Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Buku ajar pencemaran udara

mata kuliah penyehatan udara

Mata Kuliah SKS Semester Program Studi : Pencemaran Udara :2 :V : Teknik Lingkungan Disusun Oleh : Haryono S Huboyo M.Arief Budihardjo FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 A.TINJAUAN MATA KULIAH 1.Deskripsi Singkat Mata Kuliah Pencemaran Udara merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program strata 1 (S-1) semester IV Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Mata Kuliah ini berkaitan dengan mata kuliah sebelumnya yaitu Satuan Operasi, Mekanika Fluida dan Termodinamika. Mata kuliah ini menjadi pengantar untuk memahami mata kuliah manajemen rekayasa lingkungan, pemantauan dan analisis kualitas udara dan pencemaran udara dalam ruang. Didalamnya dibahas tentang konsep dari pencemaran udara, sumbersumber pencemar, perilaku udara, efek dari zat pencemar terhadap lingkungan, pengaruh, meteorology terhadap penyebaran polutan, model penyebaran dan transport polutan, cara pengambilan sampel kualitas udara, monitoring kualitas udara, teknik kontrol pencemaran udara dan alat-alat yang digunakan untuk mengontrol pencemaran udara. 2. Relevansi ( Kegunaan) Dalam merancang pengelolaan kualitas lingkungan, pengelolaan kualitas udara termasuk dalam parameter penting yang harus ditinjau. Berbagai aktivitas manusia baik di dunia industri, perdagangan maupun domestik banyak yang mengemisikan polutan udara. Untuk itu perlu dikaji oleh mahasiswa tentang besaran pencemaran udara yang ditimbulkan. Identifikasi pencemar merupakan langkah awal dalam pengelolaan kualitas udara ini. Tentunya pemahaman tentang klasifikasi pencemar, transport dan transformasi pencemar menjadi pengetahuan yang wajib dimiliki pada awal perkuliahan. Di dunia nyata, faktor meteorologis biasanya sudah tersedia oleh BMG, sehingga dengan pemahaman tentang faktor ini akan mempermudah tentang analisis kualitas udara. Monitoring sampel udara dan pemodelan pencemaran udara perlu dikuasai untuk memahami analisis distribusi pencemaran sebagaimana dalam perkiraan dampak terhadap kesehatan (mata kuliah Ekotoksikologi dan Pencemaran). Langkah-langkah pengendalian (basah-kering) menjadi keahlian yang wajib dimiliki untuk melakukan analisis terhadap pemenuhan baku mutu dan dampak kesehatan. 3.1 Standar Kompetensi Mata kuliah ini mendukung pencapaian kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya dalam struktur kurikulum Jurusan Teknik Lingkungan FT Undip. Diharapkan mahasiswa yang telah menempuh kuliah ini akan mampu berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan. 3.2 Kompetensi Dasar (Tujuan Instruksional Umum) Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menggambarkan fenomena pencemaran udara, menjelaskan aspek dasar meteorologi dalam fenomena pencemaran udara menggambarkan isu monitoring pencemaran udara menginventarisasi berbagai metode pengendalian pencemaran udara. 3.3 Indikator Indikator keberhasilan mahasiswa dalam setiap pertemuan/bahasan adalah akan dapat : • isu pencemaran udara terkini serta manfaat dan relevansi pencemaran • udara di bidang teknik lingkungan. • dan partikel di atmosfer menerangkan jenis-jenis pencemar partikel serta perilaku zat pencemar gas • dampak keberadaan zat pencemar di udara terhadap cuaca, ekologi • internasional) • kontribusi • pencemaran udara berbagai standar peraturan pencemaran udara (regional, nasional dan analisis sumber pencemar udara serta levelnya, inventory emisi dan meteorologi udara di troposfer, microscale, mesoscale, macroscale pengertian transport, dispersi, transformasi, model dispersi • kedudukan monitoring dalam manajemen kualitas udara (skala mikro, meso • dan makro) • polutan dan gas pembawa • metode pengendalian basah (wet scrubber) • kedudukan pengendalian dalam manajemen kualitas udara serta distribusi metode pengendalian kering (settler, cyclone, EP, fabric filter) metode pengendalian lain (absorpsi, adsorpsi, insinerasi) B.POKOK BAHASAN I KARAKTERISTIK ATMOSFER DAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA I.1 SUB POKOK BAHASAN KARAKTERISTIK ATMOSFER DAN PERANANNYA 1.1 Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi Singkat Menjelaskan tentang komposisi bumi secara garis besar dan detail deskripsi atmosfer yang meliputi komposisi, struktur vertikal serta manfaatnya. 1.1.2. Relevansi Di dalam menganalisis perilaku pencemar dari permukaan bumi hingga ke receptor serta model di atmosfer dibutuhkan pengetahuan tentang prinsip dasar atmosfer ini. Untuk pengendalian pencemaran dan penilaian dampak kesehatan terhadap fungsi ekologi terutama manusia, manfaat atmosfer bisa menjadi bahan pertimbangan kebijakan pengendalian yang disusun. Sub pokok bahasan ini merupakan dasar bagi semua mata kuliah yang berhubungan dengan pencemaran udara di tingkat lanjut. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang atmosfer dan manfaatnya ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas fenomena atmosfer, presentasi studi manfaat atmosfer dan tugas mandiri tentang inventarisasi kebijakan dunia demi konservasi atmosfer. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menggambarkan fenomena atmosfer dan menjelaskan manfaat keberadaan atmosfer bagi kehidupan di dunia. 1.2. Penyajian 1.2.1. Uraian Komposisi Lapisan Bumi Bumi dapat dianggap terdiri dari lima bagian: yang pertama, atmosfer, berupa gas; yang kedua, hidrosfir, berupa cairan; yang ketiga, keempat, dan kelima, litosfir, mantel dan inti, sebagian besar berupa bahan padat. Walaupun komponenkomponen ini dihubungkan dengan secara terpisah dalam sesi ini, mereka masingmasing membentuk sebuah komponen dari sebuah sistem interaktif. Atmosfer adalah lapisan luar yang mengelilingi badan planet yang padat. Meskipun atmosfer memiliki ketebalan lebih dari 1100 km sekitar setengah dari massanya dikonsentrasikan dalam kerendahan 5,6 km. Litosfir, utamanya terdiri dari kerak bumi yang dingin, keras dan berbatu, membentang hingga kedalaman sekitar 100 km. Hidrosfir adalah lapisan air yang dalam permukaan Bumi. Mantel dan inti merupakan bagian dalam bumi yang berat, yang membentuk sebagian besar massa Bumi. Bumi adalah planet ketiga dari Matahari dari mana bumi menerima hampir semua tenaganya. Dikarenakan oleh atmosfernya, bumi merupakan satu-satunya planet yang diketahui mempunyai kehidupan, walaupun sebagian dari planet-planet lainnya memiliki atmosfer dan mengandung air. Kondisi iklim ambien di bumi merupakan hasil dari sejumlah gerakan menuju ruang angkasa. Bumi beserta satelitnya, bulan, juga bergerak bersama-sama dalam sebuah orbit berbentuk ellips mengelilingi matahari. Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur satu kali setiap kira-kira 23 jam 56 menit. Selain dari gerakan-gerakan primer ini, ada komponen-komponen total gerakan bumi yang lainnya. Mereka meliputi : ƒ ƒ Perubahan waktu siang dan malam (dari timur ke barat); dan Perputaran poros bumi, sebuah variasi periodik dalam iklinasi poros bumi yang disebabkan oleh tarikan gravitasi matahari dan bulan. Karena kemiringan poros bumi yang menuju ke orbitnya sebesar 23½o, maka tampaknya ini yang menyebabkan matahari bergerak antara 23½o lintang utara dan 23½ o lintang selatan. Ini cenderung mengakibatkan pengalaman-pengalaman musim di berbagai tempat di atas permukaan bumi. Litosfir Di atas litosfir terletak atmosfer dan hidrosfir, atau air laut. Di bawahnya terletak Atmosfer, lapisan bergerak yang secara realtif sempit dan padat, dalam mantel atas. Ahli Geologi membedakan sekitar 12 lempengan litosfir besar dan sejumlah besar lempengan atmosfer kecil. Gerakan antara lempengan–lempengan terjadi disepanjang zona yang relatif sempit di mana kekuatan tektonik lempengan berada dalam kondisi paling aktif. Adalah zona ini, disepanjang mana diketemukan mayoritas sangat besar kegiatan volkanik dan seismik di bumi. Sementara itu litosfir termasuk tanah dan segala kandungannya, mineral-mineral yang digunakan oleh manusia dan ciri-ciri kegiatan gunung berapi di kawasan rawan, atmosfer yang mendasarinya dipercayai terdiri dari bahan setengah lebur dan panas yang dapat melunak dan mengalir setelah diarahkan ke suhu dan tekanan tinggi selama masa geologis. Hidrosfir Hidrosfir terdiri utamanya dari lautan, tetapi termasuk seluruh permukaan air di dunia, meliputi lautan pedalaman danau, sungai, dan air bawah tanah. Uap air dalam jumlah besar juga pernah ada di dalam atmosfer. Atmosfer Atmosfer merupakan campuran gas yang melingkungi setiap benda yang berhubungan dengan angkasa (seperti Bumi) yang memiliki medan gravitasi kekuatan cukup untuk mencegah agar gas tidak lolos. Atmosfer adalah lapisan gas yang menyebar dari permukaan lahan ke puncak atmosfer. Banyak wilayah beriklim sedang yang mengalami 4 musim iklim berbeda, yang ditentukan oleh posisi bumi dalam orbitnya mengelilingi Matahari. Keempat musim tersebut, yaitu musim dingin, semi, panas, dan musim gugur digambarkan melalui perbedaan-perbedaan dalam suhu rata-rata dan panjangnya siang hari. Penyebaran polutan dalam atmosfer bervariasi tergantung pada musim di sebagian besar daerah. Musim-musim terjadi karena poros bumi yang miring sehubungan dengan bidang orbitnya mengelilingi matahari. Oleh karena itu Kutub Utara dan Kutub Selatan masing-masing contong ke arah matahari mengalami siang lebih lama, lebih banyak sinar matahari dan dianggap sedang mengalami musim panas. Belahan bumi yang miring menjauhi matahari mengalami suhu rendah, siang yang lebih pendek dan sedang mengalami musim dingin. Oleh karena itu musim panas dibelahan bumi utara sama dengan musim dingin di belahan bumi selatan. Perubahan-perubahan suhu dan panjangnya siang hari yang menyertai perubahan musim adalah sangat berlainan di garis lintang yang berbeda. Di kutub, musim panas adalah siang yang panjang dan musim dingin adalah malam yang panjang. Sebaliknya, didekat khatulistiwa, siang dan malam masing-masing tetap sekitar 12 jam lamanya di sepanjang tahun. Perubahan lebih jauh dalam hasil pemanasan adalah karena tebalnya atmosfer melalui mana sinar matahari harus lewat sehubungan dengan sudut insidennya. Komposisi Atmosfer Unsur-unsur pokok atmosfer bumi adalah nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Gasgas atmosfer dalam sisanya yang 1% adalah argon(0,9%), karbondioksida (0,03%), uap air dalam jumlah yang bervariasi, serta sejumlah sangat kecil dari hidrogen, ozon, metan, karbonmonoksida, helium, neon, kripton, dan xenon. Unsur-unsur pokok ini lebih lanjut ditunjukkan dalam tabel 1.1 dan 1.2 di bawah. Struktur vertikal atmosfer Studi mengenal sampel udara menunjukkan bahwa hingga ketinggian 90 km di atas permukaan laut, komposisi atmosfer sebenarnya sama seperti permukaan tanah. Homogenitas relatif ini dipertahankan oleh gerakan terus-menerus yang dihasilkan oleh arus atmosfer yang mencegah kecenderungan gas-gas berat mengendap di bawah gas-gas ringan. Tabel 1.1 Gas-Gas Permanen Yang Menyatukan Atmosfer Gas Permanen Berat Molekuler % Dari Volume Nitrogen (N2) Oksiigen (O2) Argon (Ar) Neon (Ne) Helium (He) Kripton (Kr) Xenon (Xe) Hidrogen (H2) Metan (CH4) Nitrogen Oksida (N2O) 28,016 31,999 39,942 20,192 4,003 33,800 131,300 2,016 16,043 44,105 78,110 + 0,004 20,953 + 0,001 0,934 + 0,001 (18,18 + 0,01) * 10-4 (5,24 + 0,04) * 10-4 (1,14 + 0,01) * 10-4 (0,087 + 0,001) * 10-4 0,5* 10-4 2 * 10-4 (0,5 + 0,1) * 10-4 Tabel 1.2 Gas-Gas Variabel Yang Membentuk Atmosfer Gas Variabel % Dari Volume Uap (H2O) Karbondioksida (CO2) Ozon (O3) Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Dioksida (NO2) 0 hingga 0,7 0,032 0 hingga 0,01 0 hingga 0,001 0 hingga 0,000002 Berdasarkan pada suhu, Atmosfer terdiri dari sejumlah lapisan sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1.1 di bawah ini. Gambar 1.1 Lapisan Atmosfer dan Gradasi Suhu (sumber : www.physics.isu.edu/.../kmdbbd/unit1_images.htm, Idaho State University Weather and Climate) Dalam lapisan terendah, yaitu troposfir, biasanya suhu menurunkan ke atas pada tingkat kecepatan sekitar 5,5 oC per 1000 m. Ini merupakan lapisan di mana terjadi sebagian besar awan dan cuaca sebagaimana kita mengalaminya di bumi. Troposfir terbentang hingga sekitar 16 km di daerah tropis ( hingga suhu sekitar – 79oC) dan hingga sekitar 9,7 km dalam garis lintang cuaca sedang (hingga suhu sekitar –5 o C). Diatas troposfir terletak stratosfir. Di dalam stratosfir lebih rendah, secara praktis sehunya lebih konstan atau sedikit naik seiring dengan ketinggiannya, terutama di atas daerah tropis. Di dalam lapisan ozon suhu naik dengan lebih cepat, dan permukaan laut, hampir sama dengan suhu di permukaan bumi lapisan dari 50 hingga 80 km, disebut mesosfir, dan digambarkan oleh tajamnya penurunan dalam suhu ketika ketinggiannya naik. Dari penyelidikan-penyelidikan mengenai penyebarluasan dan refleksi gelombang radio diketahui bahwa mulai pada ketinggian 80 km, radiasi ultraviolet, sinar - x, dan hujan elektronik dari matahari mengionisasi beberapa lapisan atmosfer, menyebabkan mereka menghantarkan listrik, lapisan-lapisan ini memantulkan gelombang radio dari frekuensi tertentu kembali ke bumi. Karena konsentrasi ion yang secara relatif tinggi dalam udara di atas 80 km, maka lapisan ini yang membentang ke suatu ketinggian sebesar 640 km, disebut ionosfir. Ini juga disebut termosfir, karena suhunya yang tinggi dalam lapisan ini (naik sekitar 1200o C pada sekitar 400 km). Daerah dibawah ionosfir disebut eksosfir, yang membentang ke sekitar 9600 km, batas luar dari atmosfer. Manfaat atmosfer Atmosfer melakukan sejumlah fungsi kritis dalam pelestarian kehidupan di bumi. Mereka termasuk : Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari Lapisan atmosfer dari 19 hingga 48 ke atas mengandung lebih banyak ozon, yang dihasilkan oleh tindakan radiasi ultraviolet matahari. Lapisan ozon ini mulai diperdulikan pada awal tahun 1970-an ketika diketemukan bahwa bahan kimia yang dikenal sebagai khlorofluorokarbon (CFC), atau khlorofluorometan , naik ke dalam atmosfer dalam jumlah besar. Kepedulian ini berpusat pada kemungkinan bahwa senyawa-senyawa ini melalui tindakan sinar matahari, dapat menyerang secara fotokimia dan menghancurkan ozon stratosfir, yang melindungi permukaan bumi dari radiasi ultraviolet yang berlebihan. Efek ini telah dibahas secara detil pada sesi sebelumnya. Air yang berpindah dari permukaan laut ke atmosfer dan daratan, sebagaimana terlihat dalam siklus hidrologis Gerakan air yang berkesinambungan antara bumi dan atmosfer dikenal sebagai siklus hidrologis. Dibawah sejumlah pengaruh, dimana panas cukup dominan, air diuapkan dari permukaanair dan daratan dan dilepaskan dari sel-sel hidup. Uap ini bersirkulasi melalui atmosfer dan dijatuhkan dalam bentuk hujan, atau salju. Sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan pertumbuhan Pencemaran atmosfer oleh limbah atau produk samping gas, cairan atau bahas padat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan kesehatan serta kesejahteraan tanaman dan hewan, atau dapat menyerang bahanbahan, menurunkan daya penglihatan, atau menghasilkan bau-bau yang tidak dikehendaki Konsentrasi tinggi bahan-bahan berbahaya dalam kawasan pencemaran yang tinggi dan, di bawah kondisi yang parah, dapat mengakibatkan luka-luka dan bahkan kematian. Efek-efek eksposur jangka panjang pada konsentrasi rendah tidak dapat dipastikan dengan baik, namun mereka yang paling beresiko adakah anak-anak, orang tua, perokok pasif, pekerja yang pekerjaannya memaksa mereka berhadapan dengan bahan-bahan beracun, dan orang-orang yang sakit jantung dan paru-paru. Efek buruk pencemaran udara lainnya adalah cedera potensial pada hewan ternak dan tanaman pangan. Untuk pencemaran udara, sebuah hubungan dose-response lazimnya digunakan untuk menghubungkan perubahan-perubahan dalam tingkat pencemaran ambien dengan hasil-hasil kesehatan. Studi bank dunia barubaru ini di Jakarta (Ostro 1994) dilakukan untuk mengestimasikan hubungan dose-response guna memperkirakan hasil-hasil kesehatan di akarta. Sebagai perantara emisi Konsentrasi polutan turun oleh percampuran atmosfer, yang bergantung pada kondisi cuaca seperti suhu, kecepatan angin, dan gerakan sistem tekanan tinggi dan rendah dan interaksinya dengan topografi setempat, misalnya gunung dan lembah. Sebagai perantara emisi, atmosfer perlu dilestarikan. 1.2.2. Latihan Setelah anda melihat struktur vertikal gradasi suhu terhadap ketinggian seperti gambar dibawah ini, dimanakah fenomena pencemaran udara terjadi dan pada kisaran ketinggian berapa? Jawab : Dengan melihat gradasi temperatur, maka akan terjadi pemerangkapan polutan dari bumi di perbedaan daerah suhu troposfer yang karena berakibat perbedaan kerapatan atmosfer. Ketinggiannya sama dengan ketinggian troposfer yaitu 10 km 1.3. Penutup 1.3.1. Tes Formatif 1. Sebutkan parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer! 2. Mengapa suhu memiliki pola gradasi terhadap ketinggian? 3. Jelaskan peranan Atmosfer bagi kehidupan di bumi! 4. Sebutkan gas apa saja yang cukup berperan dalam mencemari Atmosfer (minimal 4 macam) ! 1.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 1.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 1.3.4. Rangkuman Atmosfer yang merupakan bagian dari trilogi komposisi bumi (hidrosfer, litosfir dan Atmosfer) memiliki peran yang cukup strategis bagi kehidupan di bumi. Atmosfer berperan dalam siklus musim, memberikan fungsi kenyamanan bagi kehidupan dari komposisi kimianya, melindungi bumi dari radiasi sinar matahari dan peranannya sebagai sink bagi pencemar-pencemar udara dari bumi. 1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1.Parameter gas dominan yang dikandung Atmosfer adalah Nitrogen (78% volume) dan Oksigen (20.9% volume) 2.Suhu dapat bergradasi terhadap ketinggian pada dasarnya dipengaruhi oleh komposisi kimia yang ada di tiap ketinggian (dalam hal ini diwakili oleh 4 lapisan). Keberadaan radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi akan diproses berbeda pada tiap lapisan sesuai dengan kondisi komposisi dominan pada lapisan tersebut. 3. Manfaat Atmosfer : Melindungi bumi dari radiasi sinar matahari, berperan dalam siklus hidrologis dari atmosfer dan daratan, sebagaimana terlihat dalam siklus hidrologis, sebagai sumberdaya alam yang dibutuhkan untuk pernafasan dan pertumbuhan dan sebagai perantara emisi. 4. Gas pencemar : SOx, NOx, CO, CFC DAFTAR PUSTAKA Neiburger, Morris. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan. Ardino Purbu. Bandung. ITB. Ostro (1994) and Resosudamo (1996) presented in the Integrated Vehicle Emission Strategy Workshop October 16-18, 2001, Jakarta, Indonesia Soemarno, Sri.H (1999), Meteorologi Pencemaran Udara, diktat kuliah GM ITB, Penerbit ITB SENARAI I.2 SUB POKOK BAHASAN FENOMENA PENCEMARAN UDARA 2.1 Pendahuluan 2.1.1. Deskripsi Singkat Menjelaskan tentang definisi pencemaran udara, proses terjadinya dan identifikasi sumber pencemar udara, karakterisasi pencemar udara baik partikulat maupun gas 2.1.2. Relevansi Di dalam identifikasi pencemaran udara dan menganalisis dampaknya, dibutuhkan pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar, karakteristik fisik dan kimia dari pencemar udara serta kemungkinan distribusinya di atmosfer. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang identifikasi sumber dan karakterisasi fisik-kimia partikulat-gas ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas fenomena pencemaran udara, presentasi kajian sumber pencemar di sekitar lingkungan sendiri dan kuis tentang karakteristik fisik-kimia partikulat. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu mengidentifikasi sumber pencemaran udara dan menganalisis besaran dampaknya. 2.2. Penyajian 2.2.1. Uraian Pendahuluan Menurut Badan Lingkungan Hidup Dunia, United Nations Environmental Program pada ahun 1992, Indonesia berada di urutan ketiga negara terpolusi di dunia setelah Mexico dan Bangkok (UNEP, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kota – kota di Indonesia mengindikasikan pencemaran udara yang cukup tinggi. Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya satu atau lebih kontaminan/polutan seperti debu, asap, bau, gas, dan uap ke atmosfer dalam jumlah tertentu dan karakteristik tertentu serta dalam waktu tertentu pula yang dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan menggangu kenyamanan dalam kehidupan. Selain polutan – polutan tersebut, aktivitas manusia juga berperan besar dalam polusi udara (Peavy, 1985). Miller, G. Tyler (1982), mendefinisikan pencemaran udara adalah sebagian udara yang mengandung satu atau lebih bahan kimia konsentrasi yang cukup tinggi untuk membahayakan manusia, hewan, vegetasi atau material. Secara skematik Pencemaran udara dapat diuraikan dalam 3 komponen dasar seperti diagram di bawah ini (Seinfeld, 1975): 1 Sumber emisi 2 3 Atmosfer Reseptor Polutan Transformasi kimia Gambar 1.2 Proses Terjadinya Pencemaran Udara Sumber Pencemar Udara Udara di alam tidak pernah bersih tanpa polutan sama sekali. Berdasarkan pengalaman empiris, perbedaan udara bersih dan tercemar bisa dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.3 Perbandingan Tingkat Konsentrasi antara Udara Bersih dan Udara Tercemar Komponen Udara Bersih Udara Tercemar SOx 0.001 -0.01 ppm 0.02 – 2 ppm CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm CO < 1 ppm 5 – 200 ppm NOx 0.001 -0.01 ppm 0.01 – 0.5 ppm HC 1 ppm 1 – 200 ppm Partikel lain Simpson, R. (1994). 3 10 – 20 kg/mm 70 – 700 kg/m3 Menurut Warner (1981) pencemaran udara berdasarkan sumbernya, dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: a. Polutan primer, terbentuk langsung dari emisi yang terdiri dari partikulat berukuran < 10 mikron (PM 10), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO) dan Timbal. b. Polutan sekunder, merupakan bentuk lanjut dari pencemar primer yang telah mengalami reaksi kimia di lapisan atmosfer yang lebih rendah. Yang termasuk kepada kategori pencemar sekunder adalah ozon yang dikenal sebagai oksidan fotokimia, garam sulfat, nitrat dan sebagainya. Sementara Peavy (1985) menyatkan bahwa bahan pencemar udara dapat dibagi menjadi polutan alami, campuran kimia, dan partikel . Sementara polutan partikel dapat digolongkan sebagai partikulat seperti debu, asap dan gas (polutan gas organik dan inorganik). Dari pengelompokan tersebut, sumber-sumber emisi zat pencemar udara secara diagramatis disajikan pada gambar berikut ini. Gambar 1.3. Klasifikasi Sumber Emisi (Sumber : Colls, 2002) Wujud Fisik Pencemaran Udara Partikulat Keberadaan partikulat di atmosfer sebagian besar bersumber dari kendaraan bermotor dan industri, selain itu partikulat juga dapat terbentuk di atmosfer dari polutan gas. Efek partikulat terhadap kesehatan dan pengurangan jarak pandang tergantung pada ukuran partikel dan komposisi kimia yang terkandung didalamnya. Partikulat dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik (ukuran, bentuk formasi, tempat terbentuknya, kecepatan mengendap, dll) dan sifat kimia berupa komposisi organik atau anorganik (Hinds C. W, 2000). Pada partikulat, kita mengenal beberapa substansi yang berupa fase cair dan padat di atmosfer, yang berada dibawah kondisi normal. Partikulat mempunyai ukuran yang mikroskopis atau submikroskopis tetapi lebih besar dari dimensi molekul (Seinfeld, 1975). Emisi partikulat tidak hanya dapat diemisikan dalam bentuk partikel, tetapi juga dapat terbentuk dari kondensasi gas secara langsung atau melalui reaksi kimia. Deskripsi tentang partikulat tidak hanya meliputi konsentrasinya, tetapi juga meliputi ukurannya, komposisi kimianya, dan bentuk fisiknya. Gambar 1.4 Partikulat Yang Diperbesar Ribuan Kali Sejumlah cara dapat digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel, yang paling sering digunakan adalah diameter equivalen. Disamping itu untuk partikel nonspheric dinyatakan dengan equivalen spheres, berdasarkan kesamaan volume, massa, dan kecepatan (Crawford, 1980). Menurut Hinds C. W (2000) partikel secara umum dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: 1. Partikel halus (Fine partikel): Partikel berukuran lebih kecil dari 2,5 µm . 2. Partikel kasar (Coarse partikel): Partikel berukuran lebih besar dari 2,5 µm . Menurut Crawford (1980) beberapa istilah yang dapat menggambarkan partikulat berdasarkan pembentukan dan ukurannya adalah sebagai berikut: 1. Debu (dust) Aerosol padat yang dibentuk akibat pemecahan mekanik material besar seperti dari Crushing dan grounding. Ukuran partikelnya dari submikrometer sampai visibel. Coarse particle berukuran > 2,5 µm, Fine particle berukuran < 2,5 µm. 2. Fume Aerosol padat yang dibentuk dari kondensasi uap atau gas hasil pembakaran. Ukuran partikelnya kurang dari 1 µm. Definisi ini berbeda dengan yang diketahui secara umum yang didasarkan pada adanya noxious contaminant. 3. Asap (Smoke) Aerosol visible yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Ukuran partikelnya (padat atau cair) < 1 µm. 4. Kabut (Mist) Aerosol cair yang terbentuk dari proses kondensasi atau atomisasi. Ukuran partikelnya antara submikrometer hingga 20 µm. Fog : Visible mist, smog : hasil reaksi fotokimia yang tercampur dengan uap air. Ukuran partikelnya kurang dari 1 atau 2 µm. Merupakan gabungan dari smoke dan fog. 5. Fly ash yang merupakan hasil pembakaran batu bara. Rentang ukuran partikulat dapat diterangkan pada gambar berikut : Dust fly ash Spray fumes smoke mists 1000 100 10 1 0.1 0.01 0.001 mikrometer Gambar 1.5 Ukuran Partikulat Dalam Mikrometer Sumber : Peavy, 1985 Menurut Seinfeld (1975) berdasarkan kecepatan pengendapan, partikulat dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu: a. Partikulat tersuspensi: kecepatan pengendapannya sangat kecil sehingga jenis ini tetap tersuspensi di udara selama 10-30 hari sebelum tersisihkan melalui deposisi. Ukurannya berkisar antara kurang dari 1 hingga 10 mikron. b. Partikulat terendapkan: ukurannya lebih besar dari 10 mikron dan lebih berat. Sumber emisi alami partikel yang penting termasuk debu tanah, proses vulkanis, uap air laut, pembakaran liar dan reaksi gas-gas alami. Emisi partikulat tergantung pada aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar dan dari industri, sumber non industri (debu dari jalan, erosi oleh angin, dll) dan sumber transportasi. Tabel 1.4 Sumber Emisi Partikulat dari Aktivitas Antropogenik di Amerika Jenis Sumber Emisi (Teragram/tahun) Pembakaran bahan bakar dan proses industri 10 Emisi fugitiv proses industri 3.3 Emisi fugitiv bukan industri 110-370 Transportasi Total 1.3 125-385 Sumber : US EPA, 2005. Sumber emisi fugitif dari proses industri seperti penanganan, pengisian hingga transfer material. Diperkirakan dari kompleks industri besi baja modern, 15 % emisi TSP (Total Suspended Particulate) berasal dari stack, 25 % berasal dari debu fugitif dan 60 % berasal dari debu jalan di dalam kompleks industri. Emisi fugitif dari sumber non industri (pada umumnya disebut fugitive dust) disebabkan dari debu jalanan umum, proses pertanian, konstruksi, dan pembakaran. Kecuali yang disebut terakhir, semua proses itu terjadi akibat interaksi antara material dan mesin atau angin. Sumber debu fugitif banyak terdapat didaerah pedesaan (US EPA, 2005). Sumber transportasi terdiri dari 2 kategori: buangan knalpot kendaraan dan sumber lainnya, seperti ban, kopling, dan rem. Pada tahun 1978, sumber TSP dari transportasi mencapai 1300000 TG. 75 % dari total TSP ini berasal dari kendaraan di jalan raya. Partikulat yang berasal dari mesin, sebagian besar terbentuk dari timbal halida, sulfat, dan materi karbon yang berukuran < 1 µm. Keseluruhan TSP dari sumber gerak roda 40 % berukuran < 10 µm (20% < 1 µm) yang komponen utamanya terdiri dari karbon. Sumber TSP akibat pengereman berukuran < 1 µm dan dibentuk terutama dari asbes dan karbon (US EPA, 2005). Polutan gas Beberapa kategori polutan adalah SO2, NO2, NO, dan CO. SO2 dihasilkan dari pembakaran sulfur atau materi lain yang mengandung sulfur. Sumber utama gas SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit listrik serta beberapa industri lainnya. NOx terbentuk karena ada pembakaran di udara bebas. Sumber berasal dari transportasi (sumber bergerak) serta sumber stasioner seperti instalasi pembangkit tenaga listrik. Gas CO bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang disebabkan adanya pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon. Instalasi pembangkit tenaga listrik dan industri peleburan yang besar pada umumnya mampu mengoptimalkan setiap pembakaran yang ada sehingga dapat mengurangi emisi CO (Cooper & Aley, 1986). Tabel 1.5 Penyebab dari Emisi di Republik Federasi Jerman (1982) Uraian Satuan SO2 Dust NOx CH CO Σ Lalu lintas % 3.4 9.4 54.6 39.0 65.0 47.1 Rumah tangga % 9.3 9.2 3.7 1.0 21.0 16.3 Keperluan lain % 62.1 21.7 27.7 0.4 0.4 17.5 Industri % 25.2 59.7 14.0 13.6 13.6 19.1 Industri Semen % < 0,1 1.0 1.5 < 0.1 < 0.1 0.4 Total % 3.0 0.7 3.1 8.2 8.2 16.6 Sumber: Kroboth. K, 1986 2.2.2. Latihan Identifikasi/perkirakan polutan yang berasal dari sektor transportasi, bagaimana perilaku pencemarnya? Jawab : Emisi yang berasal dari sektor transportasi bisa berasal dari 2 kategori yaitu : dari kendaraan (asap buangan, gesekan ban, kopling dan rem) dan luar kendaraan (material jalan). Polutannya sangat beragam bisa berupa partikulat yang terdiri atas timbal halida, sulfat, karbon, asbes. Bisa juga berupa gas seperti NOx, CO,HC. Gas dan partikulat ini akan berada di udara begitu terlepas dari sumbernya, ada yang terdeposisi di permukaan yang ada di sepanjang jalan, ada yang berubah komposisi (bereaksi dengan unsur lain) dan ada yang terevaporasi. 2.3. Penutup 2.3.1. Tes Formatif 1. Jelaskan urutan proses terjadinya pencemaran udara! 2. Apakah perbedaan polutan yang tergolong primer dan sekunder? 3. Mengapa dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres? 4. Jelaskan pengertian emisi fugitif! 2.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 2.3.4. Rangkuman Pengetahuan tentang identifikasi sumber pencemar dapat dimulai dari identifikasi polutan primer-sekunder disamping polutan yang bersifat alami dan antropogenik. Karakteristik fisik partikulat dapat dilihat dari bentuk fisik, kecepatan aerodinamisnya, dan karakteristik kimia partikulat dapat dilihat dari kandungan unsur kimianya. Partikel/partikulat digolongkan menjadi partikel halus dan kasar dengan sumber yang berbeda pula. Polutan gas lebih spesifik untuk tiap senyawanya dan tidak dibedakan secara ukuran karena hampir seragam ukurannya. Karakteristik kimia lebih mengemuka untuk polutan gas karena kespesifikan kimianya. 2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1.Urutan terjadinya pencemaran udara dimulai dari emisi polutan dari sumber emisi kemudian sebagian terjadi transformasi kimia terhadap polutan dan sampai ke reseptor melalui media atmosfer yang dinamis seperti dalam diagram dibawah : 1 Sumber emisi Polutan 2 3 Atmosfer Reseptor Transformasi kimia 2. Polutan primer : polutan yang kondisinya tidak berubah seperti pertama kali diemisikan dari sumbernya, contohnya SO2, NO2. Sedangkan polutan sekunder merupakan bentuk lanjut polutan primer karena berinteraksi dengan komponen lain di atmosfer contoh ozon (oksidan fotokimia), garam sulfat, nitrat. 3. Dimensi partikulat menggunakan equivalent spheres karena bentuk dan dimensi partikulat tidak beraturan sehingga perlu penyamaan “parameter ukuran” melalui perbandingannya dengan bentuk materi bulat berdasar sifat aerodinamisnya. 4.Emisi fugitif merupakan emisi yang tidak memiliki saluran pembuangan (exhaust) sehingga emisinya lebih tersebar dengan kuantitas, laju dan komposisi yang berbeda-beda. DAFTAR PUSTAKA UNEP (2007) http://www.unep.org/tnt-unep/toolkit/Awareness/Tool4/index.html Miller, G. Tyler, J.R.(1982). Living in The Environment, third edition. Wadsworth Publishing Co. California. Simpson, R. (1994). Air pollution, Notes on Lectures Devision of Environmental Scienc. Grifith University. Queensland. Copper, C. David and Alley, F. C. (1986). Air Pollution Control A Design Approach 2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois. Crowford, Martin. (1980). Air Pollution Control Quality. Tata –Mc. Graw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi. Hinds, C. William. (2000). Particulate Air Pollution. www.Gooogle.com. Tanggal 15 Oktober 2005. Seinfield, H. John. (1975). Air pollution Control, Phisical and Chemical Fundamental. Mc. Graw-Hill, Inc. United States Of America. Wark, Warner. (1981). Air Pollution, It`s Origin and Control, Harper and Row. Xeller, H and Kroboth, K. (1986). Zement-Kalk-Gips. Peavy, Howard S, Rowe, Donald R, Tchobanoglous, George, (1985), Environmental Engineering, McGraw Hill Inc, Singapore Colls, Jeremy. (2002). Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis Group, London. SENARAI C.POKOK BAHASAN II PENCEMARAN UDARA DITINJAU DARI ASPEK KESEHATAN DAN PERATURAN II.1 SUB POKOK BAHASAN ASPEK KESEHATAN PENCEMARAN UDARA 1.1 Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi Singkat Pokok bahasan ini menjelaskan tentang deteksi pencemaran udara dihubungkan dengan dampak kesehatan. Pembahasan dimulai dari korelasi pencemaran udara dengan insidensi gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan diulas mendalam terutama dari pencemar partikulat karena efek keterhirupannya ke saluran pernafasan berdasar ukuran. Dampak pencemaran udara juga dibahas terhadap material dan tanaman. 1.1.2. Relevansi Dengan mengetahui dampak pencemaran udara yang begitu luas bagi kehidupan manusia termasuk terhadap material dan tanaman, maka dapat dilakukan langkahlangkah pencegahan dini di sumber dan optimalisasi penghindaran reseptor dari paparan pencemaran udara yang bersifat akumulatif. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang dampak kesehatan dari pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui diskusi tugas identifikasi dampak pencemaran udara bagi manusia, material dan tanaman, presentasi simulasi dampak pencemar di sekitar lingkungan pabrik. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan dampak pencemaran udara bagi manusia, material dan tanaman. 1.2. Penyajian 1.2.1. Uraian Umum Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di kota-kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. Bukti penting yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa pencemaran udara mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan, kerusakan tanaman, tanah dan material, perubahan iklim, menurunkan tingkat visibilitas dan penyinaran matahari dan pengaruh lainnya (Cooper & Aley, 1986). Menelaah korelasi antara pencemaran udara dan kesehatan, cukup sulit. Hal ini karena: 1. Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam-macam. 2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan bahaya pada konsentrasi yang sangat rendah. 3. Interaksi sinergestik di antara zat-zat pencemar. 4. Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab, karena manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang berbahaya untuk jangka waktu yang sudah cukup lama. 5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat dipercaya. 6. Penyebab jamak dan masa inkubasi yang lama dari penyakit-penyakit (misalnya: emphysema, bronchitis kronik, kanker, penyakit jantung). 7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke manusia. Efek Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia Data epidemi menunjukkan bahwa pemaparan partikulat dihubungkan dengan peningkatan terjadinya angka sakit saluran pernapasan, bronchitis, penurunan fungsi ginjal, serta angka kematian. Dalam waktu pemaparan yang pendek, pemaparan partikulat juga meningkatkan timbulnya angka sakit asma (Cooper & Aley, 1986). Potensi pengaruh partikulat terhadap kesehatan tidak hanya ditentukan oleh tingkat konsentrasi, tetapi juga oleh kondisi fisik dan kimia yang terkandung di dalamnya, Sebagai contoh partikulat dengan ukuran > 10 µm dapat disisihkan sebelum masuk saluran pernapasan tetapi untuk yang berukuran < 2 atau 3 µm dapat mencapai paru-paru. Hal ini dapat menunjukkan pentingnya mengetahui ukuran partikel sebagai pertimbangan. Fine Particle terbentuk dari senyawa sulfat dan senyawa sekunder lain yang mungkin bersifat toksik. Coarse Particle didominasi oleh adanya dust. