Mata Kuliah
SKS
Semester
Program Studi
: Pencemaran Udara
:2
:V
: Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
Haryono S Huboyo
M.Arief Budihardjo
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
A.TINJAUAN MATA KULIAH
1.Deskripsi Singkat
Mata Kuliah Pencemaran Udara merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa
program strata 1 (S-1) semester IV Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Mata Kuliah ini berkaitan dengan mata kuliah sebelumnya
yaitu Satuan Operasi, Mekanika Fluida dan Termodinamika. Mata kuliah ini
menjadi
pengantar
untuk
memahami
mata
kuliah
manajemen
rekayasa
lingkungan, pemantauan dan analisis kualitas udara dan pencemaran udara dalam
ruang. Didalamnya dibahas tentang konsep dari pencemaran udara, sumbersumber pencemar, perilaku udara, efek dari zat pencemar terhadap lingkungan,
pengaruh, meteorology terhadap penyebaran polutan, model penyebaran dan
transport polutan, cara pengambilan sampel kualitas udara, monitoring kualitas
udara, teknik kontrol pencemaran udara dan alat-alat yang digunakan untuk
mengontrol pencemaran udara.
2. Relevansi ( Kegunaan)
Dalam merancang pengelolaan kualitas lingkungan, pengelolaan kualitas udara
termasuk dalam parameter penting yang harus ditinjau. Berbagai aktivitas manusia
baik di dunia industri, perdagangan maupun domestik banyak yang mengemisikan
polutan udara. Untuk itu perlu dikaji oleh mahasiswa tentang besaran pencemaran
udara yang ditimbulkan. Identifikasi pencemar merupakan langkah awal dalam
pengelolaan kualitas udara ini. Tentunya pemahaman tentang klasifikasi
pencemar, transport dan transformasi pencemar menjadi pengetahuan yang wajib
dimiliki pada awal perkuliahan.
Di dunia nyata, faktor meteorologis biasanya sudah tersedia oleh BMG, sehingga
dengan pemahaman tentang faktor ini akan mempermudah tentang analisis
kualitas udara. Monitoring sampel udara dan pemodelan pencemaran udara perlu
dikuasai untuk memahami analisis distribusi pencemaran sebagaimana dalam
perkiraan
dampak
terhadap
kesehatan
(mata
kuliah
Ekotoksikologi
dan
Pencemaran). Langkah-langkah pengendalian (basah-kering) menjadi keahlian
yang wajib dimiliki untuk melakukan analisis terhadap pemenuhan baku mutu dan
dampak kesehatan.
3.1 Standar Kompetensi
Mata kuliah ini mendukung pencapaian kompetensi dalam sikap dan perilaku
berkarya dalam struktur kurikulum Jurusan Teknik Lingkungan FT Undip.
Diharapkan mahasiswa yang telah menempuh kuliah ini akan mampu berpikir
kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan.
3.2 Kompetensi Dasar (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menggambarkan
fenomena pencemaran udara, menjelaskan aspek dasar meteorologi dalam
fenomena pencemaran udara menggambarkan isu monitoring pencemaran udara
menginventarisasi berbagai metode pengendalian pencemaran udara.
3.3 Indikator
Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap pertemuan/bahasan adalah akan
dapat :
•
isu pencemaran udara terkini serta manfaat dan relevansi pencemaran
•
udara di bidang teknik lingkungan.
•
dan partikel di atmosfer
menerangkan jenis-jenis pencemar partikel serta perilaku zat pencemar gas
•
dampak keberadaan zat pencemar di udara terhadap cuaca, ekologi
•
internasional)
•
kontribusi
•
pencemaran udara
berbagai standar peraturan pencemaran udara (regional, nasional dan
analisis sumber pencemar udara serta levelnya, inventory emisi dan
meteorologi udara di troposfer, microscale, mesoscale, macroscale
pengertian transport, dispersi, transformasi, model dispersi
•
kedudukan monitoring dalam manajemen kualitas udara (skala mikro, meso
•
dan makro)
•
polutan dan gas pembawa
•
metode pengendalian basah (wet scrubber)
•
kedudukan pengendalian dalam manajemen kualitas udara serta distribusi
metode pengendalian kering (settler, cyclone, EP, fabric filter)
metode pengendalian lain (absorpsi, adsorpsi, insinerasi)
B.POKOK BAHASAN I
KARAKTERISTIK ATMOSFER DAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA
I.1 SUB POKOK BAHASAN KARAKTERISTIK ATMOSFER DAN PERANANNYA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang komposisi bumi secara garis besar dan detail deskripsi
atmosfer yang meliputi komposisi, struktur vertikal serta manfaatnya.
1.1.2. Relevansi
Di dalam menganalisis perilaku pencemar dari permukaan bumi hingga ke receptor
serta model di atmosfer dibutuhkan pengetahuan tentang prinsip dasar atmosfer
ini. Untuk pengendalian pencemaran dan penilaian dampak kesehatan terhadap
fungsi ekologi terutama manusia, manfaat atmosfer bisa menjadi bahan
pertimbangan kebijakan pengendalian yang disusun. Sub pokok bahasan ini
merupakan dasar bagi semua mata kuliah yang berhubungan dengan pencemaran
udara di tingkat lanjut.
1.1.3.1
Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang atmosfer dan
manfaatnya ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi
dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan
tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas fenomena atmosfer,
presentasi studi manfaat atmosfer dan tugas mandiri tentang inventarisasi
kebijakan dunia demi konservasi atmosfer.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menggambarkan
fenomena atmosfer dan menjelaskan manfaat keberadaan atmosfer bagi
kehidupan di dunia.
1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian
Komposisi Lapisan Bumi
Bumi dapat dianggap terdiri dari lima bagian: yang pertama, atmosfer, berupa gas;
yang kedua, hidrosfir, berupa cairan; yang ketiga, keempat, dan kelima, litosfir,
mantel dan inti, sebagian besar berupa bahan padat. Walaupun komponenkomponen ini dihubungkan dengan secara terpisah dalam sesi ini, mereka masingmasing membentuk sebuah komponen dari sebuah sistem interaktif.
Atmosfer adalah lapisan luar yang mengelilingi badan planet yang padat. Meskipun
atmosfer memiliki ketebalan lebih dari 1100 km sekitar setengah dari massanya
dikonsentrasikan dalam kerendahan 5,6 km. Litosfir, utamanya terdiri dari kerak
bumi yang dingin, keras dan berbatu, membentang hingga kedalaman sekitar 100
km. Hidrosfir adalah lapisan air yang dalam permukaan Bumi. Mantel dan inti
merupakan bagian dalam bumi yang berat, yang membentuk sebagian besar
massa Bumi.
Bumi adalah planet ketiga dari Matahari dari mana bumi menerima hampir semua
tenaganya. Dikarenakan oleh atmosfernya, bumi merupakan satu-satunya planet
yang diketahui mempunyai kehidupan, walaupun sebagian dari planet-planet
lainnya memiliki atmosfer dan mengandung air.
Kondisi iklim ambien di bumi merupakan hasil dari sejumlah gerakan menuju ruang
angkasa. Bumi beserta satelitnya, bulan, juga bergerak bersama-sama dalam
sebuah orbit berbentuk ellips mengelilingi matahari. Bumi berputar pada porosnya
dari barat ke timur satu kali setiap kira-kira 23 jam 56 menit.
Selain dari gerakan-gerakan primer ini, ada komponen-komponen total gerakan
bumi yang lainnya. Mereka meliputi :
Perubahan waktu siang dan malam (dari timur ke barat); dan
Perputaran poros bumi, sebuah variasi periodik dalam iklinasi poros bumi
yang disebabkan oleh tarikan gravitasi matahari dan bulan.
Karena kemiringan poros bumi yang menuju ke orbitnya sebesar 23½o, maka
tampaknya ini yang menyebabkan matahari bergerak antara 23½o lintang utara
dan 23½ o lintang selatan. Ini cenderung mengakibatkan pengalaman-pengalaman
musim di berbagai tempat di atas permukaan bumi.
Litosfir
Di atas litosfir terletak atmosfer dan hidrosfir, atau air laut. Di bawahnya terletak
Atmosfer, lapisan bergerak yang secara realtif sempit dan padat, dalam mantel
atas.
Ahli Geologi membedakan sekitar 12 lempengan litosfir besar dan sejumlah besar
lempengan atmosfer kecil. Gerakan antara lempengan–lempengan terjadi
disepanjang zona yang relatif sempit di mana kekuatan tektonik lempengan berada
dalam kondisi paling aktif. Adalah zona ini, disepanjang mana diketemukan
mayoritas sangat besar kegiatan volkanik dan seismik di bumi.
Sementara itu litosfir termasuk tanah dan segala kandungannya, mineral-mineral
yang digunakan oleh manusia dan ciri-ciri kegiatan gunung berapi di kawasan
rawan, atmosfer yang mendasarinya dipercayai terdiri dari bahan setengah lebur
dan panas yang dapat melunak dan mengalir setelah diarahkan ke suhu dan
tekanan tinggi selama masa geologis.
Hidrosfir
Hidrosfir terdiri utamanya dari lautan, tetapi termasuk seluruh permukaan air di
dunia, meliputi lautan pedalaman danau, sungai, dan air bawah tanah. Uap air
dalam jumlah besar juga pernah ada di dalam atmosfer.
Atmosfer
Atmosfer merupakan campuran gas yang melingkungi setiap benda yang
berhubungan
dengan angkasa (seperti Bumi) yang memiliki medan gravitasi
kekuatan cukup untuk mencegah agar gas tidak lolos. Atmosfer adalah lapisan gas
yang menyebar dari permukaan lahan ke puncak atmosfer.
Banyak wilayah beriklim sedang yang mengalami 4 musim iklim berbeda, yang
ditentukan oleh posisi bumi dalam orbitnya mengelilingi Matahari. Keempat musim
tersebut, yaitu musim dingin, semi, panas, dan musim gugur digambarkan melalui
perbedaan-perbedaan
dalam
suhu
rata-rata
dan
panjangnya
siang
hari.
Penyebaran polutan dalam atmosfer bervariasi tergantung pada musim di
sebagian besar daerah.
Musim-musim terjadi karena poros bumi yang miring sehubungan dengan bidang
orbitnya mengelilingi matahari. Oleh karena itu Kutub Utara dan Kutub Selatan
masing-masing contong ke arah matahari mengalami siang lebih lama, lebih
banyak sinar matahari dan dianggap sedang mengalami musim panas. Belahan
bumi yang miring menjauhi matahari mengalami suhu rendah, siang yang lebih
pendek dan sedang mengalami musim dingin. Oleh karena itu musim panas
dibelahan bumi utara sama dengan musim dingin di belahan bumi selatan.
Perubahan-perubahan suhu dan panjangnya siang hari yang menyertai perubahan
musim adalah sangat berlainan di garis lintang yang berbeda. Di kutub, musim
panas adalah siang yang panjang dan musim dingin adalah malam yang panjang.
Sebaliknya, didekat khatulistiwa, siang dan malam masing-masing tetap sekitar 12
jam lamanya di sepanjang tahun. Perubahan lebih jauh dalam hasil pemanasan
adalah karena tebalnya atmosfer melalui mana sinar matahari harus lewat
sehubungan dengan sudut insidennya.
Komposisi Atmosfer
Unsur-unsur pokok atmosfer bumi adalah nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Gasgas atmosfer dalam sisanya yang 1% adalah argon(0,9%), karbondioksida
(0,03%), uap air dalam jumlah yang bervariasi, serta sejumlah sangat kecil dari
hidrogen, ozon, metan, karbonmonoksida, helium, neon, kripton, dan xenon.
Unsur-unsur pokok ini lebih lanjut ditunjukkan dalam tabel 1.1 dan 1.2 di bawah.
Struktur vertikal atmosfer
Studi mengenal sampel udara menunjukkan bahwa hingga ketinggian 90 km di
atas permukaan laut, komposisi atmosfer sebenarnya sama seperti permukaan
tanah. Homogenitas relatif ini dipertahankan oleh gerakan terus-menerus yang
dihasilkan oleh arus atmosfer yang mencegah kecenderungan gas-gas berat
mengendap di bawah gas-gas ringan.
Tabel 1.1 Gas-Gas Permanen Yang Menyatukan Atmosfer
Gas Permanen
Berat Molekuler
% Dari Volume
Nitrogen (N2)
Oksiigen (O2)
Argon (Ar)
Neon (Ne)
Helium (He)
Kripton (Kr)
Xenon (Xe)
Hidrogen (H2)
Metan (CH4)
Nitrogen Oksida (N2O)
28,016
31,999
39,942
20,192
4,003
33,800
131,300
2,016
16,043
44,105
78,110 + 0,004
20,953 + 0,001
0,934 + 0,001
(18,18 + 0,01) * 10-4
(5,24 + 0,04) * 10-4
(1,14 + 0,01) * 10-4
(0,087 + 0,001) * 10-4
0,5* 10-4
2 * 10-4
(0,5 + 0,1) * 10-4
Tabel 1.2 Gas-Gas Variabel Yang Membentuk Atmosfer
Gas Variabel
% Dari Volume
Uap (H2O)
Karbondioksida (CO2)
Ozon (O3)
Sulfur Dioksida (SO2)
Nitrogen Dioksida (NO2)
0 hingga 0,7
0,032
0 hingga 0,01
0 hingga 0,001
0 hingga 0,000002
Berdasarkan pada suhu, Atmosfer terdiri dari sejumlah lapisan sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar 1.1 di bawah ini.
Gambar 1.1 Lapisan Atmosfer dan Gradasi Suhu
(sumber : www.physics.isu.edu/.../kmdbbd/unit1_images.htm, Idaho State University Weather
and Climate)
Dalam lapisan terendah, yaitu troposfir, biasanya suhu menurunkan ke atas pada
tingkat kecepatan sekitar 5,5 oC per 1000 m. Ini merupakan lapisan di mana terjadi
sebagian besar awan dan cuaca sebagaimana kita mengalaminya di bumi.
Troposfir terbentang hingga sekitar 16 km di daerah tropis ( hingga suhu sekitar –
79oC) dan hingga sekitar 9,7 km dalam garis lintang cuaca sedang (hingga suhu
sekitar –5
o
C). Diatas troposfir terletak stratosfir. Di dalam stratosfir lebih rendah,
secara praktis sehunya lebih konstan atau sedikit naik seiring dengan
ketinggiannya, terutama di atas daerah tropis. Di dalam lapisan ozon suhu naik
dengan lebih cepat, dan permukaan laut, hampir sama dengan suhu di permukaan
bumi lapisan dari 50 hingga 80 km, disebut mesosfir, dan digambarkan oleh
tajamnya penurunan dalam suhu ketika ketinggiannya naik.
Dari penyelidikan-penyelidikan mengenai penyebarluasan dan refleksi gelombang
radio diketahui bahwa mulai pada ketinggian 80 km, radiasi ultraviolet, sinar - x,
dan hujan elektronik dari matahari mengionisasi beberapa lapisan atmosfer,
menyebabkan mereka menghantarkan listrik, lapisan-lapisan ini memantulkan
gelombang radio dari frekuensi tertentu kembali ke bumi. Karena konsentrasi ion
yang secara relatif tinggi dalam udara di atas 80 km, maka lapisan ini yang
membentang ke suatu ketinggian sebesar 640 km, disebut ionosfir. Ini juga disebut
termosfir, karena suhunya yang tinggi dalam lapisan ini (naik sekitar 1200o C pada
sekitar 400 km). Daerah dibawah ionosfir disebut eksosfir, yang membentang ke
sekitar 9600 km, batas luar dari atmosfer.
Manfaat atmosfer
Atmosfer melakukan sejumlah fungsi kritis dalam pelestarian kehidupan di bumi.
Mereka termasuk :
Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari
Lapisan atmosfer dari 19 hingga 48 ke atas mengandung lebih banyak ozon,
yang dihasilkan oleh tindakan radiasi ultraviolet matahari. Lapisan ozon ini
mulai diperdulikan pada awal tahun 1970-an ketika diketemukan bahwa
bahan
kimia
yang
dikenal
sebagai
khlorofluorokarbon
(CFC),
atau
khlorofluorometan , naik ke dalam atmosfer dalam jumlah besar.
Kepedulian ini berpusat pada kemungkinan bahwa senyawa-senyawa ini
melalui tindakan sinar matahari, dapat menyerang secara fotokimia dan
menghancurkan ozon stratosfir, yang melindungi permukaan bumi dari radiasi
ultraviolet yang berlebihan. Efek ini telah dibahas secara detil pada sesi
sebelumnya.
Air yang berpindah dari permukaan laut ke atmosfer dan daratan,
sebagaimana terlihat dalam siklus hidrologis
Gerakan air yang berkesinambungan antara bumi dan atmosfer dikenal
sebagai siklus hidrologis. Dibawah sejumlah pengaruh, dimana panas cukup
dominan, air diuapkan dari permukaanair dan daratan dan dilepaskan dari
sel-sel hidup. Uap ini bersirkulasi melalui atmosfer dan dijatuhkan dalam
bentuk hujan, atau salju.
Sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan
pertumbuhan
Pencemaran atmosfer oleh limbah atau produk samping gas, cairan atau
bahas padat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan kesehatan
serta kesejahteraan tanaman dan hewan, atau dapat menyerang bahanbahan, menurunkan daya penglihatan, atau menghasilkan bau-bau yang tidak
dikehendaki
Konsentrasi tinggi bahan-bahan berbahaya dalam kawasan pencemaran
yang tinggi dan, di bawah kondisi yang parah, dapat mengakibatkan luka-luka
dan bahkan kematian. Efek-efek eksposur jangka panjang pada konsentrasi
rendah tidak dapat dipastikan dengan baik, namun mereka yang paling
beresiko adakah anak-anak, orang tua, perokok pasif, pekerja yang
pekerjaannya memaksa mereka berhadapan dengan bahan-bahan beracun,
dan orang-orang yang sakit jantung dan paru-paru. Efek buruk pencemaran
udara lainnya adalah cedera potensial pada hewan ternak dan tanaman
pangan.
Untuk pencemaran udara, sebuah hubungan dose-response lazimnya
digunakan untuk menghubungkan perubahan-perubahan dalam tingkat
pencemaran ambien dengan hasil-hasil kesehatan. Studi bank dunia barubaru ini di Jakarta (Ostro 1994) dilakukan untuk mengestimasikan hubungan
dose-response guna memperkirakan hasil-hasil kesehatan di akarta.
Sebagai perantara emisi
Konsentrasi polutan turun oleh percampuran atmosfer, yang bergantung pada
kondisi cuaca seperti suhu, kecepatan angin, dan gerakan sistem tekanan
tinggi dan rendah dan interaksinya dengan topografi setempat, misalnya
gunung dan lembah. Sebagai perantara emisi, atmosfer perlu dilestarikan.
1.2.2. Latihan
Setelah anda melihat struktur vertikal gradasi suhu terhadap ketinggian seperti
gambar dibawah ini, dimanakah fenomena pencemaran udara terjadi dan pada
kisaran ketinggian berapa?
Jawab :
Dengan melihat gradasi temperatur, maka
akan terjadi pemerangkapan polutan dari
bumi
di
perbedaan
daerah
suhu
troposfer
yang
karena
berakibat
perbedaan kerapatan atmosfer.
Ketinggiannya sama dengan ketinggian
troposfer yaitu 10 km
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer!
2. Mengapa suhu memiliki pola gradasi terhadap ketinggian?
3. Jelaskan peranan Atmosfer bagi kehidupan di bumi!
4. Sebutkan gas apa saja yang cukup berperan dalam mencemari Atmosfer
(minimal 4 macam) !
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
1.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.4. Rangkuman
Atmosfer yang merupakan bagian dari trilogi komposisi bumi (hidrosfer, litosfir dan
Atmosfer) memiliki peran yang cukup strategis bagi kehidupan di bumi. Atmosfer
berperan dalam siklus musim, memberikan fungsi kenyamanan bagi kehidupan
dari komposisi kimianya, melindungi bumi dari radiasi sinar matahari dan
peranannya sebagai sink bagi pencemar-pencemar udara dari bumi.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1.Parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer adalah Nitrogen (78%
volume) dan Oksigen (20.9% volume)
2.Suhu dapat bergradasi terhadap ketinggian pada dasarnya dipengaruhi oleh
komposisi kimia yang ada di tiap ketinggian (dalam hal ini diwakili oleh 4 lapisan).
