa variabel, seperti slip longitudinal,
sudut sampling slip, beban normal, sudut camber, tekanan ban, temperatur, dan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
10
karakteristik permukaan jalan. Dengan menggunakan extended kalman filter,
didapat keakurasian model estimasi ban lateral.
Di tahun yang sama X. Luoa , I. M. Moroz [21], memodifikasi skema
ensemble kalman filter (EnKF) menggunakan konsep uncented transform yang
merupakan sebuah konsep metode baru untuk transformasi nonlinear dari mean
dan kovarian dalam filter dan estimator. Hal ini disebabkan oleh adanya error
distribusi analisis simetri (tidak membutuhkan gaussian) apabila menggunakan
EnKF biasa menghasilkan estimasi yang kurang akurat. Metode EnKF ini terbukti
dapat memberikan estimasi yang akurat.
Di tahun 2009, kalman filter digunakan oleh W. J. Sung, S. C. Lee, dan K.
H. You [17] untuk memprediksi gangguan untuk sistem posisi. Tujuannya adalah
untuk mendesain hybrid controller berdasarkan adaptive fuzzy Kalman filter
observer untuk memprediksi noise pengukuran. Sehingga metode yang digunakan
merupakan gabungan antara kalman filter dan adaptive fuzzy.
Pada tahun 2009 Salvatore, Velardi, Hassan, dan Antonello [15]
melakukan pemantauan tahap pengeringan utama dari proses lyophilisasi obatobatan dalam botol. Pemantauan ini diperlukan untuk memastikan bahwa suhu
maksimum produk dalam botol dipertahankan pada nilai yang aman untuk
menghindari terjadinya denaturasi. Namun untuk mencapai hal tersebut terjadi
permasalahan karena komputasi yang dilakukan sistem terlalu kompleks, sehingga
dibutuhkan suatu algoritma observer untuk mengatasinya. Di sini EKF berfungsi
untuk menyederhanakan model proses yang digunakan untuk mengurangi beban
komputasi.
Murat Barut [11] pada tahun 2009 juga menerapkan extended kalman filter
pada penelitiannya. Tujuan penelitiannya yaitu mengestimasi secara online
masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian dalam stator rotor dan resistensi
melekat dengan kontrol sensorless dengan efisiensi motor induksi (IM) yang
tinggi dalam rentang kecepatan yang luas serta memperluas jumlah state yang
terbatas dan estimasi parameter menggunakan algoritma EKF tunggal dengan
eksekusi berturut-turut dari dua input yang berasal dari dua model IM berdasarkan
resistansi stator dan estimasi resistansi rotor. Penelitian ini dilakukan karena
adanya ketidakpastian estimasi state parameter elektrik dan mekanik dari motor
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
11
induksi, serta suhu dan frekuensi bergantung pada variasi resistansi rotor dan
stator yang terdapat di seluruh bagian penting dari ketidakpastian elektrik dalam
sebuah motor induksi selama torsi beban dan friksi menentukan mekanik
utamanya. Dan juga speed sensorless control saat titik operasi pada kecepatan
sangat rendah atau kecepatan nol saat steady state dibawah kondisi tanpa beban
(no load). Hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem kendali speed sensorless
direct vector menggunakan teknik estimasi EKF cukup berhasil.
Di tahun 2010 Wang Jianlin [20] menggunakan EKF untuk sistem estimasi
online variabel biologis terukur, dimana EKF digunakan untuk model state space
untuk mengurangi gangguan noise dalam proses fermentasi.
Di tahun 2011 Yongjin Kwon dan Yongmin Park [23], menerapkan
kalman filter yang digunakan untuk memperbaiki sifat seragam distorsi gambar
untuk meningkatkan keakurasian robot. Hal ini dilakukan karena dalam kamera,
lensa yang kurang sempurna menginduksi distorsi gambar, sumber utama dalam
akurasi posisi, efek distorsi lensa dapat diperbaiki dengan menerapkan algoritma
koreksi. Serta sulitnya dalam kalibrasi visi, yaitu akurasi jarak jauh.
Ketidakseragaman distorsi gambar terjadi akibat kelengkungan lensa tidak
sempurna hampir di semua area kerja robot, yang pada gilirannya menginduksi
sebuah bimbingan visi yang tidak akurat. Dengan menggunakan teknik kalman
filter, sifat seragam non distorsi gambar secara efektif dan juga akurasi posisi
robot secara signifikan ditingkatkan.
Di tahun yang sama juga, Zongbo Xie dan Jiuchao Feng [24]
memperkenalkan teknik baru yaitu Iterated Uncented Kalman Filter (IUKF) yang
merupakan modifikasi dari UKF biasa, untuk identifikasi sistem nonlinier
struktural (NSSI). Modifikasi ini dilakukan karena sulit menerapkan UKF untuk
sistem struktur yang sangat nonlinear terutama yang dikenakan beban berat.
Penelitian mengenai identifikasi sistem nonlinier structural telah banyak
digunakan, diantaranya X. J. Hu, Berana, serta R. M. Crujeiras menggunakan
metode least square estimation (LSE), R. Kandepu, K. Xiong, R. Van Der Merwe,
dan R. Zhan menggunakan uncented kalman filter [UKF), H. Gao dan H.
Urkowitz
menggunakan metode H filter, I. Yoshida, Y. Tanaka, S. J. Li
menggunakan metode sequential Monte Carlo untuk sistem tersebut. IUKF
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
12
menghasilkan estimasi keadaan yang lebih baik daripada identifikasi parameter
dari UKF, dan IUKF juga lebih robust untuk pengukuran tingkat noise.
Selain itu juga, di tahun 2011 dilakukan uji keakurasian tracking dan
teknik estimasi untuk besaran, frekuensi, dan fasa tegangan kerdipan (flicker)
menggunakan kalman filter, yang dilakukan oleh H. M. Al-Hamadi [5], dimana
menggunakan model extended state space untuk mengestimasi parameter. Dengan
menggunakan algoritma kalman filter, konvergensi dari estimasi parameter yang
didapat, nilai parameter estimasinya sangat dekat dengan nilai aslinya.
Secara umum, kalman filter banyak digunakan sebagai estimator dalam
berbagai permasalahan, karena kalman filter sendiri memiliki keunggulan yaitu
kemampuannya untuk mengestimasi state pada waktu lampau, sekarang, maupun
di waktu mendatang, bahkan ketika karakteristik spesifik dari model yang akan
diestimasi tidak diketahui.
Tabel 2.1 Daftar Paper Perkembangan Filter Kalman
No. Judul Paper
Kata Kunci
Jenis
Filter Model
(Jenis
Kalman Yang Sistem)
diaplikasikan
1.
In line monitoring of the Freeze-drying;
EKF
Nonlinier
EKF
Nonlinier
Kalman Filter
Linier
primary drying phase of Lyophilisation;
the Freeze drying process Primary
drying;
in vial by means of a Modelling;
Kalman
filter
based Monitoring;
Extended Kalman
observer
filter
2.
Non
linear
system Identification;
identification
with Neural networks;
recurrent neural networks Kalman
filter;
and dead-zone Kalman Stability
filter algorithm
3.
Observer Kalman filter System
identification
autonomous
of
an identification;
Parameter
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
13
identification;
Underwater vehicle
Numerical
methods; Vehicle
dynamics;
Underwater
4.
A switched Kalman filter Switched
dedicated
to
linear EKF
Nonlinier
Assisted systems; Kalman
pressure food thawing
filter;
Heat
transfer;
Phase
change;
High
pressure
5.
Adaptive
tuning
of
a Autonomous
Kalman filter via fuzzy underwater
SKF
dan Nonlinier
EKF
logic for an intelligent vehicles;
AUV navigation system
Navigation;
Sensorfusion;
filters;
Kalman
Extended Kalman
filters;
logic
Fuzzy
Probalistic
neural network
6.
The
extended
Kalman Extended Kalman EKF
Nonlinier
filter as a noise modulator filter; Continuous
for
yeast culture;
continuous
Cultures
under noise;
monotonic,
oscillating Oscillations;
and chaotic conditions
7.
Inflow
Chaos
Bi
Input-extended Induction motor; EKF
Kalman
filter
Nonlinier
based Extended Kalman
estimation technique for filter; Rotor and
speed-sensorless
control stator
of induction motors
resistance
estimation; Load
torque estimation;
Sensorless
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
14
control;
Zero
speed
operation
8.
On-line
Estimation
Fed-batch
in online estimation; EKF
Nonlinier
Fermentation simplified
Process
Using
Space
Model
State mechanistic
and model;
Unscented Kalman Filter
vector
support
machine;
particle
swarm
optimization;
unscented Kalman
Filter
9.
Improvement of vision Remote
vision Kalman Filter
Linear
guided robotic accuracy calibration;
using Kalman filter
Kalman
filter;
Operational
efficiency
EQM
(e-quality
for
manufacture)
10.
Predicting state of charge Batteries;
EKF
Nonlinier
Identification of lateral Extended Kalman EKF
Nonlinier
of lead-acid batteries for Extended Kalman
hybrid electric vehicles filter;
by extended Kalman filter
electric
Hybrid
vehicle;
State of charge
11.
tyre force dynamics using filter; Lateral tyre
an extended Kalman filter force;
Magic
From experimental road formula; Vehicle
dynamics;
test data
Relaxation length
12.
Speed
and
rotor
flux Keywords:
EKF
Nonlinier
estimation of induction Induction
machines using a two- machine;
stage extended Kalman linear
filter
Nonsystem;
Kalman estimator;
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
15
Estimation theory
13.
Real-time
nonlinear Keywords:
structural
UKF, IUKF
Nonlinier
system Nonlinear
identification via iterated structural system
unscented Kalman filter
identification;
Iterated unscented
Kalman
filter;
Real-time
14.
Real-time free way traffic Freeway; Traffic UKF
state estimation based on state
Nonlinier
estimation;
Extended Kalman filter : a Stochastic
general approach
macroscopic
traffic
flow
model; Extended
Kalman
filter;
Model
Parameter
estimation
15.
Ensemble Kalman filter Ensemble Kalman Ensemble
with
the
Nonlinier
unscented filter; Unscented Kalman Filter
transform
transform;
(EnKF)
Ensemble
unscented Kalman
filter
16.
A
derivative-free Stochastic
implementation
of
the modelling
extended Kalman filter
EKF
Nonlinier
Kalman Filter
non-uniformly
and
nonlinear models;
State
and
parameter
estimation;
Kalman filters
17.
Kalman filters in non- Non-uniformly
uniformly
multirate
sampled
systems:
For
sampled
multirate
FDI and beyond
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
16
sampled multirate
systems; Kalman
filters;
One-step
predictor;
Filtering; Unified
fault
detection
and isolation
18.
Fuzzy
logic
voltage Fuzzy
logic; Kalman Filter, Nonlinier
flicker estimation using Voltage
flicker; Extended state
Kalman filter
quality; space
Power
Adaptive filters;
Kalman filter
19.
An
adaptive
observer
high-gain Nonlinear
for
EKF
nonlinear observer;
systems
Nonlinear,
Adaptive
Adaptive
high
high
gain
gain observer;
Kalman filtering
20.
Ultra-precision
Ultra-positioning;
positioning using adaptive Kalman
fuzzy-Kalman
Fuzzy Kalman Nonlinier
Filter; Filter
filter Covariance
observer
matching; Fuzzy
control;
sliding-
mode control
21.
Observer/Kalman
Filter
EKF
Nonlinier
direct EKF
Nonlinier
Identication for Online
System
Identcation of Aircraft
22.
An
Extended
Kalman IPMSM;
Filter Observer for the torque
control;
Direct Torque Controlled EKF
Interior
Permanent
Magnet
Synchronous
Motor Drive
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
17
2.2 Sistem Tata Udara Presisi
Sistem tata udara presisi (Precision Air Conditioning atau PAC) merupakan
sistem refrigerasi yang bekerja berdasarkan konsep termodinamika. Mesin
refrigerasi adalah alat yang melakukan proses perpindahan kalor dari media
bersuhu tinggi ke media bersuhu rendah dengan memanfaatkan siklus refrigerasi
(vapor-compression cycle).
PAC banyak digunakan di berbagai kebutuhan industri maupun rumah
tangga. Penggunaan PAC ini dapat mengefisiensikan penggunaan energi. Pada
skripsi ini, penggunaan PAC difokuskan pada penggunaan industri, terutama di
ruang pusat data (data center). PAC ini digunakan untuk mengendalikan suhu dan
kelembaban udara relatif pada kabinet yang ada di ruang pusat data, sehingga
suhu dan kelembabannya terjaga konstan di nilai tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menjaga peralatan IT bisa beroperasi secara kontinu dengan meminimalkan
kemungkinan kerusakan. Tujuan lainnya adalah untuk menjaga usia pemakaian
peralatan IT tersebut agar bertahan lama. Tujuan lain yang seperti telah
disebutkan di atas adalah pengefisienan energi, sehingga pengeluaran perusahaan
bisa ditekan menjadi lebih murah. Suhu ideal untuk peralatan IT sekitar 20-22oC
dan kelembaban relatif ideal untuk peralatan IT sekitar 45-55%.
Berikut adalah bagan PAC yang akan diidentifikasi pada skripsi ini:
Gambar 2.1 Bagan Sistem Tata Udara Presisi
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
18
Skripsi ini merupakan modifikasi dari skripsi maupun jurnal tentang PAC
yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rise Hapshary Surayuda (Surayuda, 2010),
Sutarna (Sutarna, 2008), dan Victor (Victor, 2011). Pembahasan yang dilakukan
dalam skripsi ini pun hanya meliputi bagian-bagian yang seperlunya yang
berkaitan dengan pemodelan PAC.
2.2.1 Prinsip Kerja Tata Udara Presisi
Ada beberapa komponen yang ada dalam sistem tata udara presisi ini, yaitu:
Kompresor
Evaporator
Dua buah kondenser
Dua buah kipas (fan)
Pipa Kapiler
Katup (electronic valve)
Berikut adalah skema PAC beserta penjelasan cara kerja sistem tersebut:
Gambar 2.2 Diagram Pipa Sistem Tata Udara Presisi
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
19
Pada sistem tata udara presisi ini, ada dua aliran fluida yang perlu
diperhatikan. Pertama adalah aliran udara dan kedua adalah aliran refrigeran.
Fluida yang digunakan sebagai refrigeran pada PAC ini adalah R134a.
Aliran udara ditarik masuk oleh fan dari ruang pusat data ke dalam
kabinet, melalui PAC. Udara tersebut pertama akan melalui evaporator, lalu
melewati kondenser kedua dan akhirnya masuk ke dalam kabinet. Udara dari
dalam kabinet akan dibuang keluar oleh kondenser kedua.
Berikut akan dijelaskan siklus refrigeran yang mengalir pada PAC:
Gambar 2.3 Diagram P-h Siklus Refrigerasi
Ada 4 tahap yang dialami oleh refrigeran, yaitu:
Tahap Kompresi
Saat PAC dinyalakan, kompresor mulai bekerja menaikkan tekanan refrigeran
dan mengalirkannya ke kondenser pertama. Refrigeran yang keluar dari
kompresor dalam fasa gas dengan tekanan dan suhu yang tinggi.
Tahap Kondensasi
Tahap ini berlangsung di kondenser pertama. Pada kondenser pertama suhu
refrigeran lebih tinggi dibandingkan suhu udara di luar, sehingga terjadi
perpindahan kalor dari refrigeran ke lingkungan luar yang menyebabkan udara
yang dibuang oleh kondenser pertama menjadi lebih panas. Akibat pembuangan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
20
panas dari refrigeran ke lingkungan luar, terjadi proses kondensasi sehingga
terjadi perubahan fasa pada refrigeran dari gas ke cair.
Tahap Ekspansi
Tahap ini terjadi di pipa kapiler. Refrigeran R134a cair yang keluar dari
kondenser pertama kemudian mengalir ke dalam pipa kapiler. Di sini tekanan
refrigeran menurun drastis karena ada efek penghambatan oleh alat ekspansi.
Tahap Evaporasi
Tahap evaporasi ini terjadi di evaporator. Refrigeran yang tekanan dan
suhunya telah rendah itu masuk ke dalam evaporator. Di evaporator suhu
refrigeran lebih rendah dibandingkan suhu udara dalam PAC. Oleh karena itu,
terjadi penyerapan kalor oleh refrigeran yang mengakibatkan suhu udara yang
keluar dari evaporator (T1) lebih rendah dibanding dengan suhu udara pada ruang
pusat data (Tair-in) yang masuk ke dalam evaporator dengan kelembaban relatif
(RH) yang tinggi. Akibat penyerapan kalor ini, terjadi proses evaporasi sehingga
refrigeran berubah fase dari cair ke gas.
Refrigeran dalam bentuk gas yang keluar dari evaporator kemudian masuk
kembali ke kompresor untuk dikompresi, dan begitu seterusnya. Siklus ini dikenal
dengan siklus refrigerasi atau vapor-compression cycle seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.3. PAC yang yang digunakan pada skripsi ini menggunakan kondenser
tambahan, sehingga refrigeran yang keluar dari kompresor tidak hanya mengalir
ke kondenser pertama, tapi juga ke kondenser kedua jika katup kondenser kedua
dibuka. (lihat Gambar 2.2).