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemantauan kualitas udara, terutama yang bersifat inhalable, berdasarkan ukuran partikel yang < 2,5 µm serta antara 2,5 – 10 µm (Cooper & Aley, 1986). Menurut Anderson (1999), masuknya partikel ke dalam tubuh manusia ada dua cara, yaitu : 1. Absorbsi dari proses inhalasi, prosesnya sebagai berikut : a. Deposisi partikel pada saluran pernapasan b. Mucocilliar clearance dari partikel terlarut mencakup transport partikel menuju saluran pernapasan atas oleh aliran mukosa dan aktivitas silier dalam tracheobronchial compartment dan nasopharyngeal compartment c. Alveolar clearance, yaitu merupakan transportasi partikel dari alveoli ke escalator mucociliar Bahan partikel yang halus dapat mempengaruhi saluran pernapasan dari hidung sampai alveoli. Partikel yang besar dapat dikeluarkan melalui impaksi dari hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran sedang agak sukar dikeluarkan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi. Partikel yang berukuran paling keil (diameter 0,1 mikron) dapat mencapai alveoli dan akan menyebabkan terjadinya difusi ke dinding alveoli (Goldsmith & Friberg, 1977). Proses clearance debu pada saluran pernapasan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini : D2 D1 D3 (a) D Nasopharyngeal compartment (b) D4 A (c) R Tracheobronchial compartment (d) Sistem Gastrointestinal D5 (e) A (f) Alveolar (pulmonary) compartment H (h) (g) (i) Limpa (j) Gambar 2.1 Proses Clearance Debu Pada Saluran Pernapasan Sumber : Goldsmith & Friberg Keterangan dan mekanisme : D1 : semua debu yang terhirup D2 : debu yang dikeluarkan melalui pernapasan D3 : debu yang tersimpan dalam Nasopharyngeal compartment D4 : debu yang tersimpan dalam Tracheobronchial compartment D5 : debu yang tersimpan dalam Alveolar (pulmonary) compartment a :debu dari Nasopharyngeal compartment masuk langsung ke darah b :dengan proses mucociliary clearance dari Nasopharyngeal compartment masuk ke traktus gastrointestinal c :debu dari Tracheobronchial compartment masuk langsung ke darah d :dengan proses mucociliary clearance dari Tracheobronchial compartment ke traktus gastrointestinal e :debu dari alveolar compartment masuk langsung ke darah f :debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke dalam traktus gastrointestinal g :debu dari alveolar compartment oleh makrofag ditransfer secara mucociliary escalator, masuk ke dalam traktus gastrointestinal, tetapi prosesnya lambat h :Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe I :Secara lambat, debu dikeluarkan dari alveolar compartment oleh sistem limfe dan ke dalam darah J :Absorbsi debu oleh traktus gastrointestinal dan masuk ke darah Berdasar penelitian Price (1994), faktor utama penyebab kanker paru-paru adalah rokok, tetapi debu yang ada di udara juga berpengaruh meskipun pengaruhnya kecil, baik yang berasal dari kendaraan bermotor, industri, dan lain sebagainya. Debu yang bisa menimbulkan penyakit dipengaruhi oleh : 1. Ukuran partikel, yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1 sampai 5 µm, karena partikel yang lebih besar tidak dapat mencapai alveoli 2. Kadar dan lamanya paparan, biasanya yang diperlukan kadar tinggi untuk dapat mengalahkan kerja escalator silia, dan paparan yang lama 3. Sifat dari debu itu sendiri 4. Faktor meteorologi, seperti angin, kelembaban, perubahan temperatur Menurut Slamet (1994), efek partikulat terhadap paru-paru berbeda dari gas, karena ditentukan oleh diameter, bentuk, kepadatannya, sifat kimia dan fisikanya. Partikulat yang kecil akan lebih lama tersuspensi di dalam udara, sedangkan ynag lebih besar akan mengendap dengan berbagai kecepatan, sehingga kemungkinan masuknya ke dalam paru-paru akan berbeda pula. Semakin lama ia dapat bertahan dalam udara, semakin besar kemungkinannya untuk dapat memasuki paru-paru. Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi sulfur oksida, asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai penyebab dan pencetusnya asthma brochiale, bronchitis menahun dan emphysema paru. Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bahwa bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 4060 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah perkotaan yang udaranya tercemar. Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun timbulnya penyakit yang disebabkannya sebetulnya masih belum dapat diterangkan dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat komplek. Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata. WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/lingkungan sebagai berikut: a. Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung. b. Tingkat II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan dan akibat lain pada lingkungan (adverse level). c. Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsifungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level). d. Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level). Tabel 2.1 Pengaruh Partikulat Terhadap Kesehatan Manusia Berdasarkan Ukurannya Konsentrasi ( µg/m3 ) Disertai dengan 3 750 715 µg/m SO2 300 630 µg/m3 SO2 200 250 µg/m3 SO2 100 – 130 120 µg/m3 SO2 100 Rata-rata Sulfur diatas 30 mg/cm2/mo SO2 Rata-rata Sulfur diatas 80 - 100 30 mg/cm2/mo SO2 Waktu Pengaruh Rata-rata 24 jam Rata-rata 24 jam Rata-rata 24 jam Rata-rata tahunan Rata-rata tahunan Peningkatan jumlah penyakit yang lebih besar Pasien bronkitis kronis menjadi akut Peningkatan ketidakhadiran pekerja-pekerja industri Peningkatan penyakit pernapasan pada anak-anak Peningkatan angka kematian jika lebih dari 50 tahun Peningkatan angka kematian jika lebih dari 50 sampai 69 tahun Rata-rata dua tahunan Sumber : Peavy (1985) Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas anggota-anggota tentara penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya. Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh (misalnya udara, kebiasaan makan, merokok, data meteorologik, dan sebagainya). Studi tentang pencemaran udara ditujukan untuk mengontrol sumber polutan sehingga dapat mengurangi konsentrasi pencemaran udara ambien hingga tidak membahayakan kondisi lingkungan. Tujuan studi ini juga diarahkan pada perhitungan besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh pemaparan polutan. Bahan pencemar udara yang ada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia. Menurut Goldsmith & Friberg (1977), secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau masyarakat dapat berupa : 1. Sakit, baik yang akut maupun yang kronis 2. Penyakit yang tersembunyi yang dapat memperpendek umur, menghambat pertumbuhan dan perkembangan 3. Mengganggu fungsi fisiologis dari paru, syaraf, transport oksigen oleh hemoglobin, dan kemampuan sensorik 4. Kemunduran penampilan, misalnya pada aktivitas atlet, aktivitas motorik, dan aktivitas belajar 5. Iritasi sensorik 6. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh 7. Rasa tidak nyaman (bau) Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Efek Pencemaran Udara Terhadap Material dan Tanaman Pencemaran udara berpengaruh pada material dengan proses soiling atau korosi. Tingginya kadar asap dan partikulat dihubungkan dengan terjadinya proses korosi antara pelapis dan struktur material dengan senyawa asam atau alkalin, terutama sulfur dan materi korosif. Ozon sangat efektif dalam mempercepat proses korosi karet (Cooper & Aley, 1986). Senyawa pencemar yang diketahui sebagai phytoxicants adalah SO 2 . Peroxyacetyle Nitrate (PAN-hasil proses fotokimia pada smoge), serta etana. Disamping itu ada jumlah sedikit gas klorin, hidrogen klorida, amonia, dan merkuri. Secara umum polutan akan masuk ke tubuh tanaman melalui proses respirasi, kemudian akan merusak klorofil dan menghambat fotosintesis tanaman. Kerusakan yang ditimbulkan, dapat dilihat dari daunnya, dimulai dari penurunan tingkat pertumbuhan hingga kematian tanaman (Cooper & Aley, 1986). 1.2.2. Latihan Jelaskan pengaruh terhadap kesehatan dari adanya pencemaran udara seperti tercantum dalam gambar di bawah ini : Sumber : U.S. EPA, 1991. Jawab : Gambar tersebut menjelaskan menjelaskan tingkatan resiko yang mungkin timbul akibat pencemaran udara bagi kesehatan dari yang kurang serius sampai yang paling serius. Dampak yang kurang serius bersifat mudah pulih (reversible), tidak merusak dan tidak mengancam nyawa. Contoh dampak ini adalah rusak kulit, batuk, iritasi tenggorokan, sakit kepala dan pusing. Dampak yang bersifat serius seperti kerusakan ginjal dan lever, kanker, kerusakan sistem saraf dan kelainan janin. 1.3. Penutup 1.3.1. Tes Formatif 1. Sebutkan parameter lain yang mempengaruhi besaran dampak pencemaran disamping faktor konsentrasinya. 2. Sebutkan parameter dari debu yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit! 3. Jelaskan dalam studi epidemiologi, data apa saja yang perlu diketahui dalam survey! 4. Sebutkan pengaruh utama pencemaran udara terhadap material! 1.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 1.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 1.3.4. Rangkuman Pokok bahasan ini menjelaskan tentang deteksi pencemaran udara dihubungkan dengan dampak kesehatan. Pembahasan dimulai dari pencemaran udara dengan insidensi gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan diulas mendalam terutama dari pencemar partikulat karena efek keterhirupannya ke saluran pernafasan berdasar ukuran. Dampak pencemaran udara juga dibahas terhadap material dan tanaman. 1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Potensi pengaruh partikulat terhadap kesehatan juga ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia yang terkandung di dalamnya. Partikulat halus (< 2,5 µm ) lebih mudah mencapai paru-paru dibanding partikulat kasar (antara 2,5 – 10 µm ). Partikulat dengan kandungan logam-logam berat lebih berbahaya dibanding partikulat dengan kandungan organik yang mudah terurai. 2. Parameter tersebut adalah ukuran partikel, kadar dan lamanya paparan, sifat dari debu itu sendiri, faktor meteorologi 3. Studi tersebut bersifat prospektif dan komparatif dilakukan dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas anggota-anggota tentara penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya. 4. Pencemaran udara berpengaruh pada material dengan proses soiling atau korosi. DAFTAR PUSTAKA Cooper, C David & Alley, F.C (1994). Air Pollution Control, A Design Approach, Second Edition. Waveland Press. Inc, United States. Anderson PJ, JD Wilson and FC Hiller (1990), Chest, Vol 97, 1115-1120, American College of Chest Physicians Price, Sylvia. A and Lorraine M. Wilson (1994) Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2 Edisi 4, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta Peavy, Howard S, Donald R. Rowe, George Tchobanoglous (1985), Environmental Engineering, McGraw-Hill Book Company Slamet, Juli Soemirat (1994), Kesehatan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Press Goldsmith J. R. and Friberg L. T (1977), Effects of air pollution on human health. In Air Pollution (edited by Sten A. C.), Vol. II, third edition USEPA, (1991), Air Pollution and Health Risk, http://Www.Epa.Gov/Ttn/Atw/ 3_90_022.Html, accessed 27 Desember 2005. SENARAI II.2 SUB POKOK BAHASAN PERATURAN STANDAR PENCEMARAN UDARA 2.1 Pendahuluan 2.1.1. Deskripsi Singkat Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi udara di negara maju sebagai pembanding. 2.1.2. Relevansi Dengan mengetahui berbagai aturan pencemaran udara baik dalam skala lokal, nasional dan internasional maka siswa akan memiliki informasi yang dapat diperbandingkan dan dijadikan acuan dalam pencemaran udara untuk skala lokal dan nasional. pembahasan pengelolaan 2.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang regulasi/peraturan pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui diskusi tugas identifikasi dan analisis peraturan pencemaran udara, tugas mandiri pengelompokan peraturan. 2.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan berbagai peraturan pencemaran udara terutama di Indonesia. 2.2. Penyajian 2.2.1. Uraian Peraturan di Negara-Negara Maju Peraturan yang mengatur tentang pencemaran udara secara internasional merupakan hasil konvensi dunia. Peraturan secara internasional ini digunakan jika terjadi pencemaran udara yang melibatkan beberapa Negara atau lintas Negara. Contoh konvensi yang telah ada yaitu : a. Kyoto protocol b. Konvensi Wina c. Konvensi Stockholm Tetapi jika pencemaran udara yang terjadi tidak berdampak pada Negara lain, perturan yang digunakan merupakan peraturan yang berlaku di Negara itu sendiri. Di Amerika menganut sistem common law, yaitu hukum – hukumnya tidak dibukukan dan hanya mengandalkan putusan dari hakim. Clean Air Act yang diundangkan tahun 1990 diturunkan dalam bentuk National Ambient Air Quality Standards (40 CFR part 50) oleh EPA. Clean Air Act terdiri atas 2 tipe standar yaitu Primary standards yang mengatur batasan untuk melindungi kesehatan publik termasuk yang berkategori golongan “sensitif” seperti penderita asma, anak serta lanjut usia dan secondary standards yang melindungi kesejahteraan publik seperti jarak pandang, kerusakan ke pertanian, tanaman, hewan dan bangunan. Tabel 2.2 National Ambient Air Quality Standards di Amerika Primary Standards Level Averaging Time Pollutant Carbon Monoxide Lead 8-hour (1) 9 ppm (10 mg/m3) 35 ppm (40 mg/m3) 0.15 µg/m3 (2) 1.5 µg/m3 0.053 ppm (100 µg/m3) 150 µg/m3 1-hour (1) Nitrogen Dioxide Particulate Matter (PM10) Particulate 15.0 µg/m3 Matter (PM2.5) 35 µg/m3 Ozone 0.075 ppm (2008 std) 0.08 ppm (1997 std) 0.12 ppm Sulfur Dioxide 0.03 ppm 0.14 ppm Secondary Standards Level Averaging Time None Rolling 3-Month Average Quarterly Average Annual (Arithmetic Mean) 24-hour (3) Same as Primary Same as Primary Same as Primary Same as Primary Annual (4) (Arithmetic Mean) 24-hour (5) 8-hour (6) Same as Primary 8-hour (7) Same as Primary Same as Primary Same as Primary Same as Primary 1-hour (8) (Applies only in limited areas) Annual 0.5 ppm 3-hour (1) (Arithmetic Mean) (1300 (1) µg/m3) 24-hour Di Inggris sudah diadopsi Clean Air Act 1993 CHAPTER 11 Statutory Instruments 2007 No. 64 serta The Air Quality Standards Regulations 2007 Made 15th January 2007. Jepang menerapkan Environmental Quality Standards in Japan Air Quality yang meliputi Environmental Quality Standards, Environmental Quality Standards for Benzene, Trichloroethylene, Tetrachloroethylene and Dichloromethane dan Environmental Quality Standards for Dioxins yang dikeluarkan oleh Ministry of the Environment Government of Japan. Peraturan Pencemaran Udara di Indonesia Dari segi ketentuan atau peraturan, peraturan di indonesia tidak kalah dengan peraturan di amerika. Karena undang undang lingkungan di indonesia sangat bagus. Bedanya pada aplikasi peraturannya saja, negara maju lebih responsif daripada di Indonesia. Peraturan yang ada di Indonesia merupakan peraturan yang berkiblat pada Eropa karena masa lalu Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Sistem yang dianut oleh Indonesia adalah sisil law, dimana hukum- hukumnya dibukukan ke dalam Undang – Undang.Indonesia telah meratifikasi hukum yang ada. Meratifikasi adalah memasukkan ketentuan asing, biasanya berupa konvensi atau traktat (perjanjian). Caranya adalah dengan membuat UU mengenai ratifikasi ketentuan – ketentuan tersebut. Peraturan yang ada di Indonesia yang mengatur tentang pencemaran udara diantaranya yaitu (Tamin, 2004) : 1 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan 2 PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 3 KepMen KLH No.45/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara 4 Kep Kepala Bappedal No.107/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan Informasi PSI 5 KepMen KLH No.KEP/MENLH/1995 tentang Emisi Sumber Tidak Bergerak 6 Kep Kepala Bappedal No. 205/1997 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Tidak Bergerak 7 KepMen KLH No.129/2003 tentang Standar Emisi untuk Kegiatan Minyak dan Gas 8 KepMen KLH No.35/93 tentang Standar Emisi untuk Kendaraan Bermotor 9 KepMen KLH No.141/2003 tentang Standar Emisi untuk Tipe Baru dan Produksi Masa Kini Kendaraan Bermotor 10 KepMen KLH No.252/2004 tentang Keterbukaan Informasi baik Sumber Tidak Bergerak dan Sumber Bergerak 11 KepMen KLH No. 50/96 tentang Standar Tingkat Kebauan PP NO 41 tahun 1999 ini memuat tentang definisi dari pencemaran udara,dan hal – hal yang terkait dengan pencemaran udara, misalnya pengertian mengenai udara ambien, baku mutu udara ambien, pihak berwenang yang terkait seperti Mentri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup, dan Gubernur. Kemudian dibahas mengenai langkah-langkah perlindungan mutu udara, yang meliputi:baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang batas, tingkat gangguan, indeks standar pencemar. Setelah perlindungan, yaitu pengendalian terhadap pencemaran udara yang meliputi pencegahan pencemaran udara untuk persyaratan penataan lingkungan hidup, penanggulangan dan pemulihan akibat pencemaran udara, pemberitahuan keadan darurat oleh Menteri jika cemaran pada udara membahayakan. Pihak – pihak yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran udara akan dikenai sanksi dan ganti rugi yang ketentuannya dijelaskan dalam PP ini. Selain itu juga terdapat lampiran baku mutu udara ambien nasional seperti tercantum di bawah ini. Tabel 2.3 Baku Mutu Udara Ambien Nasional Parameter 1 SO2 (Sulfur Dioksida) 2 CO (Karbon Monoksida) NO2(Nitrogen Dioksida) 3 4 O3 (Oksidan) 5 HC (Hidro karbon) PM10 (Partikel <10 um) PM 2.5* 6 7 8 9 TSP (Debu) Pb(Timah Hitam) Dustfall (Debu Jatuh) Waktu Pengukuran 1 Jam 4 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 1 Thn 3 Jam 400 ug/Nm3 150 ug/Nm3 100 ug/Nm3 235 ug/Nm3 50 ug/Nm3 160 ug/Nm3 24 Jam 150 ug/Nm3 24 Jam 1 Jam 24 Jam 1 Jam 24 Jam 1 Jam 65 ug/Nm3 15 ug/Nm3 230 ug/Nm3 90 ug/Nm3 2 ug/Nm3 1 ug/Nm3 30 Hari 10 Ton/ Km2/ Bulan (Pemukiman) 20 Ton/Km2/ Bulan (Industri) Baku Mutu 3 900 ug/Nm 365 ug/Nm3 60 ug/Nm3 30.000 ug/Nm3 10.000 ug/Nm3 Metode Analisis Pararosanilin Spektrofotometer NDIR NDIR Analyzer Saltzman Spektrofotometer Chemilumine scent Flame Ionization Gravimetric Spektrofotometer Gas Chomatogarfi Hi - Vol Gravimetric Gravimetric Gravimetric Hi – Vol Hi - Vol Hi – Vol Gravimetric Ekstratif Pengabuan Gravimetric Hi – Vol AAS Peralatan Cannister 10 Total Fluorides (as F) Waktu Pengukuran 24 Jam 90 Hari 11 Fluor Indeks 30 Hari 12 Khlorine dan Khlorine Dioksida 24 Jam 13 Sulphat Indeks 30 Hari Parameter Baku Mutu 3 3 ug/Nm 0,5 ug/Nm3 40 ug/100 cm2dari kertas limed filter 150 ug/Nm3 1 mg SO3/100 cm3 Dari Lead Peroksida Metode Analisis Spesific ion Electrode Colourimetric Spesific ion Electrode Colourimetric Peralatan Impinger atau Continous Analyzer Limed Filter Paper Impinger atau Continous Analyzer Lead Peroxida Candle Catatan : (*) PM25 mulai diberitahukan tahun 2002 Nomor 10 s/d 13 Hanya berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar Contoh : Industri Petro Kimia; Industri Pembuatan Asam Sulfat 2.2.2. Latihan 1. Dalam peraturan pencemaran udara di Amerika, apakah kegunaan primary standards dan secondary standards? Apakah Indonesia dapat mengadopsinya? Jawab : Primary standards digunakan untuk melindungi kesehatan manusia (publik), sedang secondary standards untuk melindungi kepentingan publik termasuk tanaman, hewan dan bangunan. Indonesia belum/tidak mengadopsi primary dan secondary standards karena kebutuhan pengendalian pencemaran masih untuk kategori primer dan peraturan ke kepentingan publik diserahkan ke kebijakan tiap instansi dan pemerintah daerah yang bersangkutan. 2.3. Penutup 2.3.1. Tes Formatif 1. Sebutkan 3 konvensi dunia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas udara! 2. Mengapa dalam peraturan tersebut untuk suatu rentang waktu persyaratan paparan yang lebih rendah, maka batas konsentrasinya parameter yang terkait menjadi lebih tinggi? 3. Dalam baku mutu udara ambien nasional, parameter PM2.5 baru diberlakukan pada tahun 2002. Bagaimana konsekuensinya? 4. Mengapa dalam baku mutu udara ambien nasional, metode pengukuran parameter-parameter juga dicantumkan? 