Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Aroma terapi lengkap

PEMBERIAN TINDAKAN RELAKSASI (AROMATERAPI LAVENDER OIL) PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S SEBELUM TINDAKAN OPERASI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN DIRUANG KANTIL 2 RSUD KARANGANYAR Disusun Oleh: NIKMATUL FITRIYAH P12041 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i PEMBERIAN TINDAKAN RELAKSASI (AROMATERAPI LAVENDER OIL) PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S SEBELUM TINDAKAN OPERASI UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN DIRUANG KANTIL 2 RSUD KARANGANYAR Karya Tulis Ilmiah Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan Disusun Oleh: NIKMATUL FITRIYAH P12041 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i ii iii iv KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH Azza wajalla karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :“Pemberian Tindakan Relaksasi (Aromaterapi Lavender Oil) Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Sebelum Tindakan Operasi Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan diruang Kantil 2 RSUD Karanganyar”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapati bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, dan perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. v 3. Joko Kismanto, S.Kep,.Ns, selaku penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Diyah Ekarini, S.Kep,.Ns, selaku penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Prodi Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Sigit Nian Prasetyo S.Kep.,Ns, selaku pembimbing klinik yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 7. Direktur RSUD karanganyar yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan asuhan keperawtan pada Ny. S di RSUD karanganyar. 8. Kedua orang tuaku yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat, kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun. vi 9. Sahabat dan teman-teman angkatan 2012 Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, Penulis vii Mei 2015 viii HALAMAN PERSEMBAHAN 1. Puji Syukur Alhamdulillah pada ALLAH AZZA WAJALLA dengan Rahmat Dan Hidayah-NYA dan dengan segala rendah hati saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini 2. saya persembahkan untuk orang yang kusayangi Ayahanda Saeri dan Ibunda tercinta saemurtu yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang sukses. 3. Ketiga saudaraku Purwaningsih, Fakih dan Tri Sujannah yang selalu memberikan dukungan dan support setiap langkahku. 4. Ibu Atiek murharyati, S.,kep., Ns., M. Kep, terima kasih atas bimbingannya selama ini telah membimbing dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Seseorang yang begitu special Muhammad Heru prasetyo, S.Pt dan Ali Ma’ruf, A.H yang telah memberikan motivasi, support, dan doa. 6. Serta tidak lupa sahabat-sahabatku tercinta Mugi Widodo, Novita Wahyu anggraeni, Nila wahyuningsih, Putri indarwati, Hendra Sugiharta, Lailatul Mubarokhah, Wahyu Fitriyana, Ruben Eka Mulya, Dewi Tri lestari, dan juga Teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini menjadikan kita lebih baik, bijaksana dan dewasa. 7. Almameterku tercinta STIKes Kusuma Husada Surakarta. mampu ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ........................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. viii DAFTAR ISI .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 4 C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ............................................................................ 6 1. Kecemasan ........................................................................... 6 2. Asuhan keperawatan kecemasan .......................................... 20 3. Pembedahan ......................................................................... 26 4. Aromaterapi .......................................................................... 26 B. Kerangka Teori ........................................................................... 31 x C. Kerangka Konsep ....................................................................... 32 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset ................................................................... 33 B. Tempat dan waktu ...................................................................... 33 C. Media atau alat yang digunakan ................................................. 34 D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ............................. 37 E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset .................................. 38 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas pasien ........................................................................... 39 B. Pengkajian .................................................................................. 39 C. Perumusan masalah keperawatan ............................................... 46 D. Intervensi .................................................................................... 