362.11
Ind
p
PENGOBATAN DASAR
DI PUSKESMAS
BA
K
TI
DA
2007
A
PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007
PEDOMAN
HUS
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I.
362.11
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI
Indonesia Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2007.
Cetakan Tahun 2008
I. Judul
1. COMMUNITY HEALTH CENTRE
362.11
Ind
p
PEDOMAN
PENGOBATAN DASAR
DI PUSKESMAS
K
A
BA
TI
DA
2007
HUS
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Taufik, Rahmat dan
Hidayah-Nya serta ganjaran pahala atas jerih payah kepada kita semua, Amin.
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Juli 2008
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
DE
R EP
DI
BIN REKT
UR
AK
ALA EFAR JENDE
T K MAS
R
ESE IAN AL
HA
TANDAN
UB
LI
Pedoman ini merupakan dasar dan aturan untuk pelaksanaan pengobatan dasar
bagi dokter di Puskesmas sesuai dengan SK MENTERI KESEHATAN RI
Nomor : 296/MENKES/SK/III/2008 tentang Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas.
Direktur Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
TAN
HA
SE
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan ridho-Nya, penyusunan/revisi Buku Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas dapat diselesaikan.
M
RTE EN KE
PA
Bina
K
Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc
A
NIP. 140100965
I N D O N E SI
Buku ini berisikan 114 diagnosis sesuai dengan pola penyakit yang paling
banyak ditemukan di pelayanan kesehatan dasar, program prioritas yang ada
dalam lingkungan Departemen Kesehatan serta penyakit-penyakit baru yang
beresiko terhadap masyarakat dan memperoleh perhatian Internasional seperti
HIV/AIDS, Flu Burung dan sebagainya. Selain itu buku ini dilengkapi dengan
pemberian obat terpilih untuk setiap penyakitnya agar dapat tercapai
penggunaan obat yang rasional. Dengan demikian pelayanan bermutu dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Saya sangat berbesar hati telah terbitnya kembali revisi terbarunya buku
pedoman ini dengan harapan dapat digunakan sebaik-baiknya untuk pencapaian
penggunaan obat yang rasional.
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan terutama kepada para pakar
(ahli), kontributor, panitia penyusunan serta semua pihak baik lintas program
maupun lintas sektor yang telah ikut mencurahkan sumbangsihnya sampai
terbitnya buku Pedoman Pengobatan Dasar ini.
i
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ii
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KATA PENGANTAR
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan medik di tingkat pelayanan kesehatan dasar,
salah satu kegiatan yang penting adalah intervensi farmakoterapi yaitu pemberian
obat kepada pasien.
Pengobatan atau farmakoterapi merupakan suatu proses ilmiah yang dilaksanakan
oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dalam proses farmakoterapi terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan tentang obat dan keterampilan terkini untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko minimal bagi
pasien, berarti dapat dipertanggungjawabkan dan cost effective yang adalah prinsip
penggunaan obat rasional.
Pedoman Pengobatan Pelayanan Kesehatan Dasar ini sangat dibutuhkan dalam
rangka pencapaian pelayanan kesehatan yang memenuhi standar mutu di jajaran
puskesmas dan jaringannnya sesuai sasaran 9 pada Grand Strategy Departemen
Kesehatan.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para ahli yang telah bekerja
keras dalam merevisi buku ini yang menekankan pada pilihan obat berdasarkan
bukti ilmiah (Evidence Based) sehingga dapat mendukung penggunaan obat secara
rasional. Terimakasih juga kepada kontributor, panitia pelaksana, maupun pihak
lain yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung terlaksananya
revisi ini.
Akhirnya kami harapkan buku yang digunakan sebagai acuan di tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar dalam pelaksanaannya dapat dikritisi sesuai kebutuhan setempat
dan akan menjadi masukan pada revisi mendatang.
Jakarta, Mei 2007
Tim Pengarah :
Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional
Direktorat Jenderal Bina kefarmasian & Alat Kesehatan
Pada tahun 1985 telah disusun buku Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
dan mendapat tanggapan yang sangat menggembirakan dari pelaksana pelayanan
kesehatan dasar. Dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan dan kedokteran terutama di bidang obat, serta telah tersusunnya Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) yang telah mengalami revisi beberapa kali dan
terakhir direvisi tahun 2005, maka dirasa perlu untuk merevisi pedoman tersebut.
Dra. Nani Sukasediati, MS, Apt
Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar
Direktorat Jenderal Bina PelayananMedik
Pedoman Pengobatan Pelayanan Kesehatan Dasar ini dimaksudkan terutama untuk
intervensi farmakoterapi dengan menguraikan sesuatu penyakit secara ringkas
terutama untuk mencapai diagnosis kerja terhadap suatu temuan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik saja. Bila mana diperlukan pemeriksaan yang lebih mendalam
harus merujuk kepada standar terapi pada masing-masing program atau pedoman
terapi yang lebih lengkap.
Dr. Hj. Ratna Dewi Umar, M.Kes
Direktur Bina Kesehatan Komunitas
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Pada setiap diagnosis penyakit dilengkapi dengan kompetensi dokter, kode pelaporan
dan kode penyakitnya (ICD X). Jenis obat yang digunakan mengacu kepada Daftar
Obat Esensial Nasional terbaru dan produk generiknya sesuai Permenkes nomor
085/MENKES/PER/I/1989 tentang kewajiban menuliskan resep dan/atau
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
iii
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
dr. Edi Suranto, MPH
iv
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
T U N GGAL
BH I
IKA
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan :
Kesatu
: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS.
Kedua
: Pedoman sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga
: Pedoman sebagaimana dimaksud Diktum Kedua digunakan sebagai acuan
bagi tenaga medis dalam memberikan pelayanan pemberian obat (intervensi
farmakoterapi) kepada pasien di Puskesmas.
Keempat
: Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pedoman
sebagaimana dimaksud Diktum Kedua dilakukan oleh Menteri, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan melibatkan Organisasi Profesi sesuai tugas dan fungsi masingmasing.
Kelima
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2008
MENTERI KESEHATAN,
N
TA
RI KESEHA
TE
UB
P
v
MEMUTUSKAN :
RE
: a. bahwa pemberian obat (intervensi farmakoterapi) oleh tenaga medis
merupakan salah satu kegiatan penting dalam pelayanan medik di
puskesmas untuk memberi manfaat maksimal dan resiko minimal
bagi pasien;
b. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan medik di puskesmas,
perlu ditetapkan pedoman pemberian obat (intervensi farmakoterapi)
oleh tenaga medis dalam pengobatan dasar di puskesmas dengan
Keputusan Menteri Kesehatan;
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4431);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781);
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
IKA
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang
Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1295/Menkes/Per/XII/2007;
ME
N
Mengingat
T U N GGAL
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 296/MENKES/SK/III/2008
TENTANG
PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
N EK A
BH I
N EK A
T U N GGAL
I KA
IA
N EK A
ES
BH I
L I K I N D O N Dr,
dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)
vi
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Telp. : 5201590 (Hunting) PES. 2029, 5006, 5900
Fax. : 52964838 Tromol Pos : 203
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.02.DJ.SK.III.491.A
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950
:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA PELAKSANA REVISI BUKU
PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS.
Pertama
:
Menunjuk Panitia Pelaksana Revisi Buku Pedoman Pengobatan dasar di
Puskesmas, dengan susunan panitia sebagai berikut :
bahwa dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas
perlu adanya suatu pedoman penatalaksanaan penyakit di Puskesmas yang
rasional.
b. bahwa perlu adanya revisi Pedoman Pengobatan tersebut guna menyesuaikan
perkembangan penyakit di masyarakat.
c. bahwa untuk itu perlu dibuat suatu pedoman penatalaksanaan yang rasional
pada tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
d. bahwa untuk pelaksanaan kegiatan tersebut perlu dibentuk Panitia Pelaksanaan
kegiatan.
2.
3.
4.
5.
6.
Memperhatikan :
Penasehat :
Drs. Richard Panjaitan, Apt, SKM.
(Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes)
Pengarah
1. Dra. Nani Sukasediati, MS, Apt.
(Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional)
2. dr. Hj. Ratna Dewi Umar, M.Kes.
(Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar)
3. dr. Edi Suranto, MPH.
(Direktur Bina Kesehatan Komunitas)
:
a.
1.
Penanggung Jawab kegiatan : dr. Abdullah Akhmad, MARS.
Ketua Pelaksana : dr. Djentot Fibi Hanindyoputro.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran
Negara Tahun 2004, Nomor 116 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara RI Nomor 3781 Tahun 1998
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781);
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara RI;
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Kementerian Negara RI;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI.
vii
Sekretaris
:
Drs. Jenry W. Badjongga HT Simanjuntak, Apt, M.Si.
Anggota
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kesekretariatan :
DIPA Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional tahun anggaran 2007.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Telp. : 5201590 (Hunting) PES. 2029, 5006, 5900
Fax. : 52964838 Tromol Pos : 203
:
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Mengingat
INDONESIA
SEHAT
2010
Menetapkan
PEMBENTUKAN PANITIA PELAKSANA REVISI BUKU PEDOMAN PENGOBATAN
DASAR DI PUSKESMAS
:
HUS
M E M U T U S K A N :
TENTANG
Menimbang
DA
TI
A
DA
A
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950
INDONESIA
SEHAT
2010
K
K
HUS
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
BA
BA
TI
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Drg. Haslinda, M.Kes
(Dit.Yanmed Dasar)
Dra. Hidayati Masu’d, Apt
(Dit. Bina Oblik)
Dra. Nur Ratih P, Apt, M.Si
(Dit. Bina Farkomik)
dr. Rusmiyati, MQIH
(Dit Bina Kes.Kom)
dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D
(Dit. P2B2)
dr. Sukmawati
(Dit. P2ML)
dr. Meilina Farikha
(Dit. P2TM)
dr. Iwan Dwiprahasto,M.MedSc, Ph.D
(IKAFI)
dr. Amir Syarif
(IDI)
Dra. Ema Viaza, Apt
(Dit. Bina POOR)
1.
2.
3.
4.
5.
Rosnazar Rosman, SH, MH.
Liza Fetrisiani, SSi, Apt.
Anwar Wahyudi.
Prihadi Mulyono.
Suprihandoyo.
viii
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DAFTAR TIM AHLI/PAKAR DAN KONTRIBUTOR REVISI
PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007
K
A
BA
TI
DA
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
HUS
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950
INDONESIA
SEHAT
2010
Telp. : 5201590 (Hunting) PES. 2029, 5006, 5900
Fax. : 52964838 Tromol Pos : 203
Kedua
:
Panitia dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
Ketiga
:
Panitia bertugas antara lain :
1. Melaksanakan rapat persiapan dalam rangka penyusunan kerangka kerja
dan kompilasi data.
2. Melaksanakan kompilasi data dan draft revisi Pedoman Pengobatan Dasar
di Puskesmas.
3. Melaksanakan rapat antar disiplin.
4. Melaksanakan pleno.
5. Menyusun draft final.
6. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan.
Keempat
:
Tugas Panitia adalah menyiapkan dan melaksanakan rapat Revisi Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas dan melaporkan hasil kegiatan tersebut kepada
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
Kelima
:
Masa Tugas Panitia diatas sejak tanggal Surat Keputusan ini ditetapkan sampai
dengan selesainya kegiatan yang berhubungan dengan pertanggungjawaban
Revisi Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.
Keenam
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : 30 MEI 2007
T
AN
AT
DEP
AR
DIREKTUR JENDERAL
EN KESE
BINAEMKEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
H
TIM AHLI/PAKAR
1. Prof. Dr. Taralan Tambunan Sp.A(K) (IDAI)
2. Prof. Dr. Daldiono, Sp.PD, KGEH (PPDI)
3. Prof. Dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpPARK (Parasitologi FK UI)
KONTRIBUTOR :
A. PROFESI :
1. dr. Abidinsyah Siregar (Konsil Kedokteran Indonesia/KKI)
2. dr. Slamet Budiarto, MH.Kes (PB. IDI)
3. dr. Eddy Karta, SpKK (PERDOSKI)
B. UNIT DEPKES :
1. dr. Zorni Fadia (Dit. Bina POR)
2. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt, MSi (Dit. Bina POR)
3. Drs. Suhata (Dit. Bina POR)
4. dr. Embry Netty, M.Kes (Dit. Bina Yanmed Dasar)
5. Dita Novianti, SSi, Apt, MM (Dit. Bina Oblik & Perbelkes)
6. dr. Marliza Elmida (Dit. Bina Kes. Ibu)
7. Mulyanah Abdullhaq, SKM, MKes (Dit. Kes. Kom)
8. dr. Yulita Evarini MARS (Dit. P2ML)
9. dr. Ira W. (Dit. P2ML)
10. Sudarman S, SKM, MM (Subdit ISPA Ditjen P2&PL)
11. dr. Erlang Samoedro (Subdit ISPA Ditjen P2&PL)
12. dr. Jusni Emilia (Subdit AIDS & PMS Ditjen P2&PL)
13. dr. Niken Wastu Palupi (Subdit Malaria P2B2)
14. dr. Marti Kusumaningsih, MKes (P2B2)
15. dr. Helmi Ilhami, SpOG (Dit. Kes. Ibu)
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
C. PUSKESMAS :
1. dr. Sri Cipta AN (Puskesmas Kec.Pancoran. DKI Jakarta)
2. dr. Fadhlina (Puskesmas Kec. Tebet. DKI Jakarta)
3. dr. Niken Yuliani Untari (Puskesmas Serang. Banten)
A
DRS. RICHARD PANJAITAN, APT,SKM
E
I K I N D O N NIP. 470034655
SI
RE
PU
BL
ix
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
x
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DAFT AR ISI
KATA SAMBUTAN ...................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
SK MENTERI KESEHATAN RI ...............................................................
SK PANITIA PELAKSANA REVISI ........................................................
TIM AHLI/PAKAR DAN KONTRIBUTOR REVISI ..............................
DAFTAR ISI .............................................................................................
I.
II.
III.
IV.
i
iii
v
vii
x
xi
PENDAHULUAN ..............................................................................
KERANGKA PENYUSUNAN/REVISI PEDOMAN ........................
METODE PENYUSUNAN ...............................................................
ACUAN TERHADAP STANDAR KOMPETENSI DOKTER .........
1
2
3
3
PEDOMAN PENGOBATAN
ABORTUS ................................................................................................
ABSES GIGI ............................................................................................
AIDS ...........................................................................................................
AMUBIASIS .............................................................................................
ANEMIA ...................................................................................................
ANGINA PEKTORIS ................................................................................
ANTRAKS ................................................................................................
ARTRITIS ..................................................................................................
ASMA BRONKIALE ................................................................................
BATU SALURAN KEMIH .......................................................................
BRONKITIS AKUT ..................................................................................
CACINGAN ..............................................................................................
1. ANKILOSTOMIASIS (Infeksi Cacing Tambang) .............................
2. ASKARIASIS (Inksi Cacing Gelang) ................................................
3. FILARIASIS .......................................................................................
4. OKSIURIASIS ...................................................................................
5. SISTOSOMIASIS ...............................................................................
6. TAENIASIS / SISTISERKOSIS .........................................................
7. TRIKURIASIS ...................................................................................
6
9
10
12
14
16
19
22
24
27
29
31
31
32
34
36
37
38
40
xi
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DEMAM BERDARAH DENGUE ...........................................................
DEMAM REMATIK .................................................................................
DERMTITIS ATOPIK ...............................................................................
DERMATOMIKOSIS ...............................................................................
DIABETES MELITUS ..............................................................................
DIARE NON SPESIFIK ............................................................................
DIFTERI ....................................................................................................
EPILEPSI ...................................................................................................
ERISIPELAS ............................................................................................
FARINGITIS AKUT .................................................................................
FLU BURUNG ..........................................................................................
FRAMBUSIA ............................................................................................
GAGAL JANTUNG (DEKOMPENSASIO KORDIS) ............................
GANGGUAN NEUROTIK .......................................................................
GANGREN PULPA ..................................................................................
GASTRITIS ...............................................................................................
GIGITAN ULAR .......................................................................................
GINGGIVITIS ...........................................................................................
GLAUKOMA ............................................................................................
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA) .................................................
GONORE ..................................................................................................
GOUT ........................................................................................................
HEPATITIS VIRUS ...................................................................................
HERPES SIMPLEKS ................................................................................
HERPES ZOSTER ....................................................................................
HIPEREMISIS GRA VIDARUM ..............................................................
HIPERTENSI .............................................................................................
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN ...................................................
HORDEOLUM ........................................................................................
HORDEOLUM INTERNUM ...................................................................
HORDEOLUM EKSTERNUM ................................................................
INFEKSI POST-PARTUM .......................................................................
INFLUENZA .............................................................................................
42
47
50
52
54
56
59
61
64
65
67
70
72
74
75
76
77
80
81
83
85
87
89
91
93
95
97
99
107
109
110
111
113
xii
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KANDIDIASIS ..........................................................................................
KARIES GIGI ...........................................................................................
KEILOSIS ..................................................................................................
KEPUTIHAN/FLUOR ALBUS (DUH TUBUH VAGINA) .....................
KERACUNAN MAKANAN DAN INSEKTISIDA .................................
1. BOTULISMUS ...................................................................................
2. KERACUNAN BONGKREK ............................................................
3. KERACUNAN INSEKTISIDA ..........................................................
a. KERACUNAN GOLONGAN ORGANOFOSFAT .......................
b. KERACUNAN ORGANOKLORIN ...............................................
4. KERACUNAN JENGKOL ................................................................
5. KERACUNAN SINGKONG ..............................................................
KERATITIS (ULKUS KORNEA) ............................................................
KOLERA ..................................................................................................
KONJUNGTIVlTIS BAKTERIAL .........................................................
KONJUNGTIVITIS VIRAL .....................................................................
KERATOKONJUNGTIVITIS VERNAL .................................................
KONJUNGTIVITIS PURULENTA NEONATORUM .............................
KUSTA .....................................................................................................
LEPTOSPIROSIS ......................................................................................
LUKA BAKAR .........................................................................................
MALARIA ................................................................................................
MIGREN ..................................................................................................
MORBILI (CAMPAK) .............................................................................
OTITIS MEDIA AKUT (OMA) ...............................................................
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK) ..................................
PAROTITIS EPIDEMIKA .......................................................................
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) ...........................
PERDARAHAN POST PARTUM ...........................................................
PERIODONTITIS .....................................................................................
PERTUSIS ................................................................................................
PIELONEFRITIS ......................................................................................
PIODERMA ..............................................................................................
114
116
118
119
123
123
124
125
125
127
128
129
131
132
134
135
136
137
138
141
144
147
149
150
152
155
158
159
165
175
176
178
180
xiii
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
PNEUMONIA ..........................................................................................
PTERIGIUM .............................................................................................
PULPITIS ..................................................................................................
RABIES .....................................................................................................
RINITIS .....................................................................................................
SALPINGITIS ..........................................................................................
SERUMEN ...............................................................................................
SIFILIS ......................................................................................................
SINDROMA NEFROTIK ........................................................................
SINDROM STEVENS JOHNSON ..........................................................
SINUSITIS ................................................................................................
SIROSIS HATI .........................................................................................
SISTITIS AKUT .......................................................................................
SKABIES ..................................................................................................
SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN PSIKOTIK KRONIK LAIN .........
STOMATITIS ............................................................................................
STRUMA ................................................................................................
SYOK ANAFlLAKSIS ............................................................................
TETANUS .................................................................................................
TETANUS NEONATORUM ...................................................................
TIFUS ABDOMINALIS ...........................................................................
TIROTOKSIKOSIS .................................................................................
TONSILITIS .............................................................................................
TRAKOMA .............................................................................................
TUBERKULOSIS ....................................................................................
SERVICITIS KARENA CHLAMYDIA ..................................................
URTIKARIA .............................................................................................
VARISELA .............................................................................................
XEROFTALMIA .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
182
185
186
188
190
192
193
194
197
200
202
204
206
208
211
213
215
217
222
224
225
228
230
233
234
238
240
242
244
246
xiv
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
I.
Pendahuluan
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin
bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang
rasional.
Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu pengobatan yang sesuai
indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu pemberian, tersedia
setiap saat dan harga terjangkau.
Salah satu perangkat untuk tercapainya penggunaan obat rasional adalah
tersedia suatu pedoman atau standar pengobatan yang dipergunakan secara
seragam pada pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas pertama kali diterbitkan pada
tahun 1985 dan mendapat tanggapan yang sangat menggembirakan bagi
pelaksana pelayanan kesehatan dasar. Telah pula dicetak ulang beberapa
kali dan terakhir tahun 2002 tanpa merubah isinya.
Oleh karena kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran maupun farmasi menuntut tersedianya suatu pedoman yang
mengikuti perkembangan, sehingga perlu merevisi pedoman tersebut.
B. Manfaat Pedoman Pengobatan.
Beberapa manfaat dengan adanya pedoman pengobatan:
1. Untuk pasien.
Pasien hanya memperoleh obat yang benar dibutuhkan.
2. Untuk Pelaksana Pengobatan.
Tingkat profesionalisme tinggi karena sesuai dengan standar.
3. Untuk Pemegang Kebijakan Kesehatan dan Pengelolaan Obat.
Pengendalian biaya obat dan suplai obat dapat dilaksanakan dengan
baik.
II.
Tujuan dan Manfaat Pedoman Pengobatan
A. Tujuan Pedoman Pengobatan.
Tujuan Pedoman Pengobatan dikelompokkan dalam beberapa hal:
a. Mutu Pelayanan Pengobatan.
Oleh karena Pedoman Pengobatan hanya memuat obat yang terpilih
untuk masing-masing penyakit / diagnosis.
b. Standar Profesi.
Senantiasa menjadi standar profesi setinggi-tingginya karena disusun
dan diputuskan atas kesepakatan para ahli.
c. Pengamanan Hukum.
Merupakan landasan hukum dalam menjalankan profesi karena
disusun dan disepakati para ahli dan diterbitkan oleh pemerintah.
d. Kebijakan dan Manajemen Obat.
Perencanaan obat yang digunakan akan lebih tepat, secara langsung
dapat mengoptimalkan pembiayaan pengobatan.
1
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Kerangka Penyusunan / Revisi Pedoman
Kessner, dalam tulisannya di New England Journal of Medicine tahun 1973
memberikan petunjuk dalam memilih diagnosis penyakit yang perlu disusun
dalam kaitan mengukur mutu, yaitu:
1. Penyakit tersebut mempunyai dampak fungsional yang besar.
2. Merupakan penyakit yang jelas batas-batasnya dan relatif mudah
mendiagnosisnya.
3. Prevalensinya relatif cukup tinggi.
4. Perjalanan penyakitnya dapat secara nyata dipengaruhi oleh tindakan
medis yang ada.
5. Pengelolaannya dapat ditetapkan secara jelas.
6. Faktor non-medis yang mempengaruhinya sudah diketahui.
Dengan penyesuaian pola di atas, oleh para penyusun disepakati diagnosis
penyakit yang dimasukkan dalam revisi pedoman ini sebagai berikut:
1. Pola penyakit terbanyak secara nasional di pelayanan kesehatan dasar.
2. Program prioritas kesehatan terutama yang ditunjukkan pada penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
3. Program kesehatan spesifik yang telah ada.
4. Penyakit-penyakit baru termasuk beresiko terhadap kesehatan masyarakat
yang memperoleh perhatian dunia internasional.
5. Diagnosis penyakit spesifik daerah endemis.
6. Obat-obat yang digunakan tersedia di pelayanan kesehatan dasar /
puskesmas.
7. Penyusunan diagnosis disesuaikan dengan kompetensi dokter dan sistem
pelaporan yang ada.
2
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
III.
Metode Penyusunan
Penyusunan pedoman ini terdiri dari:
1. Panitia Penyusunan Pedoman.
2. Kontributor.
3. Tim Pakar / Ahli.
Dalam Standar Kompetensi Dokter ada beberapa komponen kompetensi,
akan tetapi hanya kompetensi inti pada area pengelolaan masalah kesehatan
terutama pada daftar penyakit yang dipilih menurut perkiraan data kesakitan
dan kematian yang terbanyak di Indonesia pada tingkat pelayanan kesehatan
dasar.
Pengertian dan tingkat Kemampuan pengelolaan penyakit :
§ Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai
penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat
mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan
informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila
menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya,
Dokter segera merujuk.
Langkah-langkah penyusunan Pedoman:
I.
Penyusunan konsep / draft.
Oleh Panitia Penyusunan ditambah kontributor baik lintas program
maupun lintas sektoral.
II.
Pembahasan konsep / draft.
Oleh : - Panitia Penyusunan.
- Kontributor.
- Pakar / Ahli.
III. Pembahasan akhir.
Oleh : - Panitia Penyusunan.
- Kontributor.
- Pakar / Ahli.
IV. Uji coba di puskesmas pada beberapa daerah.
Walaupun secara ringkas langkah-langkah penyusunan diuraikan di
atas akan tetapi pada setiap langkah tersebut pertemuan pembahasan
beberapa kali dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal.
IV.
Acuan terhadap Standar Kompetensi Dokter
Standar Kompetensi Dokter telah diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia tahun 2006 dalam rangka memenuhi amanah Undang-Undang
RI No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
Standar Kompetensi Dokter ini dijadikan acuan dalam menyusun pedoman
pengobatan, sehingga dengan kompetensi ini seorang profesi dokter akan
mampu :
- Mengerjakan tugas / pekerjaan profesinya.
- Mengorganisasikan tugasnya secara baik.
- Tanggap dan tahu yang dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda.
- Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah
di bidang profesinya.
- Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda.
3
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
§
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya
: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu
merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu
menindaklanjuti sesudahnya.
§
Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
§
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
4
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri
hingga tuntas.
Pada setiap diagnosis penyakit dalam pedoman ini dilengkapi dengan tingkat
kemampuan kompetensi dokter dan kode penyakit (ICD X) serta nomor kode
penyakit pada sistem pelaporan.
ABORTUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 17; 1701
ICD X : O.03
Definisi
Terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 22 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Penyebab
Sebagian besar disebabkan karena kelainan kromosom hasil konsepsi. Beberapa
penyebab lain adalah trauma, kelainan alat kandungan dan sebab yang tidak
diketahui.
Gambaran Klinis
- Adanya gejala kehamilan (terlambat haid, mual/ muntah pada pagi hari) yang
disertai perdarahan pervaginam (mulai bercak sampai bergumpal) dan / atau
nyeri perut bagian bawah, mengarahkan ke diagnosis abortus.
- Abortus Imminens (Ancaman Keguguran)
Ditandai dengan perdarahan pervaginam sedikit, nyeri perut tidak ada atau
sedikit. Belum ada pembukaan serviks
- Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)
Perdarahan pervaginam banyak (dapat sampai bergumpal-gumpal), nyeri perut
hebat, terdapat pembukaan serviks. Kadang-kadang tampak jaringan hasil
konsepsi di ostium serviks.
- Abortus Inkompletus (Keguguran tidak lengkap)
Perdarahan pervaginam banyak, nyeri perut sedangsampai hebat. Riwayat
keluar jaringan hasil konsepsi sebagian, ostium serviks bisa masih terbuka
atau mulai tertutup.
- Abortus Kompletus (Keguguran lengkap)
Perdarahan pervaginam mulai berkurang – berhenti, tanpa nyeri perut, ostium
serviks sudah tertutup. Riwayat keluar jaringan hasil konsepsi utuh, seluruhnya.
- Missed Abortion (Keguguran yang tertahan)
Abortus dengan hasil konsepsi tetap tertahan intra uterin selama 2 minggu
atau lebih. Riwayat perdarahan pervaginam sedikit, tanpa nyeri perut, ostium
serviks masih tertutup. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih kecil) dari usia
gestasi yang seharusnya.
5
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
6
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
- Terlambat Haid (amenorhea) kurang dari 22 minggu.
- Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.
- Rasa nyeri di daerah atas simpisis.
- Pembukaan ostium serviks.
•
Penatalaksanaan
Pada puskesmas non perawatan :
• Abortus Imminens
- Tirah baring sedikitnya 2 – 3 hari (sebaiknya rawat inap)
- Pantang senggama
- Setelah tirah baring 3 hari, evaluasi ulang diagnosis, bila masih abortus
imminens tirah baring di lanjutkan
- Mobilisasi bertahap (duduk – berdiri – berjalan) dimulai apabila diyakini
tidak ada perdarahan pervaginam 24 jam
• Abortus tingkat selanjutnya
- Bila mungkin lakukan stabilisasi keadaan umum dengan pembebasan jalan
nafas, pemberian oksigenasi (O2 2 - 4 liter per menit), pemasangan cairan
intravena kristaloid (Ringer Laktat / Ringer Asetat / NaCl 0,9 %) sesuai
pedoman resusitasi.
- Pasien dirujuk setelah tanda vital dalam batas normal ke Puskesmas
Perawatan atau RS
•
- Segera atasi kegawatdaruratan :
1. Oksigenisasi 2 – 4 liter/menit
2. Pemberian cairan i.v kristaloid (NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Ringer
Asetat)
3. Transfusi bila Hb kurang dari -'3d 8 g/dl
Abortus Kompletus
- Evaluasi adakah komplikasi abortus (anemia dan infeksi)
- Apabila dijumpai komplikasi, penatalaksanaan disesuaikan
- Apabila tanpa komplikasi, tidak perlu penatalaksanaan khusus.
Missed Abortion
- Evaluasi hematologi rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
dan uji hemostasis (fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan).
- Bila terjadi gangguan faal hemostasis dan hipofibrinogenemia, segera rujuk
di rumah sakit yang mampu untuk transfusi trombosit / Buffy-Coat dan
komponen darah lainnya.
- Hasil konsepsi perlu dievakuasi dari kavum uteri. Dilaksanakan setelah
dipastikan tidak terdapat gangguan faal hemostasis.
Pada puskesmas perawatan
• Abortus Imminens
- Seperti pada Puskesmas non perawatan
•
Abortus Insipiens
- Antibiotika profilaksis : Ampisilin i.v sebelum tindakan kuretase.
- Perlu segera dilakukan pengeluaran hasil konsepsi dan pengosongan kavum
uteri. Dapat dilakukan dengan abortus tang, sendok kuret, dan kuret hisap
- Uterotonika
: Oksitosin 10 IU i.m
•
Abortus Inkompletus
Perlu segera dilakukan pengosongan kavum uteri. Dapat dilakukan
dengan abortus tang, sendok kuret, dan kuret hisap
7
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
8
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ABSES GIGI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 1503
ICD X : K.05
Definisi
Pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan di sekitarnya,
biasanya berasal dari suatu infeksi.
Penyebab
Abses ini terjadi dari infeksi gigi yang berisi cairan (nanah) dialirkan ke gusi
sehingga gusi yang berada di dekat gigi tersebut membengkak.
Gambaran Klinis
- Pada pemeriksaan tampak pembengkakan disekitar gigi yang sakit. Bila abses
terdapat di gigi depan atas, pembengkakan dapat sampai ke kelopak mata,
sedangkan abses gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai ke pipi.
Abses gigi bawah menyebabkan bengkak sampai ke dagu atau telinga dan
submaksilaris.
- Penderita kadang demam, kadang tidak dapat membuka mulut lebar.
- Gigi goyah dan sakit saat mengunyah.
Diagnosis
Pembengkakan gusi dengan tanda peradangan di sekitar gigi yang sakit.
Penatalaksanaan
- Pasien dianjurkan berkumur dengan air hangat
- Simtomatik : Parasetamol (bila diperlukan)
Dewasa
: 500 mg 3 x sehari,
anak-anak
: 250 mg 3 x sehari.
- Jika jelas ada infeksi, dapat diberikan Amoksisilin selama 5 hari
Dewasa
: 500 mg 3 x sehari,
anak-anak
: 250 mg 3 x sehari.
- Bila ada indikasi, gigi harus dicabut setelah infeksi reda dan rujuk ke dokter
gigi.
9
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
AIDS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 04
ICD X : B.20-B.24
Definisi
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairam vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh
manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga
mudah terjangkit penyakit infeksi.
Penyebab
Adalah virus HIV, suatu jenis retrovirus yang termasuk golongan virus yang
menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik.
Gambaran Klinis
− Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), limfa
denopati generalisata yang menetap dan infeksi akut primer dengan penyakit
penyerta.
− Kategori klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja/dewasa
terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling
kurang satu dari beberapa kriteria berikut:
A) Keadaan yang dihubungkan dengan adanya infeksi HIV atau adanya
kerusakan kekebalan yang diperantarakan sel (Cell mediated immunity)
atau
B) Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis
atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV
dengan contoh:
Angiomatosis basilari; Kandidiasis orofaringeal; Kandidiasis vulvovaginal;
Displasia leher rahim; Demam 38,5 OC atau diare lebih dari 1 bulan;
Oral Hairy leukoplakia; Herpes zoster; Purpura idiopatik trombositopenik;
Listeriosis; Penyakit radang panggul; Neuropati perifer
− Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDs
misalnya:
Kandisiasis bronki, trakea dan paru; Kandidiasis esofagus; Kanker leher rahim
invasif; Coccidiodomycosi menyebar atau di paru; Kriptokokosis di
10
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
luar paru; Retinistis virus sitomegalo; Ensefalopati yang berhubungan
dengan HIV; Herpes simpleks atau ulkus kronik lebih dari sebulan
lamanya; Bronkitis, esofagitis atau pneumonia; Histoplasmosis menyebar
atau di luar paru; Isosporiasis instestinal kronik lebih dari sebulan lamanya;
Sarkoma kaposi; Limfoma burkit (atau istilah lain menunjukkan lesi yang
mirip); Limfoma imuno blastik, L.primer di otak; Micobacterium Avium
Complex atau M.lansii tersebar di luar paru; M.tuberculosis dimana saja
(paru atau luar paru); Pneumonia Pneumocystis carinii; Leukoensefalopati
multifokal progresif; Septikemia salmonella yang berulang;
Taksoplasmosis di otak.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksan darah.
Pada pemeriksaan darah dapat dilakukan tes langsung terhadap virus HIV atau
secara tidak langsung dengan menentukan anti bodi, yang telah dan lebih
mudah dilaksanakan. Saat ini banyak jenis tes yang mempunyai sensitifitas dan
spesifitas tinggi yang tersedia.
Pengobatan/Penatalaksanaan
Saat ini ada tiga golongan ARV yang tersedia di Indonesia:
• Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NsRTI): obat ini dikenal
sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus
menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat
dalam golongan ini termasuk zidovudine (ZDV atau AZT), lamivudine
(3TC), didanosine (ddI) zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan abacavir
(ABC).
• Non-Nucleside Reserve Trancriptase Inhibitor (NN s RTI): obat ini
berbeda dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA
menjadi DNA. Obat dalamgolongan ini termasuk nevirapine (NVP),
efavirenz (EFV), dan delavirdine (DLV).
• Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease
yang memotong rantai panjang asam animo menjadi protein yang lebih
kecil. Obat dalam golonganini termasuk indinavir (IDV), nelfinavir (NFV),
saquinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan
lopinavir/ritonavir (LPV/r).
11
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
AMUBIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 04
: 0103
ICD X : A.06
Definisi
Amubiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa usus. Protozoa tersebut
hidup di kolon, menyebabkan radang akut dan kronik yang disebut amubiasis
intestinal. Bila tidak diobati amubiasis intestinal akan menjalar ke luar usus dan
menyebabkan amubiasis ekstra-intestinal.
Penyebab
Entamoeba histolytica
Gambaran Klinis
- Masa inkubasi rata-rata 2 - 4 minggu.
- Amubiasis kolon akut atau disentri amuba memberikan gejala sindrom disentri
yang merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas tinja berlendir dan berdarah,
tenesmus anus, nyeri perut dan kadang-kadang disertai demam.
- Pada amubiasis kronik penderita mengeluh nyeri perut dan diare yang diselingi
konstipasi.
- Pada amubiasis ekstraintestinalis kadang ditemukan riwayat amubiasis usus.
- Penderita amubiasis hati biasanya demam, hati membesar disertai nyeri tekan
abdomen terutama di daerah kanan atas, berkeringat, tidak nafsu makan, berat
badan turun dan ikterus.
- Amubiasis kutis dan perinealis menyebabkan ulkus yang tepinya bergaung,
sedangkan amubiasis vaginalis menimbulkan leukore dengan bercak darah
dan lendir.
Diagnosis
- Amubiasis kolon akut : menemukan E.histolytica bentuk histolitika dalam
tinja cair.
- Amubiasis kolon menahun : menemukan E.histolytica bentuk kista dalam
tinja. Jika tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulang 3 hari berturutturut. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
amubiasis.
12
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
Amubiasis hati: menemukan bentuk histolitika E.histolytica dalam biopsi
dinding abses atau aspirasi nanah. Jika tidak ditemukan ameba dapat dilakukan
pemeriksaan serologi untuk menunjang diagnosis amubiasis.
Penatalaksanaan
- Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amubiasis usus maupun amubiasis
ekstraintestinalis.
• Dosis dewasa : 500 – 750mg 3 x sehari selama 7 – 10 hari.
• Dosis anak 1 tahun : 50 mg/kgBB 3 x sehari, selama 7 – 10 hari.
- Amubiasis ekstraintestinalis memerlukan pengobatan yang lebih lama. Oleh
karena itu perlu dirujuk.
