Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENGHAWAAN PADA INTERIOR RUMAH SAKIT: STUDI KASUS RUANG RAWAT INAP UTAMA GEDUNG LUKAS, RUMAH SAKIT PANTI RAPIH, YOGYAKARTA Adi Santosa Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra - Surabaya e-mail: adis@petra.ac.id ABSTRAK Penghawaan di rumah sakit penting untuk dicermati, sebab terkait langsung dengan kenyamanan tubuh manusia. Disamping menyuplai udara segar untuk pernafasan dan metabolisme tubuh, penghawaan yang baik juga berhubungan dengan terciptanya suhu ruang yang kondusif bagi tubuh, sehingga energi dari dalam tubuh tidak akan terkuras untuk beradaptasi dengan perbedaan suhu ruang. Tulisan ini mengambil studi kasus pada ruang rawat inap kelas utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, dengan tujuan mengkaji kondisi penghawaan dilihat dari tolok ukur standar dan dari sisi pengguna ruang. Kata kunci: penghawaan, ruang rawat inap, rumah sakit ABSTRACT Observing aeration in a hospital is essential, because it directly relates to the comfort of the human body. Besides supplying fresh air for respiration and metabolism, good aeration also relates to the conditioning of room temperature for the human body. Therefore, the energy from a human body is not excessively absorbed for adaptation to the differences of the room’s temperature. This is a case study at the superior class care room of Lukas Building, Panti Rapih Hospital, Yogyakarta, with an aim to study the condition of aeration viewed from standard parameter and from the user’s perspective. Keywords: aeration, care room, hospital Penghawaan yang baik akan menyuplai udara segar yang dibutuhkan manusia untuk pernafasan dan metabolisme tubuh. Penghawaan yang baik juga berhubungan dengan terciptanya suhu ruang yang kondusif bagi tubuh, sehingga energi dari dalam tubuh tidak akan terkuras untuk beradaptasi dengan suhu ruang yang tidak kondusif tersebut. Suhu ruang yang kondusif adalah suhu ruang yang sama dengan rata-rata suhu tubuh manusia normal, yaitu sekitar 27ºC. Dalam hal ini ditetapkan asumsi bahwa pasien yang menjalani rawat inap perlu diberi suhu ruang yang normal, dengan demikian andaikata terjadi kondisi yang tidak normal pada tubuh pasien, maka suhu tubuh pasien tersebut akan distimulir untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi suhu ruang yang normal. Jadi, 27ºC merupakan suhu normal rata-rata yang dapat diterapkan kepada manusia secara umum yang PENDAHULUAN Masalah penghawaan yang terkait suhu udara dalam ruangan di rumah sakit merupakan hal yang penting untuk dicermati, sebab hal ini berhubungan langsung dengan kenyamanan manusia, yaitu pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan, perawat yang melakukan aktivitas pemantauan dan perawatan pasien setiap saat. Penghawaan alami terkait dengan suplai udara segar menggantikan udara bekas di dalam ruang, sedangkan penghawaan buatan terkait dengan sistem yang menyediakan pendinginan, pengontrolan kelembaban, dan penyaringan serta pemurnian udara (Pile, 2003:461). Selain itu, penghawaan buatan juga mengatur pancaran temperatur di sekitar permukaan elemen-elemen ruang dan pergerakan udara (Ching, 1987:281). 