Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Estetik Dentistry Bedah Kelainan Dentoskeletal

PENDAHULUAN Tinjauan Kasus Bagian 1 Tania adalah seorang remaja berumur 19 tahun yang ceria dan baik hati. Sejak 2 tahun yang lalu orang tuanya merasa Tania mudah marah dan tersinggung. Bahkan foto wajahnya pun tak boleh dilihat oleh orang tuanya. Akhir-akhir ini Tania sering mengeluh sakit pada sendi rahang sebelah kiri. Bagian 2 Berdasarkan serial foto yang dilakukan pasien pada umur 3, 5, 9, 12, dan 15 tahun sudah terlihat adanya asimetri wajah. Pemeriksaan klinis intra oral memperlihatkan adanya cross bite gigi-gigi mulai dari 22 sampai posterior. Riwayat medis : tak ada kelainan. Anamnesis Anamnesis adalah proses tanya jawab antara dokter dengan pasien atau seseorang yang mewakili pasien dan mengetahui segala sesuatu tentang pasien tersebut. Tanya jawab tersebut meliputi pertumbuhan, perkembangan, kebiasaan-kebiasaan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kelainan di dalam mulut dan wajah pasien. Anamnesis biasanya terdiri dari : Identitas Pasien Kesehatan umum Riwayat Penyakit Perawatan Rumah Sakit Operasi Kelainan kongenital Penggunaan obat Trauma Dental Kebiasaan buruk Menghisap ibu jari Mendorong lidah Bernapas dengan mulut Menghisap bibir Keluhan utama Keluhan utama pasien bisa berupa estetik wajah kurang baik, masalah fungsi oral (kesulitan menggerakan rahang, gangguan sendi rahang, gangguan pengunyahan, gangguan penelanan, gangguan bicara, gangguan pendengaran, dan lainnya). Pada kasus didapat hasil anamnesa sebagai berikut : Tania, Perempuan, 19 tahun. Sejak 2 tahun lalu, orang tua Tania merasa anaknya mudah marah dan tersinggung Foto wajah Tania tak boleh dilihat siapapun, termasuk orang tuanya karena ia merasa kurang percaya diri Sakit pada sendi rahang sebelah kiri Berdasarkan serial foto yang dilakukan pasien pada umur 3, 5, 9, 12, dan 15 tahun sudah terlihat adanya asimetri wajah. Tak ada kelainan riwayat medis Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Ekstra Oral Tipe muka : Sempit Lebar Normal Simetris / Asimetris Profil muka Bibir Tonus bibir Dengan cara inspeksi, apabila hipertonus maka biasanya bibir terlihat tegang, apabila hipotonus maka bibir akan terlihat kendur. Relasi bibir Sendi Temporomandibular Penemuan klinis dapat berupa: Sakit saat ditekan Kliking pada sendi, dengan tahapan sebagai berikut : Inisial Intermedia Terminal Resiprokal (hilang timbul) Krepitasi Pergerakan kondilus yang tidak sama Pemeriksaan Sendi Temporomandibular Inspeksi merupakan pemeriksaan secara visual. Palpasi merupakan pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba daerah sekitar sendi rahang pasien, apabila terdapat sesuatu yang abnormal seperti benjolan atau fluktuasi, maka kemungkinan terdapat kelainan pada sendi rahangnya. Sendi Temporomandibular lateral : Gunakan tekanan pada prosesus condyliodeus dengan jari telunjuk. palpasi kedua sisi secara bersamaan. Catat jika terdapat rasa sakit saat sendi temporomandibular dipalpasi dan jika terdapat perbedaan pergerakan kondilus selama gerakan membuka dan menutup mulut. Sendi Temporomandibular posterior : Posisikan jari kelingking di meatus audtorius externa dan palpasi permukaan posterior kondilus selama pergerakan membuka dan menutup mandibula. Palpasi harus dilakukan hati-hati karena kondilus akan memindahkan posisi jari kelingking saat menutup dengan oklusi penuh. Otot Pterigoid Lateral Otot Temporal Otot Masseter Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan suatu alat bantu, yaitu stetoskop. Dilakukan dengan cara meletakkan ujung stetoskop pada daerah tragus, kemudian mendengarkan dengan seksama apakah terdapat bunyi (berupa klik atau yang lainnya) yang abnormal atau tidak Apabila terdapat bunyi abnormal tersebut, maka kemungkinan terdapat kelainan pada sendi temporomandibular. Pada kasus Tania, terlihat asimetri wajah, dimana mandibula deviasi ke sebelah kiri. Pemeriksaan profil wajah dari bagian lateral dengan glabela-ujung anterior bibir atas-pogonion sebagai patokan menunjukan profil wajah cembung. Terdapat nyeri pada sendi rahang sebelah kiri. Pemeriksaan Intra Oral Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap gigi, gusi, lidah, palatum, dasar mulut, uvula, tonsil, dan jaringan di dalam mulut lainnya, Pemeriksaan dalam mulut dilakukan dengan bantuan alat dasar seperti sonde, kaca mulut, pinset, ekskavator, dan probe; untuk memperjelas pandangan dapat digunakan kamera intra oral yang dihubungkan oleh monitor. Gigi Keadaan gigi Malposisi Mesioversi : posisi gigi condong ke mesial Distoversi : posisi gigi condong ke distal Linguoversi : posisi gigi yang condong ke lingual Labioversi : posisi gigi yang condong ke labial Infraversi/ infraklusi/ intrusi : posisi gigi yang tidak mencapai bidang oklusi Supraversi/ Supraklusi/ Ekstrusi : posisi gigi yang melewati bidang oklusi Torsiversi/ Rotasi : posisi gigi yang terputar melalui sumbu panjang gigi Transversi: posisi gigi yang bertukar tempat (misalnya kaninus dengan Premolar 1) Gingiva Tipe atau jenis dari mukosa gusi Inflamasi yang terjadi Lesi mukogingiva Frenulum labii Dilihat apakah normal atau rendah. Cara pemeriksaannya dengan blanch test yaitu bibir atas atau bawah ditarik ke luar dan ke atas, perhatikan regio yang menjadi pucat. Lidah Keadaan lidah dilihat apakah normal atau besar (makroglosia). Pasien yang mempunyai lidah besar ditandai oleh: Ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung giginya Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber menutupi permukaan oklusal gigi-gigi bawah. Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan lingual mahkota gigi (tongue of identation) Gigi-gigi tampak renggang-renggang (general diastema). Bentuk, warna, dan konfigurasi dilihat saat pemeriksaan klinis. Lidah dapat kecil, panjang, atau luas. Palatum Dilihat apakah normal, tinggi, atau rendah serta normal, lebar, atau sempit. Pasien dengan pertumbuhan rahang rahang atas ke lateral kurang (kontraksi) biasanya palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan berlebihan (distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika ada kelainan lainnya seperti adanya peradangan, tumor, torus, palatoschisis, dan lainnya juga dicatat. Tonsil Diperiksa apakah ada normal atau besar. Cara pemeriksaan: dilakukan pemeriksaan dengan menekan lidah pasien dengan kaca mulut, jika dicurigai adanya kelaianan yang serius pasien dikonsulkan ke dokter ahli THT sebelum dipasangi alat ortodontik. Garis median Overbite Jarak vertikal antara ujung incisal I atas dengan ujung incisal I bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Nilai normal gigi insisif rahang atas menutupi 1/3 incisal gigi insisif rahang bawah. Overjet Jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibula. Dalam keadaan normal, gigi insisif rahan atas dan bawah saling berkontak, dengan jarak antar insisifnya hanya setebal bidang insisal (2-3 mm). Diastem Kurva Spee Kurva Spee adalah kurva yang dibetuk oleh garis oklusi bila dilihat dari lateral. Kurva spee