Pencegahan
- Pencegahan meliputi perbaikan kesehatan lingkungan dan higiene perorangan,
desinfeksi sayur dan buah-buahan yang diduga kurang bersih.
- Pengidap kista tidak boleh bekerja di bidang penyiapan makanan dan
minuman.
ANEMIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 04
: 54
ICD X : D.50
Definisi
Anemia dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria, namun yang paling
praktis adalah pengelompokan berdasarkan cara terjadinya yaitu Anemia pasca
perdarahan, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia aplastik dan anemia
karena keganasan.
Penyebab
Produksi darah yang tidak cukup (karena defisiensi atau kegagalan sumsum tulang),
kehilangan darah yang berlebihan, perusakan darah yang berlebihan atau gabungan
dari faktor-faktor tersebut.
Kehilangan darah yang samar dan kronik, misalnya pada ankilostomiasis,
menyebabkan anemia defisiensi Fe, sementara itu hemolisis antara lain terjadi
pada defisiensi G6PD dan talasemia.
Gambaran Klinis
- Anemia akibat kehilangan darah yang mendadak dan banyak akan memacu
homeostatis kompensasi tubuh. Kehilangan darah akut sebanyak 12 - 15 %
akan memberi gejala pucat, takikardia dengan tekanan darah normal atau
rendah. Kehilangan 15 - 20 % menyebabkan tekanan darah mulai turun sampai
syok, dan kehilangan 20% dapat berakibat kematian.
- Anemia defisiensi ditandai dengan lemas, sering berdebar, lekas lelah dan
sakit kepala. Papil lidah tampak atrofi. Jantung kadang membesar dan terdengar
murmur sistolik. Di darah tepi tampak gambaran anemia hipokrom dan
mikrositer, sementara kandungan besi serum rendah.
- Defisiensi vitamin B12 maupun asam folat menyebabkan anemia megaloblastik
yang mungkin disertai gejala neurologi.
- Anemia hemolitik dapat diikuti oleh peningkatan bilirubin darah (ikterus).
Limpa umumnya membesar.
- Anemia aplastik tampak dari kadar Hb yang rendah serta gejala sistemik lain,
tanpa pembesaran organ.
Diagnosis
Pemeriksaan kadar Hb dan darah tepi.
umum Hb < 12 gr/dl.
13
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
14
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
- Keberhasilan pengobatan sangat tergantung pada kemampuan untuk menegakkan
diagnosis pada tingkat awal.
- Anemia pascaperdarahan diatasi dengan transfusi darah sebanyak 10 – 20
ml/kgBB, atau plasma expander. Bila tak ada keduanya, cairan intravena
lainnya juga dapat digunakan.
- Dampak lambat dapat diatasi dengan transfusi packed red cell.
- Anemia defisiensi besi diatasi dengan makanan yang memadai, sulfas ferosus
10 mg/kgBB 3 x sehari atau Besi elementer 1mg/kgBB/hari
- Anemia megaloblastik diobati spesifik, oleh karena itu harus dibedakan
penyebabnya, defisiensi vitamin B 1 2 atau defisiensi asam folat.
• Dosis vitamin B12 100 mcg/hari im, selama 5 – 10 hari sebagai terapi awal
diikuti dengan terapi rumat 100-200 mcg/bulan sampai dicapai remisi.
• Dosis asam folat 0,5 – 1mg/hari secara oral selama 10 hari, dilanjutkan
dengan 0,1 – 0,5 mg/hari.
Penggunaan vitamin B12 oral tidak ada gunanya pada anemia pernisiosa.
Selain itu sediaan oral lebih mahal.
- Hemolisis autoimun diatasi dengan prednison 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral dan
testosteron 1 – 2 mg/kgBB / hari i.v, untuk jangka panjang.
- Transfusi darah hanya diberikan bila diperlukan saja.
- Rujuk ke rumah sakit
15
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ANGINA PEKTORIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 85
ICD X : I.20
Definisi
Angina pektoris adalah keadaan klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak atau
nyeri di dada akibat iskemia jaringan otot jantung.
Secara klinik bentuk angina dibedakan atas dua bentuk, yaitu angina stabil dan
tidak stabil. Angina tidak stabil merupakan bentuk yang lebih berat yang dapat
berkembang menjadi dan/atau merupakan bentuk awal infark miokard sehingga
penderita perlu diperiksa dan diobservasi lebih lanjut di rumah sakit.
Penyebab
Iskemia ini terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh aliran darah koroner
tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium. Hal ini terjadi bila kebutuhan
oksigen miokardium meningkat (misalnya karena kerja fisik, emosi, tirotoksikosis,
hipertensi), atau bila aliran darah koroner berkurang (misalnya pada spasme atau
trombus koroner) atau bila terjadi keduanya.
Gambaran Klinis
- Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya.
- Nyeri berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang
menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu
dan leher kiri, bahkan dapat sampai ke kelingking kiri.
- Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang gigi dan
ada juga yang sampaikan ke lengan kanan.
- Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di daerah
apeks kordis.
- Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala berikut ini : berkeringat
dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan rasa akan pingsan (fainting).
- Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil).
- Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut
dan beristirahat.
- Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi bisa sampai
lebih dari 20 menit.
- Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi perubahan misalnya lama
serangan bertambah, nyeri lebih hebat, ambang timbulnya serangan
16
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
-
-
menurun atau serangan datang saat bangun tidur, maka gangguan ini perlu
diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda prainfark (angina tidak
stabil).
Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut angina Prinzmetal biasanya timbul
saat penderita sedang istirahat.
Angina dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi sesudah
kerja fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong juga
angina tidak stabil.
Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan kelainan yang
berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan darah
meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa keras.
Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar pada
pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.
Biasanya didapatkan faktor risiko: hipertensi, obesitas atau diabetes melitus.
2. Pencegahan serangan
− Propranolol efektif untuk angina pektoris karena dapat mengurangi kerja
otot jantung sehingga mengurangi kebutuhan oksigen jantung. Efek klinik
propranolol tercapai bila denyut jantung dalam keadaan istirahat 60 – 70
kali/menit.
Dosis awal : 20 mg 2 x sehari.
Dosis maksimal : 120 mg sehari.
Obat ini tidak boleh digunakan pada angina Prinzmetal.
− Nitrat kerja lama : ISDN tablet oral 10 – 20 mg 2 x sehari.
− Nifedipin 10 – 20 mg 4 x sehari,
atau diltiazem 30 – 60mg 3 x sehari,
atau verapamil 40 – 80mg 3 x sehari.
− Angina tidak stabil : perlu perawatan khusus.
− Angina varian : dilator kuat : nitrat, calcium antagonis, prazosin 0,5 – 1mg
3 x sehari dengan titrasi.
Diagnosis
− Nyeri dada retrosternal
− Pemeriksaan EKG
Penatalaksanaan
- Kelainan yang melatarbelakangi angina pektoris harus dicari, kemudian
dikurangi atau diobati. Faktor yang memperberat seperti merokok, berat badan
berlebihan, dan kebiasaan minum kopi sebaiknya dihindari.
- Tekanan darah tinggi diobati.
- Stress dikendalikan
- Angina tidak stabil sebaiknya ditangani di rumah sakit.
1. Pengobatan serangan akut
- Serangan akut diatasi dengan istirahat agar aktivitas jantung berkurang.
Vasodilator berfungsi memperbaiki penyediaan oksigen dan mengurangi
konsumsi oksigen jantung.
- Nitrogliserin sublingual 0,15 - 0,6 mg sangat efektif. Tablet ini dapat
digunakan beberapa kali tiap hari tanpa efek samping kecuali sakit kepala.
Bila 1 tablet belum menolong boleh diulang, tetapi bila setelah diulang 3
kali gejala tak berkurang maka kemungkinan telah terjadi infark.
- Isosorbid dinitrat (ISDN) sublingual 2,5 – 5 mg yang juga dapat diulang
atau tablet oral 5 – 30 mg.
17
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
18
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ANTRAKS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 0504
ICD X : A.22
Definisi
Antraks merupakan penyakit pada binatang buas, maupun hewan piaraan, yaitu
hewan-hewan pemamah biak (herbivora), seperti sapi, kerbau, kambing, domba,
babi dan kuda. Penyakit ini ditularkan kepada manusia terutama pada orang yang
pekerjaannya selalu berhubungan dengan / berdekatan dengan ternak seperti
peternak, gembala, dokter hewan, petugas laboratorium, pekerja pabrik barangbarang kulit dan tulang.
-
Penyebab
Kuman antraks (Bacillus anthracis)
-
Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan kepada manusia biasanya oleh karena masuknya spora atau
basil antraks ke dalam tubuh melalui berbagai cara, yaitu melalui kulit yang lecet
atau luka yang menyebabkan antraks kulit, melaui mulut karena makan bahan
makanan yang tercemar, menyebabkan antraks intestinal (pencernaan), inhalasi
saluran pernafasan menyebabkan antraks pulmonal. Antrak peradangan otak
(meningitis) umumnya adalah bentuk kelanjutan antraks kulit, intestinal atau
pulmonal. Antraks pulmonal dan meningitis sangat jarang dilaporkan di Indonesia.
Penularan terjadi dengan cara kontak langsung dengan hewan penderita, misalnya
kontak dengan darah yang keluar dari lubang-lubang kumlah hewan mati karena
antraks atau bahan-bahan yang berasal dari hewan yang tercemar oleh spora
antraks, misalnya daging, jeroan, kulit, tepung, wool, dan sebagainya. Disamping
itu, sumber penularannya lainnya yang potensial ialah ligkungan, antara lain tanah,
tanaman (sayur-sayuran) dan air yang tercemar oleh spora antraks.
Gambaran Klinis
1. Gambaran Klinis Antraks Kulit
- Masa inkubasi 7 hari (rata-rata 1-7 hari)
- Gatal ditempat lesi
- Papel
19
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
Vesikel
Ulkus (tukak) di tengahnya terdapat jaringan nekrotik berbentuk keropeng
berwarna hitam (tanda patognomonik antraks) dan biasanya didapatkan
eritema dan udema di sekitar tukak. Pada perabaan, udema tersebut tidak
lunak dan tidak lekuk (non-pitting) bila ditekan. Disini tidak didapatkan
pus kecuali bila diikuti infeksi sekunder.
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional
Demam yang sedang, sakit kepala, malaise jarang ada
Predileksi antraks kulit biasanya pada tempat-tempat terbuka, seperti muka,
leher, lengan, tangan, dan kaki
Antraks kulit yang tidak diobati akan berkembang lebih buruk dengan
penjalaran ke kelenjar limfe dan berlanjut ke aliran darah, sehingga
mengakibatkan septikemia dan kemungkinan kematian 5 - 20%
Pemeriksaan bakteriologis dari eksudat di tempat lesi kulit didapatkan
adanya basil yang pada sediaan hapus dan kultur positif.
2. Gambaran Klinis Antraks Intestinal
- Masa inkubasi bervariasi antara 2 – 5 hari
- Gejala awal mual, tidak nafsu makan dan suhu meningkat
- Muntah
- Sakit perut hebat
- Konstipasi
- Dapat juga terjadi gastro-enteritis akut yang kadang-kadang berdarah,
hematemesis, kelemahan umum, demam dan ada riwayat pemaparan
dengan produk hewan atau makanan.
- Pemeriksaan bakteriologis dari spesimen tinja didapatkan adanya basil
yang pada sediaan hapus dan kultur positif.
Diagnosis
1. Tersangka antraks kulit
Apabila adanya kasus atau ”ledakan” antraks pada hewan atau riwayat
pemaparan dengan hewan / bahan asal hewan dan lingkungan yang tercemar
oleh spora/basil antraks serta ditemukan kelainan pada kulit berupa tukak
dengan jaringan mati berbentuk keropeng berwarna hitam di tengahnya (eskar),
di sekitar tukak kemerahan, sembab, pada perabaan daerah yang sembab
tersebut tidak lunak dan tidak lekuk dan biasanya tidak didapatkan pus kecuali
diikuti infeksi sekunder.
20
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
2. Penderita antraks kulit (diagnosis pasti)
Apabila pada tersangka antraks kulit sudah dipastikan diagnosisnya dengan
pemeriksaan bakteriologis.
3. Tersangka antraks intestinal
Apabila adanya kasus atau ”ledakan” antraks pada hewan atau riwayat
pemaparan dengan produk hewan atau makanan serta ditemukan adanya panas
disertai sakit perut dan muntah.
4. Penderita antraks intestinal (diagnosis pasti)
Apabila pada tersangka antraks kulit sudah dipastikan diagnosisnya dengan
pemeriksaan bakteriologis.
Penatalaksanaan
- Obat pilihan (drug of choice) untuk penderita antraks kulit adalah penisilin.
Procain penisilin dengan dosis 1.2 juta I.U i.m 2 x sehari selama 5 – 7 hari
atau benzilpenisilin dengan dosis 250.000 I.U setiap 6 jam. Sebelum pemberian
penisilin lakukan skin test. Penderita yang hipersensitif terhadap penisilin
dapat diberikan tetrasiklin dengan dosis 500 mg, 4 x sehari selama 5 – 7 hari.
Sebaiknya tidak diberikan pada anak dibawah umur 6 tahun. Obat pilihan lain
ialah kloramfenikol.
- Pada antraks intestinal dapat diberikan penisilin G 18 – 24 juta unit perhari
secara intravena, dapat ditambahkan tetrasiklin 1 gram per hari.
- Obat-obat simtomatis dan suportif jika diperlukan
- Rujuk ke rumah sakit bila diperlukan.
Pencegahan
- Masyarakat diminta melaporkan ke puskesmas setempat bila ada tersangka
antraks dan melaporkan ke Peternakan bila ada hewan yang sakit dengan gejala
antraks
- Tidak diperbolehkan menyembelih hewan sakit antraks
- Tidak diperbolehkan mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan yang
sakit antraks
- Tidak diperbolehkan membuat barang-barang yang berasal dari hewan seperti
kerajinan dari tanduk, kulit, bulu, tulang yang berasal dari hewan sakit/mati
karena penyakit antraks.
- Puskesmas wajib melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota apabila
menjumpai penderita / tersangka antraks.
21
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ARTRITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 90
ICD X : M.05
Definisi
Artritis adalah istilah umum bagi peradangan (inflamasi) dan pembengkakan di
daerah persendian.
Penyebab
Artritis dapat berupa osteoartritis (OA) atau artritis reumatoid (AR), tetapi yang
paling banyak di jumpai adalah osteoartritis. Pada OA faktor penyebab utama
adalah trauma atau pengausan sendi, sedangkan pada AR faktor imunologi yang
berperan.
Gambaran Klinis
- Gejala artritis bervariasi tergantung sendi mana yang terlibat. OA lebih sering
menyerang sendi penyokong berat badan. Oleh karena itu obesitas harus
dihindarkan. Sementara itu, AR mulanya lebih sering menyerang sendi-sendi
kecil misalnya sendi pergelangan tangan atau kaki, tetapi dalam tingkat lanjut
dapat menyerang juga sendi-sendi besar seperti sendi bahu dan pinggul.
- Keluhan lain yang mirip dengan artritis adalah reumatism yang sebenarnya
berasal dari jaringan lunak di luar sendi. Yang di kenal awam sebagai encok
sebagian besar adalah reumatism.
- Sendi yang terserang biasanya bengkak, merah dan nyeri.
- Serangan AR biasanya dimulai dengan gejala prodromal berupa badan lemah,
hilang nafsu makan, nyeri dan kaku seluruh badan. Gejala pada sendi biasanya
timbul bertahap setelah beberapa minggu atau bulan.
- Nyeri sendi pada AR bersifat hilang timbul, ada masa remisi, bersifat simetris
bilateral, dan berhubungan dengan udara dingin.
- Serangan OA biasanya sesisi. Gejala utamanya adalah nyeri sendi yang
berhubungan dengan gerak. Penderita juga merasakan kaku pada sendi yang
terserang.
- Pada pemeriksaaan radiologi OA biasanya memperlihatkan pelebaran sendi
pada tahap awal, osteofit, sklerosis tulang dan penyempitan rongga antar sendi
pada tahap lanjut.
- Deformitas dapat terjadi pada OA maupun AR setelah terjadi destruksi sendi.
22
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Nyeri dan pembengkakan pada daerah persendian.
ASMA BRONKIALE
Kompetensi
Laporan Penyakit
Penatalaksanaan
- Keluhan pada sendi atau jaringan lunak di sekitarnya dapat di atasi dengan
analgesik biasa atau dengan anti inflamasi nonsteroid yang diberikan sesudah
makan.
• asetosal 1 gram 3 x sehari
• fenilbutason 200 mg 3 x sehari
• ibuprofen 400 mg 3 x sehari
- Mengistirahatkan sendi diperlukan dalam keadaan akut. Selanjutnya pada OA,
mungkin penderita perlu memperbaiki sikap tubuh, mengurangi berat badan,
atau melakukan fisioterapi.
: 4
: 1403
ICD X : J.45
Definisi
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan
penyempitan yang bersifat sementara.
Penyebab
Menurut The Lung Association, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan peradangan, seperti :
− Perubahan cuaca dan suhu udara.
− Rangsang sesuatu yang bersifat alergen, misalnya asap rokok, serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga, insektisida, debu,
polusi udara dan hewan piaraan.
− Infeksi saluran pernafasan.
− Gangguan emosi.
− Kerja fisik atau Olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yaitu sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing (alergen),
seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang,
yang menyebabkan terjadinya:
− kontraksi otot polos
− peningkatan pembentukan lendir
− perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernafasan
dimana hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Gambaran Klinis
- Sesak napas pada asma khas disertai suara mengi akibat kesulitan ekspirasi.
- Pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang.
23
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
24
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
-
•
Keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot bantu
pernapasan dan sianosis dikenal dengan status asmatikus yang dapat
berakibat fatal.
Dispnoe di pagi hari dan sepanjang malam, sesudah latihan fisik (terutama
saat cuaca dingin), berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas,
berhubungan dengan paparan terhadap alergen seperti pollen dan bulu
binatang.
Batuk yang panjang di pagi hari dan larut malam, berhubungan dengan
faktor iritatif, batuknya bisa kering, tapi sering terdapat mukus bening yang
diekskresikan dari saluran nafas.
•
Prednison 10 – 20 mg 2 x sehari untuk beberapa hari, kemudian
diturunkan dosisnya sehingga secepat mungkin dapat dihentikan.
Bila belum dicoba diatasi dengan adrenalin, maka dapat digunakan
dulu adrenalin.
Diagnosis
Diagnosis asma kadang-kadang dapat ditegakkan atas dasar anamnesis dan
auskultasi. Wheezing di akhir ekspirasi hampir selalu merupakan tanda penyakit
paru obstruktif seperti asma. Pada asma ringan, auskultasi hampir selalu normal
bila pasiennya asimtomatik.
Penatalaksanaan
- Faktor pencetus serangan sedapat mungkin dihilangkan.
- Pada serangan ringan dapat diberikan suntikan adrenalin 1 : 1000 0,2 – 0,3
ml subkutan yang dapat diulangi beberapa kali dengan interval 10 – 15
menit. Dosis anak 0,01 mg/kgBB yang dapat diulang dengan
memperhatikan tekanan darah, nadi dan fungsi respirasi.
- Bronkodilator terpilih adalah teofilin 100 – 150 mg 3 x sehari pada orang
dewasa dan 10 – 15 mg / kgBB sehari untuk anak.
- Pilihan lain : Salbutamol 2 – 4 mg 3 x sehari untuk dewasa
- Efedrin 10 – 15 mg 3 x sehari dapat dipakai untuk menambah khasiat
theofilin.
- Prednison hanya dibutuhkan bila obat-obat diatas tidak menolong dan
diberikan beberapa hari saja untuk mencegah status asmatikus. Namun
pemberiannya tidak boleh terlambat.
- Penderita status asmatikus memerlukan oksigen, terapi parenteral dan
perawatan intensif sehingga harus dirujuk dengan tindakan awal sebagai
berikut :
• Penderita diinfus glukosa 5%
Aminofilin 5 – 6 mg/kgBB disuntikkan i.v perlahan bila penderita belum
memperoleh teofilin oral.
25
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
26
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
BATU SALURAN KEMIH
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 16
ICD X : N.20-N.23-N.30
Definisi
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Penyebab
Banyak faktor yang berpengaruh untuk timbulnya batu dalam saluran kemih,
seperti kurang minum, gangguan metabolisme.
Gambaran klinis
- Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis
(litiasis renalis, nefrolitiasis).
- Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di saluran
kemih sebelah atas menimbulkan kolik, sedangkan yang di bawah menghambat
buang air kecil.
- Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut juga
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam).
- Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah di dalam urin. Penderita mungkin menjadi sering buang
air kecil, terutama ketika batu melewati ureter.
- Urin sering merah seperti air cucian daging dan pemeriksaan mikroskopis
memperlihatkan banyak eritrosit dan kadang ada leukosit.
- Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam urin yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.
- Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir balik ke
saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan
menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal.
27
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
• Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara tidak
sengaja pada pemeriksaan analisa urin rutin (urinalisis).
• Batu yang menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik
renalis, disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan
atau nyeri di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas.
• Analisa urin mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau kristal
batu yang kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali
jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti.
• Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah
pengumpulan urin 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk menilai
kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan
terjadinya batu.
Penatalaksanaan
• Kolik diatasi dengan injeksi spasmolitik : atropin 0.5 - 1 mg i.m untuk dewasa.
• Bila terdapat infeksi perlu diberikan antibiotik : kotrimoksazol 2 x 2 tablet
atau amoksisilin 500 mg peroral 3 x sehari untuk dewasa. Atau golongan lain
yang bisa dipakai.
• Batu kecil yang tidak menyebabkan gejala penyumbatan atau infeksi, biasanya
tidak perlu diobati.
• Minum banyak cairan akan meningkatkan pembentukan urin dan membantu
membuang beberapa batu. Jika batu telah terbuang, maka tidak perlu lagi
dilakukan pengobatan segera.
• Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1
sentimeter atau kurang seringkali bisa dipecahkan oleh gelombang ultrasonik
(Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy, ESWL). Pecahan batu selanjutnya
akan dibuang dalam urin.
• Segera rujuk ke rumah sakit jika terdapat indikasi operasi seperti :
o Batu > 5 mm
o Obstruksi sedang / berat
o Batu di saluran kemih proksimal
o Infeksi berulang
o Selama pengamatan batu tidak dapat turun
28
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
BRONKITIS AKUT
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1402
ICD X : J.21
Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Bronkitis akut sebenarnya merupakan bronko pneumonia yang lebih ringan.
Penyebab
Penyebabnya dapat virus, mikoplasma atau bakteri.
Gambaran klinis
• Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan), sesak nafas ketika
melakukan olah raga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi pernafasan
(misalnya flu), bengek, lelah, pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan
tungkai kiri dan kanan, wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna
kemerahan, pipi tampak kemerahan, sakit kepala, gangguan penglihatan.
• Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
berlendir, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan.
• Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk
tidak berdahak, tetapi 1 – 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna
putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning
atau hijau.
• Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang
terjadi demam tinggi selama 3 – 5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa
minggu.
• sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.
• Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk.
• Bisa terjadi pneumonia.
Penatalaksanaan
• Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
dewasa bisa diberikan asetosal atau parasetamol; kepada anak-anak
sebaiknya hanya diberikan parasetamol.
• Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan, serta
menghentikan kebiasaan merokok.
• Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau
dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki
penyakit paru-paru.
• Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin 250 – 500 mg
4 x sehari. Eritromisin 250 – 500 mg 4 x sehari diberikan selama 7 – 10 hari.
Dosis untuk anak : eritromisin 40 – 50 mg/kgBB/hari. walaupun
dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae.
• Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.
• Bila ada tanda obstruksi pada pasien segera rujuk.
Diagnosis
• Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya
lendir.
• Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi
ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.
29
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
30
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
CACINGAN
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0703
ICD X : B.76-B.79
Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut),
yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing
perut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang
(Ascaris vermicularis), cacing tambang (Ankylostoma Duodenale, Necator
americanus), dan cacing cambuk (Trichuris Trichuria). Jenis-jenis cacing
tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya
telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang
infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes
defenitifnya.
1.
ANKILOSTOMIASIS (Infeksi Cacing Tambang)
Kompetensi
:
Laporan Penyakit
:
ICD X :
Penatalaksanaan
- Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
- Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama
tiga hari berturut-turut
- Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan
selama hamil.
- Sulfas ferosus 3 x 1 tablet untuk orang dewasa atau 10 mg/kg BB/kali (untuk
anak) untuk mengatasi anemia.
Pencegahan
Pencegahan penyakit ini meliputi sanitasi lingkungan dan perbaikan higiene
perorangan terutama penggunaan alas kaki.
2.
Definisi
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing Ancylostoma
duodenale dan / atau Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah
sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan
pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
ASKARIASIS (Infeksi Cacing Gelang)
Kompetensi
:
Laporan Penyakit
:
ICD X :
Definisi
Askariasis atau infeksi cacing gelang adalah penyakit ik yang disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbanyak yang disebabkan
oleh parasit.
Penyebab
Ascaris lumbricoides.
Penyebab
Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus.
Gambaran klinis
- Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung
dari beratnya infeksi dan keadaan gizi penderita.
- Pada saat larva menembus kulit, penderita dapat mengalami dermatitis.
Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batuk-batuk
- Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang kadang demikian
berat sampai menyebabkan gagal jantung.
31
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar atau biakan tinja
dengan cara Harada-Mori.
Gambaran klinis
- Infeksi cacing gelang di usus besar gejalanya tidak jelas. Pada infeksi masif
dapat terjadi gangguan saluran cerna yang serius antara lain obstruksi total
saluran cerna. Cacing gelang dapat bermigrasi ke organ tubuh lainnya misalnya
saluran empedu dan menyumbat lumen sehingga berakibat fatal.
- Telur cacing menetas di usus menjadi larva yang kemudian menembus dinding
usus, masuk ke aliran darah lalu ke paru dan menimbulkan gejala seperti batuk,
bersin, demam, eosinofilia, dan pneumonitis askaris. Larva menjadi cacing
dewasa di usus dalam waktu 2 bulan.
32
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
Cacing dewasa di usus akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti
tidak napsu makan, mual, muntah, , dan .
Bila cacing masuk ke saluran maka dapat menyebabkan dan . Bila menembus
dapat menyebabkan .
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Sering kali infeksi ini baru diketahui setelah
cacing keluar spontan bersama tinja atau dimuntahkan.
Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi
usus (ileus), yang merupakan kedaruratan dan penderita perlu dirujuk ke rumah
sakit.
Diagnosis
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur
Ascaris pada pemeriksaan tinja.
Penatalaksanaan
- Pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal
- Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama
tiga hari berturut-turut
- Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan
selama hamil.
Pencegahan
1. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan
askariasis.
2. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene
pribadi seperti:
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
- Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat
hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
- Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih
dahulu dengan pirantel pamoat.
33
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
3.
FILARIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0702
ICD X :B.74
Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan
sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala
klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema
dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Penyebab
Di Indonesia ditemukan 3 spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori yang masing-masing sebagai penyebab filariasis bancrofti,
filariasis malayi dan filariasis timori. Beragam spesies nyamuk dapat berperan
sebagai penular (vektor) penyakit tersebut.
Cara Penularan
Seseorang tertular filariasis bila digigit nyamuk yang mengandung larva infektif
cacing filaria. Nyamuk yang menularkan filariasis adalah Anopheles, Culex,
Mansonia, Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia
sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya (got/saluran air, sawah, rawa, hutan).
Gambaran klinik
1. Filariasis tanpa Gejala
Umumnya di daerah endemik, pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan
pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah inguinal. Pada pemeriksaan
darah ditemukan mikrofilaria dalam jumlah besar dan eosinofilia.
2. Filariasis dengan Peradangan
Demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan lemah yang dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Organ yang terkena terutama saluran
limfe tungkai dan alat kelamin. Pada laki-laki umumnya terdapat funikulitis
disertai penebalan dan rasa nyeri, epididimitis, orkitis dan pembengkakan
skrotum. Serangan akut dapat berlangsung satu bulan atau lebih. Bila keadaannya
berat dapat menyebabkan abses ginjal, pembengkakan epididimis, jaringan
retroperitoneal, kelenjar inguinal dan otot ileopsoas.
34
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
3. Filariasis dengan Penyumbatan
Pada stadium menahun terjadi jaringan granulasi yang proliferatif serta pelebaran
saluran limfe yang luas lalu timbul elefantiasis. Penyumbatan duktus torasikus
atau saluran limfe perut bagian tengah mempengaruhi skrotum dan penis pada
laki-laki dan bagian luar alat kelamin pada perempuan. Infeksi kelenjar inguinal
dapat mempengaruhi tungkai dan bagian luar alat kelamin. Elefantiasis
umumnya mengenai tungkai serta alat kelamin dan menyebabkan perubahan
yang luas. Bila saluran limfe kandung kencing dan ginjal pecah akan timbul
kiluria (keluarnya cairan limfe dalam urin), sedangkan bila yang pecah tunika
vaginalis akan terjadi hidrokel atau kilokel, dan bila yang pecah saluran limfe
peritoneum terjadi asites yang mengandung kilus. Gambaran yang sering
tampak ialah hidrokel dan limfangitis alat kelamin. Limfangitis dan elefantiasis
dapat diperberat oleh infeksi sekunder Streptococcus.
Tabel 1. Dosis DEC untuk filariasis berdasarkan umur
4.
Umur
DEC (100 mg)
Albendazol (400 mg)
2 – 6 tahun
1 tablet
1 tablet
7 – 12 tahun
2 tablet
1 tablet
> 13 tahun
3 tablet
1 tablet
OKSIURIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
:
:
ICD X :
Diagnosis
Diagnosis filariasis dapat ditegakkan secara klinis. Diagnosis dipastikan dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah tepi yang diambil malam hari (pukul 22.00
– 02.00 dinihari) dan dipulas dengan pewarnaan Giemsa. Pada keadaan kronik
pemeriksaan ini sering negatif.
Definisi
Infeksi cacing kremi (oksiuriasis, enterobiasis) adalah infeksi parasit yang disebabkan
Enterobius vermicularis. Parasit ini terutama menyerang anak-anak; cacing tumbuh
dan berkembang biak di dalam usus.
Penatalaksanaan
1. Perawatan Umum
- Istirahat di tempat tidur
- Antibiotik untuk infeksi sekunder dan abses
- Perawatan elefantiasis dengan mencuci kaki dan merawat luka.
2. Pengobatan Spesifik
Untuk pengobatan individual diberikan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)
6 mg/kgBB 3 x sehari selama 12 hari.
Efek samping : pusing, mual dan demam selama menggunakan obat ini.
Pengobatan masal (rekomendasi WHO) adalah DEC 6 mg/kgBB dan albendazol
400mg (+ parasetamol) dosis tunggal, sekali setahun selama 5 tahun.
Implementation unit (IU) adalah kecamatan / wilayah kerja puskesmas (jumlah
penduduk 8.000 – 10.000 orang).
Enterobius vermicularis.
35
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penyebab
Gambaran klinis
- Rasa gatal hebat di sekitar anus, kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar
atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).
- Rewel (karena rasa gatal).
- Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika
cacing betina bergerak ke daerah anus dan meletakkan telurnya disana).
- Napsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang, tetapi dapat terjadi
pada infeksi berat) rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika
cacing masuk ke dalam vagina)
Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama
dalam waktu 1 – 2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi aktif
bergerak, berwarna putih dan setipis rambut. Telur maupun cacingnya bisa didapat
dengan menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi
36
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca
objek dan diperiksa dengan mikroskop
sistosomiasis di Indonesia sampai saat ini terbatas pada daerah Lindu, Napu, dan
Besoa di Propinsi Sulawesi Tengah.
Penatalakasanaan
- pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
- mebendazol 100 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
- albendazol 400 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
Gambaran Klinis
- Masa tunas 4 – 6 minggu.
- Penderita memperlihatkan gejala umum berupa demam, urtikaria, mual, muntah,
dan sakit perut. Kadang dijumpai sindrom disentri.
- Dermatitis sistosoma terjadi karena serkaria menembus ke dalam kulit.
- Pada tingkat lanjut telur yang terjebak dalam organ-organ menyebabkan
mikroabses yang meninggalkan fibrosis dalam penyembuhannya. Maka dapat
terjadi sirosis hepatitis, hepatosplenomegali, dan hipertensi portal yang dapat
fatal.
Penyuluhan
Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus minum obat tersebut karena
infeksi dapat menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.
Pencegahan
- Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
- Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
- Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
- Membersihkan jamban setiap hari
- Menghindari penggarukan daerah anus karena mencemari jari-jari tangan dan
setiap benda yang dipegang/disentuhnya
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam tinja, atau biopsi rektum
atau hati. Uji serologi memastikan diagnosis
Penatalaksanaan
Obat terpilih untuk sistosomiasis adalah prazikuantel, dosis tunggal.
6.
5.
SISTOSOMIASIS
Kompetensi
:
Laporan Penyakit
:
ICD X :
Definisi
Sistomiasis merupakan penyakit parasit (cacing) menahun yang hidup di dalam
pembuluh darah vena, sistem peredaran darah hati, yaitu pada sistem vena porta,
mesenterika superior. Dalam siklus hidupnya cacing ini memerlukan hospes
perantara sejenis keong Oncomelania hupensis lindoensis yang bersifat amfibi.
Penyebab
Cacing trematoda. Penyakit ini ditularkan melalui bentuk infektif larvanya yang
disebut sekaria yang sewaktu-waktu keluar dari keong tersebut di atas. Larva ini
akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit yang kontak dengan
air yang mengandung sekaria. Penyakit ini telah lama diketahui terdapat di
Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1937 oleh Brug dan Tesch. Adapun
cacing penyebabnya adalah Scistosoma japonicum. Daerah endemis
37
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
TAENIASIS / SISTISERKOSIS
Kompetensi
:
Laporan Penyakit
:
ICD X :
Definisi
Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasitik yang disebabkan cacing dewasa Taenia
(Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica). Infeksi larva T. solium
disebut sistiserkosis dengan gejala benjolan (nodul) di bawah kulit (subcutaneous
cysticercosis). Bila infeksi larva Taenia solium di susunan saraf pusat disebut
neurosistiserkosis dengan gejala utama epilepsi.
Penyebab
Cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica);
larva T. Solium.
Penularan
Sumber penularan taeniasis adalah hewan terutama babi, sapi yang
mengandung larva cacing pita (cysticercus). Sumber penularan sistiserkosis
adalah penderita taeniasis solium sendiri yang tinjanya mengandung telur atau
38
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
proglotid cacing pita dan mencemari lingkungan. Seseorang dapat terinfeksi cacing
pita (taeniasis) bila makan daging yang mengandung larva yang tidak dimasak
dengan sempurna, baik larva T.saginata yang terdapat pada daging sapi (cysticercus
bovis) maupun larva T.solium (cysticercus cellulose) yang terdapat pada daging
babi atau larva T.asiatica yang terdapat pada hati babi. Sistiserkosis terjadi apabila
telur T.solium tertelan oleh manusia. Telur T. saginata dan T.asiatica tidak
menimbulkan sistiserkosis pada manusia.
Sistiserkosis merupakan penyakit yang berbahaya dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat di daerah endemis. Hingga saat ini kasus taeniasis / sistiserkosis telah
banyak dilaporkan dan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, terutama di
propinsi Papua, Bali dan Sumatera Utara.
Gambaran Klinis
- Masa inkubasi berkisar antara 8 – 14 minggu.
- Sebagian kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
- Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang
dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak nyaman di lambung,
mual, badan lemah, berat badan menurun, napsu makan menurun, sakit kepala,
konstipasi, pusing, diare dan pruritus ani.
- Pada sistiserkosis, biasanya larva cacing pita bersarang di jaringan otak sehingga
dapat mengakibatkan serangan epilepsi. Larva juga dapat bersarang di subkutan, mata, otot, jantung dan lain-lain.
Diagnosis
Diagnosis taeniasis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan tinja
secara mikroskopis.
1. Adanya riwayat mengeluarkan proglotid (segmen) cacing pita baik pada waktu
buang air besar maupun secara spontan.
2. Pada pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing Taenia.
Penatalaksanaan
Pasien taeniasis diobati dengan prazikuantel dengan dosis 5 – 10 mg/kg BB
dosis tunggal. Cara pemberian prazikuantel adalah sebagai berikut :
- Satu hari sebelum pemberian prazikuantel, penderita dianjurkan untuk makan
makanan yang lunak tanpa minyak dan serat.
- Malam harinya setelah makan malam penderita menjalani puasa.
- Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong penderita diberi prazikuantel.
39
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
Dua sampai dua setengah jam kemudian diberikan garam Inggris (MgSO4),
30 gram untuk dewasa dan 15 gram atau 7,5 gram untuk anak anak, sesuai
dengan umur yang dilarutkan dalam sirop (pemberian sekaligus).
- Penderita tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah
buang air besar penderita diberi makan bubur.
- Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol
yang berisi formalin 5 – 10% untuk pemeriksaan telur Taenia sp. Tinja dari
buang air besar pertama dan berikutnya selama 24 jam ditampung dalam
baskom lalu disiram dengan air panas / mendidih, kemudian diayak dan
disaring untuk mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp. Jika terdapat
cacing dewasa, cacing menjadi relaks dengan pemberian air panas.