Keberadaan radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi akan diproses
berbeda pada tiap lapisan sesuai dengan kondisi komposisi dominan pada lapisan
tersebut.
3. Manfaat Atmosfer : Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari, berperan dalam
siklus hidrologis dari atmosfer dan daratan, sebagaimana terlihat dalam siklus
hidrologis, sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan
pertumbuhan dan sebagai perantara emisi.
4. Gas pencemar : SOx, NOx, CO, CFC
DAFTAR PUSTAKA
Neiburger, Morris. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan.
Ardino Purbu. Bandung. ITB.
Ostro (1994) and Resosudamo (1996) presented in the Integrated Vehicle
Emission Strategy Workshop October 16-18, 2001, Jakarta, Indonesia
Soemarno, Sri.H (1999), Meteorologi Pencemaran Udara, diktat kuliah GM ITB,
Penerbit ITB
SENARAI
I.2 SUB POKOK BAHASAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang definisi pencemaran udara, proses terjadinya dan identifikasi
sumber pencemar udara, karakterisasi pencemar udara baik partikulat maupun
gas
2.1.2. Relevansi
Di dalam identifikasi pencemaran udara dan menganalisis dampaknya, dibutuhkan
pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar, karakteristik fisik dan kimia
dari pencemar udara serta kemungkinan distribusinya di atmosfer.
1.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang identifikasi
sumber dan karakterisasi fisik-kimia partikulat-gas ini maka diharapkan mahasiswa
memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis,
mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas
fenomena pencemaran udara, presentasi kajian sumber pencemar di sekitar
lingkungan sendiri dan kuis tentang karakteristik fisik-kimia partikulat.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu mengidentifikasi
sumber pencemaran udara dan menganalisis besaran dampaknya.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Pendahuluan
Menurut Badan Lingkungan Hidup Dunia, United Nations Environmental Program
pada ahun 1992, Indonesia berada di urutan ketiga negara terpolusi di dunia
setelah Mexico dan Bangkok (UNEP, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kota –
kota di Indonesia mengindikasikan pencemaran udara yang cukup tinggi.
Pencemaran
udara
didefinisikan
sebagai
masuknya
satu
atau
lebih
kontaminan/polutan seperti debu, asap, bau, gas, dan uap ke atmosfer dalam
jumlah tertentu dan karakteristik tertentu serta dalam waktu tertentu pula yang
dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan menggangu
kenyamanan dalam kehidupan. Selain polutan – polutan tersebut, aktivitas
manusia juga berperan besar dalam polusi udara (Peavy, 1985).
Miller, G. Tyler (1982), mendefinisikan pencemaran udara adalah sebagian udara
yang mengandung satu atau lebih bahan kimia konsentrasi yang cukup tinggi
untuk membahayakan manusia, hewan, vegetasi atau material. Secara skematik
Pencemaran udara dapat diuraikan dalam 3 komponen dasar seperti diagram di
bawah ini (Seinfeld, 1975):
1
Sumber emisi
2
3
Atmosfer
Reseptor
Polutan
Transformasi kimia
Gambar 1.2 Proses Terjadinya Pencemaran Udara
Sumber Pencemar Udara
Udara di alam tidak pernah bersih tanpa polutan sama sekali. Berdasarkan
pengalaman empiris, perbedaan udara bersih dan tercemar bisa dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 1.3 Perbandingan Tingkat Konsentrasi antara
Udara Bersih dan Udara Tercemar
Komponen
Udara Bersih
Udara Tercemar
SOx
0.001 -0.01 ppm
0.02 – 2 ppm
CO2
310 – 330 ppm
350 – 700 ppm
CO
< 1 ppm
5 – 200 ppm
NOx
0.001 -0.01 ppm
0.01 – 0.5 ppm
HC
1 ppm
1 – 200 ppm
Partikel lain
Simpson, R. (1994).
3
10 – 20 kg/mm
70 – 700 kg/m3
Menurut
Warner
(1981)
pencemaran
udara
berdasarkan
sumbernya,
dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Polutan primer, terbentuk langsung dari emisi yang terdiri dari partikulat
berukuran < 10 mikron (PM 10), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida
(NO2), Karbon monoksida (CO) dan Timbal.
b. Polutan sekunder, merupakan bentuk lanjut dari pencemar primer yang
telah mengalami reaksi kimia di lapisan atmosfer yang lebih rendah.
Yang termasuk kepada kategori pencemar sekunder adalah ozon yang
dikenal sebagai oksidan fotokimia, garam sulfat, nitrat dan sebagainya.
Sementara Peavy (1985) menyatkan bahwa bahan pencemar udara dapat dibagi
menjadi polutan alami, campuran kimia, dan partikel . Sementara polutan partikel
dapat digolongkan sebagai partikulat seperti debu, asap dan gas (polutan gas
organik dan inorganik).
Dari pengelompokan tersebut, sumber-sumber emisi zat pencemar udara secara
diagramatis disajikan pada gambar berikut ini.
Gambar 1.3. Klasifikasi Sumber Emisi
(Sumber : Colls, 2002)
Wujud Fisik Pencemaran Udara
Partikulat
Keberadaan partikulat di atmosfer sebagian besar bersumber dari kendaraan
bermotor dan industri, selain itu partikulat juga dapat terbentuk di atmosfer dari
polutan gas. Efek partikulat terhadap kesehatan dan pengurangan jarak pandang
tergantung pada ukuran partikel dan komposisi kimia yang terkandung didalamnya.
Partikulat dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik (ukuran, bentuk formasi,
tempat terbentuknya, kecepatan mengendap, dll) dan sifat kimia berupa komposisi
organik atau anorganik (Hinds C. W, 2000).
Pada partikulat, kita mengenal beberapa substansi yang berupa fase cair dan
padat di atmosfer, yang berada dibawah kondisi normal. Partikulat mempunyai
ukuran yang mikroskopis atau submikroskopis tetapi lebih besar dari dimensi
molekul (Seinfeld, 1975).
Emisi partikulat tidak hanya dapat diemisikan dalam bentuk partikel, tetapi juga
dapat terbentuk dari kondensasi gas secara langsung atau melalui reaksi kimia.
Deskripsi tentang partikulat tidak hanya meliputi konsentrasinya, tetapi juga
meliputi ukurannya, komposisi kimianya, dan bentuk fisiknya.
Gambar 1.4 Partikulat Yang Diperbesar Ribuan Kali
Sejumlah cara dapat digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel, yang paling
sering digunakan adalah diameter equivalen. Disamping itu untuk partikel
nonspheric dinyatakan dengan equivalen spheres, berdasarkan kesamaan volume,
massa, dan kecepatan (Crawford, 1980).
Menurut Hinds C. W (2000) partikel secara umum dapat dibagi kedalam dua
bagian, yaitu:
1. Partikel halus (Fine partikel): Partikel berukuran lebih kecil dari 2,5 µm .
2. Partikel kasar (Coarse partikel): Partikel berukuran lebih besar dari 2,5 µm .
Menurut Crawford (1980) beberapa istilah yang dapat menggambarkan partikulat
berdasarkan pembentukan dan ukurannya adalah sebagai berikut:
1. Debu (dust)
Aerosol padat yang dibentuk akibat pemecahan mekanik material besar seperti
dari Crushing dan grounding. Ukuran partikelnya dari submikrometer sampai
visibel. Coarse particle berukuran > 2,5 µm, Fine particle berukuran < 2,5 µm.
2. Fume
Aerosol padat yang dibentuk dari kondensasi uap atau gas hasil pembakaran.
Ukuran partikelnya kurang dari 1 µm. Definisi ini berbeda dengan yang
diketahui secara umum yang didasarkan pada adanya noxious contaminant.
3. Asap (Smoke)
Aerosol visible yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Ukuran
partikelnya (padat atau cair) < 1 µm.
4. Kabut (Mist)
Aerosol cair yang terbentuk dari proses kondensasi atau atomisasi. Ukuran
partikelnya antara submikrometer hingga 20 µm.
Fog : Visible mist, smog : hasil reaksi fotokimia yang tercampur dengan uap
air. Ukuran partikelnya kurang dari 1 atau 2 µm. Merupakan gabungan dari
smoke dan fog.
5. Fly ash yang merupakan hasil pembakaran batu bara.
Rentang ukuran partikulat dapat diterangkan pada gambar berikut :
Dust
fly ash
Spray
fumes
smoke
mists
1000
100
10
1
0.1
0.01
0.001
mikrometer
Gambar 1.5 Ukuran Partikulat Dalam Mikrometer
Sumber : Peavy, 1985
Menurut Seinfeld (1975) berdasarkan kecepatan pengendapan, partikulat dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Partikulat tersuspensi: kecepatan pengendapannya sangat kecil sehingga
jenis ini tetap tersuspensi di udara selama 10-30 hari sebelum tersisihkan
melalui deposisi. Ukurannya berkisar antara kurang dari 1 hingga 10 mikron.
b. Partikulat terendapkan: ukurannya lebih besar dari 10 mikron dan lebih
berat.
Sumber emisi alami partikel yang penting termasuk debu tanah, proses vulkanis,
uap air laut, pembakaran liar dan reaksi gas-gas alami. Emisi partikulat tergantung
pada aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar dan dari industri,
sumber non industri (debu dari jalan, erosi oleh angin, dll) dan sumber transportasi.
Tabel 1.4 Sumber Emisi Partikulat dari Aktivitas Antropogenik di Amerika
Jenis Sumber
Emisi (Teragram/tahun)
Pembakaran bahan bakar dan proses industri
10
Emisi fugitiv proses industri
3.3
Emisi fugitiv bukan industri
110-370
Transportasi
Total
1.3
125-385
Sumber : US EPA, 2005.
Sumber emisi fugitif dari proses industri seperti penanganan, pengisian hingga
transfer material. Diperkirakan dari kompleks industri besi baja modern, 15 % emisi
TSP (Total Suspended Particulate) berasal dari stack, 25 % berasal dari debu
fugitif dan 60 % berasal dari debu jalan di dalam kompleks industri.
Emisi fugitif
dari sumber non industri (pada umumnya disebut fugitive dust)
disebabkan dari debu jalanan umum, proses pertanian, konstruksi, dan
pembakaran. Kecuali yang disebut terakhir, semua proses itu terjadi akibat
interaksi antara material dan mesin atau angin. Sumber debu fugitif banyak
terdapat didaerah pedesaan (US EPA, 2005).
Sumber transportasi terdiri dari 2 kategori: buangan knalpot kendaraan dan
sumber lainnya, seperti ban, kopling, dan rem. Pada tahun 1978, sumber TSP dari
transportasi mencapai 1300000 TG. 75 % dari total TSP ini berasal dari kendaraan
di jalan raya. Partikulat yang berasal dari mesin, sebagian besar terbentuk dari
timbal halida, sulfat, dan materi karbon yang berukuran < 1 µm. Keseluruhan TSP
dari sumber gerak roda 40 % berukuran < 10 µm (20% < 1 µm) yang komponen
utamanya terdiri dari karbon. Sumber TSP akibat pengereman berukuran < 1 µm
dan dibentuk terutama dari asbes dan karbon (US EPA, 2005).
Polutan gas
Beberapa kategori polutan adalah SO2, NO2, NO, dan CO. SO2 dihasilkan dari
pembakaran sulfur atau materi lain yang mengandung sulfur. Sumber utama gas
SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit listrik serta
beberapa industri lainnya. NOx terbentuk karena ada pembakaran di udara bebas.
Sumber berasal dari transportasi (sumber bergerak) serta sumber stasioner seperti
instalasi pembangkit tenaga listrik. Gas CO bersifat tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa yang disebabkan adanya pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan-bahan yang mengandung karbon. Instalasi pembangkit tenaga listrik dan
industri peleburan yang besar pada umumnya mampu mengoptimalkan setiap
pembakaran yang ada sehingga dapat mengurangi emisi CO (Cooper & Aley,
1986).
Tabel 1.5 Penyebab dari Emisi di Republik Federasi Jerman (1982)
Uraian
Satuan SO2
Dust
NOx
CH
CO
Σ
Lalu lintas
%
3.4
9.4
54.6
39.0
65.0
47.1
Rumah tangga
%
9.3
9.2
3.7
1.0
21.0
16.3
Keperluan lain
%
62.1
21.7
27.7
0.4
0.4
17.5
Industri
%
25.2
59.7
14.0
13.6
13.6
19.1
Industri Semen
%
< 0,1
1.0
1.5
< 0.1
< 0.1
0.4
Total
%
3.0
0.7
3.1
8.2
8.2
16.6
Sumber: Kroboth. K, 1986
2.2.2. Latihan
Identifikasi/perkirakan polutan yang berasal dari sektor transportasi, bagaimana
perilaku pencemarnya?
Jawab :
Emisi yang berasal dari sektor transportasi bisa berasal dari 2 kategori yaitu : dari
kendaraan (asap buangan, gesekan ban, kopling dan rem) dan luar kendaraan
(material jalan). Polutannya sangat beragam bisa berupa partikulat yang terdiri
atas timbal halida, sulfat, karbon, asbes. Bisa juga berupa gas seperti NOx,
CO,HC. Gas dan partikulat ini akan berada di udara begitu terlepas dari
sumbernya, ada yang terdeposisi di permukaan yang ada di sepanjang jalan, ada
yang berubah komposisi (bereaksi dengan unsur lain) dan ada yang terevaporasi.
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Jelaskan urutan proses terjadinya pencemaran udara!
2. Apakah perbedaan polutan yang tergolong primer dan sekunder?
3. Mengapa dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres?
4. Jelaskan pengertian emisi fugitif!
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.4. Rangkuman
Pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar dapat dimulai dari identifikasi
polutan primer-sekunder disamping polutan yang bersifat alami dan antropogenik.
Karakteristik
fisik
partikulat
dapat
dilihat
dari
bentuk
fisik,
kecepatan
aerodinamisnya, dan karakteristik kimia partikulat dapat dilihat dari kandungan
unsur kimianya. Partikel/partikulat digolongkan menjadi partikel halus dan kasar
dengan sumber yang berbeda pula. Polutan gas lebih spesifik untuk tiap
senyawanya dan tidak dibedakan secara ukuran karena hampir seragam
ukurannya. Karakteristik kimia lebih mengemuka untuk polutan gas karena
kespesifikan kimianya.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1.Urutan terjadinya pencemaran udara dimulai dari emisi polutan dari sumber
emisi kemudian sebagian terjadi transformasi kimia terhadap polutan dan sampai
ke reseptor melalui media atmosfer yang dinamis seperti dalam diagram dibawah :
1
Sumber emisi
Polutan
2
3
Atmosfer
Reseptor
Transformasi kimia
2. Polutan primer : polutan yang kondisinya tidak berubah seperti pertama kali
diemisikan dari sumbernya, contohnya SO2, NO2. Sedangkan polutan sekunder
merupakan bentuk lanjut polutan primer karena berinteraksi dengan komponen lain
di atmosfer contoh ozon (oksidan fotokimia), garam sulfat, nitrat.
3. Dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres karena bentuk dan dimensi
partikulat tidak beraturan sehingga perlu penyamaan “parameter ukuran” melalui
perbandingannya dengan bentuk materi bulat berdasar sifat aerodinamisnya.
4.Emisi fugitif merupakan emisi yang tidak memiliki saluran pembuangan (exhaust)
sehingga emisinya lebih tersebar dengan kuantitas, laju dan komposisi yang
berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
UNEP (2007) http://www.unep.org/tnt-unep/toolkit/Awareness/Tool4/index.html
Miller, G. Tyler, J.R.(1982). Living in The Environment, third edition. Wadsworth
Publishing Co. California.
Simpson, R. (1994). Air pollution, Notes on Lectures Devision of Environmental
Scienc. Grifith University. Queensland.
Copper, C. David and Alley, F. C. (1986). Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Crowford, Martin. (1980). Air Pollution Control Quality. Tata –Mc. Graw-Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi.
Hinds, C. William. (2000). Particulate Air Pollution. www.Gooogle.com. Tanggal 15
Oktober 2005.
Seinfield, H. John. (1975). Air pollution Control, Phisical and Chemical
Fundamental. Mc. Graw-Hill, Inc. United States Of America.
Wark, Warner. (1981). Air Pollution, It`s Origin and Control, Harper and Row.
Xeller, H and Kroboth, K. (1986). Zement-Kalk-Gips.
Peavy,
Howard
S,
Rowe,
Donald
R,
Tchobanoglous,
George,
(1985),
Environmental Engineering, McGraw Hill Inc, Singapore
Colls, Jeremy. (2002). Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis
Group, London.
SENARAI
C.POKOK BAHASAN II
PENCEMARAN
UDARA
DITINJAU
DARI
ASPEK
KESEHATAN
DAN
PERATURAN
II.1 SUB POKOK BAHASAN ASPEK KESEHATAN PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang deteksi pencemaran udara dihubungkan
dengan dampak kesehatan. Pembahasan dimulai dari korelasi pencemaran udara
dengan insidensi gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan diulas mendalam
terutama dari pencemar partikulat karena efek keterhirupannya ke saluran
pernafasan berdasar ukuran. Dampak pencemaran udara juga dibahas terhadap
material dan tanaman.
1.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui dampak pencemaran udara yang begitu luas bagi kehidupan
manusia termasuk terhadap material dan tanaman, maka dapat dilakukan langkahlangkah pencegahan dini di sumber dan optimalisasi penghindaran reseptor dari
paparan pencemaran udara yang bersifat akumulatif.
1.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan
diberikannya
prinsip-prinsip
dasar
pengetahuan
tentang
dampak
kesehatan dari pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh
standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya
melalui diskusi tugas
identifikasi dampak pencemaran udara bagi manusia, material dan tanaman,
presentasi simulasi dampak pencemar di sekitar lingkungan pabrik.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
dampak pencemaran udara bagi manusia, material dan tanaman.
1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian
Umum
Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai
faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang
tua dan golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di kota-kota besar
dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. Bukti penting yang telah
dikumpulkan menunjukkan bahwa pencemaran udara mempengaruhi kesehatan
manusia dan hewan, kerusakan tanaman, tanah dan material, perubahan iklim,
menurunkan tingkat visibilitas dan penyinaran matahari dan pengaruh lainnya
(Cooper & Aley, 1986). Menelaah korelasi antara pencemaran udara dan
kesehatan, cukup sulit. Hal ini karena:
1.
Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam-macam.
2.
Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan
bahaya pada konsentrasi yang sangat rendah.
3.
Interaksi sinergestik di antara zat-zat pencemar.
4.
Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab, karena
manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang
berbahaya untuk jangka waktu yang sudah cukup lama.
5.
Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat
dipercaya.
6.
Penyebab jamak dan masa inkubasi yang lama dari penyakit-penyakit
(misalnya: emphysema, bronchitis kronik, kanker, penyakit jantung).
7.
Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke
manusia.
Efek Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia
Data epidemi menunjukkan bahwa pemaparan partikulat dihubungkan dengan
peningkatan terjadinya angka sakit saluran pernapasan, bronchitis, penurunan
fungsi ginjal, serta angka kematian. Dalam waktu pemaparan yang pendek,
pemaparan partikulat juga meningkatkan timbulnya angka sakit asma (Cooper &
Aley, 1986).