normal adalah 1,5 mm (Thomas Rakosi). Kurva spee dibagi tiga macam, yaitu: Kurva spee dalam : biasanya disertai crowding Kurva spee datar : oklusi baik Kurva spee terbalik : biasanya terdapat deep bite insisif Vertical plane – posisi insisif normal : pada hubungan vertical yang benar, incisal edge menyentuh dataran oklusal. Pengukuran kurva spee Kedalaman kurva spee berdasarkan jarak dari puncak lengkung ke sisi penggaris plastik yang diletakkan di atas lengkung rahang. Penggaris menyentuh tepi incisal anterior dan posterior bagian distal cusp molar. Pengukuran harus dilakukan pada masing-masing sisi rahang Penutupan Mandibula Gerak pembukaan dan penutupan mandibula yaitu protrusif, retrusif, dan lateral ekskursi. Ukuran dan arah dari gerakan dapat diperiksa dengan pemeriksaan klinis. Kecepatan deviasi hanya dapat diperiksa menggunakan alat elektronik. Normal Deviasi : kiri atau kanan. Dari hasil pemeriksaan intraoral terdapat cross bite gigi-gigi mulai dari 22 sampai posterior. Analisis Radiografis (Cephalometry) Pada analisis Steiner, pengukuran yang dilakukan pertama kali adalah sudut dari SNA yang digunakan untuk mengevaluasi posisi anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Ukuran normal dari sudut SNA adalah 82±20. Apabila SNA pasien lebih besar daripada 840, maka dapat diinterpretasikan sebagai protrusi maksila. Apabila SNA pasien lebih kecil daripada 800, maka dapat diinterpretasikan retrusi dari maksila.SNB digunakan untuk mengevaluasi anteroposterior dari rahang bawah pasien. Nilai normal dari SNB adalah 78±20.Selisih dari sudut SNA dan SNB, yang disebut dengan sudut ANB, mengindikasikan besarnya diskrepansi dari skeletal. Apabila besar sudut ANB 2±20, maka hubungan skeletal antara rahang atas dan rahang bawah adalah normal (kelas I skeletal). Apabila sudut ANB lebih besar daripada 40, maka hubungan skeletal antara rahang atas dan rahang bawah adalah retrognathic (kelas II). Apabila sudut ANB lebih kecil daripada 00, hubungan skeletal antara rahang atas dan rahang bawah adalah prognathic (kelas III). Dalam kasus ini, besar sudut ANB adalah 00. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien mengalami kelas I skeletal. Dari hasil pengukuran cephalometric, sudut SNA=790 dan sudut SNB=790. Pengukuran ini menunjukkan bahwa sudut SNA tidak normal dan sudut SNB normal. Hal ini menunjukkan bahwa ada kelainan pada rahang atas pasien dimana rahang atas pasien mengalami retrusi dari maksila. ISI 2.1Maloklusi dan Kelainan Dentoskeletal 2.1.1 Maloklusi Menurut Moyers (1988), maloklusi adalah keadaan gigi yang menyimpang dari hubungan gigi yang normal terhadap gigi lainnya dala lengkung yang sama dan terhadap gigi dari lengkung yang berlawanan dengan disertai fungsi yang abnormal. Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit atau proses patologis tetapi merupakan kelainan atau penyimpangan dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga mengakibatkan kombinasi kurang harmonis antar gigi, rahang serta wajah secara keseluruhan (Proffit, 1986). Menurut Mc Coy yang termasuk keadaan maloklusi adalah : Gigi-gigi berada pada keadaan malposisi Perkembangan bentuk lengkung gigi yang abnormal Relasi lengkung gigi yang tidak harmonis Perkembangan rahang atas dan rahang bawah yang abnormal Kombinasi kelainan ras, termasuk kelainan yang disebabkan karena faktor kongenital seperti celah bibir dan celah langit-langit 2.1.2. Etiologi Maloklusi (Salzmann, 1974) Prenatal Genetik: diteruskan melalui gen, dapat atau tidak dapat terlihat pada waktu lahir Diferensiasi: terjadi pada tubuh sebelum fungsi embrio pada tingkat perkembangan Umum atau konstitusional: berakibat pada seluruh tubuh termasuk daerah dentofasial. Lokal atau dentofasial: hanya berakibat pada wajah, rahang dan gigi saja Kongenital: dapat herediter atau dapatan, tetapi telah ada sejak lahir Postnatal Perkembangan umum Abnormalitas atau pertumbuhan yang relatif pada daerah dentofasial Hipo- atau hipertonisistas dari otot yang berpengaruh pada perkembangan dentofasial dan fungsi Penyakit pada masa anak-anak, penyakit gangguan nutrisi, penyakit karena gangguan endokrin dan gangguan metabolik lainnya yang berefek pada pertumbuhan dentofasial. Radiasi dan radioterapi dari ibu atau fetus yang dikandungnya dapat menyebabkan celah orofasial dan abnormalitas cephalic serta abnormalitas gigi pada keturunannya 2.1.3 Jenis Maloklusi Maloklusi dapat digolongkan menjadi tiga jenis: Dental dysplasia, memiliki ciri-ciri: Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain. Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal Keseimbangan muka dan fungsi normal Perkembangan muka dan pola skeletal baik Contohnya, kurang tempatnya gigi dalam lengkung oleh karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besar, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan sebagainya. Skeletal displasia Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada : Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium. Hubungan rahang atas dan rahang bawah Posisi gigi dalam lengkung gigi normal Skeleto-Dental dysplasia Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut. 2.1.4 Kelainan Dentoskeletal Kelainan dentoskeletal dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : Kelainan fasial yang cukup dirawat dengan perawatan orthodonti saja Kelainan dentofasial dengan diskrepansi skeletal ringan atau sedang yang masih dapat dirawat dengan kompensasi dental dan memandu pertumbuhan Kelainan dengan maloklusi dan diskrepansi skeletal sedang sampai berat yang harus dirawat dengan kombinasi perawatan orthodonti dan bedah orthognati Bila kategori 3 dirawat hanya dengan perawatan orthodonti berupa kompensasi dental seringkali menimbulkan masalah lain termasuk relaps oklusal dan fasial, kesulitan untuk memperbaiki maloklusi secara optimal, fasial imbalance kelainan periodontal, airway space tidak adekuat dan ketidakpuasan pasien. Sebaliknya, perawatan kategori 2 dengan perawatan kombinasi juga merupakan kesalahan, kecuali jika pasien menginginkan perubahan wajah yang tidak akan tercapai dengan kompensasi dental, atau kompensasi dental akan menyebabkan perubahan wajah yang tidak diinginkan oleh pasien. Pada hal-hal tersebut di atas, semua pilihan harus diperlihatkan dan diterangkan kepada pasien. Kelainan dentoskeletal atau sering disebut juga kelainan dentofasial bisa ditinjau dalam dua aspek, maksila dan mandibular. Deformitas maksila dapat diklasifikasikan antara lain : Maksila protrusif – pertumbuhan yang berlebih dalam arah horisontal dalam molar, kadang-kadang dengan protrusi mandibula (protrusi bimax) Defisiensi anteroposterior (AP) Maksila. Pertumbuhan maksila yang tidak adekuat dalam arah anterior – kelas III Kelebihan Maksila Vertikal. Pertumbuhan berlebih alveolus maksila dalam arah inferior – penampakan gigi dan gingival yang berlebihan, ketidakmampuan bibir menutup tanpa ketegangan pada otot mentalis Defisiensi Maksila Vertikal. Penampakan edentulous yang menunjukkan tidak ada gigi, gigitan dalam pada mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah bagian bawah yang pendek Defisiensi Maksila Transversal. Etiologi : Kongenital, pertumbuhan, traumatik, dan iatrogenik, misalnya etiologi pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang terbatas yang disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal; Celah Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi transversal AP Adapun ciri klinis prognatism maksila adalah hubungan molar bisa berupa hubungan Kelas II, pasien memiliki profil yang cembung, overbite yang meningkat serta kurva Spee yang berlebihan, pasien mungkin memiliki bibir atas hipotonis yang pendek yang mengakibatkan penutupan bibir yang buruk, kebanyakan pasien memiliki aktivitas otot yang abnormal. Misalnya aktivitas otot buccinator yang abnormal yang mengakibatkan lengkungan rahang atas yang konstriksi dan sempit yang menimbulkan gigitan terbalik posterior dan otot mentalis hiperaktif. Gigitan terbuka anterior skeletal memiliki tinggi wajah bagian bawah meningkat. Bibir atas yang pendek dengan penampakan dari gigi insisivus RA yang berlebihan dan sudut mandibular plane yang curam. Pasien sering memiliki wajah yang panjang dan sempit. Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan: mandibula yang berotasi ke bawah dan ke depan; pada beberapa pasien, dapat terlihat tipping ke depan dari basis skeletal rahang atas. Ciri-ciri umum yang lain adalah peningkatan vertikal maksila. Defesiensi maksila transversal. Gigitan saling posterior unilateral atau bilateral. Gigi-gigi yang berjejal, rotasi, dan bergeser ke bukal atau palatal. Bentuk lengkungan maksila yang sempit dan lonjong-lengkung berbentuk jam pasir yang tinggi, berlapis datar. Deformitas ini merupakan deformitas skeletal yang paling sering berkaitan dengan hipoplasia vertikal dan anteroposterior maksila. Deformitas mandibula meliputi: Kelebihan AP mandibula (hyperplasia) Defisiensi AP mandibula (hypoplasia) Asimetri AP mandibula (pergeseran garis tengah mandibula secara klinis). Prognatism Mandibula sendiri memiliki ciri klinis yaitu hubungan molar mungkin hubungan kelas III, pasien biasanya memiliki profil yang konkaf, gigitan terbalik posterior akibat lengkungan rahang atas yang sempit dan pendek tapi dengan lengkungan rahang bawah yang lebar, dan pasien dengan peningkatan tinggi intermaksilla dapat mengalami gigitan terbuka anterior. Tapi beberapa pasien juga dapat menunjukkan terjadinya gigitan dalam (deep bite). Gigitan dalam skeletal biasanya berasal dari genetik. Rotasi mandibula ke depan dan ke atas dengan atau tampa inklinasi maksilla ke bawah dan ke depan mengakibatkan terjadinya gigitan dalam skeletal ini. Gigitan dalam skeletal juga mengalami penurunan tinggi wajah interior, pola pertumbuhan wajah horizontal dan celah interoklusal yang kurang (free way space). Pemeriksaan sefalometrik menunjukkan bahwa sebagian besar dari permukaan-permukaan sefalometrik horizontal misalnya mandibular plane, FH plane, SN plane, dan seterusnya saling paralel satu sama lain. Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi : Sindrom Wajah Pendek. Brachyfacial – defisiensi pertumbuhan wajah bagian bawah dalam hal dimensi vertikal, kelas II oklusal plane mandibula yang rendah dengan defisiensi AP mandibula, kadang-kadang dengan defisiensi maksila vertical Sindrom Wajah Panjang. Dolicofacial – tinggi wajah bagian bawah berlebih, sudut oklusal dan mandibular plane meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan maksila vertikal dengan hipoplasia mandibular Apertognatia. Sering dengan sindrom wajah Panjang – Asimetri wajah bagian bawah. Sedangkan deformitas dagu, terdiri dari Makrogenia dan Mikrogenia. Penelitian terhadap stabilitas hasil, pergerakan temporomandibular joint, aspek psikologis dan pergerakan lidah telah menyebabkan perbedaan dari 5 deformitas dentofasial yang ditetapkan dari masing-masing deformitas: Prognati mandibular Prognati mandibula dengan open bite Defisiensi mandibula dengan sudut plane mandibula yang normal atau rendah Defisiensi mandibula relatif dengan sudut plane mandibula yang tinggi Defisiensi mandibula absolut dengan sudut plane mandibula yang tinggi Disgnati adalah salah satu keadaan deformitas dentofasial atau dentoskeletal yang merupakan ketidakseimbangan ukuran, bentuk dan fungsi gigi dan rahang atas maupun bawah; menyebabkan kelainan fungsi sistem stomatognati; menyebabkan kelainan estetik wajah, dan dapat disertai dengan kelainan psikologis. Secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Disgnati Kelas I Secara klinis relasi molar, kaninus, dan skeletal adalah neutrooklusi, sehingga pasien kelas ini tidak memerlukan perawatan bedah ortognati. Keluhan yang terjadi pada kasus disgnati kelas I antara lain open bite, deep bite, dan protrusi gigi insisivus maksila. Namun secara skeletal tidak terdapat masalah relasi maupun fungsi. Disgnati Kelas II Keadaan skeletal kelas II dimana posisi maksila lebih anterior dibanding mandibula. Keadaan Gigi: Gigi anterior RA terlalu ekstrusi, lebih panjang dari mahkota atau ekspos lebih dari 3 mm waktu relaks. Disertai dengan ekspos gigi lebih dari 3 mm waktu relaks. Gigi anterior RB sebagian besar/seluruhnya tertutupi gigi atas (deep bite) Keadaan Fasial: Profil wajah cembung Tulang pipi terlihat besar Ekspos gigi anterior RA lebih dari 3 mm Skeletal: Protrusi maksila dengan/dengan tulang alveolar dan gigi Protrusi bimaksiler Retrusi mandibula Disgnati Kelas III Keadaan skeletal kelas III dimana posisi mandibula lebih anterior dibanding mandibular Keadaan Gigi: Gigi depan RA tidak terlihat saat keadaan relaks Gigi depan RB terlalu ke anterior Cross bite anterior Bisa disertai open bite/asimetri atau tidak Keadaan Fasial: Profil wajah cekung Wajah panjang Bisa disertai asimetri fasial Tulang pipi terlihat datar Skeletal Daerah pipi cekung karena hipoplasia maksila Sepertiga bawah wajah panjang Slanting bidang oklusi Deviasi/asimetri dagu 2.2 Temporomandibular Disorder 2.2.1 Definisi Temporomandibular disorder atau kelainan pada temporomandibular terjadi sebagai akibat dari adanya masalah pada rahang, sendi rahang, dan otot fasial disekitar rahang yang mengontrol proses pengunyahan dan pergerakan rahang. 2.2.2 Etiologi Etiologi disfungsi sendi temporomandibula sampai saat ini masih banyak diperdebatkan dan multifaktorial. Menurut para ahli, stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi sendi temporomandibula. Faktor-faktor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu predisposisi, inisiasi, dan perpetuasi. Faktor predisposisi merupakan faktor yang meningkatkan resiko terjadinya disfungsi sendi, terdiri dari keadaan sistemik, struktural, dan psikologis. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi temporomandibula adalah rematik. Keadaan struktural yang mempengaruhi disfungsi sendi temporomandibula adalah oklusi dan anatomi sendi. keadaan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi oklusi adalah: hilangnya gigi-gigi posterior openbite anterior, overbite yang lebih dari 6-7 mm, penyimpangan oklusal pada saat kontak retrusi yang lebih dari 2 mm dan crossbite unilateral pada maksila. Berdasarkan studi melalui Electromyography keadaan psikologis yang terganggu dapat meningkatkan aktivitas otot yang bersifat patologis. Faktor Inisiasi (Presipitasi) merupakan faktor yang memicu terjadinya gejala gejala disfungsi sendi temporomandibula, misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan traumatik artritis sendi temporomandibula. Beberapa tipe parafungsi oral seperti grinding, clenching, kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, keausan gigi-gigi. Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan (postur tubuh), dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia di dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ yang lainnya. Faktor Perpetuasi merupakan faktor etiologi dalam gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar. Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, rontgen foto TMJ transkranial juga panoramik seluruh rahang, kemudian melakukan diagnosa banding. 2.2.3 Gejala Gejala yang sering ditimbulkan dari TMD ini pada umumnya adalah adanya rasa nyeri pada otot pengunyahan atau pada sendi rahang. Gejala-gejala lain yang timbul adalah sebagai berikut: Nyeri pada wajah, rahang, atau leher Kaku pada otot rahang Gerak yang terbatas atau locking pada rahang Kliking yang nyeri, popping atau grating pada sendi rahang ketika membuka dan menutup mulut Perubahan saat gigi atas dan bawah berkontak 2.2.4Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang mengeluhkan nyeri temporomandibular adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiografi yang fokus pada gambaran TMJ. Anamnesis Pengambilan riwayat penyakit diawali dengan keluhan utama pasien, diiringi dengan lokasi, kualitas dan keparahan, besarnya nyeri, waktu terjadinya nyeri, keadaan yang memicu nyeri, dan manifestasi lainnya. Dapat pula ditanyakan keadaan lain yang berhubungan dengan keluhan, seperti adanya sakit kepala, keterbatasan membuka mulut, dan maloklusi, yang dapat menunjukkan penyebab dari TMD. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan ekstraoral dan intraoral. Pemeriksaan TMD termasuk ke dalam pemeriksaan ekstraoral, dan hal yang ditinjau adalah adanya pembengkakan, lokasi pembengkakan, dan tes auskultasi untuk meninjau bunyi saat pergerakan sendi seperti kliking atau krepitasi. Perhatikan pula ukuran normal pembukaan mandibular, yaitu sekitar 45 mm ke arah vertikal dan 10 mm protrusif dan lateral. Pembukaan tersebut juga normalnya memiliki pola gerakan yang lurus dan simetris. Radiografi Teknik radiografi yang dapat dilakukan adalah panoramik, tomografi, CT scan, dan MRI. Radiografi panoramik dinilai memiliki kualitas yang cukup karena dapat membandingkan penampilan kedua sisi TMJ dalam satu gambar, namun teknik tomogram dapat digunakan apabila membutuhkan gambaran TMJ yang lebih detil. 2.2.5Hubungan Maloklusi dengan TMD Orang dewasa dengan maloklusi parah hampir seluruhnya mengeluhkan kesulitan mengunyah, dan setelah perawatan orthodonti, pasien biasanya mengatakan bahwa masalah pengunyahan mereka terperbaiki secara signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara efisiensi pengunyahan dengan fungsi rahang, dan salah satu yang berperan dalam menjalankan fungsi pergerakan rahang adalah temporomandibular joint. Hubungan antara maloklusi dan TMD dimanifestasikan dengan nyeri pada dan sekitar TMJ. Nyeri biasanya disebabkan karena perubahan patologis di sekitar TMJ, tapi lebih sering disebabkan karena kelelahan dan ketegangan otot. Nyeri otot selalu dikaitkan dengan riwayat keluhan clenching atau grinding pada gigi sebagai respon terhadap situasi stress, atau karena posturing mandibular ke posisi anterior atau lateral secara konstan. Beberapa dokter gigi telah mengusulkan bahwa penyimpangan oklusi, meskipun sedikit, dapat menjadi pemicu clenching dan grinding. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan dan penyempurnaan oklusi pada semua orang, untuk menghindari kemungkinan berkembangnya nyeri otot fasial. Salah satu tipe maloklusi yang berhubungan erat dengan TMD adalah crossbite posterior. Namun demikian, TMD tidak hanya dipengaruhi oleh maloklusi saja, melainkan oleh faktor-faktor lainnya seperti stress yang dapat menyebabkan masalah nyeri otot pengunyahan semakin parah. Oleh karena itu, maloklusi yang menyebabkan nyeri otot perlu diperbaiki dengan terapi orthodonti, namun perlu pula dilihat bahwa nyeri tersebut disebabkan oleh maloklusi saja atau juga karena adanya proses patologis pada TMJ. 2.2.6 TMD Sebagai Alasan Perawatan Orthodonti Nyeri temporomandibular lebih banyak dijadikan faktor motivasi bagi pasien dewasa yang menginginkan terapi orthodonti dibandingkan anak-anak. Terapi orthodonti dapat membantu pasien dengan TMD, namun tidak dapat diandalkan sepenuhnya karena TMD dapat disebabkan karena adanya faktor lain seperti kondisi patologis internal seperti displacement. Oleh karena itu, perawatan TMD tetap harus dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Perawatan orthodonti sendiri tetap dapat membantu dalam mengurangi gejala nyeri pada pasien TMD yang disertai maloklusi. 2.2.7 Perawatan Perawatan nyeri dan disfungsi temporomandibular dapat dilakukan dengan teknik bedah dan juga teknik nonbedah, berdasarkan pada klasifikasi dan etiologi TMD. Perawatan bedah kebanyakan dilakukan pada kasus TMD yang disebabkan oleh faktor anatomi atau kondisi patologis internal. Metode yang dilakukan di antara: Reposisisi diskus Perbaikan atau penggantian diskus Condylotomi Arthocentesis Arthroscopy Joint replacement Pada kasus ini, TMD disebabkan karena maloklusi, dan oleh karena itu hanya dibutuhkan terapi inisial yang bersifat noninvasif untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan, di samping juga dengan memperbaiki penyebab TMD yaitu keadaan maloklusi. Terapi inisial bertujuan untuk mengurangi inflamasi pada otot dan sendi, dan memperbaiki fungsi rahang. Edukasi Pasien Pasien terlebih dahulu diberikan informasi mengenai keadaan yang diderita, beserta prognosis dari nyeri dan disfungsi. Klinisi menjelaskan bahwa nyeri dapat timbul dalam kondisi tertentu, namun kondisi tertentu tersebut juga dapat dicegah oleh pasien, seperti dengan cara menghindari stress, menghentikan kebiasaan buruk seperti menggigit jari atau bibir, dan modifikasi makanan terutama makanan keras. Medikasi Medikasi yang diberikan dipilih berdasarkan fungsi dan manfaat obat yang dibutuhkan. Obat-obat yang dapat diberikan di antaranya adalah obat NSAID sebagai antiinflamasi (ibuprofen, aspirin, naproxen), analgesik (acetaminophen), muscle relaxant (Diazepam, carisoprodol), bahkan juga antidepresan (amitriptyline) untuk mengurangi stress dan mengurangi bruxism serta nyeri otot. Terapi fisik Terapi fisik yang dapat diberikan pada pasien TMD di antaranya adalah latihan pergerakan, latihan relaksasi, latihan bicara, latihan peregangan, dan pijat. Latihan pembukaan mulut dibutuhkan untuk memperbesar kemampuan pergerakan karena keterbatasan pergerakan mandibular dapat menyebabkan masalah TMJ dan otot pengunyahan. Terapi splint Terapi splint biasanya diberikan pada pasien yang mengalami derangement posisi condylus dan diskus. Secara umum, bagi semua pasien orthodonti, baik melibatkan bedah orthognati atau TMJ, restoratif akhir dan prostetik adalah tahap akhir dari tahapan perawatan. Terapi TMD inisial dapat dilaksanakan terlebih dahulu supaya memberikan pasien kenyamanan selama fase bedah dan orthodonti. Tahap akhir rehabilitasi oklusal dapat dilakukan setelah tercapai relasi dentoskeletal akhir yang diinginkan melalui bedah orthodonti. 