90 Santosa, Penghawaan pada Interior Rumah Sakit menempati ruang-ruang rawat inap, dimana penyakit yang diderita pasien juga penyakitpenyakit yang bersifat umum (bukan penyakit yang perlu dirawat dalam ruang isolasi). Tulisan ini membahas tentang masalah penghawaan pada rumah sakit, dengan studi kasus ruang rawat inap kelas utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji kondisi penghawaan dilihat dari tolok ukur standar dan dari sisi pengguna ruang. Hasil kajian dapat digunakan sebagai gambaran tentang pentingnya memperhitungkan dengan cermat faktor penghawaan rumah sakit dalam upaya mewujudkan ruang rawat inap sebagai salah satu fasilitas yang dapat mendukung upaya penyembuhan pasien. FAKTOR SUHU DAN PENGHAWAAN RUANG Menurut Sastrowinoto (1985:227), suhu badan di bagian satu dengan bagian badan yang lain berbeda. Suhu konstan dengan sedikit fluktuasi disekitar 37°C terdapat pada bagian organ dalam. Suhu inti yang konstan diperlukan agar alat-alat organ dalam dapat berfungsi normal. Berlawanan dengan suhu inti maka suhu dari kulit, anggota tubuh dan otot dapat sangat bervariasi (suhu kulit luar). Udara lingkungan yang sejuk menyebabkan kulit kehilangan kehangatan dengan cepat pada luarnya, namun walaupun suhu lingkungan dingin sekali, suhu di kedalaman 2 cm di bawah kulit akan tetap berada di sekitar 35°C. Didalam lingkungan yang panas, hanya di kedalaman beberapa mm dari kulit saja suhunya akan bervariasi antara 35° dan 36° C. Selanjutnya dijelaskan bahwa energi kimia dari makanan diubah menjadi energi mekanik dan panas untuk menjaga agar panas badan bisa konstan. Bila terjadi kelebihan, panas tersebut akan dibuang kepada lingkungannya. Tukar panas tersebut terjadi terus-menerus, sebagian akan tergantung pada mekanisme fisiologis dan sebagian lainnya akan mengikuti hukum fisika yang relevan dengan proses alih panas (heat transfer). Alih panas dapat berlangsung melalui empat jalan: 91 a. Hantaran (conduction) Alih panas melalui hantaran tergantung pada kemampuan menghantar panas dari benda yang bersentuhan dengan kulit. b. Konveksi (convection) Alih panas melalui konveksi tergantung pada besarnya gradian suhu antara kulit dan udara lingkungannya serta pada banyaknya dan kecepatan gerakan udara c. Penguapan (evaporation) Alih panas melalui penguapan bergantung pada panas yang dibutuhkan untuk menguapkan keringat dari kulit. d. Radiasi (radiation) Alih panas melalui radiasi terdiri antara badan manusia dan dinding serta obyek yang mengelilinginya, yang dapat menyerap atau sebaliknya meradiasi panas. Sastrowinoto juga mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak menyadari tentang kondisi suasana nyaman di dalam ruangan. Hanya bila kondisi itu menyimpang dari batas kenyamanan, orang akan mengalami ketidaknyamanan. Perasaan tidak nyaman dapat bervariasi dari mengganggu sampai pada kesakitan, bergantung pada derajat gangguan dari pengatur suhu. Terlalu panas dapat menimbulkan perasaan capai dan kantuk, sedangkan terlalu dingin membuahkan ketidaktegangan dan mengurangi daya atensi. Apabila masalah kenyamanan suhu ini dihadapkan pada berbagai suhu yang berbeda di dalam kamar maka akan dapat ditemukan rentang suhu yang ekonomis seimbang. Rentang itu dinamakan Zona Pengaturan Vasomotor (Zone of Vasomotor Regulation), karena kekurangan panas akan dijaga dengan jalan mengatur distribusi darah. Rentang suhu antara 16-27°C (untuk negara tropis) dinamakan Zona Nyaman (Comfort Zone). Selanjutnya jika suhu naik sampai melewati batas nyaman, akan terjadi kelebihan panas dan panas itu akan memanasi bagian pinggiran dari badan. Keringat akan keluar untuk mencegah naiknya suhu inti, dan rentang itu disebut Zona Uapan pengendali (Zone of Evaporation Controle). Batas atas dari zona ini merupakan nilai batas dari toleransi panas, dan diatas batas ini suhu inti akan naik yang dapat mengakibatkan kematian pada waktu yang pendek saja di- 92 DIMENSI INTERIOR, VOL. 5, NO. 2, DESEMBER 2007: 90-97 karenakan Sambar Panas (Heat Stroke). Sementara suhu di bawah Zona Pengaturan Vasomotor mengakibatkan kekurangan