Pada kondenser kedua, terjadi tahap kondensasi sepertu yang terjadi pada
kondenser pertama. Di kondenser kedua, suhu refrigeran lebih tinggi
dibandingkan suhu udara di dalam PAC, sehingga terjadi pembuangan panas dari
refrigeran ke udara luar. Hal ini menyebabkan suhu udara yang keluar dari
kondenser kedua (T2) lebih tinggi dibanding suhu udara yang masuk ke kondenser
pertama (T1) dengan kelembaban relatif yang lebih rendah juga (�2<�1). Adanya
kenaikan suhu tersebut, maka kondenser kedua ini berfungsi sebagai kondenser
reheat, yaitu untuk memanaskan kembali udara yang keluar dari evaporator
karenaumumnya udara yang keluar dari evaporator memiliki suhu yang rendah
dan kelembaban yang tinggi.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
21
2.2.2 Persamaan Matematis Sistem Tata Udara Presisi
Dalam membahas persamaan matematis dan selama proses identifikasi,
ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan, antara lain:
Campuran udara terjadi di dalam evaporator, kondenser dan lingkungan
Suhu evaporasi di evaporator dianggap konstan
(wet region)
Sisi udara di evaporator meliputi daerah kering (dry region) dan daerah basah
Perbandingan volume udara dry region terhadap volume udara sisi wet region
adalah 1:4
Sisi udara di kondenser hanya meliputi daerah kering saja
Suhu kondensasi di kondenser dianggap konstan
Aliran refrigerant yang mengalir ke kondenser kedua diasumsikan sebanyak
10% dari mass flow refrigerant total, yaitu aliran refrigerant yang keluar dari
kompresor atau aliran refrigerant yang masuk ke evaporator ataupun keluar
dari evaporator
Beban diangap konstan
dianggap konstan
Tekanan di kompresor dianggap konstan
Kecepatan aliran udara volumetric (air volumetric flow) dalam sistem
Rugi-rugi panas pada daerah aliran udara diabaikan
Sistem tata udara presisi ini, keluaran yang akan kita kendalikan adalah suhu
kabinet (Tcab) dan kelembaban relatif kabinet (ωcab). Persamaan matematis yang
dipakai adalah model kompresor, model evaporator, model kondenser kedua,
model udara masuk kabinaet (supply air) dan model kabinet. Sedangkan model
kondenser pertama diabaikan karena kondenser pertama tidak berpengaruh
terhadap suhu dan kelembaban relatif di kabinet. Tcab dan ωcab didapat tanpa
memerlukan informasi mengenai udara yang dibuang keluar oleh kondenser
pertama.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
22
2.2.3 Model Kompresor
Persamaan matematis dari model kompresor yang digunakan untuk sistem
tata udara presisi ini adalah sebagai berikut:
M ref
sVcom
Pc
1 0,015
vs
P
e
1
1
(2.1)
di mana
Mref
: aliran massa refrigeran total keluaran kompresor (kg/s)
s
: kecepatan kompresor (rps)
Vcom
: swept volume kompresor (m3)
vs
: volume spesifik dari superheat refrigerant (m3/kg)
Pc
: tekanan kondensasi (kPa)
Pe
: tekanan evaporasi (kPa)
: indeks kompresi
Swept volume pada persamaan (2.1) dicari dengan:
Vcom
Vd
nc
(2.2)
di mana
Vd
: displacement volume compressor (m3)
nc
:
jumlah silinder pada kompresor
2.2.4 Model Kondenser Kedua
Gambar 2.4 Skema Aliran Udara di Kondenser Kedua
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
23
Gambar 2.4 menunjukkan skema diagram aliran udara di kondenser kedua,
yang berbeda dengan skema aliran udara evaporator karena kondenser hanya
memiliki daerah dry region.
Persamaan matematis untuk kondenser kedua pada sistem tata udara presisi
adalah:
C pu uVwc2
T T2
dT2
C pu u f T1 T2 UA3 Twc2 1
2
dt
(2.3)
Persamaan matematis dinding kondenser kedua pada sistem tata udara presisi
adalah:
C pw wVwc2
dTwc2
T T
UA3 1 2 Twc2 M ref 2 hoc2 hic 2
dt
2
(2.4)
di mana
Vwc2
: volume sisi udara kondenser kedua (m3)
UA3
: perpindahan kalor keseluruhan di kondenser kedua (kW/oC)
T2
: suhu udara keluaran kondenser kedua (oC)
Twc2
: suhu dinding kondenser kedua (oC)
Mref2
: aliran massa refrigerant di kondenser kedua (kg/s)
(Mref2 = 10% Mref)
hic2
: entalpi di input kondenser kedua (kJ/kg)
hoe2
: entalpi di output kondenser kedua (kJ/kg)
Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa udara yang keluar dari kondenser kedua
melewati fan sebelum masuk ke kabinet. Fan memiliki panas yang dapat
menyebabkan suhu udara naik sedikit walaupun tidak signifikan dan dapat
diabaikan. Akan tetapi, karena diasumsikan tidak terdapat beban kelembaban yang
dihasilkan oleh fan, maka kelembaban spesifik udara setelah melewati fan (ω3)
dianggap sama dengan kelembaban spesifik keluaran kondenser sekunder (ω2),
sehingga persamaannya menjadi:
3 2 1
(2.5)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
24
Persamaan matematis model udara masuk (supply air)
T3
C pu u fT2 Qspl
C pu u f
(2.6)
di mana
T3
: Suhu udara setelah melewati fan (oC)
Qspl
: heat dari fan (kW)
2.2.5 Model Evaporator
Gambar 3.8 menunjukkan skema aliran udara yang melewati evaporator
dan kondenser kedua beserta keterangan perubahan suhu dan kelembaban selama
melewati kedua komponen tersebut
Gambar 2.5 Skema Aliran Udara di Evaporator dan Kondenser Kedua
Evaporator sendiri memiliki skema aliran udara yang terbagi mejadi dry
region dan wet region.
Gambar 2.6 Skema Aliran Udara dan Refrigeran di Evaporator
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
25
Persamaan matematis di dry region pada evaporator adalah:
C pu uV1
T
T '
dT1 '
C pu u f Tairin _ T1 ' UA1 Twe airin 1
2
dt
(2.7)
Persamaan matematis di wet region pada evaporator adalah:
C pu uV2
dT1
d1
T 'T
uV2 h fg
C pu u f T1 'T1 u fh fg airin 1 UA2 Twe 1 1
2
dt
dt
0,0198T
0,085T1 4,4984
1000
2 0,0198T1 0,085 dT1
d1
dt
1000
dt
1
2
1
(2.8)
(2.9)
Persamaan matematis di dinding evaporator sistem tata udara presisi yang
digunakan adalah:
C pw wVwe
dTwe
T '
T
T 'T
UA1 airin 1 Twe UA2 1 1 Twe M ref 1 hoe hie (2.10)
dt
2
2
di mana
Cpu
: kalor spesifik udara (kJ/kgoC)
Cpw
: kalor spesifik dinding evaporator/kondenser (kJ/kgoC)
ρu
: kerapatan udara (kg/m)
ρu
: kerapatan dinding evaporator/kondenser (kg/m ) )
V1
: volume sisi udara evaporator di dry region (m )
V2
: volume sisi udara evaporator di wet region (m )
Vwe
: volume sisi udara evaporator total (m )
f
: kecepatan aliran udara volumetris (m /s)
hfg
: kalor laten dari vaporasi udara (kJ/kg)
UA1
: perpindahan kalor keseluruhan di dry region evaporator (kW/oC)
UA2
: perpindahan kalor keseluruhan di wet region evaporator (kW/oC)
3
3
3
3
3
ωair-in : kelembaban spesifik udara di ruang pusat data (kg/kg)
ω1
: kelembaban spesifik udara keluaran evaporator (kg/kg)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
26
Tair-in : suhu udara di ruang pusat data (oC)
T1′
: suhu udara di antara dry region dan wet region evaporator (oC)
T1
: suhu udara keluaran evaporator (oC)
Twe
: suhu dinding evaporator (oC)
Mref1
: aliran massa refrigeran di evaporator (kg/s) (
hie
: entalpi di input evaporator (kJ/kg)
hoe
: entalpi di output evaporator (kJ/kg)
ref1
=
ref)
2.2.6 Model Kabinet
Persamaan matematis suhu kabinet:
C pu uVcab
dTcab
C pu u f T3 Tcab Qload
dt
(2.11)
Persamaan matematis kelembaban kabinet:
uVcab
dcab
u f 3 cab M
dt
(2.12)
di mana
Vcab
: volume kabinet (m3)
Tcab
: suhu udara kabinet (oC)
ωcab
: kelembaban spesifik udara kabinet (kg/kg)
Qload : beban heat sensible dari peralatan
M
: beban kelembaban di kabinet (kg/s)
Informasi salah satu keluaran PAC yang dibutuhkan adalah kelembaban relatif,
maka digunakan persamaan yang mengkonversi kelembaban spesifik ( ) menjadi
kelembaban relatif ( )
P
0,622 Pg
(2.83)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
27
Dengan
17,27T
Pg 0,6108 exp
T 237,3
(2.14)
Di mana
P
: tekanan atmosefer (kPa)
Pg
: tekanan uap saturasi (kPa)
T
: suhu udara (oC)
2.3
Algoritma Kalman Filter
Algoritma Kalman Filter ini digunakan untuk mengestimasi proses linier
dinamis seperti yang terlihat pada (2.15)
=
−1
+
−1
+
(2.15)
−1
dengan persamaan measurement yang diperlihatkan pada (2.16)
=
+
(2.16)
dimana wk dan vk adalah variabel acak yang masing-masing
merepresentasikan process noise dan measurement noise. Noise ini diasumsikan
merupakan white noise dengan kovarians masing-masing Q dan R yang
diasumsikan konstan. A adalah matriks yang menghubungkan state waktu
sebelumnya dengan state waktu sekarang. B adalah matriks yang menghubungkan
sinyal kendali atau input dengan state waktu sekarang. H adalah matriks yang
menghubungkan state waktu sekarang dengan hasil pengukuran.
Untuk menurunkan algoritma Kalman Filter, pertama definisikan
−
sebagai a-posteriori state estimate. A-priori
sebagai a-priori state estimate dan
state estimate disini berarti estimasi state pada step ke- k yang diperoleh dengan
menggunakan pengetahuan yang ada sampai sebelum step ke- k. A-posteriori state
estimate adalah koreksi dari a-priori state estimate setelah data hasil pengukuran
diperoleh. Definisikan juga vektor state-error a-priori (
−
) dan a-posteriori ( ).
Persamaan untuk dua parameter ini ditunjukkan oleh (2.17) dan (2.18)
−
=
=
−
−
−
dengan kovarians error masing-masing
(2.17)
(2.18)
−
dan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
28
Tujuan dari algoritma Kalman Filter adalah mengupdate estimasi state
yang tidak diketahui dengan menggunakan informasi yang terkandung pada hasil
pengukuran, zk yang didapat setiap time step k. Disini, estimator yang diinginkan
berjenis linear estimator. Dengan demikian, a-posteriori estimate dapat
direpresentasikan sebagai kombinasi linier antara a-priori estimate dan hasil
pengukuran. Persamaan yang terbentuk kemudian adalah (2.19)
(1) −
=
dengan
(1)
dan
+
(2.19)
adalah gain yang nilainya akan dicari.
(1)
Untuk mencari nilai gain
dan
, digunakanlah prinsip ortogonalitas.
akan
Prinsip ini menyatakan bahwa pada sebuah estimator, nilai estimasi
memiliki nilai mean square error minimal jika dan hanya jika (2.20) terpenuhi.
�
untuk i = 1,2,3,…k-1
=
(2.20)
Dengan menggunakan (2.16), (2.18), (2.19) dan (2.20) didapat (2.21)
Karena
dan
−1
−
1
−
(
−
−
uncorrelated, maka
−1 )
=
(2.21)
=
Sehingga (2.21) dapat ditulis kembali menjadi (2.22)
( −
−
1
)
1
+
−
−
(
)
=
(2.22)
Dari prinsip ortogonalitas, dapat diperoleh hubungan
(
−
−
)
=
(2.23)
Dengan demikian, (2.18) dapat disederhanakan menjadi bentuk (2.24)
( −
1
−
Untuk sembarang nilai
)
dan
=
(2.24)
, (2.24) hanya dapat terpenuhi jika
berlaku hubungan
atau dengan kata lain
−
−
1
1
=
= −
(2.25)
Substitusi (2.25) ke (2.19) akan menghasilkan representasi lain dari aposteriori estimate seperti tergambar pada (2.26)
=
−
+
(
−
−
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
)
(2.26)
Universitas Indonesia
29
Persamaan (2.26) adalah inti dari proses estimasi state pada algoritma
Kalman Filter. Parameter
memiliki peran sangat penting untuk mengendalikan
proses koreksi estimasi state berdasarkan data hasil pengukuran. Parameter ini
biasa disebut sebagai Kalman Gain.
Persamaan eksplisit untuk menghasilkan
akan didiskusikan lebih
lanjut. Dari prinsip ortogonalitas dapat diperoleh (2.27)
−
(
dengan
−
=
)
(2.27)
adalah estimasi dari data hasil pengukuran dan memiliki
persamaan seperti terlihat pada (2.28)
−
=
(2.28)
Definisikan residu atau proses inovasi sebagai (2.28)
=
−
(2.29)
�− +
(2.30)
Dengan mensubstitusikan (2.28) dan (2.26) ke (2.29), maka didapat (2.30)
yang merupakan representasi lain dari (2.29)
=
Mengurangkan (2.23) dengan (2.27) dan menggunakan definisi (2.29)
menghasilkan (2.31)
−
(
−
)
=
(2.31)
Dengan menggunakan persamaan measurement pada (2.16) dan persamaan
state estimate update pada (2.26), maka vektor state-error
dapat ditulis ulang
menjadi (2.32)
� =
�− −
−
(2.32)
Mensubstitusi (2.32) dan (2.30) ke (2.31) menghasilkan (2.33)
−
�− −
( �− +
Karena measurement noise
) =
(2.33)
independen terhadap state dan juga
terhadap error �−, maka (2.19) dapat direduksi menjadi (2.20)
�− �−
−
Dengan mendefinisikan
�− �−
−
=
sebagai
kovarians, (2.34) dapat direduksi menjadi (2.35)
−
Menyelesaikan (2.35) untuk
untuk
−
−
−
(2.34)
dan memperhatikan sifat
=
(2.35)
akan menghasilkan persamaan eksplisit
pada (2.36)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
30
=
−
−
[
+ ]−1
(2.36)
Tahap terakhir untuk mendapatkan algoritma Kalman Filter adalah
menemukan efek waktu terhadap matriks error kovarians. Proses ini disebut error
covariance propagation dan memiliki dua langkah, yaitu
a.
Menemukan perhitungan
b.
Menemukan perhitungan
jika diketahui
−
jika diketahui
Langkah pertama dilakukan dengan mendefinisikan
=
−
−1
dengan persamaan (2.37)
� �
(2.37)
Dengan menggunakan persamaan state error vector pada (2.32)
memperhatikan bahwa process noise
independen terhadap a-priori estimate
error �−, maka dari (2.37) didapat (2.38)
=
−
−
dan
−
−
(2.38)
Menggunakan hubungan pada (2.36), (2.38) dapat disederhanakan menjadi
(2.39)
=
−
−
(2.39)
Persamaan (2.39) merupakan persamaan untuk menghitung
yang akan
digunakan dalam langkah-langkah algoritma Kalman Filter.
Langkah kedua dilakukan dengan mendefinisikan a-priori estimate
sebagai fungsi a-posteriori estimate pada waktu sebelumnya. Persamaan yang
digunakan untuk merepresentasikan hal tersebut dijelaskan pada (2.40)
−
=
(2.40)
−1
Dengan menggunakan (2.33) dan (2.40), dapat dibuat definisi baru dari
state error vector yang dijelaskan pada (2.41)
�− = �− +
(2.41)
−1
Berikutnya, dengan menggunakan (2.41) pada definisi
(2.42)
−
=
+
−
, didapatlah
(2.42)
Setelah persamaan-persamaan yang dibutuhkan telah didapatkan, maka
langkah-langkah dalam algoritma Kalman Filter dapat dirumuskan.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
31
Langkah-langkah algoritma ini dijelaskan pada gambar 2.7.
Time Update (“Predict”)
Measurement Update (“Correct”)
(1) Project the state ahead
−
=
−
+
−1
(1) Compute the Kalman gain
= − [ −
+ ]−1
(2) Update estimate with measurement
−
= −+ ( −
)
(3) Update the error covariance
−
= −
−1
(2) Project the error covariance ahead
−
=
+
Initial Estimate for
−1 and
−1
Gambar 2.7 Representasi Visual Algoritma Kalman Filter
Pada algoritma Kalman Filter, terutama pada bagian perhitungan Kalman
Gain, terdapat karakteristik yang perlu diperhatikan. Untuk nilai
kecil mendekati nol, maka
yang semakin
akan memboboti residu dengan lebih berat. Dapat
dikatakan, untuk nilai measurement error covariance yang semakin kecil, maka
data hasil pengukuran akan semakin dipercaya. Sebaliknya, ketika nilai a-priori
estimate error covariance semakin kecil, bobot residu akan semakin kecil. Dapat
dikatakan, untuk nilai estimate error covariance yang semakin kecil, state hasil
estimasi akan semakin dipercaya.