48 E. Implementasi .............................................................................. 51 F. Evaluasi ...................................................................................... 56 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian .................................................................................. 59 B. Perumusan masalah keperawatan ............................................... 62 C. Intervensi .................................................................................... 67 D. Implementasi .............................................................................. 71 E. Evaluasi ...................................................................................... 78 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ 82 B. Saran ........................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Pathways ................................................................... 17 Gambar 1.2 Kerangka Teori ......................................................... 31 Gambar 1.3 Kerangka Konsep ...................................................... 32 Gambar 1.4 Genogram .................................................................. 38 xii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Usulan Judul Lampiran 2 Lembar Konsul Lampiran 3 Surat Pernyataan Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 5 Jurnal Acuan Lampiran 6 Askep Fotokopi Lampiran 7 Log Book Lampiran 8 Pendelegasian Lampiran 9 Lembar Observasi Kecemasan (HRS-A) Lampiran 10 SAP Perawatan Pre Operasi Lampiran 11 Leaflet Perawatan Pre Operasi xiii DAFTAR TABEL Tabel. 1 Instrumen Penilaian Relaksasi Aromaterapy Lavender Oil ...... xiv 37 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat, 2005). Pada tindakan pembedahan, walaupun bertujuan untuk menyembuhkan klien, namun akan menghasilkan reaksi cemas terhadap aspek fisiologis dan psikologis tanpa memandang besar kecilnya operasi (Ibrahim, 2008). Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan bisa membahayakan bagi pasien. Maka tidak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Faradisi: 2013). Kondisi psikologis seseorang tidak selamanya berada pada kondisi stabil, berbagai respon kejiwaan muncul pada seseorang dalam berbagai kondisi, respon tersebut bisa berupa senang, sedih, cemas dan lain sebagainya. Kecemasan adalah respon adaptif, dipengaruhi oleh karekteristik individual atau proses psikologis, yaitu akibat dari tindakan, situasi atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik atau psikologis terhadap seseorang. Pada umumnya kecemasan merupakan fenomena normal pada pengalaman-pengalaman baru dan hal-hal yang belum pernah dicoba (Ibrahim, 2008). Kecemasan ini biasanya dilatar belakangi 1 2 berbagai alasan di antaranya adalah ancaman kematian, nyeri, perdarahan, perubahan peran dan kemandirian, kerusakan integritas kulit, anestesi yang digunakan, kehilangan waktu kerja, kehilangan pekerjaan dan tanggung jawab terhadap keluarga. Besarnya kecemasan tergantung pada harapan hasil operasi. manfaat dan jenis organ yang diangkat (Mau, 2013:1-6). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferlina (2008) ditemukan sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan dan 60% diantaranya mengalami kecemasan sedang dan berat. Hal ini didasari karena berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi dan akan membahayakan pasien. Maka, tak heran jika seringkali pasien menunjukkan sikap yang berlebihan terhadap kecemasan yang dialaminya (Yustin, 2011). Beberapa penelitian menemukan bahwa 75%-85% cemas sebelum pasien operasi sehingga membutuhkan intervensi keperawatan berupa pemberian pendidikan kesehatan, latihan teknik relaksasi, menerapkan praktek spiritual yang biasanya dilakukan oleh pasien seperti berdoa, membaca alkitab, menyanyi atau mendengarkan lagu rohani, sering spiritual (Brunner dan Suddarth, 2000; Asmadi, 2008; Alimul, 2006; Ann Isaacs, 2005; Mau, 2013). Relaksasi merupakan salah satu strategi koping yang digunakan untuk menghadapi stres dan kecemasan, strategi koping adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi dan mengantisipasi situasi dan kondisi yang menekan yang mengancam fisik maupun psikis yang dapat membebani atau melampaui kemampuan dan ketahanan individu. Banyak sekali metode yang akhir-akhir ini dikembangkan untuk memulihkan stress dan 3 kecemasan, salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai teknik dan metode relaksasi (Siahaan, 2013:18). Salah satu metode relaksasi untuk menurunkan kecemasan adalah dengan pemberian aromaterapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan menghirup aromaterapi mampu menurunkan tingkat kecemasan seseorang (Davis, dkk, 2005). Menurut Cuncic (2012) dalam Pande, dkk (2013:3) Aroma terapi terdiri dari minyak tumbuhan atau minyak esensial untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Aromaterapi dianjurkan untuk orang yang memiliki masalah kecemasan, untuk menenangkan tubuh, pikiran