Potensi pengaruh partikulat terhadap kesehatan tidak hanya ditentukan oleh
tingkat konsentrasi, tetapi juga oleh kondisi fisik dan kimia yang terkandung di
dalamnya, Sebagai contoh partikulat dengan ukuran > 10 µm dapat disisihkan
sebelum masuk saluran pernapasan tetapi untuk yang berukuran < 2 atau 3 µm
dapat mencapai paru-paru. Hal ini dapat menunjukkan pentingnya mengetahui
ukuran partikel sebagai pertimbangan. Fine Particle terbentuk dari senyawa sulfat
dan senyawa sekunder lain yang mungkin bersifat toksik. Coarse Particle
didominasi oleh adanya dust. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk
melakukan pemantauan kualitas udara, terutama yang bersifat inhalable,
berdasarkan ukuran partikel yang < 2,5 µm serta antara 2,5 – 10 µm (Cooper &
Aley, 1986). Menurut Anderson (1999), masuknya partikel ke dalam tubuh manusia
ada dua cara, yaitu :
1. Absorbsi dari proses inhalasi, prosesnya sebagai berikut :
a. Deposisi partikel pada saluran pernapasan
b. Mucocilliar clearance dari partikel terlarut mencakup transport partikel
menuju saluran pernapasan atas oleh aliran mukosa dan aktivitas silier
dalam tracheobronchial compartment dan nasopharyngeal compartment
c. Alveolar clearance, yaitu merupakan transportasi partikel dari alveoli ke
escalator mucociliar
Bahan partikel yang halus dapat mempengaruhi saluran pernapasan dari
hidung sampai alveoli. Partikel yang besar dapat dikeluarkan melalui impaksi
dari hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran sedang agak sukar
dikeluarkan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi. Partikel
yang berukuran paling keil (diameter 0,1 mikron) dapat mencapai alveoli dan
akan menyebabkan terjadinya difusi ke dinding alveoli (Goldsmith & Friberg,
1977). Proses clearance debu pada saluran pernapasan dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut ini :
D2
D1
D3
(a)
D
Nasopharyngeal
compartment
(b)
D4
A
(c)
R
Tracheobronchial
compartment
(d)
Sistem
Gastrointestinal
D5
(e)
A
(f)
Alveolar
(pulmonary)
compartment
H
(h)
(g)
(i)
Limpa
(j)
Gambar 2.1
Proses Clearance Debu Pada Saluran Pernapasan
Sumber : Goldsmith & Friberg
Keterangan dan mekanisme :
D1 : semua debu yang terhirup
D2 : debu yang dikeluarkan melalui pernapasan
D3 : debu yang tersimpan dalam Nasopharyngeal compartment
D4 : debu yang tersimpan dalam Tracheobronchial compartment
D5 : debu yang tersimpan dalam Alveolar (pulmonary) compartment
a
:debu dari Nasopharyngeal compartment masuk langsung ke darah
b
:dengan proses mucociliary clearance dari Nasopharyngeal compartment masuk ke traktus
gastrointestinal
c
:debu dari Tracheobronchial compartment masuk langsung ke darah
d
:dengan proses mucociliary clearance dari
Tracheobronchial compartment ke traktus
gastrointestinal
e
:debu dari alveolar compartment masuk langsung ke darah
f
:debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke
dalam traktus gastrointestinal
g
:debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke
dalam traktus gastrointestinal, tetapi prosesnya lambat
h
:Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe
I
:Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe dan ke dalam darah
J
:Absorbsi debu oleh traktus gastrointestinal dan masuk ke darah
Berdasar penelitian Price (1994), faktor utama penyebab kanker paru-paru adalah
rokok, tetapi debu yang ada di udara juga berpengaruh meskipun pengaruhnya
kecil, baik yang berasal dari kendaraan bermotor, industri, dan lain sebagainya.
Debu yang bisa menimbulkan penyakit dipengaruhi oleh :
1. Ukuran partikel, yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1 sampai 5
µm, karena partikel yang lebih besar tidak dapat mencapai alveoli
2. Kadar dan lamanya paparan, biasanya yang diperlukan kadar tinggi untuk
dapat mengalahkan kerja escalator silia, dan paparan yang lama
3. Sifat dari debu itu sendiri
4. Faktor meteorologi, seperti angin, kelembaban, perubahan temperatur
Menurut Slamet (1994), efek partikulat terhadap paru-paru berbeda dari gas,
karena ditentukan oleh diameter, bentuk, kepadatannya, sifat kimia dan fisikanya.
Partikulat yang kecil akan lebih lama tersuspensi di dalam udara, sedangkan ynag
lebih besar akan mengendap dengan berbagai kecepatan, sehingga kemungkinan
masuknya ke dalam paru-paru akan berbeda pula. Semakin lama ia dapat
bertahan dalam udara, semakin besar kemungkinannya untuk dapat memasuki
paru-paru.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis
kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi
sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi sulfur oksida,
asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai
penyebab
dan
pencetusnya
asthma
brochiale,
bronchitis
menahun
dan
emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bahwa
bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 4060 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah
perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun
timbulnya
penyakit
yang
disebabkannya
sebetulnya
masih
belum
dapat
diterangkan dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat komplek.
Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun
dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of
Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara
dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/lingkungan sebagai
berikut:
a. Tingkat I
: Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat
apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Tingkat II
: Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada
panca indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan
penglihatan dan akibat lain pada lingkungan (adverse level).
c. Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsifungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan
penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
d. Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau
kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Tabel 2.1
Pengaruh Partikulat Terhadap Kesehatan Manusia Berdasarkan Ukurannya
Konsentrasi
( µg/m3 )
Disertai dengan
3
750
715 µg/m SO2
300
630 µg/m3 SO2
200
250 µg/m3 SO2
100 – 130
120 µg/m3 SO2
100
Rata-rata Sulfur diatas
30 mg/cm2/mo SO2
Rata-rata Sulfur diatas
80 - 100
30 mg/cm2/mo SO2
Waktu
Pengaruh
Rata-rata 24 jam
Rata-rata 24 jam
Rata-rata 24 jam
Rata-rata
tahunan
Rata-rata
tahunan
Peningkatan jumlah penyakit
yang lebih besar
Pasien bronkitis kronis
menjadi akut
Peningkatan ketidakhadiran
pekerja-pekerja industri
Peningkatan penyakit
pernapasan pada anak-anak
Peningkatan angka kematian
jika lebih dari 50 tahun
Peningkatan angka kematian
jika lebih dari 50 sampai 69
tahun
Rata-rata dua
tahunan
Sumber : Peavy (1985)
Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap
kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas,
jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit,
jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang usia
lanjut, jumlah morbiditas anggota-anggota tentara penyelidikan pada penderita
dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif
antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga
memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh (misalnya udara,
kebiasaan makan, merokok, data meteorologik, dan sebagainya).
Studi tentang pencemaran udara ditujukan untuk mengontrol sumber polutan
sehingga dapat mengurangi konsentrasi pencemaran udara ambien hingga tidak
membahayakan kondisi lingkungan. Tujuan studi ini juga diarahkan pada
perhitungan besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh pemaparan polutan.
Bahan pencemar udara yang ada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada
tubuh manusia. Menurut Goldsmith & Friberg (1977), secara umum efek
pencemaran udara terhadap individu atau masyarakat dapat berupa :
1. Sakit, baik yang akut maupun yang kronis
2. Penyakit yang tersembunyi yang dapat memperpendek umur, menghambat
pertumbuhan dan perkembangan
3. Mengganggu fungsi fisiologis dari paru, syaraf, transport oksigen oleh
hemoglobin, dan kemampuan sensorik
4. Kemunduran penampilan, misalnya pada aktivitas atlet, aktivitas motorik,
dan aktivitas belajar
5. Iritasi sensorik
6. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh
7. Rasa tidak nyaman (bau)
Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel
masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu
hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan
kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel
serta arah dan kecepatan angin yang bertiup.
Efek Pencemaran Udara Terhadap Material dan Tanaman
Pencemaran udara berpengaruh pada material dengan proses soiling atau korosi.
Tingginya kadar asap dan partikulat dihubungkan dengan terjadinya proses korosi
antara pelapis dan struktur material dengan senyawa asam atau alkalin, terutama
sulfur dan materi korosif. Ozon sangat efektif dalam mempercepat proses korosi
karet (Cooper & Aley, 1986).
Senyawa
pencemar
yang
diketahui
sebagai
phytoxicants
adalah
SO 2 .
Peroxyacetyle Nitrate (PAN-hasil proses fotokimia pada smoge), serta etana.
Disamping itu ada jumlah sedikit gas klorin, hidrogen klorida, amonia, dan merkuri.
Secara umum polutan akan masuk ke tubuh tanaman melalui proses respirasi,
kemudian akan merusak klorofil dan menghambat fotosintesis tanaman.
Kerusakan yang ditimbulkan, dapat dilihat dari daunnya, dimulai dari penurunan
tingkat pertumbuhan hingga kematian tanaman (Cooper & Aley, 1986).
1.2.2. Latihan
Jelaskan pengaruh terhadap kesehatan dari adanya pencemaran udara seperti
tercantum dalam gambar di bawah ini :
Sumber : U.S. EPA, 1991.
Jawab :
Gambar tersebut menjelaskan menjelaskan tingkatan resiko yang mungkin timbul
akibat pencemaran udara bagi kesehatan dari yang kurang serius sampai yang
paling serius. Dampak yang kurang serius bersifat mudah pulih (reversible), tidak
merusak dan tidak mengancam nyawa. Contoh dampak ini adalah rusak kulit,
batuk, iritasi tenggorokan, sakit kepala dan pusing. Dampak yang bersifat serius
seperti kerusakan ginjal dan lever, kanker, kerusakan sistem saraf dan kelainan
janin.
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan
parameter
lain
yang
mempengaruhi
besaran
dampak
pencemaran disamping faktor konsentrasinya.
2. Sebutkan parameter dari debu yang berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit!
3. Jelaskan dalam studi epidemiologi, data apa saja yang perlu diketahui
dalam survey!
4. Sebutkan pengaruh utama pencemaran udara terhadap material!
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
1.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.4. Rangkuman
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang deteksi pencemaran udara dihubungkan
dengan dampak kesehatan. Pembahasan dimulai dari pencemaran udara dengan
insidensi gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan diulas mendalam terutama
dari pencemar partikulat karena efek keterhirupannya ke saluran pernafasan
berdasar ukuran. Dampak pencemaran udara juga dibahas terhadap material dan
tanaman.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Potensi pengaruh partikulat terhadap kesehatan juga ditentukan oleh kondisi
fisik dan kimia yang terkandung di dalamnya. Partikulat halus (< 2,5 µm ) lebih
mudah mencapai paru-paru dibanding partikulat kasar (antara 2,5 – 10
µm ).
Partikulat dengan kandungan logam-logam berat lebih berbahaya dibanding
partikulat dengan kandungan organik yang mudah terurai.
2. Parameter tersebut adalah ukuran partikel, kadar dan lamanya paparan, sifat
dari debu itu sendiri, faktor meteorologi
3. Studi tersebut bersifat prospektif dan komparatif dilakukan dengan mencatat:
jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah
perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah
morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas anggota-anggota
tentara penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit
jantung, paru dan sebagainya.
4. Pencemaran udara berpengaruh pada material dengan proses soiling atau
korosi.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C David & Alley, F.C (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
Anderson PJ, JD Wilson and FC Hiller (1990), Chest, Vol 97, 1115-1120, American
College of Chest Physicians
Price, Sylvia. A and Lorraine M. Wilson (1994) Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Buku 2 Edisi 4, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta
Peavy, Howard S, Donald R. Rowe, George Tchobanoglous (1985), Environmental
Engineering, McGraw-Hill Book Company
Slamet, Juli Soemirat (1994), Kesehatan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada
Press
Goldsmith J. R. and Friberg L. T (1977), Effects of air pollution on human health. In
Air Pollution (edited by Sten A. C.), Vol. II, third edition
USEPA, (1991), Air Pollution and Health Risk, http://Www.Epa.Gov/Ttn/Atw/
3_90_022.Html, accessed 27 Desember 2005.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN PERATURAN STANDAR PENCEMARAN UDARA
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok
bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam
mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi
adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di
Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi
udara di negara maju sebagai pembanding.
2.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui berbagai aturan pencemaran udara baik dalam skala lokal,
nasional dan internasional maka siswa akan memiliki informasi yang dapat
diperbandingkan
dan
dijadikan
acuan
dalam
pencemaran udara untuk skala lokal dan nasional.
pembahasan
pengelolaan
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang regulasi/peraturan
pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif,
inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas identifikasi dan
analisis peraturan pencemaran udara, tugas mandiri pengelompokan peraturan.
2.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
berbagai peraturan pencemaran udara terutama di Indonesia.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Peraturan di Negara-Negara Maju
Peraturan yang mengatur tentang pencemaran udara secara internasional
merupakan hasil konvensi dunia. Peraturan secara internasional ini digunakan jika
terjadi pencemaran udara yang melibatkan beberapa Negara atau lintas Negara.
Contoh konvensi yang telah ada yaitu :
a. Kyoto protocol
b. Konvensi Wina
c. Konvensi Stockholm
Tetapi jika pencemaran udara yang terjadi tidak berdampak pada Negara lain,
perturan yang digunakan merupakan peraturan yang berlaku di Negara itu sendiri.
Di Amerika menganut sistem common law, yaitu hukum – hukumnya tidak
dibukukan dan hanya mengandalkan putusan dari hakim. Clean Air Act yang
diundangkan tahun 1990 diturunkan dalam bentuk National Ambient Air Quality
Standards (40 CFR part 50) oleh EPA. Clean Air Act terdiri atas 2 tipe standar
yaitu Primary standards yang mengatur batasan untuk melindungi kesehatan
publik termasuk yang berkategori golongan “sensitif” seperti penderita asma, anak
serta lanjut usia dan secondary standards yang melindungi kesejahteraan publik
seperti jarak pandang, kerusakan ke pertanian, tanaman, hewan dan bangunan.
Tabel 2.2 National Ambient Air Quality Standards di Amerika
Primary Standards
Level
Averaging Time
Pollutant
Carbon
Monoxide
Lead
8-hour (1)
9 ppm
(10 mg/m3)
35 ppm
(40 mg/m3)
0.15 µg/m3 (2)
1.5 µg/m3
0.053 ppm
(100 µg/m3)
150 µg/m3
1-hour (1)
Nitrogen
Dioxide
Particulate
Matter (PM10)
Particulate
15.0 µg/m3
Matter (PM2.5)
35 µg/m3
Ozone
0.075 ppm (2008
std)
0.08 ppm (1997
std)
0.12 ppm
Sulfur
Dioxide
0.03 ppm
0.14 ppm
Secondary Standards
Level
Averaging
Time
None
Rolling 3-Month
Average
Quarterly Average
Annual
(Arithmetic Mean)
24-hour (3)
Same as Primary
Same as Primary
Same as Primary
Same as Primary
Annual (4)
(Arithmetic Mean)
24-hour (5)
8-hour (6)
Same as Primary
8-hour (7)
Same as Primary
Same as Primary
Same as Primary
Same as Primary
1-hour (8)
(Applies only in limited
areas)
Annual
0.5 ppm
3-hour (1)
(Arithmetic Mean)
(1300
(1)
µg/m3)
24-hour
Di Inggris sudah diadopsi Clean Air Act 1993 CHAPTER 11 Statutory Instruments
2007 No. 64 serta The Air Quality Standards Regulations 2007 Made 15th
January 2007. Jepang menerapkan Environmental Quality Standards in Japan Air Quality yang meliputi Environmental Quality Standards, Environmental Quality
Standards
for
Benzene,
Trichloroethylene,
Tetrachloroethylene
and
Dichloromethane dan Environmental Quality Standards for Dioxins yang
dikeluarkan oleh Ministry of the Environment Government of Japan.
Peraturan Pencemaran Udara di Indonesia
Dari segi ketentuan atau peraturan, peraturan di indonesia tidak kalah dengan
peraturan di amerika. Karena undang undang lingkungan di indonesia sangat
bagus. Bedanya pada aplikasi peraturannya saja, negara maju lebih responsif
daripada di Indonesia.
Peraturan yang ada di Indonesia merupakan peraturan yang berkiblat pada Eropa
karena masa lalu Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Sistem yang dianut
oleh Indonesia adalah sisil law, dimana hukum- hukumnya dibukukan ke dalam
Undang – Undang.Indonesia telah meratifikasi hukum yang ada. Meratifikasi
adalah memasukkan ketentuan asing, biasanya berupa konvensi atau traktat
(perjanjian). Caranya adalah dengan membuat UU mengenai ratifikasi ketentuan –
ketentuan tersebut. Peraturan yang ada di Indonesia yang mengatur tentang
pencemaran udara diantaranya yaitu (Tamin, 2004) :
1 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
2 PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
3 KepMen KLH No.45/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara
4 Kep Kepala Bappedal No.107/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan
Informasi PSI
5 KepMen KLH No.KEP/MENLH/1995 tentang Emisi Sumber Tidak Bergerak
6 Kep Kepala Bappedal No. 205/1997 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara dari Sumber Tidak Bergerak
7 KepMen KLH No.129/2003 tentang Standar Emisi untuk Kegiatan Minyak dan
Gas
8 KepMen KLH No.35/93 tentang Standar Emisi untuk Kendaraan Bermotor
9 KepMen KLH No.141/2003 tentang Standar Emisi untuk Tipe Baru dan
Produksi Masa Kini Kendaraan Bermotor
10 KepMen KLH No.252/2004 tentang Keterbukaan Informasi baik Sumber Tidak
Bergerak dan Sumber Bergerak
11 KepMen KLH No. 50/96 tentang Standar Tingkat Kebauan
PP NO 41 tahun 1999 ini memuat tentang definisi dari pencemaran udara,dan hal
– hal yang terkait dengan pencemaran udara, misalnya pengertian mengenai
udara ambien, baku mutu udara ambien, pihak berwenang yang terkait seperti
Mentri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup, dan Gubernur. Kemudian
dibahas mengenai langkah-langkah perlindungan mutu udara, yang meliputi:baku
mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang
batas, tingkat gangguan, indeks standar pencemar. Setelah perlindungan, yaitu
pengendalian terhadap pencemaran udara yang meliputi pencegahan pencemaran
udara untuk persyaratan
penataan lingkungan hidup, penanggulangan dan
pemulihan akibat pencemaran udara, pemberitahuan keadan darurat oleh Menteri
jika cemaran pada udara membahayakan. Pihak – pihak yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran udara akan dikenai sanksi dan ganti
rugi yang ketentuannya dijelaskan dalam PP ini. Selain itu juga terdapat lampiran
baku mutu udara ambien nasional seperti tercantum di bawah ini.
Tabel 2.3 Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Parameter
1
SO2
(Sulfur Dioksida)
2
CO
(Karbon
Monoksida)
NO2(Nitrogen
Dioksida)
3
4
O3 (Oksidan)
5
HC (Hidro
karbon)
PM10
(Partikel <10 um)
PM 2.5*
6
7
8
9
TSP
(Debu)
Pb(Timah
Hitam)
Dustfall
(Debu Jatuh)
Waktu
Pengukuran
1 Jam
4 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
1 Thn
3 Jam
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3
100 ug/Nm3
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3
160 ug/Nm3
24 Jam
150 ug/Nm3
24 Jam
1 Jam
24 Jam
1 Jam
24 Jam
1 Jam
65 ug/Nm3
15 ug/Nm3
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3
30 Hari
10 Ton/ Km2/ Bulan
(Pemukiman)
20 Ton/Km2/ Bulan
(Industri)
Baku Mutu
3
900 ug/Nm
365 ug/Nm3
60 ug/Nm3
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3
Metode
Analisis
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemilumine
scent
Flame
Ionization
Gravimetric
Spektrofotometer
Gas
Chomatogarfi
Hi - Vol
Gravimetric
Gravimetric
Gravimetric
Hi – Vol
Hi - Vol
Hi – Vol
Gravimetric
Ekstratif
Pengabuan
Gravimetric
Hi – Vol
AAS
Peralatan
Cannister
10
Total Fluorides
(as F)
Waktu
Pengukuran
24 Jam
90 Hari
11
Fluor Indeks
30 Hari
12
Khlorine dan
Khlorine Dioksida
24 Jam
13
Sulphat Indeks
30 Hari
Parameter
Baku Mutu
3
3 ug/Nm
0,5 ug/Nm3
40 ug/100
cm2dari kertas
limed filter
150 ug/Nm3
1 mg SO3/100
cm3 Dari Lead
Peroksida
Metode
Analisis
Spesific ion
Electrode
Colourimetric
Spesific ion
Electrode
Colourimetric
Peralatan
Impinger atau
Continous
Analyzer
Limed Filter
Paper
Impinger atau
Continous
Analyzer
Lead Peroxida
Candle
Catatan :
(*) PM25 mulai diberitahukan tahun 2002
Nomor 10 s/d 13 Hanya berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : Industri Petro Kimia; Industri Pembuatan Asam Sulfat
2.2.2. Latihan
1. Dalam peraturan pencemaran udara di Amerika, apakah kegunaan primary
standards dan secondary standards? Apakah Indonesia dapat mengadopsinya?
Jawab : Primary standards digunakan untuk melindungi kesehatan manusia
(publik), sedang secondary standards untuk melindungi kepentingan publik
termasuk tanaman, hewan dan bangunan. Indonesia belum/tidak mengadopsi
primary dan secondary standards karena kebutuhan pengendalian pencemaran
masih untuk kategori primer dan peraturan ke kepentingan publik diserahkan ke
kebijakan tiap instansi dan pemerintah daerah yang bersangkutan.