2.3.1
Extended Kalman Filter
Metode Extended Kalman Filter digunakan untuk mengestimasi sistem
dengan persamaan difference yang diperlihatkan pada (2.43)
= (
−1 ,
−1 ,
−1 )
(2.43)
dengan persamaan measurement yang diperlihatkan pada (2.44)
= (
,
)
(2.44)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
32
dimana
(. ) adalah persamaan nonlinier yang menghubungkan state
waktu sebelumnya, process noise dan input dengan state waktu sekarang. Pada
persamaan measurement, (. ) adalah persamaan nonlinier yang menghubungkan
state sekarang dan measurement noise dengan hasil pengukuran. Estimasi untuk
mendapatkan state
, dilakukan dengan menggunakan (2.45) dan (2.46)
−
= (
−
−1 ,
−1 ,
−
= (
,
−1 )
)
(2.45)
(2.46)
Untuk persamaan eksplisit estimasi state pada (2.43), pertama persamaan
(2.45) dan (2.46) harus dilinierisasi. Linierisasi ini dilakukan menggunakan deret
=
Taylor di sekitar titik kerja yaitu
= . Asumsi ini digunakan
dan
karena nilai noise yang terjadi pada proses dan pada pengukuran tidak dapat
dihitung. Estimasi dilakukan dengan menganggap noise-noise tersebut bernilai
nol. Dengan demikian, persamaan sistem berubah menjadi (2.47) dan (2.48)
≈ (
≈ (
dimana
−1 ,
−
, 0) +
[, ]
,
−1 , 0)
−
(
=
=
,
,
�
�
+ (
, 0) +
[]
(
[ ]
�
�
=
=
−1 ,
−1 ,
�
�
�
�
−1 , 0)
+
(2.47)
(2.48)
−1 , 0)
−1 ,
−1 , 0
−
−
,0
,0
Berikutnya dengan mendefinisikan measurement residual sebagai (2.49)
dan memperhatikan persamaan a-priori state error, didapat persamaan error
proess seperti terlihat pada (2.50) dan (2.51)
−
−
−
=
≈
≈
−
−
−
−1
+
(2.49)
−
−
−1
+
(2.50)
(2.51)
Pada (2.50) dan (2.51), terdapat dua variabel baru, yaitu
dan
.
Variabel-variabel ini adalah variabel acak baru yang memiliki mean nol dan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
33
matriks kovarians masing-masing WQWT dan VRVT. Variabel-variabel acak pada
(2.49)-(2.51) memiliki karakteristik :
−
~
−
0,
~
0,
~
−
0,
−
Selanjutnya, akan dicari estimasi dari
dengan menggunakan Kalman
Filter hipotetis. Hasil estimasi ini dinamakan �
dan akan digunakan untuk
mendapatkan a-posteriori state estimate berdasarkan (2.52)
−
=
+�
(2.52)
−
Dengan memperhatikan karakteristik
,
, dan
prediksi � menjadi nol, dan mempertimbangkan data
−
men-set nilai
didapatlah persamaan
Kalman Filter hipotetis untuk memperoleh nilai � pada (2.53)
−
� =
,
(2.53)
Mensubstitusikan (2.53) ke (2.52) dan mempertimbangkan persamaan
measurement residual, didapat (2.54)
=
−
+
(
−
−
)
(2.54)
Persamaan (2.54) adalah persamaan state estimate update untuk sistem
nonlinier.
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam algoritma Extended Kalman
Filter kemudian adalah sesuai dengan yang tertera pada tabel 2.1. Persamaanpersamaan ini diperoleh dari persamaan Kalman Filter dengan beberapa
penyesuaian.
Tabel 2.2 Persamaan-Persamaan Extended Kalman Filter
Time Update (“Prediction”) Equations
−
−1 ,
= (
−
=
−1 ,
+
−1 )
Measurement Update (“Correction”) Equations
=
=
−
−
[
−
+
(
=
−
+
− (
−
]−1
, 0))
−
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
34
2.3.2
Estimasi Kovarian Noise pada Sistem dengan Bias [16]
Berdasarkan sistem stokastik controllable/unobservable linier diskrit,
+
=
( + )
0
=
є
Dimana
( )
0
є
�
�
( )
0
+ ( )
( )
adalah state vektor dinamik,
yang tersusun dari state bias konstan dan ( )є
є
+
(2.55)
є
merupakan vektor
merupakan vektor pengukuran.
diketahui, matriks transisi konstan dari
+
sampai
.
tidak diketahui namun merupakan matriks transisi konstan dari
+
sampai
( ), dan
.
�
є
�
є
diketahui, merupakan matriks input konstan untuk
diketahui merupakan matrik output konstan untuk
( )є
Misalkan noise proses
.
( )є
dan noise pengukuran
memenuhi asumsi-asumsi berikut ini:
Asumsi pertama, {
} dan { ( )} merupakan individually stasionary,
zero-mean, white processes dengan kovarian
=
=
dimana
є
�
,
menunjukkan Kroneker delta function. Keduanya
merupakan matriks definit positif simetris.
Asumsi kedua, {
є
�
dan
} dan { ( )} merupakan mutually uncorelated
process, sebagai contoh:
=
] [
,
Asumsi ketiga, orde keempat dari {
} dan
terbatas.
Dalam mendesain Filter Kalman, noise proses dan noise pengukuran
diasumsikan sebagai gaussian proses. Karena sebuah zero-mean white gaussian
prosess memiliki saat orde empat yang terbatas, asumsi ketiga kurang membatasi
daripada asumsi Gaussian. Sebuah asumsi tambahan diperlukan untuk sistem
(2.55). Dengan kata lain, sistem bebas bias, yang terdiri hanya dari
sebagai
state vektornya jika tidak ada state bias tersedia di (2.55), diasumsikan menjadi
controllable dan observable, sebagai contoh,
,
,…,
−1
=
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
35
−1
) ,…,(
,(
)
=
Kovarians noise Q dan R merupakan matriks konstan yang tidak
diketahui. Untuk menyelesaikan (2.55) untuk Q dan R dimana state matriks
transisi secara parsial tidak diketahui. Karena M tidak diketahui, sebuah Filter
Kalman digagas dari (2.55) mungkin divergen selama sebuah model error dari M.
Oleh karena itu, dalam pengestimasian Q dan R, sebuah rangkaian yang tidak
berhubungan dengan matriks M harus diciptakan.
Perlakuan state vektor bias
dalam (2.55) sebagai sebuah vektor input ,
sebuah pengurangan orde ke-n sistem dapat ditulis sebagai:
+
+
=
+
( )
(2.56)
+ ( )
=
Jika α vektor pengukuran tersedia dari waktu
−
+ 1 sampai
,
kemudian sebuah alternatif merepresentasikan dari (2.56) memungkinkan dengan
jalan
( ) dipekerjakan sebagai sebuah kombinasi linier dari state observable,
input dan output konstan tidak diketahui dan noise.
=Г
+�+
( )≡
+Ṉ +
+ ( )
−�+
−�+
.
.
.
( )
(2.57)
(2.58)
dimana α adalah sebuah user-specified integer yang disebut sliding
window size.
� 1 blok vektor pengukuran. Tiga vektor
( ) adalah sebuah
dengan cara yang sama didefinisikan sebagai (2.584).
� 1 blok vektor noise proses dan
pengukuran.
adalah
adalah sebuah matriks
�
( ) adalah
( ) adalah sebuah
� 1 blok vektor noise
� 1 vektor konstan, yang terdiri dari state biar. Г
Г=
sebagai berikut:
.
.
.
(2.59)
−1
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
36
Hal ini sama untuk matriks observability dari (2.56) dalam kasus
Karena (2.56) observable, Г memilki rank penuh
. є
dalam kasus
yang merupakan sebuah matriks Toeplitz diekspresikan sebagai,
0
=
�
Dan Ṉє
⋮
−2
0
0
0
0
0
⋮
⋮
−3
…
0
0
⋱
…
−4
= .
�
0
0
0
0
0
juga sebuah matriks Toeplitz dengan cara yang sama
terdiri dari H, F, dan M.
Sekarang berdasarkan pendahuluan dari sebuah matriks proyeksi
П merupakan sebuah matriks yang berubah-ubah yang terdiri dari beberapa
vektor dalam null space dari Г . Sebagai contoh, menggunakan singular value
decomposition.
Dari Г dengan rank penuh, П dapat dibangun sebagai sebuah matriks
−
berdimensi
�
. Dengan mengalikan П oleh
−
dengan rank
persamaan diferensial antara (2.57) dan blok vektor pengukuran
− , sebuah variabel baru
waktu
( , ) dinotasikan П{
diekspresikan sebagai
,
=П
−
−
−
+
>0
( − ) pada
− ( − )}
−
(2.60)
Sebagai catatan bahwa (2.60) diekspresikan dalam noise proses dan pengukuran
−�+
hanya tanpa
− −�+
,
, dan
. Dan juga bahwa (2.60)
bebas dari M. Dari manipulasi aljabar dan asumsi pertama dan kedua, hal ini dapat
dideterminasikan bahwa mean dan kovarians dari
,
, ,
( , ) dan
,
,
=0
=П
(2.61)
+ ( , )П
,
−
( , ) menotasikan kovarian dari
( − ). Yang dihitung sebagai
,
=
=
,
=
=
2
2
2
−
,
−
,
adalah
−(
−(
) ,
>
) ,
>
−1
−1
−1
−1
(2.62)
( − ) dan
−
(2.63)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
37
dengan
{ ,… , }
=
{ ,… , }
=
0
0
= 0
0
�
0
0
�
�
⋮
0
�
�
0
�
0
�
⋮
Matriks
substitusi 0
dan
�
0
�
�
…
…
…
⋱
�
�
�
⋮
0
�
0�
0�
0�
0
�
�
�
dari matriks
untuk 0
�
�
(2.64)
sama halnya didefinisikan oleh
dan
�
. Kovarians dari
tergantung di waktu k, tetapi perubahan waktu l. {
( , ) tidak
, } adalah deret baru untuk
mengestimasi Q dan R.
Menganggap estimasi kovarian noise Q dan R dari (2.68). Karena sebuah
manipulasi dari sebuah vektor adalah sedikit lebih kompleks daripada matriks
tersebut, hal ini tepat untuk memperkenalkan sebuah vektor yang terdiri dari
kovarians noise yang bisa diestimasi. Q dan R keduanya dapat ditulis sebagai
fungsi linier dari p komponen dari sebuah vektor θ
=
=
Dimana
� ,
=
=
�
(2.65)
merupakan user-specified matrices, � merupakan
dan
element ke i dari vektor � yang tidak diketahui, dan p merupakan jumlah total dari
parametet yang diestimasi dalam matriks kovarians noise. Hal ini mengikuti dari
( , ) dapat juga diekspresikan sebagai
persamaan (2.65) bahwa kovarians dari
sebuah kombinasi linier dari ketidaktahuan parameter
, ,
,
=
seperti
( )�
(2.66)
=
=П
dan
Dimana
malahan dari
dan
()
+
()П
(2.67)
( ) dihitung dari (2.63) setelah menyisipkan
,
dalam (2.64). Untuk mengidentifikasi vektor � dengan satu
deretan sampel data. Jika ( ) tetap, proses moving average (MA) dijalankan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
38
oleh sebuah zero-mean white process dengan finite variance dan finite fourthorder moment.
Kemudian dengan persamaan
1
→∞
−
=1
−
= [
]
Dengan probabilitas satu dan dalam akar rata-rata. Menggunakan kebenaran ini,
dapat ditunjukkan bahwa
1
→∞
−
=1
1
→∞
=1
,
(2.68)
=
1
→∞
Setelah mengalikan
−
=
−
=1
0.
=0
,
di (2.60) dengan
, kemudian mengambil rata-
rata waktu dengan data takhingga dan menjalankan (2.68), waktu rata-rata dari
,
,
ditulis sebagai
1
→∞
,
=П
,
+ ( , )П
,
(2.69)
=1
Dari (2.62) dan (2.69), hal tersebut mengikuti {
,
} merupakan mean-
,
ergodic process dan dapat dimodelkan dengan
,
,
=П
=
=
,
( )� + �
+ ( , ) П +�
,
,
Dimana �( , ) merupakan sebuah matriks error yang memuaskan
1
→∞
=1
�
,
=0
(2.70)
(2.71)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
39
2.3.2.1 Algoritma Least Square
Pendeskripsian sebuah metode untuk mengidentifikasi θ dari (2.70)
berdasarkan algoritma least square konvensional. Untuk mengkonversi (2.70)
menjadi sebuah bentuk vektor, sebuah tumpukkan vektor vec(.) pertama kali
didefinisikan untuk elemen di bagian segitiga atas dari sebuah matriks simetris.
�
Untuk sebuah
matriks persegi P, vec (P) dinotasikan sebagai sebuah
(
vektor kolom dari dimensi
�
+ 1)/2 seperti
=[
11,
12,
13, … ,
22
]
dinotasikan ( , ) elemen dari matriks P. Dari definisi vec(.), (2.70)
dimana
dapat disusun dengan
=
�
≡
dengan
≡
�+ � �
,
Dimana � (�
�+ � �
,
,
(2.72a)
,
П
=
,…, �
, �
−
−
−
П
−
(2.72b)
, ) menotasikan sebuah persamaan error vektor dengan zero-
mean. Misalkan sebuah priori informasi dalam kovarians noise tidak tersedia, agar
meminimumkan persamaan error di (2.72a), indeks performa quadratik dipilih:
� =
=1 =1
−
�} {
−
{
Dimana L merupakan waktu korelasi maksimum.
untuk
�
()
=
−1
=1
�}
(2.73)
� merupakan minimasi
1
()
(2.74)
=1 =1
Vektor θ yang tidak diketahui pada (2.72a) memiliki solusi unik ketika sliding
window size α dipilih, seperti
−
(
2
−
+ 1)
Karena harus ada persamaan lebih daripada parameter yang tidak diketahui.
Untuk memeriksa sifat dari (2.74), masukkan (2.72a) ke (2.74):
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
40
�
=�+
()
()
−1
()
1
=1
=1
=1
� (�
, )
(2.75)
Diharapkan nilai dari vec(e(k,l)) adalah nol berdasarkan pada (2.66) dan (2.70),
�
= �, sebagai contoh estimasinya tanpa bias. Sebagai tambahan, karena
e(k,l) memiliki (2.71), �( ) konvergen untuk nilai θ sebagai N mendekati
takhingga.
�
=
−1
�
Ѳ
−
+Ѳ
=
(2.76)
=1
1
()
−1
=1
θ(k) diperoleh dari (2.76), estimasi kovarians noise Q dan R tersedia dari
persamaan berikut:
=
=1
�( ),
=
=1
dimana � ( ) merupakan element ke i dari �( ).
2.4
�( )
Linear Quadratic Regulator
Linear-quadratic regulator (LQR) adalah algoritma yang digunakan untuk
menghasilkan penguat optimal (K) sebagai pengganti blok pengendali sehingga
persamaan (2.77) membuat fungsi kriteria pada persamaan (2.78) sekecil
mungkin.
u k K N xk
J u x T Qx u T Ru 2 x T Nu dt
0
(2.77)
(2.78)
Nilai K pada persamaan (2.77) diperoleh melalui persamaan
K R 1 B T S N T
(2.79)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
41
AT S SA SB N R 1 B T S N T Q 0
dimana nilai S merupakan solusi dari persamaan Riccati
(2.80)
Untuk menghasilkan sinyal pengendali pada satu langkah ke depan u N 1 ,
maka digunakan variabel keadaan untuk satu langkah ke depan xˆ N 1| N yang
diperoleh melalui algoritma yang diuji pada penelitian ini. Dengan menggunakan
persamaan (2.77), maka diperoleh
u N 1| N K N x N 1| N
(2.81)
Pada perancangan pengendali ini juga terdapat blok pre-compensator (V)
untuk mengatur agar sinyal keluaran sama dengan sinyal referensi. Berdasarkan
diagram blok di atas, persamaan sinyal kendalinya :
uk Vwk Kxk
(2.82)
Pada saat kondisi tunak, yaitu saat nilai ys k wk , nilai keadaan saat
pencuplikan
setelahnya
sama
dengan
nilai
keadaan
sekarang,
yaitu
xk 1 xk xs k . Dengan mensubstitusi persamaan (2.82) ke dalam persamaan
model proses (2.1) dan (2.2), maka diperoleh
xk 1 Axk Buk
Axk BVwk BKxk
xs k A BK xs k BVwk
I A BK xs k BVwk
xs k I A BK 1 BVwk
(2.83)
dengan xs k merupakan nilai keadaan tunak. Substitusi persamaan (2.82) dan
(2.83) ke persamaan model proses dalam keadaan tunak menghasilkan :
ys k Cxs k Du k
Cxs k DVwk DKxs k
C DK xs k DVwk
C DK I A BK 1 BVwk DVwk
y s k C DK I A BK B D Vwk
1
(2.84)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
42
Dalam keadaan tunak, keluaran sistem diharapkan sama dengan referensi, yaitu
ys k wk sehingga :
V C DK I A BK 1 B D
1
(2.85)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
43
BAB 3
PERANCANGAN OBSERVER FILTER KALMAN
UNTUK SISTEM TATA UDARA PRESISI
3.1
Perancangan Filter Kalman dengan Menggunakan Matlab
Observer Filter Kalman dirancang menggunakan m-file dan C-Mex
Matlab. M-file Matlab yang digunakan pada perancangan ini ada dua macam: satu
m-file berisi program utama algoritma Filter Kalman yang nantinya dapat
dipanggil pada program yang ada pada m-file satu lagi berisi niali inputan matriks
A, B, C, D, serta sinyal kendali u, state baru, output y, matriks P, matriks Q, dan
matriks R. Berikut ini akan dibahas algoritma observer Filter Kalman yang
diterapkan pada setiap m-file.