2.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. 2.3.4. Rangkuman Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang regulasi/aturan yang digunakan dalam mengendalikan fenomena pencemaran udara. Tentunya sebagai bahan referensi adalah kesehatan manusia. Aturan yang akan dibahas tidak hanya yang ada di Indonesia, namun juga dilengkapi secara garis besar peraturan tentang polusi udara di negara maju sebagai pembanding. 2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Konvensi tersebut adalah : a. Kyoto protocol b. Konvensi Wina c. Konvensi Stockholm 2. Hal ini berhubungan dengan studi dosis-response dimana untuk keterpaparan konsentrasi yang kecil maka manusia dapat bertahan hidup lebih lama demikian sebaliknya 3. Konsekuensinya mulai tahun 2002 setiap daerah wajib melakukan pengukuran konsentrasi PM2.5 di udara ambien. Pihak-pihak yang mengemisikan PM2.5 juga dianjurkan untuk mengukurnya agar tahu kontribusinya terhadap udara ambien. 4. Untuk pengukuran suatu parameter sangat banyak metodenya. Agar terjadi keseragaman untuk perbandingan dengan baku mutu, maka metodenya distandarkan. Metode yang dijadikan standar dalam baku mutu merupakan metode yang akurat dan dapat diusahakan di seluruh Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Clean Air Act USA Clean Air Act UK Japan Environmental Quality Standards Tamin, Ridwan D (2005), Assistant Deputy for Vehicles Emissions Pollution Control, Policy And Regulation Of Air Pollution In Indonesia, paper presented in Training of Trainer BASIC URBAN AIR QUALITY MANAGEMENT CAI Net, September 19 – 23, 2005, Bandung SENARAI D.POKOK BAHASAN III METEOROLOGI DAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA II.1 SUB POKOK BAHASAN METEOROLOGI PENCEMARAN UDARA 1.1 Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi Singkat Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas keterangan. 1.1.2. Relevansi Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan mengetahui dasar-dasar sebaran polutan di atmosfer, maka diharapkan mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang meteorologi pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui tugas individu merangkum dasar-dasar sebaran dari berbagai teori yang ada, diskusi kelompok tentang studi kasus kestabilan atmosfer, adveksi, dilusi, difusi dan dispersi. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan konsep sebaran polutan di atmosfer dengan dasar meteorologi. 1.2. Penyajian 1.2.1. Uraian Umum Di atmosfer, berbagai polutan udara akan melalui berbagai proses. Baik percampuran antara polutan yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya akan meningkatkan komposisi polutan itu sendiri, bahkan memunculkan jenis polutan baru. Namun alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah dapat mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut sebagai akibat faktor meteorologi (Neiburger, 1995). Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi. Proses penyebaran (adveksi) Penyebaran zat pencemar yang diemisikan dari sumbernya ke udara diakibatkan oleh adanya pengaruh down wind. Dalam perhitungan harga kecepatan dan arah angin diperlukan sebagai indikasi pergerakan udara di suatu daerah. Bahkan untuk jarak yang pendek, profil pergerakan udara biasanya akan sangat kompleks. Proses pengenceran (dilusi) Pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi). Proses perubahan (difusi) Zat pencemar selama berada di udara akan mengalami perubahan fisik dan kimia, sehingga membentuk zat pencemar sekunder. Smog sebagai contoh, merupakan hasil interaksi di udara antara oksida nitrogen, hidrokarbon, dan energi matahari, peristiwa ini dikenal dengan reaksi fotokimia. Proses penghilangan (dispersi) Zat pencemar di atmosfer akan mengalami penghilangan atau pengurangan karena adanya proses-proses meteorologi, seperti hujan. Fenomena ini dapat dipelajari dengan atau dari numerical atmospheric diffusion model. Pola gerakan atmosfer atau dinamika atmosfer sangat berperan dalam penyebaran polutan pencemar yang masuk ke dalam atmosfer (udara ambien). Faktor-faktor dinamika yang mempengaruhi adalah : 1. Transportasi atau pengangkutan zat oleh aliran udara horisontal atau angin. 2. Transportasi atmosfer vertikal atau konveksi 3. Difusi, baik difusi molekuler maupun difusi turbulensi. Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara, akan dibahas di sub bab ini yaitu : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan kestabilan atmosfer. Sirkulasi Angin Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan antara daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan pemanasan udara menyebabkan naiknya gradien tekanan horisontal, sehingga terjadi gerakan udara horisontal di atmosfer. Oleh karena itu, perbedaan temperatur antara atmosfer di kutub dan di ekuator (khatulistiwa), serta antara atmosfer di atas benua dengan di atas lautan menyebabkan gerakan udara dalam skala yang sangat besar. Angin lokal terjadi akibat perbedaan temperatur setempat. Pada skala makro, pergerakan angin sangat dipengaruhi oleh temperatur atmosfer, tekanan pada permukaan tanah, dan gerak rotasi bumi. Angin bergerak dari tekanan tinggi ke rendah, tetapi dengan adanya gaya Coriolis maka angin akan bergerak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Fenomena ini terjadi sampai jarak ribuan kilometer dan terlihat dengan munculnya area semipermanen bertekanan sedang di atas lautan dan daratan. Pada skala meso dan mikro, keadaan topografi sangat berpengaruh pada pergerakan angin. Perbedaan ketinggian permukaan tanah mempunyai efek pada kecepatan angin dan arah pergerakan angin. Cahaya bulan, angin laut dan angin darat, angin lembah, kabut di pantai, sistem presipitasi angin, dan pemanasan global adalah contoh-contoh dari pengaruh topografi regional dan lokal pada kondisi atmosfer. Fenomena skala meso akan terjadi sampai ratusan kilometer dan skala mikro mencapai 10 kilometer. Gambar 3.1. Siklus angin secara global (Sumber: Liu & Liptak, 2000) Bila bumi tidak berputar, udara akan mempunyai kecenderungan mengalir langsung dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Di samping adanya gradien tekanan, ada suatu gaya yang harus dipertimbangkan yaitu gaya Coriolis yang ditimbulkan yang ditimbulkan akibat rotasi bumi (gaya ini kadangkadang disebut juga gaya defleksi horisontal). Dengan demikian arah pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke bertekanan rendah tidak tegak lurus lagi. Di lapisan atmosfer teratas, udara sering kali mengalami percepatan yang kecil dan tekanan rendah sehingga gaya-gaya yang bekerja pada bagian udara pada kasus ini akan berimbang dan gradien arah pergerakan udara sejajar dengan garis tekanan. Dekat dengan permukaan bumi, gaya gravitasi mulai berperan sehingga mengakibatkan perubahan gradien arah pergerakan udara terhadap ketinggian. Untuk sebuah daerah, efek sirkulasi angin terjadi tiap jam, tiap hari, dan dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Distribusi frekuensi dari arah angin menunjukkan daerah mana yang paling tercemar oleh polutan. Salah satu hal penting dalam meramalkan penyebaran zat pencemar adalah mengetahui arah dan besarnya kecepatan angin. Arah angin bisanya didefinisikan dengan wind rose, yang mana berbentuk grafik (vektor) yang menggambarkan frekuensi distribusi dari arah angin pada berbagai variasi kecepatan yang terjadi pada suatu lokasi dengan waktu tertentu. Wind rose adalah sebuah statistik angin yang terdiri dari frekuensi, arah, kekuatan, dan kecepatan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. NORTH 35% 28% 21% 14% 7% WEST EAST WIND SPEED (Knots) >= 22 17 - 21 SOUTH 11 - 17 7 - 11 4-7 1-4 Calms: 16.67% Gambar 3.2. Bunga Angin (Wind Rose) Adanya perbedaan daerah daratan dan daerah perairan akan mengakibatkan pengaruh formal yang berbeda akibat radiasi sinar matahari. Pada siang hari, suhu udara di atas laut lebih rendah dibandingkan pada daratan. Perbedaan ini akan menyebabkan perpindahan udara dari laut yang bersuhu rendah ke daratan yang bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan adanya angin laut, sehingga bahan polutan yang berada beberapa ratus meter di atas permukaan akan ikut tersebar. Angin Laut – Siang Hari Angin Darat – Malam Hari Gambar 3.3. Skema Angin Darat dan Angin Laut Sumber: Cooper dan Alley, 1986 Setelah matahari terbenam dan beberapa jam pendinginan oleh radiasi, suhu udara di daratan akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada lautan. Lalu aliran udara akan berpindah dari daratan yang bersuhu rendah ke lautan yang bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya angin darat. Turbulensi Secara garis besar, pola gerakan atmosfer dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Difusi turbulen terjadi pada aliran turbulen, menyebabkan terjadinya percampuran dalam atmosfer, baik arah horisontal maupun vertikal. Komponen penentu tingkat turbulensi di atmosfer adalah stabilitas atmosfer atau stabilitas udara. Dalam penelitian JICA (1995) dinyatakan bahwa parameter untuk mengetahui stabiltas atmosfer dikemukakan oleh Pasquill dan diperbarui oleh Gifford lalu dimodifikasi oleh Senshu. Stabiltas atmosfer ini dibagi menjadi 7 (tujuh) kelas stabilitas, yang dibedakan dengan huruf A, B, C, D, E, dan F. Klasifikasi dari stabilitas atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.1. Klasifikasi stabilitas atmosfer Siang Hari Malam Hari Kecepatan Net Radiasi (γ, cal/cm2/h) Angin (m/sec) γ≥30 30>γ≥15 15>γ≥7.5 7.5>γ≥0 0>γ≥-1.8 -1.8>γ≥-3.6 U<2 2≤U<3 3≤U<4 4≤U<6 U≤6 A A-B B C C A-B B B-C C-D dD B C C dD dD dD dD dD dD dD nD nD nD nD nD G E nD nD nD -3.6>γ G F E E E Sumber : The Study On The Integrated Air Quality Management For Jakarta Metropolitan Area Keterangan dari klasifikasi kelas : A = sangat tidak stabil B = tidak stabil C = sedikit tidak stabil D = netral E = stabil F = sangat stabil G = lebih stabil dari kelas F Secara umum, polutan-polutan di atmosfer terdispersi dalam 2 cara yaitu melalui kecepatan angin dan turbulensi atmosfer. Turbulensi atmosfer terjadi akibat dari gerakan angin yang berfluktuasi dan memiliki frekuensi lebih dari 2 cycles/hr. Fluktuasi turbulensi terjadi pada arah vertikal dan horisontal, hal ini merupakan mekanisme yang efektif untuk menghilangkan polutan di udara. Turbulensi menyebabkan terjadinya aliran udara melalui 2 cara : pusaran thermal dan pusaran mekanis Pergerakan eddies (pergerakan pusaran) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses turbulensi. Akibat pergerakan eddies akan menimbulkan pencampuran dan pengenceran konsentrasi zat pencemar di udara, baik secara vertikal maupun horisontal. Pergerakan eddies yang berbeda mengakibatkan perbedaan bentuk penyebaran plume yang diemisikan oleh sumber ke atmosfer, macam bentuk penyebaran plume tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang kecil, plume bergerak dengan pusaran kecil dalam garis lurus dan pembesaran pada potongan melintang. 2. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang luas, akan menimbulkan bentuk yang kecil tetapi mempunyai liuk yang lebar 3. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang bervariasi, akan membentuk plume berukuran besar dan mempunyai liuk yang besar. Plume ini akan bergerak pada angin permukaan (down wind) Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. Perbedaan profil kecepatan angin ini juga dipengaruhi oleh faktor kekasaran permukaan, hal ini akan merubah gradien kecepatan angin karena ketinggian seperti terlihat pada gambar berikut ini. Gambar 3.4. Variasi Angin Sesuai Ketinggian Untuk Tingkat Kekasaran Permukaan Yang Berbeda (Sumber: Liu & Liptak, 2000) Temperatur Perubahan temperatur pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Perubahan temperatur ini disebut lapse rate. Turbulensi yang terjadi tergantung pada temperatur. Di atmosfer sendiri diharapkan akan terjadi penurunan temperatur dan tekanan sesuai dengan pertambahan tinggi. Udara ambien dan adiabatic lapse rates mempengaruhi terbentuknya stabilitas atmosfer. Dalam keadaan dimana temperatur sekumpulan udara lebih tinggi dari sekitarnya, maka kerapatan dari udara yang bergerak naik dengan kecepatan rendah lebih kecil daripada kerapatan udara lingkungannya dan udara berhembus secara kontinu. Pada saat udara bergerak turun akan terbentuk aliran udara vertikal dan turbulensi terbentuk. Keadaan atmosfer dalam kondisi di atas dikatakan tidak stabil (unstable). Ketika sekumpulan udara menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara sekitarnya, sekumpulan duara itu akan kembali ke elevasinya semula. Gerakan ke bawah akan menghasilkan sekumpulan udara yang lebih hangat dan akan kembali ke elevasi semula. Dalam kondisi atmosfer seperti ini, gerakan vertikal akan diabaikan oleh proses pendinginan adiabatik atau pemanasan, dan atmosfer akan menjadi stabil (stable). Jika sekumpulan udara terbawa ke atas akan melalui bagian yang mengalami penurunan tekanan dan akibatnya kumpulanan udara itu akan menyebar. Ekspansi tadi memerlukan kerja untuk melawan lingkungannya dan terjadi penurunan temperatur. Biasanya proses ini berlangsung singkat karena itu untuk menganalisanya dilakukan anggapan tidak terjadi transfer panas pada sekumpulan udara yang ditinjau serta sekumpulan udara mempunyai kerapatan dan temperatur sama. Kondisi atmosfer seperti ini dikatakan netral (neutral) dan dikenal dengan lapse rate adiabatic. Ketiga kondisi atmosfer ini terlihat pada gambar berikut ini : Gambar 3.5 Kondisi Stabilitas Atmosfer (Sumber: Cooper & Alley, 1994) Berdasarkan pembagian keadaan yang terjadi di atmosfer maka akan muncul garis dry adiabtic lapse yang membatasi antara keadaan stabil dan tidak seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.6. Hubungan Ambient Lapse Rates Dengan Dry Adiabatic Rate (Sumber: Liu & Liptak, 2000) Pembagian keadaan atmosfer itu terdiri dari : 1. Superadiabtic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di atas adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi tidak stabil. 2. Neutral, keadaan dimana 2 lapse rates akan seimbang. 3. Subadiabatic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di bawah adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi stabil. 4. Isothermal, keadaan ketika temperatur udara konstan di atmosfer maka ambient lapse rate menjadi nol dan atmosfer stabil. 5. Inversion, keadaan ketika temperatur udara ambien meningkat sesuai dengan ketinggian maka lapse rate menjadi negatif atau keadaan dimana udara hangat menyelimuti udara dingin. Kelembaban Udara Kelembaban adalah konsentrasi uap air air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, atau kelembaban relatif. Dalam kaitannya dengan penguapan air yang di udara yang menyebabkan berubahnya temperatur, kandungan air dalam suhu kamar dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak lebih dari sekitar 0.5 % pada 0 °C (32 °F). Kelembaban Relatif adalah perbandingan menyangkut tekanan uap air di dalam gas apapun terutama udara ke keseimbangan tekanan penguapan air, di mana gas dinyatakan jenuh pada temperatur tersebut, dinyatakan dalam persentase perbandingan antara massa air saat ini per volume gas dan massa per volume dari gas jenuh (Roberts, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan atmosfer secara vertikal adalah kepadatan atau densitas udara. Densitas udara sendiri menurut Nevers (2000) dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Hukum kesetimbangan gas menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi perubahan nilai berat molekul (M) dan suhu (T). Adapun berat molekul sendiri dipengaruhi oleh fraksi mol uap air sebesar 0,023 RH. Kerapatan merupakan massa volume satuan suatu zat. Massa adalah ukuran jumlah zat, dimana sifat massa itu menimbulkan kelembaban, yaitu menentang perubahan jumlah gerakan dan menghasilkan daya tarik gravitasi bahan-bahan lain (Neiburger, 1995). Kelembaban relatif dalam atmosfer merupakan unsur yang sangat penting untuk cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran. Sedangkan kelembaban udara juga dipengaruhi oleh bangunan gedung dan pohon penghijauan di pinggir jalan dan sinar matahari. Ditambahkan oleh Lakitan (1994), kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi matahari selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang. Kelembaban udara umumnya adalah kelembaban relatif. Perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air pada kondisi tempat jenuh, umumnya dinyatakan dengan persen (%). Tekanan uap air adalah tekanan parsial uap air dalam udara bebas di suatu tempat tertentu dengan jumlah tertentu. . Urban Heat Island Akumulasi panas dalam daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan keseimbangan radiatif pada malam hari yang berbeda dengan daerah pedesaan di sekitarnya yang menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari. Oleh karena itu, akan terjadi suatu gumpalan panas di daerah perkotaan, yang isotermalnya biasanya terletak di daerah pusat kota. Intensitas gumpalan panas ini akan bergantung kepada : • • • Kecepatan angin kritis di atas gumpalan panas, Awan dan presipitasi, Lapisan pencampuran (mixing layer). 1.2.2. Latihan Buatlah contoh bunga angin berdasar contoh data meteorologi (angin) yang anda peroleh minimum dalam waktu 1 hari (24 jam). Data angin yang harus ada isiannya adalah waktu terjadinya (jam), besar kecepatan angin (bisa dalam km/jam atau knot), arah angin (dalam tiga angka derajat sudut). Jawab : Lihat referensi yang sudah ada, data meteorologi dapat diperoleh dari stasiun BMG setempat. 1.3. Penutup 1.3.1. Tes Formatif 1. Jelaskan pengertian dilusi dalam pencemaran udara 2. Sebutkan aspek meteorologi yang erat kaitannya dengan sebaran polutan? 3. Bagaimana perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari? 4. Sebutkan keadaan-keadaan yang terjadi yang berhubungan dengan ambient lapse rate? 1.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 1.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 1.3.4. Rangkuman Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi. Proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi dapat terjadi secara simultan di atmosfer. Pergerakan angin dapat terjadi pada skala mikro, meso dan makro. Stabilitas atmosfer digunakan untuk menilai gerakan udara sehingga pengaruh pencampuran dan pengenceran zat pencemar di udara dapat diprediksi. Kestabilan atmosfer dipengaruhi oleh temperatur ambien dan lapse rate. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran. 1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Dilusi : pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi). 2. Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara adalah : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan kestabilan atmosfer. 3. Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. 4. Superadiabtic, neutral, subadiabatic, isothermal, inversion. DAFTAR PUSTAKA Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach, Second Edition. Waveland Press. Inc, United States. JICA (Japan International Cooperation Agency) dan EIMA (Environmental Impact Management Agency of Indonesia), (1995). Main Report : The Study on The Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Bapedal, Indonesia. Liu, David H.F & Liptak, Béla G. (2000). Air Pollution, Lewis Publishers, New York. Roberts. K Roddick, (2005). Humidity. http://www.fsec.ucf.edu/bldg/science/ humidity (Januari 2006) Lakitan, Benyamin. (1997). Dasar-dasar Klimatologi, Cetakan ke-6. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan Ardino Purbu. Bandung. ITB. Noel De Nevers. (1995). Air Pollution Control Engineering. McGraw Hill, Inc Singapore. SENARAI II.2 SUB POKOK BAHASAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA 2.1 Pendahuluan 2.1.1. Deskripsi Singkat Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas keterangan 2.1.2. Relevansi Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan mengetahui dasar-dasar sebaran polutan di atmosfer, maka diharapkan mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara.. 2.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang sebaran pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui tugas individu merangkum dasar-dasar sebaran dari berbagai teori yang ada, diskusi kelompok tentang studi kasus kestabilan atmosfer, adveksi, dilusi, difusi dan dispersi. 2.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan konsep sebaran polutan di atmosfer dengan dasar meteorologi. 2.2. Penyajian 2.2.1. Uraian Model Dispersi Pencemaran Udara Secara umum model pencemaran udara terdiri atas dua model utama yaitu model sebaran (dispersion model) dan model penerima (receptor model). Dengan semakin berkembangnya sektor – sektor yang menimbulkan pencemaran udara akan membuat peningkatan kadar polutan di udara tetapi kita tidak akan tahu berapa konsentrasi polutan di masa datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model sebaran pencemaran udara yang membantu kita untuk mengetahui bagaimana perilaku polutan-polutan udara di lingkungan. Model ini adalah model kualitas udara yang seperti, model sejenisnya, memerlukan pekerjaan pendahuluan yang akan membutuhkan waktu, terutama dalam penyiapan data masukan sumber emisi dan intensitas emisi serta data meteorologi. Ada banyak alasan mengapa model sangat diperlukan antara lain : dapat diketahui sumber mana yang bertanggungjawab atas besarnya konsentrasi polutan yang diterima oleh receptor, memprediksi perubahan konsentrasi sesuai dengan waktu, membuat target emisi untuk sumber-sumber yang tingkat pencemarannya tinggi. Menrut Soedomo (1990), model yang dikembangkan terdiri atas beberapa submodel, yaitu : 1. Submodel emisi sumber Data masukan untuk submodel emisi adalah informasi sumber pencemar yang ditekankan pada penggunaan energi pada sektor transportasi. Data yang masuk dalam submodel ini akan menghasilkan emission load dari sumber emisi transportasi, dan akan diolah datanya bersama-sama dengan hasil dari submodel meteorologi untuk membuat model dispersi pencemar. 2. Submodel meteorologi Data masukan untuk submodel meteorologi meliputi data arah dan kecepatan angin, radiasi sinar matahari, dan ketinggian lapisan pencampur. Submodel ini digunakan untuk menghitung frekuensi distribusi dari data meteorologi selama 1 tahun. Hasil keluaran submodel ini akan menjadi masukan dalam submodel dispersi bersama dengan data keluaran submodel emisi. 3. Submodel dispersi pencemar Menurut Colls (2002) untuk model dispersi pencemar dapat dibagi menjadi 3 model utama yaitu : 1. Model Eulerian Secara numerik model ini dapat digunakan untuk menyelesaikan perhitungan difusi atmosfer. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui pergerakan emisi dari sumber titik di atmosfer. Alat untuk sensor eulerian adalah windvane atau anemometer. 2. Model Gaussian Model ini dibuat berdasarkan distribusi probabilitas normal gaussian dari ektor angin dan fluktuasi konsentrasi polutan. Model ini hampir sam dengan model eulerian tetapi lebih diperuntukkan dalam skala lebih besar. 3. Model Lagrangian Berdasarkan proses dari pergerakan massa udara atau proses dari dispersi partikel. Dalam pengukuran untuk model ini digunakan balon natural densitas. Deskripsi Model Dispersi Dasar dari sebuah model dispersi dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila sebuah sumber emisi misalnya kendaraan bermotor mengeluarkan emisi polutan NOx sebesar 1 ppm ke atmosfer, maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar yang diterima oleh penerima (receptor) yang dalam hal ini adalah manusia, dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi seperti arah angin, kecepatan angin, dan sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan perhitungan-perhitungan memadai, yang dikenal sebagai pemodelan pola dispersi polutan yang mana akan menggunakan rumus-rumus yang ada saat ini untuk menganalisa. Pemodelan dispersi polutan berbasis komputer pada dasarnya dapat disebut sebagai sebuah “black box”, dimana apabila data input yang diperlukan dimasukkan akan melakukan perhitungan-perhitungan yang dibutuhkan, dan hasilnya adalah gambaran mengenai konsentrasi polutan pada tiap penerima (receptor) yang dalam hal ini adalah manusia, seperti terlihat pada gambar berikut ini. E m is i S um ber T ra n s p o rta s i B la c k B o x P e n e rim a ( R e c e p to r s ) F a k to r fa k to r M e te o ro lo g i Gambar 3.7 Model Black Box (Sumber: Soedomo, 1999) Penerapan Model Dispersi Dasar dari dispersion simulation model adalah persamaan Gauss dari plume dan puff. Model ini menjelaskan hubungan antara polutan yang diemisikan dari sumbernya dengan konsentrasi polusi udara di ambien. Untuk mendapatkan hubungan yang baik antara polutan yang diemisikan dengan konsentrasi polutan di udara ambien, maka ketepatan/ketelitian inventarisasi sumber emisi dan kecocokan penggunaan data meteorologi sangat diperlukan. Dengan demikian maka diharapkan dapat memberikan hasil simulasi yang akan mewakili hubungan antara sumber emisi dan konsentrasi polutan di udara ambien. Berdasarkan Colls (2002), asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah : 1. Material polutan yang berbentuk gas di udara bentuknya tidak reaktif, 2. Bentuk dari kepulan asap sesuai dengan arah datangnya angin (sumbu x), 3. Kecepatan angin dan arah angin konstan terhadap ketinggian. Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengklarifikasikan hubungan antara masingmasing sumber, demikian juga total emmision load masing-masing polutan yang diemisikan ke udara dan konsentrasi polutan di udara ambien. Pendekatannya adalah dengan menggunakan persamaan Gauss. Dasar pendekatan adalah model difusi Eddy dalam tiga kordinat atau disebut persamaan difusi Fickian. ⎡ ∂ 2C ⎤ ⎡ ∂ 2C ⎤ ⎡ ∂ 2C ⎤ dC = K xx ⎢ 2 ⎥ + K yy ⎢ 2 ⎥ + K zz ⎢ 2 ⎥ dt ⎣ ∂x ⎦ ⎣ ∂z ⎦ ⎣ ∂y ⎦ dimana : C = konsentrasi, T = waktu, Kxx, Kyy, Kzz = koefisien difusi arah sumbu x, y, z Persamaan difusi Fickian dimodifikasi dan digunakan untuk mempelajari model penyebaran polutan dari sumber-sumber emisi. Persamaan Gaussian menggunakan sistem koordinat seperti terlihat pada gambar berikut ini. Gambar 3.8 Sistem Koordinat untuk Distribusi Gaussian Pada Arah Horisontal Dan Vertikal (Sumber: Colls, 2002) Persamaan asli (original) dari Gauss adalah : ⎛ y2 ⎜ . exp − C ( x, y , z ) = ⎜ 2σ 2 2πσ yσ z u y ⎝ Qp ⎞ ⎟.F ⎟ ⎠ dimana : ⎧⎪ ⎡ ( z − He )2 ⎤ ⎡ ( z + He )2 ⎤ ⎫⎪ + F = ⎨exp ⎢− exp ⎢− ⎥⎬ ⎥ 2 2 2σ z 2σ z ⎪⎩ ⎣ ⎦ ⎪⎭ ⎣ ⎦ Persamaan asli Gaussian diatas mengansumsikan bahwa permukaan tanah sebagai dinding pembatas untuk difusi selanjutnya. Jika tidak ada pengendapan dan absorpsi, maka dinding pembatas ini dapat dihitung dengan mengasumsikan adanya bayangan sumber yang simetris dengan sumber di bawah permukaan tanah. Source Ground Image Source Gambar 3.9 Sumber dan Bayangan Sumber di Bawah Permukaan Tanah (Sumber: Perkins, 1974) Persamaan Plume model (windy condition) Pada persamaan asli Gaussian diatas nilai (z-H) untuk sumber sebenarnya diatas permukaan tanah, sedangkan nilai (z+H) untuk sumber bayangannya. Oleh karena itu, pada ground level z = 0, persamaan diatas dapat disederhanakan, sehingga persamaannya menjadi : C= ⎡ y2 ⎤ ⎡ He 2 ⎤ exp ⎢− exp ⎥ ⎢− 2 2 ⎥ πσ y σ z u ⎢⎣ 2σ y ⎥⎦ ⎣⎢ 2σ z ⎦⎥ Q Persamaan Gaussian Plume digunakan untuk keadaan dimana terdapat kecepatan angin di sumber emisi (windy condition). Persamaan Puff model (calm condition) ⎛ ( x − ut )2 y2 ⎜− C ( x, y , z ) = − . exp 2 2 ⎜ (2π )1 / 2 σ σ yσ z 2σ x 2σ y ⎝ Qp ⎞ ⎟.F ⎟ ⎠ Persamaan Puff model (calm condition) disederhanakan karena terlalu banyak menggunakan faktor waktu, persamaan di atas disederhanakan menjadi : C= ⎤ 2Q ⎡ 1 ⎢ 2 3/ 2 2 2 ⎥ (2π ) γ ⎣ R + (α / γ ) He ⎦ Persamaan Gaussian Puff digunakan jika tidak terdapat angin di sumber emisi atau kecepatan anginnya sama dengan 0 (nol), kondisi ini disebut sebagai kondisi tenang (calm condition). Keterangan persamaan Gaussian : C = konsentrasi pada titik perhitungan (ppm) x = jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m) y = jarak dari sumber ke titik perhitungan arah kanan atas dari arah angin z = tinggi pada titik perhitungan (m) Q = emission rate dari polutan (m3/dt) u = rata-rata kecepatan angin (m/dt) He = tinggi stack efektif σy,z = koefisien difusi dalam arah y dan z (m) α / γ = rate of increase of the horizontal/vertical plume width (m/dt) t = waktu dari stack atau pipa pembuangan gas (dt) Nilai He (tinggi stack efektif) sama dengan tinggi stack awal, karena cerobong kendaraan bermotor diletakkan horisontal (tidak ada penambahan tinggi), berbeda dengan cerobong industri dan rumah tangga yang diletakkan vertikal; sehingga : He = Ho (tinggi awal stack) Lebar Difusi Kepulan Nilai dari σy, σz menggambarkan lebar dari distribusi konsentrasi polutan yang keluar dari stack (pipa gas buang). Nilai σy adalah lebar difusi kepulan secara horisontal, sedangkan nilai σz untuk lebar vertikal difusi kepulan. Persamaan JEA (Japan Environmental Agency) untuk mensimulasikan tabel Pasquill-Gifford digunakan untuk persamaan plume. Persamaannya sebagai berikut : σ y ( x ) = γ y .x αy σ z ( x ) = γ z .x α z dimana : αy, γy, αz, γz = konstanta yang tergantung dari stabilitas atmosfer (Tabel 3.2) x = jarak dari sumber ke titik perhitungan searah arah angin (m) Tabel 3.2 Nilai Konstanta Untuk Lebar Difusi Kepulan Persamaan Plume Arah horisontal Kelas Arah vertikal Stabilitas αy γy x A 0.901 0.851 0.426 0.602 0~1000 1000~ 0.914 0.865 0.924 0.855 0.282 0.396 0.1772 0.232 0~1000 1000~ 0~1000 1000~ D 0.929 0.889 0.1107 0.1467 0~1000 1000~ E 0.921 0.897 0.0864 0.1019 0~1000 1000~ F 0.929 0.899 0.0554 0.0733 0~1000 1000~ G 0.921 0.896 0.0380 0.0452 0~1000 1000~ B C Sumber : JEA, 1993 αz γz x 1.122 1.514 2.109 0.964 1.094 0.0800 0.00855 0.000212 0.1272 0.0570 0~300 300~500 500~ 0~500 500~ 0.918 0.1068 0~ 0.826 0.632 0.555 0.788 0.565 0.415 0.784 0.526 0.323 0.794 0.637 0.431 0.222 0.1046 0.400 0.811 0.0928 0.433 1.732 0.0621 0.370 2.41 0.0373 0.1105 0.529 3.62 0~1000 1000~10000 10000~ 0~1000 1000~10000 10000~ 0~1000 1000~10000 10000~ 0~1000 1000~2000 2000~10000 10000~ Lebar Difusi Kepulan untuk Persamaan Puff Tabel JEA yang diperoleh dari grafik Turner (1970) digunakan untuk persamaan puff terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.3.Nilai α Dan γ Untuk Persamaan Puff Kelas Stabilitas α γ A B C D E F G 0.948 0.781 0.635 0.470 0.439 0.439 0.439 1.569 0.474 0.208 0.113 0.067 0.048 0.029 Sumber : JEA, 1993 2.2.2. Latihan Perkiraan konsentrasi SO2 pada sisi hilir dari sebuah PLTU 1.000 MW pada jarak 1 km dan 5 km, yang menggunakan 10.000 ton batubara per hari sebagai bahan bakarnya, kadar sulfur 1%, tinggi stack efektif 250 m, angin bergerak dengan kecepatan 3m/det, diukur pada kondisi sedikit cerah, siang hari pada ketinggian 10 m. x, km 1 5 τ y, m 140 540 τz, m 125 500 Kondisi atmosferik tidak stabil, kecepatan angin pada ketinggian stack efektif adalah sebesar: v = v1 (H/z1)n = 3(250/10)0,25 = 6,6 m/det. Jumlah sulfur = 10.000 ton/hari x 1/100 = 100 ton/hari (27.777.700 mg/detik) Emisi SO2 = (64/32)(27.777.700)mg/det = 55.555.400 mg/det. Pada ground level concentration maximum (GLC), konsentrasi SO2 adalah: C1 km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 140 x 125] exp-[{2502/2(125)2}] = 750 mg/m3 C5km = [55.555.400 /3,14.6,6 x 540 x 500] exp-[{2502/2(500)2}] = 315 mg/m3 2.3. Penutup 2.3.1. Tes Formatif 1. Secara umum sebutkan dua model utama dalam pencemaran udara! 2. Sebutkan data apa yang diperlukan dalam submodel emisi sumber? 3. Sebutkan asumsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi model! 4. Pendekatan apa yang digunakan dalam persamaan Gauss? 2.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 2.3.4. Rangkuman Secara umum model pencemaran udara terdiri atas dua model utama yaitu model sebaran (dispersion model) dan model penerima (receptor model). Model dispersi digunakan untuk memperkirakan tingkat cemaran dari sumbernya terhadap fungsi jarak dan waktu. Submodel dispersi terdiri atas emisi sumber, meteorologi, dispersi pencemar. Model dispersi pencemar secara garis besar terdiri atas tiga model yaitu model eulerian, model gaussian, model lagrangian. 2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Model dispersi dan model reseptor 2. Data faktor emisi, jumlah emiter untuk mencari emission load 3. Asumsi yang digunakan dalam pembuatan simulasi ini adalah : 1. Material polutan yang berbentuk gas di udara bentuknya tidak reaktif, 2. Bentuk dari kepulan asap sesuai dengan arah datangnya angin (sumbu x), 3. Kecepatan angin dan arah angin konstan terhadap ketinggian. 4. Dasar pendekatan adalah model difusi Eddy dalam tiga kordinat atau disebut persamaan difusi Fickian DAFTAR PUSTAKA Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan. Ardino Purbu. Bandung. ITB. Perkins H.C, (1974), Air Pollution (International Student Edn) McGrawHill, New York Turner D.B (1970), Workbook of Atmospheric Dispersion Estimates. Office of Air Programs Pub. No.AP-26, Environmental Protection Agency, U.S.A. Colls, Jeremy. 2002. Air Pollution, Second Edition, Spon Press Tylor & Francis Group, London. Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach, Second Edition. Waveland Press. Inc, United States. JICA (Japan International Cooperation Agency) dan EIMA (Environmental Impact Management Agency of Indonesia), (1995). Main Report : The Study on The Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Bapedal, Indonesia. Soedomo, Moestikahadi. (1999). Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara, Penerbit ITB, Bandung. SENARAI D.POKOK BAHASAN IV PEMANTAUAN DAN INVENTORI EMISI DALAM PENCEMARAN UDARA II.1 SUB POKOK BAHASAN PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA 1.1 Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi Singkat Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar pemantauan kualitas udara. Aspek yang dinilai adalah bagaiman data pemantauan dapat dinilai andal, dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan pengukuran. Polutan yang dipantau meliputi kelompok pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun pengamat melalui pendekatan kurva serta perhitungan juga menjadi bahasan di sini. Frekuensi sampling kualitas udara dan metode-metode pengukuran menjadi bahasan terakhir di sub pokok bahasan pemantauan kualitas udara. 1.1.2. Relevansi Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam mata kuliah Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara di semester VI. Dengan memahami metode pemantauan maka akan mempermudah memahami aspek pengendalian pencemaran udara. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang metode pemantauan kualitas udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui tugas individu merangkum metode-metode pengukuran, diskusi kelompok tentang studi jaringan pemantauan kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia serta tugas kecil tentang berbagai metode pengukuran kualitas udara. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan dasar-dasar pemantauan kualitas udara. 1.2. Penyajian 1.2.1. Uraian Umum Program pemantauan kualitas udara merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pengendalan pencemaran udara. Hal yang penting diperhatikan dalam program pemantauan udara adalah yang berhubungan dengan aspek pengambilan contoh udara (sampling) dan analisis di laboratoriumnya serta pengelolaan data dengan metoda statistika. Keabsahan dan keterpecayaan data hasil pemantauan yang diperoleh sangat ditentukan oleh metoda sampling dan analisis yang diterapkan. Seperti diketahui, program pemantauan kualitas udara, baik udara ambien maupun dari sumber emisi pencemaran udara, bertujuan untuk memberikan masukan bagi pengambil keputusan dalam program pengendalian pencemaran udara seperti halnya pemantauan kualitas udara yang diterapkan di suatu daerah, hanya akan dapat terukur dari hasil pemantauan yang dilakukan karena pemantauan kualitas udara perlu dilandasi dengan perangkat lunak dan keras yang sesuai, dengan beberapa pembakuan bila diperlukan. Dalam hal ini, metode sampling dan analisis udara akan menjadi landasan pokok yang menjamin keterpercayaan dan keabsahan data yang diperoleh dalam program pemantauan yang dilaksanakan. Pencemaran udara di suatu daerah akan sangat ditentukan secara langsung oleh intensitas sumber emisi pencemarnya dan pola penyebarannya (dispersi, difusi dan pengenceran) di dalam atmosfer. Konsentrasi pencemar udara akan berbeda dari satu tempat dengan waktu yang berbeda atau dengan tempat lainnya. Hubungan skala ruang dan waktu menjadi variabel penentu besaran konsentrasi zat pencemar yang diamati. Di lain pihak, pencemaran udara juga ditentukan oleh jenis pencemar yang diemisikan oleh sumbernya. Dua jenis pencemar dapat dibedakan di sini, yaitu pencemar indikatif dan spefifik. ƒ Zat pencemar indikatif merupakan zat pencemar yang telah dijadikan indikator pencemar udara secara umum, yang biasanya tercantum di dalam peraturan kualitas pencemaran udara yang berlaku. Yang termasuk kelompok zat pencemar indikatif untuk daerah perkotaan dan pemukiman secara umum adalah suspended particulate matter (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan ƒ oksidan fotokimia (ozon). Kelompok pencemar spesifik merupakan zat pencemar udara yang bersifat spesifik yang diemisikan dari sumberntya, contohnya gas chlor, ammonia, hidrogen sulfida, merkaptan, formaldehida, dan lain-lain. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sumber pencemar, medium tempat pencemaran berdispersi dan berdifusi, maupun jenis zat pencemar yang telah diuraikan di atas, pemantauan udara ambien. Pemantauan sumber emisi dilakukan terutama untuk mengetahui tingkat emisi dan unsur pencemar spesifik, sedangkan pemantauan udara ambien dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang didasarkan atas pencemar indikatif yang umum. Adanya pembedaan sistem pemantauan ini akan membedakan pula metoda sampling udara. Udara Masuk Peralatan Sampling Pengkondisian Sampel Pengumpulan Sampel Pencatatan ANALYZER Data Peralatan Kalibrasi Kontrol Aliran & Pengukuran pada Analyzer Udara Bergerak Udara Keluar Gambar 4.1 Komponen Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Pemantauan Kualitas Udara Ambien Dalam perencaaan pemantauan kualitas udara harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu: ƒ ƒ ƒ ƒ Tujuan pemantauan kualitas ambien Parameter zat pencemar yang akan diukur Jumlah stasiun pengamat, termasuk lokasi, durasi periode sampling serta metode sampling yang digunakan Metode pengukuran yang digunakan Tujuan Pemantauan Kualitas Udara Ambien Beberapa tujuan dapat dicapai dalam pemantauan ini. Secara garis besar ada empat tujuan utama yaitu : ƒ Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang ada di suatu daerah dengan mengacu pada ketentuan dan peraturan mengenai kualitas udara ƒ yang berlaku dan baku. Untuk menyediakan pengumpulan data (data base) yang diperlukan dalam evaluasi pengaruh pencemaran dan pertimbangan perencanaan, seperti pengembangan kota dan tata guna lahan, perencanaan transportasi, evaluasi penerapan strategi pengendalian pencemaran yang telah dilakukan, validasi pengembangan model difusi dan dispersi pencemaran ƒ ƒ udara. Untuk mengamati kecenderungan tingkat pencemaran udara yang ada di daerah pengendalian pencemaran udara tertentu. Untuk mengaktifkan dan menentukan prosedur pengendalian darurat untuk mencegah timbulnya episode pencemaran udara. Jaringan Stasiun Pengamat Perencanaan jaringan pemantauan kualitas udara dilakukan berdasarkan tingkat konsentrasi pencemar, penyebaran pencemar dan inventori emisi. Selain itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan umum seperti: jaringan yang ideal memerlukan sumber daya yang besar, dan juga diperlukan pengetahuan mengenai tingkat dan pola penyebaran pencemaran udara. Penetapan besarnya jaringan sangat ditentukan oleh faktor-faktor jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan keragamannya serta kebijakan-kebijakan yang berlaku. Secara teknis, penetapan besar jaringan dapat ditentukan berdasarkan: ƒ ƒ jumlah penduduk yaitu dengan membuat kurva aproksimasi (untuk pencemar CO2, CO, HC, NOx dan oksidan). berdasarkan perhitungan. Berdasarkan populasi penduduk Penentuan jumlah stasiun monitoring berdasarkan jumlah penduduk yaitu di suatu wilayah dapat dilakukan menggunakan kurva pendekatan (aproksimasi) seperti diperlihatkan dalam gambar 7.2. Pada gambar tersebut diperlihatkan jumlah minimum dan maksimum monitoring untuk masing-masing zat pencemar. Total suspended solid (debu), SO2, dan pencemar lainnya untuk sistem pengukuran automatik maupun mekanik, untuk masing-masing kelas populasi yang tergantung pada penyebaran dan tingkat pencemarannya. Sebagai contoh, untuk daerah yang berpenduduk 1 juta dengan masalah SO2 yang kritis diperlukan 20 stasiun pemantauan SO2, sedangkan untuk masalah yang tidak kritis minimum diperlukan hanya 10 stasiun pemantauan SO2. Untuk parameter SO2 dan NOx membutuhkan alat ukur mekanik dan otomatis, dengan bantuan gambar 7.2 diperoleh alat pemantauan mekanis dan pemantau total. Perbedaan perkiraan antara jumlah sampler total (mekanis dan otomatis) dengan sampler otomatis adalah menunjukkan banyaknya sampler mekanis yang diperlukan. Meskipun kurva tersebut memberikan perkiraan yang tepat dan baik untuk pemantauan pencemar perkotaan dengan sumber emisi dari kendaraan bermotor seperti CO, HC, NOx, SO2 dan oksidan tetapi bisa diterapkan langsung untuk parameter SO2 dan partikulat, karena pencemar tersebut (SO2 dan partikulat) sangat dipengaruhi oleh kompleksitas sektor industri dan pola penggunaan bahan bakar di daerah tersebut, dengan demikian akan berpengaruh terhadap ukuran jaringan monitoring. Gambar 4.2 Kurva Aproksimasi Jumlah Stasiun Pemantauan Berdasarkan perhitungan Penentuan jumlah stasiun pemantauan berdasarkan perhitungan hanya digunakan untuk stasiun pemantauan pencemar SO2 dan TSP. Rumus perhitungan tersebut sebagai berikut: N = Nx + Ny + Nz Cm − Cs X Cs Cs − Cb Ny = 0.0096 × Y Cs Nz = 0,0004 Z Nx = 0.0965 × dimana: N Cm Cs Cb X Y Z = = = = = = = Jumlah stasiun pemantauan Nilai isopleth maksimum (ug/m3) Nilai standar kualitas udara ambien (ug/m3) Nilai isopleth minimum, dengan nilai kontur 10 (ug/m3) Luas area dimana konsentrasi pencemar > baku mutu (km2) Luas area dimana konsentrasi pencemar < baku mutu > Luas area dimana konsentrasi pencemar ≤ background (km2) Kriteria Penempatan Stasiun Pemantauan Penempatan lokasi stasiun pemantauan perlu dilakukan pada titik-titik yang mewakili: pusat kota, pinggir kota, pedesaan, daerah sekitarnya (remote area), daerah industri, daerah pemukiman dan daerah komersial (perdagangan). Periode dan Frekuensi Sampling Konsentrasi zat pencemar di udara ambien berkaitan erat dengan waktu dan tempat, oleh karena itu maka penentuan periode dan frekuensi sampling harus memperhatikan hal-hal apakah sampling udara ambien dilakukan dengan sampling terus-menerus (kontinu), semi kontinu dan sampling sesaat (grab sampling). ƒ Sampling kontinu merupakan metode yang paling ideal dalam suatu program pemantauan dan pengawasan kualitas udara, khususnya di daerah ƒ ƒ perkotaan. Sampling semi kontinu dapat diterapkan di daerah-daerah yang agak tercemar, yang tidak terlalu ditandai denga fluktuasi episodik yang tinggi. Sampling sesaat biasanya merupakan suatu metoda yang hanya dilakukan untuk maksud tertentu, misal menguji keabsahan data yang diperoleh dari sampling kontinu dan sampling semi kontinu, atau suatu langkah awal penentuan titik-titik sampling yang diperlukan di dalam pemantauan dan pengawasan kualitas udara. Sampling sesaat merupakan metode sampling yang permanen. Berikut ini pedoman untuk periode dan frekuensi sampling setiap parameter diberikan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Frekuensi Sampling Kualitas Udara Parameter Sam- Area dengan konsentrasi Area urban di atas standar pler Kontinu per per Kontinu per per 3 hari 6 hari 3 hari 6 hari TSP M M M M M SO2 M/A A M M M CO A A A HC A A M A NO2 M/A A M M A M NOx M/A A M M A Oksidan M/A A A Area non urban per 6 hari M M Metode Sampling Udara Ambien Dalam pengukuran kualitas udara dengan menggunakan metode dan peralatan yang manual, terlebih dahulu dilakukan sampling yang dilanjutkan dengan analisa di laboratorium. Untuk mengumpulkan gas dari udara ambien diperlukan suatu teknik pengumpulan dan peralatan tertentu. Teknik pengumpulan gas yang umum digunakan untuk menangkap gas di udara ambien adalah teknik absorpsi, adsorpsi, pendinginan dan pengumpulan pada kantong udara (bag sampler atau tube sampler). Teknik absorpsi adalah teknik pengumpulan gas berdasarkan kemampuan gas pencemar bereaksi dengan pereaksi kimia (absorber). Pereaksi kimia yang digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar tertentu yang akan dianalisis. Untuk beberapa jenis gas pencemar yang dianalisis dengan metode colorimetri, selalu menggunakan teknik absorpsi untuk mengumpulkan contoh gas, misalnya pengukuran gas SO2 dengan metode pararosaniline. Teknik adsorpsi yaitu berdasarkan kemampuan gas teradsorpsi pada permukaan padat adsorbent (karbon aktif atau aluminium oksida), terutama untuk gas-gas hidrokarbon yang mampu terserap dalam permukaan karbon aktif. Teknik pendinginan yaitu teknik sampling dengan cara membekukan gas pada titik bekunya, sedangkan pengumpulan contoh dengan kantong udara sering digunakan untuk gas pencemar yang tidak memerlukan pemekatan contoh udara. Untuk pengumpulan contoh udara diperlukan peralatan pengambilan contoh udara yang pada umumnya terdiri dari collector, flowmeter dan pompa vacuum. Collector berfungsi untuk mengumpulkan gas yang tertangkap, dapat berupa impinger, fritted bubbler atau tube adsorber. Untuk mengetahui volume udara ambien yang terkumpul digunakan flowmeter baik berupa dry gas meter, wet gas meter atau rotameter. Pompa vacuum dihindari digunakan untuk menghisap udara ke dalam collector. Kesalahan yang harus dihindari adalah kebocoran dari sistem pengambilan contoh. Susunan peralatan sampling udara ambien adalah sebagai berikut: Collector Flowmeter Vacuum Pump Gambar 4.3 Susunan Peralatan Sampling Udara Ambien Metoda Analisa Berbagai jenis metode pengukuran analitik dapat digunakan untuk analisis zat pencemar udara, dari mulai metode analitik yang sederhana dengan waktu pengukuran yang lama seperti titrasi atau gravimetri sampai metode analitik yang paling mutakhir, yaitu menggunakan prinsip-prinsip fisiko-kimia yang mampu mengukur zat pencemar secara otomatis dengan waktu pengukuran berskala detik, serta tidak memerlukan larutan pereaksi. 1.2.2. Latihan Gambarkan stasiun pemantauan kualitas udara beserta diagram komponennya! Jawab : 1.3. Penutup 1.3.1. Tes Formatif 1. Sebutkan 2 hal yang menjadi tolok ukur keterpercayaan dan keabsahan data dalam pemantauan kualitas udara! 2. Sebutkan 2 hal pengakategorian zat pencemar dalam rangka pemantauan kualitas udara, berikan pula contohnya! 3. Jelaskan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemantauan kualitas udara ambien! 4. Jelaskan teknik absorpsi dalam pemantauan kualitas udara! 1.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 1.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 1.3.4. Rangkuman Aspek penting dalam pemantauan kualitas udara adalah bagaiman data dapat dinilai andal, dapat dipercaya dan memiliki rentang toleransi keakuratan pengukuran. Polutan yang dipantau secara garis besar dikelompokkan menjadi pencemar indikatif dan spesifik. Jaringan stasiun pengamat dapat dirancang melalui pendekatan kurva serta perhitungan. Frekuensi sampling kualitas udara dan metode-metode pengukuran menjadi hal yang diperhitungkan dalam pemantauan kualitas udara. 1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Dalam hal ini, metode sampling dan analisis udara akan menjadi landasan pokok yang menjamin keterpercayaan dan keabsahan data yang diperoleh dalam program pemantauan yang dilaksanakan. 2. Zat pencemar indikatif seperti suspended particulate matter (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan oksidan fotokimia (ozon) dan zat pencemar spesifik seperti gas chlor, ammonia, hidrogen sulfida, merkaptan, formaldehida, dan lain-lain. 3. Hal-hal yang yang harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu: ƒ ƒ ƒ ƒ Tujuan pemantauan kualitas ambien Parameter zat pencemar yang akan diukur Jumlah stasiun pengamat, termasuk lokasi, durasi periode sampling serta metode sampling yang digunakan Metode pengukuran yang digunakan 4. Teknik absorpsi : teknik pengumpulan gas berdasar kemampuan gas pencemar bereaksi dengan pereaksi kimia (absorber). Pereaksi kimia yang digunakan harus spesifik artinya hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar tertentu yang akan dianalisis. Untuk beberapa jenis gas pencemar yang dianalisis dengan metode colorimetri, selalu menggunakan teknik absorpsi untuk mengumpulkan contoh gas, contoh pengukuran gas SO2 dengan metode pararosaniline. DAFTAR PUSTAKA “EPA (1997) Traceability Protocol for Assay and Certification of Gaseous Calibration Standards” September 1997 as amended, EPA-600/R-97/121 Butler, F.E, J.E. Knoll, and M.R. Midgett (1985). Development and Evaluation of Methods for Determining Carbon Monoxide Emissions. Quality Assurance Division, Environmental Monitoring Systems Laboratory, U.S. Environmental Protection Agency, Research Triangle Park, NC. June 1985. 33 pp. National Institute for Occupational Safety and Health (1976). Recommendations for Occupational Exposure to Nitric Acid. In: Occupational Safety and Health Reporter. Washington, D.C. Bureau of National Affairs, Inc. 1976. p. 149 Standard Methods of Chemical Analysis (1962). 6th ed. New York, D. Van Nostrand Co., Inc. 1962. Vol. 1, pp. 329-330. Standard Method of Test for Oxides of Nitrogen in Gaseous Combustion Products (Phenoldisulfonic Acid Procedure) (1968). In: 1968 Book of ASTM Standards, Part 26. Philadelphia, PA. ASTM Designation D 1608—60. SENARAI II.2 SUB POKOK BAHASAN INVENTORI EMISI 2.1 Pendahuluan 2.1.1. Deskripsi Singkat Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar dan teknik inventori emisi dalam pengelolaan kualitas udara. Bahasan dimulai dari dasar mengapa inventori emisi diperlukan, tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan inventori emisi dan prosedur estimasi emisi. 2.1.2. Relevansi Materi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengelolaan kualitas lingkungan. Dengan memahami metode inventori emisi maka akan mempermudah memahami aspek pengendalian pencemaran udara. 2.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya pengetahuan tentang inventori emisi ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui tugas individu merangkum tahap-tahap inventori emisi, diskusi kelompok tentang studi inventori emisi di kota-kota besar di Indonesia serta tugas kecil tentang berbagai metode pengukuran (source test). 2.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan penerapan inventori emisi. 2.2. Penyajian 2.2.1. Uraian Umum Inventori emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah geografis selama periode waktu tertentu. Inventori emisi menyediakan informasi dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta kontribusi relatif emisi. Inventroi emisi tersebut nantinya dapat digunakan sebagi dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada masa yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang berperan dalam peningkatan pencemaran di area geografi dalam studi yang dilakukan (Canter, 1996) Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari enventori emisi menggunakan rata-rata emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventori emisi menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari (Wilton, 2001). Inventori emisi dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan gambaran kualitas udara yang ada. Dalam kaitannya dengan instrumen pengelolaan kualitas udara, inventori emisi dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber permasalahan mengenai kuallitas udara dan membantu dalam mengidentifikasi alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan pencemaran udara. Komponen selain inventori emisi dalam strategi pengolaan kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas udara, analisis damapak meteorologi serta analisis biaya-manfaat. Terdapat hubungan antara pemantauan, model dan inventori emisi seperti terlihat pada gambar di bawah ini : Gambar 4.4 Kaitan Instrumen Pengelolaan Kualitas Udara Perencanaan Inventori Emisi Inventori emisi diperlukan untuk penentuan perencanaan yang mencakup identifikasi kontributor utama, menentukan tingkat pengendalian dan sebagai dasar pengembangan strategi pengendalian. USEPA (2001) mengungkapkan bahwa inventori emisi diperlukan guna penentuan perijinan suatu kegiatan yang dapat bedampak terhadap lingkungan pada suatu wilayah tertentu. Suatu inventori emisi diperlukan untuk sumber informasi publik mengenai status kondisi kualitas udara dan sebagai alat untuk melacak emisi-emisi sepanjang waktu. Dalam perencanaan inventori emisi, hal-hal dibawah ini harus diperhitungkan : Data yang digunakan (end use of the data);cakupan inventori, ketersediaan dan kemanfaatan data eksisting dan strategi pengumpulan dan manajemen data. Secara diagramatik, proses perencanaan dilakukan sebagai berikut : Gambar 4.5 Perencanaan Inventori Emisi (US EPA, 2001) Cakupan Inventori Emisi Di dalam menentukan cakupan inventori, pertimbangan utamanya adalah tingkat kerincian, jumlah sumber yang dikehendaki dan polutan apa yang dikehendaki. Sumber-sumber titik dapat diinvetori pada tiga tingkat kerincian : 1. Pada level sumber yang mengindikasikan fasilitas-aktivitas yang dapat mengemisikan polutan 2. Pada level cerobong (stack) dimana emisi ke ambien dari stack, ventilasi dikarakterisasi 3. Pada level proses yang mewakili unit operasi pada kategori yang spesifik Prosedur Estimasi Emisi Polusi udara dapat diemisikan dari berbagai sumber di dalam industri/aktivitas. Estimasi emisi dapat sederhana ataupun rumit tergantung pada ukuran fasilitas, jumlah dan jenis proses dan keberadaan alat pengendali. Petugas inventori harus mempertimbangkan tipe emisi untuk dilaporkan, ketersediaan data dan biaya ketika memilih metode estimasi yang tepat. Beberapa metode estimasi emisi yang telah ada sebagai berikut : Metode CEMs Metode melalui CEMs Continuous emissions monitors (CEMs) yang mengukur dan mencatat emisi aktual sepanjang waktu. CEMs umumnya digunakan untuk mengukur konsentrasi stack gas seperti NOx,CO2, CO, SO2, and total hydrocarbons (THC). Metode Source Tests Metode ini merupakan metode yang umum untuk estimasi proses emisi. Source tests merupakan pengukuran emisi sesaat yang diambil dari stack atau vent. Mengingat faktor waktu dan peralatan, source test memerlukan sumber daya yang lebih banyak. Metode Kesetimbangan Massa (material balances) Menentukan emisi dengan mengevaluasi jumlah material yang masuk ke proses, yang meninggalkan proses dan jumlah seluruh atau sebagian yang menjadi produk. Persamaan yang digunakan adalah : Ex = (Qin - Qout) x Cx dimana : Ex = total emissi untuk pollutan x Qin = jumlah material yang masuk ke proses Qout = jumlah material yang meninggalkan proses sebagai limbah, recovery dan produk Cx = konsentrasi polutan x di material Metode Faktor Emisi Faktor emisi memperkirakan emisi tipikal dari sumber melalui berbagai studi source test yang telah distandarisasi. Rumus yang digunakan adalah : E = A x EF x (1 - C x RE) Dimana : E = estimasi emisi dari proses A = level aktivitas seperti keluaran EF = faktor emisi (asumsi tidak ada kontrol emisi) C = efisiensi penangkapan x efisiensi kontrol (dalam persen); C = 0 bila tidak ada kontrol emisi RE = efektivias peraturan, Metode Model Emisi Model emisi digunakan dalam kondisi tidak ada pendekatan perhitungan yang sederhana, atau dimana kombinasi berbagai parameter tidak menimbulkan korelasi langsung. Contoh model TANKS untuk memperkirakan estimasi emisi dari tangki. Metode Pendekatan (Engineering Judgement) Metode ini merupakan metode pilihan akhir bila metode-metode diatas tidak mampu memperkirakan emisi sumber. Metode ini merupakan metode yang paling tidak dikehendaki dan hanya mendasarkan pada informasi yang tersedia dan beberapa asumsi Gambar dibawah ini menunjukkan grafik beberapa pendekatan untuk estimasi emisi dibandingkan dengan tingkat keakuratan dan biayanya. Gambar 4.6 Grafik Beberapa Pendekatan Untuk Estimasi Emisi Dibandingkan Dengan Tingkat Keakuratan Dan Biayanya (US EPA, 2001) 2.2.2. Latihan Sebuah industri kertas akan melakukan test emisi VOC dalam bentuk toluene karena bahan dasar pelarut adalah toluene. Data yang dirata-rata kan dalam percobaan tiga kali test adalah sebagai berikut : Stack flow rate (Qs) = 10,000 scf Emission concentration (Ce) = 96 ppm (as toluene) Fugitive emission capture (Effcap) = 0.90 (reasonably available control technology (RACT) Data lain yang didapat : jam operasi = 16 jam/hari, 312 hari/tahun Solvent input rate (Mi) = 500 ton/tahun Molecular weight (toluene) = 92 Unit correction factor (f) = 1.58 x 10-7 (lb-mole-min)/(jam-ppm-scf) Rata-rata laju beban massa (the average mass loading rate) (Mo): Mo = (f)(MW)(Ce)(Qs) = (1.58 x 10-7)(92)(96)(10,000) = 14 lb/hr The emission control efficiency (Effcon) is dihitung: Effcon = (Mi-Mo)/Mi = [500 - ((14)(16)(312)/2,000)]/500 = 0.93 (93 percent control) 2.3. Penutup 2.3.1. Tes Formatif 1.Informasi apa saja yang disediakan dalam inventori emisi? 