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan 3 konvensi dunia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
udara!
2. Mengapa dalam peraturan tersebut untuk suatu rentang waktu persyaratan
paparan yang lebih rendah, maka batas konsentrasinya parameter yang
terkait menjadi lebih tinggi?
3. Dalam baku mutu udara ambien nasional, parameter PM2.5 baru
diberlakukan pada tahun 2002. Bagaimana konsekuensinya?
4. Mengapa dalam baku mutu udara ambien nasional, metode pengukuran
parameter-parameter juga dicantumkan?
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan
rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab
ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai.
2.3.4. Rangkuman
Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok
bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam
mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi
adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di
Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi
udara di negara maju sebagai pembanding.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Konvensi tersebut adalah : a. Kyoto protocol b. Konvensi Wina c. Konvensi
Stockholm
2. Hal ini berhubungan dengan studi dosis-response dimana untuk keterpaparan
konsentrasi yang kecil maka manusia dapat bertahan hidup lebih lama demikian
sebaliknya
3. Konsekuensinya mulai tahun 2002 setiap daerah wajib melakukan pengukuran
konsentrasi PM2.5 di udara ambien. Pihak-pihak yang mengemisikan PM2.5 juga
dianjurkan untuk mengukurnya agar tahu kontribusinya terhadap udara ambien.
4. Untuk pengukuran suatu parameter sangat banyak metodenya. Agar terjadi
keseragaman untuk perbandingan dengan baku mutu, maka metodenya
distandarkan. Metode yang dijadikan standar dalam baku mutu merupakan metode
yang akurat dan dapat diusahakan di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Clean Air Act USA
Clean Air Act UK
Japan Environmental Quality Standards
Tamin, Ridwan D (2005), Assistant Deputy for Vehicles Emissions Pollution
Control, Policy And Regulation Of Air Pollution In Indonesia, paper presented
in Training of Trainer BASIC URBAN AIR QUALITY MANAGEMENT CAI Net,
September 19 – 23, 2005, Bandung
SENARAI
D.POKOK BAHASAN III
METEOROLOGI DAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA
II.1 SUB POKOK BAHASAN METEOROLOGI PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam
pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi,
dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi
di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap
tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas
keterangan.
1.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar
pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan
mengetahui
dasar-dasar
sebaran
polutan
di
atmosfer,
maka
diharapkan
mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara.
1.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang meteorologi
pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif,
inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui tugas individu merangkum
dasar-dasar sebaran dari berbagai teori yang ada, diskusi kelompok tentang studi
kasus kestabilan atmosfer, adveksi, dilusi, difusi dan dispersi.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
konsep sebaran polutan di atmosfer dengan dasar meteorologi.
1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian
Umum
Di atmosfer, berbagai polutan udara akan melalui berbagai proses. Baik
percampuran antara polutan yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya akan
meningkatkan komposisi polutan itu sendiri, bahkan memunculkan jenis polutan
baru. Namun alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah dapat
mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut
sebagai akibat faktor meteorologi (Neiburger, 1995). Pencemar udara akan
dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau
pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi.
Proses penyebaran (adveksi)
Penyebaran zat pencemar yang diemisikan dari sumbernya ke udara diakibatkan
oleh adanya pengaruh down wind. Dalam perhitungan harga kecepatan dan arah
angin diperlukan sebagai indikasi pergerakan udara di suatu daerah. Bahkan untuk
jarak yang pendek, profil pergerakan udara biasanya akan sangat kompleks.
Proses pengenceran (dilusi)
Pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya
gerakan
turbulen.
Kondisi
udara
pada
umumnya
mempunyai
kecepatan
pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi).
Proses perubahan (difusi)
Zat pencemar selama berada di udara akan mengalami perubahan fisik dan kimia,
sehingga membentuk zat pencemar sekunder. Smog sebagai contoh, merupakan
hasil interaksi di udara antara oksida nitrogen, hidrokarbon, dan energi matahari,
peristiwa ini dikenal dengan reaksi fotokimia.
Proses penghilangan (dispersi)
Zat pencemar di atmosfer akan mengalami penghilangan atau pengurangan
karena adanya proses-proses meteorologi, seperti hujan.
Fenomena ini dapat dipelajari dengan atau dari numerical atmospheric diffusion
model. Pola gerakan atmosfer atau dinamika atmosfer sangat berperan dalam
penyebaran polutan pencemar yang masuk ke dalam atmosfer (udara ambien).
Faktor-faktor dinamika yang mempengaruhi adalah :
1. Transportasi atau pengangkutan zat oleh aliran udara horisontal atau angin.
2. Transportasi atmosfer vertikal atau konveksi
3. Difusi, baik difusi molekuler maupun difusi turbulensi.
Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara,
akan dibahas di sub bab ini yaitu : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan
kestabilan atmosfer.
Sirkulasi Angin
Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan antara
daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan pemanasan udara menyebabkan
naiknya gradien tekanan horisontal, sehingga terjadi gerakan udara horisontal di
atmosfer. Oleh karena itu, perbedaan temperatur antara atmosfer di kutub dan di
ekuator (khatulistiwa), serta antara atmosfer di atas benua dengan di atas lautan
menyebabkan gerakan udara dalam skala yang sangat besar. Angin lokal terjadi
akibat perbedaan temperatur setempat.
Pada skala makro, pergerakan angin sangat dipengaruhi oleh temperatur
atmosfer, tekanan pada permukaan tanah, dan gerak rotasi bumi. Angin bergerak
dari tekanan tinggi ke rendah, tetapi dengan adanya gaya Coriolis maka angin
akan bergerak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Fenomena ini terjadi sampai
jarak ribuan kilometer dan terlihat dengan munculnya area semipermanen
bertekanan sedang di atas lautan dan daratan. Pada skala meso dan mikro,
keadaan topografi sangat berpengaruh pada pergerakan angin. Perbedaan
ketinggian permukaan tanah mempunyai efek pada kecepatan angin dan arah
pergerakan angin. Cahaya bulan, angin laut dan angin darat, angin lembah, kabut
di pantai, sistem presipitasi angin, dan pemanasan global adalah contoh-contoh
dari pengaruh topografi regional dan lokal pada kondisi atmosfer. Fenomena skala
meso akan terjadi sampai ratusan kilometer dan skala mikro mencapai 10
kilometer.
Gambar 3.1. Siklus angin secara global
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
Bila bumi tidak berputar, udara akan mempunyai kecenderungan mengalir
langsung dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Di samping
adanya gradien tekanan, ada suatu gaya yang harus dipertimbangkan yaitu gaya
Coriolis yang ditimbulkan yang ditimbulkan akibat rotasi bumi (gaya ini kadangkadang disebut juga gaya defleksi horisontal). Dengan demikian arah pergerakan
udara dari daerah bertekanan tinggi ke bertekanan rendah tidak tegak lurus lagi. Di
lapisan atmosfer teratas, udara sering kali mengalami percepatan yang kecil dan
tekanan rendah sehingga gaya-gaya yang bekerja pada bagian udara pada kasus
ini akan berimbang dan gradien arah pergerakan udara sejajar dengan garis
tekanan. Dekat dengan permukaan bumi, gaya gravitasi mulai berperan sehingga
mengakibatkan perubahan gradien arah pergerakan udara terhadap ketinggian.
Untuk sebuah daerah, efek sirkulasi angin terjadi tiap jam, tiap hari, dan dengan
arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Distribusi frekuensi dari arah angin
menunjukkan daerah mana yang paling tercemar oleh polutan.
Salah satu hal penting dalam meramalkan penyebaran zat pencemar adalah
mengetahui arah dan besarnya kecepatan angin. Arah angin bisanya didefinisikan
dengan wind rose, yang mana berbentuk grafik (vektor) yang menggambarkan
frekuensi distribusi dari arah angin pada berbagai variasi kecepatan yang terjadi
pada suatu lokasi dengan waktu tertentu. Wind rose adalah sebuah statistik angin
yang terdiri dari frekuensi, arah, kekuatan, dan kecepatan, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
NORTH
35%
28%
21%
14%
7%
WEST
EAST
WIND SPEED
(Knots)
>= 22
17 - 21
SOUTH
11 - 17
7 - 11
4-7
1-4
Calms: 16.67%
Gambar 3.2. Bunga Angin (Wind Rose)
Adanya perbedaan daerah daratan dan daerah perairan akan mengakibatkan
pengaruh formal yang berbeda akibat radiasi sinar matahari. Pada siang hari, suhu
udara di atas laut lebih rendah dibandingkan pada daratan. Perbedaan ini akan
menyebabkan perpindahan udara dari laut yang bersuhu rendah ke daratan yang
bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan adanya angin laut, sehingga bahan
polutan yang berada beberapa ratus meter di atas permukaan akan ikut tersebar.
Angin Laut – Siang Hari
Angin Darat – Malam Hari
Gambar 3.3. Skema Angin Darat dan Angin Laut
Sumber: Cooper dan Alley, 1986
Setelah matahari terbenam dan beberapa jam pendinginan oleh radiasi, suhu
udara di daratan akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada lautan. Lalu aliran
udara akan berpindah dari daratan yang bersuhu rendah ke lautan yang bersuhu
tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya angin darat.
Turbulensi
Secara garis besar, pola gerakan atmosfer dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Difusi turbulen terjadi pada aliran turbulen,
menyebabkan terjadinya percampuran dalam atmosfer, baik arah horisontal
maupun vertikal. Komponen penentu tingkat turbulensi di atmosfer adalah
stabilitas atmosfer atau stabilitas udara.
Dalam penelitian JICA (1995) dinyatakan bahwa parameter untuk mengetahui
stabiltas atmosfer dikemukakan oleh Pasquill dan diperbarui oleh Gifford lalu
dimodifikasi oleh Senshu. Stabiltas atmosfer ini dibagi menjadi 7 (tujuh) kelas
stabilitas, yang dibedakan dengan huruf A, B, C, D, E, dan F. Klasifikasi dari
stabilitas atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Klasifikasi stabilitas atmosfer
Siang Hari
Malam Hari
Kecepatan
Net Radiasi (γ, cal/cm2/h)
Angin
(m/sec)
γ≥30 30>γ≥15 15>γ≥7.5 7.5>γ≥0 0>γ≥-1.8 -1.8>γ≥-3.6
U<2
2≤U<3
3≤U<4
4≤U<6
U≤6
A
A-B
B
C
C
A-B
B
B-C
C-D
dD
B
C
C
dD
dD
dD
dD
dD
dD
dD
nD
nD
nD
nD
nD
G
E
nD
nD
nD
-3.6>γ
G
F
E
E
E
Sumber : The Study On The Integrated Air Quality Management For Jakarta Metropolitan Area
Keterangan dari klasifikasi kelas :
A
= sangat tidak stabil
B
= tidak stabil
C
= sedikit tidak stabil
D
= netral
E
= stabil
F
= sangat stabil
G
= lebih stabil dari kelas F
Secara umum, polutan-polutan di atmosfer terdispersi dalam 2 cara yaitu melalui
kecepatan angin dan turbulensi atmosfer. Turbulensi atmosfer terjadi akibat dari
gerakan angin yang berfluktuasi dan memiliki frekuensi lebih dari 2 cycles/hr.
Fluktuasi turbulensi terjadi pada arah vertikal dan horisontal, hal ini merupakan
mekanisme yang efektif untuk menghilangkan polutan di udara.
Turbulensi
menyebabkan terjadinya aliran udara melalui 2 cara : pusaran thermal dan
pusaran mekanis
Pergerakan eddies (pergerakan pusaran) mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam
proses
turbulensi.
Akibat
pergerakan
eddies
akan
menimbulkan
pencampuran dan pengenceran konsentrasi zat pencemar di udara, baik secara
vertikal maupun horisontal. Pergerakan eddies yang berbeda mengakibatkan
perbedaan bentuk penyebaran plume yang diemisikan oleh sumber ke atmosfer,
macam bentuk penyebaran plume tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang kecil, plume bergerak
dengan pusaran kecil dalam garis lurus dan pembesaran pada potongan
melintang.
2. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang luas, akan menimbulkan
bentuk yang kecil tetapi mempunyai liuk yang lebar
3. Penyebaran
plume
pada
pergerakan
eddies
yang
bervariasi,
akan
membentuk plume berukuran besar dan mempunyai liuk yang besar. Plume
ini akan bergerak pada angin permukaan (down wind)
Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi
atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga
profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. Perbedaan
profil kecepatan angin ini juga dipengaruhi oleh faktor kekasaran permukaan, hal
ini akan merubah gradien kecepatan angin karena ketinggian seperti terlihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 3.4. Variasi Angin Sesuai Ketinggian Untuk
Tingkat Kekasaran Permukaan Yang Berbeda
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
Temperatur
Perubahan temperatur pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar
pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Perubahan temperatur ini
disebut lapse rate. Turbulensi yang terjadi tergantung pada temperatur. Di
atmosfer sendiri diharapkan akan terjadi penurunan temperatur dan tekanan
sesuai dengan pertambahan tinggi.
Udara ambien dan adiabatic lapse rates mempengaruhi terbentuknya stabilitas
atmosfer. Dalam keadaan dimana temperatur sekumpulan udara lebih tinggi dari
sekitarnya, maka kerapatan dari udara yang bergerak naik dengan kecepatan
rendah lebih kecil daripada kerapatan udara lingkungannya dan udara berhembus
secara kontinu. Pada saat udara bergerak turun akan terbentuk aliran udara
vertikal dan turbulensi terbentuk. Keadaan atmosfer dalam kondisi di atas
dikatakan tidak stabil (unstable).
Ketika sekumpulan udara menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara
sekitarnya, sekumpulan duara itu akan kembali ke elevasinya semula. Gerakan ke
bawah akan menghasilkan sekumpulan udara yang lebih hangat dan akan kembali
ke elevasi semula. Dalam kondisi atmosfer seperti ini, gerakan vertikal akan
diabaikan oleh proses pendinginan adiabatik atau pemanasan, dan atmosfer akan
menjadi stabil (stable).
Jika sekumpulan udara terbawa ke atas akan melalui bagian yang mengalami
penurunan tekanan dan akibatnya kumpulanan udara itu akan menyebar. Ekspansi
tadi memerlukan kerja untuk melawan lingkungannya dan terjadi penurunan
temperatur.
Biasanya
proses
ini
berlangsung
singkat
karena
itu
untuk
menganalisanya dilakukan anggapan tidak terjadi transfer panas pada sekumpulan
udara yang ditinjau serta sekumpulan udara mempunyai kerapatan dan temperatur
sama. Kondisi atmosfer seperti ini dikatakan netral (neutral) dan dikenal dengan
lapse rate adiabatic.
Ketiga kondisi atmosfer ini terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 3.5 Kondisi Stabilitas Atmosfer
(Sumber: Cooper & Alley, 1994)
Berdasarkan pembagian keadaan yang terjadi di atmosfer maka akan muncul garis
dry adiabtic lapse yang membatasi antara keadaan stabil dan tidak seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.6. Hubungan Ambient Lapse Rates Dengan Dry Adiabatic Rate
(Sumber: Liu & Liptak, 2000)
Pembagian keadaan atmosfer itu terdiri dari :
1. Superadiabtic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di atas adiabatic
lapse rate dan atmosfer menjadi tidak stabil.
2. Neutral, keadaan dimana 2 lapse rates akan seimbang.
3. Subadiabatic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di bawah
adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi stabil.
4. Isothermal, keadaan ketika temperatur udara konstan di atmosfer maka
ambient lapse rate menjadi nol dan atmosfer stabil.
5. Inversion, keadaan ketika temperatur udara ambien meningkat sesuai
dengan ketinggian maka lapse rate menjadi negatif atau keadaan dimana
udara hangat menyelimuti udara dingin.
Kelembaban Udara
Kelembaban adalah konsentrasi uap air air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan
sebagai kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, atau kelembaban relatif. Dalam
kaitannya dengan penguapan air yang di udara yang menyebabkan berubahnya
temperatur, kandungan air dalam suhu kamar dapat mencapai 3% pada 30 °C (86
°F), dan tidak lebih dari sekitar 0.5 % pada 0 °C (32 °F). Kelembaban Relatif
adalah perbandingan menyangkut tekanan uap air di dalam gas apapun terutama
udara ke keseimbangan tekanan penguapan air, di mana gas dinyatakan jenuh
pada temperatur tersebut, dinyatakan dalam persentase perbandingan antara
massa air saat ini per volume gas dan massa per volume dari gas jenuh (Roberts,
2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan atmosfer secara vertikal
adalah kepadatan atau densitas udara. Densitas udara sendiri menurut Nevers
(2000) dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Hukum kesetimbangan gas
menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi perubahan nilai berat molekul (M) dan
suhu (T). Adapun berat molekul sendiri dipengaruhi oleh fraksi mol uap air sebesar
0,023 RH. Kerapatan merupakan massa volume satuan suatu zat. Massa adalah
ukuran jumlah zat, dimana sifat massa itu menimbulkan kelembaban, yaitu
menentang perubahan jumlah gerakan dan menghasilkan daya tarik gravitasi
bahan-bahan lain (Neiburger, 1995).
Kelembaban relatif dalam atmosfer merupakan unsur yang sangat penting untuk
cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat
menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan
ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan
terjadinya pencemaran. Sedangkan kelembaban udara juga dipengaruhi oleh
bangunan gedung dan pohon penghijauan di pinggir jalan dan sinar matahari.
Ditambahkan oleh Lakitan (1994), kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara
dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil
evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah
menyerap radiasi matahari selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan
berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air
yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat
permukaan tersebut akan berkurang.
Kelembaban udara umumnya adalah kelembaban relatif. Perbandingan antara
tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air pada kondisi tempat jenuh,
umumnya dinyatakan dengan persen (%). Tekanan uap air adalah tekanan parsial
uap air dalam udara bebas di suatu tempat tertentu dengan jumlah tertentu.
.
Urban Heat Island
Akumulasi panas dalam daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan
keseimbangan radiatif pada malam hari yang berbeda dengan daerah pedesaan di
sekitarnya yang menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari. Oleh karena itu,
akan terjadi suatu gumpalan panas di daerah perkotaan, yang isotermalnya
biasanya terletak di daerah pusat kota. Intensitas gumpalan panas ini akan
bergantung kepada :
•
•
•
Kecepatan angin kritis di atas gumpalan panas,
Awan dan presipitasi,
Lapisan pencampuran (mixing layer).
1.2.2. Latihan
Buatlah contoh bunga angin berdasar contoh data meteorologi (angin) yang anda
peroleh minimum dalam waktu 1 hari (24 jam). Data angin yang harus ada isiannya
adalah waktu terjadinya (jam), besar kecepatan angin (bisa dalam km/jam atau
knot), arah angin (dalam tiga angka derajat sudut).
Jawab : Lihat referensi yang sudah ada, data meteorologi dapat diperoleh dari
stasiun BMG setempat.
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Jelaskan pengertian dilusi dalam pencemaran udara
2. Sebutkan aspek meteorologi yang erat kaitannya dengan sebaran polutan?
3. Bagaimana perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam
hari?
4. Sebutkan keadaan-keadaan yang terjadi yang berhubungan dengan
ambient lapse rate?
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
1.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.4. Rangkuman
Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami
transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun
topografi. Proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi dapat terjadi secara simultan
di atmosfer. Pergerakan angin dapat terjadi pada skala mikro, meso dan makro.
Stabilitas atmosfer digunakan untuk menilai gerakan udara sehingga pengaruh
pencampuran dan pengenceran zat pencemar di udara dapat diprediksi.
Kestabilan atmosfer dipengaruhi oleh temperatur ambien dan lapse rate. Tinggi
rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan
pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan
pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Dilusi : pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh
adanya gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan
pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi).
2. Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran
udara adalah : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan kestabilan atmosfer.
3. Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi
atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga
profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari.
4. Superadiabtic, neutral, subadiabatic, isothermal, inversion.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
JICA (Japan International Cooperation Agency) dan EIMA (Environmental Impact
Management Agency of Indonesia), (1995). Main Report : The Study on The
Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Bapedal,
Indonesia.
Liu, David H.F & Liptak, Béla G. (2000). Air Pollution, Lewis Publishers, New York.
Roberts. K Roddick, (2005). Humidity. http://www.fsec.ucf.edu/bldg/science/
humidity (Januari 2006)
Lakitan, Benyamin. (1997). Dasar-dasar Klimatologi, Cetakan ke-6. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan
Ardino Purbu. Bandung. ITB.
