Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi diabetes mellitus gestational (GDM) menurut World Health Organization (WHO) dengan sedikit modifikasi yang telah dilakukan oleh American Diabetes Association (ADA), adalah intoleransi glukosa pada waktu kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan. Estimasi kasus diabetes mellitus berdasarkan prevalensi global pada tahun 1995 adalah kira-kira 135 juta orang manakala projeksinya ke tahun 2025 akan menunjukkan angka peningkatan yaitu kira-kira 300 juta. Kira-kira 135,000 wanita hamil yang mengalami GDM setiap tahun yaitu kira-kira 3-5%. Bagi data statistik bagi kasus GDM di Indonesia , penulis tidak bisa mendapat datanya karena tidak ada penelitian yang sahih telah dilakukan di negara Indonesia mengenai GDM.1 Faktor risiko dapat mempengaruhi insidensi GDM. Menurut data skrining dan diagnosis GDM yang dikeluarkan oleh ADA, 2008 Standard of Medical Care, pada wanita ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur dan Asia Selatan mempunyai risiko mendapat GDM berada di kategori sedang. Mereka perlu melakukan melakukan tes gula darah pada kehamilan 24 - 28 minggu. Ditambah lagi, risiko mendapat GDM pada ibu hamil yang umurnya kurang dari 21 tahun adalah 1%, lebih dari 25 tahun adalah 14%, umur ibu diantara 21 – 30 tahun adalah kurang dari 2% dan pada ibu yang umurnya lebih dari 30 tahun adalah 8 -14% mengikut statistik yang didapatkan dari buku Diabetology of Pregnancy, oleh M.Porta, F.M. Matschinsky Vol 17 dengan tahun publikasi 2005. Dengan ini, kita bisa merangkupkan wanita di Negara Asia atau di Negara Indonesia sendiri menpunyai risiko untuk mendapat GDM dan pada lingkupan usia lebih dari 25 tahun mempunyai risiko tinggi mendapat GDM.2 Teknik skrining dianjurkan bagi semua wanita hamil menurut American Diabetes Association (2005) dengan memberikan pasien dengan 50 g beban glukosa oral, dan kadar gula darahnya diperiksa 1 jam kemudian. Bila kadar glukosa plasma lebih dari 140 mg/dl maka perlu dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa 3 jam. Tes ini cukup efektif untuk mengidentifikasikan wanita dengan diabetes gestational. Tes toleransi glukosa oral adalah tes dimana pasien diberikan 100 g beban glukosa oral, kemudian diperiksa kadar gula darahnya dengan hasil pada pasien normal. Standar-standar pengukuran kadar gula darah yang telah ditentukan oleh American Diabetes Association adalah pada keadaan puasa ialah < 95 mg/dl, pada jam 1 ialah <180mg/dl, pada jam 2 <155mg/dl dan akhirnya pada jam 3 <140mg/dl. Bila ditemukan 2 nilai abnormal maka ibu tersebut menderita diabetes mellitus. Tes tesebut dilakukan pada awal kehamilan kemudian diulangi pada usia kehamilan 34 minggu.1 Dengan ini, komplikasi yang bakal yang dihadapi oleh ibu GDM berdasarkan statistik yang dipublikasi di buku A Practical Manual of Diabetes In Pregnancy, oleh David R. McCance, Micheal Maresh dan Davis A. Sacks dengan tahun publikasi 2010 menyatakan bahwa ibu-ibu GDM, kira-kira 1,7% dapat menyebabkan mortilitas perinatal, 4,3% melahirkan anak secara cesarean, 7,3% melahirkan anak yang berat badan lahirnya lebih dari 4,5kg dan 23,5 % bisa menimbulkan kasus distosia bahu saat dilahirkan bayi. Tambahan lagi, komplikasi-komplikasi yang bisa terjadi kepada neonates yang ibunya mengalami GDM adalah gangguan pada sistem saraf pusat (18,4%), penyakit jantung congenital (21,0%), penyakit respiratori (7,9%), atresia intestitum (2,6%), defek pada kandung kemih dan ginjal (11,8%), atresia anal (2,6%), defisiensi anggota gerak atas (3,9%), defisiensi anggota gerak bawah (6,6%), kelainan di spinal bagian atas dan bawah (6,6%) dan disgenesis kaudal (5,3%). Penelitian ini telah dibahaskan oleh Dr. Nam-Han Cho, Associated Professor of Preventive Medicine Director for Centre For Clinical Epidemiology dari Ajau University School of Medicine Suwon, Korea.3 Akhirnya dari segi antenatal care bagi ibu yang menghidap GDM, mengikut data dari buku A Practical Manual of Diabetes In Pregnancy, oleh David R. McCance, Micheal Maresh dan Davis A. Sacks dengan tahun publikasi 2010; Tempe et al, tahun 2006 yang penelitiannya dilakukan pada ibu dengan diabetes tipe 1 mendapati ibu yang tidak lakukan antenatal care mempunyai kecederungan 14,2% partus kurang dari 34 minggu berbanding yang melakukan antenatal care yaitu 5% sahaja. 