dan saraf. Wewangian seperti lavender, chamomile dan vanili memiliki efek menenangkan. Aroma yang paling populer adalah Lavender. Lavender digunakan terutama untuk relaksasi, untuk mengurangi susah tidur, kecemasan, dan depresi, serta untuk penyakit fisik seperti sakit perut dan sakit kepala. Menurut Appleton (2012) dalam Pande, dkk (2013) Aromaterapi lavender adalah aroma terapi yang menggunakan minyak esensial dari bunga lavender, dimana memiliki komponen utama berupa Linalool dan Linali Asetat yang dapat memberikan efek relaksasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Karanganyar ruang Kantil 2, saat observasi ditemukan bahwa penatalaksanaan pada pasien yang akan menjalani operasi biasanya hanya dianjurkan untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan diberikan edukasi, belum terintegrasi dengan tindakan yang sesuai dengan jurnal penelitian terbaru khususnya relaksasi aromaterapi lavender oil. Hasil wawancara dengan perawat yaitu perawat belum pernah menerapkan hasil 4 penelitian tentang relaksasi aromaterapi lavender oil sebagai penurunan tingkat kecemasan pada penderita sebelum menjalani operasi. Pasien yang terdapat di ruang kantil 2 salah satunya pasien dengan pre operasi sejumlah 2 orang (tertanggal 11-12 Maret 2015). Berdasarkan hasil penelitian dari oleh Arwani et.al. (2013:129-134) menyebutkan bahwa aromaterapi lavender oil berpotensi untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum dilakukannya tindakan operasi, karena itu penulis tertarik untuk mengaplikasikan hasil metode penurunan kecemasan dengan pengunaan aromaterapi lavender oil, selain itu penulis bermaksud untuk mensosialisasikan hasil penelitian tersebut kepada perawat dan rumah sakit. Karya Tulis Ilmiah yang disusun penulis berjudul “pemberian tindakan relaksasi (aromaterapi lavender oil) pada asuhan keperawatan Ny. S sebelum tindakan operasi untuk menurunkan tingkat kecemasan diruang Kantil 2 RSUD Karanganyar”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umun Melaporkam hasil aplikasi pemberian tindakan relaksasi (aromaterapi lavender oil) pada asuhan keperawatan Ny. S sebelum tindakan operasi untuk menurunkan tingkat kecemasan diruang Kantil 2 RSUD Karanganyar”. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan kecemasan. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan kecemasan. 5 c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan kecemasan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan kecemasan. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan kecemasan. f. Penulis mampu menganalisa hasil pengaruh pemberian tindakan relaksasi (aromaterapi lavender oil) pada asuhan keperawatan Ny. S sebelum tindakan operasi untuk menurunkan tingkat kecemasan diruang Kantil 2 RSUD Karanganyar”. C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kecemasan. 2. Bagi Institusi Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit dalam menjalankan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan kecemasan. 4. Bagi Pasien dan Keluarga Ny. S dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara mengontrol atau menurunkan kecemasan sebelum dilakukan tindakan pembedahan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik (Pratiwi, 2010:1). Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kecemasan ini tidak memiliki objek yang spesifik, yang dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Kecemasan adalah suatu respons emosional dimana seseorang merasa takut pada suatu sumber ancaman yang belum jelas dan tidak teridentifikasi (Solehati dan kasosih, 2015:152). Beberapa teori kecemasan menurut kaplan dan saddock (1996) dalam Solehati dan kasosih (2015:153) adalah sebagai berikut: 1) Teori genetik Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat hidup, dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk berperilaku cemas. Penelitian mengenai riwayat keluarga dari anak kembar 6 7 menentukan, bahwa faktor genetik ikut berperan dalam gangguan kecemasan. 2) Teori katekolamin Teori ini menyatakan, bahwa reaksi cemas berkaitan dengan peningkatan kadar katekolamin yang beredar didalam tubuh. 3) Teori psikoanalisa Kecemasan berasal dari diri sendiri, ketakutan berpisah, kecemasan kastrasi, dan ketakutan terhadap perasaan dosa yang menyiksa. 4) Teori sosial Kecemasan sebagai suatu respons terhadap sensor lingkungan, seperti pengalaman-pengalaman hidup yang penuh dengan ketegangan dan respons terhadap kehidupan hampa yang tidak berarti. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. Kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lainlain) dan gejala-gejala psikologis seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya (Pratiwi, 2010). 8 Menurut Maramis (2005) dalam Widosari (2010) kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar walaupun merupakan hal yang normal dialami namun kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas. Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang tidak tampak jelas. Tetapi kadang-kadang pula kecemasan itu dapat dilihat dalam bentuk lain. Pasien yang takut sering bertanya terus-menerus dan berulang walaupun pertanyaannya telah dijawab. Pasien tidak mau bicara dan memperlihatkan sekitarnya, tetapi malah sebaliknya pasien mengalihkan perhatiannya atau sebaliknya pasien bergerak terus-menerus dan tidak bisa tidur (E.Oswari, 1993 dan Ibrahim 2008). 9 b. Penyebab kecemasan Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan menurut Stuart (2006) antara lain : 1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. 2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. Mc Farlan dan Wasli (1997) dalam Solehati dan kasosih (2015: 155) mengatakan bahwa faktor yang berkontribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada Konsep diri, Personal security system, Kepercayaan, lingkungan, fungsi peran, hubungan interpersonal dan status kesehatan. c. Gejala klinis kecemasan Kecemasan adalah suatu respons emosional dimana seseorang merasa takut pada suatu sumber ancaman yang belum jelas dan tidak teridentifikasi (Solehati dan kasosih, 2015:152). Nevid dkk (2005) menjelaskan bahwa kecemasan dapat ditandai oleh ciri-ciri fisik, behavioral, kognitif. Ciri fisik meliputi, (a) gangguan pada tubuh seperti berkeringat, panas dingin, dan lemas atau mati rasa, (b) gangguan kepala seperti pusing atau sakit kepala, (c) gangguan pernafasan seperti sulit nafas, jantung berdebar atau berdetak kencang, (d) gangguan pencernaan seperti mual, diare dan sering buang air kecil. 10 Menurut Dadang Hawari (2013) keluhan-keluhan yang terjadi yang sering dikemukakan orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut: 1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung 2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat 6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging atau tinitus, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dsb. Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan timbulnya kecemasan (Kaplan & Sadock, 1998). Menurut Stuart (2006) pada orang yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi: 1) Respon fisiologis a) Kardiovasklar: tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. b) Pernafasan: nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah . 11 c) Gastrointestinal: nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual dan diare. d) Neuromuskular: tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing. e) Traktus urinarius: sering berkemih. f) Kulit: keringat dingin, gatal, wajah kemerahan. 2) Respon perilaku Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah. 3) Respon kognitif Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian. 4) Respon afektif Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu. 12 d. Tingkat kecemasan Menurut Stuart dan sundeen (1998) dalam Solehati dan Kasosih (2015:158), mengidentifikasi kecemasan dalam empat tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan, diantaranya adalah: 1) Cemas ringan Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2) Cemas sedang Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang. 3) Cemas berat Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku 13 ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tidak mampu berpikir lagi dan membutuhkan banyak pengarahan atau tuntunan. 4) Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Menurut Dadang Hawari (2013), tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang terdiri dari 14 kelompok gejala antara lain adalah sebagai berikut : a) Perasaan cemas: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah tersinggung. b) Ketegangan: merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. 14 c) Ketakutan: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak. d) Gangguan tidur: sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang menakutkan. e) Gangguan kecerdasan: sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat buruk. f) Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubahubah sepanjang hari. g) Gejala somatik atau fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil. h) Gejala somatik atau fisik (sensorik): tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk. i) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu atau lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang atau berhenti sekejap. j) Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek atau sesak. k) Gejala gastrointestinal (pencernaan): sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan 15 terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat badan. l) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin): sering buang air kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi. m) Gejala autonom: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri. n) Tingkah laku atu sikap: gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening atau dahi berkerut, wajah tegang, otot tegang atau mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah merah. Menurut Dadang Hawari (2013) masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut : Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) Nilai 1 =gejala ringan Nilai 2 = gejala sedang Nilai 3 = gejala berat Nilai 4 = gejala berat sekali atau panik Menurut Dadang Hawari (2013) masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: 16 Total nilai (skore) : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan 14 – 20 = kecemasan ringan 21 – 27 = kecemasan sedang 28 – 41 = kecemasan berat 42 – 56 = kecemasan berat sekali atau panik e. Patofisiologi Reaksi takut dapat terjadi melalui perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan- keadaan normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori- memori yang memutuskan rasa takut, masuknya sensorik afferent yang memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjutnya mengakibatkan tidak bisa tidur (Ganong, 2003). 17 Pathways Faktor pencetus hipotalamus Nuclei Amigdaloid Menekan memori-memori yang memutuskan rasa takut MK: Ansietas Sensorik afferent Kebagian ujung anterior Peningkatan aliran darah bilateral Kedua posisi lobus temporal Sistem saraf otonom Ganguan gastrointestinal, urogenital, kardiovaskuler, pola tidur, respirasi, autonom maupun gangguan motorik Pengendali berbagai otot dan kelenjar tubuh Gambar 1.1 Pathways f. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan Farmakologi Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005). 18 2) Penatalaksanaan nonfarmakologi a) Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan relaks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. b) Relaksasi Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005). Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku yang dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk 19 mengurangi ketegangan dan kecemasan. Dari sudut pandang ilmiah relaksasi merupakan 2 perpanjangan serabut otot skeletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi terhadap perpindahan serabut otot (Ramadhani dan Adhiyos, 2011:1). Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan melonggarkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu dengan damai, indah dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik atau bernyanyi (Lany G, 2012:25). Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dalam Solehati dan kasosih (2015:155) relaksasi merupakan satu dalam terapi perilaku yang berguna untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan. Relaksasi merupakan suatu terapi yang diberikan kepada pasien dengan cara menegangkan otot-otot tertentu kemudian relaks. Terapi relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum fisiologis, kognitif, dan stimulasi perilaku. Relaksasi membantu seseorang untuk membangun keterampilan kognitif serta untuk mengurangi cara negatif dalam merespons situasi dalam lingkungan mereka (Solehati dan kasosih, 2015). Menurut Synder & Lindquist (2006) dalam Rawiti et.al (2014:129-134) menjelaskan aromaterapi merupakan cara yang populer untuk menggunakan minyak esensial karena aromaterapi bekerja masuk melalui pernapasan, keharuman dari aromaterapi 20 tersebut akan ditangkap oleh reseptor di hidung lalu menyalurkan informasi itu ke area di otak tempat pengontrol emosi dan memori. Kemudian bau itu masuk ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh, seperti sistem seksualitas, suhu tubuh, dan reaksi terhadap stres. Inilah yang membuat ketenangan dan perasaan sangat relaks ketika pemberian relaksasi dengan aromaterapi lavender. Pada pemberian tindakan relaksasi aromaterapi yang berfungsi untuk menurunkan kecemasan sebelum operasi aromaterapi yang dipilih adalah minyak essensial lavender karena pada lavender terdapat kandungan utama senyawa aktif linalool utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) (Pengelly, 2003). 2. Asuhan Keperawatan Kecemasan a. Pengkajian Pengkajian mengumpulkan adalah informasi pemikiran atau data dasar yang tentang bertujuan klien, agar untuk dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Menurut stuart (2006) Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. 1) Kaji faktor predisposisi 21 Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti: a) Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. b) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. c) Konsep individu diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan berpikir secara realistis sehingga akan menimbulkan kecemasan. d) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. e) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. f) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. g) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 22 h) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. 2) Kaji stressor presipitasi Kaji stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian: a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi: i. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil) ii. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. b) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. i. Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. 23 ii. Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya. 3) Kaji perilaku secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan. a) Respon fisiologis. Mengaktifkan system saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). b) Respon psikologis. Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun personal. c) Respon kognitif. Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun krisis pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapangan persepsi, bingung. d) Respon afektif. Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. 4) Kaji penilaian terhadap stressor. 5) Kaji sumber dan mekanisme koping. 6) Rentang perhatian menurun . 7) Gelisah, iritabilitas 24 8) Control impuls buruk Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya 9) Defisit lapang persepsi 10) Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang actual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat. (Dermawan, 2012). Masalah keperawatan pada kecemasan adalah Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu): perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA, 2012). c. Intervensi Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yan akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 84). 1) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan 25 Kriteria hasil: a) Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat Ansietas hanya ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi, dan koping. b) Klien memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal. c) Klien menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas dengan menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas. Intervensi: a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik. b. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan ynag tenang, kontak yang terbatas dengan orang lain (jika dibutuhkan), serta pembatasan pemberian kafein dan stimulan lain. c. Berikan tindakan relaksasi (aromaterapi lavender oil) untuk menurunkan kecemasan pasien. d. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian. 3. Pembedahan Operasi atau pembedahan merupakan pengalaman traumatik yang mengancam setiap orang yang 2012:1). Pembedahan merupakan akan menjalani tindakan pembedahan (Mau, medis yang penting dalam pelayanan kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk 26 menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi (Muttaqin dan kumala, 2009). Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat, 2005). Pembedahan dilakukan karena beberapa alasan seperti diagnostik (biopsi, laparotomi eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor, pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi), reparatif (memperbaiki luka multiplek), rekonstruksi dan paliatif (Smeltzer & Bare, 2002). Pembedahan menurut jenisnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu bedah mayor dan bedah minor. Bedah mayor merupakan tindakan bedah yang menggunakan anestesi umum/general anesthesi yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan. (Nadeak & Jenita, 2011). 4. Aromaterapi Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi, dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan. Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential oil) (Jaelani, 2009). Menurut Muchtaridi (2008:6) aromaterapi didefinisikan dalam dua kata yaitu aroma yang berarti wangi-wangian (fragrance) dan therapy yang berarti perlakuan pengobatan, jadi secara ilmiah diartikan sebagai wangiwangan yang memiliki pengaruh terhadap fisiologis manusia. 27 Aromaterapi merupakan terapi modalitas atau pengobatan alternatif dengan menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan cairan tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari tumbuhan. Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan yang dikenal sebagai minyak esensial. Aromaterapi merupakan terapi tambahan yang dilakukan di samping terapi konvensional (Kushariyadi, 2011). Aromaterapi adalah terapi komplementer dalam praktek keperawatan dan menggunakan minyak esensial dari bau harum tumbuhan untuk mengurangi masalah kesehatan dan memperbaiki kualitas hidup. (Argi dan Susi, 2009: 121). Aromaterapi adalah sebuah istilah yang mengacu pada penggunaan volatile oil hasil ekstrak dari tanaman sebagai salah satu bentuk terapi. Cara penggunaan aromaterapi adalah dengan melalui inhalasi atau penggunaan topikal setelah diencerkan dalam carrier oil. Cara kerja aromaterapi adalah dengan menstimulus otak (apabila di inhalasi) sehingga menimbulkan efek emosi tertentu. (Wina S, 2011 : 2). Aromaterapi merupakan salah satu terapi alternatif dengan memanfaatkan minyak menguap minyak atsiri (essential oil) yang melibatkan organ penciuman manusia. Bau yang segar, harum, merangsang sensori, reseptor dan akhirnya mempengaruhi organ yang lain. Aroma terapi tidak dianggap benda asing oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organorgan tubuh. Minyak esensial akan masuk ke sirkulasi tubuh