Noel De Nevers. (1995). Air Pollution Control Engineering. McGraw Hill, Inc
Singapore.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam
pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi,
dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi
di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap
tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas
keterangan
2.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar
pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan
mengetahui
dasar-dasar
sebaran
polutan
di
atmosfer,
maka
diharapkan
mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara..
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan
diberikannya
prinsip-prinsip
dasar
pengetahuan
tentang
sebaran
pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif,
inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui tugas individu merangkum
dasar-dasar sebaran dari berbagai teori yang ada, diskusi kelompok tentang studi
kasus kestabilan atmosfer, adveksi, dilusi, difusi dan dispersi.
2.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
konsep sebaran polutan di atmosfer dengan dasar meteorologi.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Model Dispersi Pencemaran Udara
Secara umum model pencemaran udara terdiri atas dua model utama yaitu model
sebaran (dispersion model) dan model penerima (receptor model). Dengan
semakin berkembangnya sektor – sektor yang menimbulkan pencemaran udara
akan membuat peningkatan kadar polutan di udara tetapi kita tidak akan tahu
berapa konsentrasi polutan di masa datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
model sebaran pencemaran udara yang membantu kita untuk mengetahui
bagaimana perilaku polutan-polutan udara di lingkungan. Model ini adalah model
kualitas
udara
yang
seperti,
model
sejenisnya,
memerlukan
pekerjaan
pendahuluan yang akan membutuhkan waktu, terutama dalam penyiapan data
masukan sumber emisi dan intensitas emisi serta data meteorologi. Ada banyak
alasan mengapa model sangat diperlukan antara lain : dapat diketahui sumber
mana yang bertanggungjawab atas besarnya konsentrasi polutan yang diterima
oleh receptor, memprediksi perubahan konsentrasi sesuai dengan waktu,
membuat target emisi untuk sumber-sumber yang tingkat pencemarannya tinggi.
Menrut Soedomo (1990), model yang dikembangkan terdiri atas beberapa submodel, yaitu :
1. Submodel emisi sumber
Data masukan untuk submodel emisi adalah informasi sumber pencemar yang
ditekankan pada penggunaan energi pada sektor transportasi. Data yang
masuk dalam submodel ini akan menghasilkan emission load dari sumber emisi
transportasi, dan akan diolah datanya bersama-sama dengan hasil dari
submodel meteorologi untuk membuat model dispersi pencemar.
2. Submodel meteorologi
Data masukan untuk submodel meteorologi meliputi data arah dan kecepatan
angin, radiasi sinar matahari, dan ketinggian lapisan pencampur. Submodel ini
digunakan untuk menghitung frekuensi distribusi dari data meteorologi selama
1 tahun. Hasil keluaran submodel ini akan menjadi masukan dalam submodel
dispersi bersama dengan data keluaran submodel emisi.
3. Submodel dispersi pencemar
Menurut Colls (2002) untuk model dispersi pencemar dapat dibagi menjadi 3
model utama yaitu :
1. Model Eulerian
Secara numerik model ini dapat digunakan untuk menyelesaikan perhitungan
difusi atmosfer. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui pergerakan
emisi dari sumber titik di atmosfer. Alat untuk sensor eulerian adalah windvane
atau anemometer.
2. Model Gaussian
Model ini dibuat berdasarkan distribusi probabilitas normal gaussian dari ektor
angin dan fluktuasi konsentrasi polutan. Model ini hampir sam dengan model
eulerian tetapi lebih diperuntukkan dalam skala lebih besar.
3. Model Lagrangian
Berdasarkan proses dari pergerakan massa udara atau proses dari dispersi
partikel. Dalam pengukuran untuk model ini digunakan balon natural densitas.
Deskripsi Model Dispersi
Dasar dari sebuah model dispersi dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila
sebuah sumber emisi misalnya kendaraan bermotor mengeluarkan emisi polutan
NOx sebesar 1 ppm ke atmosfer, maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa
besar yang diterima oleh penerima (receptor) yang dalam hal ini adalah manusia,
dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi seperti arah angin, kecepatan angin,
dan sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan-perhitungan memadai,
yang dikenal sebagai pemodelan pola dispersi polutan yang mana akan
menggunakan rumus-rumus yang ada saat ini untuk menganalisa.
Pemodelan dispersi polutan berbasis komputer pada dasarnya dapat disebut
sebagai sebuah “black box”, dimana apabila data input yang diperlukan
dimasukkan akan melakukan perhitungan-perhitungan yang dibutuhkan, dan
hasilnya adalah gambaran mengenai konsentrasi polutan pada tiap penerima
(receptor) yang dalam hal ini adalah manusia, seperti terlihat pada gambar berikut
ini.
E m is i
S um ber
T ra n s p o rta s i
B la c k B o x
P e n e rim a
( R e c e p to r s )
F a k to r fa k to r
M e te o ro lo g i
Gambar 3.7 Model Black Box
(Sumber: Soedomo, 1999)
Penerapan Model Dispersi
Dasar dari dispersion simulation model adalah persamaan Gauss dari plume dan
puff. Model ini menjelaskan hubungan antara polutan yang diemisikan dari
sumbernya dengan konsentrasi polusi udara di ambien. Untuk mendapatkan
hubungan yang baik antara polutan yang diemisikan dengan konsentrasi polutan di
udara ambien, maka ketepatan/ketelitian inventarisasi sumber emisi dan
kecocokan penggunaan data meteorologi sangat diperlukan. Dengan demikian
maka diharapkan dapat memberikan hasil simulasi yang akan mewakili hubungan
antara sumber emisi dan konsentrasi polutan di udara ambien.
Berdasarkan Colls (2002), asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah :
1. Material polutan yang berbentuk gas di udara bentuknya tidak reaktif,
2. Bentuk dari kepulan asap sesuai dengan arah datangnya angin (sumbu x),
3. Kecepatan angin dan arah angin konstan terhadap ketinggian.
Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengklarifikasikan hubungan antara masingmasing sumber, demikian juga total emmision load masing-masing polutan yang
diemisikan ke udara dan konsentrasi polutan di udara ambien. Pendekatannya
adalah dengan menggunakan persamaan Gauss. Dasar pendekatan adalah model
difusi Eddy dalam tiga kordinat atau disebut persamaan difusi Fickian.
⎡ ∂ 2C ⎤
⎡ ∂ 2C ⎤
⎡ ∂ 2C ⎤
dC
= K xx ⎢ 2 ⎥ + K yy ⎢ 2 ⎥ + K zz ⎢ 2 ⎥
dt
⎣ ∂x ⎦
⎣ ∂z ⎦
⎣ ∂y ⎦
dimana :
C = konsentrasi, T = waktu, Kxx, Kyy, Kzz = koefisien difusi arah sumbu x, y, z
Persamaan difusi Fickian dimodifikasi dan digunakan untuk mempelajari model
penyebaran
polutan
dari
sumber-sumber
emisi.
Persamaan
Gaussian
menggunakan sistem koordinat seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3.8 Sistem Koordinat untuk Distribusi Gaussian
Pada Arah Horisontal Dan Vertikal (Sumber: Colls, 2002)
Persamaan asli (original) dari Gauss adalah :
⎛
y2
⎜
. exp −
C ( x, y , z ) =
⎜ 2σ 2
2πσ yσ z u
y
⎝
Qp
⎞
⎟.F
⎟
⎠
dimana :
⎧⎪ ⎡ ( z − He )2 ⎤
⎡ ( z + He )2 ⎤ ⎫⎪
+
F = ⎨exp ⎢−
exp
⎢−
⎥⎬
⎥
2
2
2σ z
2σ z
⎪⎩ ⎣
⎦ ⎪⎭
⎣
⎦
Persamaan asli Gaussian diatas mengansumsikan bahwa permukaan tanah
sebagai dinding pembatas untuk difusi selanjutnya. Jika tidak ada pengendapan
dan absorpsi, maka dinding pembatas ini dapat dihitung dengan mengasumsikan
adanya bayangan sumber yang simetris dengan sumber di bawah permukaan
tanah.
Source
Ground
Image
Source
Gambar 3.9 Sumber dan Bayangan Sumber di Bawah Permukaan Tanah
(Sumber: Perkins, 1974)
Persamaan Plume model (windy condition)
Pada persamaan asli Gaussian diatas nilai (z-H) untuk sumber sebenarnya
diatas permukaan tanah, sedangkan nilai (z+H) untuk sumber bayangannya.
Oleh karena itu, pada ground level z = 0, persamaan diatas dapat
disederhanakan, sehingga persamaannya menjadi :
C=
⎡ y2 ⎤
⎡ He 2 ⎤
exp ⎢−
exp
⎥
⎢−
2
2 ⎥
πσ y σ z u
⎢⎣ 2σ y ⎥⎦
⎣⎢ 2σ z ⎦⎥
Q
Persamaan Gaussian Plume digunakan untuk keadaan dimana terdapat
kecepatan angin di sumber emisi (windy condition).
Persamaan Puff model (calm condition)
⎛ ( x − ut )2
y2
⎜−
C ( x, y , z ) =
−
.
exp
2
2
⎜
(2π )1 / 2 σ σ yσ z
2σ x
2σ y
⎝
Qp
⎞
⎟.F
⎟
⎠
Persamaan Puff model (calm condition) disederhanakan karena terlalu banyak
menggunakan faktor waktu, persamaan di atas disederhanakan menjadi :
C=
⎤
2Q ⎡
1
⎢ 2
3/ 2
2
2 ⎥
(2π ) γ ⎣ R + (α / γ ) He ⎦
Persamaan Gaussian Puff digunakan jika tidak terdapat angin di sumber emisi
atau kecepatan anginnya sama dengan 0 (nol), kondisi ini disebut sebagai kondisi
tenang (calm condition).
Keterangan persamaan Gaussian :
C
= konsentrasi pada titik perhitungan (ppm)
x
= jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m)
y
= jarak dari sumber ke titik perhitungan arah kanan atas dari arah angin
z
= tinggi pada titik perhitungan (m)
Q
= emission rate dari polutan (m3/dt)
u
= rata-rata kecepatan angin (m/dt)
He = tinggi stack efektif
σy,z = koefisien difusi dalam arah y dan z (m)
α / γ = rate of increase of the horizontal/vertical plume width (m/dt)
t = waktu dari stack atau pipa pembuangan gas (dt)
Nilai He (tinggi stack efektif) sama dengan tinggi stack awal, karena cerobong
kendaraan bermotor diletakkan horisontal (tidak ada penambahan tinggi), berbeda
dengan cerobong industri dan rumah tangga yang diletakkan vertikal; sehingga :
He = Ho (tinggi awal stack)
Lebar Difusi Kepulan
Nilai dari σy, σz menggambarkan lebar dari distribusi konsentrasi polutan yang
keluar dari stack (pipa gas buang). Nilai σy adalah lebar difusi kepulan secara
horisontal, sedangkan nilai σz untuk lebar vertikal difusi kepulan. Persamaan JEA
(Japan Environmental Agency) untuk mensimulasikan tabel Pasquill-Gifford
digunakan untuk persamaan plume. Persamaannya sebagai berikut :
σ y ( x ) = γ y .x
αy
σ z ( x ) = γ z .x α
z
dimana :
αy, γy, αz, γz = konstanta yang tergantung dari stabilitas atmosfer (Tabel 3.2)
x
= jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m)
Tabel 3.2 Nilai Konstanta Untuk Lebar Difusi Kepulan Persamaan Plume
Arah horisontal
Kelas
Arah vertikal
Stabilitas
αy
γy
x
A
0.901
0.851
0.426
0.602
0~1000
1000~
0.914
0.865
0.924
0.855
0.282
0.396
0.1772
0.232
0~1000
1000~
0~1000
1000~
D
0.929
0.889
0.1107
0.1467
0~1000
1000~
E
0.921
0.897
0.0864
0.1019
0~1000
1000~
F
0.929
0.899
0.0554
0.0733
0~1000
1000~
G
0.921
0.896
0.0380
0.0452
0~1000
1000~
B
C
Sumber : JEA, 1993
αz
γz
x
1.122
1.514
2.109
0.964
1.094
0.0800
0.00855
0.000212
0.1272
0.0570
0~300
300~500
500~
0~500
500~
0.918
0.1068
0~
0.826
0.632
0.555
0.788
0.565
0.415
0.784
0.526
0.323
0.794
0.637
0.431
0.222
0.1046
0.400
0.811
0.0928
0.433
1.732
0.0621
0.370
2.41
0.0373
0.1105
0.529
3.62
0~1000
1000~10000
10000~
0~1000
1000~10000
10000~
0~1000
1000~10000
10000~
0~1000
1000~2000
2000~10000
10000~
Lebar Difusi Kepulan untuk Persamaan Puff
Tabel JEA yang diperoleh dari grafik Turner (1970) digunakan untuk persamaan
puff terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.3.Nilai α Dan γ Untuk Persamaan Puff
Kelas Stabilitas
α
γ
A
B
C
D
E
F
G
0.948
0.781
0.635
0.470
0.439
0.439
0.439
1.569
0.474
0.208
0.113
0.067
0.048
0.029
Sumber : JEA, 1993
2.2.2. Latihan
Perkiraan konsentrasi SO2 pada sisi hilir dari sebuah PLTU 1.000 MW pada jarak
1 km dan 5 km, yang menggunakan 10.000 ton batubara per hari sebagai bahan
bakarnya, kadar sulfur 1%, tinggi stack efektif 250 m, angin bergerak dengan
kecepatan 3m/det, diukur pada kondisi sedikit cerah, siang hari pada ketinggian
10 m.
x, km
1
5
τ y, m
140
540
τz, m
125
500
Kondisi atmosferik tidak stabil, kecepatan angin pada ketinggian stack efektif
adalah sebesar:
v = v1 (H/z1)n = 3(250/10)0,25 = 6,6 m/det.
Jumlah sulfur
= 10.000 ton/hari x 1/100
= 100 ton/hari (27.777.700 mg/detik)
Emisi SO2
= (64/32)(27.777.700)mg/det
= 55.555.400 mg/det.
Pada ground level concentration maximum (GLC), konsentrasi SO2 adalah:
C1 km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 140 x 125] exp-[{2502/2(125)2}]
= 750 mg/m3
C5km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 540 x 500] exp-[{2502/2(500)2}]
= 315 mg/m3
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Secara umum sebutkan dua model utama dalam pencemaran udara!
2. Sebutkan data apa yang diperlukan dalam submodel emisi sumber?
3. Sebutkan asumsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi model!
4. Pendekatan apa yang digunakan dalam persamaan Gauss?
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus :
Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.4. Rangkuman
Secara umum model pencemaran udara terdiri atas dua model utama yaitu model
sebaran (dispersion model) dan model penerima (receptor model). Model dispersi
digunakan untuk memperkirakan tingkat cemaran dari sumbernya terhadap fungsi
jarak dan waktu. Submodel dispersi terdiri atas emisi sumber, meteorologi, dispersi
pencemar. Model dispersi pencemar secara garis besar terdiri atas tiga model
yaitu model eulerian, model gaussian, model lagrangian.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Model dispersi dan model reseptor
2. Data faktor emisi, jumlah emiter untuk mencari emission load
3. Asumsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi ini adalah :
1. Material polutan yang berbentuk gas di udara bentuknya tidak reaktif,
2. Bentuk dari kepulan asap sesuai dengan arah datangnya angin (sumbu x),
3. Kecepatan angin dan arah angin konstan terhadap ketinggian.
4. Dasar pendekatan adalah model difusi Eddy dalam tiga kordinat atau disebut
persamaan difusi Fickian
DAFTAR PUSTAKA
Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan.
Ardino Purbu. Bandung. ITB.
Perkins H.C, (1974), Air Pollution (International Student Edn) McGrawHill, New
York
Turner D.B (1970), Workbook of Atmospheric Dispersion Estimates. Office of Air
Programs Pub. No.AP-26, Environmental Protection Agency, U.S.A.
Colls, Jeremy. 2002. Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis
Group, London.
Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
JICA (Japan International Cooperation Agency) dan EIMA (Environmental Impact
Management Agency of Indonesia), (1995). Main Report : The Study on The
Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Bapedal,
Indonesia.
Soedomo, Moestikahadi. (1999). Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran
Udara, Penerbit ITB, Bandung.
SENARAI
D.POKOK BAHASAN IV PEMANTAUAN DAN INVENTORI EMISI DALAM
PENCEMARAN UDARA
II.1 SUB POKOK BAHASAN PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar pemantauan kualitas
udara. Aspek yang dinilai adalah bagaiman data pemantauan dapat dinilai andal,
dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan pengukuran. Polutan
yang dipantau meliputi kelompok pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun
pengamat melalui pendekatan kurva serta perhitungan juga menjadi bahasan di
sini. Frekuensi sampling kualitas udara dan metode-metode pengukuran menjadi
bahasan terakhir di sub pokok bahasan pemantauan kualitas udara.
1.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam mata kuliah Pemantauan dan
Analisis Kualitas Udara di semester VI. Dengan memahami metode pemantauan
maka akan mempermudah memahami aspek pengendalian pencemaran udara.
1.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan
diberikannya
prinsip-prinsip
dasar
pengetahuan
tentang
metode
pemantauan kualitas udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui tugas individu merangkum
metode-metode pengukuran, diskusi kelompok tentang studi jaringan pemantauan
kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia serta tugas kecil tentang berbagai
metode pengukuran kualitas udara.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
dasar-dasar pemantauan kualitas udara.
1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian
Umum
Program pemantauan kualitas udara merupakan suatu upaya yang dilakukan
dalam pengendalan pencemaran udara. Hal yang penting diperhatikan dalam
program
pemantauan
udara
adalah
yang
berhubungan
dengan
aspek
pengambilan contoh udara (sampling) dan analisis di laboratoriumnya serta
pengelolaan data dengan metoda statistika.
Keabsahan dan keterpecayaan data hasil pemantauan yang diperoleh sangat
ditentukan oleh metoda sampling dan analisis yang diterapkan. Seperti diketahui,
program pemantauan kualitas udara, baik udara ambien maupun dari sumber
emisi pencemaran udara, bertujuan untuk memberikan masukan bagi pengambil
keputusan dalam program pengendalian pencemaran udara seperti halnya
pemantauan kualitas udara yang diterapkan di suatu daerah, hanya akan dapat
terukur dari hasil pemantauan yang dilakukan karena pemantauan kualitas udara
perlu dilandasi dengan perangkat lunak dan keras yang sesuai, dengan beberapa
pembakuan bila diperlukan. Dalam hal ini, metode sampling dan analisis udara
akan menjadi landasan pokok yang menjamin keterpercayaan dan keabsahan data
yang diperoleh dalam program pemantauan yang dilaksanakan.
Pencemaran udara di suatu daerah akan sangat ditentukan secara langsung oleh
intensitas sumber emisi pencemarnya dan pola penyebarannya (dispersi, difusi
dan pengenceran) di dalam atmosfer. Konsentrasi pencemar udara akan berbeda
dari satu tempat dengan waktu yang berbeda atau dengan tempat lainnya.
Hubungan skala ruang dan waktu menjadi variabel penentu besaran konsentrasi
zat pencemar yang diamati. Di lain pihak, pencemaran udara juga ditentukan oleh
jenis pencemar yang diemisikan oleh sumbernya.
Dua jenis pencemar dapat dibedakan di sini, yaitu pencemar indikatif dan spefifik.
Zat pencemar indikatif merupakan zat pencemar yang telah dijadikan
indikator pencemar udara secara umum, yang biasanya tercantum di dalam
peraturan kualitas pencemaran udara yang berlaku. Yang termasuk kelompok
zat pencemar indikatif untuk daerah perkotaan dan pemukiman secara umum
adalah suspended particulate matter (debu), karbon monoksida, total
hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan
oksidan fotokimia (ozon).
Kelompok pencemar spesifik merupakan zat pencemar udara yang bersifat
spesifik yang diemisikan dari sumberntya, contohnya gas chlor, ammonia,
hidrogen sulfida, merkaptan, formaldehida, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sumber pencemar, medium tempat
pencemaran berdispersi dan berdifusi, maupun jenis zat pencemar yang telah
diuraikan di atas, pemantauan udara ambien. Pemantauan sumber emisi dilakukan
terutama untuk mengetahui tingkat emisi dan unsur pencemar spesifik, sedangkan
pemantauan udara ambien dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran udara
yang didasarkan atas pencemar indikatif yang umum. Adanya pembedaan sistem
pemantauan ini akan membedakan pula metoda sampling udara.