2. Dalam perencanaan inventori emisi, hal apa saja yang harus dipersiapkan ? 3. Dimanakah inventori emisi pada sumber titik dilakukan ? 4. Sebutkan berbagai cara metode perhitungan emisi! 2.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 2.3.4. Rangkuman Teknik inventori emisi sangat bermanfaat dalam pengelolaan kualitas udara. Inventori emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal dari sumber lainnya. Perlu perencanaan yang komprehensif dalam melakukan inventori emisi. menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari Inventori emisi meliputi tahap-tahap perencanaan inventori emisi, cakupan inventori emisi dan prosedur estimasi emisi. Prosedur estimasi emisi adalah : metode CEMs, metode source tests, metode kesetimbangan massa (material balances), metode faktor emisi, metode model emisi, metode pendekatan (engineering judgement). 2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Inventori emisi menyediakan informasi dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta kontribusi relatif emisi 2. Data yang digunakan (end use of the data);cakupan inventori, ketersediaan dan kemanfaatan data eksisting dan strategi pengumpulan dan manajemen data. 3. Pada level sumber yang mengindikasikan fasilitas-aktivitas yang dapat mengemisikan polutan, pada level cerobong (stack) dimana emisi ke ambien dari stack, ventilasi dikarakterisasi, pada level proses yang mewakili unit operasi pada kategori yang spesifik 4. Metode CEMs, Metode Source Tests, Metode Kesetimbangan Massa (material balances), Metode Faktor Emisi, Metode Model Emisi, Metode Pendekatan (Engineering Judgement) DAFTAR PUSTAKA Canter, (1996), Environmental Impact Assessment Second Edition : Impact Prediction and Assessment of Air Quality, McGraw Hill Wilton, E., (2001), Good Practice Guide for Preparing Emission Inventory, Ministry for The Environment - Sustainable Management Fund US EPA (2001), Introduction to Stationary Point Source Emission Inventory Development, Eastern Research Group, Inc. Dobie, N. (1992). Procedures for Emission Inventory Preparation, Volume IV: Mobile Sources (Revised). EPA-450/4-81026d. U.S. Environmental Protection Agency. Research Triangle Park, North Carolina. SENARAI D.POKOK BAHASAN V PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA II.1 SUB POKOK BAHASAN KONSEP PENGENDALIAN 1.1 Pendahuluan 1.1.1. Deskripsi Singkat Pokok bahasan ini menjelaskan tentang konsep pengendalian pencemaran udara. Pembahasan dimulai dari siklus pencemaran udara yang dihubungkan dengan konsep pengendalian. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang dipilih memenuhi best available control technology. 1.1.2. Relevansi Dengan mengetahui konsep pengendalian pencemaran udara, maka dapat dipilih metode pengendalian yang tepat dalam kasus pencemaran udara. Sub pokok bahasan ini merupakan bagian besar dari konsep pengelolaan kualitas lingkungan secara umum. Diharapkan mahasiswa dapat mengitegralkan konsep ini dalam pengelolaan kualitas lingkungan. 1.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang konsep pengendalian pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui diskusi tugas konsep pengendalian pencemaran udara dari berbagai tempat di dunia, tugas individu inventarisasi alat pengendali di berbagai industri. 1.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan konsep pengendalian pencemaran udara. 1.2. Penyajian 1.2.1. Uraian Umum Mengacu pada tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat jenis pencemar udara yang dikeluarkan dari suatu sumber maka harus diperhatikan bagaimana tingkat konsentrasinya sampai di reseptor. Secara mudahnya dapat dikatakan bila tingkat pengencerannya selama di udara tinggi dan makin luas tersebar, makin rendah pula pemaparan ke reseptor yang mungkin terjadi. Fenomena ini yang mendasari pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap sumber pencemar udara. Secara umum pendekatan dilakukan dengan melihat siklus pencemaran udara berikut ini : Gambar 5.1 Pola Pikir Pengendalian Pencemaran Udara Secara umum pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan 3 alternatif pendekatan, yaitu (Cooper & Aley, 1986) : Modifikasi pada tingkat penyebarannya Dasar pendekatan ini adalah memberikan modifikasi alat/desain pada proses akhir sehingga konsentrasi pencemar yang terpapar ke lingkungan tidak melebihi baku mutu. Proses ini dinamakan juga dengan proses pengenceran. Sekarang proses ini sangat tidak direkomendasikan untuk diterapkan karena tidak adanya perubahan massa pencemar keseluruhan. Contoh penerapan pengendalian pencemaran udara dengan pendekatan ini adalah mempertinggi ukuran cerobong, pemilihan waktu pembuangan emisi yang dikaitkan dengan peluang kestabilan atmosfer, dan relokasi sumber pencemar udara. Pengendalian emisi dengan perubahan pada proses Pendekatan ini lebih ditekankan pada konsep pencegahan polusi (cleaner production), yaitu melakukan modifikasi pada poses sedemikian rupa sehingga kuantitas maupun kualitas udara yang diemisikan di bawah baku mutu udara. Bentuk modifikasi yang dilakukan dapat melalui substitusi bahan, perubahan proses produksi (misalnya oil based menjadi water based), perubahan durasi produksi dan sebagainya. Pendekatan ini biasanya dapat diterapkan bila teknologi produksi yang akan menggantikannya mempunyai keunggulan, baik dari aspek ekonomis maupun peningkatan kualitas produksi. Menggunakan alat pengendali pencemaran udara. Penggunaan alat pengendali pencemaran udara yaitu pemasangan unit eksternal pada bagian akhir proses sebelum udara diemisikan. Terdapat beberapa peralatan kontrol partikulat yang digunakan, yaitu mechanical separator misal : gravity settler atau cyclone, fabric filter, electrostatic precipitator dan wet scrubber. Dalam menentukan peralatan kontrol yang tepat perlu pertimbangan karena instalasi peralatan kontrol juga terpengaruh beberapa persyaratan teknis dan ekonomis. Secara diagramatik, pertimbangan dalam menentukan alat kontrol pencemaran udara dapat dilihat pada gambar 5.2. Standar kontrol Pencegahan korosi Persyaratan energi Efisiensi Bahan kimia Fleksibilitas Keyakinan Prekondisi gas Pemeliharaan Kapasitas beban Karakteristik Peralatan Evaluasi Sumber Performansi Alat Prinsip Parameter Penerapan Kelayakan Teknik Pemilihan Alat Kontrol Total biaya pertahun Untuk tiap alternatif Pemilihan sistem kontrol terbaik Gambar 5.2 Faktor Yang Dipertimbangkan Untuk Mengevaluasi Sistem Kontrol Pencemaran Udara Peraturan 1.2.2. Latihan Jelaskan pengertian sistem kontrol terbaik (best available control technology/BACT)? Pengertian sistem pengendalian kontrol sehingga terbaik terpenuhi mengacu maximum pada beragamnya available control teknologi technology, economical available control technology dsb. Penggunaan BACT lebih ditekankan pada integrasi pertimbangan dari sisi teknis, ekonomis dan pemiliknya. Kata optimalisasi bisa jadi lebih tepat menggambarkan BACT. 1.3. Penutup 1.3.1. Tes Formatif 1. Dimanakah posisi konsep pengendalian dalam pola pikir pengendalian pencemaran udara? 2. Apakah mungkin dalam sebuah aktivitas manusia untuk memenuhi produksi barang tidak memerlukan alat pengendali pencemaran udara? 3. Sebutkan tiga alternatif pendekatan pengendalian pencemaran udara ! 4. Apa yang dimaksud dengan prakondisi gas dan fleksibilitas dalam pemilihan alat pengendali pencemaran udara? 1.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 1.3.4. Rangkuman Konsep pengendalian pencemaran udara merupakan bagian penting dalam siklus pencemaran udara. Jenis-jenis pengendalian dapat berupa modifikasi pada sebaran, perubahan proses, penggunaan alat pengendali. Alat pengendali yang dipilih haruslah memenuhi best available control technology setelah melalui pertimbangan teknis, ekonomis dan stakeholder yang terlibat. 1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Konsep pengendalian berada diantara studi dampak kesehatan dan perbandingan dengan baku mutu. Konsep pengendalian dengan strategi penurunan emisi merupakan langkah awal untuk meminimalisasi dampak kesehatan. 2. Status pencemaran ditentukan oleh konsentrasi emisi yang dibandingkan dengan baku mutu yang ada. Jadi apabila secara emisi kurang dari baku mutu yang ada, tidak memerlukan alat pengendali. 3. Modifikasi pada tingkat penyebarannya, Pengendalian emisi dengan perubahan pada proses, Menggunakan alat pengendali pencemaran udara. 4. Fleksibilitas menyangkut kemudahan perubahan tempat (site) alat pengendali diletakkan karena ada perubahan proses/pengembangan pabrik sehingga berimbas pada pengubahan posisi alat. Prakondisi gas terkait dengan perlakuan terhadap emisi gas pembawa sebelum masuk ke alat pengendali agar dapat berfungsi dengan optimal. Contoh prakondisi gas adalah penyesuaian kelembaban air, penyesuaian resistivitas dsb. DAFTAR PUSTAKA Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach, Second Edition. Waveland Press. Inc, United States. SENARAI II.2 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN KERING 2.1 Pendahuluan 2.1.1. Deskripsi Singkat Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang jenis-jenis alat pengendali dimulai dari yang sederhana seperti settling chamber hingga yang rumit dan mahal seperti Electrostatic Presipitator. Untuk tiap alat pengendali akan dijelaskan prinsip kerja dan dilengkapi dengan keuntungan dan kerugian serta peruntukannya. 2.1.2. Relevansi Dengan mendalami aspek pengendalian kering ini maka diharapkan tingkat pemenuhan terhadap baku mutu akan terjadi sehingga dampak kesehatan yang muncul dapat diminimalisasi. Dalam prinsip perancangan alat ini, maka konsep mikro meteorologi di pokok bahasan III perlu dibuka kembali. 2.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang teknik pengendalian kering ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya melalui tugas individu inventarisasi peralatan pengendali kering di dunia invdustri, diskusi kelompok tentang prinsip kerja alat pengendali. 2.1.3.2. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan prinsip kerja alat pengendalian kering pencemaran udara. 2.2. Penyajian 2.2.1. Uraian SETTLING CHAMBER ( bak pengendap ) Pertama kali dipakai, efisiensi rendah. Sekarang sering dipakai sebagai pretreatment untuk menghilangkan partikel ukuran besar. Gambar 5.3 Settling Chamber Mekanisme : gaya gravitasi dan gaya inersia, jenis : settling chamber sederhana dan settling chamber Howard ( ada penambahan pelat-pelat ) Efisiensi teoritis dan setelah diperhitungkan dengan hukum Stokes : g dp rp r m K : percepatan gravitasi : diameter partikel : densitas partikel :densitas gas : viscositas gas : faktor cunningham L, B, H didesain untuk semua partikel yang lebih besar daripada dp* Cyclone Cyclone adalah suatu jenis alat pengumpul debu mekanik yang digunakan untuk menciptakan aliran berputar (vortex) untuk mengalirkan partikel ke area dimana partikel tadi akan mengalami kehilangan energi dan terpisah dari aliran gas (Mycock, 1995). Input berupa gas dan partikulat dipercepat dengan gerakan spiral, dimana partikel ukuran besar terlempar ke luar gas dan bertubrukan dengan dinding cyclone oleh gaya sentrifugal dan turun ke kerucut cyclone untuk ditangkap oleh hopper. Sedangkan gas yang bersih mengalir keluar melalui stack (Cornwell, 1998). Cyclone memiliki efisiensi yang rendah untuk partikel berukuran kecil dan efisiensi tinggi untuk ukuran partikel berukuran besar 5-15 µ m. Alat ini dapat diopeasikan dalam kondisi basah (melalui injeksi air di inlet) atau kering. Semakin tinggi velocity gas, maka removal efisiensinya juga semakin besar (Bethea, 1978). Kelebihan dan Kekurangan Cyclone: Kelebihan (Cooper & Aley, 1986): ƒ ƒ ƒ Modal awal rendah. Mampu beroperasi pada temperatur tinggi. Biaya pemeliharaan rendah. Kekurangan (Cooper & Aley, 1986): ƒ ƒ Efisiensi rendah untuk partikel berukuran kecil. Biaya operasi yang tinggi sebab terjadi kehilangan tekanan. Gambar 5.4. Skema Cyclone Tipe-tipe Cyclone Berdasarkan efisiensi, selain cyclone conventional cyclone dibagi atas (Cooper & Alley, 1994): 1. High-efficiency Cyclone Kecepatan gas inlet lebih tinggi dengan demikian memberi gaya sentrifugal yang lebih tinggi. 2. High-throughput Cyclone Biasanya mempunyai diameter yang lebih besar dan menangani kecepatan yang lebih tinggi. Tabel 5.1 Standar Dimensi Cyclone Tipe Cyclone High Conventional Efficiency High Throughout Diameter bodi, D/D 1,0 1,0 1,0 Tnggi inlet, H/D 0,5 0,5 0,75 Lebar inlet, W/D 0,2 0,25 0,375 Diameter gas keluar 0,5 0,5 0,75 Panjang vortex, S/D 0,5 0,625 0,875 Panjang bodi, Lb/D 1,5 2,0 1,5 Panjang kerucut, Lc/D 2,5 2,0 2,5 Diameter outlet debu 0,375 0,25 0,375 De/D Dd/D Sumber: Cooper & Alley, 1986. Fabric filter/ Baghouses Fabric filter menyisihkan debu dari aliran gas dengan melewatkannya melalui fabric berpori. Partikel debu membentuk pori-pori lebih atau kurang melekat pada permukaan fabric. Normalnya lapisan ini yang melakukan filtrasi. (1) (2) Keterangan : (1) : Bag Filter Tekanan Positif (2) : Bag Filter Tekanan Negatif Gambar 5.5 Bag Filter Tekanan Positif dan Negatif Sumber : Beachler, et.al., 1995 Gambar 5.6 Mekanisme Filtrasi Dust Cake Sumber : Anonim, 2005 Fabric Filter atau baghouse beroperasi dengan prinsip seperti vacuum cleaner, yakni udara pembawa partikel debu didorong ke dalam suatu cloth bag. Saat udara melewati fabric, debu akan terakumulasi pada cloth dan menghasilkan suatu aliran udara bersih. Debu secara periodik disisihkan dari cloth dengan guncangan atau menggunakan aliran udara terbalik. Fabric Filter terbatas untuk kondisi dengan temperatur rendah dan kering, tetapi dapat digunakan untuk berbagai jenis debu dan mempunyai efisiensi yang cukup tinggi. Kelebihan dan Kekurangan Fabric filter/ Baghouses 1. Kelebihan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994): a. Efisiensi pengumpulan sangat tinggi meskipun untuk partikel yang sangat kecil. b. Dapat beroperasi untuk berbagai tipe debu. c. Didesain berbentuk modul, dan modul-modul tersebut dapat dirangkai di pabrik. d. Dapat beroperasi pada aliran volumetrik dengan skala luas. e. Memerlukan penurunan tekanan rendah yang masuk akal. 2. Kekurangan Fabric Filter (Cooper & Alley, 1994): a. Memerlukan areal yang luas. b. Fabric dapat dirusak oleh temperatur tinggi dan korosi akibat bahan kimia. c. Tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang lembab; fabric dapat menjadi lengket. d. Berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan. Cara membersihkan debu dari fabric adalah faktor penting dalam kinerja sistem fabric filter. Jika debu tidak dibersihkan dengan baik, penurunan tekanan di sepanjang sistem akan meningkat hingga jumlah yang melebihi batas. Jika terlalu banyak lapisan yang hilang, kebocoran debu yang berlebihan akan timbul ketika dihasilkan lapisan baru. Seleksi parameter desain sangat penting untuk memperoleh kinerja optimum dari sistem fabric filter. Sistem fabric filter seringkali disebut sebagai baghouse, karena fabric biasanya dibuat dalam bag silinder. Desain baghouse yang paling umum adalah tipe reverse-air dan pulse-jet. Nama ini mendeskripsikan sistem pembersihan yang digunakan dalam sistem. Reverse-air baghouse beroperasi dengan mengalirkan gas kotor ke dalam bagbag; dengan begitu, pengumpulan debu terjadi di bagian dalam bag. Bag-bag dibersihkan secara periodik dengan membalik arah aliran udara, sehingga lapisan debu yang terkumpul sebelumnya jatuh dari bag ke dalam hopper di bawah. Karena prosedur pembersihan dilakukan dengan kecepatan gas yang relatif rendah, fabric terlindungi dari pergerakan yang berbahaya, sehingga teknik pembersihan reverse-air menghasilkan masa pemakaian bag maksimum. Variasi desain reverse-air baghouse dan pelopor reverse-air baghouse (misal, shaker baghouse), bag digoncangkan selama interval pembersihan reverse-air (Buonicore dan Davis, 1992). Pulse-jet baghouse didesain dengan struktur rangka dalam, disebut cage, yang memungkinkan pengumpulan debu pada bagian luar bag. Lapisan debu dibersihkan secara periodik oleh semburan jet udara yang tertekan ke dalam bag menyebabkan bag mengembang tiba-tiba; debu dibersihkan oleh tenaga inersia ketika bag mengembang hingga maksimum. Teknik pembersihan bag ini cukup efektif, namun kehebatan teknik ini dan kadang-kadang pemasangan bag-to-cage yang pas cenderung membatasi waktu pemakaian bag dan juga meningkatkan migrasi debu keluar dari fabric, sehingga mengurangi efisiensi pengumpulan debu. Seleksi material serat dan konstruksi fabric penting untuk kinerja baghouse. Material serat harus memiliki karakteristik kekuatan yang cukup dan kesesuaian kimia dengan gas dan debu yang ditangkap. Konstruksi fabric bulu kempa umumnya menghasilkan penyisihan yang lebih baik daripada fabric tenunan. Namun tidak semua serat bisa dikempa ke dalam fabric dengan kekuatan cukup dan menjadikan fabric filter disusun dari filamen dan/atau serat yang awalnya dibelit menjadi benang, dan kemudian ditenun atau dirajut menjadi fabric (Buonicore dan Davis, 1992). Electrostatic Precipitator (EP) Alat pengendali debu yang berfungsi untuk memisahkan gas dan abu sebelum gas tersebut keluar dari stack salah satunya adalah electrostatic precipitator atau EP. Pengontrolan partikulat dari hasil proses industri telah merupakan masalah penting yang makin berkembang sejak mulai awal abad ke19. Teknologi EP ditemukan oleh Frederick Cattrell dan telah digunakan sejak tahun 1900-an. Instalasi pertama EP berhasil dengan sukses untuk digunakan sebagai penangkap asam Sulfat. Kemudian dilanjutkan pada industri semen untuk menangkap debu klinker dan debu semen. Setelah itu digunakan pada industri pengolahan batu bara yang menggunakan boiler. Sejak tahun 1920 desain awal EP terus berkembang seperti yang dikenal sampai saat sekarang ini seiring dengan adanya pengetatan aturan lingkungan. EP sangat efektif sebagai pengendali partikulat terutama yang berukuran kurang dari 10-20 µ m (dominan pada ukuran submikron). Pada sebagian besar aplikasinya EP memiliki efisiensi pengumpulan partikulat sebesar (80-99,9)%. Berikut di bawah ini gambar Electrostatic Precipitator (EP): Gambar 5.7. Gambar Electrostatic Presipitator Sumber: PTP Indarung V, 2005 Keterangan: 1. Precipitator Chamber (01) 2. Insulation (02) 3. Inspection Hatches (03) 4. Insulator Cubicle (04) 5. Drive stations for rapping gear (05) 6. Collecting Plates (06) 7. Collecting rapping gear (07) 8. Discharge Electrodes/ De (08) 9. Discharge Rapping Gear (09) 10. Inside Chain Drive (10) 11. Slide Bearing (11) 12. Guard Plates (12) 13. Supporting insulators (13) 14. Insulator Shaft (14) 15. Gas Distribution Shields (15). Prinsip Dasar Electrostatic Precipitator Prinsip dari pengumpulan debu hanya sebatas pada penggunaan energi listrik untuk memberi muatan (negatif) ke partikulat di udara kotor atau aliran gas. Partikel yang sudah diberi muatan tadi berpindah dan terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan (positif). Tujuan akhirnya adalah membersihkan partikulat yang telah terkumpul tadi. EP sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip presipitasi untuk dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan muatan negatif pada discharge electrodes dan muatan positif pada collecting surface. Inti dari proses EP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan yang dibutuhkan ± 15000- 100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator. Makin tinggi tegangan yang diberikan, makin rendah resistifitasnya, sehingga efisiensi bertambah. Proses penangkapan debu pada EP secara umum terdiri atas tujuh langkah proses dasar yang berlangsung secara kontinu yaitu (Anonim, 2006): 1. Gas masuk melalui gas distribution ke dalam treatment zone 2. Terjadi proses particle charging. Partikel yang melewati EP akan mengalami ionisasi muatan oleh elektroda kawat. Proses ionisasi dimulai dengan pemberian muatan ke kawat elektroda (arus searah dengan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan efek korona. 