panas, hilang panas yang lebih banyak daripada laju produksi panas oleh badan. Rentang suhu ini disebut Zona Pendinginan (Cooling Zone). Pada mulanya hilang panas hanya akan mempengaruhi pinggiran badan yang dapat bertoleransi dengan kekurangan panas untuk sementara. Akan tetapi kalau hilang panas atau pendinginan itu terus berlanjut maka kematian akan terjadi karena pembekuan. Rentang suhu yang nyaman bagi tiap orang tidak akan sama. Zona nyaman bagi wanita akan berada 1°C lebih tinggi dari zona nyaman pria. Zona nyaman dari orang yang berumur 40 tahun ke atas juga 1°C lebih tinggi daripada yang lebih muda. Suasana nyaman atau tercapainya zona nyaman tergantung pada suhu udara, suhu bidang kelilingnya, gerakan udara, dan kelembaban nisbinya. Sastrowinoto (1985: 237-240) memberikan catatan mengenai hal-hal yang perlu dipahami berhubungan dengan suhu ruangan sebagai berikut: a. Suhu bidang dari dinding terluar tergantung pada kapasitas isolasinya dan suhu yang ada di dalam maupun di luar dinding. Dinding dengan kapasitas isolasi yang tinggi akan mencegah hilang panas ataupun tambah panas. Kapasitas isolasi tersebut sebaiknya dibuat tinggi agar suhu di dalam kamar tidak terlalu banyak terombang-ambing oleh suhu luar ruang. b. Ukuran jendela (terutama jendela kaca) besar pula peranannya terhadap pengendalian suhu di dalam dan di luar ruang. Jendela yang besar mempersulit pengendalian. Suhu luar yang dingin akan mengakibatkan suhu dalam ruang menjadi dingin, dan sebaliknya bila suhu di luar panas ruanganpun akan menjadi panas. Kaca merupakan sarana yang baik bagi radiasi, oleh karena itu agar suhu ruangan tidak terombang-ambing sebaiknya dipasang tirai untuk menutupinya. c. Jika ruangan menggunakan AC, hendaknya selisih suhu antara ruang dan di luar gedung jangan sampai melebihi 4°C. Jika perbedaan itu terlalu besar maka perasaan tidak nyaman akan terjadi bila orang sering keluar masuk ruang. d. Suhu yang diperkirakan cukup nyaman untuk ruang istirahat diberbagai keadaan ialah 27°C. Lebih lanjut, khusus mengenai penghawaan buatan, De Chiara dan Callender (1990:469) mengatakan bahwa umumnya yang terjadi pada AC masih berkisar tentang sesuatu yang tergantung pada faktor cuaca dan faktor ekonomis. Unit ruang perseorangan tidak menunjukkan adanya masalah mengenai kontaminasi udara dari satu ruang ke ruang yang lain, sedangkan sistem AC sentral menimbulkan masalah jika perputaran kembali diinginkan. Sementara Depkes RI (1993:14) menetapkan standar mutu udara ruang dalam rumah sakit sebagai berikut: a. Suhu ruang 26-27°C dengan kelembaban 40-50%. b. Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang. c. Untuk penghawaan mekanis dengan exhaust fan, dipasang pada ketinggian minimal 200 cm di atas lantai atau 20 cm dari langitlangit. PENGHAWAAN PADA INTERIOR RUMAH SAKIT Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dijabarkan di atas, berikut akan dibahas mengenai penghawaan pada interior rumah sakit, dengan kasus yang terjadi pada interior ruang rawat inap kelas utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta: Kondisi Penghawaan pada Ruang-Ruang di Gedung Lukas Ruang-ruang yang ada di Gedung Lukas meliputi ruang pasien, teras ruang pasien, toilet pasien, ruang perawat, toilet perawat, koridor, ruang konsultasi dokter, ruang kepala ruang, dapur, ruang obat, ruang linan, dan ruang cuci. Kondisi penghawaan dari semua ruang tersebut didata dengan hasil sebagai berikut: 1. Sumber penghawaan ruang pasien berasal dari jendela dan ventilasi untuk penghawaan alami, serta AC untuk penghawaan buatan, sehingga suhu ruang dapat dikontrol, dengan Santosa, Penghawaan pada