3.1.1
Algoritma Observer Filter Kalman pada M-file „kalman.m‟
Program yang ada pada M-file ini berisi tentang algoritma Filter Kalman
yang terdiri dari measurement update dan time update. M-file ‘kalman.m’ ini yang
akan dipanggil dalam M-file ‘kalmanTest.m’ yang nantinya akan dilakukan
komputasi nilai state estimasi dari model sistem tata udara presisi yang sudah
diidentifikasi dan didapatkan nilai dari matriks A, B, C, dan D nya. Dalam M-file
ini inputan yang dibutuhkan berupa nilai-nilai dari matriks A, B, C, D, matriks u,
matriks x prediksi, matriks y (output), matriks P (prediksi error kovarian), matriks
Q (kovarians error pengukuran), dan matriks R (kovarian error proses).
Sedangkan keluaran yang dihasilkan dari M-file ini adalah update dari x prediksi
dan update dari matriks P.
Algoritma Filter Kalman yang ditulis dalam M-File ini mengikuti pola
algoritma Filter Kalman pada umumnya. Penerapan algoritma ini sama seperti
yang telah dibahas dalam Bab 2. Algoritmanya adalah sebagai berikut:
Algoritma Time update
−
=
−
=
−
−1
+
+
−1
Universitas Indonesia
43
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
44
Algoritma Measurement Update
=
=
−
−
=
Untuk nilai awal
file ‘kalmanTest.m’.
3.1.2
−1
dan
−1
[
+
(
−
−
−
+ ]−1
−
−
)
adalah nol yang nanti akan dipanggil pada M-
Algoritma Observer Filter Kalman pada M-file „kalmanTest.m‟
M-file ini berisi inisialisasi state dan output. Nilai awal untuk state adalah
matriks nol dimensi 8x1 sedangkan untuk nilai awal untuk output adalah matriks
noll dimensi 2x1. Atau dengan kata lain state dan output diinisialisasi dengan nilai
nol. Di M-file ini juga nilai dari matriks A, B, C, dan D dari hasil identifikasi
didefinisikan. Inisialisasi untuk matriks P adalah matriks identitas berdimensi 8x8.
Nilai untuk matriks kendali u ditentukan antara nilai 0 sampai 2,55. Sehingga
dalam penelitian ini untuk mendapatkan nilai tersebut digunakan fungsi random
yang dikalikan dengan konstanta 2,55. Untuk nilai dari matriks Q dan matriks R
dibagi menjadi dua cara penentuan yaitu diset secara manual dengan berbagai
variasi nilai yang nilainya semakin mengecil yang bertujuan untuk mencari nilai
terbaik dari variasi nilai Q dan R dari penentuan manual. Yang kedua untuk
menentukan nilai dari matriks Q dan R adalah dengan menggunakan algoritma
dari paper [16].
3.1.3
Perancangan Filter Kalman Menggunakan C-Mex S-Function
Dalam blok S-Function KalmanFilter ini ada satu port masukan dan satu
port keluaran. Dalam satu port inputan terdapat dua input yang dimasukkan dalam
mux, serta setiap input masing-masing terdapat dua outputan. Setiap port outputan
terdiri dari dua output. Jadi total masukan untuk input terdapat 4 masukan. Dua
input awal dihasilkan dari matriks kendali
dan
, sedangkan outputan kedua
dihasilkan dari update nilai untuk y yang dihasilkan. Inputan kendali yang
dihasilkan nilainya antara 0-2.55 karena sebelum input ini masuk ke dalam blok
S-Function FilterKalman, terdapat blok saturasi yang nilainya diset antara 0-2.55.
Sampling time yang digunakan adalah sebesar 5 sekon.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
45
Gambar 3.1 Blok S-Function Kalman Filter
Algoritma yang ditulis dalam blok S-Function Kalman Filter sama seperti
yang ditulis dalam M-File. Dalam blok KalmanFilter ini, nilai matriks P diupdate
setiap kali pencuplikan. Besarnya sampling time yang digunakan dalam blok ini
adalah 5 sekon.
3.1.4 Membandingkan Keluaran State pada M-File dengan Keluaran State
pada C-Mex
Untuk mendapatkan keluaran yang sama maka digunakan inputan yang
sama pula antara algoritma Filter Kalman pada C-Mex dengan algoritma Filter
Kalman pada M-File. Sinyal inputan yang digunakan merupakan sinyal sejumlah
data yang direkam dalam workspace yang nantinya dapat digunakan sebagai input
dalam C-Mex S-Function maupun sebagi input dalam M-File.
Nilai sinyal input 1 adalah sebesar 0.9 sedangkan nilai 2 sebesar 2.55.
Sinyal ini mempunyai nilai yang konstan. Input yang digunakan mempunyai
dimensi sebesar 801x2. Hal ini dikarenakan sinyal input yang dibutuhkan oleh
algoritma Filter Kalman untuk memprediksi state pada sistem tata udara presisi
memiliki jumlah input dua. Dalam prosesnya, setiap satu baris input (dua kolom
nilai) diambil sebagai masukan dalam algortima Filter Kalman baik dalam C-Mex.
Sedangkan untuk input pada M-File, terlebih dahulu disimpan dalam
data_input.mat yang nantinya dengan fungsi load data_input.mat, nilai dari
inputan ini dapat digunakan dalam program M-File. Kedelapan state hasil
keluaran dari M-File dan C-Mex kemudian dibandingkan untuk mengetahui
kesamaan dari state hasil C-Mex dengan state hasil dari M-File.
3.2.1 Pengujian Menggunakan Model CSTR (Continuous Stirred Tank
Reactor)
Dalam perancangan desain observer Filter Kalman ini, untuk menguji
apakah Filter Kalman memiliki performa yang baik, maka desain observer Filter
Kalman ini diujikan pada model sistem CSTR (Continuous Stirred Tank Reactor)
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
46
merupakan suatu tangki reaktor yang digunakan untuk mencampur dua atau lebih
bahan kimia dalam bentuk cairan dengan menggunakan pengaduk (mixer). Pada
Continuous Stirred-Tank Reactor terdapat heater yang akan menghasilkan panas
untuk mengatur temperatur cairan pada harga tertentu. Model sistem CSTR
merupakan sistem LTI (Linear Time Invariant). CSTR ini juga merupakan sistem
multivariabel yang memiliki dua input dan dua output. Model sistem dari CSTR
didapat dari Help MATLAB sebagai berikut,
−0.0285
−0.0371
−0.0850
=
0.0802
0
=
1
0
=
0
=
−0.0014
−0.1476
0.0238
0.4462
1
0
0
0
Dari model ruang keadaan sistem tersebut, kemudian dilihat pula nilai
state asli dari sistem CSTR dan kemudian dibandingkan nilai statenya dengan
nilai state prediksi dari algoritma Filter Kalman. Dengan nilai kovarians error
matriks Q dan R yang nilainya divariasikan dengan menggunakan nilai-nilai:
0.2 0
0 0.2
0.02
0
=
0
0.02
0.002
0
=
0
0.002
0.0002
0
=
0
0.0002
=
0.2 0
0 0.2
0.02
0
=
0
0.02
0.002
0
=
0
0.002
0.0002
0
=
0
0.0002
=
Serta nilai Q dan R yang didapat dari optimasi menggunakan algoritma
penentuan matriks kovarians pada sistem dengan bias.
3.2.2 Penerapan Algoritma Pencari Nilai Optimasi Q dan R pada Sistem
CSTR
Penerapan algoritma ini pada sistem CSTR akan dicari nilai dari matriks
kovarians Q dan R dari sistem CSTR dengan menggunakan persamaan berikut:
=
=1
�( ),
=
=1
�( )
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
47
dan Ѳ dari:
Dan didapat nilai dari parameter
�
−1
=
Ѳ
− 1 + Ѳ( )
=
1
()
=1
()
=1
adalah 3 dan nilai parameter α
Dengan menentukan nilai parameter dari
sebesar 2 sehingga didapat nilai paramater
−
persamaan
(
2
− +1)
−1
sebesar 3 dengan menggunakan
. Dengan r dan n merupakan dimensi matriks pada
sistem CSTR yang masing-masing bernilai 2.
didapat dengan menggunakan persamaan
Nilai dari
=П
Dengan
()
()П
+
merupakan banyaknya iterasi yang dilakukan. Dalam penelitian
.
ini digunakan iterasi sebanyak 50 kali untuk mendapatkan nilai parameter
Dari hasil perhitungan, didapat nilai dari matriks П adalah sebesar
0.1459
0.0016
0.0366
0.0285
0.9886
0.0014
−0.0027
0.9996
0
= 0
1
1
Sedangkan nilai dari matriks B didapat dari hasil perhitungan
0
0
0
0
Nilai dari parameter Q dan R diset awal pada nilai
0.0001
=
0
0
dan
0.0001
0.0001
0
=
0.000
0.000
0
0.0001
0.000
0.000
0.000
0.000
0.0001
0
Sehingga dengan melakukan komputasi penentuan nilai
0.000
0.000
0
0.0001
( ) dan
( ) didapat
nilai
,
=
=
2
2
,
=
=
2
2
−
,
−
,
−(
−(
) ,
>
) ,
>
−1
−1
−1
−1
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
48
dengan
0
0
= 0
�
�
0
0
�
0
�
0
⋮
0
0
= 0
�
dan
0
�
0
0
�
0
�
⋮
�
0
�
0
�
⋮
�
�
⋮
0
�
0
�
�
0
�
⋮
0
�
…
…
…
⋱
�
0
�
�
�
⋮
�
0
�
…
…
…
⋱
0�
�
0�
0�
0�
�
�
0�
0�
0�
0
�
�
adalah
dari berbagai persamaan tersebut kemudian didapat nilai dari
0.3866
0.0953
0.3944
= 0.001 ×
0.1974
= 0.001 ×
0.0953
0.4001
0.1974
0.4004
Komputasi dilakukan secara terus-menerus sampai mencapai iterasi sebanyak 50
Untuk nilai Ѳ
,Ѳ
Ѳ
, dan Ѳ
Ѳ
Sedangkan untuk nilai �
3.5535
−2.4333
1.7767
= 10−6 ×
−1.2166
1.1845
= 10−6 ×
−0.8111
,�
�
�
1 ,
�
0.5476
0.3888
0.3888
0.5677
didapat sebagai berikut:
= 10−6 ×
Ѳ
Sehingga didapat ni
( )] sebesar 10−6 �
50
=1[
kali. Sehingga didapatkan
, dan �
1.000
0.000
1.000
=
0.000
1.000
=
0.000
=
2 , dan
−2.4333
3.4276
−1.2166
1.7138
−0.8111
1.1425
didapat sebagai berikut:
0.000
1.000
0.000
1.000
0.000
1.000
3 didapat sebagai berikut:
0.6 −0.1
−0.1 0.6
0.6 0
2 = 10−3 ×
0 0.6
1 = 10−3 ×
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
49
3 = 10−3 ×
Dengan cara serupa didapat nilai dari
0.6 −0.1
−0.1 0.6
1 ,
2 , dan
3 sebagai berikut:
1
−0.1667
−0.1667
1
0.0030 0.0000
2 =
0.0000 0.0030
1 0
3 = 10−3 ×
0 1
1 = 10−3 ×
Digunakan matriks
(3) dan
(3) sebagai kovarians matriks
dan
untuk mengestimasi nilai state CSTR.
= 10−3 ×
0.6 −0.1
dan
−0.1 0.6
= 10−3 ×
1 0
0 1
Dalam pengujian observer Filter Kalman, dilakukan variasi pada noise
yang diberikan. Ada tiga variasi noise pengukuran dan noise proses yaitu noise
dengan nilai 0,1; 0,001; dan 0,0001 untuk masing-masing noise.
3.3
Pengujian Pada Model Sistem Tata Udara Presisi
Dalam penelitian ini akan dicari nilai state variabel takterukur dari
kedelapan state sistem tata udara presisi, kedelapan state tersebut adalah:
State 1 adalah kabinet (⁰ ); State 2 adalah kelembaban relatif kabinet (
/
);
State 3 adalah suhu udara keluaran evaporator (⁰ ); State 4 adalah suhu udara
diantara dry region dan wet region evaporator (⁰ ); State 5 adalah suhu udara
keluaran kondenser kedua (⁰ ); State 6 adalah suhu dinding evaporator (⁰ );
State 7 adalah suhu dinding kondenser kedua (⁰ ); State 8 adalah kelembaban
spesifik keluaran evaporator (
3.3.1
/
).
Model Linier Sistem Tata Udara
Model proses dari sistem tata udara presisi yang dipakai pada perancangan
observer Filter Kalman ini merupakan hasil dari identifikasi N4SID secara offline
terhadap sistem tata udara presisi, yang didapat persamaan ruang keadaan dari
sistem tata udara presisi pada penelitian sebelumnya. Model ruang keadaan yang
didapat merupakan model linear.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
50
Matriks A, B, C, D dari model linear yang didapat dari metode N4SID
secara offline adalah sebagai berikut:
0.974525
- 0.07666
0.068861
0.079615
A
0.060414
0.098599
0.067682
- 0.02239
- 0.01366 - 0.00441 - 0.00099 - 0.01133 0.018842 - 0.00418 - 0.01468
0.832216 0.012794 0.17223
0.1086 - 0.03933 0.092703 0.020134
0.075798 0.963319 - 0.0198 0.023203 - 0.01762 0.000708 - 0.00013
0.070479 0.012201 0.516287 - 0.75091 - 0.17064 - 0.50661 0.317302
0.008054 - 0.06385 0.552407 0.528967 0.143632 - 0.04947 - 0.10849
0.11378 0.019149 0.097361 0.088844 - 0.67208 - 0.12845 - 0.32955
0.054275 0.000742 - 0.04147 - 0.10308 0.393316 0.026605 - 0.02373
- 0.0486 - 0.00423 - 0.08236 - 0.01574 - 0.17013 - 0.37892 - 0.45597
- 0.0033
- 0.00057
0.006841
0.014192
B
0.010281
0.017131
0.013584
- 0.00208
0.008158
- 0.00557
- 0.01526
- 0.03765
- 0.02706
- 0.04519
- 0.03685
0.004475
- 12.1395 - 0.69088 0.114385 0.038945 0.328561 - 0.06891 - 0.21067 0.096712
C
- 0.20531 0.024634 0.395873 0.011623 0.022705 - 0.01259 - 0.01089 0.007233
0.03306 - 0.08744
D
0.0019 - 0.00504
Nilai eigen A dari model linear N4SID offline adalah
0.6116 0.1608 i
0.6116 0.1608 i
0.5226 0.6412 i
0.5226 0.6412 i
( A)
0.1295
0.8102
0.9761 0.0109 i
0.9761 0.0109 i
Hasil tes matriks Observability dari model hasil linearisasi adalah 8 dari 8,
yang artinya adalah keadaan (state) yang dapat diobservasi pada model linear
sistem tata udara presisi ini adalah sebanyak 8 state dari totalnya 8 state. Hasil uji
matriks Controllability dari model hasil linearisasi adalah 8 dari 8, yang artinya
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
51
adalah kedaan (state) yang dapat dikendalikan pada model linear sistem tata udara
presisi ini adalah sebanyak 8 state dari total 8 state.
3.3.2 Penerapan algoritma Penentuan Matriks Kovarian Error Q dan R
Sistem Tata Udara Presisi
Penerapan algoritma ini pada sistem tata udara presisi akan dicari nilai dari
matriks kovarians Q dan R dari sistem sistem tata udara presisi dengan
menggunakan persamaan berikut:
=
( ),
=
=1
=1
dan Ѳ dari:
Dan didapat nilai dari parameter
−1
=
Ѳ
− 1 + Ѳ( )
=
1
()
=1
()
sebesar 8 sehingga didapat nilai paramater
−
(
2
− +1)
−1
=1
Dengan menentukan nilai parameter dari
persamaan
( )
adalah 3 dan nilai parameter α
sebesar 36 dengan menggunakan
. Dengan r dan n merupakan dimensi matriks pada
sistem tata udara presisi yang masing-masing bernilai 2.