43,4 % bayi dilahirkan makrosomia bagi ibu yang tidak melakukan antenatal care berbanding yang melakukan antenatal care adalah 44% dan bagi kasus pre-eklampsia pula 12,7% kasus bisa ditemui kalau ibunya tidak melakukan antenatal care manakala yang melakukan antenatal care adalah 13,1%.3 Berdasarkan data-data yang dikumpul dari pelbagai penelitian , jelas sekali ibu hamil di negara ASEAN mempunyia risiko tinggi untuk mendapat GDM. Maka dari itu, penulis ingin menyusun dan membahas tentang diabetes mellitus gestasional agar dapat bermanfaat dikemudian hari baik bagi penulis, tenaga medis, maupun khalayak lainnya. Tujuan Penulisan Meningkatkan lagi tahap kesadaran tenaga medis khususnya ko-assisten dokter tentang GDM yang kurang diberikan perhatian di negara-negara Asian. Mengurangkan prevalensi dan insidensi berlakunya GDM yang bisa menyebabkan komplikasi yang berat dengan mengedukasi ko-assisten dokter BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.1,6 2.2 Klasifikasi Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu: 1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil 2. Si Ibu mengalami/menderita DM saat hamil Adapun klasifikasi DM dengan kehamilan menurut Pyke:3 Kelas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. Kelas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. Kelas III: Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer. Gambar 1. Proses Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe II Sekitar 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I). 2.3 Etiologi Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta (organ yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) yang membantu pergeseran nutrisi dari ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk mencegah ibu dari mengalami gula darah rendah. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar gula darah yang lebih tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa bagi memproduksi sumber energi.2 Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun, jika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek dari peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik, mengakibatkan GDM.1 2.4 Faktor Resiko Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan:3 Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal). Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black, penduduk asli Amerika, atau Asia). Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes). Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes). Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4 kg. Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati. Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya. Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (suatu kondisi yang disebut polihidramnion). Banyak wanita yang mengalami GDM tidak memiliki faktor risiko yang diketahui. Gambar 2. Gambaran Janin dengan Ibu Diabetes Mellitus Gestasional Efek yang ditimbulkan akibat diabetes melitus gestasional antara lain : Preeklampsia ( naiknya tekanan darah dalam kehamilan ) Polihidramnion ( jumlah air ketuban banyak ) Meningkatkan persalinan dengan bedah cesar akibat bayi besar Bayi kuning akibat perusakan sel darah merah yang berlebihan Bayi lahir premature Patofisiologi Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan KH yang menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapar berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan human plasenta laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan dalam pengendalian diabetes4,5,6. Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks. Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG1,5,7 Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta. Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi. 2.6 Gejala Klinis Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus) diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk menangani gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi glukosa atau intoleransi karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk:1 a. Gula dalam urin b. Sentiasa rasa haus c. Sering buang air kecil d. Kelelahan e. Mual f. Sering infeksi kandung kemih, vagina dan kulit g. Penglihatan kabur 2.7 Pemeriksaan Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) adalah rutin untuk semua wanita hamil. Tes ini juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil.3 Prosedur pemeriksaan bagi Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol. Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam. Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut : Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah. Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.8 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium Penggunaan obat-obatan tertentu Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah. Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan. Intepretasi hasil Lab TTGO bagi GDM Puasa : 95 mg / dL atau lebih tinggi Jam Pertma: 180 mg / dL atau lebih tinggi Jam Kedua: 155 mg / dL atau lebih tinggi Jam Ketiga: 140 mg / dL atau lebih tinggi Diagnosa Tes Toleransi glukosa oral (TTGO) yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis GDM di Amerika Serikat adalah TTGO, 3-jam-g 100. Menurut kriteria diagnostik yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA), GDM didiagnosa jika kadar plasma dua atau lebih glukosa memenuhi atau melebihi ambang batas berikut: konsentrasi glukosa puasa 95 mg / dl, kadar glukosa 1-jam 180 mg / dl , 2-jam glukosa konsentrasi 155 mg / dl, atau 3 jam konsentrasi glukosa 140 mg / dl. Tetapi nilai-nilai ini lebih rendah daripada batas yang direkomendasikan oleh National Diabetes Data Group dan didasarkan pada Carpenter dan modifikasi Coustan. Rekomendasi ADA juga mencakup penggunaan-g OGTT-jam 75 2 dengan batas glukosa yang sama terdaftar untuk berpuasa, 1-jam, dan jam nilai 2. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kriteria diagnostik, yang digunakan hanya di negara di luar Amerika Utara, didasarkan pada TTGO 75-g 2-jam. GDM didiagnosa oleh WHO kriteria jika baik glukosa puasa> 126 mg / dl atau glukosa 2 jam adalah> 140 mg / dl.2 Penilaian risiko untuk GDM harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama. Wanita dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan risiko tinggi GDM (obesitas ditandai, sejarah pribadi GDM, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat diabetes) harus menjalani pengujian secepat mungkin. Jika mereka ternyata tidak memiliki GDM pada skrining awal, mereka harus diuji ulang antara minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28. Perempuan risiko sedang harus memiliki pengujian dilakukan pada minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28.4 Status pasien yang mempunyai risiko rendah tidak memerlukan pengujian glukosa, tapi kategori ini terbatas pada wanita-wanita yang memenuhi seluruh karakteristik berikut: Usia <25 tahun. Berat badan normal sebelum hamil. Anggota kelompok etnis dengan prevalensi rendah GDM. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai diabetes. Tidak ada riwayat toleransi glukosa abnormal. Tidak ada riwayat hasil obstetri buruk. Jika tingkat glukosa plasma puasa > 126 mg / dl (7,0 mmol / l) atau glukosa plasma santai > 200 mg / dl (11,1 mmol / l) memenuhi ambang batas normal untuk diagnosis diabetes, dan dapat dikonfirmasi pada hari seterusnya, maka tidak perlu untuk lakukan test menentukan kadar glukosa yang lain. Maka bagi pasien tidak menunjukan sebarang tanda hiperglikemia, evaluasi untuk GDM pada wanita dengan karakteristik risiko sedang atau risiko tinggi harus mengikuti salah satu dari dua pendekatan:8 Lakukan tes diagnostik toleransi glukosa oral (TTGO) tanpa plasma sebelumnya atau skrining serum glukosa. Pendekatan langkah pertama ini adalah paling efektif pada pasien berisiko tinggi atau populasi (misalnya beberapa kelompok asli-Amerika). Melakukan pemeriksaan awal dengan mengukur plasma atau serum glukosa 1 jam setelah beban glukosa 50-g oral (glucose challenge test [GCT]) dan melakukan TTGO diagnostik pada subset dari perempuan yang mempunyai