Interior Rumah Sakit 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. rata-rata suhu sekitar 27°C. Apabila AC dimatikan maka rata-rata suhu sekitar 2931°C untuk siang hari, dan 27-29°C untuk malam hari, tergantung pada cuaca lingkungan. Sumber penghawaan teras ruang pasien berasal dari udara terbuka yang suhunya berkisar antara 29-31°C untuk siang hari, dan 27-29°C untuk malam hari. Penghawaan alami digunakan pada toilet pasien, menggunakan ventilasi udara di dinding yang bersebelahan dengan ruang terbuka di samping teras. Ukuran ventilasi 50 cm x 80 cm. Sementara untuk toilet yang dindingnya tidak bersebelahan dengan ruang terbuka maka pada plafon dipasang alat penghisap udara (exhaust fan). Karena sumber udara berasal dari ruang pasien maka suhu di dalam toilet ini hampir sama dengan suhu di ruang pasien yaitu sekitar 27-28°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang perawat, yaitu dengan menggunakan ventilasi dan jendela nako yang berada di samping kanan dan belakang ruang. Suhu berkisar antara 29-31°C pada siang hari, dan 27-29°C pada malam hari. Penghawaan alami digunakan pada toilet perawat. Namun karena dindingnya tidak bersebelahan dengan ruang terbuka maka tidak terdapat ventilasi pada dinding, melainkan dipasang alat pengisap udara (exhaust fan) pada plafon. Karena sumber udara berasal dari koridor yang tidak menggunakan AC maka suhu di dalam toilet ini sama dengan suhu di luar yaitu 29-31°C untuk siang hari dan 27-29°C untuk malam hari. Penghawaan alami digunakan baik pada koridor dalam maupun koridor luar. Suhu rata-rata 29-31°C pada siang hari, dan 2729°C pada malam hari. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang konsultasi dokter, yaitu dengan menggunakan ventilasi dan jendela nako yang berada di samping dan depan ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 2931°C dan pada malam hari 27-29°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang kepala ruang, yaitu dengan meng- 9. 10. 11. 12. 93 gunakan ventilasi dan jendela yang berada di samping dan depan ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 29-31°C dan pada malam hari 27-29°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada dapur, yaitu dengan menggunakan ventilasi yang berada di depan dan belakang ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 2931°C dan pada malam hari 27-29°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang obat dengan menggunakan ventilasi yang berada di belakang ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 29-31°C dan pada malam hari 27-29°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang linan dengan menggunakan ventilasi yang berada di belakang ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 29-31°C dan pada malam hari 27-29°C. Sumber penghawaan alami digunakan pada ruang cuci dengan menggunakan ventilasi yang berada di belakang ruang. Suhu pada siang hari berkisar antara 29-31°C dan pada malam hari 27-29°C. Karakteristik Pengguna Ruang Pengguna ruang yang dikaji dalam tulisan ini adalah pasien dan perawat, keduanya sebagai pengguna ruang yang sama secara konstan dalam jangka waktu tertentu. Keberadaan mereka di dalam ruang yang sama dalam jangka waktu tertentu ini yang diharapkan mampu memberikan tanggapan yang obyektif tentang kondisi penghawaan ruang yang mereka rasakan. Perawat yang menempati Gedung Lukas pada umumnya berjenis kelamin perempuan, dengan usia antara 22 tahun sampai dengan 45 tahun. Mereka menjalankan tugasnya dengan memakai pakaian seragam yang terbuat dari bahan katun. Bahan ini dikenal memiliki sifat yang mampu menyerap keringat sehingga sirkulasi udara