Nilai dari
=П
didapat dengan menggunakan persamaan
()
+
( )П
Dengan
merupakan banyaknya iterasi yang dilakukan. Dalam penelitian
.
ini digunakan iterasi sebanyak 50 kali untuk mendapatkan nilai parameter
Dari hasil perhitungan, didapat nilai dari matriks П adalah sebesar
0.1459
0.0016
0.0366
0.0285
0.9886
0.0014
−0.0027
0.9996
Sedangkan nilai dari matriks B didapat dari hasil perhitungan
0
= 0
1
1
0
0
0
0
Nilai dari parameter Q dan R diset awal pada nilai
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
52
5
0
0
= 10−5 × 0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
= 10−3 × 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
Sehingga dengan melakukan komputasi penentuan nilai
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
( ) dan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
( ) didapat
nilai
,
=
=
2
2
,
=
=
2
2
dengan
0
0
= 0
0
dan
�
�
0
0
�
0
�
⋮
−
,
−
,
�
0
�
0
�
⋮
�
−(
0
�
�
�
⋮
�
) ,
>
−(
…
…
…
⋱
0
�
) ,
>
−1
−1
−1
−1
0�
0�
0�
0
�
�
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
53
0
0
= 0
0
�
�
0
0
�
0
�
⋮
0
�
�
0
�
⋮
0
�
�
�
�
⋮
�
…
…
…
⋱
0�
0�
0�
0�
0
�
�
adalah
dari berbagai persamaan tersebut kemudian didapat nilai dari
0.1414 −0.0199 −0.0859 −0.0822
−0.0199 0.1719
0.0089 −0.0768
−0.0859 0.0089
0.1427 0.0191
0.0191 0.1741
−0.0822
−0.0768
−3
= 10 ×
0.0223 −0.0051 −0.0984 −0.0093
−0.0174 −0.0520
0.0394 0.0839
0.0084 0.0037 0.0228
−0.0016
−0.0331 0.0089 0.0084
0.0323
0.1816
−0.0697
0.0043
= 10−3 × 0.0142
−0.0905
−0.0003
0.0023
0.0747
0.0223 0.0394
−0.0051 0.0839
−0.0984 −0.0174
−0.0093 −0.0520
0.1497 0.0043
0.0043 0.1330
−0.0993 −0.0028
−0.0004 −0.0821
0.0084 −0.0331
0.0037 0.0089
0.0228 0.0084
−0.0016 0.0323
−0.0993 −0.0004
−0.0028 −0.0821
0.1252 0.0001
0.0001 0.1147
−0.0697
0.0043
0.0142 −0.0905 −0.0003
0.0023 0.0747
0.1424
−0.0524 0.0337
0.0096 −0.0138 −0.0002 0.0597
−0.0524
0.1767 −0.0857
0.0011 0.0175 −0.0938 −0.0325
0.0337
−0.0857 0.1789
−0.0056 0.0821
0.0100 −0.0117
0.1229 −0.0060 0.0008 −0.0034
0.0096
0.0011 −0.0056
−0.0060 0.0943 −0.0104 −0.0564
−0.0138 0.0175 0.0821
0.0008 −0.0104
−0.0002 −0.0938 0.0100
0.1225 0.0021
0.0021 0.1984
0.0597
−0.0325 −0.0117 −0.0034 −0.0564
Komputasi dilakukan secara terus-menerus sampai mencapai iterasi sebanyak 50
kali. Sehingga didapatkan
1.20
0.00
−0.1
10−3 × −0.1
−0.1
0.00
−0.1
0.10
Untuk nilai Ѳ
Ѳ
Ѳ
890.9829
72.16660
71.98330
= 56.02650
71.59750
−126.837
75.46630
−96.2845
445.4915
36.08330
35.99170
= 28.01330
35.79870
−63.4187
37.73320
−48.1423
,Ѳ
50
=1[
0.00
1.20
−0.1
−0.1
0.00
0.10
−0.1
0.10
−0.1
−0.1
1.20
0.00
−0.1
0.10
0.00
0.10
, dan Ѳ
72.16660
895.7857
73.95980
61.51630
66.10920
−126.029
114.6552
−92.8118
( )] sebesar
71.98330
73.95980
866.3511
35.10880
69.65060
−93.1320
56.69080
−85.3074
−0.1 −0.1 0.10 −0.1 0.10
−0.1 0.00 0.10 −0.1 0.10
0.00 −0.1 0.10 0.00 0.10
1.20 −0.1 0.00 0.00 0.00
−0.1 1.20 0.10 −0.1 0.10
0.00 0.10 1.10 0.00 −0.1
0.00 −0.1 0.00 1.20 0.00
0.00 0.10 −0.1 0.00 1.20
didapat sebagai berikut:
56.02650
71.59750
61.51630
66.10920
35.10880
69.65060
829.0270
62.02770
62.02770 884.2625
−56.6603 −122.155
41.62850 71.85680
−41.6730 −102.3289
36.08330 35.99170 28.01330
447.8928 36.97990 30.75810
36.97990 433.1756 17.55440
30.75810 17.55440 414.5135
33.05460 34.82530 −28.3301
−63.0149 −46.5660 −56.6603
57.32760 28.34540 20.81420
−46.4059 −42.6537 −20.8365
35.79870
33.05460
34.82530
31.01390
442.1312
−61.0775
35.92840
−51.1645
−126.837
−126.029
−93.1320
−56.6603
−122.1550
998.0644
−56.2348
162.7986
−63.4187
−63.0149
−46.5660
−28.3301
−61.0775
499.0322
−28.1174
81.39930
75.46630
114.6552
56.69080
41.62850
71.85680
−56.2348
896.1110
−52.7568
37.73320
57.32760
28.34540
20.81420
35.92840
−28.1174
448.0555
−26.3784
−96.2845
−92.8118
−85.3074
−41.6730
−102.328
162.7986
−52.7568
912.4134
−48.1423
−46.4059
−42.6537
−20.8365
−51.1645
81.39930
−26.3784
456.2067
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
54
Ѳ
296.9943
24.0555
23.9944
18.6755
=
23.8658
−42.2791
25.1554
−32.0948
23.8658 −42.2791 25.1554 −32.0948
24.0555
23.9944 18.6755
22.0364 −42.0099 38.2184 −30.9373
298.5952
24.6533 20.5054
23.2169 −31.0440 18.8969 −28.4358
288.7837 11.7029
24.6533
20.6759 −18.8868 13.8762 −13.8910
11.7029 276.3423
20.5054
22.0364
23.2169
20.6759 294.7542 −40.7183 23.9523 −34.1096
−42.0099 −31.0440 −18.8868 −40.7183 332.6881 −18.7449 54.2662
18.8969
13.8762
38.2184
23.9523 −18.7449 298.7037 −17.5856
−30.9373 −28.4358 −13.8910 −34.1096 54.2662 −17.5856 304.1378
Sedangkan nilai untuk �
,�
1
0
0
= 0
0
0
0
0
1
0
0
= 0
0
0
0
0
1
0
0
= 0
0
0
0
0
�
�
�
Sehingga didapat ni
,
3.60
0.00
−0.1
= 10−3 × 0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
, dan �
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
, dan
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
3.60
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
didapat sebagai berikut:
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
didapat sebagai berikut:
0.00
0.00
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.01
0.01
3.60
0.00
00.0
0.00
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.60
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
55
3.60
0.00
−0.1
= 10−3 × 0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
3.60
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.01
0.01
3.60
0.00
00.0
0.00
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.60
3.60
0.00
−0.1
= 10−3 × 0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
3.60
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
3.60
0.01
0.01
0.01
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.01
0.01
3.60
0.00
00.0
0.00
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
3.60
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.60
Nilai dari matriks
,
, dan
merupakan matriks yang bersifat definit
positif, sehingga memenuhi syarat matriks kovarians yang bisa dipakai pada Filter
Kalman. Dengan cara serupa didapat nilai dari
,
, dan
sebagai
berikut:
5
0
5
= 10−3 ×
0
5
= 10−3 ×
0
= 10−3 ×
0
5
0
5
0
5
Matrik R yang dihasilkan sudah definit positif, sehingga memenuhi syarat sebagai
matriks kovarian.
3.3.3 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi secara Open Loop dengan
Sinyal Kendali Data Rekam
Untuk melihat apakah algoritma Filter Kalman yang dibuat dalam C-Mex
sudah benar dan menghasilkan nilai yang sama dengan algoritma Filter Kalman
yang dibuat dalam M-File, maka akan dibandingkan nilai keluaran state yang ada
pada C-Mex dengan nilai keluaran state yang ada pada M-File. Untuk
mendapatkan keluaran yang sama maka digunakan inputan yang sama pula antara
algoritma Filter Kalman pada C-Mex dengan algoritma Filter Kalman pada MUniversitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
56
File. Nilai inputan yang digunakan berupa sejumlah data yang direkam dalam
workspace yang nantinya dapat digunakan sebagai input dalam C-Mex S-Function
maupun sebagi input dalam M-File.
Gambar 3.2 Sinyal Input yang Diberikan untuk Pengujian
Algoritma Filter Kalman
Sinyal input memiliki nilai konstan untuk
1
sebesar 0.9 dan
2
sebesar
2.55. Sinyal input yang digunakan mempunyai dimensi sebesar 800�2. Hal ini
dikarenakan sinyal input yang dibutuhkan oleh algoritma Filter Kalman untuk
memprediksi state pada sistem tata udara presisi memilii jumlah input dua. Dalam
prosesnya, setiap satu baris input (dua kolom nilai) diambil sebagai masukan
dalam algortima Filter Kalman baik dalam C-Mex maupun dalam M-File. Begitu
seterusnya sampai baris input ke 800.
Selain pengujian secara open loop menggunakan sinyal kendali data rekam
yang berupa sinyal konstan, dilakukan juga pengujian secara open loop
menggunakan data rekam sinyal random, yang memiliki dimensi 2 � 800 dengan
prosedur yang sama dengan sebelumnya.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
57
Berikut gambar Simulink S-Function untuk C-Mex algoritma Filter
Kalman.
Gambar 3.3 Blok Simulink S-Function Filter Kalman
dengan Inputan Data Rekam
Sedangkan untuk input pada M-File, terlebih dahulu disimpan dalam
yout.mat yang nantinya dengan fungsi load yout.mat, nilai dari inputan ini dapat
digunakan dalam program M-File. Kedelapan state hasil keluaran dari M-File dan
C-Mex kemudian dibandingkan untuk mengetahui kesamaan dari state hasil CMex dengan state hasil dari M-File.
Pemberian gaussian noise dalam M-File dilakukan dengan menggunakan
persamaan
�
�
untuk
noise
proses
dan
untuk noise pengukuran atau dapat diartikan sebagai akar
kuadrat dari (Sw) atau (Sv) dikaliakan dengan sinyal random. Dimana Sw dan Sv
diumpamakan sebagai besarnya nilai spectral density dari gaussian noise tersebut
yang nilainya akan divariasikan untuk melihat kinerja dari algoritma filter kalman.
Dalam penelitian ini nilai Sw dan Sv yang digunakan selalu sama dalam setiap
proses estimasi. Hal ini dilakukan supaya mempermudah dalam proses variasi
data spectral density gaussian noise dan supaya terlihat perbedaan setiap variasi
yang dilakukan.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
58
3.3.4 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi secara Closed Loop dengan
Sinyal Kendali LQR
Pengujian selanjutnya dilakukan secara cloosed loop dengan menggunakan
sinyal kendali LQR.
Diagram sistem pengendalian dan estimasi state ditunjukkan dalam
gambar 3.4.
�
u
ẋ
Gambar 3.4 Diagram Kendali Sistem Tata Udara Presisi Menggunakan
LQR
Dari pengujian ini akan dibandingkan hasil estimasi state filter kalman
dengan state aktual secara cloosed loop dengan berbagai variasi besarnya nilai
spectral density gaussian noise. Selanjutnya dibandikan pula hasil keluaran
estimasi dengan set point yang diberikan pada sistem tata udara presisi untuk
mencapai suhu dan kelembaban pada nilai yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
59
BAB 4
HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
Bab ini menjelaskan hasil simulasi yang didapat dari percobaan seperti
yang telah dijelaskan pada Bab 3. Bab ini dibagi menjadi dua subbab. Subbab
yang pertama adalah pengujian algoritma Filter Kalman pada sistem CSTR.
Tujuan dari subbab ini adalah untuk mengetahui keakuratan Filter Kalman untuk
mengestimasi state yang lebih sederhana, karena state pada CSTR hanya ada dua
sedangkan pada sistem tata udara presisi ada delapan state. Dalam subbab ini juga
akan dianalisa pengaruh penentuan matriks kovarian error proses dan pengukuran
pada hasil estimasi state. Dibahas pula penerapan algoritma untuk mencari nilai
kovarians matriks error proses dan pengukuran (Q dan R) yang diterapkan untuk
mengestimasi state pada CSTR.
Pada subbab berikutnya, dianalisa estimasi state menggunakan Filter
Kalman pada model sistem tata udara presisi. Penggunaan matriks A, B, C, dan D
hasil identifikasi yang bervariasi akan semakin membuat estimasi state
menggunakan Filter Kalman diuji kehandalannya. Dalam subbab ini juga akan
dianalisa pengaruh penentuan matriks kovarian error proses dan pengukuran pada
hasil estimasi state. Dibahas pula penerapan algoritma pencari nilai kovarian
matriks error yang diterapkan untuk mengestimasi state pada sistem tata udara
presisi dengan penggunaan spectral density gaussian noise yang divariasikan di
berbagai nilai untuk mengetahui sejauh mana estimasi menggunakan algoritma
Filter Kalman pada sistem tata udara presisi ini dapat bekerja dengan baik.
Pengujian dilakukan dengan memberikan nilai spectral density gaussian
noise yang sama baik untuk noise proses maupun noise pengukuran untuk setiap
kali pengujian yang dilakukan.
4.1.1 Pengujian Menggunakan Model CSTR (Continuous Stirred Tank
Reactor) dengan Penentuan Nilai Matrik Q dan R Secara Manual
Pengujian menggunakan model CSTR dilakukan dengan berbagai variasi
nilai matriks kovarians Q dan R, sebagai contoh untuk mengetahui nilai keluaran
Universitas Indonesia
59
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
60
state dari hasil estimasi Filter Kalman dibandingkan dengan nilai state yang
sebenarnya dengan menggunakan nilai kovarians error matriks
=
0.002
0
0
dan
0.002
=
0.002
0
0
0.002
Didapat nilai estimasi state dari algoritma Filter Kalman yang
dibandingkan dengan state asli dari sistem CSTR. Nilai dari spectral density
gaussian noisenya diset pada nilai 0.1 kemudian diperkecil sampai pada nilai
0.001, dan dengan sinyal kendali yang berupa sinyal random yang nilainya
diantara 2 sampai 2.55.
4.1.1.1 Nilai Spectral Density Gaussian Noise 0.1
Dengan menggunakan nilai spectral density gaussian noise baik untuk
spectral density gaussian noise proses maupun spectral density gaussian noise
pengukuran diberi nilai yang sama yaitu masing-masing sebesar 0.1 didapat:
Gambar 4.1 State Prediksi dengan Penentuan Matriks Kovarian Secara Manual
dan State Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise
Sebesar 0.1
Untuk menganalisa keakuratan prediksi yang telah dilakukan, maka dapat
digunakan komputasi nilai kuadrat kesalahan antara nilai prediksi dengan nilai
aktual dari statenya.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
61
Dengan nilai kuadrat kesalahan yang dicari dengan menggunakan rumus,
=
2
=1
Dengan nilai dari
2
−
1
2
merupakan nilai dari state aktual dan nilai dari
1
merupakan
nilai dari state estimasi Filter Kalman. Nilai kuadrat kesalahan masing-masing
statenya sebesar :
Error kuadrat state 1
0.0071
Error kuadrat state 2
0.0059
Dari nilai kuadrat kesalahan (error) yang terjadi pada tiap state baik state
pertama maupun state kedua menunjukkan nilai yang relatif lebih besar daripada
nilai-nilai sebelumnya. Hal ini dikarenakan spectral density gaussian noise yang
diberikan pada penerapan algoritma Filter Kalman ini adalah relatif besar, yaitu
sebesar 0.1. Sehingga nilai noise yang begitu besar akan mengganggu proses
prediksi pada algortima Filter Kalman.
Analisa kedua dapat dilihat dari grafik matriks P (prediksi error
covarians) dari hasil estimasi Filter Kalman yang dikenai spectral density
gaussian noise sebesar 0.1.
Grafik matriks P untuk spectral density gaussian noise sebesar 0.1 didapat
sebagai berikut:
Gambar 4.2 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR
dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.1
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
62
Dari grafik matriks P menunjukkan bahwa nilainya konvergen pada titik
yang mendekati nilai nol untuk masing-masing prediksi state pada sistem CSTR.