3. Corona Discharge Efek ini terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat. Efek korona ini akan mengionisasi udara disekeliling kawat dengan pelepasan muatan negatif (elektron) (Anonim, 2006). 4. Ionisasi dari molekul gas Proses yang terjadi pada corona discharge kemudian akan membombardir partikel tersuspensi dalam aliran gas menjadi bermuatan negatif. Partikel yang bermuatan negatif akan bergerak menuju collection electrode bermuatan positif dan kemudian disisihkan. Plat kolektor bermuatan positif karena biasanya dihubungkan dengan tanah (grounding), usaha ini akan menambah tingkat efisiensi EP dengan penempelan banyak partikel pada bagian permukaan plat tersebut. 5. Pengumpulan Partikel Pada saat partikel bermuatan negatif tadi mencapai collecting electrode yang dihubungkan ke tanah, maka hanya sebagian dari muatan tersebut yang akan terbuang (discharge). Muatan tersebut akan meluncur melalui collecting plate ke tanah secara perlahan. Sebagian daripada muatan tersebut tersusun kembali dan akan berkontribusi terhadap adanya kohesi dan adhesi antar molekul untuk tetap memegang partikel melekat pada collecting plate. Partikel-partikel yang tetap melekat pada collecting plate disebabkan karena adanya gaya adhesi. Sedangkan partikel-partikel yang baru saja datang dan melekat pada collecting plate disebabkan oleh karena adanya gaya kohesi. Tebal lapisan debu yang diizinkan melekat pada collecting plate berkisar antara 0,08 sampai 1,27 cm. Partikel debu yang telah terkumpul pada collecting plate kemudian mengalami proses rapping yaitu proses pembersihan plat kolektor dari partikulat yang menempel. Hentakan-hentakan rapping yang terperiodik pada collecting plate sangat perlu dipertahankan untuk menjaga agar aliran gas tetap bersih secara kontinu. Collecting plate disentak pada saat lapisan debu yang terakumulasi memiliki ketebalan antara 0,08-1,27 cm. Akibatnya lapisan debu tersebut terlepas dari collecting plate (Anonim, 2006). 6. Penumpukan debu yang tertangkap 7. Proses pemindahan debu yang tertangkap Debu yang terhempas dari collecting plate akan ditampung kedalam sebuah hopper yang sisi-sisinya memiliki kemiringan kira-kira 60° agar memudahkan debu jatuh secara bebas dari puncak hopper ke bukaan pelepasan dibawah hopper. Debu tersebut harus segera di transport secepat mungkin untuk menghindari permasalahan material handling seperti pengerasan dan penyumbatan. Electrostatic Precipitator sebenarnya merupakan usaha pengembangan prinsip presipitasi untuk dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan muatan negatif pada discharge electrodes dan muatan positif pada collecting surface. Inti dari proses ESP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan yang dibutuhkan ± 15000-100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator (Buonicore dan Davis, 1992). Pemberian tegangan ada kaitannya dengan efektifitas kerja presipitator. Makin tinggi tegangan yang diberikan, maka efisiensi bertambah dan resistivitasnya tinggi. Corona Discharge adalah faktor utama yang mempengaruhi pemberian muatan partikel yang terjadi saat electric field (area antara discharge electrodes dan collecting surface) mencapai nilai tertentu dimana arus telah diterima. Arus ini akan terus bertambah sampai terjadi bunga api. Setelah partikulat bermuatan, berpindah, dan terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan, maka partikulat menjadi netral. Partikulat yang terkumpul tadi kemudian digoncangkan, digetarkan dengan rapping sehingga jatuh ke hopper dengan menggunakan hammer. Partikulat yang terkumpul cenderung membentuk layer (lapisan) (Buonicore dan Davis, 1992). 2.2.2. Latihan Pabrik semen akan memasang EP sebagai alat pengendali pencemaran udaranya. Sebelum EP dipasang settling chamber sebagai pre-treatment dengan ukuran lebar 4 m, panjang 15 m dan tinggi 1.5 m. Ukuran diameter yang partikel yang boleh lolos ke EP adalah <10 mikron. Laju aliran gas terukur masuk ke settling chamber 0.6 m3/detik. Aliran udara mengikuti hukum Stokes dengan faktor Cunningham : 1.25. Dengan data : Berapakan efisiensi penangkapan untuk diameter 10 mikron tersebut ? Jawab : 2.3. Penutup 2.3.1. Tes Formatif 1. Apakah maksudnya settling chamber dapat dianggap sebagai pre-cleaner? 2. Bagaimana prinsip kerja cyclone? 3. Sebutkan 2 tipe fabric filter yang sering digunakan! 4. Bagaimana tahap-tahap pengolahan dengan EP? 2.3.2. Umpan Balik Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini. Rumus : Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100% 4 Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah : 90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 2.3.3. Tindak Lanjut Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah. 2.3.4. Rangkuman Jnis-jenis alat pengendali kering dimulai dari yang sederhana adalah settling chamber sedang yang rumit dan mahal seperti Electrostatic Presipitator. Tiap alat pengendali kering memiliki prinsip kerja yang berbeda. Settling chamber hanya mengandalkan gaya gravitasi, cyclone mengandalkan gaya sentrifugal dan gravitasi, fabric filter dengan gaya intersepsi, difusi, gravitasi dan EP dengan gaya elektrostatik dan gravitasi. Efisiensi tertinggi dicapai EP disusul fabric filter, sedangkan terendah adalah settling chamber. 2.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif 1. Settling chamber dianggap sebagai pre cleaner karena efisiensinya cukup rendah untuk partikel ukuran kecil (<20 mikron). Sehingga alat ini sering digunakan sebelum alat pengendali utama seperti cyclone, fabric filter, EP dan scrubber. 2. Cyclone bekerja dengan 2 gaya yaitu sentrifugal yang dihasilkan dari inlet tangensial dan gaya gravitasi setelah partikel tertumbuk di dinding alat. 3. Tipe yang sering digunakan adalah reverse-air dan pulse-jet 4. Tahapnya : entering gas, particle charging, corona discharge, ionisasi molekul gas, pengumpulan partikel, penumpukan debu yang tertangkap serta proses pemindahan debu tertangkap. DAFTAR PUSTAKA ______.(2006) .http://yosemite.epa.gov/ 12bles5.pdf. 25 Februari 2006 ______. 2005. Fabric Clean Pulse-Jet Fabric Filter. http://www.flsmidth.com/flsmidth+airtech/english/contact/brochures/produc t+brochures/fabricfilterfabriclean.pdf. diakses pada 27 Desember 2005 ______. 2005. PTP Indarung V Beachler, David S., Joseph, Jerry., and Pompelia, Mick. 1995. Fabric Filter Operation Review. USA : North Carolina State University. http://yosemite.epa.gov/oaqps/eogtrain.nsf/DisplayView/SI_412A_05?OpenDocument. diakses pada 30 Desember 2005 Bethea, M. Robert. 1978. Air Pollution Control Tecnology. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Buonicore and Davis. 1992. Air Pollution Engineering Manual. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach 2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois. Davis and Cornwell.1998. Introduction to Environmental Engineering. Mc. GrawHill Company Inc, Singapore. Mycock, John C.,et al. 1995. Air Pollution Control Engineering and Technology. CRC Press Inc. SENARAI II.3 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN BASAH 3.1 Pendahuluan 3.1.1. Deskripsi Singkat Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi. 3.1.2. Relevansi Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruangruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor penguat keberadaan suatu ruang kota. 3.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip penyusunan ruang, mahasiswa semester II Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota akan mampu menjelaskan kaidah-kaidah rancang bangun 3 dimensi yang menjadi penguat dengan benar (100%). 3.1.3.2. Kompetensi Dasar pembentukan ruang kota 3.2. Penyajian 3.2.1. Uraian Nova Wet Scrubber Scrubbers adalah alat pengumpul partikulat yang sangat halus pada tetesan cairan. Kebanyakan partikel halus akan melekat pada tetesan cairan jika bersentuhan (Nevers, 2000). Prinsip scrubbers adalah mengurangi partikulat/ gas dengan menyerapnya menjadi cairan yang keluar dengan cepat karena sentuhan. Mekanisme sentuhan adalah melalui putaran inersia diikuti penurunan secara gravitasi. 2.7.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Wet Scrubber 1. Kelebihan (Cooper & Alley, 1986): a. Menyediakan absorpsi gas dan pengumpulan debu pada satu unit. b. Dapat mengendalikan kabut. c. Dapat mendinginkan gas panas. d. Efisiensi pengumpulan dapat difariasikan. e. Korosi gas dan debu dapat divariasikan. f. Dapat menangani debu yang dapat terbakar dan meledak dengan resiko yang kecil. 2. kekurangan (Cooper & Alley, 1986): a. Berpotensi tinggi terhadap korosi. b. Cairan keluar dapat menyebabkan masalah pencemaran air. c. Partikel terkumpul dapat terkontaminasi dan dapat tidak bisa digunakan kembali. 2.7.2.2 Tipe-Tipe Scrubbers (Dep. PTP, 1999): 1. Spray chamber scrubbers. 2. Cyclone spray chamber. 3. Orifice scrubber and wet impingement scrubber. 4. Venturi and jet scrubbers. Gambar 2.4. Low Energy Scrubber dan Spray Tower Scrubber. Sumber: Anonim 2005 Gambar skematik dan instalsi wet scrubber di lapangan 3.2.2. Latihan 3.3. Penutup 3.3.1. Tes Formatif 3.3.2. Umpan Balik 3.3.3. Tindak Lanjut 3.3.4. Rangkuman 3.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif DAFTAR PUSTAKA Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach 2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois. Nevers, Noel De. 2000. Air Pollution Control Engineering 2nd Edition. Mc. GrawHill Company Inc, Singapore. SENARAI II.4 SUB POKOK BAHASAN PENGENDALIAN LAIN 4.1 Pendahuluan 4.1.1. Deskripsi Singkat Menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar penyusunan ruang-ruang kota, meliputi : sumbu, simetri, hirarki, irama, datum dan transformasi. 4.1.2. Relevansi Didalam Interpretasi Ruang, pemahaman mengenai prinsip penyusunan ruangruang kota sangat diperlukan, terutama bertujuan untuk memudahkan mahasiswa menyusun massa 3d pada suatu tapak dengan memperhatikan faktor-faktor penguat keberadaan suatu ruang kota. 4.1.3.1 Standar Kompetensi Dengan diberikannya prinsip-prinsip penyusunan ruang, mahasiswa semester II Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota akan mampu menjelaskan kaidah-kaidah rancang bangun 3 dimensi yang menjadi penguat dengan benar 9(100%). 4.1.3.2. Kompetensi Dasar 4.2. Penyajian 4.2.1. Uraian pembentukan ruang kota Pengendalian emisi gas Beberapa instalasi pencemaran udara juga dilengkapi pengendalian emisi gas yang ikut dikeluarkan dengan partikulat. Bahkan ada yang hanya memiliki emisi gas tanpa partikulat sehingga pengendalian ini penting untuk diaplikasikan. Pengendalian emisi gas ditujukan untuk mengendalikan gas-gas yang termasuk pencemar seperti tercantum dalam PP.41 Tahun 1999 yaitu : SO2, NO2, HC, CO, F, Cl, SO4. Berikut secara garis besar pengendalian emisi gas tersebut : Kontrol SOx Pengendaliannya juga dilakukan di sumbernya sehingga mengefisienkan pengendalian akhirnya. Cakupan kontrolnya adalah sebagai berikut : ƒ Konversi bahan bakar ke rendah kandungan sulfurnya Contohnya memilih gas alam yang rendah kandungan sulfurnya. Implikasi : ƒ biaya lebih mahal dan kelayakan bahan bakar berkurang Desulfurisasi Penyisihan sulfur dari bahan bakar. Contohnya dengan gasifikasi batubara, ƒ ekstrasi pelarut Pembuatan cerobong yang tinggi Mereduksi konsentrasi di bagian bawah (ground level concentration). ƒ Catatan : bukan satu-satunya solusi untuk alat kontrol. Desulfurisasi gas sisa (flue gas desulfurization) Pembuatan asam sulfat dari SO2 Reaksi – reaksi yang terjadi : SO2 + 1/2O2 Æ SO3 SO3 + H2O Æ H2SO4 Kontrol NOx Adapun pengendalian terhadap NOx hampir sama dengan kontrol SOx yaitu : ƒ Penerapan pembakaran di luar kondisi stoikiometris Pembatasan penambahan oksigen selain untuk bahan bakar, sehingga membatasi terbentuknya NO dan NO2 Adapun beberapa metode/mekanisme penyisihan emisi gas adalah : Absorpsi Definisi : penyisihan kontaminan gas dari suatu proses dengan melarutkan gas ke cairan. Mekanisme : terjadi kontak yang sangat tinggi antara campuran gas dengan cairan sehingga sebagian besar gas-gas terlarut dalam cairan. Dalam desain absorber, efisiensi maksimum tercapai bila : ƒ ƒ ƒ ƒ Tersedianya daerah kontak yang luas Terjadinya pencampuran yang baik antara gas dan cairan Tersedianya waktu kontak yang cukup antar fase Tingkat solubilitas yang tinggi dari polutan ke absorbent Jadi parameter yang harus diperhatikan : kelarutan gas, volatilitas gas, tingkat korosif, kekentalan (viscosity), stabilitas kimia, toksisitas dan biaya (kalau bukan pelarut air). Desain umum absorber seperti halnya wet scrubber, karena pada dasarnya pada penyisihan partikulat dengan wet scrubber polutan gas yang diemisikan juga ikut disisihkan. Dua jenis absorber yang umum dipakai adalah plate absorber dan packed tower absorber. Plate absorber menggunakan pelat-pelat horizontal yang dipasang pada menara absorber, gas –gas mengalir melalui lubang-lubang pada pelatnya. Sementara untuk packed absorber menggunakan packing material. Parameter desain absorber meliputi : jumlah pancaran, diameter dan tinggi menara. Keuntungan absorber : dapat dipakai untuk gas dengan suhu tinggi, tidak memakan tempat, meminimalkan terjadinya kebakaran, melembabkan gas yang keluar. Kerugian absorber : korosif, penyisihannya sulit direcovery. menimbulkan masalah meteorologi, hasil Adsorpsi Proses adsorpsi menempelkan satu atau lebih kontaminan gas ke permukaan padatan. Adsorbent biasanya merupakan padatan yang memiliki porositas yang tinggi, sehingga proses adsorpsi berlangsung pada bagian internal padatan tersebut. Mekanisme : melekatnya gas-gas pada permukaan padat atau cair (adsorbent) akibat perbedaan konsentrasi. Jenisnya ada 2 : ƒ ƒ Adsorpsi fisik : hasil dari gaya-gaya tarik intermolekul antara adsorbent dengan material yang diserap Adsorpsi kimia : hasil interaksi kimia antara bahan adsorbent dengan material yang diserap Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi : ƒ ƒ ƒ ƒ Temperatur : semakin tinggi suhu semakin menurunkan adsorpsi gas polutan Tekanan : semakin tinggi tekanan, maka proses adsorpsi akan semakin tinggi Kecepatan gas : semakin tinggi kecepatan akan menurunkan waktu kontak kontaminan dengan adsorbent sehingga menurunkan tingkat adsorpsi Kandungan partikulat : adanya partikulat akan menurunkan efisiensi proses adsorpsi. Metode regenerasi : Injeksi udara panas ke dalam absorber kemudian dikondensasi. Jenis-jenis adsorbent yang dipakai : karbon aktif, activated alumina, silica gel Gambar Skematik Instalasi Adsorber (US EPA, 1991) Kondensasi Mekanisme : Konversi gas atau uap menjadi cairan melalui penurunan suhu dan atau penaikan tekanan. Tipenya : ƒ ƒ Kondenser kontak langsung : medium pendingin dengan uap-kondensat saling kontak dan bergabung Kondenser kontak tak langsung : medium pendingin dan uap-kondensat dipisahkan oleh suatu area permukaan Kondenser biasanya digunakan sebagai pre-treatment bagi alat kontrol gas lain karena dapat mengurangi volume gas yang harus diolah. Gambar Skematik Instalasi Kondenser (US EPA, 1991) Insinerasi Pembakaran sempurna antara udara (oksigen), limbah dan bahan bakar dengan kondisi temperatur yang tinggi, pengadukan turbulen antar komponen, waktu tinggal yang cukup. Dengan pembakaran sempurna akan didapat perubahan hidrokarbon menjadi CO2 dan air. Destruksi termal kebanyakan senyawa organik terjadi antara 590 C – 650 C, namun operasi insinerator mencapai suhu lebih dari 980 C untuk menjamin pembakaran organik yang komplet. Ada 2 tahap dalam pembakaran : ƒ pembakaran bahan bakar terjadi cukup cepat dan irreversibel serta menghasilkan gas dengan suhu ƒ cukup tinggi pembakaran polutan. Terjadi oksidasi polutan dari gas yang sudah bersuhu tinggi tadi menjadi produk yang tidak berbahaya Operasi insinerasi bertipe : ƒ Otomatis Operator tinggal menyetel tombol on dan off ƒ Semi-otomatis Operator harus menyetel input-input yang diminta sistem kontrol melalui ƒ tombol-tombol dan valve tertentu Manual Semua kontrol insinerasi disetel secara manual oleh operator kecuali kondisi darurat untuk dimatikan masih bersifat otomatis. Gambar Skematik Instalasi Insinerasi (US EPA, 1991) 4.2.2. Latihan 4.3. Penutup 4.3.1. Tes Formatif 4.3.2. Umpan Balik 4.3.3. Tindak Lanjut 4.3.4. Rangkuman 4.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif DAFTAR PUSTAKA EPA. 1978. Technology Transfer Handbook--Industrial Guide for Air Pollution Control. EPA. 1991. Handbook: Control Technologies for Hazardous Air Pollutants. Environmental Protection Agency. Research Triangle Park, North Carolina. SENARAI