nilai ambang glukosa yang lebih tinggi dari di GCT tersebut. Ketika dua langkah pendekatan yang digunakan, nilai ambang glukosa> 140 mg / dl (7,8 mmol / l) mengidentifikasi sekitar 80% wanita dengan GDM, dan hasil yang meningkat menjadi 90% dengan menggunakan cutoff dari> 130 mg / dl (7,2 mmol / l). Dengan pendekatan baik, diagnosis GDM didasarkan pada sebuah TTGO. Kriteria Diagnostik untuk-g TTGO 100 berasal dari karya asli O'Sullivan dan Mahan, dimodifikasi oleh Carpenter dan Coustan.Atau, diagnosis dapat dibuat dengan menggunakan beban glukosa g-75 dan daftar nilai ambang glukosa puasa, jam 1, dan jam 2, namun tes ini tidak serta divalidasi untuk deteksi-risiko bayi di atau ibu sebagai TTGO100-g. Tabel 2.1: Kriteria Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) Kriteria 1964 O’Sullivan & Mahan 1979 NDDG 1999 WHO 2000 ADA 2001 ADA Medium dan Waktu Darah lengkap 100g-3j (mmol/l, (mg.dL))† Plasma 100g-3j (mmol/L (mg/dL))† Plasma 100g-3j (mmol/L (mg/dL))† Plasma 75g-2j (mmol/L (mg/dL))‡ Plasma 100g-3j (mmol/L (mg/dL))† Plasma 72g-2j (mmol/L (mg/dL))† Puasa ≥5.0 (90) ≥5.8 (105) ≥5.8 (105) <7.0 (126) ≥5.3 (95) ≥5.3 (95) Jam Pertama ≥9.2 (165) ≥10.6 (190) ≥10.6 (190) ≥10.0 (180) ≥10.0 (180) Jam Kedua ≥8.1 (145) ≥9.2 (165) ≥9.2 (165) >7.8 (140), ≤11.1 (200) ≥8.6 (155) ≥8.6 (155) Jam Ketiga ≥6.9 (125) ≥8.1 (145) ≥8.1 (145) ≥7.8 (140) Keterangan: ADA : American Diabetic Association; WHO : World Health Organization; NDDG : National Diabetes Data Group † : Perlukan dua nilai elevasi untuk diagnosis ‡ : Perlukan satu nilai elevasi untuk diagnosis 2.9 Komplikasi Komplikasi akibat GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi janin termasuk makrosomia, hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan bawaan, hiperbilirubinemia, polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan pernapasan. Makrosomia, yang didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi pada 20-30% bayi yang ibunya menderita GDM. Faktor-faktor lain yang dapat diperlihat pada ibu yang memicukan peningkatan insiden kelahiran janin makrosomia termasuk hiperglikemia, Body Mass Index (BMI) tinggi, usia yang lebih tua, multiparitas. Dengan ini, kasus makrosomia dapat menyebabkan untuk morbiditas janin meningkat sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu, dan meningkatkan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat terjadi dalam beberapa jam setelah dilahirkan . Hal ini adalah karena ibu yang hiperglikemia dapat menyebabkan janin hiperinsulinemia.9 Komplikasi jangka panjang pada janin dengan ibu GDM termasuk peningkatan risiko intoleransi glukosa, diabetes, dan obesitas. Komplikasi pada ibu GDM meliputi hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipertensi ini mungkin terkait dengan resistensi insulin. Oleh karena itu, intervensi yang menunjukkan peningkatkan sensitivitas insulin dapat membantu mencegah komplikasi ini. Selain itu, wanita dengan riwayat GDM memiliki peningkatan risiko diabetes setelah kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, dengan tingkat konversi hingga 3% per tahun.5 2.10 Penatalaksanaan Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara seorang ahli penyakit dalam, ahli obstetri, ahli gizi dan dokter spesialis anak. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan angka kesakitan maternal, kesakitan dan kematian perinatal dan hanya dapat tercapai apabila keadaan normoglikemia dicapai dan dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.10 Sasaran normoglikemia pada DMG adalah kadar glukosa plasma vena puasa < 105 mg% dan dua jam sesudah makan < 120 mg%. Untuk mencapainya dapat dilakukan dengan :4,5,6,7,13 a. Pengaturan diet yang sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh ahli gizi. b. Memantau glukosa darah sendiri di rumah dan edukasi c. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan diet Pengaturan diet Diet merupakan tahap awal penting pada penatalaksanaan DMG dan bertujuan a) mencapai normoglikemia dan b) menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang optimal. Perlu selalu diingat bahwa menyusun diet pada DMG tidak semata-mata untuk mencapai normoglikemia, tetapi pengaturan diet baik jumlah kalori maupun komposisi makanan harus diperhitungkan untuk pertumbuhan janin agar menghasilkan bayi yang sehat. 