Sehingga penerapan algoritma Filter Kalman pada model sistem CSTR ini dapat
dikatakan berhasil.
4.1.1.2 Nilai Spectral Density Gaussian Noise 0.01
Selanjutnya akan dilihat nilai estimasi Filter Kalman dengan mengubah
spectral density gaussian noisenya menjadi 0.01 atau diperkecil. Nilai kovarian
matriks error proses dan kovarian matriks error pengukuran yang digunakan
masih sama seperti pada penelitian sebelumnya. Dari sini akan dibandingkan hasil
estimasi untuk masing-masing state apabila spectral density gaussian noise nya
diperkecil dan dilihat pengaruh dari pemberian variasi noise.
Grafik perbandingan antara state hasil estimasi dengan state sebenarnya
untuk nilai spectral density gaussian noise 0.01 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 State Prediksi dengan Penentuan Matriks Kovarian Secara Manual
dan State Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise
Sebesar 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
63
Dari grafik perbandingan tersebut, dihitung nilai kesalahan yang terjadi
untuk masing-masing state. Dan didapat nilai kuadrat kesalahan masing-masing
statenya sebesar :
Error kuadrat state 1
Error kuadrat state 2
1.6499e × 10−5
3.6921e × 10−4
Kuadrat kesalahan yang terjadi pada masing-masing state hasil estimasi
menunjukkan nilai yang semakin mengecil dari percobaan sebelumnya yang
menggunakan spectral density gaussian noise sebesar 0.1. Hal ini menunjukkan
pula bahwa algoritma Filter Kalman mampu mengestimasi nilai state sistem
CSTR meskipun dengan penentuan matriks error kovarian Q dan R secara
manual/coba-coba. Besarnya Q dan R untuk penerapan di penelitian ini adalah
sama dengan yang sebelumnya yaitu menggunakan:
=
0.002
0
0
dan
0.002
=
0.002
0
.
0
0.002
Dengan besarnya matriks P (prediksi kovarians error) sebagai berikut:
Gambar 4.4 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR
dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
64
Grafik dari matriks P (estimate error covariance) menunjukkan nilai yang
mengecil dan konvergen menuju nol, sehingga dapat diartikan bahwa estimasi
error yang dilakukan oleh Filter Kalman ini benar dan memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi. Karena error dari estimasi statenya semakin mengecil
untuk setiap estimasi yang dilakukan.
4.1.1.3 Nilai Spectral Density Gaussian Noise 0.001
Untuk mengetahui nilai estimasi yang dihasilkan dapat lebih baik, maka
nilai spectral density gaussian noisenya dikecilkan lagi menjadi 0.001.
Dengan menambahkan spectral density gaussian noise sebesar 0.001,
diperoleh nilai hasil keluaran tersebut untuk setiap state yang dibandingkan
dengan nilai aktual dari state CSTR seperti ditunjukkan pada gambar 4.5.
Gambar 4. 5 State Prediksi dengan Penentuan Matriks Kovarian Secara Manual
dan State Aktual dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise
Sebesar 0.001
Dan didapat nilai kuadrat kesalahan untuk masing-masing statenya sebesar:
Error kuadrat state 1
Error kuadrat state 2
2.1449 × 10−4
9.2156 × 10−4
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
65
Berdasarkan nilai error yang diperoleh pada estimasi state sistem CSTR
dengan spectral density gaussian noise 0.001, menunjukkan nilai yang kecil. Hal
ini disebabkan karena noise yang diberikan relatif kecil (lebih kecil dari percobaan
sebelumnya) sehingga efek yang terjadi juga tidak begitu berpengaruh pada
estimasi nilai state. Dalam estimasi sistem CSTR ini dapat dikatakan telah
berhasil karena semakin diperkecil nilai spectral density gaussian noise nya, maka
hasil estimasinya semakin baik.
Selanjutnya untuk menganalisa baik atau tidaknya Filter Kalman yang
telah digunakan, dapat juga dilihat dari grafik estimasi error kovarians (matriks
P). Filter Kalman yang baik adalah apabila pada grafik error kovarian yang
didapat nilainya semakin konvergen dan akan semakin baik apabila nilainya
mendekati nilai nol, atau konvergen pada nilai di dekat nol. Grafik dari matriks P
(prediksi error covarians) dari sistem didapat sebagai berikut.
Gambar 4.6 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR
dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.001
Dari grafik matriks P sistem CSTR dengan spectral density gaussian noise
sebesar 0.001, menunjukkan bahwa grafik konvergen pada titik yang mendekati
nol, yang menunjukkan bahwa error dari estimasi statenya semakin mengecil
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
66
untuk setiap estimasi yang dilakukan. Hal ini berarti hasil estimasi yang diperoleh
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
4.1.2 Penerapan Algoritma Pencari Nilai Optimasi Q dan R pada Sistem
CSTR
Untuk penelitian selanjutnya digunakan matriks Q(3) dan R(3) hasil dari
estimasi menggunakan algoritma estimasi kovarian noise sebagai kovarians
matriks Q dan R untuk mengestimasi nilai state CSTR.
= 10−3 ×
0.6 −0.1
dan
−0.1 0.6
= 10−3 ×
1 0
0 1
4.1.2.1 Untuk Nilai Spectral density gaussian noise 0.1
Selanjutnya nilai dari optimasi matriks kovarian error proses ( ) dan
matriks kovarians error pengukuran ( ) tersebut diterapkan dalam algortima
Filter Kalman dengan menggunakan nilai spectral density gaussian noise sebesar
0.1, dan didapat perbandingan state estimasi dengan state sebenernya sebagai
berikut:
Gambar 4.7 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.1
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
67
Analisis yang sama dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan mencari
nilai kuadrat kesalahan yang terjadi antara nilai state hasil prediksi Filter Kalman
dibandingkan dengan nilai state aktual dari model sistem CSTR.
Sehingga didapat nilai kuadrat kesalahan untuk masing-masing statenya adalah
sebesar :
Error kuadrat state 1
Error kuadrat state 2
3.4798 × 10−4
0.0039
Dari hasil perhitungan kuadrat kesalahan yang didapat, nilai kuadrat
kesalahannya lebih kecil daripada penelitian sebelumnya yang menggunakan
metode manual untuk menentukan nilai kovarian matriks error proses maupun
nilai kovarian matriks error pengukuran. Sehingga algoritma optimasi nilai
kovarian ini dapat diterapkan. Untuk mengetahui lebih jauh, maka dapat dianalisa
mengenai matriks P (estimate prediction error)nya. Didapat grafik matriks P nya
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.8 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.1 dengan Optimasi Matriks Kovarian
Dari grafik matriks P yang dihasilkan, menunjukkan bahwa nilainya
konvergen di titik yang sangat kecil atau mendekati nol. Sehingga dapat dikatakan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
68
bahwa estimasi yang dilakukan benar karena error dari estimasi statenya semakin
mengecil untuk setiap estimasi. Nilai saat mencapai konvergennya lebih cepat
dibandingkan dengan matriks P yang dihasilkan dengan menggunakan penentuan
nilai Q dan R secara manual.
4.1.2.2 Untuk Nilai Spectral Density Gaussian Noise 0.01
Selanjutnya nilai spectral density gaussian noisenya dikecilkan menjadi 0.01.
Dari hasil estimasi didapat state estimasi yang dibandingkan dengan state
aktualnya adalah sebagai berikut:
Gambar 4.9 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.01
Dari hasil perhitungan nilai kuadrat kesalahan, didapatkan nilai kuadrat kesalahan
untuk masing-masing statenya sebesar :
Error kuadrat state 1
Error kuadrat state 2
1.3921 × 10−4
9.5457 × 10−5
Kuadrat kesalahan yang terjadi menunjukkan nilai yang kecil untuk
pemberian spectral density gaussian noise sebesar 0.01. Nilai kuadrat kesalahan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
69
pada percobaan dengan spectral density gaussian noise sebesar 0.01 ini nilainya
juga lebih kecil daripada percobaan sebelumnya yang penentuan nilai matriks
kovarian error proses dan kovarian error pengukurannya secara manual yang
sama-sama menggunakan spectral density gaussian noise sebesar 0.01. Untuk
nilai spectral density gaussian noise yang lebih kecil, algoritma optimasi nilai
kovarian ini menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam pengestimasian state.
Selanjutnya dilihat lagi grafik matriks P yang dihasilkan untuk mengetahui nilai
dari estimasi kovarian error.
Dengan matriks P yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.10 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR dengan Spectral density
Gaussian Noise Sebesar 0.01 dengan Optimasi Matriks Kovarian
Dari grafik matriks P sistem CSTR dengan spectral density gaussian noise
sebesar 0.01, menunjukkan bahwa grafik konvergen pada titik yang mendekati
nol, hal ini berarti hasil estimasi yang diperoleh memiliki tingkat kepercayaan
yang tinggi dan proses estimasi Filter Kalman yang sudah benar.
4.1.2.3 Untuk Nilai Spectral Density Gaussian Noise 0.001
Pengujian dilakukan lagi dengan memperkecil nilai spectral density
gaussian noise menjadi 0.001. Hal ini juga dilakukan selain untuk mengetahui
pengaruh pengurangan nilai spectral density gaussian noise, hal ini juga dilakukan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
70
untuk mengetahui kinerja algoritma Filter Kalman dalam memprediksi state
dengan menggunakan algoritma penentuan nilai kovarian untuk menghasilkan
optimasi nilai matriks Q dan R, dibandingkan dengan penentuan matriks Q dan R
secara manual/coba-coba. State yang dihasilkan dengan menggunakan spectral
density gaussian noise sebesar 0.001 ditunjukkan pada gambar 4.11.
Gambar 4.11 State Prediksi dengan Optimasi Matriks Kovarian dan State Aktual
dari Sistem CSTR dengan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.001
Didapat nilai kuadrat kesalahan masing-masing statenya sebesar :
Error kuadrat state 1
Error kuadrat state 2
1.9602 × 10−5
2.1844 × 10−5
Dari hasil perhitungan kesalahan yang terjadi terhadap hasil estimasi tiap
state menunjukkan bahwa kesalahan yang terjadi relatif kecil. Hal ini disebabkan
karena besarnya spectral density gaussian noise yang diberikan pada penerapan
algoritma Filter Kalman ini juga relatif kecil. Sehingga state prediksinya
cenderung mirip dengan state sebenarnya dari sistem CSTR. Semakin kecil nilai
spectral density gaussian noise yang diberikan maka nilai state estimasinya akan
semakin baik atau mendekati nilai state sebenarnya. Hasil estimasi Filter Kalman
dengan spectral density gaussian noise 0.001 dengan nilai kovarian matriks Q dan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
71
R yang dicari menggunakan algoritma optimasi menunjukkan kinerja yang lebih
baik daripada menggunakan nilai kovarian Q dan R secara manual dengan
spectral density gaussian noise yang sama. Untuk analisa yang lebih lanjut dapat
dilihat dari matrik P pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Grafik dari Matriks P Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.001 dengan Optimasi Matriks Kovarian
Berdasarkan grafik matriks P untuk model sistem CSTR dengan spectral
density gaussian noise 0.001, untuk setiap statenya menunjukkan konvergen pada
nilai yang sangat kecil yaitu 7.78 � 10−4 dan 3.98 � 10−4 . Dari hasil tersebut
dapat dianalisa bahwa proses estimasi memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi
karena nilai matriks P nya yang konvergen pada nilai yang mendekati nol yang
berarti error estimasi statenya semakin mengecil untuk setiap estimasi.
4.1.3 Variasi Q dan R untuk Model Sistem CSTR dengan Berbagai Nilai
Spectral Density Gaussian Noise
Pengujian juga dilakukan dengan menggunakan nilai kovarian matriks
error proses (Q) dan kovarian matriks error pengukuran (R) dengan variasi nilai
yang berbeda-beda. Penggunaan algoritma optimasi nilai kovarian Q dan R juga
akan dibandingkan kinerjanya dengan penentuan nilai matriks Q dan R secara
manual/coba-coba. Secara umum, pengaruh penentuan nilai matriks kovarian Q
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
72
dan R dengan berbagai variasi nilai yang dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
pada besarnya spectral density gaussian noise yang diberikan pada sistem, hal
tersebut disajikan dalam tabel 4.1, 4.2, dan 4.3.
Tabel 4.1 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.1
No. Kovarians Q
1.
2.
3.
4.
5.
0.6 −0.1
−0.1 0.6
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
Kovarians R
0
1
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
1
0
Kuadrat
Kuadrat
Error
Error
State 1
State 2
3.4798 x10−4 0.0039 *
0.0126
0.0241
0.0071
0.0059
0.0268
0.0078
0.0202
0.0186
* dengan penentuan menggunakan algoritma optimasi matriks kovarian
Tabel 4.2 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
No
1.
2.
3.
4.
5.
Kovarians Q
Kovarians R
0.6 −0.1
−0.1 0.6
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
1 0
0 1
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
Kuadrat
Kuadrat
Error
Error
State 1
State 2
1.3921x10−4 9.5457x10−5 *
7.345x10−4
5.247 x10−4
1.6499x10−5 3.6921 x10−4
7.6636x10−4 7.1637 x10−4
1.3153x10−4 0.0022
* dengan penentuan menggunakan algoritma optimasi matriks kovarian
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
73
Tabel 4.3 Variasi Matriks Q dan R untuk Sistem CSTR dengan Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
No
1.
2.
3.
4.
5.
Kovarians Q
Kovarians R
0.6 −0.1
−0.1 0.6
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
0
1
0.0002
0
0
0.0002
0.002
0
0
0.002
0.02
0
0
0.02
0.2 0
0 0.2
10−3 ×
1
0
Kuadrat
Kuadrat
Error
Error
State 1
State 2
1.9602x10−5 2.184x10−5 *
7.9039x10−5 5.2328 x10−5
2.1449x10−4 9.2156 x10−4
2.3816x10−4 3.0887 x10−5
8.1666x10−5 3.3439 x10−5
* dengan penentuan menggunakan algoritma optimasi matriks kovarian
Secara umum, besarnya noise mempengaruhi kinerja dari estimator Filter
Kalman untuk mengestimasi nilai state pada sistem. Semakin besar spectral
density gaussian noise yang diberikan, maka akan semakin besar kesalahan yang
terjadi. Pada penelitian pada model sistem CSTR ini, penerapan algoritma
penentuan nilai kovarian untuk menentukan nilai matriks Q dan R yang
diaplikasikan dalam penelitian ini berhasil, dapat dilihat dari nilai kesalahan yang
cenderung paling kecil dibandingkan dengan penentuan nilai matriks kovarian Q
dan R secara manual/coba-coba.
4.2
Pengujian Menggunakan Model Sistem Tata Udara Presisi
Estimasi menggunakan algoritma Filter Kalman selanjutnya diujikan pada
sistem tata udara presisi. Dalam pengujian ini sinyal input yang diberikan tidak
lagi sinyal random melainkan menggunakan sinyal konstan seperti yang sudah
dibahas pada bab sebelumnya. Nilai kovarian matriks Q dan R ditentukan
menggunakan algoritma optimasi matriks kovarian. Pengujian ini dilakukan
menggunakan C-Mex dan M-File pada Matlab.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
74
4.2.1 Membandingkan Keluaran State pada M-File dengan Keluaran State
pada C-Mex
Kedelapan state hasil keluaran dari M-File dan C-Mex kemudian
dibandingkan untuk mengetahui kesamaan dari state hasil C-Mex dengan state
hasil dari M-File.
Untuk mengetahui besarnya perbedaan yang terjadi dapat dicari dengan
menggunakan rumus error dengan menganggap salah satu keluaran state (baik
dari C-Mex maupun dari M-File) merupakan state yang ideal. Besarnya error
untuk setiap statenya adalah dihitung dengan menggunakan persamaan kuadrat
kesalahan dengan persamaan
1
= �
=1
besarnya error tiap statenya adalah sebagai berikut:
−
−
−
2
dan didapat
Tabel 4.4 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman dengan M-File
dibandingkan dengan State Estimasi State Filter Kalman dengan C-Mex Sistem
Tata Udara Presisi
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
1.8646 � 10−23
3.6466 � 10−23
1.1208 � 10−24
2.7958 � 10−24
9.2414 � 10−23
4.8292 � 10−23
3.9010 � 10−23
9.7497 � 10−25
Dari hasil perhitungan perbedaan antara state keluaran dari C-Mex
dibandingkan dengan state keluaran dari M-File menunjukkan sedikit sekali
perbedaan yang terjadi antara dua metode ini yang mungkin dikarenakan karena
perbedaan proses komputasi antara C-Mex dengan M-File. Dengan kata lain dapat
dikatan bahwa nilai keluaran dari C-Mex sama dengan nilai keluaran dari M-File.