- Proglotid dan skoleks dikumpulkan dan disimpan dalam botol yang berisi
alkohol 70% untuk pemeriksaan morfologi yang sangat penting dalam
identifikasi spesies cacing pita tersebut.
Pasien neurosistiserkosis sebaiknya dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan
lebih lanjut.
Pencegahan
- Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.
- Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar
- Tidak makan daging mentah atau setengah matang
- Buang air besar di jamban
- Memelihara ternak di kandang
7.
TRIKURIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
:
:
ICD X :
Definisi
Trikuriasis atau Infeksi cacing cambuk adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing Trichuris trichiura.
Penyebab
Trichuris trichiura.
40
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Gambaran Klinis
- Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis.
- Infeksi berat terutama pada anak memberikan gejala diare yang sering diselingi
dengan sindrom disentri. Gejala lainnya adalah anemia, berat badan turun dan
kadang-kadang disertai prolapsus rekti.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing di dalam tinja.
Penatalaksanaan
- Mebendazol 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut atau dosis tunggal
500 mg
- albendazol 400 mg 3 hari berturut-turut. Tidak boleh digunakan selama
kehamilan.
Pencegahan
Pencegahan trikuriasis sama dengan askariasis yaitu buang air besar di jamban,
mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah (lalapan), pendidikan
tentang sanitasi dan kebersihan perorangan seperti mencuci tangan sebelum
makan.
DEMAM BERDARAH DENGUE
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 0405
ICD X : A.91
Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan:
(1) demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2 – 7 hari;
(2) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
melena, hematuri) termasuk uji Tourniquet (Rumple Leede) positif;
(3) Trombositopeni (jumlah trombosit • 100.000/•l);
(4) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit • 20%);
(5) Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
Penyebab
Virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2,
Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus
(Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat
berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas
distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4.
Cara Penularan
Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti meskipun dapat
juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di kebun-kebun.
Nyamuk penular DBD ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Gambaran Klinis
a. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 – 7 hari
b. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus
berlangsung 2 – 7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik
lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.
41
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
42
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
c. Tanda-tanda perdarahan
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa
uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih
manifestasi perdarahan sebagai berikut: Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan
konjungtiva, Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri.
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet
positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test
(dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam
terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun uji Tourniquet positif
dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam chikungunya),
infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan
positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 x
2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti).
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
Sifat pembesaran hati:
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit
- Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
- Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
e. Renjatan (syok)
Tanda-tanda renjatan:
- Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki
- Penderita menjadi gelisah
- Sianosis di sekitar mulut
- Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
- Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
Sebab renjatan: Karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang terganggu.
f. Trombositopeni
- Jumlah trombosit • 100.000/•l biasanya ditemukan diantara hari ke
3 – 7 sakit
- Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun.
- Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang tiap`hari sampai suhu turun.
43
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
g. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
Peningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan
plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit • 20% (misalnya 35%
menjadi 42%: 35/100 x 42 = 7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.
Penurunan nilai hematokrit • 20% setelah pemberian cairan yang adekuat,
nilai Ht diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
h. Gejala klinik lain
- Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan
kejang
- Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan
kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis
- Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan
gastrointestinal dan renjatan
Diagnosis
1. Tersangka Demam Berdarah Dengue
Dinyatakan Tersangka Demam Berdarah Dengue apabila demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari
disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji Tourniquet
positif) dan/atau trombositopenia (jumlah trombosit • 100.000/•l)
2. Penderita Demam Berdarah Dengue derajat 1 dan 2
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan atau dinyatakan sebagai penderita
DBD apabila demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2 – 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurangkurangnya uji Tourniquet positif), trombositopenia, dan hemokonsentrasi
(diagnosis klinis). atau hasil pemeriksaan serologis pada Tersangka DBD,
menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau terjadi peninggian
(positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test
(diagnosis laboratoris)
44
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
1. Penatalaksana demam berdarah dengue (pada anak)
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:
a. Adakah tanda kedaruratan, yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir
biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus, kejang,
kesadaran menurun, muntah darah, tinja darah, maka pasien perlu dirawat
/ dirujuk.
b. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji Tourniquet dan
hitung trombosit.
1) Bila uji Tourniquet positif dan jumlah trombosit • 100.000/•l,
penderita dirawat / dirujuk.
2) Bila uji Tourniquet negatif dengan trombosit > 100.000/•l atau
normal, pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali
setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan minum banyak,
seperti: air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dan lain-lain. Berikan obat
antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila
selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi
tanda klinis adakah tanda-tanda syok, yaitu anak menjadi gelisah,
ujung kaki / tangan dingin, sakit perut, tinja hitam, kencing berkurang;
bila perlu periksa Hb, Ht dan trombosit. Apabila terdapat tanda syok
atau terdapat peningkatan Ht dan / atau penurunan trombosit, segera
rujuk ke rumah sakit.
1. Penatalaksanaan penderita demam berdarah dengue dengan syok
(DSS)
a. Segera beri infus ringer laktat, atau NaCl 0,9%, 10 – 20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 – 4
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid. Bila
syok mulai teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.
b. Untuk pemantauan dan penanganan lebih lanjut, sebaiknya penderita
dirujuk ke rumah sakit terdekat.
2. Penatalaksanaan demam berdarah dengue (pada dewasa)
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol dalam
waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien memburuk agar segera
kembali ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan pada kasus
yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien tetap
diobservasi dengan anjuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer
laktat sebanyak 500cc dalam 4 jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang
Hb, Ht dan trombosit.
Pasien dirujuk ke rumah sakit apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
a. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit < 100.000/•l atau
b. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit < 150.000/•l
45
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
46
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DEMAM REMATIK
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: -
ICD X : I.00-I.02
Definisi
Demam rematik merupakan sindrom klinik akibat infeksi akut tenggorok oleh
suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik atau fulminan
dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A yang terjadi
1 – 5 minggu sebelumnya pada saluran pernafasan bagian atas.
Pada dasarnya penyakit ini merupakan respon imun yang menyebabkan kelainan
menetap di jantung (penyakit jantung reumatik) dan kelainan berpulih (reversibel)
di sendi, kulit dan organ lainnya.
Penyebab
Interaksi antigen-antibodi 10 – 14 hari setelah infeksi Streptococcus pyogenes.
Gambaran Klinis
1. Kriteria Mayor
a. Karditis
b. Poliartritis migrans (berpindah-pindah)
c. Chorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak di sadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun
dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh dan tidak terkendali. Eritema
marginatum (tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat).
d. Nodulus subkutan (tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika
tidak terdapat karditis).
2. Kriteria Minor
a. Demam
b. Riwayat demam rematik
c. Artralgia / nyeri sendi
d. Peninggian LED
e. Peningkatan CRP serum atau lekositosis
f. Interval P-R yang memanjang pada EKG
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor. Selain itu, bukti adanya infeksi Streptococcus sebelumnya
47
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
(peningkatan titer AST, kultur Streptococcus tenggorokan positif, baru saja
menderita skarlatina)
Ekokardiografi berguna dalam Diagnosis perikarditis dan penyakit katup (tak perlu
untuk Diagnosis primer).
Penatalaksanaan
− Lakukan pengobatan awal
− Eradikasi Kuman secepatnya dilakukan segera setelah Diagnosis demam
rematik dapat ditegakkan.
Obat pilihan pertama adalah :
§ penisilin prokain 600.000 – 1,2 juta IU i.m atau penisilin V 500 mg
3 x sehari selama 10 hari
§ eritromisin 2 gram/hari selama 10 hari bila penderita tidak tahan
terhadap penisilin.
§ Pada anak dosis penisilin prokain adalah 50.000 IU/kgBB/hari, dan
eritromisin 125 – 250 mg 4 x sehari.
− Pemberian obat antiradang pada demam rematik dapat dilihat pada Tabel.
Manifestasi
Pengobatan
Dosis Obat
Artritis, dan/atau
karditis tanpa
kardiomegali
Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2 minggu,
kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari
selama 4 – 6 minggu.
Karditis dengan
kardiomegali atau
gagal jantung
Prednison 2 mg/kg/hari selama 2 minggu,
kemudian diturunkan 1 mg/kg/hari sampai habis
selama
2 minggu, ditambah dengan salisilat 75 mg/kg/hari
mulai minggu ke 3 selama 6 minggu.
− Penderita yang pernah menderita demam rematik, dengan atau tanpa adanya
penyakit jantung rematik, sangat dianjurkan diberikan antibiotik profilaksi
(secondary prophylaxis) untuk mencegah infeksi ulang saluran pernafasan
oleh steptococcus group A.
§ Pasien tanpa karditis dalam serangan pertama harus diberikan profilaksi
minimum 5 tahun setelah serangan hingga minimum usia 18 tahun
48
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Pasien dengan karditis pada serangan pertama, harus diberikan profilaksi
hingga usia 25 tahun
§ Pasien yang menderita penyakit katup jantung rematik kronik, diberikan
profilaksi jangka waktu lama hingga seumur hidup pada beberapa kasus.
§ Profilaksis tetap diteruskan jika pasien hamil. Karena sulfonamides
mempunyai risiko pada janin maka perlu diberikan alternatif penggantinya.
−
Antibiotik profilaksis
§ Benzatin benzilpenisilin
o Injeksi 1,44 g (=2,4 juta IU) (dalam 5 ml vial)
o anak kurang dari 30 kg : 600.000 IU i.m setiap 3 – 4 minggu
o anak dan dewasa > 30 kg : 1,2 juta IU i.m setiap 3 – 4minggu
§ Fenoksimetilpenisilin
o Tablet 250 mg (bentuk garam)
o Suspensi oral 250 mg (bentuk garam, dalam setiap 5 ml)
o Anak < 2 tahun : 125 mg per oral setiap 12 jam
o Dewasa : 250 mg per oral setiap 12 jam
− Jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan:
Eritromisin
Sediaan :
o Kapsul atau tablet 250 mg (stearat atau etil suksinat)
o Suspensi oral 125 mg (stearat atau etil suksinat)
− Semua penderita demam rematik harus dirujuk ke rumah sakit.
§
DERMATITIS ATOPIK
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2002
ICD X : L.20-L.30
Definisi
Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit kronik dan residif yang sering terjadi
pada bayi dan anak, disertai gatal dan berhubungan dengan atopi.
Atopi adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkiale,
rinitis alergi, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergi.
Penyebab
Umumnya tidak diketahui
Gambaran klinik
− Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki
atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair.
− Dermatitis seringkali menghilang pada usia 3 – 4 tahun, meskipun biasanya
akan muncul kembali.
− Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul dan kambuh kembali
hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian depan
atau di belakang lutut.
− Warna, intensitas dan lokasi dari ruam bervariasi, tetapi selalu menimbulkan
gatal-gatal.
− Pada penderita dermatitis atopik, herpes simpleks yang biasanya hanya
menyerang daerah yang kecil dan ringan, bisa menyebabkan penyakit serius
berupa eksim dan demam tinggi (eksim herpetikum).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
riwayat penyakit alergi pada keluarga penderita.
49
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
50
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Penjelasan / penyuluhan kepada orang tua pasien:
§ Penyakit bersifat kronik berulang dan penyembuhan sempurna jarang
terjadisehingga pengobatan ditujukan untuk mengurangi gatal dan
mengatasi kelainan kulit.
§ Selain obat perlu dilakukan usaha lain untuk mencegah kekambuhan :
o Jaga kebersihan, gunakan sabun lunak misalnya sabun bayi
o Pakaian sebaiknya tipis, ringan mudah menyerap keringat
o Udara dan lingkungan cukup berventilasi dan sejuk.
o Hindari faktor-faktor pencetus, misalnya: iritan, debu, dsb
− Sistemik
§ Antihistamin klasik sedatif misalnya klorfeniramin maleat untuk
mengurangi gatal
§ Bila terdapat infeksi sekunder dapat ditambahkan antibiotik sistemik
atau topikal
− Topikal
§ Bila lesi akut/eksudatif: kompres 2 – 3 x sehari, 1 – 2 jam dengan
larutan dengan rivanol 0,1% atau NaCl 0,9%
§ Krim kortikosteroid potensi sedang/rendah, 1 – 2 kali sehari sesudah
mandi, sesuai dengan keadaan lesi. Bila sudah membaik dapat diganti
dengan potensi yang lebih rendah.
Kortikosteroid potensi rendah : krim hidrokortison 1%, 2,5%
Kortikosteroid potensi sedang : krim betametason 0,1%
§ Pada kulit kering dapat diberikan emolien / pelembab segera sesudah
mandi.
DERMATOMIKOSIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2001
ICD X : L.00-L.08
Definisi
Dermatomikosis merupakan penyakit jamur pada kulit yang secara medis disebut
juga dengan mikosis superfisialis (bagian permukaan kulit). Sedangkan dari
berbagai jenis dermatomikosis yang sering mengenai manusia, dikenal dengan
kelompok dermatofitosis yang di Indonesia dikenal dengan kurap / kadas. Sedangkan
panu masuk dalam kategori dermatomikosis yang nondermatofitosis.
Penyebab
− Paparan terhadap jamur sering terjadi. Infeksi jauh lebih jarang.
− Faktor genetik memainkan peran dalam tingkat penularan mikosis kuku dan
kaki.
− Mikosis pada hewan (misal : sapi, marmut, kucing) menyebar dengan mudah
pada manusia dan menyebabkan tinea pada ekstremitas, badan dan wajah.
Gambaran klinis
− Tinea kutaneus biasanya mempunyai tepi berskuama, eritematus dan meninggi,
berbentuk lingkaran (cincin) dan gatal.
− Pada panu, muncul bercak bersisik halus yang berwarna putih hingga kecokelatan
bisa pada daerah mana saja di badan termasuk leher dan lengan. Biasanya
menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala
yang berambut.
− Infeksi jamur kulit ini biasanya juga menyerang kaum wanita. Ia terjadi dalam
kulit dan vagina hingga mengalami pertumbuhan setelah mengalami rangsangan,
yang menyebabkan infeksi. Jamur dapat mengiritasi lebih dari satu kali. Dengan
ditandai antara lain, adanya penebalan, putih, dadih seperti kotoran, peradangan,
serta sakit selama buang air kecil atau sewaktu hubungan seksual.
Diagnosis
Gambaran spesifik infeksi jamur pada kulit.
Dengan cara pemeriksaan mikroskopis dari bahan kerokan kulit yang terserang.
51
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
52
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Tinea biasanya diterapi dengan obat topikal
− Griseofulvin tablet hanya efektif pada dermatofit.
− Nistatin hanya efektif pada Candida.
− Mikonazol topikal dan ketokonazol sistemik efektif untuk dermatofit dan
candida.
− Durasi terapi 1 bulan dengan derivat azol.
− Dermatofitosis
§ Sistemik (diberikan bila lesi luas)
Griseofulvin micronized 500 – 1000mg sehari selama 2 – 6 minggu
§ Topikal
Kombinasi asam salisilat 3% dengan asam benzoat 6%.
DIABETES MELITUS
Kompetensi
: 3A;4
Laporan Penyakit
: 55-59
ICD X : E.10-E.14
Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang ditandai oleh tingginya
kadar plasma glukosa (hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, aksi insulin atau keduanya.
DM ada 2 jenis atas dasar waktu dimulainya penyakit, yaitu :
1. Tipe-1, Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau jenis remaja
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pancreas, sehingga tidak
memproduksi insulin dan akibatnya sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah.
Kadar glukosa darah meningkat sehingga glukosa berlebih dikeluarkan lewat
urin. Tipe ini banyak terjadi pada usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada
usia 10 – 13 tahun.
2. Tipe-2, Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau jenis dewasa
Tipe ini tidak tergantung dari insulin, lazimnya terjadi pada usia diatas 40
tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan usia lanjut.
Penyebab
Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber
energi dan mensintesa lemak.
Tipe-1 penyebabnya belum begitu jelas dapat disebabkan oleh infeksi virus yang
menimbulkan reaksi auto-imun berlebih untuk menanggulangi virus, selain itu
faktor keturunan memegang peran.
Tipe-2 disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel beta serta penumpukan amiloid
disekitar sel beta.
Insufisiensi fungsi insulin yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
53
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
54
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Gambaran Klinis
a. Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau rasa
baal serta gatal yang kronik.
b. Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih) polidipsia
(banyak minum) dan polifagia (banyak makan).
c. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
d. Selain itu penderita akan merasa sangat haus, kehilangan energi, rasa lemas
dan cepat lelah.
e. Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan
Diagnosis
Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia). Diagnosis
dapat dipastikan dengan Penentuan Kadar Gula Darah.
a. Bila kadar glukosa darah sewaktu • 200 mg/dl
b. Glukosa darah puasa • 126 mg/dl
c. pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar
gula darah 2 jam • 200 mg/dl sesudah pemberian glukosa 75 gram.
Penatalaksanaan
a. Tindakan umum yang dilakukan bagi penderita diabetes antara lain; diet dengan
pembatasan kalori, gerak badan bila terjadi resistensi insulin gerak badan
secara teratur dapat menguranginya, berhenti merokok karena nikotin dapat
mempengaruhi penyerapan glukosa oleh sel.
b. jika tindakan umum tidak efektif menurunkan glukosa darah pada penderita
diabetes Tipe-2 maka dapat diberikan antidiabetik oral :
- Klorpropamid mulai dengan 0,1 gr/hari dalam sekali pemberian, maksimal
0,5 mg/hari
- Glibenklamid mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal
10 mg/hari
- Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian, maksimal
2 g/hari.
Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil. Setelah 2 minggu pengobatan,
dosis dapat ditingkatkan.
c. Pada penderita diabetes Tipe-1 yang diberikan insulin seumur hidup, tidak
dianjurkan minum antidiabetik oral.
55
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DIARE NON SPESIFIK
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0102
ICD X : A.09
Definisi
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala
dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain.
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair konsistensinya encer, lebih sering
dari biasanya disertai berlendir, bau amis, berbusa bahkan dapat berupa air saja
yang frekwensinya lebih sering dari biasanya.
Diare nonspesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh kuman khusus maupun
parasit.
Penyebab
Penyebabnya adalah virus, makanan yang merangsang atau yang tercemar toksin,
gangguan pencernaan dan sebagainya.
Gambaran Klinis
− Demam yang sering menyertai penyakit ini memperberat dehidrasi. Gejala
dehidrasi tidak akan terlihat sampai kehilangan cairan mencapai 4 – 5% berat
badan.
− Gejala dan tanda dehidrasi antara lain :
§ Rasa haus, mulut dan bibir kering
§ Menurunnya turgor kulit
§ Menurunnya berat badan, hipotensi, lemah otot
§ sesak napas, gelisah
§ Mata cekung, air mata tidak ada
§ Ubun-ubun besar cekung pada bayi
§ Oliguria kemudian anuria
§ Menurunnya kesadaran, mengantuk
− Bila kekurangan cairan mencapai 10% atau lebih penderita jatuh ke dalam
dehidrasi berat dan bila berlanjut dapat terjadi syok dan kematian.
Diagnosis
Ditentukan dari gejala buang air besar berulang kali lebih sering dari biasanya
dengan konsistensinya yang lembek dan cair.
56
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− WHO telah menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut
yaitu:
§ Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah
maupun mengobati dehidrasi.
§ Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama
diare dan dalam masa penyembuhan.
§ Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba
hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau
amubiasis.
§ Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya
tentang upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan
cara mencegah diare di masa yang akan datang.
− Dasar pengobatan diare akut adalah rehidrasi dan memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu langkah pertama adalah
tentukan derajat dehidrasi.
derajat dehidrasi
pemeriksaan
tidak
dehidrasi
dehidrasi
ringan - sedang
dehidrasi berat
keadaan umum
baik, sadar
gelisah
lesu,tidak sadar
mata
normal
cekung
sangat cekung
air mata
Ada
tidak ada
tidak ada
mulut dan lidah
basah
kering
sangat kering
rasa haus
Normal,
tidak haus
kehausan, ingin
minum banyak
malas minum atau
tidak dapat minum
turgor kulit
kembali
cepat
kembali lambat
kembali sangat
lambat
Pemberian pertama
30 ml/kg
Pemberian kemudian
70 ml/kg
bayi (< 12 bulan)
dalam 1 jam
dalam 5 jam
> 12 bulan
dalam 30 menit
2,5 jam
Umur
57
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Kemudian lakukan upaya rehidrasi seperti yang dilakukan terhadap dehidrasi
karena kolera.
− Pada penderita diare tanpa dehidrasi: ( Terapi A )
§ Berikan cairan (air tajin, larutan gula garam, oralit) sebanyak yang diinginkan
hingga diare stop, sebagai petunjuk berikan setiap habis
BAB
o Anak < 1 thn
: 50 – 100 ml
o Anak 1 – 4 thn
: 100 – 200 ml.
o Anak > 5 tahun
: 200 – 300 ml
o Dewasa
: 300 – 400 ml
§ Meneruskan pemberian makanan atau ASI bagi bayi
− Pada penderita diare dengan dehidrasi ringan – sedang (Terapi B) :
§ Oralit diberikan 75 ml/kg BB dalam 3 jam, jangan dengan botol.
§ Jika anak muntah (karena pemberian cairan terlalu cepat), tunggu 5-10
menit lalu ulangi lagi, dengan pemberian lebih lambat (satu sendok setiap
2-3 menit).
− Pada penderita diare dengan dehidrasi berat ( Terapi C ) :
§ Diberikan Ringer Laktat 100 ml yang terbagi dalam beberapa waktu
§ Setiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak membaik
tetesan dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau tiga jam (pasien lebih tua)
pasien kembali di periksa
58
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DIFTERI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0303
ICD X : A.36
Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas yang
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae. Lebih sering menyerang
anak-anak.
Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini biasanya
menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan tenggorokan. Tetapi
tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf
dan jantung.
Diagnosis
Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran
klinis.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat ke dalam
tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media khusus, untuk itu
perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium. Sediaan apus diambil 3 hari
berturut-turut.
Penatalaksanaan
− Pasien asimtomatik diberikan profilaktik antibiotik eritromisin.
− Pasien simtomatik harus dirujuk ke rumah sakit.
Gambaran klinik
− Masa tunas 2 – 7 hari
− Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor),
pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
− Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas.
− Demam tidak tinggi.
− Pada pemeriksaan tenggorokan tampak selaput putih keabu-abuan yang mudah
berdarah bila disentuh.
− Gejala ini tidak selalu ada:
§ Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis
§ Napas bau
§ Perdarahan hidung
− Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck)
− Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang lekat di
mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak. Pada anak,
fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
− Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 – 2
minggu sesudah gejala lokal. Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis,
aritmia terutama selama minggu kedua penyakit) dan sistem syaraf
(paralisis, neuritis 2 – 7 minggu sesudah onset penyakit). Bila pasien
sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta.
59
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
60
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
EPILEPSI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 0901
ICD X : G.40
Definisi
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk
mengalami kejang berulang.
Bentuk serangannya yang paling sering adalah kejang yang dimulai dengan
hilangnya kesadaran, hilangnya kendali terhadap gerak dan terjadinya kejang tonik
atau klonik pada anggota badan.
Penyebab
Kelainan fungsional otak yang serangannya bersifat kambuhan. Kelainan organis
di otak juga dapat menimbulkan epilepsi, sehingga kemungkinan ini perlu dipikirkan.
Dari pola serangannya, epilepsi dibedakan atas epilepsi umum misalnya epilepsi
grand mal, petit mal, atau mioklonik dan epilepsi parsial misalnya serangan fokal
motorik, fokal sensorik.
Gambaran Klinis
- Serangan grand mal sering diawali dengan aura berupa rasa terbenam atau
melayang. Penurunan kesadaran sementara, kepala berpaling ke satu sisi, gigi
dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih, nafas
mendengkur, mulut berbusa dan dapat terjadi inkontinesia. Kemudian terjadi
kejang tonik seluruh tubuh selama 20 – 30 detik diikuti kejang klonik pada
otot anggota, otot punggung, dan otot leher yang berlangsung 2 – 3 menit.
Setelah kejang hilang penderita terbaring lemas atau tertidur 3 – 4 jam,
kemudian kesadaran berangsur pulih. Setelah serangan sering pasien berada
dalam keadaan bingung.
- Serangan petit mal, disebut juga serangan lena, diawali dengan hilang kesadaran
selama 10 – 30 detik. Selama fase lena (absence) kegiatan motorik terhenti
dan pasien diam tak beraksi. Kadang tampak seperti tak ada serangan, tetapi
ada kalanya timbul gerakan klonik pada mulut atau kelopak mata.
- Serangan mioklonik merupakan kontraksi singkat suatu otot atau kelompok
otot.
- Serangan parsial sederhana motorik dapat bersifat kejang yang mulai di salah
satu tangan dan menjalar sesisi, sedangkan serangan parsial sensorik dapat
berupa serangan rasa baal atau kesemutan unilateral.
61
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
Serangan parsial sederhana (psikomotor) kompleks, penderita hilang kontak
dengan lingkungan sekitarnya selama 1 – 2 menit, menggerakkan lengan dan
tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suarasuara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan
dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama beberapa menit dan
diikuti dengan penyembuhan total.
Pada Epilepsi primer generalisata, penderita mengalami kejang sebagai reaksi
tubuh terhadap muatan yang abnormal. Sesudahnya penderita bisa mengalami
sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita
tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi
terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas
sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas.
Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang
menetap dan penderita bisa meninggal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain
yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita dan adanya riwayat
penyakit sebelumnya.
Penatalaksanaan
− Prinsip umum terapi epilepsi idiopatik adalah mengurangi / mencegah serangan,
sedangkan terapi epilepsi organik ditujukan terhadap penyebab.
− Faktor pencetus serangan, misalnya kelelahan, emosi atau putusnya makan
obat harus dihindarkan.
− Bila terjadi serangan kejang, upayakan menghindarkan cedera akibat kejang,
misalnya tergigitnya lidah atau luka atau cedera lain.
− Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh,
melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal
di bawah kepala penderita.
− Jika penderita tidak sadarkan diri sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih
mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar
sadar dan bisa bergerak secara normal.
− Obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan, biasanya diberikan
kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus
merupakan keadaan darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis
tinggi secara intravena.
62
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Sedapat mungkin gunakan obat tunggal dan mulai dengan dosis rendah.
− Bila obat tunggal dosis maksimal tidak efektif gunakan dua jenis obat dengan
dosis terendah.
− Bila serangan tak teratasi pikirkan kemungkinan ketidakpatuhan penderita,
penyebab organik, pilihan dan dosis obat yang kurang tepat.
− Bila selama 2 – 3 tahun tidak timbul lagi serangan, obat dapat dihentikan
bertahap.
− Pilihan antiepilepsi
Jenis Kejang
Jenis Obat
Fokal/Parsial
Fenobarbital atau fenitoin
Umum
Fenobarbital atau fenitoin
Tonik-klonik
Fenobarbital atau fenitoin
Mioklonik
Diazepam
Serangan lena
Diazepam
: 4
: 2001
ICD X : L.00-L.08
Definisi
Erisipelas adalah infeksi kulit
Penyebab
Streptococcus beta-haemolyticus.
Gambaran Klinis
- Penderita biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise.
- Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, udematus dan berkilat dengan
batas yang tegas serta nyeri tekan.
- Pada kulit yang udematus itu sering tumbuh vesikel dan bula.
- Kelenjar getah bening regional sering membesar dengan nyeri tekan.
Diagnosis
Tanda-tanda peradangan kulit.
− Bayi dan anak :
o i.v 0,2 – 0,3 mg/kgBB/dosis ( 1 mg/tahun umur) diberikan dalam 3 – 5
menit, setiap 15 – 30 menit hingga dosis total maksimal 5 mg, diulangi
dalam 2 – 4 jam bila perlu;
o rektal : bayi < 6 bulan, tidak dianjurkan; < 2 tahun : keamanan dan
efektivitas belum diuji; 2- 5 tahun : 0,5 mg/kgBB; 6 – 11 tahun : 0,3
mg/kgBB; • 12 tahun : 0,2 mg/kgBB.
− Untuk maintenance:
• Fenobarbital 1 – 5 mg/kgBB/hari 1 x sehari
• Fenitoin 4 – 20 mg/kgBB 2 – 3 x sehari
63
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ERISIPELAS
Kompetensi
Laporan Penyakit
Penatalaksanaan
- Obat terpilih adalah penisilin prokain 1,2 juta IU yang disuntikkan 3 hari
berturut-turut.
Kalau penderita tidak tahan penisilin dapat diberikan eritromisin selama 5 –
6 hari.
- Kasus yang berat sebaiknya dirujuk ke rumah sakit.
64
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
FARINGITIS AKUT
Kompetensi
Laporan Penyakit
•
: 4
: 1302
ICD X : J.00-J.01
Definisi
Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat juga
tonsilo palatina).
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo
faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
Penyebab
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
− Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein –
Barr virus, herpes virus)
− Bakteria (yaitu, grup A ß-hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae
− Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu
mereka dengan HIV dan AIDS)
Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang
memperberat.
Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi
kumannya serta daya tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh
sendiri dalam 3 – 5 hari.
• Faringitis yang disebabkan bakteri :
− Demam atau menggigil
− Nyeri menelan
− Faring posterior merah dan bengkak
− Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring
− Mungkin batuk
− Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior
− Tidak mau makan / menelan
− Onset mendadak dari nyeri tenggorokan
− Malaise
− Anoreksia
65
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Faringitis yang disebabkan virus :
− Onset radang tenggorokannya lambat, progresif
− Demam
− Nyeri menelan
− Faring posterior merah dan bengkak
− Malaise ringan
− Batuk
− Kongesti nasal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
- Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.
- Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.
- Untuk demam dan nyeri:
§ Dewasa
Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 – 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan,
atau Ibuprofen, 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan.
§ Anak
Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam
- di bawah 1 tahun
: 60 mg/kali (1/8 tablet)
- 1 - 3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet)
- 3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali (1/3 tablet)
- 6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet)
- Obati dengan antibiotik jika diduga ada infeksi :
§ Dewasa
o Kotrimoksazol 2 tablet dewasa 2 x sehari selama 5 hari
o Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
o Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
§ Anak
o Kotrimoksazol 2 tablet anak 2 x sehari selama 5 hari
o Amoksisilin 30 - 50mg/kgBB perhari selama 5 hari
o Eritromisin 20 – 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari
66
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
FLU BURUNG
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 97
Disertai satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum
timbulnya gejala :
− Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara, atau
bersentuhan dengan pasien tersangka (suspek), probabel atau kasus H5N1
yang sudah konfirmasi.
− Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong,
mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai
unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu
dalam wilayah dimana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia
telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam satu bulan terakhir.
− Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan
sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau
manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
− Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas lain),
misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.
− Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suastu laboratorium atau tempat lainnya
− Ditemukan leukopenia (dibawah nilai normal: 5000 – 10.000).
− Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa sub-tipe.
− Foto toraks menunjukkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial
foto.
ICD X : J.09
Definisi
Flu burung (Avian influenza) adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh
virus yang pada umumnya menyerang unggas dan dapat juga menular dari unggas
ke manusia.
Penyebab
Virus influenza tipe A sub-tipe H5N1
Cara Penularan
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui:
a. Binatang: kontak langsung dengan unggas yang sakit atau produk unggas yang
dakit
b. Lingkungan: udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang
berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang virus flu burung (AI)
c. Manusia: sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus
dalam kelompok / cluster)
d. Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan sempurna mempunyai
potensi penularan virus flu burung.
Gambaran klinis
Masa inkubasi rata-rata 3 (1 – 7 hari). Masa penularan pada manusia adalah 1 hari
sebelum dan 3 – 5 hari setelah gejala timbul, sedangkan penularan pada anak
dapat mencapai 21 hari. Gejala yang ditimbulkan sama seperti flu biasa, ditandai
dengan demam mendadak (suhu • 38oC), batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak,
sakit kepala, malaise, muntah, diare dan nyeri otot.
Diagnosis
1. Tersangka flu burung
Apabila demam (suhu • 38oC) disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
− Batuk
− Sakit tenggorokan
− Pilek
− Sesak nafas,
67
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
2. Penderita (konfirmasi) flu burung
Apabila pada tersangka disertai satu dari hasil positif berikut ini yang
dilaksanakan di laboratorium influenza nasional, regional atau internasional
yang hasil pemeriksaan H5N1nya diakui oleh WHO sebagai konfirmasi:
− Isolasi virus influenza A/H5N1 positif
− Hasil PCR influenza A/H5N1 positif
− Peningkatan • 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil • 7 hari setelan
onset penyakit), dan titer antibodi netralisasi harus pula • 1/80).
68
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 • 1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke • 14 setelah onset penyakit disertai hasil postif hasil
uji serologis lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda • 1/160 atau
western blot specific H5 positif.
Penatalaksanaan
a. Tersangka flu burung diberikan oseltamivir 75 mg 2 x sehari selama 5 hari.
Dosis anak sesuai dengan berat badan (usia > 1 tahun : 2mg/kgBB), lalu
dirujuk ke rumah sakit rujukan flu burung
b. Pemberian tersebut harus mengikuti sistem skoring yang telah disepakati (lihat
buku Pengendalian Flu Burung dan Penggunaan Oseltamivir di Puskesmas,
2006)
c. Setiap pemberian oseltamivir harus berdasarkan resep dokter dan dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan format yang tersedia.
d. Oseltamivir tidak direkomendasikan untuk profilaksis dan pemberiannya oleh
dokter.
Pencegahan
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang
terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan tindakan sebagai berikut:
− Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna
unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata renang)
− Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus ditatalaksana
dengan baik (ditanam / dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi
orang sekitarnya
− Alat-alat yang dipergunakan dalam perternakan harus dicuci dengan
desinfektan
− Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
− Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak paling kurang pada suhu
80oC selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu
64oC selama 5 menit
− Memelihara kebersihan lingkungan
− Menjaga kebersihan diri
− Bagi yang tidak berkepentingan, dilarang memasuki tempat peternakan
− Apabila sedang terkena influenza dilarang memasuki tempat peternakan.
− Jika sedang bercocok tanam dengan menggunakan pupuk kandang diharuskan
menggunakan sarung tangan dan masker
− Setiap pekerja peternakan, pemotong unggas dan penjamah unggas yang
terkena influenza segera ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya.
69
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
FRAMBUSIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0701
ICD X : A.66
Definisi
Frambusia disebut juga patek atau puru, disebabkan oleh Treponema pertenue,
dan hanya terdapat di daerah tropis yang tinggi kelembabannya serta pada
masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah. Penyakit ini menyerang kulit umumnya
di tungkai bawah, bentuk destruktif menyerang juga tulang dan periosteum.
Penyebab
Treponema pertenue
Gambaran klinis
- Pada stadium awal ditemukan kelainan pada tungkai bawah berupa kumpulan
papula dengan dasar eritem yang kemudian berkembang menjadi borok dengan
dasar bergranulasi. Kelainan ini sering mengeluarkan serum bercampur darah
yang banyak mengandung kuman. Stadium ini sembuh dalam beberapa bulan
dengan parut atrofi. Atau, bersamaan dengan ini timbul papula bentuk butiran
sampai bentuk kumparan yang tersusun menggerombol, berbentuk
korimbiformis, atau melingkar di daerah lubang-lubang tubuh (anus, telinga,
mulut, hidung), muka dan daerah lipatan.
- Papul kemudian membasah, mengeropeng kekuningan.
- Pada telapak kaki dapat ditemukan keratodermia. Keadaan ini berlangsung 3
- 12 bulan.
- Bila penyakit berlanjut, periosteum, tulang, dan persendian akan terserang.
Dalam keadaan ini dapat terjadi destruksi tulang yang terlihat dari luar sebagai
gumma atau nodus. Destruksi tulang hidung menyebabkan pembengkakan
akibat eksostosis yang disebut goundou.
Diagnosis
Papula yang kemudian membesar membentuk papiloma / ulceropapilloma
70
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
- Obat terpilih adalah penisilin prokain 2,4 juta IU dosis tunggal untuk dewasa.
- Obat alternatif diberikan kepada penderita yang peka/alergi terhadap penisilin,
walaupun menurut laporan di Negara lain hanya menghasilkan 70 – 80%
kesembuhan.
- Program pemberantasan penyakit frambusia memberikan obat alternatif sebagai
berikut :
a. Aureomisin.
Anak-anak : 0,75 – 1,5 gr selama 4 hari.
Dewasa
: 2 gr selama 5 hari
b. Teramisin (dalam dosis dibagi 3 hari berturut-turut)
3 gr pada hari I
2 gr pada hari II
2 gr pada hari III
c. Tetrasiklin.
Anak-anak : 25 mg/kgBB selama 5 hari.
Dewasa
: 2 gr /hari selama 5 hari
d. Obat pilihan lain eritromisin 1 – 2 gram/hari atau tetrasiklin 1 – 2
gram/hari selama 2 minggu.
GAGAL JANTUNG (DEKOMPENSASIO KORDIS)
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 86
ICD X : I.24
Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang timbul karena menurunnya daya
pompa jantung. Sebabnya macam-macam antara lain anemia, hipertensi,
tirotoksikosis, penyakit jantung koroner atau kelainan katup jantung.
Penyebab
- anemia
- hipertensi
- titotoksikemia
- penyakit jantung kronik
- kelainan katup jantung
Gambaran Klinis
- Gejala gagal jantung dapat berupa tanda gagal jantung kiri atau kanan yang
dapat muncul bertahap tetapi dapat pula mendadak dengan tanda udem paru
akut.