pada permukaan kulit dapat berlangsung dengan baik. Selain menjalankan tugas administrasi di ruang perawat, mereka juga memantau dan merawat pasien secara rutin, dengan demikian tubuh mereka banyak bergerak aktif di dalam ruang. Disamping terkait dengan proses pemanasan tubuh, keaktifan gerak tubuh mereka terkait juga dengan adaptasi suhu tubuh terhadap perbedaan suhu ruang, dimana ketika DIMENSI INTERIOR, VOL. 5, NO. 2, DESEMBER 2007: 90-97 94 mereka berada di ruang perawat suhu ruang lebih tinggi dibanding dengan ketika mereka berada di dalam ruang pasien yang menggunakan AC. Pasien yang menempati Gedung Lukas adalah pasien umum dengan berbagai jenis penyakit. Ruang rawat inap ini juga dapat digunakan untuk anak-anak, dewasa, dan orang tua. Beragamnya jenis penyakit maupun usia pasien yang dapat ditampung di tempat ini, maka standar penghawaan juga perlu dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan penghawaan dalam keberagaman kondisi tubuh dan usia pasien. Data Hasil Kuisioner Mendata kondisi fisik ruang, manusia penghuni ruang, dan dilakukan juga pendataan dari sisi respon manusia terhadap kondisi penghawaan yang mereka rasakan secara subyektif. Tabel pertanyaan difokuskan pada respon terhadap kondisi umum penghawaan dan fluktuasi suhu ruang, khususnya perbedaan suhu luar ruang, dalam ruang, dan perbedaan suhu malam hari dan siang hari. Ruang yang ditanyakan untuk pasien difokuskan pada ruang pasien saja, sedangkan untuk perawat difokuskan pada ruang perawat saja, dengan asumsi bahwa ruang-ruang yang lain adalah serupa dalam hal kondisi penghawaan. ANALISIS PENGHAWAAN PADA RUANG-RUANG DI GEDUNG LUKAS Sistem penghawaan yang digunakan pada Gedung Lukas adalah sistem penghawaan buatan dan alami. Sistem penghawaan buatan diciptakan dengan penggunaan split air conditioning yang dipasang pada tiap-tiap ruang pasien, sementara sistem penghawaan alami Tabel 1. Jawaban Responden Pasien NO PERTANYAAN JAWABAN 1 Perbedaan suhu yang dirasakan - Suhu terasa jauh lebih panas saat keluar ruang pasien di siang - Suhu di luar dan dalam kurang lebih hari sama - Tidak memberikan jawaban 2 Perbedaan suhu yang dirasakan - Suhu di luar dan dalam kurang lebih saat keluar ruang pasien di sama malam hari - Suhu di luar terasa jauh lebih dingin - Tidak memberikan jawaban RESPONDEN Jml. % 12 85,6 1 7,2 1 10 7,2 71,5 3 1 21,4 7,1 Tabel 2: Jawaban Responden Perawat NO PERTANYAAN 1 Suhu rata-rata pada ruang perawat 2 Perbedaan suhu siang dibanding malam di ruang perawat 3 Perbedaan suhu yang dirasakan saat keluar ruang perawat di siang hari 4 Perbedaan suhu yang dirasakan saat keluar ruang perawat di malam hari JAWABAN - Sedang - Panas - Siang sangat gerah, malam sangat dingin - Siang agak gerah, malam agak dingin - Siang dan malam terasa sedang - Suhu terasa jauh lebih panas - Suhu di luar dan dalam kurang lebih sama - Suhu di luar dan dalam kurang lebih sama - Suhu di luar terasa jauh lebih dingin RESPONDEN Jml. % 16 84,2 3 15,8 9 47,4 8 42,1 2 12 7 10,5 63,2 36,8 1 5,3 18 94,7 Santosa, Penghawaan pada Interior Rumah Sakit diciptakan dengan penggunaan jendela dan ventilasi yang dipasang pada semua ruang. Jadi pada ruang pasien dapat digunakan sistem penghawaan buatan maupun alami, sementara pada ruang-ruang lainnya dapat digunakan sistem penghawaan alami. Penggunaan dua sistem penghawaan ini akan berdampak pada kondisi suhu ruang-ruang di dalamnya. Pada ruang pasien ketika AC dihidupkan dan pintu, jendela, serta ventilasi ditutup maka suhu ruang akan dapat dengan mudah dikendalikan. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa suhu rata-rata ruang pasien dalam keadaan seperti di atas dikondisikan berkisar sekitar 27°C (standar yang ditetapkan pihak rumah sakit) dan suhu ini relatif konstan baik pada siang maupun malam hari. Kisaran suhu ini masuk dalam kategori zona nyaman (comfort zone), dengan demikian sesuai dengan ketentuan Depkes RI (1993:14) tentang standar mutu udara ruang dalam rumah sakit. Adanya fasilitas penghawaan alami dan buatan membuat pasien dapat bebas menentukan jenis penghawaan yang akan digunakan. Apabila AC dihidupkan kemudian dalam kurun waktu bersamaan jendela atau pintu dibuka maka akan mengakibatkan sulitnya menghindarkan pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu di dalam ruang. Hal ini justru dapat dijadikan nilai lebih, mengingat pola perilaku atau kebiasaan tiap pasien belum tentu sama. Pasien yang tidak terbiasa menggunakan AC dapat memilih penghawaan alami, namun bila suhu lingkungan sedang tidak kondusif maka pasien dapat menggunakan AC. Kondisi ini dapat dihubungkan juga dengan pernyataan Sastrowinoto (1985:235) tentang kebutuhan rentang nyaman yang tidak sama bagi setiap orang, yakni zona nyaman bagi wanita akan berada 1°C lebih tinggi dari zona nyaman bagi pria, demikian pula zona nyaman bagi orang yang berumur 40 tahun ke atas juga 1°C lebih tinggi daripada yang lebih muda. Suhu pada ruang-ruang yang menggunakan sistem penghawaan alami rata-rata berkisar antara 29 s/d 31°C pada siang hari dan 27 s/d 29°C pada malam hari. Dengan demikian, selisih suhu antara ruang pasien yang sedang diaktifkan AC-nya (dengan tolok ukur standar rumah sakit 95 yaitu 27°C) dengan ruang-ruang di luarnya yang tidak ber-AC maksimal sampai 4°C, yaitu ratarata pada siang hari di saat terik di lingkungan rumah sakit (31°C). Oleh karena itu terdapat rentang perbedaan suhu yang jauh meskipun belum melampaui batas perbedaan maksimal seperti yang disarankan Sastrowinoto (1981) tentang kontras perbedaan suhu di dalam ruang dan di luar ruang yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi orang yang keluarmasuk ruang. Hal ini didukung pula oleh hasil perolehan kuisioner responden pasien sebagai pengguna ruang, dimana ketika keluar masuk ruang pasien disiang hari sebanyak 85,7% responden menyatakan bahwa suhu di luar terasa jauh lebih panas, sementara ketika keluar-masuk ruang pasien di malam hari sebanyak 71,4% responden menyatakan bahwa suhu di luar kurang lebih sama dengan suhu di dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kontras perbedaan suhu tinggi pada siang hari, namun rendah pada malam hari. Kisaran suhu dari sistem penghawaan alami di atas tentu saja dipengaruhi oleh suhu lingkungan di luar gedung, sedangkan seberapa besar pengaruh suhu lingkungan ini terhadap suhu ruang, maka dapat dianalisis melalui pendekatan terhadap faktor-faktor fisik. Faktorfaktor tersebut seperti penataan sirkulasi udara, tingkat isolasi bahan-bahan bangunan yang digunakan, dan tanggapan responden pengguna ruang terhadap kondisi perbedaan suhu di dalam dan di luar ruang (untuk ruang-ruang yang tidak ber-AC). Kondisi lapangan menunjukkan bahwa semua ruang menggunakan sistem ventilasi silang. Ventilasi yang terletak di atas jendela dan jendela itu sendiri juga dapat berfungsi sebagai ventilasi. Adanya sistem ventilasi silang ini tentu saja sirkulasi udara di dalam ruang menjadi lancar. Kondisi demikian akan sangat kondusif bagi proses alih panas (heat transfer), yaitu proses kimia dari makanan yang diubah menjadi energi mekanik dan panas untuk menjaga agar panas tubuh bisa terjadi secara konstan pada manusia yang berada di dalam ruang, sesuai dengan yang dikemukakan Sastrowinoto tentang proses alih panas (Sastrowinoto, 1981:41). 