dan menuju organ sasaran untuk memberikan reaksi (Niken, 2007). Definisi universal untuk aromaterapi, yaitu terapi menggunakan senyawa aromatik atau senyawa 28 yang mudah menguap (volatile) untuk mengobati, mengurangi atau mencegah suatu penyakit, infeksi dan kegelisahan dengan cara menghirupnya. Definisikan bahwa aromaterapi adalah terapi menggunakan minyak tumbuhan, dengan penyerapan melalui kulit atau melalui sistem olfactory. (Muchtaridi, 2008 : 6). Menurut Cuncic (2012) dalam Pande, dkk (2013:3) Aroma terapi terdiri dari minyak tumbuhan atau minyak esensial untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Aromaterapi dianjurkan untuk orang yang memiliki masalah kecemasan, untuk menenangkan tubuh, pikiran dan saraf. Wewangian seperti lavender, chamomile dan vanili memiliki efek menenangkan. Aroma yang paling populer adalah Lavender. Lavender digunakan terutama untuk relaksasi, untuk mengurangi susah tidur, kecemasan, dan depresi, serta untuk penyakit fisik seperti sakit perut dan sakit kepala. Koensoemardiyah (2009) dalam arwani et.al (2013: 129-134), dampak positif aromaterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan ini disebabkan karena aromaterapi lavender diberikan secara langsung (inhalasi). Mekanisme melalui penciuman jauh lebih cepat karena hidung atau penciuman mempunyai kontak langsung dengan bagian-bagian otak yang bertugas merangsang terbentuknya efek yang ditimbulkan oleh aromaterapi. Ketika aromaterapi dihirup, molekul yang mudah mengguap dari minyak tersebut dibawa oleh udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang lembut muncul dari sel-sel reseptor. Ketika molekul-molekul itu menempel pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan elektro kimia akan ditransmisikan melalui bola dan olfactory ke 29 dalam sistem limbik. Hal ini akan merangsang memori dan respons emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulatory, memunculkan pesan-pesan ke bagian otak serta bagian tubuh yang lain. Pesan yang diterima kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euporia, relaks atau sedative. Sistem limbic ini terutama digunakan untuk sistem ekspresi emosi. Pada pemberian tindakan relaksasi aromaterapi yang berfungsi untuk menurunkan kecemasan sebelum operasi aromaterapi yang dipilih adalah minyak essensial lavender karena pada lavender terdapat kandungan utama senyawa aktif linalool utama yang berperan pada efek anti cemas (Pengelly, 2003). Menurut Appleton (2012) dalam pande, dkk (2013) Aroma terapi lavender adalah aroma terapi yang menggunakan minyak esensial dari bunga lavender, dimana memiliki komponen utama berupa Linalool dan Linali Asetat yang dapat memberikan efek relaksasi. Kandungan linalool asetat linalyl yang merupakan bahan aktif utama pada minyak lavender, Linalool asetat linalyl dapat menunjukan efek relaksasi, sehingga tidak ada kontraindikasi dan efek samping, atau interaksi obat pada lavender. Lavender memiliki nama latin Lavandula afficinalis syn. L. Angustifolia. Tumbuhan yang termasuk dalam suku Lamiaceae ini memiliki 25-30 spesies. Kini Lavender berkembang diseluruh Eropa Selatan, Australia, dan Amerika Serikat. Lavender adalah tumbuhan pendek bercabang yang tumbuh hingga ketinggian sekitar 60 cm. Minyak Lavender dari bunga yang berwarna ungu memberikan aroma yang harum dan menenangkan (Hartanto, 2010). Yarnel 30 and Abascal (2004) dalam Pande (2013) mengatakan bahwa penggunaan lavender dikatakan dapat membantu memberikan ketenangan, mengurangi sakit kepala, anti mikroba, anti serangga, penyembuhan luka ringan, anti depresan dan anti septik. 31 B. Kerangka Teori Persiapan Pre operasi atau pembedahan Pembedahan atau operasi Koping maladaptif Nyeri MK: Ansietas Luka operasi Kerusakan Resiko tinggi integritas kulit infeksi Gangguan otonom Gangguan persepsi sensori maupun otot Ganguan gastrointestinal, urogenital, maupun kardiovaskuler Gangguan tidur Senyawa aktif Pemberian linool asetat aromaterapi linalyl lavender oil Penatalaksaanaan dengan non-farmakologis melalui inhalasi masuk melalui pernapasan reseptor di hidung Suatu pesan elektrokimia hipotalamus Pengatur sistem internal tubuh Silia-silia yang lembut Sistem limbik Relaks, stress menurun Gambar 1.2 Konsep teori Olfactory 32 C. Kerangka Konsep Pemberian MK: Ansietas tindakan relaksasi aromaterapi lavender oil untuk menurunkan kecemasan pasien Gambar 1.3 Kerangka konsep BAB III METODE APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset Pada penelitian yang dilakukan oleh Arwani dkk (2013) subjek aplikasi riset pada penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan tindakan operasi dengan anestesi spinal di Instalasi Bedah Sentral. Sampel penelitian adalah anggota polulasi dengan kriteria: 1. Berusia 25– 55 tahun 2. Merupakan tindakan operasi elektif 3. Merupakan pengalaman operasi yang pertama 4. Belum pernah melakukan terapi dengan aromaterapi. 