- Gagal jantung kiri ditandai dengan sesak napas setelah suatu kerja fisik, batuk,
atau paroxysmal nocturnal dyspnea.
- Mungkin tampak pulsasi karotis yang melemah, dan terdengar bunyi jantung
III dan i.v.
- Tanda penting gagal jantung kanan adalah udem di pergelangan kaki yang
bersifat pitting dan pembesaran hati.
- Penderita biasanya merasa lemah dan mungkin mengeluh nyeri di perempat
kanan atas perut. Pada tahap lanjut dapat terjadi asites.
- Gagal jantung akut biasanya suatu gagal jantung kiri dengan tanda udem paru
akut: sesak napas berat dan napas cepat, batuk saat berbaring, dan sianosis.
Diagnosis
Sesak nafas, takikardia dan ”irama gallop”, tanda-tanda bendungan paru-paru.
71
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
72
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
- Penderita gagal jantung perlu istirahat sesuai dengan berat penyakit. Pada
gejala berat, berbaring setengah duduk paling baik. Selanjutnya aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan jantung.
- Penderita harus membatasi asupan garam.
- Diuretik furosemid tablet 40 mg 1 – 2 x sehari bermanfaat sebagai obat
tunggal untuk gagal jantung yang tanda bendungannya menonjol. Diuretik
ini dapat diberikan tanpa digitalis bila tak ada takikardia.
- Bila diuretik digunakan bersama digitalis perlu diberikan KCI 500 mg 1 – 3
x sehari secara oral, dengan monitoring kadar Na+ dan K+ plasma.
- Pada gagal jantung yang lebih berat mungkin diperlukan digitalis. Digitalisasi
sebaiknya dilakukan secara lambat dengan digoksin 0,25 mg/hari.
- Bila mungkin berikan oksigen.
- Penderita yang menunjukkan keluhan dalam keadaan istirahat atau yang
disertai gejala udem paru perlu dirujuk ke rumah sakit, sebelumnya diberi
dulu furosemid, KCI dan digoksin.
GANGGUAN NEUROTIK
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 0802
ICD X : F.40-F.48
Definisi
Suatu gejala fisik / jasmani yang dirasakan berlebihan disertai dengan gejala
kejiwaan tanpa gangguan afek.
Penyebab
Kepribadian Individu
Jenis-jenis Gangguan Neurotik
a. Gangguan fobik
b. Gangguan panik
c. Gangguan ansietas menyeluruh
d. Gangguan campuran ansietas dan depresi
e. Gangguan Obsesif kompulsif
f. Gangguan penyesuaian
g. Gangguan somatoform
Gambaran Klinik
Sesuai dengan gejala dari masing-masing jenis neurotik.
Diagnosis
Tergantung gejala yang menonjol untuk menentukan jenis neurotiknya.
Penatalaksanaan
Anti ansietas
: Diazepam 2-5 mg 2 – 3 x sehari.
Anti depresan : Amitriptilin 25 mg 2 – 3 x sehari
Obat lain yang diperlukan.
73
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
74
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GANGREN PULPA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1502
ICD X : K.04
GASTRITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 88
ICD X : K.29
Definisi
Kematian jaringan pulpa sebagian atau seluruhnya sebagai kelanjutan proses karies
atau trauma.
Definisi
Nyeri epigastrium yang hilang timbul / menetap dapat disertai dengan mual /
muntah.
Penyebab
Kematian jaringan pulpa dengan atau tanpa kehancuran jaringan pulpa
Peyebab
Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya oleh makanan yang
merangsang asam lambung, alkohol, obat atau stres. Pada keadaan ini terjadi
gangguan keseimbangan antara produksi asam lambung dan daya tahan mukosa.
Penyakit sistemik, kebiasaan merokok, infeksi kuman Helicobacter pilori juga
berperan dalam penyakit ini.
Gambaran Klinis
- Tidak ada simtom sakit
- Tanda klinis yang sering ditemui adalah jaringan pulpa mati, lisis dan berbau
busuk
- Gigi yang rusak berubah warna menjadi abu-abu kehitaman.
Diagnosis
Degenerasi pulpa
Penatalaksanaan
- Bila tidak ada tenaga kesehatan gigi, gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu
dikeringkan dengan kapas.
- Bila sudah ada radang periapikal berikan antibiotik Amoksisilin 500 mg 3 x
sehari selama 5 hari, bila terjadi alergi amoksisilin gunakan antibiotika pilihan
kedua, eritromisin atau kotrimoksazol. Pada kasus yang berat : penisilin prokain
600.000 IU/hari selama 3 hari. Kalau perlu diberi parasetamol 500 mg 3 x
sehari.
- Sesudah peradangan reda gigi dicabut atau pasien dirujuk ke rumah sakit untuk
perawatan syaraf.
75
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Gambaran Klinis
- Penderita biasanya mengeluh perih atau tidak enak di ulu hati.
- Gastritis erosif akibat obat sering disertai pendarahan.
- Nyeri epigastrium, perut kembung, mual, muntah tidak selalu ada.
Diagnosis
Nyeri ulu hati, mual / muntah, kembung dll.
Penatalaksanaan
- Penderita gastritis akut memerlukan tirah baring. Selanjutnya ia harus
membiasakan diri makan teratur dan menghindarkan makanan yang merangsang.
- Keluhan akan segera hilang dengan antasida (Al. Hidroksida, Mg Hidroksida)
yang diberikan menjelang tidur, pagi hari, dan diantara waktu makan.
- Bila muntah sampai mengganggu dapat diberikan tablet metoklopramid 10
mg, 1 jam sebelum makan.
- Bila nyeri hebat dapat dikombinasikan dengan simetidin 200 mg 2 x sehari
atau ranitidin 150 mg 2 x sehari
- Penderita dengan tanda pendarahan seperti hematemesis atau melena perlu
segera dirujuk ke rumah sakit karena kemungkinan terjadi pendarahan pada
tukak lambung yang dapat menjadi perforasi.
76
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GIGITAN ULAR
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 1901
ICD X : S.02-T.02
Definisi
Suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Penyebab
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dan lain-lain)
Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper, dan lain-lain).
Gambaran Klinis
- Umumnya gigitan ular tidak beracun, misalnya ular air dan hanya memerlukan
tata laksana sederhana. Namun bila jenis ular tidak diketahui, maka sebaiknya
dilakukan upaya pencegahan dengan Serum Anti Bisa Ular Polivalen.
- Kemungkinan ini dicurigai bila ada riwayat digigit ular.
- Penderita mungkin:
§ Tampak kebiruan
§ Pingsan
§ Lumpuh
§ Sesak nafas
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi tiga:
1. Efek lokal.
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan efek yang agak
sulit di deteksi dan hanya bersifat minor tetapi beberapa spesies, gigitannya
dapat menghasilkan efek yang cukup besar seperti: bengkak, melepuh,
perdarahan, memar sampai dengan nekrosis. Yang mesti diwaspadai adalah
terjadinya syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh berpindahnya
cairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.
2. Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik seperti: nyeri kepala,
mual dan muntah, nyeri perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejala
yang ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk
memberi petolongan segera.
77
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
3. Efek sistemik spesifik
Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
• Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopati. Tandatanda klinis yang dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus menerus
dari tempat gigitan, venipuncture dari gusi dan bila berkembang akan
menimbulkan hematuria, haematomesis, melena dan batuk darah.
• Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya
berbahaya bila terjadi paralisis pada pernafasan. Biasanya tanda-tanda
yang pertama kali dijumpai adalah pada saraf kranial seperti ptosis,
oftalmoplegia progresif bila tidak mendapat anti venom akan terjadi
kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis
akan memakan waktu + 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi
lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
• Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang diserang atau digigit
oleh ular laut. Ular yang berada didaratan biasanya tidak ada yang
menyebabkan terjadinya miotoksisitas berat. Gejala dan tanda adalah :
nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan berpotensi untuk terjadinya gagal
ginjal, hiperkalemia dan kardiotoksisitas.
Diagnosis
Adanya riwayat gigitan disertai gejala/tanda gigitan ular berbisa baik berupa efek
lokal (tempat gigitan) maupun efek sistemik dan efek sistemik spesifik.
Penatalaksanaan
Pertolongan pertama pada gigitan ular :
− Bila yang digigit anggota badan, gunakan tali putar silang disebelah atas luka.
Putar tali sedemikian kencang sampai denyut nadi di ujung anggota hampir
tidak teraba. Ikatan dikendorkan tiap 15 menit selama 1 menit.
− Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari setengah jam, buatlah sayatan
silang ditempat gigitan sampai darah keluar dan sedotlah dengan alat penyedot,
jangan sekali-kali dengan mulut.
− Bila tersedia, suntikkan serum Anti Bisa Ular (ABU) polivalen i.v dan
disekitar luka.
78
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− ATS dan penisilin procain 900.000 IU dapat dipertimbangkan sebagai
profilaksis.
− Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak nafas, penderita harus
segera rujuk ke rumah sakit.
GINGGIVITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1503
ICD X : K.05-K.06
Definisi
Ginggivitis adalah Inflamasi ginggiva marginal atau radang gusi.
Penyebab
Radang gusi ini dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun faktor sistemik.
Faktor lokal diantaranya karang gigi, bakteri, sisa makanan (plak), pemakaian
sikat gigi yang salah, rokok, tambalan yang kurang baik. Faktor sistemik meliputi
Diabetes Melitus (DM), ketidakseimbangan hormon (saat menstruasi, kehamilan,
menopause, pemakaian kontrasepsi), keracunan logam, dan sebagainya.
Gambaran Klinis
- Penderita biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa
nyeri, hanya kadang terasa gatal.
- Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi. Kebersihan mulut biasanya buruk.
- Ginggivitis herpes biasanya disertai gejala herpes simpleks. Tanda di gusi
tidak disertai bau mulut.
- Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih
berat : demam, sukar membuka mulut.
Diagnosis
Peradangan pada gusi.
Penatalaksanaan
- Anjurkan pasien untuk memperbaiki kebersihan mulut dan berkumur dengan
obat kumur iodium povidon atau H2O2 3% 3 x sehari selama 3 hari. Karang
gigi dibersihkan dan lakukan fisioterapi oral.
- Bila dengan perbaikan kebersihan tidak sembuh, Amoksisilin 500 mg 3 x
sehari selama 5 hari, dan perlu dipikirkan kemungkinan sebab sistemik
seperti DM.
- Perikoronitis memerlukan antibiotik sistemik selama 5 hari : Amoksisilin atau
eritromisin 500 mg 3 x sehari, dan jika diperlukan lakukan
pengangkatan operculum.
79
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
80
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GLAUKOMA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 1001
ICD X : H.40
Definisi
Glaukoma adalah suatu gejala dari kumpulan penyakit yang menyebabkan suatu
resultan yakni meningkatnya tekanan intra okuler yang cukup untuk menyebabkan
degenerasi optik disk atau kelainan lapang pandang.
Penyebab
Meningkatnya tekanan intra okuler.
Harus dibedakan dengan hipertensi okuler yaitu suatu keadaan dimana tekanan
intraokuler meninggi tanpa kerusakan pada optik disk dan kelainan lapang pandang.
Gambaran Klinis
Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma primer sudut terbuka (simple glaucoma, wide angle glaucoma,
chronic simple glaucoma) adalah jenis glaukoma yang paling sering
ditemukan.
b. Glaukoma primer sudut tertutup (narrow angle glaucoma, closed angle
glaucoma, acute congestive glaucoma).
2. Glaukoma Kongenital
a. Glaukoma kongenital primer atau infantil (Buftalmos)
b. Glaukoma yang menyertai kelainan kongenital
3. Glaukoma Sekunder
4. Glaukoma Absolut
Diagnosis
Mata merah, pupil lebar, reflek kurang, kornea agak keruh, tanpa kotoran mata
dengan keluhan nyeri kepala dan visus menurun dan biasanya satu mata adalah
Glaukoma.
Kelainan tersebut jangan didiagnosis sebagai konjungtivitis. Tanda konjungtivitis
adalah mata merah (biasanya dua mata), terdapat kotoran mata, tidak nyeri kepala,
visus tidak menurun, pupil tidak lebar dan tidak berakibat kebutaan.
Glaukoma akut kongestif sangat berbahaya dan berakibat kebutaan total yang
tidak dapat diobati.
Penatalaksanaan
Dengan keterbatasan ketenagaan dan peralatan, maka penanggulangan glaukoma
yang mungkin dilakukan di Puskesmas adalah glaukoma akut kongestif, dengan
pemberian :
a. Timolol 0,5% dengan dosis 2 x sehari
b. Pilokarpin 2 – 4% tiap 2 jam
c. Acetazolamide 250 mg 3 x sehari
d. Analgetik sistemik
Pengobatan simptomatik dengan gejala yang ada dan segera rujuk ke spesialis
mata untuk tindakan selanjutnya.
Pada glaukoma akut kongestif (terjadinya serangan) harus diberi perawatan yang
secepat-cepatnya karena terlambatnya perawatan dapat mempercepat memburuknya
tajam penglihatan dan lapang pandang.
Glaukoma akut kongestif sering diduga / didiagnosa sebagai konjungtivitis
karena mata terlihat merah. Pada glaukoma akut akan terlihat adanya injeksi
konjungtiva, injeksi silier, pupil melebar / mid dilatasi, reflek kurang.
Pemeriksaan pengukuran tekanan bola mata dengan tonometri akan didapatkan
nilai yang tinggi (normal 10 –20 mmHg).
81
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
82
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 16
ICD X : N.20-N.23; N.30
Definisi
Glomerulonefritis akut, Glomerulonefritis pasca infeksi adalah suatu
peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam urin),
dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein dalam urin) yang
jumlahnya bervariasi.
Penyebab
Infeksi bakteri atau virus tertentu pada ginjal. Kuman yang paling sering
dihubungkan dengan GNA adalah Streptococcus beta-haemolyticus grup A
Penatalaksanaan
− Pemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak
efektif, kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaaan.
− Jika pada saat ditemukan sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih
berlangsung, maka segera diberikan antibiotik.
− Jika penyebabnya adalah infeksi pada bagian tubuh buatan (misalnya katup
jantung buatan), maka prognosisnya tetap baik, asalkan infeksinya bisa diatasi.
− Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi
ginjal kembali membaik.
− Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang kelebihan
garam dan air.
− Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat anti hipertensi.
− Jika diperlukan perlu dirujuk ke rumah sakit.
Gambaran Klinik
− Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang
pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan
jaringan (udem), berkurangnya volume urin dan berwarna gelap karena
mengandung darah.
− Pada awalnya udem timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak
mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.
− Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa menimbulkan sakit
kepala, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
Diagnosis
− Urinalisis menunjukkan jumlah protein yang bervariasi dan konsentrasi
urea dan kreatinin di dalam darah seringkali tinggi.
− Kadar antibodi untuk streptococcus di dalam darah bisa lebih tinggi
daripada normal.
− Kadang pembentukan urin terhenti sama sekali segera setelah terjadinya
glomerulonefritis pasca streptococcus, volume darah meningkat secara tibatiba dan kadar kalium darah meningkat. Jika tidak segera menjalani dialisa,
maka penderita akan meninggal.
− Sindroma nefritik akut yang terjadi setelah infeksi selain Streptococcus
biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul
ketika infeksinya masih berlangsung.
Tanda-tanda GNA : hematuria, udem, gangguan fungsi ginjal.
83
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
84
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GONORE
Kompetensi
Laporan Penyakit
•
: 4
: 25
ICD X : A.54
Definisi
Gonore adalah infeksi bakteri di alat kelamin, dubur atau tenggorokan.
Penyebab
Disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae (gonococcus), yang merupakan
diplococcus gram negatif. Kuman ini terutama menginfeksi selaput lendir
manusia, yaitu alat kelamin, liang dubur, selaput lendir mata, dan tenggorokan.
Gonore dapat menular kalau seseorang melakukan hubungan seks vaginal,
dubur atau mulut dengan seseorang yang sudah mengalami infeksi tersebut
tanpa memakai kondom. Untuk laki-laki yang mengalami infeksi saluran
kencing, gejala-gejalanya biasanya muncul dalam waktu 2 – 10 hari setelah
terinfeksi, namun terkadang gejalanya hanya muncul setelah beberapa bulan.
Gambaran klinik
• Biasanya penyakit ini menunjukan gejala setelah 2 sampai 10 hari
berkontak ke yang menderita penyakit ini. Pada laki-laki umumnya
penyakit ini ditandai dengan radang saluran keluar air seni dengan gejala
nyeri sewaktu berkemih dan mengeluarkan cairan putih dari saluran
kemihnya. Namum pengeluaran cairan putih, ataupun yang kuning, yang
kental ataupun yang encer bisa disebabkan oleh kuman lain, sehingga sifat
cairan ini tidak memastikan penyakit ini.
•
•
Diagnosis
Gonore dan klamidia dapat diketahui dengan sampel yang diseka dari saluran
kemih, dubur atau tenggorokan. Penting agar pasien tidak buang air kecil selama
paling tidaknya tiga jam sebelum menjalani tesnya.
Penatalaksanaan
-
Kerentanan Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotik sangat bervariasi di
dunia. Resistensi terhadap kuinolon semakin meningkat, terutama di Asia
Tenggara dimana sampai 20% strain telah resisten.
-
Infeksi akut tanpa komplikasi
Obat pilihan lain:
Sedangkan pada wanita bisa menunjukan gejala nyeri pada perut bagian
bawah, keputihan dan kadang-kadang pendarahan yang tidak normal dari
rahim serta rasa tak nyaman pada liang dubur. Namun semua gejala itu pun
tidak khas bagi gonore, ia bisa juga disebabkan oleh penyakit lain sehingga
perlu di periksa dengan teliti.
Pada wanita infeksi gonore bisa berlanjut menjadi peradangan alat dalam
panggul yang menjalar dari bibir rahim, ke dalam rahim, ke saluran telur
dan ke seluruh alat dalam panggul, biasanya terjadi selama haid. Gejala
penyakit ini meliputi demam dan nyeri perut bagian bawah. Mungkin juga
terdapat pengeluaran cairan kekuningan dari dalam bibir rahim dan nyeri
tekan pada rahim pada waktu pemeriksaan dalam atas alat-alat panggul.
Radang alat-alat panggul ini bisa menyebabkan strerilitas, kehamilan di luar
kandungan dan nyeri panggul yang menahun.
85
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Selain Komplikasi setempat pada laki-laki dan wanita, bisa juga terjadi
komplikasi di tempat lain, akibat penyebarannya kuman gonore melalui darah,
dan kira-kira 2/3 pasiennya wanita. Bisa terjadi radang sendi dan kulit yang
di tandai demam, nyeri sendi dan bengkak sendi, menggigil serta kelainan
kulit berbentuk nanah dan gelembung. Radang sendi melibatkan beberapa
sendi, sering melibatkan sendi pergelangan tangan, jari-jari, sendi lutut dan
sendi pergelangan kaki. Manifestasi lazim lainnya meliputi radang selaput
pembukus jantung (perikarditis), dan radang hati (hepatitis). Kadang-kadang
terjadi radang lapisan dalam jantung dan selaput otak.
-
§
Penisilin prokain 2,4 juta IU, diberikan i.m, sedang dosis untuk wanita
4,8 juta IU.
§
Ampisilin dosis tunggal 3,5 gram + 1 gram probenesid
§
Amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid
§
Tiamfenikol oral dosis tunggal 2,5 – 3,5 gram, tetapi tidak dianjurkan pada
wanita hamil
§
Bila kuman penyebab diduga resisten terhadap penisilin (penicillinase
producing. N.gonorrhoeae = PPNG), maka obat terpilih adalah tiamfenikol
atau kuinolon baru.
Infeksi dengan komplikasi : Siprofloksasin 500 mg 2 x sehari selama 5 – 7
hari per oral.
86
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
GOUT
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 90
ICD X : M.05
Definisi
Gout merupakan penyakit radang sendi yang terjadi akibat deposisi kristal mono
sodium urat pada persendian dan jaringan lunak.
Gout ditandai dengan serangan berulang dari arthritis (peradangan sendi) yang
akut, kadang-kadang disertai dengan pembentukan kristal sodium urat yang besar
(yang dinamakan tophus), deformitas (kerusakan) sendi secara kronik, dan adanya
cedera pada ginjal.
Penyebab
Penumpukan asam urat didalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi
asam urat yang meningkat, pembuangannya melalui yang menurun, atau akibat
peningkatan asupan makanan yang kaya akan purin. Gout terjadi ketika cairan
tubuh sangat jenuh akan asam urat karena kadarnya yang tinggi.
Gambaran Klinis
a. Gejala paling khas adalah nyeri dan kemerahan pada sendi metatarsofalangeal
pertama, biasanya melibatkan satu sendi. Gejala bisa dieksaserbasi oleh paparan
terhadap dingin dan sering memburuk pada malam hari.
b. Gout dapat menyerang lebih dari 1 sendi, tetapi umumnya asimetri. Sendi
yang terlibat tampak bengkak, hangat, kemerahan, dengan kulit di atasnya
yang teregang.
c. Selama serangan akut, pasien mungkin agak demam dan ada peningkatan jelas
LED dan CRP serum.
d. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
e. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
f. Oligoarthritis
g. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
h. Hiperuricemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dL)
i. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)
Penatalaksanaan
− Pada serangan arthritis akut, penderita biasanya diberikan terapi untuk
mengurangi peradangan dengan memberikan obat analgesik atau kortikosteroid.
Setelah serangan akut berakhir, terapi ditujukan untuk menurunkan kadar asam
urat didalam tubuh.
− Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya purin, obesitas,
serta konsumsi . Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi asam
urat didalam tubuh. Alkohol merupakan salah satu sumber purin dan juga
dapat menghambat pembuangan purin melalui ginjal sehingga disarankan
untuk tidak sering mengonsumsi alkohol. Pasien juga disarankan untuk dalam
jumlah yang banyak (2 liter atau lebih setiap harinya) karena akan membantu
pembuangan urat dan meminimalkan pengendapan urat dalam . Ada beberapa
jenis makanan yang diketahui kaya akan purin, antara lain daging (daging
sapi, babi, kambing), makanan dari laut (seafood), kacang-kacangan, bayam,
jamur dan kembang kol.
− Obat yang digunakan untuk terapi prevensi adalah:
a. Allopurinol bila terdapat over produksi asam urat. Obat ini menghambat
sintesa dan menurunkan kadar asam urat darah. Dosis pada hiperurikemia
100 mg 3 x sehari sesudah makan, bila perlu dinaikkan setiap minggu
dengan 100 mg s/d 10 mg/kgBB/hari.
b. Probenesid, derivat asam benzoat ini berdaya urikosuris dengan jalan
merintangi penyerapan kembali di tubuli proksimal. Dosis 2 x 250 mg
selama 1 minggu, lalu 2 x 500 mg, bila perlu berangsur-angsur dinaikkan
sampai maksimum 2 g sehari.
c. Natrium Bikarbonat 2 tablet 3 x sehari, untuk membantu kelarutan asam
urat.
Diagnosis
Nyeri akut pada persendian kecil seperti ibu jari, terutama malam hari.
Kadar urat serum biasanya > 7,5 mg/dl.
87
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
88
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HEPATITIS VIRUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0403
ICD X : B.19
Definisi
Hepatitis Virus Akut adalah peradangan hati karena infeksi oleh salah satu dari
kelima virus hepatitis (virus A, B, C, D atau E); peradangan muncul secara tibatiba dan berlangsung hanya selama beberapa minggu.
Penyebab
Virus Hepatitis A, B, C, D, E.
Gambaran Klinis
− Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba, berupa :
§ penurunan nafsu makan
§ merasa tidak enak badan
§ mual
§ muntah
§ demam.
− Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal kulit), terutama jika
penyebabnya adalah infeksi oleh virus hepatitis B.
− Beberapa hari kemudian, urin warnanya berubah menjadi lebih gelap dan
timbul kuning (jaundice). Pada saat ini gejala lainnya menghilang dan penderita
merasa lebih baik, meskipun sakit kuning semakin memburuk.
− Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau berkurangnya aliran empedu)
yang berupa tinja yang berwarna pucat dan gatal di seluruh tubuh.
− Jaundice biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke 1 – 2, kemudian
menghilang pada minggu ke 2 – 4.
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan darah terhadap
fungsi hati.
− Pada pemeriksaan fisik, hati teraba lunak dan kadang agak membesar.
− Diagnosis pasti diperoleh jika pada pemeriksaan darah ditemukan protein virus
atau antibodi terhadap virus hepatitis.
89
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Pengobatan :
− Jika terjadi hepatitis akut yang sangat berat, maka penderita dirawat di rumah
sakit; tetapi biasanya hepatitis A tidak memerlukan pengobatan khusus.
− Setelah beberapa hari, nafsu makan kembali muncul dan penderita tidak perlu
menjalani tirah baring. Makanan dan kegiatan penderita tidak perlu dibatasi
dan tidak diperlukan tambahan vitamin.
− Sebagian besar penderita bisa kembali bekerja setelah jaundice menghilang,
meskipun hasil pemeriksaan fungsi hati belum sepenuhnya normal.
Pencegahan:
− Kebersihan yang baik bisa membantu mencegah penyebaran virus hepatitis
A. Tinja penderita sangat infeksius. Di sisi lain, penderita tidak perlu diasingkan;
pengasingan penderita hanya sedikt membantu penyebaran hepatitis A, tetapi
sama sekali tidak mencegah penyebaran hepatitis B maupun C.
− Kemungkinan terjadinya penularan infeksi melalui transfusi darah bisa dikurangi
dengan menggunakan darah yang telah melalui penyaringan untuk hepatitis
B dan C.
− Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan kekebalan tubuh dan
memberikan perlindungan yang efektif.
− Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang memiliki resiko
tinggi, misalnya para pelancong yang mengunjungi daerah dimana penyakit
ini banyak ditemukan.
− Untuk hepatitis C, D dan E belum ditemukan vaksin.
− Bagi yang belum mendapatkan vaksinasi tetapi telah terpapar oleh hepatitis,
bisa mendapatkan sediaan antibodi untuk perlindungan, yaitu globulin serum.
Pemberian antibodi bertujuan untuk memberikan perlindungan segera terhadap
hepatitis virus.
− Kepada bayi yang lahir dari ibu yang menderita hepatitis B diberikan imun
globulin hepatitis B dan vaksinasi hepatitis B. Kombinasi ini bisa mencegah
terjadinya hepatitis B kronik pada sekitar 70% bayi.
90
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HERPES SIMPLEKS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0403
ICD X : B.02
Definisi
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia.
Infeksi virus H. simplex ditandai dengan vesikel berkelompok di daerah mukokutan
dengan kulit yang memerah. Kelainan dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
Herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit.
Penyebab
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka
demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes
kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2
dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.
Gambaran Klinis
− Infeksi virus ini mempunyai ciri adanya lesi primer lokal, latensi dan adanya
kecenderungan rekurensi local
− 2 agen penyebab, HSV tipe 1 dan 2, umumnya menimbulkan sindrom klinis
yang jelas, tergantung pada tempat masuknya
HSV tipe 1:
− Infeksi primer mungkin ringan dan umumnya terjadi pada masa anak-anak
dini sebelum usia 5 tahun.
− Sekitar 10% infeksi primer menyebabkan bentuk penyakit yang lebih berat
yang bermanifestasi demam dan malaise.
− Ini bisa berlangsung selama seminggu atau lebih, dan dihubungkan dengan
adanya lesi vesikuler dalam mulut, infeksi mata atau erupsi kulit generalisata
yang memperberat eksema kronik.
− Reaktivasi infeksi laten mengakibatkan adanya cold sore yang muncul sebagai
vesikel bening pada dasar yang eritematus, biasanya di wajah dan bibir, yang
berkrusta dan sembuh dalam beberapa hari.
− Reaktivasi ini mungkin ditimbulkan oleh trauma, demam atau adanya penyakit
lain yang sedang diderita.
91
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HSV tipe 2:
− Virus ini adalah penyebab herpes genitalis, walau ini juga dapat disebabkan
oleh virus tipe 1.
− Herpes genitalis terjadi terutama pada orang dewasa dan ditransmisikan secara
seksual
− Infeksi primer dan rekuren dapat terjadi, dengan atau tanpa gejala.
Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis
Penatalaksanaan
Pengobatan:
− Terapi mencakup:
§
§
§
Idoksuridin untuk lesi kulit
Salep dan paint povidon-iodin
Asiklovir untuk herpes genitalis awal dan rekuren, 5 x sehari 200 – 400
mg.
§ Infus asiklovir i.v untuk ensefalitis H. simplex dan pasien yang mengalami
supresi imun.
− Perawatan setempat untuk herpes zoster sebaiknya termasuk membersihkan
lukanya dengan air garam dan menjaganya tetap kering. Gentian violet dapat
dioleskan pada luka.
− Pengobatan baku untuk HSV adalah asiklovir dalam bentuk pil sampai lima
kali sehari.
92
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HERPES ZOSTER
Kompetensi
Laporan Penyakit
§
: 4
: 0403
ICD X : B.02
Definisi
Penyakit yang menyerang saraf perifer atau saraf tepi.
Krim asiklovir memiliki efficacy yang terbatas dalam terapi herpes
zoster.
− Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya kulit jadi bernanah
atau terkelupas.
Penyebab
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang tinggal di ganglia
paraspinal sesudah infeksi varicella.
Gambaran Klinis
− Mula-mula penderita mengalami demam atau panas, disertai nyeri yang terbatas
pada satu sisi tubuh, terjadi paling sering pada badan atau wajah, jarang pada
ekstremitas.yang nantinya timbul bercak. Beberapa hari kemudian (setiap
orang tidak sama), muncul bercak kemerahan di bagian tubuh yang nyeri tadi
makin hari menyebar dan membesar sampai sebesar biji jagung.
− Makin lama, mengelupas dan tetap nyeri.
− Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3 minggu) dan sembuh,
kadang masih menyisakan nyeri. Sisa-sisa nyeri adakalanya masih muncul
bertahun-tahun kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic.
− Bila pasien menderita demam dan rash terletak di satu dermatom di satu sisi
tubuh, penyebabnya mungkin infeksi herpes simpeks.
Diagnosis
Vesikel yang berisi cairan jernih di salah satu sisi tubuh.
Penatalaksanaan
− Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala, misalnya pemberian
antinyeri atau penurun panas atau obat untuk mengurangi rasa gatal pada
periode masa penyembuhan.
− Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus yang oleh beberapa
ahli dikatakan bisa menghilangkan nyeri post herpetic ternyata masih
memerlukan penelitian tapi tetap menjadi obat pilihan:
§
§
Asiklovir 5 kali 200 – 400 mg sehari selama 7 hari
Pasien dengan penurunan sistem imun harus diterapi dengan asiklovir
intravena.
93
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
94
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1706
ICD X : O21
Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang berlebihan yang terjadi sampai umur
kehamilan 22 minggu. Muntah dapat begitu hebat dimana segala apa yang dimakan
dan diminum dimuntahkan kembali.
Penyebab
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Beberapa teori penyebab :
1. Peningkatan estrogen
2. Peningkatan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
3. Disfungsi psikis
Gambaran Klinis
Secara klinis hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu :
1. Tingkat I
− Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lendir dan sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu
dan terakhir keluar darah.
− Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistole
menurun.
− Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin masih
normal.
2. Tingkat II
− Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus
hebat,
− subfebril, nadi cepat dan lebih 100 – 140 kali per menit, tekanan darah
sistole kurang 80 mmHg,
− apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus ada, aseton ada, bilirubin
ada dan berat-badan cepat menurun.
3. Tingkat III
− Gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti,
ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin ada dan
proteinuria.
95
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
1. Amenore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum akan
dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu dan haus.
2. Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada
keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).
3. Pemeriksaan Fisik : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus, sianosis,
berat badan menurun, porsio lunak pada vaginal touche, uterus besar sesuai
usia gestasi.
4. Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left,
benda keton dan proteinuria.
Penatalaksanaan
1. Diet
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya
berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat
gizi kecuali vitamin C karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam
semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama
makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
2. Pada keadaan berat :
- Hentikan makan / minum per oral sementara ( 24 – 48 jam).
- Infus Dekstrosa 10% atau 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes per menit.
- Obat :
§ Vitamin B i.v : Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50 – 100
mg/hari/infus, dan Vitamin B12 200 mcg/hr/infus,
§ Penenang minor : Fenobarbital 30 mg i.m 2 – 3 kali per hari atau
Klorpromazin 25 – 50 mg perhari atau diazepam 5 mg 2 – 3 kali perhari
i.m.
§ Antiemetik : prometazin 2 – 3 kali 25 mg per hari atau klorpromazin
3 kali 3 mg perhari
§ Antasida 3 x 1 tab perhari per oral
- Pertimbangkan untuk dirujuk ke rumah sakit.
96
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HIPERTENSI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A; 4
: 1200
ICD X : I.10
Definisi
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal.
Penyebab
1. Hipertensi primer : 90 – 95% tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder : 5 – 10 %
− beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan
bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
− penyakit ginjal
− kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
− feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan
hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
− Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga),
stres, alkohol atau garam dalam makanan
− Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
Gambaran Klinik
− Tekanan darah dan jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang
tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2
kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga
digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi.
− Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
97
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Tekanan Darah
Sistolik
Tekanan Darah
Diastolik
Stadium 1
(Hipertensi ringan)
140 - 159 mmHg
90 - 99 mmHg
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
160 - 179 mmHg
100 - 109 mmHg
Stadium 3
(Hipertensi berat)
> 180 mmHg
> 110 mmHg
Diagnosis
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk / berbaring 5 menit. Apabila pertama
kali diukur tinggi (• 140/90 mmHg) maka pengukuran diulang 2 x pada 2 hari
berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi.
Penatalaksanaa
1. Langkah awal biasanya adalah mengubah pola hidup penderita:
•
•
Menurunkan berat badan sampai batas ideal.
Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
• Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau
6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
• Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
• Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
• Berhenti merokok.
2. Terapi obat pada hipertensi dimulai dengan salah satu obat berikut ini:
a. Hidroklorotiazid (HCT) 12,5 – 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari
(Pada hipertensi dalam kehamilan, hanya digunakan bila disertai
hemokonsentrasi / udem paru)
b. Reserpin 0,1 – 0,25 mg sehari sebagai dosis tunggal
c. Propanolol mulai dari 10 mg 2 x sehari dapat dinaikkan 20 mg 2 x sehari.
(Kontra indikasi untuk penderita asma).
d. Kaptopril 12,5 – 25 mg 2 – 3 x sehari. (Kontraindikasi pada kehamilan
selama janin hidup dan penderita asma).
e. Nifedipin mulai dari 5mg 2 x sehari, bisa dinaikkan 10 mg 2 x sehari.
98
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Kompetensi
: 3A; 4
Laporan Penyakit
: 1200
HIPERTENS
KRONIK
ICD X : I.15
Definisi
Hipertensi yang terjadi selama kehamilan
TEKANAN DARAH
TANDA LAIN
- Hipertensi
kronik
Hipertensi
Kehamilan < 20
minggu
- Superimposed
preeclampsia
Hipertensi kronik
Proteinuria dan tanda
lain dari preeklampsia
Penyebab
Belum diketahui secara pasti
Gambaran Klinis
• Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer
dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien
• Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik • 90 mmHg pada
2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih
• Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
- Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah
kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post
partum
- Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu
Diagnosis
HIPERTENSI
KARENA
KEHAMILAN
TEKANAN DARAH
TANDA LAIN
- Hipertensi
Tekanan diastolik • 90 mmHg
atau kenaikan 15 mmHg dalam
2 pengukuran berjarak 1 jam
Proteinuri (-)
Kehamilan > 20
minggu
- Preeklampsia
Ringan
Idem
Proteinuria 1+
- Preeklampsia
Berat
Tekanan diastolik > 110
mmHg
Proteinuria 2+Oliguria
Hiper-refleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
- Eklampsia
Hipertensi
Kejang
99
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN
− Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak
implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan
sindroma inflamasi.
− Risiko meningkat pada:
§ Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
§ Hidramnion
§ Diabetes melitus
§ Isoimunisasi rhesus
§ Faktor herediter
§ Autoimun: SLE
− Hipertensi karena kehamilan:
§ Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
§ Preeklampsia ringan
§ Preeklampsia berat
§ Eklampsia
− Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk
dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang
sahih untuk preeklampsia.
− Preeklampsia Berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
1. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria • 2+
3. Oliguria < 400 ml per 24 jam
4. Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
5. Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
6. Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
100
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
7. Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika
biasa
8. Hiperrefleksia
9. Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
10. Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
11. Pertumbuhan janin terhambat
12. Otak: edema serebri
13. Jantung: gagal jantung
− Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang
§ Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
§ Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
§ Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)
HIPERTENSI KRONIK
− Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu
− Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeklampsia
Penatalaksanaan
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA
Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
− Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap
minggu.
− Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia.
− Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat,
rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan.