2.3 Crossbite Crossbite adalah ketika gigi atas dan gigi bawah tersusun berlawanan dari susunan normal yang tepat. Jika lengkungan atas dari gigi terlalu sesak, maka gigi pada rahang atas menjadi tidak sesuai lagi dengan gigi pada rahang bawah. Hal ini dapat menyebabkan masalah ketika makan dan mengunyah karena gigi geligi tidak seharusnya tersusun seperti itu. Hal ini hampir selalu dihubungkan dengan buruknya bentuk dan barisan lengkungan gigi. Lengkungan atas seringnya sempit dan tajam sedangkan lengkungan bawah seringnya lebar dan berlebih. Lengkungan yang ideal ditunjukkan dengan seluruh permukaan oklusal gigi atas hanya bertemu dengan permukaan oklusal gigi bawah antagonisnya. Pada lengkungan yang sempit satu sisi bisa bergeser menjadi crossbite yang sekarang bersesuaian dengan bagian dalam gigi bawah. Hal ini bisa terjadi pada satu bagian (unilateral) atau bilateral dimana crossbite terjadi dikedua sisi. Akibat dari hal ini terutama adalah menonjolkan kepadatan gigi yang ada. Crossbite dapat mempengaruhi posisi mandibula kedalam atau keluar dari jalur pengunyahan. Selama masa pertumbuhan hal ini dapat berjalan tidak simetris. Crossbite hampir selalu dihubungkan dengan alergi hidung yang menyebabkan bagian dalam hidung tumbuh berlebihan / membesar. Pasien merubah pernafasan hidung normal menjadi pernafasan mulut. Menjaga mulut terbuka setiap saat untuk bernafas menyebabkan sejumlah masalah gigi termasuk pertumbuhan vertikal berlebihan (long face syndrome), mulut kering dan beberapa jenis maloklusi. Crossbite pada umumnya dapat terjadi pada gigi belakang maupun gigi depan. Hal ini juga dapat mengenai satu gigi maupun seluruh gigi. 2.3.1 Definisi Crossbite adalah maloklusi gigi dimana gigi mandibulanya berada pada versi bukal, secara unilateral, bilateral / hanya melibatkan sepasang gigi yang berhadapan, sehingga permukaan oklusal yang berhadapan tidak berada dalam kontak oklusi yang wajar. 2.3.2 Sinonim Jaw deformity 2.3.3 Etiologi Genetik Pertumbuhan abnormal letak gigi dan rahang Sebagian orang mempertahankan gigi susunya terlalu lama sehingga gigi permanen mereka tumbuh dibelakang gigi susunya, menjadi seperti lengkung kedua gigi. Jika hal ini terjadi pada gigi permanen rahang atas depan dapat terputar kedudukannya dibelakang gigi depan bawah ketika mengunyah. Hal ini dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) atau kedua sisi (bilateral). Faktor kebiasaan ketika masih kecil. Pernafasan mulut pada anak-anak dapat juga memacu perkembangan crossbite. Normalnya, anak-anak bernafas melalui hidung mereka; mulut tertutup dan lidah terletak di palatum. Posisi lidah ini sangat penting karena dapat menyebabkan rahang atas tumbuh keluar ke arah lateral, atau menyamping daripada yang seharusnya. Anak-anak yang memiliki adenoid dan tonsil besar cenderung bernafas hampir secara khusus melalui mulut mereka, khususnya ketika tidur. Mendengkur adalah gejala yang lain. Ketika anak-anak dipaksa untuk bernafas melalui mulut mereka setiap saat, lidah mereka akan jatuh dari palatum. Dan pertumbuhan bagian samping dari rahang atas menjadi tidak sesuai. Crossbite juga bisa disebabkan oleh kebiasaan menghisap jari / ibu jari atau menghisap dot. 2.3.4 Klasifikasi Anterior Crossbite Istilah ini digunakan ketika gigi depan pasien menutup dengan cara yang salah dengan incisivus atas berada di belakang incisivus bawah dimana seharusnya berada di depan. Keadaan ini kadang-kadang terlihat seperti scissors bite. Gigi atas seharusnya berada bersesuaian (atau didepan) gigi bawah. Ketika terjadi sebaliknya, maka akan muncul masalah. Anterior crossbite melibatkan satu atau lebih gigi bagian depan. Pada pasien dengan anterior crossbite seringkali menggeser rahang bawahnya pada posisi yang tidak biasanya namun lebih nyaman ketika mereka menutup giginya secara bersamaan. Inilah yang disebut dengan pergerseran mandibular. Anterior crossbite dapat dikoreksi dengan peralatan yang difiksasi ataupun yang removable. Crossbite juga dapat dikoreksi dengan braces (kawat gigi). Biasanya waktu terbaik untuk mengkoreksi crossbite ini adalah secepat yang memungkinkan. Posterior Crossbite Jika lengkungan atas dari gigi terlalu sesak, seperti kita ketahui menjadi huruf “V” yang sempit dibandingkan huruf “U” yang lebih lebar, maka gigi pada rahang atas menjadi tidak sesuai lagi dengan gigi pada rahang bawah. Jika gigi bagian belakang yang bersilangan hal ini disebut posterior crossbite. Pada lengkungan yang sempit satu sisi bisa bergeser manjadi crossbite yang sekarang bersesuaian dengan bagian dalam gigi bawah. Hal ini bisa terjadi pada satu bagian (unilateral) atau bilateral dimana crossbite terjadi dikedua sisi. 2.3.5 Perawatan Perawatan ortodontik untuk mengkoreksi crossbite pada anak-anak harus dimulai sedini mungkin. Jika pembesaran tonsil dan kelenjar adenoid adalah akar permasalahannya, maka tonsil dan kelenjar adenoid harus diangkat terlebih dahulu sebelum perawatan dimulai. Crossbite hampir selalu tidak bisa dikoreksi dengan sendirinya selama masa pertumbuhan. Hal ini dapat mengenai gigi susu maupun gigi permanen. Jika seluruh bagian dari pertumbuhan gigi susu mengalami crossbite, ada kemungkianan bagi gigi permanen yang mulai erupsi pada usia 6 tahun untuk mengalami crossbite juga. Bilateral crossbite biasanya cukup parah. Tindakan untuk memperbaikinya sangat dianjurkan. Terapi dapat dilakukan pada semua usia mulai dari anak yang belum sekolah hingga usia dewasa. Terapi yang dilakukan biasanya terdiri dari melakukan pemanjangan lengkungan gigi bagian atas kembali ke bentuk “U” beserta penyesuaian gigi sebagaimana mestinya mengikuti ruangan yang menjadi lebih besar untuk mengurangi kepadatannya. Pemanjangan seperti ini merupakan bagian dari perawatan ortodonti yang luas. Ada tersedia berbagai alat ortodonti yang bisa digunakan untuk memperbaiki posterior crossbite dan hanya diperlukan beberapa bulan perawatan saja. Walaupun crossbite sudah dapat terkoreksi pasien biasanya harus tetap membiarkan alat ortodonti tersebut selama beberapa bulan lagi supaya tidak kembali seperti sebelum diperbaiki. Pemakaian alat yang difiksasi dianggap hal yang aneh dimana pasien atau orangtuanya harus menggunakan kunci untuk menggeser sekrup yang ada sedikit demi sedikit setiap harinya. Quad Helix mungkin menjadi pilihan karena merupakan jenis alat yang dilengkapi suatu per / pegas sehingga pasien atau orangtuanya tidak perlu melakukan apapun. Alat mana yang dipakai itu tergantung atau sesuai dengan kasusnya masing-masing. Tersedia juga alat yang dapat dilepas dengan mudah seperti Retainers. Namun kepatuhan pasien menjadi unsur terpenting yang diperlukan. 