Udara Masuk
Peralatan Sampling
Pengkondisian
Sampel
Pengumpulan
Sampel
Pencatatan
ANALYZER
Data
Peralatan
Kalibrasi
Kontrol Aliran
& Pengukuran pada
Analyzer
Udara Bergerak
Udara Keluar
Gambar 4.1 Komponen Stasiun Pemantauan Kualitas Udara
Pemantauan Kualitas Udara Ambien
Dalam perencaaan pemantauan kualitas udara harus dipertimbangkan beberapa
hal, yaitu:
Tujuan pemantauan kualitas ambien
Parameter zat pencemar yang akan diukur
Jumlah stasiun pengamat, termasuk lokasi, durasi periode sampling serta
metode sampling yang digunakan
Metode pengukuran yang digunakan
Tujuan Pemantauan Kualitas Udara Ambien
Beberapa tujuan dapat dicapai dalam pemantauan ini. Secara garis besar ada
empat tujuan utama yaitu :
Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang ada di suatu daerah
dengan mengacu pada ketentuan dan peraturan mengenai kualitas udara
yang berlaku dan baku.
Untuk menyediakan pengumpulan data (data base) yang diperlukan dalam
evaluasi pengaruh pencemaran dan pertimbangan perencanaan, seperti
pengembangan kota dan tata guna lahan, perencanaan transportasi,
evaluasi
penerapan
strategi
pengendalian
pencemaran
yang
telah
dilakukan, validasi pengembangan model difusi dan dispersi pencemaran
udara.
Untuk mengamati kecenderungan tingkat pencemaran udara yang ada di
daerah pengendalian pencemaran udara tertentu.
Untuk mengaktifkan dan menentukan prosedur pengendalian darurat untuk
mencegah timbulnya episode pencemaran udara.
Jaringan Stasiun Pengamat
Perencanaan jaringan pemantauan kualitas udara dilakukan berdasarkan tingkat
konsentrasi pencemar, penyebaran pencemar dan inventori emisi. Selain itu
diperlukan pertimbangan-pertimbangan umum seperti: jaringan yang ideal
memerlukan sumber daya yang besar, dan juga diperlukan pengetahuan
mengenai tingkat dan pola penyebaran pencemaran udara.
Penetapan besarnya jaringan sangat ditentukan oleh faktor-faktor jumlah
penduduk, tingkat pencemaran dan keragamannya serta kebijakan-kebijakan yang
berlaku.
Secara teknis, penetapan besar jaringan dapat ditentukan berdasarkan:
jumlah penduduk yaitu dengan membuat kurva aproksimasi (untuk pencemar
CO2, CO, HC, NOx dan oksidan).
berdasarkan perhitungan.
Berdasarkan populasi penduduk
Penentuan jumlah stasiun monitoring
berdasarkan
jumlah
penduduk
yaitu
di suatu wilayah dapat dilakukan
menggunakan
kurva
pendekatan
(aproksimasi) seperti diperlihatkan dalam gambar 7.2. Pada gambar tersebut
diperlihatkan jumlah minimum dan maksimum monitoring untuk masing-masing zat
pencemar. Total suspended solid (debu), SO2, dan pencemar lainnya untuk sistem
pengukuran automatik maupun mekanik, untuk masing-masing kelas populasi
yang tergantung pada penyebaran dan tingkat pencemarannya.
Sebagai contoh, untuk daerah yang berpenduduk 1 juta dengan masalah
SO2 yang kritis diperlukan 20 stasiun pemantauan SO2, sedangkan untuk masalah
yang tidak kritis minimum diperlukan hanya 10 stasiun pemantauan SO2.
Untuk parameter SO2 dan NOx membutuhkan alat ukur mekanik dan
otomatis, dengan bantuan gambar 7.2 diperoleh alat pemantauan mekanis dan
pemantau total. Perbedaan perkiraan antara jumlah sampler total (mekanis dan
otomatis) dengan sampler otomatis adalah menunjukkan banyaknya sampler
mekanis yang diperlukan.
Meskipun kurva tersebut memberikan perkiraan yang tepat dan baik untuk
pemantauan pencemar perkotaan dengan sumber emisi dari kendaraan bermotor
seperti CO, HC, NOx, SO2 dan oksidan tetapi bisa diterapkan langsung untuk
parameter SO2 dan partikulat, karena pencemar tersebut (SO2 dan partikulat)
sangat dipengaruhi oleh kompleksitas sektor industri dan pola penggunaan bahan
bakar di daerah tersebut, dengan demikian akan berpengaruh terhadap ukuran
jaringan monitoring.
Gambar 4.2 Kurva Aproksimasi Jumlah Stasiun Pemantauan
Berdasarkan perhitungan
Penentuan jumlah stasiun pemantauan berdasarkan perhitungan hanya digunakan
untuk stasiun pemantauan pencemar SO2 dan TSP. Rumus perhitungan tersebut
sebagai berikut:
N = Nx + Ny + Nz
Cm − Cs
X
Cs
Cs − Cb
Ny = 0.0096 ×
Y
Cs
Nz = 0,0004 Z
Nx = 0.0965 ×
dimana:
N
Cm
Cs
Cb
X
Y
Z
=
=
=
=
=
=
=
Jumlah stasiun pemantauan
Nilai isopleth maksimum (ug/m3)
Nilai standar kualitas udara ambien (ug/m3)
Nilai isopleth minimum, dengan nilai kontur 10 (ug/m3)
Luas area dimana konsentrasi pencemar > baku mutu (km2)
Luas area dimana konsentrasi pencemar < baku mutu >
Luas area dimana konsentrasi pencemar ≤ background (km2)
Kriteria Penempatan Stasiun Pemantauan
Penempatan lokasi stasiun pemantauan perlu dilakukan pada titik-titik yang
mewakili: pusat kota, pinggir kota, pedesaan, daerah sekitarnya (remote area),
daerah industri, daerah pemukiman dan daerah komersial (perdagangan).
Periode dan Frekuensi Sampling
Konsentrasi zat pencemar di udara ambien berkaitan erat dengan waktu dan
tempat, oleh karena itu maka penentuan periode dan frekuensi sampling harus
memperhatikan hal-hal apakah sampling udara ambien dilakukan dengan sampling
terus-menerus (kontinu), semi kontinu dan sampling sesaat (grab sampling).
Sampling kontinu merupakan metode yang paling ideal dalam suatu
program pemantauan dan pengawasan kualitas udara, khususnya di daerah
perkotaan.
Sampling semi kontinu dapat diterapkan di daerah-daerah yang agak
tercemar, yang tidak terlalu ditandai denga fluktuasi episodik yang tinggi.
Sampling sesaat biasanya merupakan suatu metoda yang hanya dilakukan
untuk maksud tertentu, misal menguji keabsahan data yang diperoleh dari
sampling kontinu dan sampling semi kontinu, atau suatu langkah awal
penentuan titik-titik sampling yang diperlukan di dalam pemantauan dan
pengawasan kualitas udara. Sampling sesaat merupakan metode sampling
yang permanen.
Berikut ini pedoman untuk periode dan frekuensi sampling setiap parameter
diberikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Frekuensi Sampling Kualitas Udara
Parameter Sam- Area dengan konsentrasi
Area urban
di atas standar
pler
Kontinu
per
per Kontinu per
per
3 hari
6 hari
3 hari 6 hari
TSP
M
M
M
M
M
SO2
M/A
A
M
M
M
CO
A
A
A
HC
A
A
M
A
NO2
M/A
A
M
M
A
M
NOx
M/A
A
M
M
A
Oksidan
M/A
A
A
Area
non urban
per 6 hari
M
M
Metode Sampling Udara Ambien
Dalam pengukuran kualitas udara dengan menggunakan metode dan peralatan
yang manual, terlebih dahulu dilakukan sampling yang dilanjutkan dengan analisa
di laboratorium.
Untuk mengumpulkan gas dari udara ambien diperlukan suatu teknik pengumpulan
dan peralatan tertentu. Teknik pengumpulan gas yang umum digunakan untuk
menangkap gas di udara ambien adalah teknik absorpsi, adsorpsi, pendinginan
dan pengumpulan pada kantong udara (bag sampler atau tube sampler).
Teknik absorpsi adalah teknik pengumpulan gas berdasarkan kemampuan gas
pencemar bereaksi dengan pereaksi kimia (absorber). Pereaksi kimia yang
digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar
tertentu yang akan dianalisis. Untuk beberapa jenis gas pencemar yang dianalisis
dengan
metode
colorimetri,
selalu
menggunakan
teknik
absorpsi
untuk
mengumpulkan contoh gas, misalnya pengukuran gas SO2 dengan metode
pararosaniline.
Teknik adsorpsi yaitu berdasarkan kemampuan gas teradsorpsi pada permukaan
padat adsorbent (karbon aktif atau aluminium oksida), terutama untuk gas-gas
hidrokarbon yang mampu terserap dalam permukaan karbon aktif.
Teknik pendinginan yaitu teknik sampling dengan cara membekukan gas pada
titik bekunya, sedangkan pengumpulan contoh dengan kantong udara sering
digunakan untuk gas pencemar yang tidak memerlukan pemekatan contoh udara.
Untuk pengumpulan contoh udara diperlukan peralatan pengambilan contoh udara
yang pada umumnya terdiri dari collector, flowmeter dan pompa vacuum. Collector
berfungsi untuk mengumpulkan gas yang tertangkap, dapat berupa impinger,
fritted bubbler atau tube adsorber. Untuk mengetahui volume udara ambien yang
terkumpul digunakan flowmeter baik berupa dry gas meter, wet gas meter atau
rotameter. Pompa vacuum dihindari digunakan untuk menghisap udara ke dalam
collector. Kesalahan yang harus dihindari adalah kebocoran dari sistem
pengambilan contoh.
Susunan peralatan sampling udara ambien adalah sebagai berikut:
Collector
Flowmeter
Vacuum Pump
Gambar 4.3 Susunan Peralatan Sampling Udara Ambien
Metoda Analisa
Berbagai jenis metode pengukuran analitik dapat digunakan untuk analisis zat
pencemar udara, dari mulai metode analitik yang sederhana dengan waktu
pengukuran yang lama seperti titrasi atau gravimetri sampai metode analitik yang
paling mutakhir, yaitu menggunakan prinsip-prinsip fisiko-kimia yang mampu
mengukur zat pencemar secara otomatis dengan waktu pengukuran berskala
detik, serta tidak memerlukan larutan pereaksi.
1.2.2. Latihan
Gambarkan stasiun pemantauan kualitas udara beserta diagram komponennya!
Jawab :
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Sebutkan 2 hal yang menjadi tolok ukur keterpercayaan dan keabsahan
data dalam pemantauan kualitas udara!
2. Sebutkan 2 hal pengakategorian zat pencemar dalam rangka pemantauan
kualitas udara, berikan pula contohnya!
3. Jelaskan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemantauan kualitas
udara ambien!
4. Jelaskan teknik absorpsi dalam pemantauan kualitas udara!
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
1.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.4. Rangkuman
Aspek penting dalam pemantauan kualitas udara adalah bagaiman data dapat
dinilai andal, dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan
pengukuran. Polutan yang dipantau secara garis besar dikelompokkan menjadi
pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun pengamat dapat dirancang
melalui pendekatan kurva serta perhitungan. Frekuensi sampling kualitas udara
dan metode-metode pengukuran menjadi hal yang diperhitungkan dalam
pemantauan kualitas udara.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Dalam hal ini, metode sampling dan analisis udara akan menjadi landasan
pokok yang menjamin keterpercayaan dan keabsahan data yang diperoleh dalam
program pemantauan yang dilaksanakan.
2. Zat pencemar indikatif seperti suspended particulate matter (debu), karbon
monoksida, total hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida
(SO2) dan oksidan fotokimia (ozon) dan zat pencemar spesifik seperti gas chlor,
ammonia, hidrogen sulfida, merkaptan, formaldehida, dan lain-lain.
3. Hal-hal yang yang harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu:
Tujuan pemantauan kualitas ambien
Parameter zat pencemar yang akan diukur
Jumlah stasiun pengamat, termasuk lokasi, durasi periode sampling serta
metode sampling yang digunakan
Metode pengukuran yang digunakan
4. Teknik absorpsi : teknik pengumpulan gas berdasar kemampuan gas pencemar
bereaksi dengan pereaksi kimia (absorber). Pereaksi kimia yang digunakan harus
spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar tertentu yang akan
dianalisis. Untuk beberapa jenis gas pencemar yang dianalisis dengan metode
colorimetri, selalu menggunakan teknik absorpsi untuk mengumpulkan contoh gas,
contoh pengukuran gas SO2 dengan metode pararosaniline.
DAFTAR PUSTAKA
“EPA (1997) Traceability Protocol for Assay and Certification of Gaseous
Calibration Standards” September 1997 as amended, EPA-600/R-97/121
Butler, F.E, J.E. Knoll, and M.R. Midgett (1985). Development and Evaluation of
Methods for Determining Carbon Monoxide Emissions. Quality Assurance
Division, Environmental Monitoring Systems Laboratory, U.S. Environmental
Protection Agency, Research Triangle Park, NC. June 1985. 33 pp.
National Institute for Occupational Safety and Health (1976). Recommendations for
Occupational Exposure to Nitric Acid. In: Occupational Safety and Health
Reporter. Washington, D.C. Bureau of National Affairs, Inc. 1976. p. 149
Standard Methods of Chemical Analysis (1962). 6th ed. New York, D. Van
Nostrand Co., Inc. 1962. Vol. 1, pp. 329-330.
Standard Method of Test for Oxides of Nitrogen in Gaseous Combustion Products
(Phenoldisulfonic Acid Procedure) (1968). In: 1968 Book of ASTM
Standards, Part 26. Philadelphia, PA. ASTM Designation D 1608—60.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN INVENTORI EMISI
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar dan teknik inventori emisi
dalam pengelolaan kualitas udara. Bahasan dimulai dari dasar mengapa inventori
emisi diperlukan, tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan inventori
emisi dan prosedur estimasi emisi.
2.1.2. Relevansi
Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengelolaan kualitas lingkungan.
Dengan memahami metode inventori emisi maka akan mempermudah memahami
aspek pengendalian pencemaran udara.
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan diberikannya pengetahuan tentang inventori emisi ini maka diharapkan
mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya
melalui tugas individu merangkum tahap-tahap inventori emisi, diskusi kelompok
tentang studi inventori emisi di kota-kota besar di Indonesia serta tugas kecil
tentang berbagai metode pengukuran (source test).
2.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
penerapan inventori emisi.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
Umum
Inventori emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang
pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah
geografis selama periode waktu tertentu. Inventori emisi menyediakan informasi
dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta
kontribusi relatif emisi. Inventroi emisi tersebut nantinya dapat digunakan sebagi
dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada masa
yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang berperan
dalam peningkatan pencemaran di area geografi dalam studi yang dilakukan
(Canter, 1996)
Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang
diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari enventori emisi menggunakan rata-rata
emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material
seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventori emisi
menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak
mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari (Wilton, 2001).
Inventori emisi dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan
gambaran kualitas udara yang ada. Dalam kaitannya dengan instrumen
pengelolaan kualitas udara, inventori emisi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sumber
permasalahan
mengenai
kuallitas
udara
dan
membantu
dalam
mengidentifikasi alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran udara. Komponen selain inventori emisi dalam strategi pengolaan
kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas udara, analisis
damapak meteorologi serta analisis biaya-manfaat. Terdapat hubungan antara
pemantauan, model dan inventori emisi seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.4 Kaitan Instrumen Pengelolaan Kualitas Udara
Perencanaan Inventori Emisi
Inventori emisi diperlukan untuk penentuan perencanaan yang mencakup
identifikasi kontributor utama, menentukan tingkat pengendalian dan sebagai dasar
pengembangan strategi pengendalian. USEPA (2001) mengungkapkan bahwa
inventori emisi diperlukan guna penentuan perijinan suatu kegiatan yang dapat
bedampak terhadap lingkungan pada suatu wilayah tertentu. Suatu inventori emisi
diperlukan untuk sumber informasi publik mengenai status kondisi kualitas udara
dan sebagai alat untuk melacak emisi-emisi sepanjang waktu.
Dalam perencanaan inventori emisi, hal-hal dibawah ini harus diperhitungkan :
Data yang digunakan (end use of the data);cakupan inventori, ketersediaan dan
kemanfaatan data eksisting dan strategi pengumpulan dan manajemen data.
Secara diagramatik, proses perencanaan dilakukan sebagai berikut :
Gambar 4.5 Perencanaan Inventori Emisi (US EPA, 2001)
Cakupan Inventori Emisi
Di dalam menentukan cakupan inventori, pertimbangan utamanya adalah tingkat
kerincian, jumlah sumber yang dikehendaki dan polutan apa yang dikehendaki.
Sumber-sumber titik dapat diinvetori pada tiga tingkat kerincian :
1. Pada level sumber yang mengindikasikan fasilitas-aktivitas yang dapat
mengemisikan polutan
2. Pada level cerobong (stack) dimana emisi ke ambien dari stack, ventilasi
dikarakterisasi
3. Pada level proses yang mewakili unit operasi pada kategori yang spesifik
Prosedur Estimasi Emisi
Polusi udara dapat diemisikan dari berbagai sumber di dalam industri/aktivitas.
Estimasi emisi dapat sederhana ataupun rumit tergantung pada ukuran fasilitas,
jumlah dan jenis proses dan keberadaan alat pengendali.
Petugas inventori harus mempertimbangkan tipe emisi untuk dilaporkan,
ketersediaan data dan biaya ketika memilih metode estimasi yang tepat.
Beberapa metode estimasi emisi yang telah ada sebagai berikut :
Metode CEMs
Metode melalui CEMs Continuous emissions monitors (CEMs) yang mengukur
dan mencatat emisi aktual sepanjang waktu. CEMs umumnya digunakan untuk
mengukur konsentrasi stack gas seperti NOx,CO2, CO, SO2, and total
hydrocarbons (THC).
Metode Source Tests
Metode ini merupakan metode yang umum untuk estimasi proses emisi. Source
tests merupakan pengukuran emisi sesaat yang diambil dari stack atau vent.
Mengingat faktor waktu dan peralatan, source test memerlukan sumber daya
yang lebih banyak.
Metode Kesetimbangan Massa (material balances)
Menentukan emisi dengan mengevaluasi jumlah material yang masuk ke
proses, yang meninggalkan proses dan jumlah seluruh atau sebagian yang
menjadi produk. Persamaan yang digunakan adalah :
Ex = (Qin - Qout) x Cx
dimana :
Ex = total emissi untuk pollutan x
Qin = jumlah material yang masuk ke proses
Qout = jumlah material yang meninggalkan proses sebagai limbah, recovery dan
produk
Cx = konsentrasi polutan x di material
Metode Faktor Emisi
Faktor emisi memperkirakan emisi tipikal dari sumber melalui berbagai studi
source test yang telah distandarisasi. Rumus yang digunakan adalah :
E = A x EF x (1 - C x RE)
Dimana :
E
= estimasi emisi dari proses
A
= level aktivitas seperti keluaran
EF
= faktor emisi (asumsi tidak ada kontrol emisi)
C
= efisiensi penangkapan x efisiensi kontrol (dalam persen); C = 0 bila tidak ada
kontrol emisi
RE = efektivias peraturan,
Metode Model Emisi
Model emisi digunakan dalam kondisi tidak ada pendekatan perhitungan yang
sederhana, atau dimana kombinasi berbagai parameter tidak menimbulkan
korelasi langsung. Contoh model TANKS untuk memperkirakan estimasi emisi
dari tangki.
Metode Pendekatan (Engineering Judgement)
Metode ini merupakan metode pilihan akhir bila metode-metode diatas tidak
mampu memperkirakan emisi sumber. Metode ini merupakan metode yang
paling tidak dikehendaki dan hanya mendasarkan pada informasi yang tersedia
dan beberapa asumsi
Gambar dibawah ini menunjukkan grafik beberapa pendekatan untuk estimasi
emisi dibandingkan dengan tingkat keakuratan dan biayanya.