PREEKLAMPSIA RINGAN
A. Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan selama ANC
A1. Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
− Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
− Lebih banyak istirahat
− Diet biasa
− Tidak perlu pemberian obat
101
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
A2. Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
− Diet biasa
− Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
− Tidak memerlukan pengobatan
− Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
− Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
- Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
- Periksa ulang 2 kali seminggu
- Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
− Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
− Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
− Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
B. Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
− Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml
Ringer Laktat/ Dekstrose 5% i.v 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
− Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
Foley atau lakukan terminasi dengan seksio sesarea
PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan
harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
− Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
− Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
− Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
− Aspirasi mulut dan tenggorokan
− Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
− Berikan O2 4 – 6 liter/menit
102
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Pengelolaan umum
− Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90 – 100 mmHg
− Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
− Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
− Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
− Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
− Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
− Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
− Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan
dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg i.v)
− Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat (MgSO 4 ) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah
diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
Alternatif II
Dosis awal
•
Dosis pemeliharaan
•
•
Sebelum pemberian
MgSO4 ulangan,
lakukan
pemeriksaan:
•
•
•
Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
Refleks patella (+)
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Hentikan pemberian
MgSO4, jika:
•
•
•
Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
Refleks patella (-)
Bradipnea (<16 kali/menit)
Siapkan antidotum
Jika terjadi henti nafas:
• Bantu pernafasan dengan ventilator
• Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam
larutan 10%) i.v perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN
EKLAMPSIA
Alternatif I
Dosis awal
DIAZEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
•
•
•
Dosis Pemeliharaan
MgSO4 4 g i.v sebagai larutan 40% selama 5
menit
Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g i.m dengan 1
ml Lignokain (dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemberian MgSO4
•
MgSO4 4 g i.v sebagai larutan 40% selama 5
menit.
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%)
6 g dalam larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat
selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan
MgSO 4 (40%) 2 g i.v selama 5 menit
Dosis awal
•
•
Diasepam 10 mg i.v pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai
dosis awal
Dosis pemeliharaan
•
Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer
laktat melalui infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi
bila dosis > 30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam
•
•
MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat /
Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam post
partum
103
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
104
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Anti hipertensi
− Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5 – 10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali / 24 jam
− Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin
sublingual.
− Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan
lagi Labetolol 20 mg oral.
Persalinan
− Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan
pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
− Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan seksio sesarea
− Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :
1. Tidak terdapat koagulopati (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi
spinal).
2. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia
dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu
tinggi.
− Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin
2 –5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes / menit atau dengan cara pemberian
prostaglandin / misoprostol
HIPERTENSI KRONIK
− Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan obat anti
hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
− Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik • 160 mmHg,
berikan anti hipertensi
− Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeklampsia
− Istirahat
− Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
§ Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm
§ Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat janin,
lakukan:
- Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2 – 5 IU dalam
500 ml Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter Foley
§ Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed
preeklampsia.
Perawatan post partum
− Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
− Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
− Lakukan pemantauan jumlah urin
Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
− Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
− Terdapat sindroma HELLP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, Low
Platellets count)
− Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang
105
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
106
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HORDEOLUM
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 1005
ICD X : H.00-H.01
Pencegahannya adalah selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh di sekitar mata. Bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak
mata secara perlahan.
Definisi
Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di
bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang
bersamaan. Hordeolum biasanya muncul dalam beberapa hari dan bisa kambuh
secara spontan.
Penyebab
Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah kelopak mata yang
disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya di sebabkan oleh bakteri stafilokokus).
Hordeolum sama dengan jerawat kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau
sesudah blefaritis, bisa juga secara berulang.
Gambaran klinik
− Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi
kelopak mata.
− Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa ada
sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak
yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak membengkak.
− Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang
berwarna kekuningan.
− Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah
nanah.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
− Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak
4 x sehari. Jangan mencoba memecahkan hordeolum, biarkan pecah sendiri.
− Salep mata sulfasetamide 10%, 4 kali sehari selama 7 hari atau
− Salep polymyxin bacitracin, 4 kali sehari selama 10 hari
− Tetes mata antibiotik dapat digunakan, tetapi memerlukan dosis yang lebih
sering. Setiap 3 – 4 jam, dan biasanya kurang efektif.
107
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
108
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
HORDEOLUM INTERNUM
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H.00-H.01
HORDEOLUM EKSTERNUM
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H.00-H.01
Definisi
Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang disebabkan
oleh infeksi Stafilokokus pada kelenjar Meibomian, dengan penonjoloan
mengarah ke konjungtiva.
Definisi
Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus yang memberikan
gambaran abses akut yang terlihat pada folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau
Moll. Hordeolum eksternum sering ditemukan pada anak-anak.
Gejala dan tanda klinis
− Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit
− Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal) atau anterior
(kulit)
Gejala dan tanda klinis
− Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra.
− Penonjolan mengarah ke kulit palpebra.
− Kemungkinan terjadi lesi multiple
Penatalaksanaan
− Dalam keadaan akut dapat diberikan salep antibiotik kloramfenikol 0,5%
s/d 1 %
− Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan insisi atau
kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada setelah infeksi akut.
Penatalaksanaan
− Kompres hangat
− Pemberian salep antibiotika kloramfenikol 0,5 – 1%
− Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan insisi dan
kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada setelah infeksi akut.
109
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
110
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
INFEKSI POST-PARTUM
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 105
•
ICD X : O.86
Definisi
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan, ditandai dengan
meningkatnya temperatur suhu 380C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10
post partum dan diukur per oral 4 kali sehari.
•
•
•
•
Penyebab
Dapat disebabkan oleh bakteri Gram negatif maupun positif. Sebagian besar infeksi
terjadi selama proses persalinan.
Beberapa faktor predisposisi: kurang gizi atau malnutrisi, anemia, higiene buruk,
kelelahan, proses persalinan bermasalah (partus lama/macet, korioamnionitis,
persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, periksa dalam
yang berlebihan).
Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
Tindakan lebih lanjut dilakukan di Puskesmas Perawatan
Berikan transfusi Packed Red Cell bila Hb < 8 g/dl.
Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau
dengan kuret tumpul besar).
Bila ada pus intraperitoneal lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu
dalam posisi Fowler.
Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda
peritonitis generalisata pasien dirujuk ke RS untuk dilakukan laparotomi
dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan
histerektomi subtotal.
Gambaran Klinis
- Penderita biasanya demam dan perineum atau dinding vagina yang terinfeksi
tampak bengkak dan bernanah, menimbulkan nyeri pada kerampang.
- Infeksi di bagian lebih dalam dapat berupa metritis, salpingitis, parametritis,
peritonitis, dan tromboflebitis, yang pada umumnya dimulai dari endometrium.
Lebih berat lagi dapat terjadi sepsis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang selalu didapat serta gejala
lain yang mungkin didapat.
Penatalaksanaan
• Bila terdapat luka perineum, rawat dengan Povidon iodin 10%, atau kompres
Rivanol bila terdapat pus.
• Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi:
- Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g setiap 6 jam
- Ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan i.v dosis tunggal / hari dan
Metronidazol 500 mg i.v setiap 8 jam.
- Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
• Berikan uterotonika Ergometrin im untuk memperkuat involusi uterus.
111
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
112
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
INFLUENZA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1302
ICD X : J.00-J.01
Definisi
Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang biasanya terjadi dalam
bentuk epidemi. Disebut common cold atau selesma bila gejala di hidung lebih
menonjol, sementara “influenza” dimaksudkan untuk kelainan yang disertai
faringitis dengan tanda demam dan lesu yang lebih nyata.
Penyebab
Banyak macam virus penyebabnya, antara lain Rhinovirus, Coronavirus, virus
Influenza A dan B, Parainfluenza, Adenovirus. Biasanya penyakit ini sembuh
sendiri dalam 3 – 5 hari.
Gambaran Klinis
- Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu demam, sakit kepala,
nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu makan hilang, disertai gejala lokal berupa
rasa menggelitik sampai nyeri tenggorokan, kadang batuk kering, hidung
tersumbat, bersin, dan ingus encer.
- Tenggorokan tampak hiperemia.
- Dalam rongga hidung tampak konka yang sembab dan hipermia.
- Sekret dapat bersifat serus, seromukus atau mukopurulen bila ada infeksi
sekunder.
Diagnosis
- Untuk mengetahui komplikasi perlu dilakukan pemeriksaan: auskultasi
paru, status telinga pada anak, EKG pada yang mengeluh nyeri dada
Penatalaksanaan
- Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada influenza ini.
Pengobatan simtomatis diperlukan untuk menghilangkan gejala yang terasa
berat atau mengganggu.
- Parasetamol 500 mg 3 x sehari atau asetosal 300 – 500 mg 3 x sehari baik
untuk menghilangkan nyeri dan demam.
- Untuk anak, dosis parasetamol adalah : 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari
- Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder.
113
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KANDIDIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 2001
ICD X : L.00-L.08
Definisi
Infeksi Candida albicans ini menyerang kulit, mukosa maupun alat dalam. Beberapa
faktor predisposisi seperti kehamilan, obesitas, DM, pemakaian antibiotik, antiseptik
atau kortikosteroid yang lama, penyakit kronik (TBC, tumor ganas), kurang gizi,
serta kulit yang kotor, lembab, dan basah mempermudah terjadinya kandidiasis
(kandidosis) ini.
Penyebab
Agen penyebab paling sering dari kandidiasis murni adalah Candida albicans.
Bayi dapat terinfeksi melalui vagina saat dilahirkan, atau karena dot yang tidak
steril.
Gambaran Klinis
- Kandidosis pada kulit memberikan keluhan gatal dan perih. Kelainannya
berupa bercak merah dengan maserasi di daerah sekitar mulut, di lipatan
(intertriginosa) dengan bercak merah yang terpisah di sekitarnya (satelit).
- Bentuk kronik ditemukan di sela-sela jari kaki, sekitar anus dan di kuku
(paronikia atau onikomikosis)
- Pada penderita DM biasanya terdapat sebagai vulvo vaginitis.
- Tampilan di mukosa mulut dikenal sebagai guam atau oral thrush yang
diselaputi pseudomembran. Daya kecap penderita berkurang disertai rasa
metal.
- Tampilan di usus dapat berupa diare.
- Sel ragi dapat dilihat di bawah mikroskop dalam pelarut KOH 10% atau
pewarnaan Gram.
Diagnosis
Bercak merah dengan maserasi dan bercak satelit.
Penatalaksanaan
- Faktor predisposisi yang dapat diatasi dihilangkan dahulu dan kebersihan
perorangan diperbaiki karena kalau tidak penyakit ini akan bersifat kronikresidif.
114
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
Obat terpilih untuk kandidiasis kulit atau mukosa mulut adalah larutan
gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin 100.000 –
200.000 IU/ml yang dioleskan 2 – 3 kali sehari selama 3 hari.
Untuk kandidiasis di saluran cerna : nistatin oral 500.000 IU 3 x sehari
selama 7–14 hari. Dosis pada anak 100.000 IU dalam 4 kali pemberian.
KARIES GIGI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1501
ICD X : K.02
Definisi
Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang
mengakibatkan kerusakan struktur gigi dan bersifat kronik.
Penyebab
Hal –hal yang mendukung terjadinya karies gigi:
- Gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit flour atau memiliki
lubang, lekukan maupun alur yang menahan plak.
- Bakteri yang paling sering adalah bakteri Streptococcus mutans.
- Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. Bakteri ini mengubah
semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam. Bakteri, asam,
sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut
plak, yang menempel pada gigi.
- Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang. Jika tidak dibersihkan
maka plak akan membentuk mineral yang disebut karang gigi (kalkulus, tartar).
Plak dan kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis.
Gambaran Klinis
Biasanya, suatu kavitasi di dalam enamel tidak menyebabkan sakit, nyeri baru
timbul jika pembusukan sudah mencapai dentin. Nyeri yang dirasakan jika
meminum dingin atau makan permen menunjukkan bahwa pulpa masih sehat.
Jika pengobatan dilakukan pada stadium ini maka gigi bisa diselamatkan dan
tampaknya tidak akan timbul nyeri maupun kesulitan menelan.
Suatu kavitasi yang timbul di dekat atau telah mencapai pulpa menyebabkan
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Nyeri ada walaupun perangsangnya
dihilangkan (contohnya air dingin). Bahkan gigi terasa sakit meskipun tidak ada
perangsang (sakit gigi spontan).
Diagnosis
Gigi berlubang.
115
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
116
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Bergantung pada kedalaman karies:
- Jika pembusukan berhenti sebelum mencapai dentin, maka email membaik
dengan sendirinya dan bintik putih di gigi akan menghilang. Perlindungan
dentin dengan mengulas fluor.
- Jika dentin yang menutup pulpa sudah tipis maka dapat dilakukan pulp
capping indrek dengan menggunakan pelapis dentin Ca(OH)2.
- Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk
harus diangkat dan diganti dengan penambalan (restorasi) dengan tumpatan
tetap (amalgam, glass ionomer, komposit resin).
KEILOSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1505
ICD X : K.09-K.13
Definisi
Keilosis adalah radang dangkal pada sudut mulut yang menyebabkan sudut
mulut pecah-pecah
Penyebab
Biasanya karena defisiensi riboflavin, asam pantotenat dan piridoksin. Kelainan
serupa dapat pula disebabkan oleh mikosis atau virus herpes.
Gambaran Klinis
- Tampak fisur atau luka-luka berkerak di kedua sudut mulut yang terasa
perih bila terkena makanan pedas.
Diagnosis
Pecah-pecah pada sudut mulut.
Penatalaksanaan
- Vitamin B2 25 – 50 mg bersama vitamin B-kompleks 1 tablet 3 x sehari
diberikan selama 1 minggu.
- Kadang diperlukan pula vitamin C 50 mg 3 x sehari.
117
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
118
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KEPUTIHAN / FLUOR ALBUS (DUH TUBUH VAGINA)
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 26
ICD X : K.54
Definisi
Keluarnya cairan yang berlebihan dari dalam vagina disertai dengan gatal/rasa
terbakar pada vulva.
Dapat disebabkan oleh infeksi vagina (kolpitis) yang lebih bersifat encer dan
radang serviks (servisitis) yang bersifat muko-purulen.
Penyebab
Kolpitis sering disebabkan oleh Trikomoniasis, Kandidiasis dan Bakterial vaginosis,
sedangkan servisitis sering disebabkan oleh infeksi Neiserria gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis.
Gambaran Klinis
• Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian
besar wanita dengan gonore atau klamidiasis yang menyebabkan infeksi serviks
umumnya asimtomatik.
• Wanita dengan faktor resiko (mempunyai lebih dari satu mitra seksual atau
mitra seksual sedang mengidap IMS dan sanggama tidak menggunakan kondom)
cenderung memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi serviks bila dibandingkan
dengan mereka yang tidak berisiko.
Diagnosis
• Gejala duh tubuh (discharge) yang abnormal merupakan petunjuk kuat infeksi
vagina namun merupakan pertanda lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua
wanita yang menunjukkan tanda-tanda duh tubuh vagina (vaginal discharge)
agar diobati juga untuk trikomoniasis dan bakterial vaginosis sekaligus.
• Wanita dengan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan faktor risiko perlu
dipertimbangkan untuk diobati sebagai servisitis yang disebabkan gonore dan
klamidiasis.
• Pemeriksaan secara mikroskopik hanya sedikit membantu diagnosis untuk
infeksi serviks, karena hasil pemeriksaan yang negatif sering menunjukkan
hasil negatif palsu. Untuk keadaan ini perlu dilakukan kultur/ biakan kuman
119
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena servisitis (pengobatan
program)
Pengobatan gonore tanpa
komplikasi
Pengobatan klamidiasis
Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah
ini
Tiamfenikol* 3,5 g per oral, dosis
tunggal atau
Ofloksasin*) 400 mg per oral, dosis
tunggal
atau
Kanamisin 2 g injeksi IM dosis
tunggal atau
Spektinomisin 2 g per oral, dosis
tunggal
Doksisiklin**100 mg per oral 2 x
sehari selama 7 hari
atau
Azitromisin 1 g per oral, dosisi
tunggal
Pilihan pengobatan lain
Siprofloksasin*) 500 mg per oral,
dosis tunggal,
atau
Seftriakson 250 mg injeksi IM, dosis
tunggal
atau
Sefiksim 400 mg per oral, dosis
tunggal
Tetrasiklin**) 500 mg 4 x sehari, per
oral selama 7 hari
atau
Eritromisin 500 mg 4 x sehari
selama 7 hari
(bila ada kontraindikasi tetrasiklin)
*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak dibawah 12
tahun dan remaja
**)Tidak boleh diberikan pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah 12
tahun
120
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena vaginitis (pengobatan
program)
Trikomoniasis
Bakterial vaginosis
( bukan IMS )
Kandidosis vagina
(bukan IMS)
Pilih salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
Pilihan pengobatan lain
Metronidazol 400
atau 500 mg per
oral, 2 kali
sehari,selama 7
hari
atau
Metronidazol, 2 g
per oral, dosis
tunggal
Metronidazol, 400 atau
500 mg, 2 kali sehari,
selama 7 hari
Mikonazol atau
klotrimazol, 200 mg, intra
vaginal selama 3 hari,
atau
atau
Tinidazol, 2 g per
oral, dosis
tunggal
Klotrimazol, 500 mg, intra
vagina, dosis tunggal
Tinidazol 500 mg
per oral, 2 kali
sehari, selama 5
hari
Metronidazol, 2 g, per
oral, dosis tunggal
Nistatin,100.000 IU, intra
vagina, setiap hari, selama
14 hari
atau
Klindamisin 300 mg per
oral, 2 kali sehari selama
7 hari
atau
Metronidazol gel 0,75
%, 5 g, 2 kali sehari intra
vagina, selama 5 hari
***)
atau
atau
Klindamisin krim vagina
2%, 5 g, intra vagina
sebelum tidur,selama 7
hari (belum tersedia di
Indonesia)
Flukonazol, 150 mg per
oral, dosis tunggal
atau
Trakonazol, 200 mg, per
oral, 2 kali sehari, dosis
tunggal
121
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
122
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KERACUNAN MAKANAN DAN INSEKTISIDA
1.
BOTULISMUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 1903
ICD X : T.61-T.62
− Bila terdapat tanda-tanda syok pasang infus glukosa 5% dan kalau perlu
lakukan pernafasan buatan.
− Pengobatan spesifik, terutama bila timbul gejala dengan antitoksin.
− Penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit
2.
Definisi
Botulismus merupakan keracunan akibat makanan (tidak selalu makanan kaleng)
yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum. Keracunan ini
ditandai oleh kelainan neuromuskuler, jarang terjadi diare. Kematian sekitar
65%.
Penyebab
Makanan yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh C.botulinum.
Gambaran klinik
− Inkubasi penyakit ini kira-kira 18 – 36 jam, namun dapat beragam dari
beberapa jam sampai 3 hari.
− Tanda awal adalah rasa lelah dan lemas, serta gangguan penglihatan.
− Diare lebih sering tidak ada.
− Gejala neurologi seperti disartria dan disfagia dapat menimbulkan
pneumonia aspirasi.
− Otot-otot tungkai, lengan dan badan lemah.
− Sementara itu daya rasa (sensoris) tetap baik, dan suhu tidak meningkat.
− Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah poliomielitis, miastemia
gravis, dan ensefalitis virus.
Diagnosis
Riwayat konsumsi makanan tertentu.
ICD X : T.61-.T62
Definisi
Racun bongkrek dihasilkan oleh Bacillus cocovenevans, yaitu kuman yang tumbuh
dari bongkrek yang diproses kurang baik. Pertumbuhan kuman ini dapat dihambat
oleh suasana asam (diolah dengan daun calincing).
Penyebab
Keracunan tempe bongkrek disebabkan oleh toksoflavin dan asam bongkrek yang
dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenans yang dikenal juga sebagai bakteri asam
bongkrek. Toksin tersebut dihasilkan dalam media yang mengandung ampas
kelapa.
Gambaran Klinis
− Gejala timbul 4 – 6 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu berupa mual dan
muntah.
− Penderita mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda (diplopia).
− Penderita lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai gejala syok.
− Pada hari ke-3 sklera menguning, pembesaran hati dan urin keruh dengan
protein (+).
Diagnosis
Riwayat konsumsi tempe bongkrek.
Penatalaksanaan
− Tindakan penanggulangan:
1. Bila perlu, berikan pernapasan buatan.
2. Jika tidak muntah, usahakan untuk muntah.
Jika perlu, lakukan bilas lambung.
Penatalaksanaan
− Penderita harus dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila penderita masih
sadar usahakan mengeluarkan sisa makanan.
− Berikan norit 20 tablet (digerus dan diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus,
dan ulangi 1 jam kemudian.
− Kalau perlu atasi syok dengan infuse glukosa 5 % dan pernapasan buatan.
123
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KERACUNAN BONGKREK
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1903
124
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Tidak ada antidotum spesifik.
− Penderita dirangsang secara mekanis agar muntah. Bila tidak berhasil
lakukan bilas lambung di rumah sakit.
3. KERACUNAN INSEKTISIDA
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan
sempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia
adalah golongan organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat efeknya
mirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan.
Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan seng
fosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik. Kasus keracunan
golongan ini jarang terjadi. Penatalaksanaannya dapat dilihat dalam “ Pedoman
Pengobatan Keracunan Pestisida” yang diterbitkan oleh Bagian Farmakologi
FKUI.
a.
KERACUNAN GOLONGAN ORGANOFOSFAT
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1902
ICD X : T.50.-T.51
Definisi
Golongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Golongan organofosfat bekerja dengan
cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak
terhidrolisa.
Penyebab
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang
berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan
nikotinik.
Gambaran klinik
Gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada:
1. Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur
2. Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salviasi
dan juga sekresi bronchial.
3. Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.
4. Saluran napas; batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.
5. Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.
125
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
6. Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak jelas, ataksia, demam,
konvulsi dan koma.
7. Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.
8. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernapasan berhenti,
blockade atrioventrikuler dan konvulsi.
Diagnosis
Riwayat kontak dengan insektisida golongan organofosfat
Penatalaksanaan
Keracunan akut :
Tindakan gawat darurat:
1. Buat saluran udara.
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.
4. Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8 menit sampai gejala
keracunan parasimpatik terkendali.
5. Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v, perlahan-lahan, ulangi
setelah 30 menit jika pernapasan belum normal. Dalam 24 jam dapat diulangi
2 kali. Selain pralidoksim, dapat digunakan obidoksim (toksogonin).
6. Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat, kulit dan selaput
lendir yang terkontaminasi harus dibersihkan dengan air dan sabun.
7. Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung dengan air dan berikan
sirup ipeca supaya muntah.
Tindakan umum:
1. Sekresi paru disedot dengan kateter.
2. Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan barbital, golongan
fenotiazin dan obat-obat yang menekan pernapasan.
Keracunan kronik:
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, maka
perlu dihindari kontak lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.
126
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
b. KERACUNAN ORGANOKLORIN
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1302
ICD X : T.50.-T.51
Definisi
Pestisida golongan organoklorin pada umumnya merupakan racun perut dan racun
kontak yang efektif terhadap larva, serangga dewasa dan kadang-kadang juga
terhadap kepompong dan telurnya. Penggunaan pestisida golongan organoklorin
makin berkurang karena pada penggunaan dalam waktu lama residunya persisten
dalam tanah, tubuh hewan dan jaringan tanaman.
Penyebab
Pestisida golongan organoklorin
Gambaran klinis
− Gejala keracunan turunan halobenzen dan analog, terutama muntah, tremor
dan konvulsi.
− Pada keracunan akut melalui mulut disebabkan oleh 5 g DDT akan menyebabkan
muntah-muntah berat setelah 0,5 – 1 jam, selain kelemahan dan mati rasa pada
anggota badan yang terjadi secara bertahap, rasa takut, tegang dan diare juga
dapat terjadi.
− Dengan 20 g DDT dalam waktu 8 – 12 jam kelopak mata akan bergerak-gerak
disetai tremor otot mulai dari kepal dan leher, selanjutnya konvulsi klonik kaki
dan tangan seperti gejala keracunan pada strichnin. Nadi normal, pernapasan
mula-mula cepat kemudian perlahan.
Diagnosis
Riwayat kontak dengan insektisida golongan organoklorin
Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan :
1. Pestisida sebaiknya disimpan dalam tempat aslinya dengan etiket yang jelas
dan disimpan di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak, serta jauh dari
makanan dan minuman.
2. Pada waktu menggunakan pestisida, perlu diikuti dengan cermat dan tepat,
sesuai prosedur dan petunjuk lain yang telah ditentukan.
3. Hindari kontak atau menghisap pestisida.
127
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
4. Pada waktu bekerja dengan pestisida, sebaiknya tidak sambil makan, minum
atau merokok.
5. Tempat atau wadah pestisida yang telah kosong, sebaiknya dibuang atau
dimusnahkan, demikian juga pestisida yang tidak berlabel atau etiketnya sudah
rusak, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti.
6. Tergantung pada tingkat toksisitasnya, jika bekerja yang berhubungan dengan
pestisida, sebaiknya tidak lebih dari 4 – 5 jam.
Tindakan penanggulangan :
Penanggulangan keracunan pestisida golongan keracunan organoklorin pada
umumnya:
Tindakan gawat darurat:
a. Jika keracunan melalui mulut, usahakan untuk muntah
b. Pantau tanda-tanda vital.
c. Berikan karbon aktif, diikuti bilas lambung dengan air 2 – 4 liter. Kemudian
berikan obat pencuci perut. Pembersihan usus, juga dapat dilakukan dengan
200 mL larutan manitol 20 % dengan melalui pipa.
d. Jangan diberi lemak atau minyak.
e. Jika kulit juga terkena, bersihkan dengan air dan sabun.
Tindakan umum:
1. Untuk mengatasi konvulsi, berikan diazepam 10 mg secara i.v perlahan-lahan.
Jika belum menunjukkan hasil berikan obat yang memblokade neuromuscular.
2. Atasi hiperaktivitas dan tremor, berikan natrium fenobarbital 100 mg secara
s.c setiap jam sampai mencapai jumlah 0,5 g atau sampai konvulsi terkendali.
3. Jangan diberi obat stimulan terutama epinefrin, karena dapat menimbulkan
fibrilasi ventrikuler.
4.
KERACUNAN JENGKOL
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1903
ICD X : T.61.-T.62
Definisi
Keracunan akibat terjadinya pengendapan kristal asam jengkol di saluran
kemih. Ciri orang yang rentan pengendapan kristal asam jengkol ini belum
dapat ditentukan.
128
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penyebab
Asam Jengkolat
Gambaran Klinis
− Bau khas jengkol tercium dari mulut dan urin penderita.
− Timbul kolik ginjal seperti pada batu ginjal.
− Penderita mengeluh nyeri sewaktu buang air kecil.
− Urin penderita merah karena darah (hematuria). Secara mikroskopis, selain
eritrosit tampak kristal asam jengkol seperti jarum.
− Dalam keadaan berat terdapat anuria dan mungkin penderita pingsan karena
menahan sakit.
Diagnosis
Hematuria, nyeri pada saat buang air kecil.
Penatalaksanaan
− Keracunan ringan dapat diobati dengan minum banyak dan pemberian Na.
bikarbonat 2 g 4 x sehari peroral sampai gejala hilang.
− Pada keracunan berat dengan anuria penderita perlu dirujuk.
5.
KERACUNAN SINGKONG
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1903
− Bibir, kuku, kemudian muka dan kulit berwarna kebiruan (sianosis). Sianosis
perlu dibedakan dengan methaemoglobinemia yang timbul karena
keracunan sulfa, DDS, nitrat atau nitrit, yang memerlukan pengobatan lain
(metilen-biru).
Diagnosis
Riwayat makan singkong disertai dengan gejala klinis.
Penatalaksanaan
− Larutan Na-tiosulfat 25% disuntikan i.v. perlahan sebanyak 20 ml dan diulangi
setiap 7-10 menit sampai gejala teratasi. Dosis total diberikan sampai penderita
bangun, jumlahnya bergantung pada beratnya gejala.
− Berikan oksigen dan pernapasan buatan bila terdapat depresi napas.
− Penderita perlu dioservasi 24 jam dan dikirim ke rumah sakit bila keracunannya
berat.
ICD X : T.61.-T.62
Definisi
Beberapa jenis singkong mengandung cukup banyak sianida yang mungkin
menimbulkan keracunan. Tanpa analisa kandungan sianida tidak dapat dipastikan
singkong mana yang berbahaya bila dimakan kecuali dari rasanya.
Penyebab
Sianida ( HCN )
Gambaran Klinis
− Tanda keracunan timbul akut kira-kira setengah jam setelah makan singkong
beracun.
− Gejala berawal dengan pusing dan muntah.
− Dalam keadaan yang berat penderita sesak napas dan pingsan.
129
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
130
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KERATITIS (ULKUS KORNEA)
Kompetensi
: 2
Laporan Penyakit
: 1004
ICD X : H.16
Definisi
Keratitis (Ulkus Kornea) adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan faktor imunologis. Pada umumnya
didahului oleh keadaan trauma pada kornea, penggunaan lensa kontak, pemakaian
kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol dan pemakaian obat tetes mata
tradisional.
Penyebab
− Infeksi
− Non Infeksi
Gejala dan tanda klinis
− Pasien datang dengan keluhan penurunan tajam penglihatan dan mata merah
− Rasa nyeri dan mengganjal pada mata
− Didapatkan lesi putih di kornea
Diagnosis
Penurunan visus dan lesi pada kornea.
Penatalaksanaan
− Berikan tetes mata kloramfenikol (0,5 – 1 %) enam kali sehari, sekurangkurangnya selama 3 hari
− Jangan diberikan antibiotika atau obat-obatan lainnya yang mengandung
kortikosteroid.
− Segera rujuk ke spesialis mata apabila :
§ Rasa nyeri dan mata merah menetap setelah 3 hari pengobatan
§ Tampak lesi putih di kornea
− Tetap berikan kloramfenikol tetes mata tanpa dilakukan pemasangan
verban saat merujuk ke dokter spesialis mata.
131
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KOLERA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0101
ICD X : A.00
Definisi
Kolera adalah suatu infeksi usus kecil karena bakteri Vibrio cholerae.
Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut atau makanan lainnya
yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
Penyebab
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan
sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena
bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung
cenderung menderita penyakit ini.
Gambaran Klinis
− Gejala dimulai dalam 1 – 3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai
dari diare ringan-tanpa komplikasi sampai diare berat-yang bisa berakibat
fatal. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala.
− Penyakit biasanya dimulai dengan diare akut encer seperti air cucian beras
yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit disertai mual muntah-muntah.
− Pada kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter
dalam 1 jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan
dehidrasi disertai rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan
produksi air kemih
− Banyaknya cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi
cekung dan kulit jari-jari tangan menjadi keriput.
− Jika tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan peningkatan konsentrasi
garam bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma.
− Gejala biasanya menghilang dalam 3 – 6 hari. Kebanyakan penderita akan
terbebas dari organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa diantara
penderita menjadi pembawa dari bakteri ini.
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
− Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap apusan rektum
(rektal swab) atau contoh tinja segar.
132
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Pengobatan:
− Yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan cairan , garam dan
mineral dari tubuh, dengan menilai derajat dehidrasi, dengan pemberian oralit
ad lib.
− Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat, cairan rehidrasi diberikan
melalui infus (cairan Ringer Lactat atau bila tidak tersedia bisa menggunakan
cairan NaCl 0,9%). Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan melalui
selang yang dimasukkan lewat hidung menuju ke lambung.
− Penggunaan antibiotik
Tetracycline
Anak–anak : 12,5 mg/kgBB ( 4 x sehari selama 3 hari )
Dewasa
: 500 mg ( 4 x sehari selama 3 hari )
Trimethoprim (TMP) Sulfamethoxazole (SMX)
Anak-anak
: TMP 5 mg/kgBB dan SMX 25 mg/kgBB (2 x sehari
selama 3 hari)
Dewasa
: TMP 160 mg dan SMX 800 mg (2 x sehari selama 3 hari)
− Bila dehidrasi sudah diatasi tujuan pengobatan selanjutnya adalah menggantikan
jumlah cairan yang hilang karena diare dan muntah. Makanan padat bisa
diberikan setelah muntah-muntah berhenti dan nafsu makan sudah kembali.
− Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau antibiotik lainnya bisa membunuh
bakteri dan biasanya akan menghentikan diare dalam 48 jam.
− Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia.
Kurang dari 1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat,
meninggal dunia.
Pencegahan:
− Penjernihan cadangan air dan pembuangan tinja yang memenuhi standar sangat
penting dalam mencegah terjadinya kolera.
− Usaha lainnya adalah meminum air yang sudah terlebih dahulu dimasak dan
menghindari sayuran mentah atau ikan dan kerang yang dimasak tidak sampai
matang.
− Pemberian antibiotik tetrasiklin bisa membantu mencegah penyakit pada orangorang yang sama-sama menggunakan perabotan rumah dengan orang yang
terinfeksi kolera.
133
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H.00-H.01
Definisi
Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada anak-anak, biasanya dapat sembuh
sendiri.
Penyebab
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri Staph. epidermidis, Staph. aureus,
Strep. pneumoniae dan H. influenza. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung
dengan sekret air mata yang terinfeksi.
Gambaran Klinis
− Mata terlihat merah
− Rasa mengganjal dan panas pada mata
− Sekret yang banyak, pada saat bangun tidur kelopak mata lengket dan sulit
dibuka.
− Kelopak mata bengkak dan berkrusta. Pada keadaan awal sekret berbentuk
serosa (watery) menyerupai konjungtivitis virus, namun dalam beberapa hari
sekret menjadi mukopurulen.
− Injeksi konjungtiva dapat terlihat dengan jelas.
Diagnosis
Sekret mukopurulen.
Penatalaksanaan
Pemberian antibiotika dapat diberikan dalam bentuk tetes mata dan salep mata.
− Kloramfenikol tetes mata yang dapat diberikan 4 – 6 kali sehari
− Salep antibiotika kloranfenikol atau tetrasiklin dapat diberikan untuk
mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Diberikan sebelum tidur agar tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari, karena pemberian salep mata dapat
mengganggu penglihatan.
134
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KONJUNGTIVITIS VIRAL
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H.00-H.01
KERATOKONJUNGTIVITIS VERNAL
Kompetensi
: 2
Laporan Penyakit
: 1004
ICD X : H.16
Definisi
Konjungitivitis Viral biasanya disebabkan oleh Adenovirus. Penyakit ini sangat
tinggi tingkat penyebarannya, melalui respirasi atau sekresi air mata, baik secara
langsung maupun melalui bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang
digunakan bersama.
Definisi
Keratokonjungtivtis Vernal biasanya bersifat rekuren, bilateral dan terjadi pada
masa anak-anak yang tinggal di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia
5 tahun ke atas dan berkurang setelah masa pubertas. Pada umumnya didapatkan
riwayat atopi pada pasien atau keluarga.
Penyebab
Infeksi ini disebabkan Adenovirus.
Penyebab
Riwayat Alergi / Atopi
Gambaran Klinis
− Timbul secara akut
− Mata merah dan berair
− Biasanya mengenai dua mata
− Dapat terjadi edema kelopak mata
− Pada konjungtiva akan terlihat folikel dan sekret serosa
− Pada kasus yang berat dapat terjadi subkonjungtiva, kemosis dan
pseudomembran
− Apabila terjadi keratitis, maka akan terlihat lesi putih di kornea dengan bentuk
pungtata di epitel atau sub-epitel dan dalam keadaan berat dapat terjadi di
stroma kornea.
Gambaran Klinis
− Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal yang diikuti
dengan lakrimasi, fotopobia, mengganjal dan rasa terbakar.
− Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal superior
− Dalam keadaan berat dapat dijumpai Giant Papillae atau Cobblestone.
− Di daerah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul berwarna putih
(trantas dot) dan bila kornea terkena dapat terjadi Shield Ulceration.
Diagnosis
Sekret serosa.
Penatalaksanaan
− Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri
− Pemberian steroid topikal (dapat dikombinasi dengan antibiotika) hanya
diberikan bila mata dirasakan sangat tidak nyaman, untuk mengurangi
peradangan atau terjadi gangguan penglihatan pada keratitis stromal.
135
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Dalam keadaan akut atau eksaserbasi akut dapat diberikan Kortikosteroid
topikal.
− Fluorometolone dapat digunakan, karena mempunyai efek meningkatkan
tekanan intraokular yang lebih lemah daripada Deksametason.
− Pemberian Kortikosteroid topikal dihentikan apabila keluhan akut telah hilang.
− Mast cell stabilizers seperti Natrium Kromoglikat atau Lodoxamid dapat
diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut.
− Apabila kornea telah terkena, segera rujuk ke dokter spesialis mata.
Perhatian !!!
Jangan pernah memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka panjang! Pemberian
kortikosteroid topikal hanya untuk menekan peradangan dalam keadaan eksaserbasi
akut dan dalam jangka waktu pendek (3 – 5 hari). Apabila masih sering terjadi
eksaserbasi akut, segera rujuk ke dokter spesialis mata.
136
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KONJUNGTIVITIS PURULENTA NEONATORUM
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H.00-H.01
Definisi
Radang konjungtiva yang terjadi pada bayi yang baru lahir.
Gejala muncul beberapa jam sampai 3 hari pasca lahir.
Penyebab
Bayi baru lahir tertular infeksi gonore oleh ibunya ketika melewati jalan lahir.
Gejala Klinis
− Kelopak mata bengkak dan konjungtiva hyperemia hebat
− Sekret mata purulen yang kadang bercampur darah.
− Hasil pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan Gram
memperlihatkan banyak sekali sel polimorfonuklear. Kuman N.gonorrhoeae
khas tampak sebagai kokus gram negatif yang berpasangan seperti biji kopi,
tersebar di luar dan di dalam sel.
Diagnosis
Sekret purulen dengan riwayat ibu gonore.