2.4 Perawatan Bedah Ortognatik Perawatan maloklusi secara ortodonti tidak selalu berdiri sendiri melainkan dapat berkoordinasi dengan perawatan pembedahan. Keadaan ini terjadi apabila perawatan ortodonti gagal atau adanya keparahan dari hubungan dentofasial yang anomali. Pembedahan ortognatik adalah tindakan untuk mengoreksi anomali skeletal atau malformasi terhadap maksila dan atau mandibula. Bedah ortognatik dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodonti agar gigi akan berada dalam posisi yang tepat dan stabil setelah operasi. 2.4.1 Tujuan Bedah Ortognatik Tujuan bedah ortognatik adalah mengkoreksi berbagai penyimpangan wajah dan rahang yang kecil dan besar, dan manfaatnya termasuk meningkatkan kemampuan mengunyah, berbicara dan bernapas. Dalam kebanyakan kasus perawatan bedah ini menghasilkan keharmonian wajah yang sempurna. 2.4.2 Indikasi Adapun indikasi bedah ortognatik antara lain: Diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah Gigitan yang dalam pada pasien yang tidak sedang bertumbuh Gigitan terbuka anterior yang parah Masalah dentoalveolar yang parah (terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi ortodontik) Situasi periodontal yang sangat lemah atau terganggu Asimetri skeletal. Kelainan sendi temporomandibular Kelainan sendi rahang (TM-Joint): sakit pada sendi rahang (TM-joint pain), menyebabkan sakit kepala oleh karena problem sendi dan tidak tepatnyya posisi gigitan rahang atas dan bawah (oklusi).  Disoklusi Kelainan Pengucapan Pre Prostetik Hambatan Psikologis 2.4.3 Kontraindikasi Pada saat masa pertumbuhan belum selesai Penyakit yang melibatkan neuromuskuler wajah, misalnyahemifacial microsomia Penyakit yang melibatkan status mental Pada kondisi kesehatan umum, semua intervensi bedah dikontraindikasikan. Ketika keseimbangan keuntungan dan kerugian tidak langsung mengarah pada keputusan untuk merawat pasien dengan bedah orthodonsi, seseorang dapat memutuskan untuk menunda perawatan. Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat perlunya untuk perawatan, maka model plaster bisa diambil, memungkinkan penilaian perubahan di kemudian hari. Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang lengkap sebelum dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah perlakuan dari defisiensi mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang dapat ditangani dengan osteotomi sagital split atau osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan selesai. Alasan keuangan juga dapat menjadi keputusan untuk tidak melakukan bedah ortodontik pada saat itu. 2.4.4 Vertical Ramus Osteotomy Osteotomy dapat diartikan sebagai insisi atau transeksi tulang secara bedah. Osteotomi ramus vertikal merupakan osteotomy yang meluas dari sigmoid notch yang terletak secara vertikal di belakang foramen IAN ( inferior alveolar nerve) hingga batas inferior atau sudut mandibula. Gambar 2. Perbedaan panjang osteotomy pada vertical subcondylar osteotomies (VSOs). (sumber: Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC Decker.) Osteotomi ini pada mulanya dilakukan secara ekstraoral, namun dengan perkembangan pisau bedah, dengan tangkai yang panjang, dan retraksi yang adekuat, maka osteotomi secara intraoral dapat dilakukan. Indikasi Kegunaan VRO terbatas pada deformitas yang membutuhkan penyesuaian kelebihan horizontal mandibula, atau rotasi untuk mandibula yang asimetris. Robinson dan Lytle menyatakan bahwa osteotomi ini dapat digunakan untuk kemajuan mandibular (mandibular advancement), namun secara umum rekomendasi ini tidak dapat diterima karena stabilitasnya dipertanyakan. Hall dan McKenna kemudian menghidupkan kembali indikasi ini untuk kemajuan minor (minor advancement) sebesar 2 – 3 mm. Teknik Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu dilakukan analisis foto panoramic dan foto kepala dari arah lateral untuk mengetahui posisi foramen alveolar inferior terhadap tepi inferior mandibula. Insisi dibuat pada mukosa dari tepi anterior ramus hingga daerah molar pertama. retraktor kemudian diletakan di sekitar batas posterior, pada waktu yang bersamaan, jaringan diretraksi secara lateral untuk memperoleh akses sehingga oscillating saw dapat digunakan. Pertama-tama dibuat osteotomy line pada korteks lateral. Garis ini kemudian diperiksa, dimana posisinya relative terhadap sigmoid notch, batas posterior, dan sudut. Pemotongan dibuat tidak lebih dari 5-7mm. kemudian dilanjutkan melalui korteks medial, dimulai dari bagian tengah ramus. Ini kemudian dibawa ke arah superior menuju sigmoid notch dan berakhir pada batas inferior. Gambar. Osteotomi vertikal subkondilar secara intraoral. (A) Eksposur tulang. (B) Vertical Ramus Osteotomy. (C) Peletakkan fragmen proksimal tampak lateral. (sumber: Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC Decker.) Fiksasi tulang dengan menggunakan kawat atau plat tidak diperlukan, namun demikian beberapa ahli bedah merekomendasikannya. Setelah posisi yang diharapkan diperoleh, dilanjutkan dengan irigasi. Mukosa kemudian dijahit dengan menggunakan benang yang dapat diserap tubuh (absorbable suture). Pasien di fiksasi selama 6 sampai 8 minggu. Radiografi pasca bedah dilakukan sesegera mungkin untuk memastikan kondilus tidak dalam posisi yang salah. Pergeseran tipis kondilus ke bawah dan ke depan umum terjadi dan akan teratasi selama fiksasi. 2.4.5 Sagittal split osteotomy Sagital split osteotomy digunakan untuk mereposisi mandibular dalam arah anterior atau posterior. Prosedur bedah ortognati ini dilakukan melalui insisi di intraoral dan diberikan screws atau plates secara internal untuk memantapkannya. Kekurangan dari prosedur ini adalah tingginya kemungkinan insidensi kehilangan fungsi sensori utama pada bibir bawah sebagai akibat dari rusaknya nervus alveolar inferior saat prosedur pembedahan. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 1 Sagital split osteotomy. Pergeseran mandibula ke posterior akan menyebabkan mandibula rotasi searah jarum jam. 2.4.6 Genioplasty Genioplasty disebut juga chinplasty atau corticotomy. Genioplasti tidak memberikan pengaruh terhadap oklusi gigi, tetapi pembedahan ini dilakukan untuk mengkoreksi wajah dengan mengurangi atau merapihkan kedalaman dan tonjolan dagu. Pembedahan ini bisa dilakukan untuk mendapatkan kesimetrisan dagu. Genioplasti dilakukan dengan insisi pada lower labial sulcus. Pada pembedahan ini dapat digeser ke anterior dan dikurangi tingginya dalam arah vertikal kecuali ke posterior. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 2 Genioplasty/Chinplasty/Corticotomy 2.5 Perawatan Ortodontik Cekat Perawatan ortodontik cekat atau fixed orthodontic adalah alat orthodonti yang dicekatkan langsung pada gig dan biasanya terdiri dari bracket, band, archwire, elastics, o ring dan power chain. 