5,7,11,12 1. Jumlah kalori dan komposisi makanan Jumlah kalori yang dibutuhkann antara 30-35 kkal/kg berat badan ideal yang diperhitungkan dengan menggunakan indeks Broca (1800 – 2500 kcal/hari). Jumlah kalori ini terdiri atas 60-70% hidrat arang, 10-15% protein dan sisanya lemak 20-25%. Jumlah kalori tersebut diberikan dalam enam kali makan. Pembatasan karbohidrat untuk 35-40% dari kalori telah terbukti menurunkan kadar glukosa ibu dan memperbaiki kondisi ibu dan janin.10 Gambar 4. Diet Sehat untuk Penderita DM 2. Memantau diabetes terkendali Di klinik yang maju, semua pasien DMG diajar untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) tampaknya lebih unggul dibandingkan pemantauan intermiten di rumah sakit. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Hal ini mempermudah mencapai normoglikemia dan bagi mereka yang mendapat tambahan insulin akan memberikan keuntungan untuk mencegah reaksi hipoglikemia berat. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi tergantung pada terapi. Waktu yang bermanfaat untuk pemantauan adalah saat sebelum makan dan waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari), diantara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan ketika mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Disamping itu dilakukan juga pemeriksaan HbA1c secara berkala setiap 8 - 12 minggu untuk menilai efek terapi sebelumnya. Kriteria pengendalian DM baik bila HbA1c < 6,5%, sedang bila 6,5 – 8% dan buruk bila > 8%. Pemeriksaan dianjurkan sedikitnya 2 kali setahun4,5,7,11 3. Insulin Jika dengan pengaturan makan selama dua minggu tidak mencapai sasaran normoglikemia maka insulin harus segera dimulai. Pasien DMG yang ditemukan setelah umur kehamilan 28 minggu dengan kadar glukosa darah puasa. > 130 mg% dianjurkan agar segera dimulai dengan insulin oleh karena pengobatan setelah 30 minggu sulit untuk mencegah hiperplasia sel beta dan hiperinsulinemia janin.5 Umumnya insulin dimulai dengan dosis kecil, dan meningkat dengan meningkatnya usia kehamilan. Insulin yang dipakai adalah human insulin. DMG dengan hiperglikemia hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam. Pasien dengan hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan insulin kombinasi kerja menengah dan kerja cepat, pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3 diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Hanya pada keadaan tertentu dimana belum terkendali dengan pemberian 2 kali perlu diberikan 4 kali sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin kerja menengah pada malam hari sebelum tidur.10 Gambar 3. Lokasi Penyuntikan Insulin pada Wanita Hamil Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis regimen insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM. Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat mengidentifikasi sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia dengan tidak adanya terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama pada kehamilan dengan ibu kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8 mmol / l).9 Agen penurun glukosa oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan. Namun, dalam satu percobaan klinis yang membandingkan penggunaan insulin dan glyburide pada wanita dengan GDM menunjukkan ia tidak mampu memenuhi tujuan glikemik pada MNT . Semua pasien berada di luar trimester pertama kehamilan di inisiasi terapi. Glyburide tidak disetujui FDA untuk pengobatan GDM dan studi lebih lanjut diperlukan dalam populasi pasien yang lebih besar untuk membukti keamanannya.5 Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan :9 Pengukuran tinggi fundus uteri. Mendengarkan denyut jantung janin secara khusus memakai ultrasonografi (USG) dan kardiotokografis (CTG). Penilaian menyeluruh janin dilakukan dengan skor fungsi dinamik janin plasenta. Skor < 5 merupakan tanda gawat janin. Penilaian ini dilakukan setiap minggu sejak umur kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan gawat janin merupakan indikasi untuk