Penatalaksanaan
− Pengobatan harus segera diberikan dengan intensif karena gonore ini dapat
menyebabkan perforasi kornea yang berakhir dengan kebutaan.
− Bayi ini harus diisolasi untuk mencegah penularan.
− Mata dibersihkan dahulu kemudian diberi salep mata penisilin setiap 15 menit
− Secara sistemik diberikan penisilin prokain i.m. dosis tunggal 50.000
IU/kgBB/hari selama 5 hari.
− Kedua orang tua sebagai sumber infeksi juga harus diperiksa dan diobati.
− Bila pemeriksaan sekret telah negatif 3 hari berturut-turut, maka penderita
boleh dipulangkan dan pemberian salep mata diteruskan 3 kali sehari. Seminggu
kemudian bila pemeriksaan sekret masih negatif pengobatan dihentikan.
137
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
KUSTA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0301
ICD X : A.30.0-A.30.1
Definisi
Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit menular menahun yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium leprae. Serangan kuman yang berbentuk batang ini
biasanya pada kulit, saraf tepi, mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah
zakar.
Penyebab
Kuman Mycobacterium leprae.
Gambaran Klinis
Tanda utama ( Cardinal sign ) :
− Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi)
yang tak berasa atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa.
− Penebalan syaraf tepi.
− Gejala pada kulit, penderita kusta adalah pada kulit terjadi benjol-benjol kecil
berwarna merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok
dan biasanya terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga
menyebabkan perdarahan.
− Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian
tubuh yang terkena. Kadang-kadang terdapat radang syaraf yang nyeri.
Adakalanya kaki dan tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat
serangan penyakit ini. Penderita merasa demam akibat reaksi penyakit tersebut.
− Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk leproma
mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk
ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.
− Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan syaraf
yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan
kulitnya mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid
ada bentuk peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah-ubah.
− Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu
yang cukup lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan
melalui udara pernapasan dari penderita yang selaput hidungnya
138
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− terkena. Tidak semua orang yang berkontak dengan kuman penyebab akan
menderita penyakit kusta. Hanya sedikit saja yang kemudian tertulari, sementara
yang lain mempunyai kekebalan alami.
− Masa inkubasi penyakit ini dapat sampai belasan tahun. Gejala awal penyakit
ini biasanya berupa kelainan kulit seperti panau yang disertai hilangnya rasa
raba pada kelainan kulit tersebut.
Diagnosis
Dari gejala klinik
b. Regimen MDT-Multibasiler
- Rifampisin
Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
Dilanjutkan dengan 50 mg/hari
Anak 10 – 14 th
: 450 bulan (12 – 15 mg/kg BB/bulan)
Rifampisin : diminum di depan petugas ( Hari pertama )
• Dewasa
: 600 mg/bulan
• Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan
• Anak 5 – 9 tahun
: 300 mg/bulan
Penatalaksanaan
Klasifikasi Kusta menurut WHO untuk memudahkan pengobatan di lapangan :
− PB ( Pauci Bacillery )
− MB ( Multi Bacillary )
Prinsip Multi Drug Treatment (pengobatan kombinasi Regimen MDT-Standar
WHO)
a. Regimen MDT-Pausibasiler
- Rifampisin
Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
Berat badan < 35 kg : 450 mg/bulan
Anak 10 – 14 th
: 450 mg/bulan (12 – 15 mg/kg BB/hari)
Rifampisin : diminum di depan petugas ( Hari pertama )
• Dewasa
: 600 mg/bulan
• Anak 10 – 14 tahun : 450 mg/bulan
• Anak 5 – 9 tahun : 300 mg/bulan
Dapson :
• Dewasa
: 100 mg/hari
• Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari
• Anak 5 – 9 tahun
: 25 mg/hari
Diberikan dalam jangka waktu 6 – 9 bulan.
- Dapson
Dewasa
: 100 mg/hari
Berat badan < 35 kg : 50 mg/hari
Anak 10 – 14 th
: 50 mg/hari (1 – 2 mg/kg BB/hari)
Lama pengobatan
: diberikan sebanyak 6 regimen dengan jangka
waktu maksimal 9 bulan.
139
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
-
-
Lampren :
• Dewasa
: 300 mg/bulan
• Anak 10 – 14 tahun : 150 mg/bulan
• Anak 5 – 9 tahun
: 100 mg/bulan
Dapson :
• Dewasa
: 100 mg/hari
• Anak 10 – 14 tahun : 50 mg/hari
• Anak 5 – 9 tahun
: 25 mg/hari
Diberikan sebanyak 12 blister dengan jangka waktu 12 – 18 bulan.
Lampren
Dewasa
: 300 mg/bulan, disupervisi
Dilanjutkan dengan 50 mg/hari
Anak 10 – 14 th
: 200 mg/bulan, disupervisi
Dilanjutkan dengan 50 mg selang sehari.
Dapson
Dewasa
: 100 mg/hari.
Berat badan < 35 kg: 50 mg/hari
Anak 10-14 tahun
: 50 mg/hari(1 – 2 mg/hari/Kg BB/hari)
Lama pengobatan
: diberikan sebanyak 24 regimen dengan jangka
waktu maksimal 36 bulan sedapat mungkin sampai apusan kulit menjadi
negatif.
140
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
LEPTOSPIROSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
Stadium Kedua
: 3A
: 100
ICD X : A.27
Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri
berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan leptospira, yang menyerang
hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat
mati.
Penyebab
Kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah tercemar oleh air seni hewan
yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui
selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang
terkontaminasi oleh urin hewan terinfeksi leptospira.
Gambaran klinis
Masa inkubasi berkisar 7 – 13 hari (rata-rata 10 hari).
Stadium Pertama
−
−
−
−
−
−
Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten
Nyeri kepala
Menggigil
Mialgia
Mual, muntah dan anoreksia
Nyeri kepala dapat berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri
retro-orbital dan fotopobia
− Nyeri otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung
dan paha.
− Sklera ikterik dan conjunctival suffusion atau mata merah dan pembesaran
kelenjar getah bening, limpa maupun hati.
− Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.
Gejala yang Kharakteristik
− Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada
mata)
− Rasa nyeri pada otot-otot
141
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita
− Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama
− Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi
meningitis.
− Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.
Diagnosis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan riwayat pekerjaan pasien sebelum sakit muncul,
apakan termasuk kelompok risiko tinggi, riwayat bepergian ke hutan belantara,
rawa, sungai dan lain-lain.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala / keluhan berupa demam mendadak,
nyeri kepala terutama di bagian frontal, mata merah / fotofobia, keluhan
gastrointestinal dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai bradikardi, nyeri tekan otot, rash hepatomegali
dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dapat dijumpai leukositosis, jumlah
leukosit normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap
darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan terdapat
torak. Bilirubin dalam darah bisa meninggi kalau organ hati telah terlibat, dan
peninggian transaminase. Juga bisa dijumpai peninggian BUN, ureum dan kreatinin
darah akibat keterlibatan ginjal.
Penatalaksanaan
− Penisilin adalah obat pilihan utama untuk pengobatan penyakit ini. Pemberian
hari ke 1 – 3 mulainya infeksi memberikan hasil yang sangat baik, pemberian
hari ke 4 – 6 hasilnya kurang memuaskan, lewat hari ke-7 tidak begitu
bermanfaat. Biasanya diberikan penisilin G dengan dosis tinggi sebanyak
600.000 unit setiap 4 jam, kalau penyakit lebih berat dosis dapat ditingkatkan,
bahkan sampai 8 – 12 juta unit/hari. Bila penderita datang pada hari ke-7,
WHO menganjurkan pemberian penisilin G dengan dosis 6 – 12 juta unit/hari
pada hari-hari pertama.
− Pilihan lain, Amoksisilin 500 mg 3 x sehari peroral, selama 7 – 10 hari.
− Pasien alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin dengan
khasiat yang kurang efektif. Tetrasiklin tidak dapat diberikan jika pasien
mengalami gagal ginjal. Tetrasiklin diberikan secepatnya dengan dosis 250
mg setiap 8 jam im atau iv. selama 24 jam, kemudian 250 – 500 mg setiap
142
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− 6 jam secara oral selama 6 hari. Eritromisin diberikan dengan dosis 250 mg
setiap jam selama 5 hari.
− Tindakan suportif dilakukan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.
LUKA BAKAR
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 1901
ICD X : S.02...T.02
Definisi
Luka Bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun
arus listrik.
Penyebab
Akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.
Gambaran Klinis
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman
luka:
− Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,
nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika
ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan.
− Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
− Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.
Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus
dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa
menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar
melepuh dan rambut / bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar,
maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan
pembengkakan. Kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut
bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga
darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
143
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
144
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di
rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih
lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera dibersihkan dari
bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mengguyurnya
dengan air.
Luka Bakar Berat
Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa penderitanya harus
segera ditangani, sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Penderita langsung dirujuk jika:
− Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
− Terkena arus listrik dan sambaran petir
− Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan
benar di rumah.
− Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
− Terjadi luka bakar pada organ dalam.
Luka Bakar Ringan
− Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke dalam air
dingin. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama
mungkin. Di tempat praktek dokter atau di ruang emergensi, luka bakar
dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk membuang semua
kotoran yang melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka
diberi obat bius dan digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah pecah biasanya
dibuang. Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka dioleskan
krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin).
− Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya
dipasang verban. Sangat penting untuk menjaga kebersihan di daerah yang
terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis) mengalami
kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan menyebar.
Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik, Untuk
mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang mengalami luka
bakar biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari
jantung. Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka
bakar derajat II atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan
persendian. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa
hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi
penderita.
145
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
146
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
MALARIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
•
: 4
: 0503
Lini I : Artesunate+Amodiaguin dosis tunggal selama 3 hari +
primakuin pada hari I
Artesunate :
4 mg/kgbb/hari
Amodiaquin :
10 mg/kgbb/hari
Primakuin
: 0,75 mg/kgbb/hari
* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun
dan penderita G6PD.
• Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklinselama 7 hari + Primakuin pada
hari I
Kina
: 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari
Doksisiklin dewasa
:
4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari
Doksisiklin (8-14 tahun) :
2 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari
Tetrasiklin
: 4-5 mg/kgbb/kali (4 x sehari) selama 7 hari
Primakuin
: 0,75 mg/kgbb/hari
* Doksisiklin/Terasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan
umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.
* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun
dan penderita G6PD.
b. Malaria vivax
Untuk daerah yang masih sensitif klorokuin dapat diberikan
• Lini I : Klorokuin dosis tunggal perhari selama 3 hari + primakuin
selama
14 hari
Klorokuin : Hr 1: 10 mg, Hr 2: 10 mg. Hr 3: 5 mg
Primakuin : 0,25-0,5 mg/kgbb/hr selama 14 hari
Untuk daerah yang resisten klorokuin terhadap malaria vivak dapat
diberikan Artesunate+ Amodiakuin selama 3 hari (dosis sama dengan
falciparum)+Primakuin selama 14 hari dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hr.
• Lini II : Kina (3xsehari) selama 7 hari+Primakuin 14 hari
Kina
: 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari
Primakuin : 0,25 mg/kgbb/hr selama 14 hari
b. Malaria mix (malaria facciparum+malaria vivax)
Pengobatan diberikan :
Artesunate + amodiaquin (selama 3 hari) + Primakuin selama 14 hari
Artesunate :
4 mg/kgbb/hari
Amodiaquin :
10 mg/kgbb/hari
Primakuin
: 0,25-0,5 mg/kgbb/hari selama 14 hari
Lihat buku Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Oleh Subdit Malaria,
Direktorat PBB, Ditjen PP & PL.
ICD X : B.54
Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit ini merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebab
Ada 4 jenis plasmodium pada manusia yaitu :
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium vivax
• Plasmodium ovale
• Plasmodium malariae
Gambaran Klinis
1. Masa inkubasi berkisar 1-2 minggu.
2. Keluhan utama pada malaria tanpa komplikasi : demam, menggigil, berkeringat
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegalpegal.
3. Gejala pada malaria dengan kompilasi (malaria berat) : gangguan kesadaran,
keadaan umum yang lemah, kejang-kejang, panas sangat tinggi, perdarahan,
warna air seni seperti teh tua dan gejala lainnya.
4. Malaria falciparum yang sering menyebabkan terjadinya malaria dengan
komplikasi (malaria berat).
Diagnosis
Malaria diagnosis dengan pemeriksaan yaitu :
1. Rapid Diagnositik Test dengan mekanisme kerja berdasarkan deteksi antigen
parasit malaria, yang bermanfaat digunakan pada unit gawat darurat, saat
kejadian luar biasa dan daerah terpencil yang tidak terdapat fasilitas laboratorium.
2. Pemeriksaan dengan mikroskop
Dilakukan dengan menemukan parasit dalam pulasan darah yang diwarnai
Giemsa dan diperiksa dengan mikroskop dengan pembesar 700-1000 x.
Penatalaksanaan
Pengobatan malaria tanpa komplikasi :
a. Malaria Farciparrum
147
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
148
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
MIGREN
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 21
ICD X : N.13
Definisi
Serangan nyeri kepala sesisi yang berulang, beragam beratnya, lamanya dan
kekerapannya mungkin merupakan serangan migren. Migren klasik diawali selama
+ 60 menit.
Penyebab
Gangguan vaskular.
Gambaran Klinis
− Nyeri kepala khas berdenyut, unilateral dan bertambah berat setelah aktivitas
fisik.
− Penderita mengeluh mual sampai muntah dan terdapat anoreksia, fotofobia
atau fenofobia.
− Migren klasik diawali atau disertai dengan gangguan sensorik, motorik atau
suasana hati (mood). Pada periode awal ini penderita mungkin merasa gelisah,
tidak nafsu makan dan mudah tersinggung. Gangguan motorik dapat berupa
hemiparesis, sedangkan gangguan sensorik mungkin berupa parestesia,
hemianopsia atau seolah melihat kilat.
Diagnosis
Nyeri kepala sesisi.
Penatalaksanaan
− Serangan migren sering dicetuskan oleh makanan tertentu, ketegangan emosi
dan kelelahan fisik. Hal-hal itu harus diidentifikasi dan dihindarkan.
− Serangan diatasi dengan :
§ asetosal, parasetamol atau asam mefenamat 500 mg
§ tablet ergotamin 1mg, dosis disesuaikan kondisi penyakit.
MORBILI (Campak)
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0402
ICD X : B.05
Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut yang bermanifestasi dalam 3 stadium
yaitu stadium kataral, erupsi dan konvalens.
Penyebab
Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya,
gejala campak agak sulit dideteksi.
Gambaran Klinis
Secara garis besar penyakit campak dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10 – 12 hari.
Pada fase ini anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak
gejala apapun. Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum
keluar.
2. Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit
flu seperti batuk, pilek dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair.
Bila melihat sesuatu, mata akan silau (fotofobia). Di sebelah dalam mulut
muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3 – 4 hari. Terkadang anak juga
mengalami diare. 1 – 2 hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik,
berkisar 38 – 40,5 oC
3. Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam
tinggi yang terjadi. Namun bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh
melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang telinga, leher, dada,
muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan ukuran yang tidak
terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler.
Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar satu minggu,
tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing anak. Umumnya jika bercak
merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun
makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau
sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh
waktu sampai 2 minggu.
Diagnosis
Bercak kemerahan terutama pada bagian atas badan.
149
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
150
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Penanganan yang benar
− Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat
atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
− Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan
penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum
mendapat imunisasi campak.
− Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak
rentan terjangkit infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya.
Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan
tubuh penderita yang masih lemah.
− Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada.
OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1101
ICD X : H.65-H.66; H.72
Definisi
Radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
Penyebab
Kuman penyebab Otitis Media Akut adalah bakteri pirogenik seperti : Streptokokus
hemolitikus, Pneumokokus atau Hemofilus influenza.
Gambaran klinik
Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu :
1. Stadium oklusi tuba
2. Stadium hiperemis
3. Stadium supurasi
4. Stadium perforasi
5. Stadium resolusi
Gejala OMA adalah :
1. Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil
memegang telinganya.
2. Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang.
3. Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare
Diagnosis
Tanda OMA adalah :
1. OMA Stadium oklusi tuba
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya
memendek dan menghilang.
2. OMA Stadium hiperemis
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan udem serta
refleks cahaya menghilang.
3. OMA Stadium supurasi
Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat.
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging)
dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan.
151
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
152
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
4. OMA Stadium perforasi
Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada
pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga
tengah. Membran timpani perforasi.
5. Stadium resolusi
Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/ kering dan membran timpani berangsur
menutup.
3. Stadium supurasi
a. Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral
selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik peroral selama 14 hari.
b. Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT
untuk dilakukan miringotomi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.
1. Stadium oklusi tuba
a. Berikan antibiotik selama 7 hari:
§ Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
sehari atau
§ Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari
atau
§ Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
b. Obat tetes hidung nasal dekongestan
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
d. Antipiretik
4. Stadium perforasi
a. Berikan antibiotik selama 14 hari
b. Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio H2O2 3%
dengan frekuensi 2 – 3 kali
2. Stadium hiperemis
a. Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari :
§ Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
sehari atau
§ Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari
atau
§ Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari
b. Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
d. Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya
153
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
154
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1101
ICD X : H.65-H.66; H.72
Definisi
Istilah sehari-hari untuk OMSK dikenal sebagai congek. Dalam perjalanan penyakit
ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar
dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses
hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi
perforasi pada membran timpani.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah :
a. pengobatan terlambat diberikan dan tidak adekuat
b. virulensi kuman tinggi
c. daya tahan tubuh/ gizi/ hygiene kurang
OMSK dibagi menjadi 2 tipe :
a. OMSK tipe benigna/ mukosa/ aman
b. OMSK tipe maligna/ tulang/ bahaya
Otitis Media sendiri adalah suatu infeksi yang mengenai telinga bagian tengah
(lihat gambar penampang telinga). Infeksi ini disertai dengan pengeluaran cairan
(dapat bening atau keruh) dari liang telinga sehingga disebut supuratif.
Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama
2 bulan atau lebih.
Apabila terjadi kekambuhan setelah sebelumnya terjadi penyembuhan maka disebut
mengalami eksaserbasi akut (Acute exacerbation).
Pada pemeriksaan telinga didapatkan adanya gendang telinga yang keruh atau
robek. Kelainan ini dapat terjadi pada 1 telinga atau dapat mengenai 2 telinga.
Penyebab
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),
Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidis (10,3%), gram
positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Gambaran klinik
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita infeksi saluran
napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang
menghubungkan antara hidung dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
155
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.
Diagnosis
1. OMSK tipe benigna / aman
Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa. Perforasi membran timpani
terletak di sentral, jarang menimbulkan komplikasi berbahaya.
2. OMSK tipe maligna / bahaya
Proses peradangan mengenai tulang, perforasi membran timpani terletak di
attic atau marginal dan tampak kolesteatoma.
Tanda klinis lainnya :
− terlihat adanya abses / fistula retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi
di liang telinga yang berasal dari telinga tengah.
− Terdapat sekret purulen berbau busuk yang khas
OMSK tipe bahaya dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi
intrakranial.
Penatalaksanaan
a. OMSK tipe benigna / aman
1. Bila aktif, berikan cuci telinga berupa solutio H2O2 3 %, 2-3 kali
2. Antibiotika selama 7 hari :
− Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/ KgBB 4 x
sehari atau
− Amoksilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/ KgBB 3 x
sehari atau
− Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari
3. Antihistamin apabila ada tanda-tanda alergi
4. Nasehatkan agar tidak berenang dan tidak mengorek telinga
5. Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul, rujuk ke dokter
spesialis THT.
b. OMSK tipe maligna / bahaya
1. Apabila belum memungkinkan dirujuk ke spesialis THT, dilakukan terapi
sbb :
− Berikan cuci telinga berupa Solutio H2O2 3%, 2-3 kali
156
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Antibiotik selama 14 hari :
§ Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari;
Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau
§ Amoksilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari;
Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau
§ Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari;
Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari
2. Apabila terdapat abses retroaurikuler dilalukan insisi dahulu dan segera
rujuk ke dokter spesialis THT
PAROTITIS EPIDEMIKA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 04
ICD X : B.26
Definisi
Gondongan (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar
parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.
Penyebab
Virus Mumps.
Gambaran Klinis
a. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia lima
sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih
terasa lagi bila menelan cairan asam seperti cuka dan air jeruk.
b. Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga. Kelenjarkelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita
juga merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi
mungkin terjadi pada anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut
dan alat kelamin. Pada penderita remaja perempuan, nyeri akan terasa juga di
bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus gondong menyerang otak
dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan selaput
otak.
c. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti
persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara
ketika penderita bersin atau batuk.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik.
Penatalaksanaan
a. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan secara aktif dengan pemberian vaksin
parotitis atau secara pasif dengan penyuntikan zat kekebalan yaitu gama
globulin.
b. Istirahat di tempat tidur hingga suhu tubuh normal kembali. Makanan yang
dikonsumsi adalah yang cair dan lunak. Bila perlu beri obat penurun panas
dan kompres pada bagian tubuh yang nyeri. Pakailah obat kumur yang baik
untuk membersihkan selaput lendir mulut. Usahakanlah minum yang
banyak dan mengunyah permen karet.
157
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
158
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Kompetensi
: 3A; 3B
Laporan Penyakit
: 1404
b. Gejala:
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi
ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai
gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
− Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan
− Berdahak kronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa disertai batuk
− Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas
yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak
napas sesuai skala sesak (Tabel 1).
ICD X : J.60-J.65
Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena bronkitis
kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis
patologi.
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,
b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan
dan tempat kerja)
d. Sesak pada saat melakukan aktivitas
e. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).
Tabel 1. Skala Sesak
Skala
sesak
Diagnosis dan Klasifikasi (Derajat) PPOK
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis.
Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan
diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat)
a. Diagnosis PPOK Klinis ditegakkan apabila:
1. Anamnesis:
a. Ada faktor risiko
− Usia (pertengahan)
− Riwayat pajanan
§ Asap rokok
§ Polusi udara
§ Polusi tempat kerja
159
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas
0
Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik
tangga 1 tingkat
2
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah
beberapa menit
4
Sesak bila mandi atau berpakaian
2. Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks.
160
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
Inspeksi
− Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
− Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
− Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
− Pelebaran sela iga
Perkusi
− Hipersonor
Auskultasi
− Fremitus melemah,
− Suara nafas vesikuler melemah atau normal
− Ekspirasi memanjang
− Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
− Ronki
3. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara
lain :
− Radiologi (foto toraks)
− Spirometri
− Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah
terjadi hipoksia kronik)
− Analisa gas darah
− Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada
PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan
diagnosis banding dari keluhan pasien.
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan
berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
Catatan:
Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya
asma bronkial, gagal jantung kongestif, TB Paru dan sindrome obstruktif
pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan di
puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Sedangkan penegakan
diagnosis dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005, dilaksanakan
di rumah sakit / fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri.
b. Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
berikut :
1. PPOK Ringan
Gejala klinis:
− Dengan atau tanpa batuk
− Dengan atau tanpa produksi sputum.
− Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
− VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
− VEP1 / KVP < 70%
2. PPOK Sedang
Gejala klinis:
− Dengan atau tanpa batuk
− Dengan atau tanpa produksi sputum.
− Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
− VEP1 / KVP < 70% atau
− 50% < VEP1 < 80% prediksi.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
− Paru hiperinflasi atau hiperlusen
− Diafragma mendatar
− Corakan bronkovaskuler meningkat
− Bulla
− Jantung pendulum
161
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
162
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
− Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
− Eksaserbasi lebih sering terjadi
− Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
− VEP1 / KVP < 70%,
− VEP1 < 30% prediksi atau
− VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah, dengan kriteria:
− Hipoksemia dengan normokapnia atau
− Hipoksemia dengan hiperkapnia
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana
eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya (Lihat
Buku Penemuan dan Tatalaksana PPOK)
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
1. Pemberian obat obatan
a. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik
b. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan
jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada
eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
c. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
d. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan
secara rutin merupakan kontraindikasi.
163
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
2. Pengobatan penunjang
a. Rehabilitasi
b. Edukasi
c. Berhenti merokok
d. Latihan fisik dan respirasi
e. Nutrisi
3. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada
PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
5. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
6. Vaksinasi influensa
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influensa
diberikan pada:
a. Usia di atas 60 tahun
b. PPOK sedang dan berat
164
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
PERDARAHAN POST PARTUM
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1702
ICD X : O.46
Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah
bayi lahir.
Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam
pertama persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24
jam persalinan.
Penyebab
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir,
retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.
Gambaran Klinis
Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena
tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena
itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk
melakukan pengobatan sebagai perdarahan post partum.
Diagnosis
TANDA DAN
GEJALA LAIN
GEJALA DAN TANDA
DIAGNOSIS
KERJA
• Uterus tidak berkontraksi
dan lembek
• Perdarahan segera setelah
anak lahir
• Syok
• Bekukan darah
pada serviks atau
posis terlentang
akan menghambat
aliran darah ke luar
Atonia uteri
• Darah segar yang
mengalir segera setelah
bayi lahir
• Uterus kontraksi dan
keras
• Plasenta lengkap
• Pucat
• Lemah
• Menggigil
Robekan jalan lahir
165
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
• Plasenta belum lahir
setelah 30 menit
• Perdarahan segera (P3)
• Uterus berkontraksi dan
keras
• Tali pusat putus
akibat traksi
berlebihan
• Inversio uteri
akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
• Plasenta atau sebagian
selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak
lengkap
• Perdarahan segera (P3)
• Uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus
tidak berkurang
Tertinggalnya
sebagian plasenta
atau ketuban
• Uterus tidak teraba
• Lumen vagina terisi
masa
• Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
• Neurogenik syok
• Pucat dan limbung
Inversio uteri
• Sub-involusi uterus
• Nyeri tekan perut bawah
dan pada uterus
• Perdarahan
• Lokhia mukopurulen dan
berbau
• Anemia
• Demam
Endometristis atau
sisa fragmen
plasenta (terinfeksi
atau tidak)
Late postpartum
hemorrhage
Perdarahan
postpartum
sekunder
PENGELOLAAN UMUM
• Selalu siapkan tindakan gawat darurat
• Tata laksana persalinan kala III secara aktif
• Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
• Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan
darah, pernafasan dan suhu
• Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
• Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
• Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan
penyebab perdarahan
166
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
PENGELOLAAN KHUSUS
ATONIA UTERI
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan
pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia
merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3
dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan
perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri harus dimulai dengan mengenal
ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri.
Kondisi ini mencakup:
1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti
pada:
• Polihidramnion
• Kehamilan kembar
• Makrosomi
2. Persalinan lama
3. Persalinan terlalu cepat
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Paritas tinggi
Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini,
maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum
dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua
penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan
awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.
Jika tidak mempunyai kemampuan dan fasilitas, semua keadaan di atas sebaiknya
segera dirujuk ke dokter spesialis obgyn / Rumah Sakit.
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan
kala tiga secara aktif, yaitu:
1. Menyuntikan Oksitosin
• Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
• Menyuntikkan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha
kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
167
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
2. Peregangan Tali Pusat Terkendali
• Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva
atau menggulung tali pusat
• Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau
kain kasa dengan jarak 5 – 10 cm dari vulva
• Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial
3. Mengeluarkan plasenta
• Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran
sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian
ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
• Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5 – 10 dari vulva.
• Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15
menit
• Suntikkan ulang 10 IU Oksitosin i.m
• Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
• Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati.
• Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
5. Masase Uterus
• Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
• Kelengkapan plasenta dan ketuban
• Kontraksi uterus
• Perlukaan jalan lahir
168
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
JENIS DAN
CARA
Dosis dan cara
pemberian
OKSITOSIN
Tingkat III :
Tingkat IV :
ERGOMETRIN
IV : 20 IU dalam 1 l
larutan garam fisio logis
dengan tetesan cepat
IM : 10 IU
IM atau IV (lambat) :
0.2 mg
IV : 20 IU dalam 1 l
larutan garam fisiologis
dengan 40 tetes / menit
Ulangi 0.2 mg IM
setelah 15 menit
Dosis maksimal
per hari
Tidak lebih dari 3 l
larutan dengan Oksitosin
Total 1 mg atau 5 dosis
Kontra Indikasi
Pemberian IV secara
cepat atau bolus
Preeklampsia, vitium
cordis, hipertensi
Dosis lanjutan
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas,
sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan
ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus
presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif
pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir
termasuk serviks.
PERLUKAAN JALAN LAHIR
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari:
a. Robekan perineum
b. Hematoma vulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri
Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat :
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
169
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
robekan sampai mukosa rektum
Pengelolaan
d. Episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan
(figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat
II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka
pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir
robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih
dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan
penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan
benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit, kemudian fasial perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti
menjahit robekan perineum tingkat II.
170
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk
melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan
berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk
melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit
kabupaten/kota.
e. Hematoma vulva
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma.
Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup
dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan
presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut.
Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling
terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma
kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan
mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan
kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau
dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa
tersebut diluar.
f. Robekan dinding vagina
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah
sakit.
g. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan
bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks
ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
robekan untuk menghentikan perdarahan.
A. Jahitan pertama dimulai dari puncak
robekan pada serviks
B. Sebagian robekan serviks
setelah dijahit
171
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta
adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh
karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta
akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena
terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta
inkarserata.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta
sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan
plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
• Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi
telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan
dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah
seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
• Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan
kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan
(false route).
• Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten).
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan
ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan
sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang
dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
• Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara
manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan
172
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang
dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak
dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal
ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan
kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg i.m atau i.v sampai
kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh
karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur
tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke
rumah sakit.
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan.
Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar 3 – 11
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan
akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.
173
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
174
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
PERIODONTITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1503
ICD X : K.05-K.06
Definisi
Peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam yang merupakan lanjutan
dari peradangan ginggiva.
Penyebab
Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang
gigi (tartar) diantara gigi dan gusi.
Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi, dan meluas ke bawah diantara
akar gigi dan tulang dibawahnya. Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu
lingkungan bebas oksigen yang mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan
inti dirusak sehingga gigi lepas.
Gambaran Klinis
- Perdarahan gusi
- Perubahan warna gusi
- Bau mulut (halitosis)
Diagnosis
Nyeri pada ginggiva.
Penatalaksanaan
− Karang gigi, saku gigi, food impaction dan penyebab lokal lainnya harus
dibersihkan / diperbaiki.
− Antibiotik terpilih Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari.
− Penderita dianjurkan berkumur selama ½ – 1 menit dengan larutan povidon
1%, 3 kali / hari.
− Bila sudah sangat goyah, gigi harus sudah dicabut.
PERTUSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0304
ICD X : A.37
Definisi
Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran pernapasan. Didapatkan
pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, terutama pada anak umur 2
– 3 tahun.
Penyebab
Pertusis disebabkan oleh kuman gram negatif Bordetella pertusis.
Gambaran Klinis
Gejala penyakit ini timbul 1 – 2 minggu setelah berhubungan dengan penderitanya
dan didahului masa inkubasi selama 7 – 14 hari. Biasanya, penyakit ini berlangsung
selama 6 minggu atau lebih. Itulah sebabnya penyakit tersebut dinamakan batuk
seratus hari.
Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu
a. Kataralis yang ditandai timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari,
disertai demam dan pilek ringan. Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu. Pada
stadium kataral tak dapat dibedakan dengan ISPA yang disebabkan oleh virus
b. Stadium Kedua adalah spasmodik yang berlangsung 2 – 4 minggu. Gejalanya,
batuk lebih sering, penderita berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher
melebar. Serangan batuknya panjang biasanya diakhiri dengan bunyi melengking
yang khas (whooping caugh) dan disertai muntah. Sering terjadi perdarahan
subkonjungtiva dan / atau epistaksis. Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan
karena darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, penderita tampak sehat.
c. Pada Stadium Selanjutnya, yaitu konvalesensi, terjadi selama dua minggu.
Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai bertambah
nafsu makannya.
Diagnosis
− Meningkatnya serum Ig A spesifik Bordatella pertusis
− Terdeteksi Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring
− Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis
175
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
176
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya dengan pemberian
antibiotika yang sesuai, seperti eritromisin 30 – 50 mg/kgBB 4 x sehari.
− Untuk batuk dapat diberikan kodein 0,5 mg/tahun/kali.
− Pertusis dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu Difteri-PertusisTetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali berturut-turut pada bayi usia tiga,
empat, lima bulan.
PIELONEFRITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 16
ICD X : N.20-N.23; N.30
Definisi
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.
Penyebab
Disebabkan oleh Escherichia coli (paling sering), selain itu disebabkan juga antara
lain Enterobacter, Klebsiella, Pseudomonas dan Proteus
Gambaran Klinis
− Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di
punggung bagian bawah, mual dan muntah.
− Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah,
yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
− Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat.
− Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
disebabkan oleh kejang ureter.
− Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya
batu ginjal.
− Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali.
− Pada infeksi menahun (pielonefritis kronik), nyerinya bersifat samar dan
demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
− Pielonefritis kronik hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama,
seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air
kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil).
− Pielonefritis kronik pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
− Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis
adalah:
§ pemeriksaan urin dengan mikroskop
177
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
178
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
pembiakan bakteri dalam contoh urin untuk menentukan adanya
bakteri.
− USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan
struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya.
§
Penatalaksanaan
Pengobatan:
− Segera setelah diagnosis ditegakkan, diberikan antibiotik. Terapi kausal dimulai
dengan kotrimoksazol 2 tablet 2 x sehari atau ampisilin 500 mg 4 x sehari
selama 5 hari.
− 4 – 6 minggu setelah pemberian antibiotik, dilakukan pemeriksaan urin ulang
untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
− Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu, mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
PIODERMA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 2001
ICD X : L.00-L.08
Definisi
Pioderma superfisial dapat berbentuk impetigo atau furunkel. Furunkolis yang
menyatu membentuk kurbunkel. Bentuk lain pioderma diantaranya folikulitis,
ektima, selulitis, flegmon, pionikia.
Penyebab
Impetigo umumnya disebabkan oleh Streptococcus batahaemoliticus, sedangkan
furunkel oleh Staphylococcus aureus. Beberapa faktor perdisposisi umumnya daya
tubuh (anemia, kurang gizi, diabetes melitus) atau adanya kelainan kulit yang
dapat mempercepat terjadinya pioderma.
Gambaran Klinis
− Keadaan umum penderita biasanya baik.
− Impetigo bentuk krustosa biasanya terjadi pada anak yaitu di kulit disekitar
hidung dan mulut. Tampak vesikel atau pustula yang cepat pecah dan menyebar
ke sekitarnya.
− Impetigo bentuk vesikosibola disebut juga cacar monyet, menyerang daerah
ketiak, dada, dan punggung. Bentuk ini sering ditemukan bersama miliaria,
hipopion (endapan nanah di bagian bawah vesikel / bula) dan pada saat
penyembuhan mengering membentuk koleret (warna kemerahan melingkar
di bekas kelainan).
− Impetigo neonatorium menyerang hampir seluruh kulit, biasanya disertai
demam.
− Furunkel banyak ditemukan di ketiak atau bokong. Folikel yang terinfeksi
membengkak membentuk nodus bernanah yang nyeri dengan eritema di
sekitarnya. Kelainan ini dapat menjadi abses atau membentuk fistula. Pada
penderita yang berdaya tahan tubuh rendah misalnya penderita penyakit kronik
(diabetes melitus), furunkel ini sering kambuh dan sukar sembuh.
Diagnosis
− Pemeriksaan penunjang bila diperlukan
− Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram
− Kultur dan resistensi spesimen lesi (misalnya untuk flegmon, hidra adenitis,
ulkus). Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
179
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
180
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Pasien berobat jalan kecuali pada erisipelas, selulitis, flegmon dianjurkan rawat
inap.
PNEUMONIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
Topikal
− Bila dijumpai pus banyak, asah atau krusta dilakukan kompres terbuka dengan
(permanganas kalikus 1/5000), rivanol 0,1%, larutan povidon 7,5% dilarutkan
sepuluh kali, tiga kali sehari masing-masing 1 jam selama masih akut.
− Bila tidak tertutup pus atau krusta diberikan salep/ krim garam natrium fusidat
2 %.
Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun jamur.
Pneumonia secara klinis dibedakan atas pneumonia lobaris, bronkopneumonia
aspirasi misalnya akibat aspirasi minyak tanah. Kuman penyebab banyak macamnya
dan berbeda menurut sumber penularan (komunitas / nosokomial).
Jenis komunitas 47 – 74% disebabkan oleh bakteri, 5 – 20% oleh virus atau
mikoplasma, dan 17 – 43% tidak diketahui penyebabnya. Pengobatan jenis
komunitas ini sangat memuaskan apapun penyebabnya.
Sistemik
Pada lesi dalam dan / atau luas diberikan antibiotik sistemik:
− Lini 1
: golongan penisilin
: amoksisilin , ampisilin
− Lini 2
: golongan makrolid
: eritromisin 500 mg 4 x sehari
− Lini 3
: golongan sefalosporin
− Lini 4
: antibiotik lain-lain
: klindamisin
Pendidikan dan pencegahan
Mencari faktor predisposisi
− Higiene
− Menurunnya daya tahan tubuh: kurang gizi, anemia, penyakit kronik/
metabolik, dan keganasan
− Telah ada kelainan kulit primer
Protokol
Pada pioderma letak dalam, perhatikan keadaan umum dan status imun secara
keseluruhan
Kriteria penyembuhan
− Pioderma superfisial tidak dijumpai lagi gambaran klinis
− Pioderma letak dalam tidak dijumpai tanda klinis, ulkus telah membentuk
jaringan granulasi bersih, epitelisasi menutup luka.