96 DIMENSI INTERIOR, VOL. 5, NO. 2, DESEMBER 2007: 90-97 Dinding yang terbuat dari bata merah dan plester serta lapisan keramik pada beberapa bagian dinding dapat menjadi isolasi atas suhu lingkungan yang berfluktuasi antara suhu disiang dengan malam hari. Dengan demikian, bahanbahan bangunan tersebut dapat menjaga kestabilan suhu di dalam ruang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrowinoto (1981:43) bahwa dinding yang berkapasitas isolasi tinggi akan mencegah hilang panas ataupun sebaliknya mencegah tambah panas, dan kapasitas isolasi tersebut sebaiknya dibuat yang tinggi agar suhu di dalam kamar tidak terlalu banyak terombangambing oleh suhu luar ruangan. Keberadaan jendela yang cukup besar dan banyak, dengan penggunaan bahan kaca pada jendela dapat menjadi masalah, sebab seperti dikemukakan Sastrowinoto (1985:44) bahwa jendela yang besar akan menyulitkan pengendalian suhu ruang dan bahan kaca sangat mudah menghantarkan panas atau dingin sehingga sebaiknya diberi tirai di luar jendela. Sementara tirai tidak tersedia sehingga keberadaan jendela kaca ini akan mengurangi daya isolasi terhadap suhu lingkungan dari luar. pada suhu di dalam pada siang hari. Sementara itu untuk perbedaan suhu di malam hari 94,7 % responden menyatakan bahwa suhu di luar terasa jauh lebih dingin daripada suhu di dalam. Hal ini mengindikasikan bahwa suhu di dalam ruang (yang menggunakan sistem penghawaan alami) dapat terjaga konstan sehingga tidak mudah terpengaruh oleh fluktuasi suhu lingkungan di luar. Gambar 2. Penghawaan Buatan pada Ruang Pasien (Sumber: gambar oleh penulis) SIMPULAN Gambar 1. Penghawaan Alami pada Ruang Pasien (Sumber: gambar oleh penulis) Berkurangnya daya isolasi akibat penggunaan kaca ini tidak begitu bermasalah. Hal ini dapat diindikasikan dari hasil jawaban responden perawat sebagai sampel untuk pemakai ruangruang yang menggunakan sistem penghawaan alami, dimana 63,2% responden menyatakan bahwa suhu di luar terasa jauh lebih panas dari- Berdasarkan analisis mengenai faktor suhu pada ruang-ruang di gedung Lukas di atas dapat diketahui bahwa secara umum sistem tata udara telah dikelola dengan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kondisi yang ada di lapangan yang telah sesuai dengan kaidah-kaidah standar penataan udara, sehingga memungkinkan terciptanya suhu ruang yang kondusif bagi kenyamanan penggunanya. Keunikan yang ditemukan di lapangan adalah adanya respon perilaku yang berbeda terkait dengan kebiasaan hidup. Pasien tertentu yang tidak terbiasa menggunakan AC tetap memilih mematikan AC dan membuka pintu, jendela atau ventilasi untuk mendapatkan penghawaan alami, atau mengkombinasikan AC dengan penghawaan alami. Meskipun hal ini meningkatkan suhu di dalam ruang, namun pasien tetap merasa lebih nyaman. Jadi, Santosa, Penghawaan pada Interior Rumah Sakit meskipun dalam perancangan standar-standar baku perlu diterapkan, namun faktor kultur dan perilaku juga perlu mendapatkan perhatian. Pada kasus di ruang pasien Gedung Lukas ini, adanya pintu, jendela dan ventilasi manual yang menghadap ke ruang terbuka telah dapat mengantisipasi faktor kultur dan perilaku. 97 Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Departmen Kesehatan RI. De Chiara, J. dan J. Callender. 1990. Time-Saver Standards for Building Types. New York: McGraw-Hill Publishing Company. REFERENSI Pile, John. F. 2003. Interior Design. New Jersey: Prentice Hall. Ching, Francis D.K. Interior Design Illustrated. New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc. Suyatno Sastrowinoto. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.