2.5.1 Indikasi Untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi hambatan sosial yang disebabkan oleh penampilan wajah atau dental yang tidak dapat diterima. Meningkatkan estetika penampilan wajah dan dental yang sudah diterima, tapi dia menginginkan agar penampilannya tampak lebih cantik Mempertahankan proses perkembangan normal sebisa mungkin Memperbaiki fungsi rahang dan mengkoreksi masalah yang berhubungan dengan gangguan fungsional Mengurangi pengaruh trauma oklusi Memudahkan perawatan dental yang lain, misalnya dalam perawatan orthodonti 2.5.2 Kontraindikasi OH buruk Kelainan atau ada masalah periodontal Pasien-pasien yang kurang kooperatif 2.5.3 Komponen Pasif Komponen pasif adalah komponen alat ortodonti cekat yang tidak mampu menggerakkan gigi tetapi menyediakan perlekatan komponen lain pada gigi atau mempertahankan/menahan komponen aktif pada alat ortodonti. Komponen pasif terdiri dari: Bands Band adalah alat perlekatan yang terbuat dari logam yang disemenkan pada gigi secara satuan dan menyediakan tempat untuk perlekatan komponen lain seperti buccal tubes, lingual buttons, dll. Komponen-komponen lain ini dapat dilas atau dipatrikan pada bands. Bands dapat dibuat custom/dipesan secara individual untuk gigi atau dipilih dari ukuran yang beragam yang tersedia di pasaran untuk berbagai jenis gigi. Pelekatan bands lebih ditujukan pada gigi yang akan menerima gaya yang berlebih, seperi molar rahang bawah, premolar rahang bawah, molar kedua rahang atas atau gigi anterior pada oklusi cross-bite. Perlekatan band dapat juga dilakukan pada gigi yang memilki restorasi logam yang besar (secara struktural lemah) atau memilki protesa logam/mahkota logam (sulit dilakuakn bonding). Brackets Bracket didefinisikan sebagai alat yang dirancang secara horizontal untuk memberikan support komponen lain dan terbuka pada satu sisi (biasanya pada sisi vertikal atau horizontal). Brackets ada bermacam tipe bergantung pada teknik yang digunakan. Brackets dapat dilas pada bands yang disemenkan secara individual pada gigi atau bracket dapat juga dibonding. Bonding brackets memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding menggunakan band. Buccal tubes Buccal tubes adalah tube horizontal yang berlubang, berbentuk bulat, persegi, atau oval. Komponen ini biasanya digunakan pada molar dan membantu menyediakan kontrol tiga dimensi yang lebih baik pada gigi molar tersebut. Komponen ini dapat diklasifikasikan menjadi: Klasifikasi berdasarkan cara perlekatan Buccal tubes dilas : buccal tubes yang dilas pada bands. Buccal tubes dibonding : buccal tubes yang dibonding secara langsung pada gigi. Klasifikasi berdasarkan bentuk lumen Bulat Oval Persegi Klasifikasi berdasarkan jumlah tube Satu tube/single Dua tube/ Double, dugunakan untuk alat headgear atau kawat. Tiga tube/ triple, 2 persegi, dan satu bulat besar untuk alat headgear atau lip bumper. Klasifikasi berdasarkan teknik Begg tube, tube dengan bentuk bulat atau oval. Edgewise tube Preadjusted edgewise Lingual attachment Komponen ini merupakan perlekatan aksesoris selain bracket dan tube yang ditempatkan pada aspek lingual gigi dengan cara diberikan bonding atau pada band dengan cara dilas. Lingual buttons Lingual buttons adalah button/kancing dengan bermacam bentuk untuk perlekatan elastik atau elastomerik. Base yang rata untuk bagian tengah molar, dasar melengkung untuk penempatan mesial atau distal pada molar, dan dasar yang sangat melengkung untuk gigi premolar. Lingual seating lugs Alat ini membantu kedudukan/seat dari bands. Berbentuk flat untuk gigi anterior dan molar serta berbentuk melengkung cuspids dan bicuspids. Lingual eyelets Lingual eyelets digunakan untuk mengikatkan benang elastik atau ligature wires. Alat ini berlubang di tengah dan dilas pada kedua sisi. Lingual cleats Alat ini digunakan pula untukperlekatan elastik atau elastomerik. Lingual sheaths Lingual elastilugs Lingual ball hooks Ball hooks dibangun di atas braket (panah biru) memberikan stabilitas. Tipe lain yaitu T pins dan K(Kobayashi) hooks (panah putih atau metode lain untuk memberikan perlekatan secara langsung di atas bracket. Lock pins Lock pins digunakan untuk menghubungkan atau mengikutsertakan archwire ke dalam vertical slot pada Begg bracket. Ligature wires Ligature wires adalah kawat stainles steel soft dengan diameter 0.008 sampai 0.01 inchi. Kawat ini digunakan untuk ligasi/mengikat arch-wire di bracket atau mengikat segmen-segmen gigi bersama-sama. 2.5.4 Komponen Aktif Separator Separator berfungsi untuk menciptakan ruangan antara 2 gigi yang berdekatan, nantinya disana akan dipasang band. Ada beberapa jenis separator, yaitu Brass wires Kesslying separator Ring separator Dumb-bell separator Arch wire Arch wire adalah kawat busur yang berupa lengkung kawat yang dipasang pada slot bracket dan dimasukan pada tube bukal. Elastic dan Elastomeric Elastic dan elastomeric digunakan untuk memperbaiki open bites, cross bites dan inter-arch relationship. Terdiri dari simple elastics, elastic change, elastic thread dan elastic modules. Spring Spring berfungsi untuk menghasilkan gaya untuk pergerakan gigi. Spring bisa digunakan untuk membuka ruang ataupun untuk menutup ruang. Jenis-jenis spring, yaitu Uprighting spring : menggerakan akar ke arah mesial atau distal. Torquing spring : menggerakan akar ke arah lingual atau labial. Open coil spring : menggerakan gigi agar tercipta ruangan. Closed coil spring : menggerakan gigi akan ruangan tertutup. Magnet Magnet digunakan dalam perawatan ortodontik cekat, berfungsi untuk menyempurnakan penutupan semua ruang. Magnet yang digunakan adalah magnet samarium cobalt dan magnet neodymium iron boron. 2.6 Batasan Kelainan Dentoskeletal Yang Masih Dapat Ditangani Dengan Perawatan Ortodontik Batasan penggunaan perawatan ortodonti disesuaikan dengan tujuan, indikasi dan kontraindikasinya. Tujuan : Menghilangkan susunan gigi berjejal Mengoreksi penyimpangan rotasional dan apical dari gigi geligi Mengoreksi hubungan antar insisal Menciptakan hubungan antar tonjol bukal yang baik Penampilan wajah yang menyenangkan Hasil akhir stabil Indikasi : Jika posisi gigi sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi oklusal dari mandibula Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan jaringan lunak Jika gigi berjejal dan tidak teratur menyebabkan faktor predisposisi dari penyakit periodontal/penyakit gigi Jika penampilan pribadi kurang baik akibat posisi gigi Jika posisi gigi menghalangi proses bicara yang normal Kontraindikasi : Jika prognosa dari hasil perawatan tersebut jelek sebab pasien kurang/tidak kooperatif Jika perawatan hanya untuk memperpanjang waktu saja (jika perawatan ditunda sampai gigi bercampur/gigi permanen) hasilnya sama saja Jika perawatan akan mengakibatkan perubahan bentuk gigi Jika perawatan akan mengganggu proses erupsi gigi permanen Kelainan skeletal yang memiliki prognosa baik dengan perawatan ortodonti : Ukuran wajah pendek sampai sedang Diskrepansi rahang dalam arah anteroposterior ringan Crowding <4-6 mm Jaringan lunak normal Tidak ada kelainan skeletal dalam arah transversal Kelainan skeletal yang memiliki prognosa buruk dengan perawatan