181
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
: 3B
: 1401
ICD X : J.18
Penyebab
− Penyebab pneumonia adalah:
1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa):
- Streptococcus pneumoniae
- Staphylococcus aureus
- Legionella
- Hemophilus influenzae
2. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anakanak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.
− Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan,
dan puncaknya terjadi pada umur 2 – 3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Gambaran klinis
− Secara klinis gambaran pneumonia bakterialis beragam menurut jenis kuman
penyebab, usia penderita , dan beratnya penyakit. Beberapa bakteri penyebab
memberikan gambaran yang khas, misalnya pneumonia lobaris karena
S.pneumoniae, atau empiema dan pneumatokel oleh S.aureus.
− Klasifikasi pneumonia pada balita sesuai dengan manajemen terpadu balita
sakit yaitu batuk disertai dengan napas cepat (usia < 2 bulan > 60 x/menit, 2
bulan – 1 tahun > 50 x/menit, 1-5 tahun > 40 x/menit)
182
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Pada dasarnya gejala klinisnya dapat dikelompokkan atas :
§ gejala umum infeksi: demam, sakit kepala, lesu, dll.
§ gejala umum penyakit saluran pernapasan bawah: seperti takipneu, dispneu,
retraksi atau napas cuping hidung, sianosis.
§ tanda pneumonia: perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah
halus nyaring pada bronkopneumonia dan bronkofoni positif.
§ batuk yang mungkin kering atau berdahak mukopurulen, purulen, bahkan
mungkin berdarah.
§ tanda di ekstrapulmonal
− Leukositosis jelas pada pneumonia bakteri dan pada sputum dapat dibiak
kuman penyebabnya.
− Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan foto toraks, sedangkan uji serologi
dapat menentukan jenis infeksi lainnya. Selain memastikan diagnosis, foto
toraks juga dapat digunakan untuk menilai adanya komplikasi.
− Bila penderita alergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan
eritromisin 500mg 4 x sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya
mikoplasma (batuk kering).
− Tergantung jenis batuk dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
brankodilator (teofilin atau salbutamol).
Diagnosis
− Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.
− Pada pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara
ronki.
− Pemeriksaan penunjang : rontgen dada, pembiakan dahak, hitung jenis darah,
gas darah arteri.
Penatalaksanaan
− Penderita pneumonia dapat dirawat di rumah, namun bila keadaannya berat
penderita harus dirawat di rumah sakit untuk mendapat perawatan yang
memadai, seperti cairan intravena bila sangat sesak, oksigen, serta sarana rawat
lainnya. Bayi memerlukan perhatian lebih khusus lagi.
− Diberikan kotrimoksazol 2 x 2 tablet.
Dosis anak:
• 2 – 12 bulan : 2 x ¼ tablet
• 1 – 3 tahun : 2 x ½ tablet
• 3 – 5 tahun : 2 x 1 tablet
− Antibiotik pengganti adalah amoksisilin atau ampisilin.
− Pada kasus dimana rujukan tidak memungkinkan diberikan injeksi amoksisilin
dan / atau gentamisin.
− Pada orang dewasa terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain
600.000 – 1.200.000 IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 x sehari terutama pada
penderita dengan batuk produktif.
183
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
184
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
PTERIGIUM
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 1005
ICD X : H.00-H.01
PULPITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1502
ICD X : K.04
Definisi
Kelainan ini dapat dijumpai pada semua kelompok umur. Umumnya terdapat di
sisi nasal bilateral atau unilateral.
Definisi
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri, merupakan
reaksi terhadap toksin bakteri pada karies gigi.
Penyebab
Patogenesis pterigium belum jelas, tetapi diduga karena iritasi kronik antara lain
oleh debu, sinar matahari dan panas.
Penyebab
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah pembusukan gigi, penyebab
kedua adalah cedera. Pulpa terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak
memiliki ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan. Yang
terjadi hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi. Peradangan yang ringan, jika
berhasil diatasi, tidak akan menimbulkan kerusakan gigi yang permanen. Peradangan
yang berat bisa mematikan pulpa. Meningkatnya tekanan di dalam gigi bisa
mendorong pulpa melalui ujung akar, sehingga bisa melukai tulang rahang dan
jaringan di sekitarnya.
Gambaran Klinis
− Penderita mengeluh mata lekas merah, berair, dan ada rasa mengganjal. Bila
penebalan jaringan ini mencapai pupil maka penglihatan dapat terganggu.
− Pterigium tampak sebagai penebalan berupa lipatan mukosa bentuk segitiga
yang puncaknya di kornea. Jaringan ini kaya pembuluh darah, semuanya
menuju ke puncak pterigium.
Diagnosis
Penebalan mukosa pada selaput mata.
Penatalaksanaan
− Dalam keadaan meradang diberikan astringen-dekongestan 1 tetes 3 – 4 x
sehari: kombinasi seng-sulfat 0,25% dengan fenilefrin 0,12% atau nafazolin
0,7%.
− Pterigium lanjut yang telah mengganggu penglihatan memerlukan pembedahan
(rujuk ke rumah sakit).
Gambaran Klinis
− Gigi yang mengalami pulpitis akan nyeri berdenyut, terutama malam hari.
Nyeri ini mungkin menjalar sampai ke daerah sinus dan pelipis (pulpitis gigi
atas) atau ke daerah telinga (pulpitis gigi bawah).
− Bila kemasukan makanan, karena rangsangan asam, manis, atau dingin akan
terasa sakit sekali. Sakit saat mengunyah menunjukkan bahwa peradangan
telah mencapai jaringan periapikal.
− Gigi biasanya sudah berlubang dalam dan pulpa terbuka.
Diagnosis
Nyeri dan tanda peradangan.
Penatalaksanaan
− Bila tidak ada tenaga dental, lubang gigi dbersihkan dengan ekskavator dan
semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas dan dijejali pellet kapas yang ditetesi
eugenol.
− Berikan analgetik bila perlu :
§ Parasetamol 3 x 500 mg/hari pada orang dewasa.
§ Parasetamol 3 x 250 mg/hari pada anak-anak.
185
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
186
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Bila sudah ada peradangan jaringan periapikal, berikan antibiotik selama 5
hari :
§ Amoksisilin : 3 x 500 mg/hari pada orang dewasa.
§ Amoksisilin : 3 x 250 mg/hari pada anak-anak.
− Bila penderita alergi terhadap golongan penisilin, maka diberikan :
§ Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari selama 5 hari untuk orang dewasa.
§ Eritromisin 3 x -250 mg/hari selama 5 hari untuk anak-anak.
− Selanjutnya penderita dirujuk ke dokter gigi.
RABIES
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0404
ICD X : A.82
Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan penular
rabies terutama anjing, kucing dan kera.
Penyebab
Virus rabies, termasuk rhabdo virus bersifat neurotrop.
Gambaran Klinis
1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan
selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas
gigitan. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan
terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktifitas simpatik meningkat dengan gejala hiperhidrosis
(banyak berkeringat), hipersalivasi (banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak
air mata) dan dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi penyakit
mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya bermacammacam fobia, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobia (takut air).
Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan
oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara ke muka penderita (aerophobia)
atau dengan menjatuhkan sinar ke mata (photophobia) atau dengan bertepuk
tangan ke dekat telinga penderita (audiophobia). Pada stadium ini dapat terjadi
apneu, sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest, tingkah laku penderita
tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan respons yang berlebihan.
Gejala-gejala eksitasi dapat berlangsung sampai pasien meninggal, tetapi pada
saat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemas, sehingga terjadi
paresis flaksid otot-otot.
187
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
188
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
4. Stadium Paralisis.
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paralisis
otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan saraf tulang belakang
yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernapasan.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan
1. Penanganan luka gigitan hewan penular rabies
Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing, kera) harus
ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/ mematikan
virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah
mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
deterjen selama 10 – 15 menit, kemudian diberi alkohol 70%.
2. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) sesudah digigit (Post Exposure Treatment).
Dosis dan cara pemberian VAR (Purified Vero Rabies Vaccine = PVRV) :
Diberikan 4 x suntikan @ 0,5 ml pada hari ke-0 sebanyak 2 dosis sekaligus
di regio deltoideus kanan dan kiri, hari ke-7 dan 21 masing-masing 1 dosis
secara intramuskuler (i.m). Dosis sama untuk semua umur.
3. Perawatan rabies pada manusia
- Pasien dirujuk ke rumah sakit
- Sebelum dirujuk, pasien diinfus dengan ringer laktat atau NaCl 0,9%,
kalau perlu diberi antikonvulsan dan sebaiknya pasien difiksasi selama
dalam perjalanan dan waspada terhadap tindak-tanduk pasien yang tidak
rasional, kadang-kadang maniakal disertai saat-saat responsif.
189
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
RINITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1302
ICD X : J.00-J.01
Definisi
Rinitis (Hay fever, Polinosis) adalah suatu alergi terhadap serbuk sari yang terdapat
di dalam udara.
Penyebab
Serbuk sari di dalam udara yang menyebabkan rinitis alergika bervariasi, tergantung
kepada daerah dan individu. Tanaman yang sering menyebabkan rinitis alergika
adalah pohon-pohonan, rumput, bunga dan rumput liar. Selain kepekaan individu
dan daerah tempat tumbuhnya tanaman, faktor lain yang berpengaruh terhadap
terjadinya rinitis alergika adalah jumlah serbuk yang terkandung di dalam udara.
Cuaca panas, kering dan berangin lebih banyak mengandung serbuk, cuaca dingin,
lembab dan hujan menyebabkan serbuk terbuang ke tanah.
Gambaran Klinik
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal,
baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti
dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh
sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan depresi;
kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada
kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan
hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler
dan hidung tersumbat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang hanya timbul pada musim
tertentu. Untuk menentukan serbuk penyebabnya bisa dilakukan tes kulit.
Penatalaksanaan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya
pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat.
Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi
190
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin;
efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang.
Jika keadaan kronis rujuk ke dokter spesialis THT.
SALPINGITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: -
ICD X : N.70
Definisi
Infeksi saluran tuba uterina
Penyebab
Salpingitis akut kebanyakan disebabkan oleh infeksi gonore. Salpingitis kronik
dapat berbentuk sebagai piosalping, hidrosalping atau salpingitis ismika nodosa.
Pada salpingitis akut perlu dipikirkan kemungkinan kehamilan ektopik atau
apendisitis sebagai Diagnosis banding.
Gambaran Klinis
− Penderita mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau bilateral. Nyeri
ini bertambah pada gerakan.
− Kadang terdapat perdarahan di luar siklus dan secret vagina berlebihan.
− Pada yang akut terdapat demam yang kadang disertai keluhan menggigil.
− Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian bawah disertai nyeri pada pergerakan
serviks. Parametrium nyeri unilateral atau bilateral.
Diagnosis
Nyeri tekan dan kaku daerah tuba pada pemeriksaan dalam ginekologi.
Penatalaksanaan
− Pasien dianjurkan untuk tirah baring pada posisi Fowler.
− Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi:
§ Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g setiap 6 jam
§ ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB i.v dosis tunggal/hari dan Metronidazol
500 mg i.v setiap 8 jam.
§ Lanjutkan antibiotika ini sampai pasien tidak panas selama 24 jam.
− Pilihan lain Ampisilin 3,5 gram per oral, disusul dengan 500 mg 4 x sehari
selama 7 – 10 hari. Probenesid 1 gram sehari diberikan per oral baik pada
alternatif pertama maupun kedua.
− Pilihan lain : Doksisiklin 100 mg 2 x sehari selama 10 hari.
− Jika pasien menggunakan AKDR, maka AKDR tersebut harus dicabut.
− Jika tata laksana ini tidak menolong, pasien sebaiknya dirujuk.
191
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
192
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SERUMEN
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: -
ICD X : A.60. 4
SIFILIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 31
ICD X : A.51
Definisi
Sifilis atau yang disebut dengan 'raja singa' disebabkan oleh sejenis bakteri yang
bernama Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae
ini, memiliki ukuran yang sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian
tubuh.
Definisi
Kotoran pada liang telinga
Penyebab
Tertimbunnya kotoran pada liang telinga
Gejala klinik
Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-kadang
berdengung.
Pada pemeriksaan liang telinga tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras
dan padat.
Penyebab
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya vagina,
mulut atau melalui kulit). Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu
orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin)
maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu
kepada bayinya selama masa kehamilan.
Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (telinga)
Gambaran klinik
Penatalaksanaan
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1 – 13 minggu setelah terinfeksi; ratarata 3 – 4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian.
i.
Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
atau disedot dengan pompa penghisap.
ii. Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, lakukan
irigasi liang telinga dengan larutan permanganat 1/1000 suhu larutan sesuai
suhu tubuh.
Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan
irigasi. Bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
iii. Serumen liat
Dikait dengan pengit serumen, apabila tidak berhasil lakukan irigasi dengan
syarat tidak ada perforasi membrana timpani.
iv. Serumen keras dan padat
Apabila serumen berukuran besar dan menyumbat liang telinga, lunakkan
terlebih dahulu dengan meneteskan karboliserin 10% selama 3 hari, kemudian
keluarkan dengan pengait atau dilakukan irigasi.
193
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang
terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga
bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jarijari tangan atau bagian tubuh lainnya. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular.
Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai
nyeri. Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali
tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3 – 12 minggu dan
sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam
waktu 6 – 12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya
sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan
menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan
194
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut,
kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya, peradangan di organ-organ tubuh.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab,
bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Gejala lainnya adalah
merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah,
demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase
laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung
bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup
penderita.
Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi
mulai ringan sampai sangat parah.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga
digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan
serebrospinal.
Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan
antibodi.
Lama pengobatan 30 hari (std I dan II) atau waktu yang lebih lama untuk std
laten.
Evaluasi tes serologis (VDRL):
1 bulan setelah pengobatan selesai, ulangi tes serologis sifilis (TSS):
a) Titer turun : tidak diberikan pengobatan lagi
b) Titer naik : pengobatan ulang
c) Titer tetap : observasi 1 bulan
1 bulan setelah c:
d) Titer turun : tidak diberi pengobatan
e) Titer naik atau tetap : pengobatan ulang
Pemantauan TSS:
Pada bulan I, II, VI, dan XII dan setiap 6 bulan pada tahun ke dua
Pencegahan dan pendidikan
− Edukasi tentang penyakit, cara penularan, cara pencegahan dan pengobatan
− Sedapat mungkin penanganan pasangan seksualnya.
Penatalaksanaan
Obat pilihan
Benzatin penisilin G dengan dosis tergantung stadium
− Std I dan II : 4,8 juta unit
− Std laten
: 7,2 juta unit
Cara : injeksi intramuskular 2,4 juta unit/ kali dengan interval 1 minggu
Obat alternatif:
− Tetrasiklin 500 mg 4 x sehari atau
− Eritromisin 500 mg 4 x sehari
195
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
196
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SINDROMA NEFROTIK
Kompetensi
: 2
Laporan Penyakit
: 16
ICD X : N.20-N.23; N.30
Definisi
Sindroma Nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala) yang terjadi
akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan:
− proteinuria (protein di dalam air kemih lebih dari 3 gram per 24 jam)
− menurunnya kadar albumin dalam darah
− penimbunan garam dan air yang berlebihan
− meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Sindroma ini bisa terjadi pada segala usia. Pada anak-anak, paling sering timbul
pada usia 18 bulan – 4 tahun dan lebih banyak menyerang anak laki-laki.
Penyebab
Adanya perubahan permeabilitas barrier filtrasi glomerulus terhadap protein.
Gambaran Klinis
− Gejala awalnya bisa berupa:
§ berkurangnya nafsu makan
§ pembengkakan kelopak mata
§ nyeri perut
§ pengkisutan otot
§ pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
§ air kemih berbusa.
− Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas
bisa timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura).
− Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada pria).
Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-pindah; pada pagi hari cairan
tertimbun di kelopak mata dan setalah berjalan cairan akan tertimbun di
pergelangan kaki. Pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan.
− Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah pada saat penderita
berdiri dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan syok). Tekanan
darah pada penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun tinggi.
− Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena rendahnya
volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal.
− Kadang gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi
secara tiba-tiba.
197
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya glukosa)
ke dalam air kemih.
− Pertumbuhan anak-anak bisa terhambat. Kalsium akan diserap dari tulang.
Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa terjadi kerontokan rambut. Pada
kuku jari tangan akan terbentuk garis horisontal putih yang penyebabnya
tidak diketahui.
− Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering terjadi infeksi
oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalam keadaan normal tidak berbahaya).
− Tingginya angka kejadian infeksi diduga terjadi akibat hilangnya antibodi
ke dalam air kemih atau karena berkurangnya pembentukan antibodi.
− Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko terbentuknya
bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam vena ginjal
yang utama. Di lain fihak, darah bisa tidak membeku dan menyebabkan
perdarahan hebat.
− Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada jantung dan otak paling mungkin
terjadi pada penderita yang memiliki diabetes dan penyakit jaringan ikat.
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
laboratorium.
− Pemeriksaan laboratorium terhadap urin menunjukkan kadar protein yang
tinggi, 40 mg/ml/jam atau ++.
− Konsentrasi albumin dalam darah adalah rendah karena protein vital ini
dibuang melalui air kemih dan pembentukannya terganggu.
− Kadar natrium dalam air kemih rendah dan kadar kalium dalam air kemih
tinggi.
− Konsentrasi lemak dalam darah tinggi, kadang sampai 10 kali konsentrasi
normal. Kadar lemak dalam air kemih juga tinggi.
− Bisa terjadi anemia. Faktor pembekuan darah bisa menurun atau
meningkat.
− Analisa air kemih dan darah bisa menunjukkan penyebabnya. Jika penderita
mengalami penurunan berat badan atau usianya lanjut, maka dicari
kemungkinan adanya kanker.
− Sindroma Nefrotik dengan komplikasi harus rujuk.
198
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi
penyebab sindroma nefrotik bisa menyembuhkan sindroma ini.
− Jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya penyakit
Hodgkin atau kanker lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejalagejala ginjal.
− Jika penyebabnya adalah kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian
heroin pada stadium awal sindroma nefrotik, bisa menghilangkan gejalagejalanya.
− Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi sindroma nefrotik,
pemakaian obat harus dihentikan.
− Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti, maka diberikan kortikosteroid dan
obat-obatan yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklofosfamid).
2mg/kgBB selama 4 hari pertama, jika sensitif lanjutkan dengan dosis 40
mg/kgBB (2/3 dosis) dosis awal diberi selang sehari selama 4 minggu berikut
dan sesudahnya dihentikan.
Tetapi obat tersebut bisa menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anakanak dan menekan perkembangan seksual.
− Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium
dalam jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah.
Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalam air kemih.
ACE inhibitors (misalnya enalapril, kaptopril dan lisinopril) biasanya
menurunkan pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi
lemak dalam darah. Tetapi pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal
yang ringan sampai berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium
darah. Jika cairan tertimbun di perut, untuk mengurangi gejala dianjurkan
untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering.
Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretik. iuretik juga dapat mengurangi
penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan, tetapi bisa meningkatkan resiko
terbentuknya bekuan darah. Antikoagulan bisa membantu mengendalikan
pembentukan bekuan darah.
199
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SINDROM STEVENS JOHNSON
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 2002
ICD X : L.20-L.30
Definisi
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara
lain: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor,
eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Penyebab
Reaksi alergi.
Gambaran Klinik
Gejala prodromal berkisar antara 1 – 14 hari berupa demam, malaise, batuk,
korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di :
− Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
− Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna
merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal,
dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan
gambaran utama.
− Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak
mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi
kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan
faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid,
merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan.
Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
200
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit,
mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis
terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.
Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat
lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi
yang diberikan biasanya adalah :
− Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
− Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
− Kortikosteroid parenteral : deksamentason dosis awal 1mg/kgBB bolus,
kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam. Penggunaan steroid
sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid
sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek
samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid
menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
− Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen
maleat dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1 – 3 tahun 7,5 mg/dosis,
untuk usia 3 –12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 x sehari.
− Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
− Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
− Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisid dan tidak bersifat nefrotoksik,
misalnya klindamisin i.v 8 – 16 mg/kgBB/hari, diberikan 2 x sehari.
201
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SINUSITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 1; 2; 3A
: 1303
ICD X : J.10-J.11
Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi
virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus
Penyebab
Ostium sinus tersumbat, atau rambut-rambut pembersih (ciliary) rusak sehingga
sekresi mucus tertahan dalam rongga sinus yang selanjutnya menyebabkan
peradangan.
Gambaran klinik
− Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari.
− Sinusitis akut dan kronik memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan
pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul
berdasarkan sinus yang terkena:
§ Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit
gigi dan sakit kepala.
§ Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
§ Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata
serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa
menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung ditekan, berkurangnya indera
penciuman dan hidung tersumbat.
§ Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun
belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
− Gejala lainnya adalah:
§ tidak enak badan
§ Demam, demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar
ke luar sinus.
§ letih, lesu
§ batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari
§ hidung meler atau hidung tersumbat.
§ Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin
keluar nanah berwarna kuning atau hijau.
202
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil
pemeriksaan fisik. Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan
pemeriksaan CT scan.
− Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui
adanya abses gigi.
Penatalaksanaan
− Sinusitis akut
Untuk sinusitis akut biasanya diberikan:
§ Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
§ Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri (terapi awal umumnya
dengan amoksisilin atau kotrimoksazol)
§ Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh
dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa
menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung).
Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan
obat semprot hidung yang mengandung steroid.
− Sinusitis kronik
Diberikan antibiotik dan dekongestan. Untuk mengurangi peradangan biasanya
diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid.
Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).
Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:
- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas
- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam
- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.
Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan
untuk mengobati sinusitis kronik adalah pembedahan.
203
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SIROSIS HATI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 2
: 89
ICD X : K.74
Definisi
Sirosis adalah kelainan hati dimana terdapat nekrosis, fibrosis dan regenerasi
Penyebab
Meliputi antara lain infeksi virus, parasit, obat-obatan dan bahan kimia , kelainan
bawaan dan obstruksi bilier.
Gambaran Klinis
− Beberapa penderita sirosis ringan tidak memiliki gejala dan nampak sehat
selama bertahun-tahun. Penderita lainnya mengalami kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan dan merasa sakit.
− Jika aliran empedu tersumbat selama bertahun-tahun, bisa terjadi sakit kuning
(jaundice), gatal-gatal dan timbul nodul kecil di kulit yang berwarna kuning,
terutama di sekeliling kelopak mata.
− Malnutrisi biasa terjadi karena buruknya nafsu makan dan terganggunya
penyerapan lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yang disebabkan
oleh berkurangnya produksi garam-garam empedu.
− Kadang-kadang terjadi batuk darah atau muntah darah karena adanya perdarahan
dari vena varikosa di ujung bawah kerongkongan (varises esofageal). Pelebaran
pembuluh darah ini merupakan akibat dari tingginya tekanan darah dalam
vena yang berasal dari usus menunju ke hati. Tekanan darah tinggi ini disebut
sebagai hipertensi portal, yang bersamaan dengan jeleknya fungsi hati, juga
bisa menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam perut (asites).
− Bisa juga terjadi gagal ginjal dan ensefalopati hepatikum.
− Gejala-gejala penyakit hati lainnya bisa terjadi, seperti:
§ kelemahan otot
§ kemerahan di telapak tangan (eritema palmaris)
§ jari-jari tangan melekuk keatas (kontraktur telapak tangan)
§ vena-vena kecil yang memberikan gambaran seperti laba2
§ pembesaran payudara dan pinggul pada laki-laki (ginekomastia)
§ pembesaran kelenjar ludah di pipi
§ rambut rontok
§ buah zakar mengecil (atrofi testis)
§ fungsi saraf abnormal (neuropati perifer).
204
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
− USG bisa menunjukkan adanya pembesaran hati.
− Scanning hati menggunakan isotop radioaktif menunjukkan gambaran daerah
hati yang masih berfungsi dan daerah hati yang sudah menjadi jaringan parut.
− Diagnosis pasti dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis dari jaringan
hati (biopsi).
Penatalaksanaan
Pengobatan untuk sirosis berupa :
:
:
:
:
:
: 4
: 16
ICD X : N.20-23; N.30
Definisi
Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih. Infeksi kandung kemih umumnya
terjadi pada wanita, terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita
infeksi kandung kemih secara berulang.
Penyebab
E.coli (organisme paling sering, pada 80 – 90% kasus); Juga Klebsiella,
Pseudomonas, grup B Streptococcus dan Proteus mirabilis
− menghilangkan sumber racun (misalnya alkohol)
− asupan makanan yang tepat, termasuk vitamin tambahan
− pengobatan komplikasi.
Gradasi penyakit:
− Grade A
Penatalaksanaan
− Grade B
− Grade C
Penatalaksanaan B&C
Rujuk ke rumah sakit.
SISTITIS AKUT
Kompetensi
Laporan Penyakit
Gambaran Klinik
− Infeksi kandung kemih biasanya menyebabkan desakan untuk buang air kecil
dan rasa terbakar atau nyeri selama buang air kecil.
− Nyeri biasanya dirasakan diatas tulang kemaluan dan sering juga dirasakan
di punggung sebelah bawah.
− Gejala lainnya adalah nokturia (sering buang air kecil di malam hari).
− Urin tampak berawan dan mengandung darah.
− Kadang infeksi kandung kemih tidak menimbulkan gejala dan diketahui pada
saat pemeriksaan urin (urinalisis untuk alasan lain.)
− Sistitis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut, yang bisa menderita
inkontinensia uri sebagai akibatnya.
Albumin normal
Hati-hati obat rematik dan analgetik
salah satu ada
kelainan kesadaran
istirahat
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
− Diambil contoh urin aliran tengah (midstream), agar urin tidak tercemar oleh
bakteri dari vagina atau ujung penis. Urin kemudian diperiksa dibawah
mikroskop untuk melihat adanya sel darah merah atau sel darah putih atau zat
lainnya.
− Dilakukan penghitungan bakteri dan dibuat biakan untuk menentukan jenis
bakterinya. Jika terjadi infeksi, maka biasanya satu jenis bakteri ditemukan
dalam jumlah yang banyak.
− Pada pria, urin aliran tengah biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis.
Pada wanita, contoh urin ini kadang dicemari oleh bakteri dari vagina,
sehingga perlu diambil contoh urin langsung dari kandung kemih dengan
menggunakan kateter.
205
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
206
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Pemeriksaan lainnya yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
sistitis adalah:
§ Rontgen, untuk menggambarkan ginjal, ureter dan kandung kemih
§ Sistouretrografi, untuk mengetahui adanya arus balik urin dari kandung
kemih dan penyempitan uretra
§ Uretrogram retrograd, untuk mengetahui adanya penyempitan, divertikula
§ Sistoskopi, untuk melihat kandung kemih secara langsung dengan serat
optik.
Penatalaksanaan
Pengobatan:
− Pada usia lanjut, infeksi tanpa gejala biasanya tidak memerlukan pengobatan.
− Untuk sistitis ringan, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah minum
banyak cairan. Aksi pembilasan ini akan membuang banyak bakteri dari tubuh,
bakteri yang tersisa akan dilenyapkan oleh pertahanan alami tubuh.
− Pemberian antibiotik peroral seperti kotrimoksazol atau siprofloksasin selama
5 hari biasanya efektif, selama belum timbul komplikasi.
− Jika infeksinya kebal, biasanya antibiotik diberikan selama 7 – 10 hari.
− Untuk meringankan kejang otot bisa diberikan atropin.
− Gejalanya seringkali bisa dikurangi dengan membuat suasana urin menjadi
basa, yaitu dengan meminum baking soda yang dilarutkan dalam air.
− Pembedahan dilakukan untuk mengatasi penyumbatan pada aliran kemih
(uropati obstruktif) atau untuk memperbaiki kelainan struktur yang menyebabkan
infeksi lebih mudah terjadi.
− Biasanya sebelum pembedahan diberikan antibiotik untuk mengurangi
resiko penyebaran infeksi ke seluruh tubuh.
207
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SKABIES
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0704
ICD X : B.86
Definisi
Skabies atau sering juga disebut penyakit kulit berupa budukan dapat ditularkan
melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap kutu Sarcoptes scabiei var
hominis dan tinjanya pada kulit manusia. Sarcoptes scabiei adalah kutu yang
transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata dan tidak
bermata. Skabies hanya dapat diberantas dengan memutus rantai penularan dan
memberi obat yang tepat.
Penyebab
Kutu Sarcoptis scabiei
Gambaran klinik
Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama,yaitu:
1. Pruritus nokturna, atau rasa gatal di malam hari, yang disebabkan aktivitas
tungau yang lebih tinggi dalam suhu lembab.
2. Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok. Mereka yang tinggal
di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang
lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui
pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah
menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya
rendah.
3. Adanya terowongan-terowongan di bawah lapisan kulit (kanalikuli), yang
berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi skunder oleh bakteri,
maka akan timbul gambaran pustul (bisul kecil). Kanalikuli ini berada pada
daerah lipatan kulit yang tipis, seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar
kemaluan (pada anak), siku bagian luar, kulit sekitar payudara, bokong dan
perut bagian bawah.
4. Menemukan kutu pada pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis,
merupakan diagnosis pasti penyakit ini.
208
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Ditegakkan dari anamnesis, manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang
ditemukan 3 dari 4 kriteria sebagai berikut:
− Gatal malam hari
− Terdapat pada sekelompok orang
− Predileksi dan morfologis khas
− Ditemukan Tungau S.scabies
Penatalaksanaan
Pengobatan:
Pengobatan penyakit ini menggunakan obat-obatan berbentuk krim atau salep
yang dioleskan pada bagian kulit yang terinfeksi. Banyak sekali obat-obatan yang
tersedia di pasaran. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain;
tidak berbau, efektif terhadap semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu
dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit, juga mudah diperoleh dan murah harganya.
Sistemik
− Antihistamin klasik sedatif ringan untuk mengurangi gatal, misalnya
klorfeniramin maleat 0.34 mg/kg BB 3 x sehari.
− Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder misalnya ampisilin, amoksisilin,
eritromisin.
4. Krotamiton 10%, termasuk obat pilihan karena selain memiliki efek antiskabies, juga bersifat anti gatal.
5. Permetrin HCl 5%, efektifitasnya seperti Gamexan, namun tidak terlalu
toksik. Penggunaannya cukup sekali, namun harganya relatif mahal.
− Selain menggunakan obat-obatan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan
adalah upaya peningkatan kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:
1. Mencuci bersih bahkan sebagian ahli menganjurkan merebus handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga
kering. Menghilangkan faktor predisposisi, antara lain dengan penyluhan
mengenai higiene perorangan dan lingkungan.
2. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi
untuk memutuskan rantai penularan.
Pemantauan
Dianjurkan kontrol 1 minggu kemudian, bila ada lesi baru obat topikal dapat
diulang kembali.
Topikal
− Obatan-obatan yang dapat digunakan antara lain:
1. Salep 2 – 4, biasanya dalam bentuk salep atau krim.
Kekurangannya, obat ini menimbulkan bau tak sedap (belerang), mengotori
pakaian, tidak efektif membunuh stadium telur, dan penggunaannya harus
lebih dari 3 hari berturut-turut.
2. Emulsi benzil-benzoas 20 – 25%, efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari berturut-turut. Kekurangannya, dapat
menimbulkan iritasi kulit.
3. Gamexan 1%, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium kutu, mudah digunakan, serta jarang menimbulkan iritasi kulit.
Namun obat ini tidak dianjurkan bagi wanita hamil, maupun anak
dibawah usia 6 tahun, karena bersifat toksik terhadap susunan saraf
pusat. Pemakaiannya cukup satu kali dioleskan seluruh tubuh. Dapat
diulang satu minggu kemudian bila belum sembuh.
209
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
210
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SKIZOFRENIA dan GANGGUAN PSIKOTIK KRONIK LAIN
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 68
ICD X : F.20
Definisi
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa (psikosis) yang serangannya
mungkin timbul akut. Setiap pasien yang dicurigai menderita skizofrenia harus
diperiksakan ke psikiater setelah disingkirkan kemungkinan adanya kelainan
organik.
Penyebab
Berbagai teori termasuk faktor genetik dianggap sebagai penyebab.
Gambaran Klinis
− Penderita psikosis akut mungkin dating tingkah laku gaduh dan mengacau
atau mungkin didahului oleh gejala awal (prodromal) berupa penarikan diri
dari hubungan social, gangguan nyata dalam fungsi peran misalnya sebagai
pencari nafkah, bertingkah laku aneh, ganggauan nyata dalam higiene diri dan
berpakaian, efek yang tumpul, mendatar atau tak serasi, bicara melantur,
menunjukkan ide (gagasan) yang aneh atau pikiran magis seperti takhayul,
gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri, adanya ilusi dan lain
sebagainya.
− Untuk menegakkan diagnosis gangguan skizofrenia maka harus dipenuhi
kriteria diagnostik di bawah ini :
§ Sedikitnya terdapat satu dari beberapa tanda ini selama suatu fase
(inkoherensi), tingkah laku kacau (disorganized).
§ Penurunan fungsi penyesuaian dalam bidang pekerjaan, hubungan social
dan perawatan dirinya.
§ Gejala berlangsung terus menerus selama paling sedikit 6 bulan yang
mencakup fase aktif dengan atau tanpa fase prodromal maupun fase residual
yaitu masa setelah fase aktif yang menunjukkan sedikitnya 2 gejala
prodromal.
§ Tidak ada kelainan organik.
Diagnosis
Terdapat problem kronik dengan gambaran:
− Penarikan diri secara sosial
− Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri
− Inkoheren dan disorganized
211
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Bila pasien sangat gaduh dan gelisah sehingga mengganggu lingkungan atau
membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri maka penderita harus
dirawat.
− Berikan klorpromazin 100 mg 3 x sehari yang dapat dinaikkan (setelah 1
minggu) menjadi 200 mg 3 x sehari bila belum tampak perbaikan. Bila telah
ada respons maka dosis dipertahankan selama 4 minggu sampai pasien tenang
dan kembali dapat mengurus dirinya sendiri.
− Selanjutnya setiap minggu dosis diturunkan secara bertahap dan dosis rumat
(biasanya 3 x 50 – 100 mg) dipertahankan selama 3 bulan.
− Obat pilihan lain adalah haloperidol 1 – 5 mg 3 x sehari.
− Untuk pasien yang sukar untuk ditemui, dianjurkan pemberian injeksi flufenazin
dekanoat sekali sebulan.
− Gunakanlah dosis efektif terkecil untuk mengurangi efek samping.
− Penderita harus dijauhkan dari benda-benda yang dapat membahayakan
dirinya atau orang disekitarnya dan kebersihan diri serta kebutuhan
hidupnya sehari-hari harus tetap diperhatikan.
212
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
STOMATITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1505
ICD X : K.09-K.13
Definisi
Sariawan (Chanker Sores, Ulkus Aftosa) adalah suatu luka terbuka yang kecil di
dalam mulut yang menimbulkan nyeri.
− Faktor lokal maupun faktor sistemik pada stomatitis Vincent perlu dihilangkan,
misalnya anjurkan istirahat cukup, makan makanan bergizi, dan jangan merokok.
Kemudian mulut diirigasi dengan cairan H2O2 + air hangat (1,5%). Jaringan
nekrotik diambil hati-hati dengan kain kasa yang dibasahi H2O2 atau larutan
garam faali.
Beri juga vit.B kompleks dan vit.C 50 mg 3 x sehari selama 3 hari.
Penyebab
Penyebabnya macam-macam misalnya kebersihan mulut yang buruk, gizi kurang,
infeksi kumam, gangguan hormonal (gingivostomatitis deskuamatif), kelainan
darah, pemakaian obat-obatan (stomatitis medikamentosa/venenata) atau makanan
yang merangsang misalnya cabe.
Stomatitis Vincent disebabkan oleh kumam Gram negatif, sedangkan stomatitis
aftosa (sariawan) merupakan salah satu bentuk yang tidak diketahui penyebabnya.
Beberapa faktor diduga berperan dalam terjadinya sariawan, misalnya demam,
stres, trauma, cemas, gangguan hormonal.
Gambaran klinis
− Sariawan dapat terjadi di semua bagian mulut. Bila sariawan ini terletak di
dekat faring, penderita biasanya mengeluh sakit menelan.
− Stomatitis Vincent atau gingivostomatitis nekrotik biasanya timbul akut.
Penderita mengeluh mulutnya rasa terjadi perdarahan spontan pada gusi dan
gigi sering terasa memanjang. Ulkus pada stomatitis ini biasanya terdapat di
daerah gusi antargigi dan diselaputi pseudomembran berwarna kuning keabuabuan yang mudah diangkat. Tetapi ulkus ini dapat meluas ke bagian lain
mulut sampai ke faring.
Diagnosis
Nyeri dan lesi pada rongga mulut.
Penatalaksanaan
− Sariawan dapat segera disembuhkan dengan deksametason 1 mg 2 x sehari
yang cukup diberikan 2 – 3 hari, jika sudah sering berulang dan dalam 2
minggu tidak sembuh
− Bila tidak diketahui dengan pasti Vincent atau bukan, kombinasikan
dengan antibiotik amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari.