Sehingga algoritma yang ditulis di dalam C-Mex sudah sama dengan algoritma
yang ditulis di dalam M-File.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
75
4.2.2 Hasil Estimasi Filter Kalman dengan Variasi Nilai Spectral Density
Gaussian Noise secara Open Loop dengan Sinyal Kendali Data Rekam
Sinyal Konstan
4.2.2.1 Tanpa Menggunakan Noise
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai keluaran state dari MFile dengan nilai state sebenarnya dengan berbagai variasi spectral density
gaussian noise dengan menggunakan sinyal kendali berupa data rekam sinyal
konstan. Untuk mengidentifikasi nilai state sebenarnya dilakukan dengan
menggunakan persamaan umum ruang keadaan
=
+
+1 =
( )+
( ), kemudian mencari nilai dari state
( ) dan
dari persamaan
ruang keadaan tersebut. Untuk membandingkan nilai estimasi hasil Filter Kalman
dengan nilai state sebenarnya, digunakan nilai keluaran state dari C-Mex
Filter.Kalman tanpa menggunakan variasi gaussian noise.
State hasil estimasi dibandingkan dengan state sebenarnya yang didapat
dari sistem tata udara presisi. Berikut ini merupakan state keenam dari sistem tata
udara presisi yang ditampilkan untuk analisa. Grafik perbandingan state yang lain
secara keseluruhan ada dalam halaman Lampiran.
Gambar 4.13 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman dengan
State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
76
Berdasarkan data perhitungan kuadrat kesalahan, dapat dianalisa bahwa
hasil estimasi state menggunakan Filter Kalman tanpa noise memiliki nilai yang
sama dengan state sebenarnya sistem tata udara presisi, hal ini dikarenakan
kuadrat kesalahan yang terjadi sangat kecil bahkan sangat mendekati nol.
Sehingga dapat dikatakan bahwa estimasi filter kalman berjalan dengan baik.
Untuk mengetahui besarnya perbedaan yang terjadi dapat dicari dengan
menggunakan rumus error dengan menganggap salah satu keluaran state (baik
dari C-Mex maupun dari M-File) merupakan state yang ideal. Besarnya error
untuk setiap statenya adalah dihitung dengan menggunakan persamaan kuadrat
kesalaha
1
= �
=1
−
statenya adalah sebagai berikut:
−
−
2
dan didapat besarnya error tiap
Tabel 4.5 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
3.3862 � 10−34
2.6201 � 10−33
5.1166 � 10−34
3.7904 � 10−34
3.2410 � 10−34
1.2194 � 10−34
7.4148 � 10−35
4.6463 � 10−35
Analisa selanjutnya dilakukan dengan memvariasikan nilai spectral density
gaussian noise dengan berbagai variasi nilai, mulai dari 0.1, 0.001, dan
seterusnya. Untuk hasil estimasi masing-masing state sistem tata udara presisi,
dapat dilihat dalam lampiran.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
77
4.2.2.2 Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
−
Gambar 4.14 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−1
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai dari kuadrat kesalahan urntuk
masing-masing state dengan penambahan spectral density gaussian noise sebesar
0.1 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−1 dengan Nilai State Sebenarnya
dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
1.8595
State 2
0.2600
State 3
3.1944
State 4
0.0162
State 5
0.0092
State 6
0.0059
State 7
0.0100
State 8
0.0024
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
78
Dari hasil analisa perhitungan kuadrat kesalahan, didapatkan nilai kuadrat
kesalahan yang cukup besar terutama untuk state pertama dan ketiga yang
menunjukkan nilai kuadrat kesalahan di atas satu. Hal ini disebabkan karena noise
yang diberikan pada proses prediksi state cukup besar pula, sehingga akan
mempengaruhi kinerja algoritma Filter Kalman dalam memprediksi nilai state.
Meskipun nilai kudrat kesalahan yang ditimbulkan memiliki nilai yang besar, dari
grafik perbandingan antara nilai state prediksi dengan state aktual terlihat bahwa
state prediksi Filter Kalman arahnya masih mengikuti state aktual dari sistem tata
udara presisi meskipun memiliki amplitudo nilai yang cukup besar.
Untuk mengetahui kinerja algoritma Filter Kalman dalam memprediksi
state sistem tata udara presisi, selanjutkan nilai spectral density gaussian noise
yang diberikan akan diperkecil untuk dapat mengetahui baik atau tidaknya kinerja
Filter Kalman dalam memprediksi state sistem tata udara presisi ini untuk
pemberian noise yang diperkecil. Grafik hasil prediksi state-state sistem tata udara
presisi yang lain, lebih lengkapnya disajikan dalam halaman Lampiran.
4.2.2.3 Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
−
Gambar 4.15 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−2
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
79
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai dari kuadrat kesalahan urntuk
masing-masing state dengan penambahan spectral density gaussian noise sebesar
0.01 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan Nilai State Sebenarnya
dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.1819
State 2
0.0289
State 3
0.1992
State 4
0.0020
State 5
0.0013
State 6
7.1470 � 10−4
State 7
State 8
8.7834 � 10−4
1.6578 � 10−4
Setelah nilai spectral density gaussian noisenya diperkecil menjadi 10−2
terlihat nilai kuadrat kesalahan yang dihasilkan menjadi lebih kecil daripada nilai
kesalahan untuk percobaan sebelumnya. Bahkan untuk nilai kesalahan untuk state
keenam, ketujuh, dan kedelapan menunjukkan nilai kuadrat kesalahan yang relatif
sangat kecil sehingga dapat dikatakan nilai prediksi state keenam, state ketujuh,
dan state kedelapan, nilai state prediksinya sudah mendekati nilai state aktual dari
sistem tata udara presisi untuk variasi nilai spectral density gaussian noise ini.
Dengan kata lain, Filter Kalman bekerja dengan baik dalam mengestimasi nilai
state sistem tata udara presisi ini, nilai kuadrat kesalahan yang terjadi dikarenakan
pemberian spectral density gaussian noise yang nilainya masih cukup tinggi.
Variasi pemberian spectral density gaussian noise yang yang lebih kecil
diberikan pada pengujian yang grafik dan analisanya akan ditampilkan pada
subbab selanjutnya untuk mengetahui kinerja algortima Filter Kalman apabila
diberikan nilai spectral density gaussian noise yang lebih kecil lagi.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
80
4.2.2.4 Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
−
Gambar 4.16 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−3
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai dari kuadrat kesalahan urntuk
masing-masing state dengan penambahan spectral density gaussian noise sebesar
0.001 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0176
State 2
0.0025
State 3
0.0203
State 4
1.2714 � 10−4
State 5
State 6
State 7
State 8
8.3750 � 10−5
6.3879 � 10−5
9.2718 � 10−5
2.1204 � 10−5
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
81
Untuk nilai spectral density gaussian noise yang lebih kecil lagi, terlihat
nilai kuadrat kesalahan yang dihasilkan semakin mengecil. Yang berarti bahwa
kinerja Filter Kalman dalam memprediksi nilai statenya semakin baik. Nilai-nilai
kuadrat kesalahan yang sangat kecil terutama untuk state keempat, state kelima,
state keenam, state ketujuh, dan state kedelapan menunjukkan bahwa state hasil
prediksi sudah mendekati nilai state aktual sistem tata udara presisi. Nilai kuadrat
kesalahan untuk state pertama, kedua, dan ketiga yang tidak sebagus nilai kuadrat
kesalahan yang state lainnya, disebabkan karena pengaruh letak pole dari sistem
tata udara presisi ini. Karena dilihat dari nilai eigen valuenya, nilai eigen value
untuk state pertama dan kedua berada pada nilai negatif, sedangkan yang state
yang lain berada pada nilai positif. Namun kedelapan eigen value sistem tata
udara presisi hasil identifikasi ini masih berada pada region stabil. Nilainya masih
di dalam unit circle (kurang dari 1 dan lebih dari -1).
4.2.2.5 Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
−
Gambar 4.17 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−4
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
82
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai dari kuadrat kesalahan urntuk
masing-masing state dengan penambahan spectral density gaussian noise sebesar
0.0001 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral density gaussian noise Sebesar 10−4 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0027
State 2
4.0644 � 10−4
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
0.0031
1.6152 � 10−5
1.0000 � 10−5
7.4402 � 10−6
1.3330 � 10−5
2.8902 � 10−6
Hasil pengujian algortima Filter Kalman untuk memprediksi state sistem
tata udara presisi ini menunjukkan kinerja yang memuaskan terlihat pada hasil
estimasi selanjutnya yang menunjukkan nilai estimasi yang mendekati nilai aktual
state sistem tata udara presisi yang ditunjukkan pada gambar grafik 4.21 sampai
gambar grafik 4.28 yang menunjukkan perbandingan state estimasi Filter Kalman
dengan state aktual sistem tata udara presisi dengan pemberian spectral density
gaussian noise yang semakin diperkecil serta tabel 4.9 sampai 4.12 yang
menunjukkan nilai kuadrat kesalahan state hasil estimasi Filter Kalman
dibandingkan dengan state aktual sistem tata udara presisi yang menunjukkan
nilai kuadrat kesalahan yang semakin mengecil seiring dengan pemberian spectral
density gaussian noise yang diperkecil.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
83
4.2.2.6 Menggunakan Spectral density gaussian noise sebesar
−
Gambar 4.18 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−5
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai dari kuadrat kesalahan urntuk
masing-masing state sebagai berikut:
Tabel 4.10 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−5 dengan Nilai State Sebenarnya
dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
4.5430 � 10−4
7.4572 � 10−5
3.1337 � 10−4
1.3612 � 10−6
1.1095 � 10−6
1.3470 � 10−6
2.0803 � 10−6
3.9799 � 10−7
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
84
4.2.2.7 Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar
−�
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan State Keenam Estimasi Filter Kalman
dengan State Sebenarnya pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 10−8
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai dari kuadrat kesalahan sebagai
berikut:
Tabel 4.11 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman Menggunakan
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−8 dengan Nilai State Sebenarnya
dari Sistem Tata Udara Presisi
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
2.1672 � 10−7
3.3297 � 10−8
3.6237 � 10−7
2.0221 � 10−9
1.1973 � 10−9
1.1054 � 10−9
1.2508 � 10−9
3.1938 � 10−10
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
85
4.2.3 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi Secara Open Loop dengan
Sinyal Kendali Data Rekam Sinyal Random
Diambil contoh grafik nilai state estimasi dan state sebenarnya dari state
keenam
untuk
masing-masing
hasil
estimasi.
Hasil
pengujian
dengan
menggunakan sinyal kendali data rekam berupa sinyal random didapatkan sebagai
berikut: Dengan menggunakan spectral density gaussian noise sebesar 0.01;
0.001; 0.0001; dan menggunakan spectral density gaussian noise sebesar nol.
Spectral Density Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise
Gaussian Noise 0.01
0.001
Spectral Density Gaussian Noise
Spectral Density Gaussian Noise
0.0001
Nol
Gambar 4.20 Grafik Perbandingan State Keenam Sistem Tata Udara Presisi
dengan Sinyal Kendali Data Rekam Sinyal Random dengan Berbagai Variasi
Nilai Spectral Density Gaussian Noise
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
86
Dari hasil estimasi filter kalman, menunjukkan bahwa semakin kecil
spectral density noise yang diberikan pada sistem, hasil estimasinya semakin baik
dan sudah mendekati nilai state sebenarnya. Kesalahan hasil estimasi terlihat
dalam kesalahan kuadrat hasil estimasi dengan nilai aktual state.
Tabel 4.12 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop Menggunakan
Sinyal Kendali Data Rekam Random
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.1413
State 2
0.0254
State 3
0.2577
State 4
0.0018
State 5
0.0010
State 6
4.7466 � 10−4
State 7
State 8
7.3702 � 10−4
1.9790 � 10−4
Nilai kuadrat kesalahan menunjukkan nilai yang relatif besar, hal ini
dikarenakan besarnya spectral density gaussian noise yang diberikan juga relatif
besar.
Untuk selanjutnya, variasi nilai spectral density gaussian noise yang
semakin diperkecil menunjukkan hasil estimasi yang semakin membaik. Untuk
nilai spectral density gaussian noise 0.001, besarnya nilai kuadrat kesalahan untuk
masing-masing statenya lebih kecil daripada untuk variasi nilai spectral density
gaussian noise 0.01. Besarnya kuadrat kesalahan dapat dilihat dari tabel 2.
Nilai kuadrat kesalahan untuk estimasi state pertama, kedua, dan ketiga,
cenderung lebih besar daripada nilai kuadrat kesalahan untuk estimasi state yang
lain. Namun, nilai kuadrat ini masih tergolong kecil karena variasi nilai spectral
density gaussian noise yang digunakan masih relatif besar.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
87
Tabel 4.13 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop Menggunakan
Sinyal Kendali Data Rekam Random
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0227
State 2
0.0036
State 3
0.0461
State 4
2.4399 � 10−4
1.3367 � 10−4
State 5
8.0514 � 10−5
State 6
1.1683 � 10−4
State 7
3.0133 � 10−5
State 8
Tabel 4.14 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−4 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop Menggunakan
Sinyal Kendali Data Rekam Random
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0017
State 2
3.6804 � 10−4
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
0.0016
1.6506 � 10−5
1.0576 � 10−5
3.9507 � 10−6
6.6218 � 10−6
1.3430 � 10−6
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
88
Tabel 4.15 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Open loop Menggunakan
Sinyal Kendali Data Rekam Random
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
1.5540 � 10−35
5.8410 � 10−35
1.3834 � 10−35
1.4389 � 10−35
1.0684 � 10−35
5.5381 � 10−36
2.0450 � 10−36
1.3218 � 10−36
Dari hasil perhitungan kuadrat kesalahan masing-masing state terlihat
bahwa nilai state hasil estimasinya sudah sangat mirip dengan nilai state
aktualnya, atau bisa dikatakan nilainya sudah sama antara state hasil estimasi
dengan nilai state sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja filter kalman
dalam mengestimasi nilai state sistem tata udara presisi sudah menunjukkan
proses estimasi yang baik. Beberapa nilai kuadarat kesalahan untuk dua state
(state pertama dan state ketiga) yang masih relatif besar untuk variasi spectral
density gaussian noise terjadi karena pengaruh dari model linier sistem tata udara
presisi yang digunakan yang didapat dari proses sistem identifikasi.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
89
4.2.4 Pengujian Pada Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed Loop dengan
Sinyal Kendali LQR
Diambil contoh grafik nilai state estimasi dan state sebenarnya dari state
keenam
untuk
masing-masing
hasil
estimasi.
Hasil
pengujian
dengan
menggunakan sinyal kendali LQR didapatkan sebagai berikut: Dengan
menggunakan spectral density gaussian noise sebesar 0.01; 0.001; 0.0001; dan
menggunakan spectral density gaussian noise sebesar nol.
Spectral Density Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise
Gaussian Noise 0.01
0.001
Spectral Density Gaussian Noise
Spectral Density Gaussian Noise
0.0001
Nol
Gambar 4.21 Grafik Perbandingan State Keenam Sistem Tata Udara Presisi
dengan Sinyal Kendali LQR dengan Berbagai Variasi Nilai Spectral Density
Gaussian Noise
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
90
Dari hasil estimasi filter kalman, menunjukkan bahwa semakin kecil
spectral density noise yang diberikan pada sistem, hasil estimasinya semakin baik
dan sudah mendekati nilai state sebenarnya. Kesalahan hasil estimasi terlihat
dalam kesalahan kuadrat hasil estimasi dengan nilai aktual state.
Untuk nilai spectral density gaussian noise 0.01, besarnya kuadrat
kesalahan yang terjadi untuk state keempat sampai kedelapan sudah menunjukkan
hasil estimasi yang baik karena nilai kuadrat kesalahannya sangat kecil. Tapi
untuk state pertama, kedua, dan ketiga nilai kuadrat kesalahannya masih agak
besar. Hal ini dikarenakan selain nilai noise yang diberikan masih cukup besar
tetapi juga pengaruh letak kutub dari state yang nilainya negatif berbeda dengan
state yang lain yang nilainya positif meskipun semua kutub state berada dalam
unit circle.
Tabel 4.16 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−2 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed loop Menggunakan
Sinyal Kendali LQR
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.1472
State 2
0.0260
State 3
0.1628
State 4
0.0014
State 5
9.3863 � 10−4
State 6
State 7
State 8
4.6867 � 10−4
6.8884 � 10−4
1.5870 � 10−4
Untuk nilai spectral density gaussian noise 0.001, nilai kuadrat
kesalahannya lebih kecil bila dibandingkan dengan pengaruh spectral density
gaussian noise 0.01. Nilai kuadarat kesalahan state pertama dan ketiga masih
lebih besar daripada nilai kuadrat kesalahan dari keenam state yang lainnya.
Namun nilainya kuadrat kesalahannya lebih kecil dibandingkan dengan nilai
estimasi dengan variasi spectral density gaussian noise 0.01 sebelumnya. Yang
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
91
berarti proses estimasi yang terjadi adalah benar, karena nilai kuadrat
kesalahannya turun sebanding dengan kecilnya noise yang diberikan.