ortodonti : Ukuran wajah panjang dalam arah vertikal Diskrepansi rahang dalam arah anteroposterior sedang-berat Crowding >4-6 mm Kelainan pada jaringan lunak Kelainan skeletal dalam arah transversal RENCANA PERAWATAN Kelainan tumbuh kembang pasien menyebabkan pasien mengalami maloklusi kelas 3 tipe 3. Maloklusi yang dialami pasien adalah maloklusi dentoskeletal. Kelainan ini dapat diperbaiki dengan bedah ortognatik. Bedah ortognatik adalah tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan untuk meluruskan atau membentuk rahang sehingga diperoleh bentuk rahang yang selaras atau normal. Melalui tindakan bedah ortognatik akan dapat diperoleh pergerakan tulang skeletal yang tidak mungkin dilakukan melalui perawatan ortodontik. Tulang rahang beserta gigi-gigi akan dapat diubah posisinya sehingga dapat diperoleh posisi rahang sesuai dengan letak yang dikehendaki. Oleh karena rahang dapat terletak baik sesuai dengan norma ukuran normal, gig-gigi juga akan dapat terletak normal. Gigi-gigi yang sudah terletak benar akan terletak stabil, fungsi gigitan optimal dan diperoleh letak rahang atas dan bawah yang seimbang terhadap tulang tengkorak sehingga akan dapat diperoleh bentuk wajah yang indah. Beberapa pasien mengemukakan bahwa tampilan wajahnya menjadi lebih baik, fungsi bicara dan fungsi kunyah juga dirasakan sangat berubah menjadi baik. Melalui tindakan bedah ortognatik dapat diperoleh suatu perubahan tampilan wajah secara dramatisdan dapat berpengaruh positif pada banyak sisi kehidupan seseoang.  Persiapan Bedah Ortognatik Pasien yang akan menjalani pembedahan ortognatik memerlukan beberapa persiapan atau tahapan perawatan penting: Perawatan bedah ortognatik selalu dilakukan dengan kolaborasi antara seorang ortodontis dan seorang spesialis bedah mulut dan maksilofasial. Ortodontis akan melakukan perawatan pra dan pasca ortodontik, yaitu melakukan koreksi pada gigi-gigi agar terletak baik pada lengkung rahang, sedangkan Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial akan melakukan koreksi pada tulang rahangnya.Diperlukan perawatan ortodontik prabedah, dengan maksud untuk meratakan gigi sehingga terletak baik di lengkung gigi. Jadi, seorang Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial akan melakukan perawatan bedah untuk memperbaiki bentuk rahang, tidak meratakan letak gigi-gigi di atas rahang. Diperlukan pengambilan gigi-gigi geraham ke-3 yang tertanam, oleh karena pada daerah gigi tertanam tersebut merupakan daerah yang akan dilalui untuk melakukan pemotongan rahang, baik di rahang atas maupun bawah. Tindakan operasi pengambilan gigi geraham ini sebaiknya dilakukan antara 4-6 bulan sebelum operasi bedah ortognatik agar tulang bekas operasi gigi tertanam telah megalami penulangan sempurna. Teknik Pembedahan Ortognatik Osteotomi Mandibular Osteotomi dapat saja dilakukan pada bagian tertentu di mandibula tergantung pada diagnosis dan lokasi kelainan dentofasial. Lokasi yang biasa dilakukan osteotomi adalah ramus, body, dentoalveolar, dan dagu. Osteotomi pada ramus atau body biasanya dilakukan secara bilateral. Pada deformitas yang parah, osteotomi ramus mungkin dikombinasikan dengan osteotomi pada dagu atau alveolar. Osteotomi Maksilari Le fort 1 osteotomy Osteotomi dentoalveolar High level maxillary osteotomy Tahapan Perawatan Bedah Orthognati Perawatan dental dan periodontal. Pencabutan Molar 3 sebaiknya dilakukan 6-12 bulan sebelum pembedahan. Perawatan ortodonti pra bedah 6 bulan sampai 2 tahun (tergantung kasus). Persiapan bedah ortognati Pemeriksaan oleh tim bedah ortognati. Dokumentasi: model terakhir, foto wajah, gigi dan rahang, serta radiografi terbaru. 7-10 hari sebelum pembedahan dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen pra bedah. Pemeriksaan kesehatan umum untuk persiapan bius umum dan bedah. Perencanaan biaya. Pemeriksaan akhir dan penerangan mengenai jenis pembedahan yang akan dilakukan terhadap pasien. Jika rahang sudah benar maka gigi pasien diperbaiki dengan ortho fixed.). TMD pasien dapat hilang atau sembuh jika kelainan crossbite pasien sudah ditangani. KESIMPULAN Tania mengalami kelainan tumbuh kembang pada rahang atas. Hal ini terlihat dari ketidaksimetrisan wajah pasien dan rahang atas. Lengkung rahang atas kiri pasien lebih sempit jika dibandingkan dengan sisi kanan. Sempitnya ruangan rahang atas kiri tidak cukup untuk gigi sehingga terjadi crossbite 22 sampai posterior. Keadaan ini membuat pasien merasa tidak nyaman dan nyeri pada bagian sendi temporomandibularnya. Hal ini dikarenakan pada sendi temporomandibular kiri pasien menerima beban yang lebih besar dibandingkan sisi kanan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pasien merasakan temporo mandibular disease (TMD). TMD pasien dapat hilang atau sembuh jika kelainan crossbite pasien sudah ditangani. Kelainan tumbuh kembang pasien menyebabkan pasien mengalami maloklusi kelas 3 tipe 3. Maloklusi yang dialami pasien adalah maloklusi dentoskeletal. Kelainan ini dapat diperbaiki dengan bedah ortho. Jika rahang sudah benar maka gigi pasien diperbaiki dengan ortho fixed. Ortho fixed menjadi pilihan perawatan untuk pasien ini karena jika menggunakan alat ortho lepasan akan memakan waktu sangat lama. Hal ini dikarenakan gaya yang diberikan tidak cukup untuk mengembalikan gigi ke posisi normal. Pada penggunaan ortho fixed pasien akan dipasangkan elastik intermaksiler. Hal ini dimaksudkan agar rahang atas dan bawah mencapai oklusi normal. Masalah lain dari pasien yang harus diperbaiki adalah emosi Tania. Hal ini ada dikarenakan berkurangnya kepercayaan diri Tania akan penampilannya. Emosi Tania dapat ditangani dengan cara memahami masalah yang dihadapi pasien dan cara pasien untuk menyelesaikannya. Terdapat tiga aspek yang perlu dipahami, yaitu motivasi, kapasitas, dan pengendalian. Motivasi adalah kebutuhan psikologi yang telah memiliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu senantiasa dalam keadaan seimbang. Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa kekuatan dasar saja. Kapasits adalah karakteristik individu yang adjustic, termasuk dalam hal adalah kapasitas intelektual untuk mencapai tujuannya sendiri dan untuk tuntutan yang dikehendaki lingkungan. Pengendalian adalah proses yang dilakuakan individu saat menggunakan kapasitasnya dan mengekang motivasi impulsive ke dalam saluran yang berguna bagi penyesuian dirinya, yang secara social diterima. . DAFTAR PUSTAKA Kumar. 2008. Orthodontics, Elsevier India Peterson. 2012. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. PMPH-USA. Proffit WR, Fields Jr HW, Sarver D.2007.Contemporary Orthodontic. 3th ed.USAMosby yearbook inc. Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontic. 2nded. New Delhi JPBMP. Subhashchandra Phulari, Basavaraj. 2011. Orthodontics: Principles and Practice. JP Medical Ltd. http://www.nidcr.nih.gov/oralhealth/topics/tmj/tmjdisorders.htm http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/perawatan_disfungsi_sendi.pdf http://www.webmd.com/oral-health/guide/temporomandibular-disorders 1 43