213
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
214
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
STRUMA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 1
: -
ICD X : E.00-E.07
Definisi
Struma adalah istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid. Disebut struma endemik
bila struma ini ditemukan pada banyak orang dalam suatu populasi. Ini biasanya
terjadi di daerah yang makanan penduduknya kurang mengandung iodium. Penyakit
ini umumnya muncul pada masa pubertas atau kehamilan.
Penyebab
Pada keadaan tertentu struma disebabkan oleh zat goitrogenik seperti PAS,
sulfonilurea, litium atau iodium dosis tinggi.
Penatalaksanaan
− Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mengurangi besarnya kelenjar gondok.
2. Mengoreksi adanya keadaan hipotiroidisme, kalau memang ada.
− Solusio lugol 5 tetes/hari dalam 1/2 gelas air bersama dengan iodium 10 – 15
mg/hari diberikan beberapa minggu sampai kelenjar tiroid kembali normal.
− Selanjutnya penderita dianjurkan menggunakan garam dapur beriodium.
− Struma sporadik diobati dengan ekstrak tiroid 50 – 150 mg/hari atau tiroksin
150 –300 mg/hari.
− Bila ada persangkaan keganasan segera rujuk ke rumah sakit.
Gambaran Klinis
Adanya kelainan dishormonogenesis tiroid perlu dicurigai apabila ditemukan:
a. Gondok yang secara familial terdapat di daerah nonendemis.
b. Adanya kretin di daerah nonendemis.
c. Adanya gondok dengan hipotiroidisme tanpa tanda Hashimoto.
d. Adanya gondok disertai dengan gangguan pendengaran (tuli dan sebagainya).
− Penderita dengan hipotiroidisme ringan datang dengan keluhan lelah, nyeri
otot, rambut rontok atau konstipasi, kadar T4 bebas biasanya rendah atau
normal rendah, dengan kadar TSH meningkat.
− Sedangkan manifestasi klinik penderita dengan hipotiroidisme nyata, berupa
kurang energi, rambut rontok, intoleransi dingin, berat badan naik, konstipasi,
kulit kering dan dingin, suara parau, serta lamban dalam berpikir.
− Pada hipotiroidisme, kelenjar tiroid sering tidak teraba. Kemungkinan terjadi
karena atrofi kelenjar akibat pengobatan hipertiroidisme memakai yodium
radioaktif sebelumnya atau setelah tiroditiditis autoimun.
Diagnosis
Kadar TSH yang meningkat .
Struma sporadik dibedakan dari struma endemik dengan uji TSH yang hasilnya
normal, sedangkan pada struma endemik menurun.
215
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
216
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
SYOK ANAFILAKSIS
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: -
ICD X : -
Definisi
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi,
pengeluaran histamin dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena
vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme
yang menurunkan ventilasi. Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama
yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga
seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penyebab
Syok anafilaksis paling sering disebabkan oleh pemberian obat secara suntikan,
tetapi dapat pula disebabkan oleh obat yang diberikan secara oral atau oleh
makanan. Obat suntik yang paling sering menimbulkan syok anafilaksis antara
lain penisilin, streptomisin, tiamin, ekstrak bali dan kombinasi vitamin neurotropik.
Gambaran Klinis
− Gejala-gejala pertama
: Eritema, rasa terbakar pada kulit, rasa
tersengat, takikardi, rasa tebal di faring dan dada, batuk, mungkin mual dan
muntah.
− Gejala-gejala sekunder
: Pembengkakan kulit (khususnya palpebra dan
bibir), urtikaria, Edema laring, serak, wheezing, serangan batuk, Nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, Hipotensi, berkeringat, pucat.
− Pada kasus-kasus berat, spasme laring, shock, henti nafas dan henti jantung.
Diagnosis
Adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan syok anafilaktik.
217
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah
sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu
yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Kalau
terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Segera berikan adrenalin 0,3 – 0,5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0,01 µg/kgBB untuk penderita anak-anak, i.m. Pemberian ini dapat diulang
tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 2 – 4 µg/menit.
3. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5 – 6 mg/kgBB i.v dosis awal yang
diteruskan 0,4 – 0,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
4. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5 – 10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
5. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,
yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan
obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita
dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
218
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan
hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi
jantung paru.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur i.v untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan
utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan
jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan
didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan
cairan 20 – 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,
dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume
plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi / diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2 – 3 kali
suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
Pencegahan:
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap
pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada
beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih
tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti
219
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit
negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi
sebesar 1 – 3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60% bila
tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid
serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
Mempertahankan suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut
pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan
panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat
berbahaya.
Pemberian Cairan :
1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan
yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau
muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,
volume interstitial dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna
untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian
volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3 – 4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
220
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
8. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
9. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat
pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
"Swan Ganz" kateter dan pemeriksaan analisa gas darah.
TETANUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0305
ICD X : A.34-35
Definisi
Tetanus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh
bakteri Clostridium tetani dan menyerang otot rangka. Disebut juga lockjaw karena
terjadi kejang pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara
berkembang. Tanpa imunisasi, angka kematian penyakit ini berkisar antara 35 –
70% tergantung umur, jenis kelamin, letak geografi, masa inkubasi, dan
penatalaksanaan.
Penyebab
Bakteri an-aerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup
selama bertahun-tahun di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus
masuk ke dalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam
maupun luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi pada
rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus neonatorum). Yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala infeksi adalah racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan
bakterinya.
Gambaran Klinis
− Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5 – 10 hari setelah terinfeksi,
tetapi bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.
− Gejala yang paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka
(trismus) karena yang pertama terserang adalah otot rahang.
− Selanjutnya muncul gejala lain berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala,
demam, nyeri tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan
serta tungkai.
− Kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi penderita seperti
menyeringai (risus sardonikus) dengan kedua alis yang terangkat.
− Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan
kepala dan tumit penderita tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung
ke depan yang disebut epistotonus.
− Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan retensi
urin dan konstipasi.
221
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
222
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Gangguan-gangguan yang ringan, seperti suara berisik, aliran angin atau
goncangan, bisa memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat yang
berlebihan.
− Selama kejang penderita tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku atau
terjadi kejang tenggorokan sehingga terjadi kekurangan oksigen yang
menyebabkan gangguan pernafasan. Biasanya tidak terjadi demam. Laju
pernafasan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya meningkat. Tetanus
juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka
ini bisa menetap selama beberapa minggu.
Diagnosis
Diduga suatu tetanus jika terjadi kekakuan otot atau kejang pada seseorang yang
memiliki luka. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri
dari apusan luka.
Penatalaksanaan
− Penderita tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus selalu
dalam pengawasan dan perawatan. Sebelum dirujuk lakukanlah hal-hal tersebut
di bawah ini. Selanjutnya bila anak yang menderita tetanus selesai dirawat,
berikan tetanus toksoid 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan.
− Pertahankan jalan napas dan jaga keseimbangan cairan.
− Segera berikan human tetanus immunoglobulin 5000 IU i.m untuk menawarkan
racun yang belum bersenyawa dengan otot.
Bila yang ada hanya ATS suntikkan i.m atau i.v 20.000 – 40.000 IU/hari
−
selama 3 hari atau 20.000 IU/hari untuk anak-anak selama 2 hari.
− Berikan penisilin prokain 2 juta IU i.m pada orang dewasa atau 50.000
IU/kgBB/hari selama 10 hari pada anak untuk eradikasi kuman.
− Berikan diazepam untuk mengendalikan kejang dengan titrasi dosis:5 – 10 mg
i.v. untuk anak dan 40 – 120 mg/hari untuk dewasa.
− Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan
membersihkannya dengan H202 3%. Port d’entre lain seperti OMSK atau
gangren gigi juga harus dibersihkan dahulu.
TETANUS NEONATORUM
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1803
Definisi
Tetanus neonaturom adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi
berusia kurang 1 bulan) . Spora kuman masuk ke dalam tubuh bati melalui pintu
masuk satu-satunya yaitu tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali
pusat ketika bayi lahir maupun perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali
pusat).
Penyebab
Kuman Clostridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan
menyerang sistem saraf pusat.
Gambaran Klinis
− Bayi biasanya tidak mau menyusu dengan tanda khas mulut yang mencucu
−
Kaku kuduk dan kejang sampai epistotonus sering dijumpai
−
Tidak jarang bayi demam tinggi dan tampak sianosis.
Diagnosis
Kejang pada bayi berusia kurang dari 1 bulan.
Penatalaksanaan
Penderita sebaiknya dirujuk untuk dirawat di rumah sakit karena sering terjadi
komplikasi terutama sepsis. Sebelumnya pasang infus cairan rumat yaitu glukosa
5% NaCl (4:1) sebanyak 75cc/kgBB/hari, kemudian diberikan:
− ATS 10.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut
−
−
− Untuk menetralisir racun diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik
tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih
lanjut. Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan
kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit
dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang.
223
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
ICD X : A.33
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari i.v. yang dilanjutkan sampai 10 hari
Diazepam i.v. secara perlahan dengan titrasi dosis sampai kejang hilang,
maksimal 2,5 mg; kemudian dilanjutkan dengan 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam
cairan infus.
224
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
TIFUS ABDOMINALIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 23
− Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau
jaringan tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.
ICD X : A.01
Definisi
Demam Tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhii yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh
tinja dan urine penderita.
Penyebab
Bakteri Salmonella typhii
Gambaran klinik
− Gambaran klinis bervariasi dari sangat ringan sampai berat dengan komplikasi
yanga sangat berbahaya.
− Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam wakatu 8 – 14 hari setelah
terinfeksi.
− Gejalanya bisa berupa demam intermitten (pagi lebih rendah dibanding sore
hari), sakit kepala, nyeri sendi, sakit tenggorokan, bibir kering dan pecah,
lidah kotor tertutup oleh selaput putih, sembelit, penurunan nafsu makan dan
nyeri perut.
− Kadang penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk serta
perdarahan dari hidung.
− Jika pengobatan tidak dimulai maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat
dalam waktu 2 – 3 hari, yaitu mencapai 39,4 – 40°C selama 10 – 14 hari.
Panas mulai turun secara bertahap pada akhir minggu ke-3 dan kembali normal
pada minggu ke-4.
− Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan kelelahan
yang luar biasa.
− Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor atau koma.
− Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil berwarna
merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung selama
2 – 5 hari.
Diagnosis
− Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
225
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup sebaiknya rendah serat,
makanan lunak.
Pengobatan :
− Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Antibiotik untuk penderita tifoid :
§ Kloramfenikol,
o Dewasa
: 4 x 500 mg selama 14 hari
o Anak
: 50-100 mg/kgBB 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
§ Tiamfenikol,
o Dewasa
: 500 mg 4 x sehari selama 5 – 7 hari bebas panas.
o Anak
: 50 mg/kgBB 4 x sehari selama 5 – 7 hari bebas panas.
§ Ampisilin
o Dewasa
: 500 mg 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
o Anak
: 50 – 100 mg/kgBB 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
− Terapi simtomatik (anti piretik, anti emetik)
− Roburansia.
− Terapi cairan, kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat
mencerna makanan.
− Jika terjadi perforasi usus berikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai
jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami
perforasi.
Pencegahan:
− Pencegahan terhadap carier dan kasus relaps.
− Perbaikan snitasi lingkungan.
− Perbaikan hygiene makanan,hygiene perorangan
− Imunisasi
§ Vaksin tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%.
§ Vaksin ini hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh
bakteri Salmonella typhii dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi
(termasuk petugas laboratorium dan para pelancong).
226
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Para pelancong sebaiknya menghindari makan sayuran mentah dan
makanan lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu ruangan.
− Sebaiknya mereka memilih makanan yang masih panas atau makanan yang
dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.
TIROTOKSIKOSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 1
: -
ICD X :E.00-E.07
Definisi
Tirotoksikosis merupakan tampilan klinis hiperfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini
dikarenakan stimulasi tiroid oleh suatu globulin darah yang memiliki aktivitas
TSH. Selain itu disebabkan adanya benjolan kecil didalam kelenjar, yang secara
otanom membentuk hormone berlebih diluar sistem H-H. Biasanya diderita oleh
penderita yang kelebihan minum obat yang mengandung iod / iodide atau makan
makanan dengan kadar iod tinggi, dalam hal ini penyakit tsb disebut iod-struma
atau iod-Basedow.
Penyebab
− Penyakit Graves’
− Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan
tubuh, yaitu kehamilan)
− Kanker tiroid
− Tiroiditis post partum (onset 2 – 6 bulan post partum) dalam bentuk ringan
dan jangka pendek
Gambaran klinis
− Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat
badan akibat penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat
peningkatan pristaltik.
− Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola
mata menonjol secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik.
− Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4
meningkat dan Indeks Tiroksin Bebas.
Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi.
Ukur TSH (dapat menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)
227
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
228
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanan
− Penggunaan obat antitiroid seperti:
§ Propiltiourasil (PTU), dosis permulaan 70 – 200 mg 3 x sehari selama 6
– 8 minggu, pemeliharaan 50 – 300 mg/hari.
§ Pada keadaan krisis dapat diberikan propranolol 60 – 120 mg 4 x sehari.
§ Kegagalan terapi umumnya karena ketidak patuhan penderita makan obat,
karena itu penderita perlu diperiksa ulang setiap 2 minggu pada 2 bulan
pertama, kemudian setiap bulan sampai pengobatan selesai.
− Propanolol 20 mg 3 x sehari sebelum makan kadang diperlukan untuk
mengurangi beberapa keluhan seperti takikardi dan kegelisahan. Beta bloker
ini mengurangi efek tiroksin dijaringan perifer dengan cara blokade susunan
saraf pusat.
TONSILITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1301
ICD X : J.03
Definisi
Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak
tenggorokan) yang berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel) yang dapat menyerang
semua golongan umur.
Pada anak, tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi. Bila tonsilitis akut
sering kambuh walaupun penderita telah mendapatkan pengobatan yang memadai,
maka perlu diingat kemungkinan terjadinya tonsilitis kronik.
Faktor-faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya tonsilitis : rangsangan
menahun (misalnya rokok, makanan tertentu), cuaca, pengobatan tonsilitis yang
tidak memadai, dan higiene rongga mulut yang kurang baik.
Tonsilitis kronik dapat tampil dalam bentuk hipertrofi hiperplasia atau bentuk
atrofi. Pada anak, tonsilitas kronik sering disertai pembengkakan kelenjar
submandibularis adenoiditis, rinitis dan otitis media.
Penyebab
Penyebabny adalah infeksi bakteri streptokokus atau infeksi virus (lebih jarang).
Gambaran klinik
− Penderita biasanya mengeluh sakit menelan, lesu seluruh tubuh, nyeri sendi,
dan kadang atalgia sebagai nyeri alih dari N. IX.
− Suhu tubuh sering mencapai 40C, terutama pada anak.
− Tonsil tampak bengkak, merah, dengan detritus berupa folikel atau
membran. Pada anak, membran pad tonsil mungkin juga disebabkan oleh
tonsilitis difteri.
− Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan leukositosis.
− Pada tonsilitis kronik hipertrofi, tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kripta lebar berisi detritus. Tonsil melekat ke jaringan sekitarnya. Pada
bentuk atrofi, tonsil kecil seperti terpendam dalam fosa tonsilaris.
− Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala dan muntah.
229
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
230
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Tonsil
membengkak dan tampak bercak-bercak perdarahan. Ditemukan nanah dan selaput
putih tipis yang menempel di tonsil. Membran ini bisa diangkat dengan mudah
tanpa menyebabkan perdarahan. Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di
laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya.
§
§
Obstruksi saluran nafas yang disebabkan oleh tonsil (yang dapat hampir
saling bersentuhan satu sama lain), apneu saat tidur, gangguan oklusi
gigi
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Penatalaksanaan
− Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari.
Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
§ Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari.
§ Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg
3 x sehari yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40
mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 – 50 mg/kgBB/hari.
− Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 – 3 hari tidak meningkatkan
komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit.
− Antibiotik hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko
demam rematik.
− Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk
banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri
menelan.
− Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif
daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat
diterapi dengan spray lidokain.
− Pasien tidak lagi menularkan penyakit sesudah pemberian 1 hari antibiotik.
− Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita harus segera diberi serum anti
difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah
sakit.
− Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan nasihat agar menjauhi
rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok,
minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan.
− Segera rujuk jika terjadi :
§ Tonsilitis bakteri rekuren (> 4x/tahun) tak peduli apa pun tipe bakterinya
§ Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia yang berasal dari
tonsil.
231
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
232
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
TRAKOMA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 40
ICD X : H.10
Definisi
Trakoma merupakan infeksi mata yang berlangsung lama yang menyebabkan
inflamasi dan jaringan parut pada konjungtiva dan kelopak mata serta kebutaan.
Penyebab
Trakoma terjadi akibat infeksi oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Masa inkubasi
berlangsung selama 5 – 12 hari.
Gambaran Klinis
− Kedua mata tampak merah dan berair. Penderita sukar melihat cahaya terang
(silau) dan merasa gatal di matanya.
− Pada stadium awal, konjungtiva tampak meradang, merah dan mengalami
iritasi serta mengeluarkan kotoran (konjungtivitis).
− Pada stadium lanjut, konjungtiva dan kornea membentuk jaringan parut
sehingga bulu mata melipat ke dalam dan terjadi gangguan penglihatan.
− Gejala lainnya adalah:
§ pembengkakan kelopak mata
§ pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak tepat di depan mata
§ kornea tampak keruh.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Apusan
mata diperiksa untuk mengetahui organisme penyebabnya
Penatalaksanaan
− Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetrasiklin dan
erithromisin selama 4 – 6 minggu. Selain itu antibiotik tersebut juga bisa
diberikan dalam bentuk tablet.
§ Doksisiklin
o Sediaan : kapsul atau tablet 100 mg (HCl)
o Dosis dewasa 100 mg per oral 2 x sehari selama 7 hari atau
§ Tetrasiklin
o Sediaan salep mata 1% (HCl)
o Dosis dewasa 2 x sehari selama 6 minggu
233
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
TUBERKULOSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0201
ICD X : H.16. 2
Definisi
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal,
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau
Mycobacterium africanum. Tuberkulosis paru kini bukan penyakit yang menakutkan
sampai penerita harus dikucilkan, tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan
cacat fisik atau kematian. Penularan TB paru hanya terjadi dari penderita tuberkulosis
terbuka.
Penyebab
Mycobacterium tuberculosis.
Gambaran Klinis
− Pada awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk terus menerus
dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
− Jumlah dahak biasanya akan bertambah banyak sejalan dengan perkembangan
penyakit. Pada akhirnya dahak akan berwarna kemerahan karena mengandung
darah.
− Masa inkubasi berkisar antara 4 – 12 minggu.
− Salah satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam
hari tanpa aktivitas.
− Keluhan dapat berupa demam, malaise, penurunan berat badan, nyeri dada,
batuk darah, sesak nafas.
− Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks) atau cairan
(efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan
dalam bentuk efusi pleura.
− Pada infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke
dalam kelenjar getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan
tubuh alami bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut
dan bakteri menjadi dorman.
− Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung
bronkial dan menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan
paru-paru. Kadang bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk
sekelompok kelenjar getah bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening
ini bisa menembus kulit dan menghasilkan nanah.
234
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Diagnosis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA) melalui pemeriksaan dahak mikroskopis.
− Yang seringkali merupakan petunjuk awal dari tuberkulosis adalah foto rontgen
dada. Penyakit ini tampak sebagai daerah putih yang bentuknya tidak teratur
dengan latar belakang hitam. Rontgen juga bisa menunjukkan efusi pleura
atau pembesaran jantung (perikarditis).
− Minimal 2 kali sputum BTA (+) : didiagnosis sebagai TB paru BTA (+)
− Bila BTA (+) 1 kali, maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen dada atau
pemeriksaan dahak SPS diulang.
− Upaya pertama dalam Diagnosis TB paru pada anak adalah melakukan uji
Tuberkulin. Hasil positif yaitu > 10 mm atau > 15 mm pada anak yang telah
mendapatkan BCG, ditambah dengan gambaran radiologi dada yang
menunjukkan infeksi spesifik, LED yang tinggi, limfadenitis leher dan
limfositisis relatif sudah dapat digunakan untuk membuat diagnosis kerja TB
paru.
Penatalaksanaan
Pencegahan :
Terdapat beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis:
− Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, sinar ini bisa membunuh bakteri yang
terdapat di dalam udara.
− Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan resiko tinggi
tuberkulosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif,
tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum
setiap hari selama 6 – 9 bulan.
− Di negara-negara berkembang, vaksin BCG digunakan untuk mencegah infeksi
oleh M. tuberculosis.
Pengobatan : “DOTS”
Pengobatan TB paru memerlukan panduan antituberkulosis untuk memperoleh
hasil terapi yang baik dan mencegah/memperkecil kemungkinan timbulnya
resistensi.
− Antibiotik yang paling sering digunakan adalah : isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, streptomisin; dan etambutol, isoniazid, rifampisin dan pirazinamid
dapat digabungkan dalam 1 kapsul, sehingga mengurangi jumlah pil yang
harus ditelan oleh penderita.
235
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Pemberian etambutol diawali dengan dosis yang relatif tinggi untuk membantu
mengurangi jumlah bakteri dengan segera. Setelah 2 bulan, dosisnya dikurangi
untuk menghindari efek samping yang berbahaya terhadap mata.
− Streptomisin merupakan obat pertama yang efektif melawan tuberkulosis,
tetapi harus diberikan dalam bentuk suntikan. Jika diberikan dalam dosis tinggi
atau pemakaiannya berlanjut sampai lebih dari 3 bulan, streptomisin bisa
menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan.
− Panduan obat untuk orang dewasa yang dianjurkan oleh Program P2M adalah
sebagai berikut :
a. Panduan obat jangka panjang terdiri dari streptomisin, INH + B6, dan
pirazinamida untuk jangka pengobatan 12 bulan.
Cara pemberian :
§ tahap intensif : pengobatan setiap hari kerja selama 4 minggu (24 kali
pengobatan) berupa : streptomisin 0,75 mg, INH 400 mg, Vit. B6 10
mg dan pirazinamida 1 gram selama 8 minggu (48 kali pengobatan).
§ tahap berselang : pengobatan dilanjutkan 2 kali seminggu selama 48
minggu (96 kali pengobatan) dengan streptomisin 0,75 mg, INH 700
mg, ditambah Vit. B6 10 mg.
b. Panduan obat jangka pendek terdiri dari rifampisin, etambutol, INH dan
Vit. B6 untuk jangka pengobatan 6 – 9 bulan.
Cara pemberian :
§ tahap intensif : pengobatan setiap hari kerja selama 4 minggu (24 kali
pengobatan) berupa: rifampisin 450 mg, etambutol 1 gram, INH 400
mg ditambah Vit. B6 10 mg.
§ tahap berselang : pengobatan dilanjutkan 2 kali seminggu selama 22
minggu (44 kali pengobatan) berupa: rifampisin 600 mg, INH 700 mg
ditambah Vit. B6 10 mg.
§ Wanita yang dalam pengobatan jangka pendek sebaiknya tidak
menggunakan pil atau suntikan KB karena keampuhan pil dan suntikan
KB dapat berkurang sehingga dapat terjadi kehamilan.
§ Penderita harus diberitahu bahwa rifampisin menyebabkan warna
merah pada air liur, air mata, dan air seni.
§ Pengobatan jangka pendek ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil
dan wanita yang sedang menyusui.
− Khusus pengobatan TB pada penderita anak diperlukan kerja sama yang
baik dengan orang tua pasien karena angka drop out cukup tinggi.
236
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Selama terapi, kemajuan pengobatan dipantau dengan pemeriksaan darah dan
radiologi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati, mengingat efek
rifampisin dan INH terhadap hati.
− Buku-buku acuan baku hanya menganjurkan pengobatan intensif selama 6
bulan dengan dosis yang lebih kecil. Pengobatan berselang dengan dosis besar
hanya dilakukan dengan pertimbangan bahwa ada ketidakpatuhan penderita,
atau kesulitan dalam supervisi terapi. Akan tetapi, dengan cara itu kemungkinan
toksisitas lebih besar, terutama terhadap hati masih perlu diteliti lebih lanjut.
− Panduan terapi untuk dewasa:
§
§
§
§
Rifampisin 450 – 600 mg, INH 300 mg, pirazinamid 1,2 – 2 gram dan
etambutol 25 mg/kg BB, semua ini diberikan selama 2 bulan
4 bulan berikutnya : rifampisin 450 – 600 mg dan INH 300 mg.
Panduan untuk anak:
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, INH 10 mg/kgBB/hari, pirazinamid 15
mg/kgBB/ hari selama 2 bulan pertama
Dilanjutkan dengan rifampisin dan INH dengan dosis yang sama selama
4 bulan berikutnya.
SERVICITIS KARENA CHLAMYDIA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 35
ICD X : O.86
Definisi
Uretritis adalah infeksi dari uretra, yaitu saluran yang membawa urin dari kandung
kemih keluar tubuh.
Uretritis non-gonore (NGU) adalah uretritis yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme tetapi penyebab paling sering adalah klamidia.
Penyebab
Penyebabnya bisa berupa bakteri, jamur atau virus. Pada wanita jasad renik tersebut
biasanya berasal dari vagina. Pada kebanyakan kasus, bakteri berasal dari usus
besar dan sampai ke vagina melalui anus. Pria lebih jarang menderita uretritis.
Uretritis pada pria paling sering disebabkan oleh gonokokus. Klamidia dan virus
herpes simpleks juga bisa ditularkan melalui hubungan seksual dan bisa
menyebabkan uretritis.
Gambaran klinik
− Masa inkubasi infeksi klamidia sampai muncul gejala adalah 1 – 3 minggu,
lebih lama daripada gonore. Sekitar 25% pria dan sebagian besar wanita tak
mengalami gejala dini karena infeksi klamidia dan banyak yang menjadi
carrier asimtomatik penyakit klamidia.
− Pada pria, uretritis ditandai oleh sekret yang jumlahnya sedikit, berair (kemudian
mukus) dari uretra. Gejala lain adalah nyeri dan disuria. Pada wanita, ada
disuria, polakisuria dan leukorea ringan. Servisitis adalah hal yang relatif
sering ditemui. Hal ini bermanifestasi sebagai sekret mukopurulen dan edema
atau kecenderungan perdarahan orifisium uteri.
− Pada wanita, infeksi klamidia yang lama sering mengakibatkan endometritis
dan salpingitis. Pasien mungkin mengalami demam ringan atau nyeri abdomen
bawah yang ringan. Endometritis juga dapat menyebabkan perdarahan uterus
yang ireguler. PID (Pelvic Inflammation Disease) adalah komplikasi lanjut
dari infeksi klamidia yang penting, biasanya memerlukan terapi rawat inap.
Perihepatitis adalah komplikasi yang jarang pada infeksi klamidia.
− Komplikasi lanjut infeksi klamidia yang rekuren dan ekstensif berupa
kerusakan tuba yang kemudian menyebabkan infertilitas dan kehamilan
ektopik.
237
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
238
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Infeksi klamidia dapat memicu perkembangan artritis reaktif (uroartritis,
Reiter’s disease) pada pria dan wanita.
URTIKARIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 2002
ICD X : L.20-L.30
Diagnosis
Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan pewarnaan
Gram atau biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN
melebihi 5 pada pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis.
Diagnosis infeksi klamidia yang reliabel pada pria dan wanita karena itu hanya
dapat dicapai dengan pengambilan sampel mikrobiologis yang tepat.
Metode amplifikasi gen yang baru telah menggantikan teknik-teknik sebelumnya,
dan sampel urine first-void telah lebih berperan dalam diagnosis klamidia pada
pria dan wanita. Metode amplifikasi gen seperti PCR dan LCR, didasarkan pada
multiplikasi asam nukleat klamidia.
Penatalaksanaan
− Chlamydia trachomatis sensitif terhadap makrolida dan tetrasiklin. Klindamisin
relatif efektif terhadap spesies ini, fluorokuinolon kurang begitu efektif.
Sefalosporin dan penisilin memiliki efficacy yang buruk.
− Untuk pengobatan, tetrasiklin adalah antibiotik pilihan yang sudah digunakan
sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C. trachomatis. Dapat
diberikan dengan dosis 500 mg 4 x sehari selama 7 hari atau 250 mg 4 x
sehari selama 14 hari.
− Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 100
mg 2 x sehari selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan
merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan
dosisnya lebih kecil.
− Regimen alternatif dapat diberikan :
§ eritromisin 500 mg 4 x sehari selama 7 hari atau 250 mg 4 x sehari selama
14 hari (Pasien yang sedang hamil)
§ eritromisin base 500 mg 4 x sehari selama 7 hari
239
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Definisi
Merupakan suatu reaksi (alergi) pada kulit yang umumnya dalam bentuk udema
lokal dan bersifat self-limited atau dapat sembuh sendiri dalam waktu singkat,
meskipun beberapa dapat berkembang menjadi kronik. Urtikaria disebut akut jika
berlangsung kurang dari 6 minggu, sedangkan urtikaria kronik biasanya
keberlangsungannya lebih dari 6 minggu.
Penyebab
Sebagian besar penyebab urtikaria telah diketahui, di antaranya:
−
−
−
−
Alergi terhadap obat, makanan, alergen inhalasi, gigitan atau sengatan serangga
Penyakit infeksi (virus, parasit)
Agen fisik (panas, dingin, penekanan, matahari)
Penyakit sistemik (contoh: lupus eritematosus sistemik)
Gambaran Klinis
− Pasien merasa tidak sehat
− Bercak gatal putih sampai merah muda
− Lesi umumnya berwarna merah muda, udematus dengan berbagai bentuk dan
ukuran dan di sekelilingnya eritema.
− Lesi umumnya memberi rasa gatal hingga nyeri dan seperti sensasi terbakar.
− Jarang bertahan > 12 – 24 jam
− Udem di saluran nafas menyebabkan sumbatan jalan nafas.
Diagnosis
Diagnosis urtikaria umumnya dapat ditegakkan secara klinis, kecuali
terdapat diagnosis banding lain maka diagnosis disokong oleh hasil pemeriksaan
histopatologis pada lesi urtikaria yang bertahan lebih dari 48 jam.
240
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
Terapi yang ideal adalah identifikasi dan menghilangkan penyebab (bila
ditemukan).
Pengobatan sistemik
VARISELA
Kompetensi
Laporan Penyakit
− Diberikan antihistamin (AH) konvensional atau generasi baru bergantung
keadaan. Bila tidak berhasil, dosis dapat dinaikkan sampai batas dosis
terapeutik yang aman. Bila masih tidak berhasil, dapat dikombinasikan 2
macam AH yang berbeda golongan. Bila tidak berhasil juga dapat diberikan
kombinasi AH.
Definisi
Varisela atau cacar air yang ditandai dengan vesikel di kulit dan selaput lendir ini
sangat mudah menular melalui percikan ludah dan kontak. Penularan sudah dapat
terjadi sejak 24 jam sebelum timbul kelainan kulit sampai 6 – 7 hari kemudian.
− Kortikosteroid sistemik diberikan bila terdapat angioudema atau
keterlibatan organ lain, atau urtikaria luas (>50%), atau kegagalan
pengobatan antihistamin. Prednison 20 – 40 mg/hari untuk pasien dewasa,
diberikan dalam waktu singkat.
Pengobatan topikal
Dengan obat antipruritus.
: 4
: 0406
ICD X :B.01
Penyebab
Virus Varicella zoster.
Gambaran klinis
− Masa inkubasi 13 – 17 hari.
− Gejala awal berupa pusing, sakit kepala, dan demam yang tidak begitu tinggi.
Gejala ini tidak begitu jelas pada anak balita, tetapi menonjol pada anak usia
diatas 10 tahun.
Pada orang dewasa keluhan ini dapat berat sekali.
− Kelainan kulit muncul mula-mula seperti pada morbili, berupa makula dan
papula yang kemudian menjadi vesikel berisi cairan jernih. Perubahan ini
berlangsung dalam waktu 24 – 48 jam.
− Ruam biasanya lebih banyak di badan dibandingkan dengan di anggota gerak.
Yang khas pada varisela ini adalah berbagai macam ruam dapat ditemukan
dalam satu saat.
− Pada bentuk yang berat kelainan kulit timbul di seluruh tubuh.
Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis dengan bentuk rash yang karakteristik (fluorosensi
yang sifatnya papulo vesikuler yang multiforme dan proses penjalarannya sentrifugal)
Penatalaksanaan
− Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatis: parasetamol bila demam
sangat tinggi. Jangan memberikan asetosal pada anak, karena dapat menimbulkan
sindrom reye.
− Pasien dianjurkan mandi dengan air dan sabun. Kalium permanganat dan
antiseptik lain tidak dianjurkan.
241
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
242
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
− Kemudian beri bedak salisil 1%. Usahakan agar vesikel tidak pecah dan
mengalami infeksi sekunder.
− Bila ada infeksi sekunder : suntikkan penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/hari
selama 3 hari atau beri amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/hari peroral.
− Penderita diperiksa ulang setelah seminggu.
− Bila perlu pemberian asiklovir 200 – 400 mg 5 x sehari pada awal penyakit
selama 7 hari.
XEROFTALMIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1005
ICD X :H.00-H.01
Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A, terutama pada
anak Balita dan sering ditemukan pada penderita gizi buruk dan gizi kurang.
Penyebab
Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah:
− Konsumsi makanan yang kurang / tidak mengandung cukup Vitamin A atau
pro vitamin A untuk jangka waktu lama
− Bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif
− Gangguan penyerapan vitamin A
− Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis / diare)
Gambaran Klinis
1. Gejala Reversible :
− buta senja (Hemeralopia)
− xerosis konjungtiva : yaitu konjungtiva yang kering, menebal,
berkeriput, dan keruh karena banyak bercak
pigmen
− xerosis kornea
: konjungtiva kornea yang kering, menebal,
berkeriput dan keruh karena banyak bercak
pigmen
− bercak Bitot
: benjolan berupa endapan kering dan berbusa
yang berwarna abu-keperakan berisi sisa-sisa
epitel konjungtiva yang rusak.
2. Gejala irreversible : ulserasi kornea dan sikatriks (scar)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
243
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
244
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
Penatalaksanaan
− Berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi
− Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
− 1 – 2 minggu berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
− Obati penyakit infeksi yang menyertai
− Obati kelainan mata, bila terjadi
− Perbaiki status gizi
245
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
DAFTAR PUSTAKA:
1.
Departemen Kesehatan RI, Paket Program Pemberantasan Rabies
Terpadu di Indonesia, DitJen P2MPL, Jakarta, 1996.
2.
, Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Untuk Rumah Sakit,
Hasil Kerjasama TIM DitJen POM, Ditjen YanMed,SPKer RSCM, RSHS,
RS Sutomo, RS Adam Malik, Jakarta, 2000.
3.
, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, DitJen Binfar &
Alkes, Jakarta, 2002.
4.
, Petunjuk Pemberantasan Antraks di Indonesia, DitJen P2PL,
Jakarta, 2002.
5.
, Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium
Leptopirosis di Rumah Sakit, DitJen P2PL, Jakarta, 2003.
6.
, Pedoman & Protap Penatalaksanaan Antraks di Indonesia,
DitJen P2PL, Jakarta, 2004.
7.
, Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan
di Era Desentralisasi, DitJen P2MPL, Jakarta, 2004.
8.
, Pedoman Pemberantasan Penyakit Frambusia, DitJen
P2MPL, Jakarta, 2004.
9.
, Daftar Obat Esesnsial Nasional 2005, DitJen Binfar &
Alkes, Jakarta, 2005.
10.
, Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, DitJen P2PL,
Jakarta, 2005.
11.
, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia,
DitJen P2PL, Jakarta, 2006.
12.
, Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut, DitJen P2PL, Jakarta, 2006.
13.
, Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus Dan Penyakit
Metabolik, DitJen P2PL, Jakarta, 2006.
14.
, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit
Hipertensi, DitJen P2PL, Jakarta, 2006.
15.
, Pedoman Pengendalian Kolera, DitJen P2PL, Jakarta, 2006.
246
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007
16.
, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis, DitJen
P2PL, Jakarta, 2006.
17.
, Penanggulangan Kegawatdaruratan Sehari-hari &
Bencana, Jakarta, 2006.
18.
, Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK), DitJen P2PL, Jakarta, 2007.
19.
, Tatalaksana Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada
Anak, DitJen P2PL, Jakarta.
20. FKUI, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Jakarta, 2007.
21. Goodman & Gilmans, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10 Th
Ed., Mc Graw-Hill Co., New York, 2001.
22. Harrison’s et al., Principles Of Internal Medicine, 15 th ed., Vol.I, II., Mc
Graw Hill Medical Publishing Division, New York, 2001.
23. IDI-DitJen Yanmed Depkes, Standar Pelayanan Medis, Jakarta, 1997.
24. Northrup Robert Prof.MD., Pedoman Pengobatan, Yayasan Essentia
Medica, Jakarta, 1981.
25. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI), Standar Pelayan Medik Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin, Jakarta, 2004.
26. Tierney Lawrance M.Jr., Mc Dhee Stephen J., Papandakis Maxine A
(editor), Current Medical Diagnosis & Treatment, 2004.
27. WHO, International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problem, 10th rev., Vol I, II, III. Geneva, 1994.
247
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007