Gambar 4.6 Grafik Beberapa Pendekatan Untuk Estimasi Emisi Dibandingkan
Dengan Tingkat Keakuratan Dan Biayanya (US EPA, 2001)
2.2.2. Latihan
Sebuah industri kertas akan melakukan test emisi VOC dalam bentuk toluene
karena bahan dasar pelarut adalah toluene. Data yang dirata-rata kan dalam
percobaan tiga kali test adalah sebagai berikut :
Stack flow rate (Qs) = 10,000 scf
Emission concentration (Ce) = 96 ppm (as toluene)
Fugitive emission capture (Effcap) = 0.90 (reasonably available control technology
(RACT)
Data lain yang didapat : jam operasi = 16 jam/hari, 312 hari/tahun
Solvent input rate (Mi) = 500 ton/tahun
Molecular weight (toluene) = 92
Unit correction factor (f) = 1.58 x 10-7 (lb-mole-min)/(jam-ppm-scf)
Rata-rata laju beban massa (the average mass loading rate) (Mo):
Mo = (f)(MW)(Ce)(Qs)
= (1.58 x 10-7)(92)(96)(10,000)
= 14 lb/hr
The emission control efficiency (Effcon) is dihitung:
Effcon = (Mi-Mo)/Mi
= [500 - ((14)(16)(312)/2,000)]/500
= 0.93 (93 percent control)
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1.Informasi apa saja yang disediakan dalam inventori emisi?
2. Dalam perencanaan inventori emisi, hal apa saja yang harus dipersiapkan ?
3. Dimanakah inventori emisi pada sumber titik dilakukan ?
4. Sebutkan berbagai cara metode perhitungan emisi!
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.4. Rangkuman
Teknik inventori emisi sangat bermanfaat dalam pengelolaan kualitas udara.
Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang
diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Perlu perencanaan yang komprehensif dalam melakukan
inventori emisi. menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu
tertentu dan tidak mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari
Inventori emisi meliputi tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan
inventori emisi dan prosedur estimasi emisi. Prosedur estimasi emisi adalah :
metode CEMs, metode source tests, metode kesetimbangan massa (material
balances), metode faktor emisi, metode model emisi, metode pendekatan
(engineering judgement).
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Inventori emisi menyediakan informasi dari semua sumber emisi beserta lokasi,
ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta kontribusi relatif emisi
2. Data yang digunakan (end use of the data);cakupan inventori, ketersediaan dan
kemanfaatan data eksisting dan strategi pengumpulan dan manajemen data.
3. Pada level sumber yang mengindikasikan fasilitas-aktivitas yang dapat
mengemisikan polutan, pada level cerobong (stack) dimana emisi ke ambien
dari stack, ventilasi dikarakterisasi, pada level proses yang mewakili unit
operasi pada kategori yang spesifik
4. Metode CEMs, Metode Source Tests, Metode Kesetimbangan Massa (material
balances), Metode Faktor Emisi, Metode Model Emisi, Metode Pendekatan
(Engineering Judgement)
DAFTAR PUSTAKA
Canter, (1996), Environmental Impact Assessment Second Edition : Impact
Prediction and Assessment of Air Quality, McGraw Hill
Wilton, E., (2001), Good Practice Guide for Preparing Emission Inventory, Ministry
for The Environment - Sustainable Management Fund
US EPA (2001), Introduction to Stationary Point Source Emission Inventory
Development, Eastern Research Group, Inc.
Dobie, N. (1992). Procedures for Emission Inventory Preparation, Volume IV:
Mobile Sources (Revised). EPA-450/4-81026d. U.S. Environmental Protection
Agency. Research Triangle Park, North Carolina.
SENARAI
D.POKOK BAHASAN V
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
II.1 SUB POKOK BAHASAN KONSEP PENGENDALIAN
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang konsep pengendalian pencemaran udara.
Pembahasan dimulai dari siklus pencemaran udara yang dihubungkan dengan
konsep pengendalian. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada
sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang
dipilih memenuhi best available control technology.
1.1.2. Relevansi
Dengan mengetahui konsep pengendalian pencemaran udara, maka dapat dipilih
metode pengendalian yang tepat dalam kasus pencemaran udara. Sub pokok
bahasan ini merupakan bagian besar dari konsep pengelolaan kualitas lingkungan
secara umum. Diharapkan mahasiswa dapat mengitegralkan konsep ini dalam
pengelolaan kualitas lingkungan.
1.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan
diberikannya
prinsip-prinsip
dasar
pengetahuan
tentang
konsep
pengendalian pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh
standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya
melalui diskusi tugas
konsep pengendalian pencemaran udara dari berbagai tempat di dunia, tugas
individu inventarisasi alat pengendali di berbagai industri.
1.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
konsep pengendalian pencemaran udara.
1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian
Umum
Mengacu pada tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat jenis pencemar udara yang
dikeluarkan dari suatu sumber maka harus diperhatikan bagaimana tingkat
konsentrasinya sampai di reseptor. Secara mudahnya dapat dikatakan bila tingkat
pengencerannya selama di udara tinggi dan makin luas tersebar, makin rendah
pula pemaparan ke reseptor yang mungkin terjadi. Fenomena ini yang mendasari
pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap sumber
pencemar udara. Secara umum pendekatan dilakukan dengan melihat siklus
pencemaran udara berikut ini :
Gambar 5.1 Pola Pikir Pengendalian Pencemaran Udara
Secara umum pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan 3
alternatif pendekatan, yaitu (Cooper & Aley, 1986) :
Modifikasi pada tingkat penyebarannya
Dasar pendekatan ini adalah memberikan modifikasi alat/desain pada
proses akhir sehingga konsentrasi pencemar yang terpapar ke lingkungan
tidak melebihi baku mutu. Proses ini dinamakan juga dengan proses
pengenceran. Sekarang proses ini sangat tidak direkomendasikan untuk
diterapkan karena tidak adanya perubahan massa pencemar keseluruhan.
Contoh penerapan pengendalian pencemaran udara dengan pendekatan ini
adalah mempertinggi ukuran cerobong, pemilihan waktu pembuangan emisi
yang dikaitkan dengan peluang kestabilan atmosfer, dan relokasi sumber
pencemar udara.
Pengendalian emisi dengan perubahan pada proses
Pendekatan ini lebih ditekankan pada konsep pencegahan polusi (cleaner
production), yaitu melakukan modifikasi pada poses sedemikian rupa
sehingga kuantitas maupun kualitas udara yang diemisikan di bawah baku
mutu udara. Bentuk modifikasi yang dilakukan dapat melalui substitusi
bahan, perubahan proses produksi (misalnya oil based menjadi water
based), perubahan durasi produksi dan sebagainya. Pendekatan ini
biasanya
dapat
diterapkan
bila
teknologi
produksi
yang
akan
menggantikannya mempunyai keunggulan, baik dari aspek ekonomis
maupun peningkatan kualitas produksi.
Menggunakan alat pengendali pencemaran udara.
Penggunaan alat pengendali pencemaran udara yaitu pemasangan unit
eksternal pada bagian akhir proses sebelum udara diemisikan. Terdapat
beberapa peralatan kontrol partikulat yang digunakan, yaitu mechanical
separator misal : gravity settler atau cyclone, fabric filter, electrostatic
precipitator dan wet scrubber.
Dalam menentukan peralatan kontrol yang tepat perlu pertimbangan karena
instalasi peralatan kontrol juga terpengaruh beberapa persyaratan teknis dan
ekonomis. Secara diagramatik, pertimbangan dalam menentukan alat kontrol
pencemaran udara dapat dilihat pada gambar 5.2.
Standar kontrol
Pencegahan korosi
Persyaratan energi
Efisiensi
Bahan kimia
Fleksibilitas
Keyakinan
Prekondisi gas
Pemeliharaan
Kapasitas beban
Karakteristik Peralatan
Evaluasi Sumber
Performansi Alat
Prinsip
Parameter
Penerapan
Kelayakan Teknik
Pemilihan Alat
Kontrol
Total biaya pertahun
Untuk tiap alternatif
Pemilihan sistem kontrol
terbaik
Gambar 5.2 Faktor Yang Dipertimbangkan Untuk
Mengevaluasi Sistem Kontrol Pencemaran Udara
Peraturan
1.2.2. Latihan
Jelaskan
pengertian
sistem
kontrol
terbaik
(best
available
control
technology/BACT)?
Pengertian
sistem
pengendalian
kontrol
sehingga
terbaik
terpenuhi
mengacu
maximum
pada
beragamnya
available
control
teknologi
technology,
economical available control technology dsb. Penggunaan BACT lebih ditekankan
pada integrasi pertimbangan dari sisi teknis, ekonomis dan pemiliknya. Kata
optimalisasi bisa jadi lebih tepat menggambarkan BACT.
1.3. Penutup
1.3.1. Tes Formatif
1. Dimanakah posisi konsep pengendalian dalam pola pikir pengendalian
pencemaran udara?
2. Apakah mungkin dalam sebuah aktivitas manusia untuk memenuhi produksi
barang tidak memerlukan alat pengendali pencemaran udara?
3. Sebutkan tiga alternatif pendekatan pengendalian pencemaran udara !
4. Apa yang dimaksud dengan prakondisi gas dan fleksibilitas dalam
pemilihan alat pengendali pencemaran udara?
1.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
1.3.4. Rangkuman
Konsep pengendalian pencemaran udara merupakan bagian penting dalam siklus
pencemaran udara. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada
sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang
dipilih haruslah memenuhi best available control technology setelah melalui
pertimbangan teknis, ekonomis dan stakeholder yang terlibat.
1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Konsep pengendalian berada diantara studi dampak kesehatan dan
perbandingan dengan baku mutu. Konsep pengendalian dengan strategi
penurunan emisi merupakan langkah awal untuk meminimalisasi dampak
kesehatan.
2. Status pencemaran ditentukan oleh konsentrasi emisi yang dibandingkan
dengan baku mutu yang ada. Jadi apabila secara emisi kurang dari baku mutu
yang ada, tidak memerlukan alat pengendali.
3. Modifikasi pada tingkat penyebarannya, Pengendalian emisi dengan perubahan
pada proses, Menggunakan alat pengendali pencemaran udara.
4. Fleksibilitas menyangkut kemudahan perubahan tempat (site) alat pengendali
diletakkan karena ada perubahan proses/pengembangan pabrik sehingga
berimbas pada pengubahan posisi alat. Prakondisi gas terkait dengan perlakuan
terhadap emisi gas pembawa sebelum masuk ke alat pengendali agar dapat
berfungsi dengan optimal. Contoh prakondisi gas adalah penyesuaian kelembaban
air, penyesuaian resistivitas dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach,
Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.
SENARAI
II.2 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN KERING
2.1 Pendahuluan
2.1.1. Deskripsi Singkat
Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang jenis-jenis alat pengendali dimulai dari
yang sederhana seperti settling chamber hingga yang rumit dan mahal seperti
Electrostatic Presipitator. Untuk tiap alat pengendali akan dijelaskan prinsip kerja
dan dilengkapi dengan keuntungan dan kerugian serta peruntukannya.
2.1.2. Relevansi
Dengan mendalami aspek pengendalian kering ini maka diharapkan tingkat
pemenuhan terhadap baku mutu akan terjadi sehingga dampak kesehatan yang
muncul dapat diminimalisasi. Dalam prinsip perancangan alat ini, maka konsep
mikro meteorologi di pokok bahasan III perlu dibuka kembali.
2.1.3.1 Standar Kompetensi
Dengan
diberikannya
prinsip-prinsip
dasar
pengetahuan
tentang
teknik
pengendalian kering ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar
kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui tugas individu inventarisasi
peralatan pengendali kering di dunia invdustri, diskusi kelompok tentang prinsip
kerja alat pengendali.
2.1.3.2. Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan
prinsip kerja alat pengendalian kering pencemaran udara.
2.2. Penyajian
2.2.1. Uraian
SETTLING CHAMBER ( bak pengendap )
Pertama kali dipakai, efisiensi rendah. Sekarang sering dipakai sebagai pretreatment untuk menghilangkan partikel ukuran besar.
Gambar 5.3 Settling Chamber
Mekanisme : gaya gravitasi dan gaya inersia, jenis : settling chamber sederhana
dan settling chamber Howard ( ada penambahan pelat-pelat )
Efisiensi teoritis dan setelah diperhitungkan dengan hukum Stokes :
g
dp
rp
r
m
K
: percepatan gravitasi
: diameter partikel
: densitas partikel
:densitas gas
: viscositas gas
: faktor cunningham
L, B, H didesain untuk semua partikel yang lebih besar daripada dp*
Cyclone
Cyclone adalah suatu jenis alat pengumpul debu mekanik yang digunakan untuk
menciptakan aliran berputar (vortex) untuk mengalirkan partikel ke area dimana
partikel tadi akan mengalami kehilangan energi dan terpisah dari aliran gas
(Mycock, 1995).
Input berupa gas dan partikulat dipercepat dengan gerakan spiral, dimana partikel
ukuran besar terlempar ke luar gas dan bertubrukan dengan dinding cyclone oleh
gaya sentrifugal dan turun ke kerucut cyclone untuk ditangkap oleh hopper.
Sedangkan gas yang bersih mengalir keluar melalui stack (Cornwell, 1998).
Cyclone memiliki efisiensi yang rendah untuk partikel berukuran kecil dan efisiensi
tinggi untuk ukuran partikel berukuran besar 5-15 µ m. Alat ini dapat diopeasikan
dalam kondisi basah (melalui injeksi air di inlet) atau kering. Semakin tinggi velocity
gas, maka removal efisiensinya juga semakin besar (Bethea, 1978).
Kelebihan dan Kekurangan Cyclone:
Kelebihan (Cooper & Aley, 1986):
Modal awal rendah.
Mampu beroperasi pada temperatur tinggi.
Biaya pemeliharaan rendah.
Kekurangan (Cooper & Aley, 1986):
Efisiensi rendah untuk partikel berukuran kecil.
Biaya operasi yang tinggi sebab terjadi kehilangan tekanan.
Gambar 5.4. Skema Cyclone
Tipe-tipe Cyclone
Berdasarkan efisiensi, selain cyclone conventional cyclone dibagi atas (Cooper &
Alley, 1994):
1. High-efficiency Cyclone
Kecepatan gas inlet lebih tinggi dengan demikian memberi gaya
sentrifugal yang lebih tinggi.
2. High-throughput Cyclone
Biasanya mempunyai diameter yang lebih besar dan menangani
kecepatan yang lebih tinggi.
Tabel 5.1 Standar Dimensi Cyclone
Tipe Cyclone
High
Conventional
Efficiency
High
Throughout
Diameter bodi, D/D
1,0
1,0
1,0
Tnggi inlet, H/D
0,5
0,5
0,75
Lebar inlet, W/D
0,2
0,25
0,375
Diameter gas keluar
0,5
0,5
0,75
Panjang vortex, S/D
0,5
0,625
0,875
Panjang bodi, Lb/D
1,5
2,0
1,5
Panjang kerucut, Lc/D
2,5
2,0
2,5
Diameter outlet debu
0,375
0,25
0,375
De/D
Dd/D
Sumber: Cooper & Alley, 1986.
Fabric filter/ Baghouses
Fabric filter menyisihkan debu dari aliran gas dengan melewatkannya melalui
fabric berpori. Partikel debu membentuk pori-pori lebih atau kurang melekat pada
permukaan fabric. Normalnya lapisan ini yang melakukan filtrasi.
(1)
(2)
Keterangan :
(1)
: Bag Filter Tekanan Positif
(2)
: Bag Filter Tekanan Negatif
Gambar 5.5 Bag Filter Tekanan Positif dan Negatif
Sumber : Beachler, et.al., 1995
Gambar 5.6 Mekanisme Filtrasi Dust Cake
Sumber : Anonim, 2005
Fabric Filter atau baghouse beroperasi dengan prinsip seperti vacuum cleaner,
yakni udara pembawa partikel debu didorong ke dalam suatu cloth bag. Saat udara
melewati fabric, debu akan terakumulasi pada cloth dan menghasilkan suatu aliran
udara bersih. Debu secara periodik disisihkan dari cloth dengan guncangan atau
menggunakan aliran udara terbalik. Fabric Filter terbatas untuk kondisi dengan
temperatur rendah dan kering, tetapi dapat digunakan untuk berbagai jenis debu
dan mempunyai efisiensi yang cukup tinggi.
Kelebihan dan Kekurangan Fabric filter/ Baghouses
1. Kelebihan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994):
a. Efisiensi pengumpulan sangat tinggi meskipun untuk partikel yang
sangat kecil.
b. Dapat beroperasi untuk berbagai tipe debu.
c. Didesain berbentuk modul, dan modul-modul tersebut dapat dirangkai
di pabrik.
d. Dapat beroperasi pada aliran volumetrik dengan skala luas.
e. Memerlukan penurunan tekanan rendah yang masuk akal.
2. Kekurangan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994):
a. Memerlukan areal yang luas.
b. Fabric dapat dirusak oleh temperatur tinggi dan korosi akibat bahan
kimia.
c. Tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang lembab; fabric dapat
menjadi lengket.
d. Berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan.
Cara membersihkan debu dari fabric adalah faktor penting dalam kinerja sistem
fabric filter. Jika debu tidak dibersihkan dengan baik, penurunan tekanan di
sepanjang sistem akan meningkat hingga jumlah yang melebihi batas. Jika terlalu
banyak lapisan yang hilang, kebocoran debu yang berlebihan akan timbul ketika
dihasilkan lapisan baru. Seleksi parameter desain sangat penting untuk
memperoleh kinerja optimum dari sistem fabric filter.
Sistem fabric filter seringkali disebut sebagai baghouse, karena fabric biasanya
dibuat dalam bag silinder. Desain baghouse yang paling umum adalah tipe
reverse-air dan pulse-jet. Nama ini mendeskripsikan sistem pembersihan yang
digunakan dalam sistem.
Reverse-air baghouse beroperasi dengan mengalirkan gas kotor ke dalam bagbag; dengan begitu, pengumpulan debu terjadi di bagian dalam bag. Bag-bag
dibersihkan secara periodik dengan membalik arah aliran udara, sehingga lapisan
debu yang terkumpul sebelumnya jatuh dari bag ke dalam hopper di bawah.
Karena prosedur pembersihan dilakukan dengan kecepatan gas yang relatif
rendah, fabric terlindungi dari pergerakan yang berbahaya, sehingga teknik
pembersihan reverse-air menghasilkan masa pemakaian bag maksimum. Variasi
desain reverse-air baghouse dan pelopor reverse-air baghouse (misal, shaker
baghouse), bag digoncangkan selama interval pembersihan reverse-air (Buonicore
dan Davis, 1992).
Pulse-jet baghouse didesain dengan struktur rangka dalam, disebut cage, yang
memungkinkan pengumpulan debu pada bagian luar bag. Lapisan debu
dibersihkan secara periodik oleh semburan jet udara yang tertekan ke dalam bag
menyebabkan bag mengembang tiba-tiba; debu dibersihkan oleh tenaga inersia
ketika bag mengembang hingga maksimum. Teknik pembersihan bag ini cukup
efektif, namun kehebatan teknik ini dan kadang-kadang pemasangan bag-to-cage
yang pas cenderung membatasi waktu pemakaian bag dan juga meningkatkan
migrasi debu keluar dari fabric, sehingga mengurangi efisiensi pengumpulan debu.
Seleksi material serat dan konstruksi fabric penting untuk kinerja baghouse.
Material serat harus memiliki karakteristik kekuatan yang cukup dan kesesuaian
kimia dengan gas dan debu yang ditangkap. Konstruksi fabric bulu kempa
umumnya menghasilkan penyisihan yang lebih baik daripada fabric tenunan.
Namun tidak semua serat bisa dikempa ke dalam fabric dengan kekuatan cukup
dan menjadikan fabric filter disusun dari filamen dan/atau serat yang awalnya
dibelit menjadi benang, dan kemudian ditenun atau dirajut menjadi fabric
(Buonicore dan Davis, 1992).
Electrostatic Precipitator (EP)
Alat pengendali debu yang berfungsi untuk memisahkan gas dan abu sebelum gas
tersebut keluar dari stack salah satunya adalah electrostatic precipitator atau EP.
Pengontrolan partikulat dari hasil proses industri telah merupakan masalah penting
yang makin berkembang sejak mulai awal abad ke19. Teknologi EP ditemukan
oleh Frederick Cattrell dan telah digunakan sejak tahun 1900-an. Instalasi pertama
EP berhasil dengan sukses untuk digunakan sebagai penangkap asam Sulfat.