Tabel 4.17 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−3 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed loop Menggunakan
Sinyal Kendali LQR
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0221
State 2
0.0034
State 3
0.0437
State 4
2.1722 � 10−4
State 5
State 6
State 7
State 8
1.1754 � 10−4
8.9765 � 10−5
1.2083 � 10−4
3.0473 � 10−5
Tabel 4.18 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 10−4 dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed loop Menggunakan
Sinyal Kendali LQR
No. State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
State 1
0.0045
State 2
4.6946 � 10−4
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
0.0089
2.2246 � 10−5
1.0820 � 10−5
1.5959 � 10−5
2.6983 � 10−5
6.9025 � 10−6
Performa yang baik ditunjukkan untuk variasi spectral density gaussian
noise sebesar 10−4 dimana kuadrat kesalahan yang terjadi untuk seluruh state
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
92
sangat kecil. Dalam hal ini untuk variasi spectral density gaussian noise yang
lebih kecil lagi, akan menghasilkan estimasi yang nilainya mendekati nilai state
sebenarnya. Untuk menganalisa lebih mendalam mengenai kinerja filter kalman
dalam mengestimasi kedelapan state sistem tata udara presisi, maka spectral
density gaussian noisenya dijadikan nol.
Tabel 4.19 Nilai Kuadrat Kesalahan Estimasi State Filter Kalman
Menggunakan Spectral Density Gaussian Noise Sebesar Nol dengan Nilai State
Sebenarnya dari Sistem Tata Udara Presisi Secara Closed loop Menggunakan
Sinyal Kendali LQR
No. State
State 1
State 2
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
Besarnya Kuadrat Kesalahan
1.2892 � 10−32
1.4609 � 10−33
1.8632 � 10−33
2.0436 � 10−33
1.2341 � 10−33
1.3100 � 10−33
5.2863 � 10−34
1.7890 � 10−34
Dari hasil perhitungan kuadrat kesalahan masing-masing state terlihat
bahwa nilai state hasil estimasinya sudah sangat mirip dengan nilai state
aktualnya, atau bisa dikatakan nilainya sudah sama antara state hasil estimasi
dengan nilai state sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja filter kalman
dalam mengestimasi nilai state sistem tata udara presisi sudah menunjukkan
proses estimasi yang baik. Beberapa nilai kuadarat kesalahan untuk dua state
(state pertama dan state ketiga) yang masih relatif besar untuk variasi spectral
density gaussian noise terjadi karena pengaruh dari model linier sistem tata udara
presisi yang digunakan yang didapat dari proses sistem identifikasi.
Untuk output yang dihasilkan juga menunjukkan hasil estimasi filter
kalman mampu mengikuti set point yang diberikan. Output pertama ( 1 ) berupa
suhu yang harus dicapai dan nilai set pointnya diset pada nilai 23ºC, sedangkan
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
93
output kedua ( 2 ) merupakan kelembaban yang harus dicapai. Nilai set pointnya
diset pada nilai 0,4 atau 40%.
Gambar 4.22 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise sebesar 0.01
Gambar 4.23 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Spectral Density Gaussian Noise Sebesar 0.001
Berdasarkan grafik keluaran menunjukkan bahwa hasil estimasi telah
mampu mengikuti set point yang diberikan. Dan untuk spectral density gaussian
noise yang semakin kecil, menunjukkan performa hasil estimasi yang semakin
baik dan semakin mengikuti set point yang diberikan. Analisa selanjutnya
dilakukan dengan memperkecil noise sampai dengan nilai nol. Dari hasil
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
94
penelitian menunjukkan, filter kalman mampu mengestimasi secara sempurna
state pada sistem tata udara presisi, sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai
dengan set point yang diberikan.
Gambar 4.24 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar 0.0001
Gambar 4.25 Keluaran Pada Sistem Tata Udara Presisi dengan Spectral Density
Gaussian Noise Sebesar Nol
Dengan proses estimasi tanpa noise menunjukkan nilai keluaran yang
sama persis dengan nilai set point yang diberikan. Sehingga kalman filter dapat
digunakan untuk mengestimasi state pada sistem tata udara presisi.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
95
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hasil estimasi state sistem menggunakan algoritma Filter Kalman
tergantung dari model A, B, C, D sistem. Semakin linear model sistem,
maka hasil estimasi state akan semakin baik.
2. Hasil estimasi state sistem menggunakan algoritma Filter Kalman
dipengaruhi juga oleh besarnya spectral density gaussian noise yang ada
pada proses maupun pada pengukuran. Semakin kecil spectral density
gaussian noise yang ada pada proses maupun pengukuran, maka hasil
estimasi state sistem semakin baik.
3. Hasil estimasi state menggunakan algoritma Filter Kalman pada model
sistem CSTR menghasilkan estimasi state yang cukup bagus untuk
beberapa variasi spectral density gaussian noise yang diberikan.
4. Hasil estimasi state menggunakan algoritma Filter Kalman pada model
sistem tata udara presisi menghasilkan estimasi state yang cukup bagus
untuk beberapa variasi spectral density gaussian noise yang diberikan baik
secara sistem open loop maupun sistem cloosed loop.
5. Optimasi nilai matriks kovarian error proses (Q) dan matriks kovarian
error pengukuran (R) sangat diperlukan dalam setiap proses estimasi
menggunakan algoritma Filter Kalman.
6. Hasil optimasi matriks Q dan matriks R untuk model sistem CSTR yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
1 0
0.6 −0.1
dan = 10−3 ×
= 10−3 ×
0 1
−0.1 0.6
7. Hasil optimasi matriks Q dan matriks R untuk model sistem tata udara
presisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
3.60 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
0.00 3.60 0.01 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00
−0.1 0.01 3.60 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00
3 = 10−3 × 0.00 0.01 0.00 3.60 0.00 0.01 0.00 0.00
0.00 0.01 0.00 0.01 3.60 0.01 0.00 0.00
0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 3.60 0.00 0.00
0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 3.60 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 00.0 0.01 3.60
dan
3 = 10−3 ×
5 0
0 5
Universitas Indonesia
95
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
96
DAFTAR REFERENSI
[1] A. Tianoa, R.Suttonb, A. Lozowicki, W. Naeemb. (2007). Observer Kalman
filter identification of an autonomous Underwater vehicle, 2006. Elsevier.
Control Engineering Practice 15, 727–739
[2] A. Vasebi, S. M. T. Bathaee, M. Partovibakhsh. (2008). Predicting state of
charge of lead-acid batteries for hybrid electric vehicles by extended Kalman
filter, 2007. Elsevier. Energy Conversion and Management 49, 75–82.
[3] Brendan M. Quine. (2006). A derivative-free implementation of the extended
Kalman filter, 2006. Elsevier. Automatica 42, 1927–1934
[4] D. Loebis, R. Sutton, J. Chudley, W. Naeem. (2003). Adaptive tuning of a
Kalman filter via fuzzy logic for an intelligent AUV navigation system.
Elsevier. Control Engineering Practice 12 (2004) 1531–1539
[5] H. M. Al-Hamadi. (2011). Fuzzy logic voltage flicker estimation using
Kalman filter. Elsevier. Electrical Power and Energy Systems. Int J Electr
Power Energ Syst (2011), doi: 10.1016/j.ijepes.2011.10.024
[6] J. Kim. (2008). Identification of lateral tyre force dynamics using an extended
Kalman filter From experimental road test data. Elsevier. Control
Engineering Practice 17 (2009) 357–367
[7] John Valasek, Wei Chen. (2003). Observer/Kalman Filter Identication for
Online System Identcation of Aircraft. JOURNAL OF GUIDANCE,
CONTROL, AND DYNAMICS Vol. 26, No. 2, March–April 2003
[8] Jose de Jesus Rubioa, Wen Yub. (2006). Non linear system identification with
recurrent neural networks and dead-zone Kalman filter algorithm. Elsevier.
Neurocomputing 70 (2007) 2460–2466
[9] L. Boillereaux ,H. Fibrianto, J. M. Flaus. (2005). A switched Kalman filter
dedicated to Assisted pressure food thawing. Elsevier. Computers and
Electronicsin Agriculture 49 (2005) 392–406
[10] Mickael Hilairet, FrancoisAuger, Eric Berthelot. (2007). Speed and rotor flux
estimation of induction machines using a two-stage extended Kalman filter.
Elsevier. Automatica 45 (2009) 1819-1827
Universitas Indonesia
96
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
97
[11] Murat Barut. (2009). Bi Input-extended Kalman filter based estimation
technique for speed-sensorless control of induction motors. Elsevier. Energy
Conversion and Management 51 (2010) 2032–2040.
[12] Nicolas Boizot, Eric Busvelle, Jean-Paul Gauthier. (2010). An adaptive highgain observer for nonlinear systems. Elsevier. Automatica 46 (2010) 14831488
[13] Pratap R. Patnaik. (2004). The extended Kalman filter as a noise modulator
for continuous yeast Cultures under monotonic, oscillating and chaotic
conditions. Elsevier. Chemical Engineering Journal 108 (2005) 91–99
[14] Rizky P.A.N. (2011). Strategi lokalisasi mobile robot dengan menggunakan
Extended Kalman Filter pada lingkungan terstruktur. Depok: Departemen
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
[15] Salvatore A.Velardi, Hassan Hammouri, Antonello A. Barresi. (2009). In line
monitoring of the primary drying phase of the Freeze drying process in vial
by means of a Kalman filter based observer. Chemical engineering research
and design 87 (2009) 1409–1419
[16] Tae Yoon Um, Jang Gyu Lee, Seong Taek Park, Chan Gook Park. (2000).
Noise Covariances Estimation for Systems with Bias States. IEEE
Transactions on Aerospace and Electronic Systems, vol. 36, No. 1 January
2000.
[17] W. J. Sung, S. C. Lee, K. H. You. (2008). Ultra-precision positioning using
adaptive fuzzy-Kalman filter observer. Elsevier. Precision Engineering 34
(2010) 195–199
[18] WANG Jianlin, ZHAO Liqiang, YU Tao. (2010). On-line Estimation in Fedbatch Fermentation Process Using State Space Model and Unscented Kalman
Filter. PROCESS SYSTEMS ENGINEERING Chinese Journal of Chemical
Engineering, 18 (2) 258-264 (2010)
[19] Victor. (2011). Identifikasi Model Ruang Keadaan Multivariabel pada Sistem
Tata Udara Presisi Menggunakan Algoritma Subspace State-Space System
Identification (4SID). Depok: Departemen Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
98
[20] Weihua Li, Sirish L. Shaha, Deyun Xiao. (2007). Kalman filters in nonuniformly sampled multirate systems: For FDI and beyond. Elsevier.
Automatica 44 (2008) 199–208
[21] X. Luoa, I. M. Moroz. (2008). Ensemble Kalman filter with the unscented
transform. Elsevier. Physica D238 (2009) 549-562
[22] Yibing Wang, Markos Papageorgiou. (2004). Real-time free way traffic state
estimation based on Extended Kalman filter : a general approach. Elsevier.
Transportation Research Part B 39 (2005) 141–167
[23] Yongjin (James) Kwon, Yongmin Park. (2011). Improvement of vision
guided robotic accuracy using Kalman filter. Elsevier. Computers &
Industrial Engineering xxx (2011), doi:10.1016/j.cie.2011.11.018
[24] Zongbo Xie, Jiuchao Feng. (2011). Real-time nonlinear structural system
identification via iterated unscented Kalman filter. Elsevier. Mechanical
Systems and Signal Processing. doi:10.1016/j.ymssp.2011.02.005
[25] Zhuang Fu, M. F. Rahman. An Extended Kalman Filter Observer for the
Direct Torque Controlled Interior Permanent Magnet Synchronous Motor
Drive. IEEE. Volume 18, issue 1.
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
99
LAMPIRAN A
Grafik Perbandingan State Estimasi dengan State Sebenarnya dari Sistem
Tata Uadara Presisi Secara Open Loop Menggunakan Sinyal Kendali Data
RekamNoise
Sinyal0.1
Konstan dengan Berbagai
Spectral Density Gaussian
Variasi Spectral Density Gaussian Noise
State Pertama
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Kedua
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Ketiga
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Keempat
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
Universitas Indonesia
99
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
100
State Kelima
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Keenam
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Ketujuh
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
State Pertama
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.1
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
101
Spectral Density Gaussian Noise
0.01
State Pertama
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.01
State Kedua
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.01
State Ketiga
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.01
State Keempat
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
102
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
103
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise −
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
104
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
105
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise −
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
106
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
107
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise −
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.00001
State Ketiga
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.00001
State Keempat
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
108
State Kelima
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
State Keenam
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
109
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise −
State Pertama
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Ketiga
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Kedua
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Keempat
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
110
State Kelima
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Keenam
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.000001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
111
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise −�
State Pertama
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Kedua
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Ketiga
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Keempat
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
112
State Kelima
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Keenam
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density Gaussian
Noise 0.00000001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
113
Untuk Spectral Density Gaussian Noise Nol
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Kempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
114
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
115
LAMPIRAN B
Grafik Perbandingan State Estimasi dengan State Sebenarnya dari Sistem
Tata Udara Presisi Secara Open Loop Menggunakan Sinyal Kendali Data
Rekam Sinyal Random dengan Berbagai Variasi Spectral Density Gaussian
Noise
Spectral Density Gaussian Noise 0.01
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Keempat
State
Keempat
Untuk
Spectral
Density
Untuk
Spectral
Density
Gaussian Noise 0.01
Gaussian Noise 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
116
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
117
Spectral Density Gaussian Noise 0.001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
118
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
119
Spectral Density Gaussian Noise 0.0001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
120
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
121
Spectral Density Gaussian Noise Nol
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
122
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
123
LAMPIRAN C
Grafik Perbandingan State Estimasi dengan State Sebenarnya dari Sistem
Tata Uadara Presisi Secara Closed Loop Menggunakan Sinyal Kendali LQR
dengan Berbagai Variasi Spectral Density Gaussian Noise
Spectral Density Gaussian Noise 0.01
.
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
Universitas Indonesia
123
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
124
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.01
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
125
Spectral Density Gaussian Noise 0.001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
126
.
.
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
127
Spectral Density Gaussian Noise 0.0001
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
128
.
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise 0.0001
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
129
Spectral Density Gaussian Noise Nol
.
State Pertama
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Kedua
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Ketiga
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Keempat
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
130
.
State Kelima
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Keenam
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Ketujuh
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
State Kedelapan
Untuk Spectral Density
Gaussian Noise Nol
Universitas Indonesia
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
131
LAMPIRAN D
PERBANDINGAN BESARNYA KUADRAT KESALAHAN STATE ESTIMASI SISTEM TATA UDARA PRESISI ANTARA
PENGGUNAAN ALGORITMA MATRIKS KOVARIAN DENGAN PENENTUAN SECARA MANUAL
Untuk Spectral Density Gaussian Noise 0.0001
No.
State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
Algoritma Kovarian
Q = 0.05 � eye(8)
Q = 0.5 � eye(8)
Q = 0.005 � eye(8)
Q = 0.0005 � eye(8)
0.0018
State 1
0.0017
R = 0.005 � eye(2)
0.0014
R = 0.005 � eye(2)
0.0022
R = 0.005 � eye(2)
0.0045
R = 0.005 � eye(2)
State 2
3.6804 � 10−4
2.8982 � 10−4
3.7365 � 10−4
4.7387 � 10−4
3.0330 � 10−4
1.6506 � 10−5
1.6422 � 10−5
2.5254 � 10−5
2.2595 � 10−5
1.8086 � 10−5
3.9507 � 10−6
6.1595 � 10−6
1.9181 � 10−5
1.6091 � 10−5
3.6732 � 10−5
State 3
State 4
State 5
State 6
State 7
State 8
0.0016
1.0576 � 10−5
6.6218 � 10−6
1.3430 � 10−6
0.0021
1.2871 � 10−5
7.2399 � 10−6
1.7317 � 10−6
0.0053
2.0419 � 10−5
1.4283 � 10−5
3.3886 � 10−6
131
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
0.0090
1.0991 � 10−5
2.7211 � 10−5
7.0037 � 10−6
0.0016
9.5897 � 10−6
1.6899 � 10−5
2.0151 � 10−6
Universitas Indonesia
132
Untuk Spectral Density Gaussian Noise 0.01
No.
State
Besarnya Kuadrat Kesalahan
Algoritma Kovarian
Q = 0.05 � eye(8)
Q = 0.5 � eye(8)
Q = 0.005 � eye(8)
Q = 0.0005 � eye(8)
0.2308
State 1
0.1413
R = 0.005 � eye(2)
0.2722
R = 0.005 � eye(2)
0.2121
R = 0.005 � eye(2)
0.1881
R = 0.005 � eye(2)
State 2
0.0254
0.0528
0.0415
0.0300
0.0383
State 3
0.2577
0.2649
0.2951
0.3246
0.1301
State 4
0.0018
0.0020
0.0017
0.0019
0.0022
State 5
0.0010
0.0015
0.0018
0.0012
0.0022
State 6
4.7466 � 10−4
7.2221 � 10−4
0.0018
0.0012
0.0011
0.0012
6.9232 � 10−4
0.0010
0.0012
1.9790 � 10−4
2.0978 � 10−4
2.1737 � 10−4
2.4307 � 10−4
1.9930 � 10−4
State 7
State 8
7.3702 � 10−4
132
Desain filter..., Antoni Aldila, FT UI, 2012
Universitas Indonesia