malakukan persalinan secara seksio sesarea. Pada saat seksio sesarea, penatalaksanaan ibu DMG dikerjakan seperti yang lazim pada pasien DM dengan pembedahan Janin yang sehat (skor FDJP > 6 ) dapat dilahirkan pada umur kehamilan 38 minggu dengan persalinan biasa. Memperpanjang umur kehamilan akan meningkatkan insiden fetal makrosomia dan seksio sesarea sehingga dianjurkan persalinan pada umur kehamilan 38 minggu. Ibu hamil DMG tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normal > 12 kali/12 jam). Bayi dari ibu yang DMG memerlukan perawatan khusus. Bila diperlukan terminasi kehamilan harus dilakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan paru janin (bila umur kehamilan < 38 minggu). Kehamilan dengan DMG yang berkomplikasi (hipertensi, preeklampsia, kelainan vaskuler infeksi seperti glomerulonefritis, sistitis, moniliasis) harus dirawat sejak umur kehamilan 34 minggu. Pasien DMG yang berkomplikasi biasanya memerlukan insulin. Umumnya kadar gula darahnya mudah terkendali, kecuali jika ada komplikasi. Program latihan fisik yang sedang telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi glukosa ibu pada wanita dengan GDM. Meskipun dampak latihan komplikasi neonatal menunggu uji klinis yang ketat, efek penurun glukosa menguntungkan menjamin rekomendasi bahwa perempuan tanpa kontraindikasi medis atau obstetri didorong untuk memulai atau melanjutkan program latihan sederhana sebagai bagian dari pengobatan untuk GDM. Gambar 5. Olahraga untuk Wanita dengan Diabetes Gestasional GDM tidak dengan sendirinya merupakan indikasi untuk kelahiran certio cesearan atau untuk partus sebelum 38 minggu kehamilan. Perpanjangan masa kehamilan 38 minggu meningkatkan risiko makrosomia janin tanpa mengurangi tingkat bedah caesar, sehingga melahirkan janin pada minggu 38 dianjurkan tetapi kondisi obstetric harus pertimbangan. Menyusui, seperti biasa, harus didorong pada wanita dengan GDM.10 Monitor / Surveilans (Antenatal Care) Surveilans metabolik ibu harus diarahkan dalam mendeteksi hiperglikemia parah cukup untuk menentukan kadar risiko efek pada janin. Pemantauan diri glukosa darah harian (SMBG) tampaknya lebih unggul mengetahui kadar gula darah yang benar. Bagi wanita yang diobati dengan insulin, bukti-bukti terbatas menunjukkan bahwa pemantauan postprandial lebih unggul dari pemantaun preprandial. Pemantauan keton urin mungkin berguna dalam mendeteksi kalori yang tidak memadai atau asupan karbohidrat pada wanita diperlakukan dengan pembatasan kalori. Surveilans ibu harus mencakup tekanan darah dan protein urin pemantauan untuk mendeteksi gangguan hipertensi.9 Surveilans harus dipertingkatkan bagi kehamilan berisiko tinggi kerana dapat menyebabakan kematian pada janin , terutama ketika kadar glukosa puasa melebihi 105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau jangka masa kehamilan berlanjut. Inisiasi, frekuensi, dan teknik khusus yang digunakan untuk menilai kesejahteraan janin akan tergantung pada risiko kumulatif janin bergantung dari GDM dan kondisi medis lain / kondisi obstetri yang hadir.4 Penilaian pertumbuhan janin asimetris dengan ultrasonografi, terutama di awal trimester ketiga, dapat membantu dalam mengidentifikasi janin yang dapat manfaat dari terapi insulin ibu. ADA merekomendasikan semua wanita dengan GDM harus diskrining untuk intoleransi glukosa dari pada minggu ke enam sampai ke dua belas setelah melahirkan. Pada wanita yang mendapat kelainan pada kadar glukosa darah selama kehamilan memiliki risiko terbesar untuk mendapat intoleransi glukosa postpartum. Semua wanita dengan riwayat gestational diabetes harus dididik tentang modifikasi gaya hidup dan risiko akibat resistensi insulin.13 Jika hasil pada minggu ke enam setelah melahirkan janin menunjukkan gangguan glukosa puasa atau toleransi, pasien harus diuji ulang setiap tahun. Semua wanita dengan GDM harus menerima intensif terapi dan latihan program individu ditentukan karena mereka mempunyai risiko tinggi terkena diabetes. Mereka perlu dirujukan pada para medis dengan keahlian dalam pendidikan dan perawatan diabetes dewasa untuk wanita dengan kelainan kadar glukosa pada postpartum.10 17