Kemudian dilanjutkan pada industri semen untuk menangkap debu klinker dan
debu semen. Setelah itu digunakan pada industri pengolahan batu bara yang
menggunakan boiler.
Sejak tahun 1920 desain awal EP terus berkembang seperti yang dikenal
sampai saat sekarang ini seiring dengan adanya pengetatan aturan lingkungan.
EP sangat efektif sebagai pengendali partikulat terutama yang berukuran kurang
dari 10-20 µ m (dominan pada ukuran submikron). Pada sebagian besar
aplikasinya EP memiliki efisiensi pengumpulan partikulat sebesar (80-99,9)%.
Berikut di bawah ini gambar Electrostatic Precipitator (EP):
Gambar 5.7. Gambar Electrostatic Presipitator
Sumber: PTP Indarung V, 2005
Keterangan:
1. Precipitator Chamber (01)
2. Insulation (02)
3. Inspection Hatches (03)
4. Insulator Cubicle (04)
5. Drive stations for rapping gear (05)
6. Collecting Plates (06)
7. Collecting rapping gear (07)
8. Discharge Electrodes/ De (08)
9. Discharge Rapping Gear (09)
10. Inside Chain Drive (10)
11. Slide Bearing (11)
12. Guard Plates (12)
13. Supporting insulators (13)
14. Insulator Shaft (14)
15. Gas Distribution Shields (15).
Prinsip Dasar Electrostatic Precipitator
Prinsip dari pengumpulan debu hanya sebatas pada penggunaan energi listrik
untuk memberi muatan (negatif) ke partikulat di udara kotor atau aliran gas.
Partikel yang sudah diberi muatan tadi berpindah dan terikat pada collecting
surface
yang
muatannya
berlawanan
(positif).
Tujuan
akhirnya
adalah
membersihkan partikulat yang telah terkumpul tadi.
EP sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip presipitasi untuk
dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan muatan negatif pada
discharge electrodes dan muatan positif pada collecting surface. Inti dari proses
EP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan yang dibutuhkan ± 15000-
100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator. Makin tinggi tegangan yang
diberikan, makin rendah resistifitasnya, sehingga efisiensi bertambah.
Proses penangkapan debu pada EP secara umum terdiri atas tujuh langkah
proses dasar yang berlangsung secara kontinu yaitu (Anonim, 2006):
1. Gas masuk melalui gas distribution ke dalam treatment zone
2. Terjadi proses particle charging.
Partikel yang melewati EP akan mengalami ionisasi muatan oleh elektroda
kawat.
Proses ionisasi dimulai dengan pemberian muatan ke kawat
elektroda (arus searah dengan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan
efek korona.
3. Corona Discharge
Efek ini terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat.
Efek korona ini akan mengionisasi udara disekeliling kawat dengan
pelepasan muatan negatif (elektron) (Anonim, 2006).
4. Ionisasi dari molekul gas
Proses yang terjadi pada corona discharge kemudian akan membombardir
partikel tersuspensi dalam aliran gas menjadi bermuatan negatif. Partikel
yang bermuatan negatif akan bergerak menuju collection electrode
bermuatan positif dan kemudian disisihkan.
Plat kolektor bermuatan
positif karena biasanya dihubungkan dengan tanah (grounding), usaha ini
akan menambah tingkat efisiensi EP dengan penempelan banyak partikel
pada bagian permukaan plat tersebut.
5. Pengumpulan Partikel
Pada saat partikel bermuatan negatif tadi mencapai collecting electrode
yang dihubungkan ke tanah, maka hanya sebagian dari muatan tersebut
yang akan terbuang (discharge). Muatan tersebut akan meluncur melalui
collecting plate ke tanah secara perlahan.
Sebagian daripada muatan
tersebut tersusun kembali dan akan berkontribusi terhadap adanya kohesi
dan adhesi antar molekul untuk tetap memegang partikel melekat pada
collecting plate. Partikel-partikel yang tetap melekat pada collecting plate
disebabkan karena adanya gaya adhesi.
Sedangkan partikel-partikel
yang baru saja datang dan melekat pada collecting plate disebabkan oleh
karena adanya gaya kohesi. Tebal lapisan debu yang diizinkan melekat
pada collecting plate berkisar antara 0,08 sampai 1,27 cm.
Partikel debu yang telah terkumpul pada collecting plate kemudian
mengalami proses rapping yaitu proses pembersihan plat kolektor dari
partikulat yang menempel. Hentakan-hentakan rapping yang terperiodik
pada collecting plate sangat perlu dipertahankan untuk menjaga agar
aliran gas tetap bersih secara kontinu. Collecting plate disentak pada saat
lapisan debu yang terakumulasi memiliki ketebalan antara 0,08-1,27 cm.
Akibatnya lapisan debu tersebut terlepas dari collecting plate (Anonim,
2006).
6. Penumpukan debu yang tertangkap
7. Proses pemindahan debu yang tertangkap
Debu yang terhempas dari collecting plate akan ditampung kedalam
sebuah hopper yang sisi-sisinya memiliki kemiringan kira-kira 60° agar
memudahkan debu jatuh secara bebas dari puncak hopper ke bukaan
pelepasan dibawah hopper. Debu tersebut harus segera di transport
secepat mungkin untuk menghindari permasalahan material handling
seperti pengerasan dan penyumbatan.
Electrostatic Precipitator sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip
presipitasi untuk dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan
muatan negatif pada discharge electrodes dan muatan positif pada collecting
surface. Inti dari proses ESP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan
yang dibutuhkan ± 15000-100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator
(Buonicore dan Davis, 1992).
Pemberian tegangan ada kaitannya dengan efektifitas kerja presipitator. Makin
tinggi tegangan yang diberikan, maka efisiensi bertambah dan resistivitasnya
tinggi. Corona Discharge adalah faktor utama yang mempengaruhi pemberian
muatan partikel yang terjadi saat electric field (area antara discharge electrodes
dan collecting surface) mencapai nilai tertentu dimana arus telah diterima. Arus ini
akan terus bertambah sampai terjadi bunga api. Setelah partikulat bermuatan,
berpindah, dan terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan, maka
partikulat menjadi netral. Partikulat yang terkumpul tadi kemudian digoncangkan,
digetarkan dengan rapping sehingga jatuh ke hopper dengan menggunakan
hammer. Partikulat yang terkumpul cenderung membentuk layer (lapisan)
(Buonicore dan Davis, 1992).
2.2.2. Latihan
Pabrik semen akan memasang EP sebagai alat pengendali pencemaran udaranya.
Sebelum EP dipasang settling chamber sebagai pre-treatment dengan ukuran
lebar 4 m, panjang 15 m dan tinggi 1.5 m. Ukuran diameter yang partikel yang
boleh lolos ke EP adalah <10 mikron. Laju aliran gas terukur masuk ke settling
chamber 0.6 m3/detik. Aliran udara mengikuti hukum Stokes dengan faktor
Cunningham : 1.25. Dengan data :
Berapakan efisiensi penangkapan untuk diameter 10 mikron tersebut ?
Jawab :
2.3. Penutup
2.3.1. Tes Formatif
1. Apakah maksudnya settling chamber dapat dianggap sebagai pre-cleaner?
2. Bagaimana prinsip kerja cyclone?
3. Sebutkan 2 tipe fabric filter yang sering digunakan!
4. Bagaimana tahap-tahap pengolahan dengan EP?
2.3.2. Umpan Balik
Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada
bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.
Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%
4
Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :
90% - 100%
: baik sekali
80% - 89%
: baik
70% - 79%
: cukup
60% - 69%
: kurang
0% - 59%
: gagal
2.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan
dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda
belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut
terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman
tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.
2.3.4. Rangkuman
Jnis-jenis alat pengendali kering dimulai dari yang sederhana adalah settling
chamber sedang yang rumit dan mahal seperti Electrostatic Presipitator. Tiap alat
pengendali kering memiliki prinsip kerja yang berbeda. Settling chamber hanya
mengandalkan gaya gravitasi, cyclone mengandalkan gaya sentrifugal dan
gravitasi, fabric filter dengan gaya intersepsi, difusi, gravitasi dan EP dengan gaya
elektrostatik dan gravitasi. Efisiensi tertinggi dicapai EP disusul fabric filter,
sedangkan terendah adalah settling chamber.
2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Settling chamber dianggap sebagai pre cleaner karena efisiensinya cukup
rendah untuk partikel ukuran kecil (<20 mikron). Sehingga alat ini sering digunakan
sebelum alat pengendali utama seperti cyclone, fabric filter, EP dan scrubber.
2. Cyclone bekerja dengan 2 gaya yaitu sentrifugal yang dihasilkan dari inlet
tangensial dan gaya gravitasi setelah partikel tertumbuk di dinding alat.
3. Tipe yang sering digunakan adalah reverse-air dan pulse-jet
4. Tahapnya : entering gas, particle charging, corona discharge, ionisasi molekul
gas, pengumpulan partikel, penumpukan debu yang tertangkap serta proses
pemindahan debu tertangkap.
DAFTAR PUSTAKA
______.(2006) .http://yosemite.epa.gov/ 12bles5.pdf. 25 Februari 2006
______.
2005.
Fabric
Clean
Pulse-Jet
Fabric
Filter.
http://www.flsmidth.com/flsmidth+airtech/english/contact/brochures/produc
t+brochures/fabricfilterfabriclean.pdf. diakses pada 27 Desember 2005
______. 2005. PTP Indarung V
Beachler, David S., Joseph, Jerry., and Pompelia, Mick. 1995. Fabric Filter
Operation
Review.
USA
:
North
Carolina
State
University.
http://yosemite.epa.gov/oaqps/eogtrain.nsf/DisplayView/SI_412A_05?OpenDocument. diakses pada 30 Desember 2005
Bethea, M. Robert. 1978. Air Pollution Control Tecnology. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Buonicore and Davis. 1992. Air Pollution Engineering Manual. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Davis and Cornwell.1998. Introduction to Environmental Engineering. Mc. GrawHill Company Inc, Singapore.
Mycock, John C.,et al. 1995. Air Pollution Control Engineering and Technology.
CRC Press Inc.
SENARAI
II.3 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN BASAH
3.1 Pendahuluan
3.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang
kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi.
3.1.2. Relevansi
Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruangruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa
menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor
penguat keberadaan suatu ruang kota.
3.1.3.1
Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip penyusunan ruang, mahasiswa semester II
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota akan mampu menjelaskan kaidah-kaidah
rancang bangun 3 dimensi yang menjadi penguat
dengan benar (100%).
3.1.3.2. Kompetensi Dasar
pembentukan ruang kota
3.2. Penyajian
3.2.1. Uraian
Nova
Wet Scrubber
Scrubbers adalah alat pengumpul partikulat yang sangat halus pada tetesan
cairan. Kebanyakan partikel halus akan melekat pada tetesan cairan jika
bersentuhan (Nevers, 2000). Prinsip scrubbers adalah mengurangi partikulat/ gas
dengan menyerapnya menjadi cairan yang keluar dengan cepat karena sentuhan.
Mekanisme sentuhan adalah melalui putaran inersia diikuti penurunan secara
gravitasi.
2.7.2.1
Kelebihan dan Kekurangan Wet Scrubber
1. Kelebihan (Cooper & Alley, 1986):
a.
Menyediakan absorpsi gas dan pengumpulan debu pada
satu unit.
b.
Dapat mengendalikan kabut.
c.
Dapat mendinginkan gas panas.
d.
Efisiensi pengumpulan dapat difariasikan.
e.
Korosi gas dan debu dapat divariasikan.
f.
Dapat menangani debu yang dapat terbakar dan meledak
dengan resiko yang kecil.
2. kekurangan (Cooper & Alley, 1986):
a. Berpotensi tinggi terhadap korosi.
b. Cairan keluar dapat menyebabkan masalah pencemaran air.
c. Partikel terkumpul dapat terkontaminasi dan dapat tidak bisa
digunakan kembali.
2.7.2.2
Tipe-Tipe Scrubbers (Dep. PTP, 1999):
1.
Spray chamber scrubbers.
2.
Cyclone spray chamber.
3.
Orifice scrubber and wet impingement scrubber.
4.
Venturi and jet scrubbers.
Gambar 2.4. Low Energy Scrubber dan Spray Tower Scrubber.
Sumber: Anonim 2005
Gambar skematik dan instalsi wet scrubber di lapangan
3.2.2. Latihan
3.3. Penutup
3.3.1. Tes Formatif
3.3.2. Umpan Balik
3.3.3. Tindak Lanjut
3.3.4. Rangkuman
3.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois.
Nevers, Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering 2nd Edition. Mc. GrawHill Company Inc, Singapore.
SENARAI
II.4 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN LAIN
4.1 Pendahuluan
4.1.1. Deskripsi Singkat
Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang
kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi.
4.1.2. Relevansi
Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruangruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa
menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor
penguat keberadaan suatu ruang kota.
4.1.3.1
Standar Kompetensi
Dengan diberikannya prinsip-prinsip penyusunan ruang, mahasiswa semester II
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota akan mampu menjelaskan kaidah-kaidah
rancang bangun 3 dimensi yang menjadi penguat
dengan benar 9(100%).
4.1.3.2. Kompetensi Dasar
4.2. Penyajian
4.2.1. Uraian
pembentukan ruang kota
Pengendalian emisi gas
Beberapa instalasi pencemaran udara juga dilengkapi pengendalian emisi gas
yang ikut dikeluarkan dengan partikulat. Bahkan ada yang hanya memiliki emisi
gas tanpa partikulat sehingga pengendalian ini penting untuk diaplikasikan.
Pengendalian emisi gas ditujukan untuk mengendalikan gas-gas yang termasuk
pencemar seperti tercantum dalam PP.41 Tahun 1999 yaitu : SO2, NO2, HC, CO,
F, Cl, SO4.
Berikut secara garis besar pengendalian emisi gas tersebut :
Kontrol SOx
Pengendaliannya
juga
dilakukan
di
sumbernya
sehingga
mengefisienkan
pengendalian akhirnya. Cakupan kontrolnya adalah sebagai berikut :
Konversi bahan bakar ke rendah kandungan sulfurnya
Contohnya memilih gas alam yang rendah kandungan sulfurnya. Implikasi :
biaya lebih mahal dan kelayakan bahan bakar berkurang
Desulfurisasi
Penyisihan sulfur dari bahan bakar. Contohnya dengan gasifikasi batubara,
ekstrasi pelarut
Pembuatan cerobong yang tinggi
Mereduksi konsentrasi di bagian bawah (ground level concentration).
Catatan : bukan satu-satunya solusi untuk alat kontrol.
Desulfurisasi gas sisa (flue gas desulfurization)
Pembuatan asam sulfat dari SO2
Reaksi – reaksi yang terjadi :
SO2 + 1/2O2 Æ SO3
SO3 + H2O Æ H2SO4
Kontrol NOx
Adapun pengendalian terhadap NOx hampir sama dengan kontrol SOx yaitu :
Penerapan pembakaran di luar kondisi stoikiometris
Pembatasan penambahan oksigen selain untuk bahan bakar, sehingga
membatasi terbentuknya NO dan NO2
Adapun beberapa metode/mekanisme penyisihan emisi gas adalah :
Absorpsi
Definisi : penyisihan kontaminan gas dari suatu proses dengan melarutkan gas ke
cairan. Mekanisme : terjadi kontak yang sangat tinggi antara campuran gas
dengan cairan sehingga sebagian besar gas-gas terlarut dalam cairan.
Dalam desain absorber, efisiensi maksimum tercapai bila :
Tersedianya daerah kontak yang luas
Terjadinya pencampuran yang baik antara gas dan cairan
Tersedianya waktu kontak yang cukup antar fase
Tingkat solubilitas yang tinggi dari polutan ke absorbent
Jadi parameter yang harus diperhatikan : kelarutan gas, volatilitas gas, tingkat
korosif, kekentalan (viscosity), stabilitas kimia, toksisitas dan biaya (kalau bukan
pelarut air).
Desain umum absorber seperti halnya wet scrubber, karena pada dasarnya pada
penyisihan partikulat dengan wet scrubber polutan gas yang diemisikan juga ikut
disisihkan.
Dua jenis absorber yang umum dipakai adalah plate absorber dan packed tower
absorber. Plate absorber menggunakan pelat-pelat horizontal yang dipasang pada
menara absorber, gas –gas mengalir melalui lubang-lubang pada pelatnya.
Sementara untuk packed absorber menggunakan packing material. Parameter
desain absorber meliputi : jumlah pancaran, diameter dan tinggi menara.
Keuntungan absorber : dapat dipakai untuk gas dengan suhu tinggi, tidak
memakan tempat, meminimalkan terjadinya kebakaran, melembabkan gas yang
keluar.
Kerugian
absorber
:
korosif,
penyisihannya sulit direcovery.
menimbulkan
masalah
meteorologi,
hasil
Adsorpsi
Proses adsorpsi menempelkan satu atau lebih kontaminan gas ke permukaan
padatan. Adsorbent biasanya merupakan padatan yang memiliki porositas yang
tinggi, sehingga proses adsorpsi berlangsung pada bagian internal padatan
tersebut.
Mekanisme : melekatnya gas-gas pada permukaan padat atau cair (adsorbent)
akibat perbedaan konsentrasi. Jenisnya ada 2 :
Adsorpsi fisik : hasil dari gaya-gaya tarik intermolekul antara adsorbent
dengan material yang diserap
Adsorpsi kimia : hasil interaksi kimia antara bahan adsorbent dengan
material yang diserap
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi :
Temperatur : semakin tinggi suhu semakin menurunkan adsorpsi gas
polutan
Tekanan : semakin tinggi tekanan, maka proses adsorpsi akan semakin
tinggi
Kecepatan gas : semakin tinggi kecepatan akan menurunkan waktu kontak
kontaminan dengan adsorbent sehingga menurunkan tingkat adsorpsi
Kandungan partikulat : adanya partikulat akan menurunkan efisiensi proses
adsorpsi.
Metode regenerasi : Injeksi udara panas ke dalam absorber kemudian
dikondensasi.
Jenis-jenis adsorbent yang dipakai : karbon aktif, activated alumina, silica gel
Gambar Skematik Instalasi Adsorber (US EPA, 1991)
Kondensasi
Mekanisme : Konversi gas atau uap menjadi cairan melalui penurunan suhu dan
atau penaikan tekanan.
Tipenya :
Kondenser kontak langsung : medium pendingin dengan uap-kondensat
saling kontak dan bergabung
Kondenser kontak tak langsung : medium pendingin dan uap-kondensat
dipisahkan oleh suatu area permukaan
Kondenser biasanya digunakan sebagai pre-treatment bagi alat kontrol gas lain
karena dapat mengurangi volume gas yang harus diolah.
Gambar Skematik Instalasi Kondenser (US EPA, 1991)
Insinerasi
Pembakaran sempurna antara udara (oksigen), limbah dan bahan bakar dengan
kondisi temperatur yang tinggi, pengadukan turbulen antar komponen, waktu
tinggal yang cukup. Dengan pembakaran sempurna akan didapat perubahan
hidrokarbon menjadi CO2 dan air. Destruksi termal kebanyakan senyawa organik
terjadi antara 590 C – 650 C, namun operasi insinerator mencapai suhu lebih dari
980 C untuk menjamin pembakaran organik yang komplet.
Ada 2 tahap dalam pembakaran :
pembakaran bahan bakar
terjadi cukup cepat dan irreversibel serta menghasilkan gas dengan suhu
cukup tinggi
pembakaran polutan.
Terjadi oksidasi polutan dari gas yang sudah bersuhu tinggi tadi menjadi
produk yang tidak berbahaya
Operasi insinerasi bertipe :
Otomatis
Operator tinggal menyetel tombol on dan off
Semi-otomatis
Operator harus menyetel input-input yang diminta sistem kontrol melalui
tombol-tombol dan valve tertentu
Manual
Semua kontrol insinerasi disetel secara manual oleh operator kecuali
kondisi darurat untuk dimatikan masih bersifat otomatis.
Gambar Skematik Instalasi Insinerasi (US EPA, 1991)
4.2.2. Latihan
4.3. Penutup
4.3.1. Tes Formatif
4.3.2. Umpan Balik
4.3.3. Tindak Lanjut
4.3.4. Rangkuman
4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA
EPA. 1978. Technology Transfer Handbook--Industrial Guide for Air Pollution Control.
EPA. 1991. Handbook: Control Technologies for Hazardous Air Pollutants.
Environmental Protection Agency. Research Triangle Park, North Carolina.
SENARAI