5. Dan menyenangi aromaterapi lavender oil. B. Tempat dan waktu Pada penelitian yang dilakukan oleh arwani dkk (2013) tempat yang digunakan pada penelitian ini adalah di bangsal sebelum pasien dipindahkan ke ruang instalasi bedah sentral dan waktu yang diperlukan untuk pemberian relaksasi aromaterapi lavender oil selama 15 menit. Aromaterapi diberikan kepada responden pada saat 2 jam sebelum dioperasi. 33 34 C. Media dan alat yang digunakan Pada penelitian yang dilakukan oleh arwani dkk (2013) media yang digunakan dalam riset ini untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien sebelum dilakukannya operasi antara lain adalah masker, aromaterapi lavender oil, Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Data kecemasan diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS- A). Menurut Dadang Hawari (2013), tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang terdiri dari 14 kelompok gejala antara lain adalah sebagai berikut : o) Perasaan cemas: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah tersinggung. p) Ketegangan: merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. q) Ketakutan: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak. r) Gangguan tidur: sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang menakutkan. s) Gangguan kecerdasan: sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat buruk. 35 t) Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubahubah sepanjang hari. u) Gejala somatik atau fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil. v) Gejala somatik atau fisik (sensorik): tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk. w) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu atau lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang atau berhenti sekejap. x) Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek atau sesak. y) Gejala gastrointestinal (pencernaan): sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat badan. z) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin): sering buang air kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa 36 haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi. aa) Gejala autonom: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri. bb) Tingkah laku atu sikap: gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening atau dahi berkerut, wajah tegang, otot tegang atau mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah merah. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut : Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) Nilai 1 =gejala ringan Nilai 2 = gejala sedang Nilai 3 = gejala berat Nilai 4 = gejala berat sekali atau panik Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, total skore HRS-A dikarakteristikkan sebagai berikut : 1. kurang dari 14 = tidak ada kecemasan 2. 14 – 20 = kecemasan ringan 3. 21 – 27 = kecemasan sedang 4. 28 – 41 = kecemasan berat 5. 42 – 56 = kecemasan berat sekali atau panik 37 Penilaian Relaksasi Aromaterapy Lavender Oil No Aspek Yang Dinilai A 1 2 3 4 5 6 B 1 2 3 Fase Orientasi Memberi salam Memperkenalkan diri Menjelaskan tujuan tindakan Menjelaskan langkah prosedur Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien Mencuci tangan Fase Kerja Menjaga privasi pasien Mempersiapkan alat dan instrumen Mengkaaji tingkat kecemasan pasien Teteskan aromaterpi lavender oil ke masker (5 tetes) Memakaikan masker pada pasien selama 15 menit Menganjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi Lavender Fase terminasi Merapikan dan membereskan pasien Mengevaluasi tindakan Mencuci tangan Berpamitan Penamapilan selama tindakan Ketenangan selama melakukan tindakan Ketelitian selama tindakan Keamanan selama tindakan Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan 4 5 6 C 1 2 3 4 D 1 2 3 4 Bobot Ya Nilai Tidak 3 3 4 4 3 3 5 5 5 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Tabel. 1 Instrumen Penilaian Relaksasi Aromaterapy Lavender Oil D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset Pada penelitian yang dilakukan oleh arwani dkk (2013) pengambilan data awal tingkat kecemasan dilakukan 2 jam sebelum operasi. Kemudian responden diberikan aromaterapi dengan cara meneteskan 5 tetes aromaterapi (lavender oil) pada masker untuk dipakaikan selama 15 menit. Penulis 38 kemudian melakukan pengukuran kedua (post test) tingkat kecemasan yakni 1 jam sebelum operasi untuk dilakukan pengolahan dan analisis data. E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan Riset Pada penelitian yang dilakukan oleh arwani dkk (2013) kemudian melakukan pengukuran kedua (post test) tingkat kecemasan yakni 1 jam sebelum operasi untuk dilakukan pengolahan dan analisis data. Penilaian kecemasan menggunakan alat ukur Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA). BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas klien Klien adalah seorang perempuan yang berusia 45 tahun dengan inisial Ny. S, beragama islam, bertempat tinggal di Wonorejo, Karanganyar, pendidikan terakhir klien adalah SD, bekerja sebagai wiraswasta, dengan diagnosa medis Tumor Mamae, klien masuk rumah sakit pada tanggal 11 Maret 2015. Selama di rumah sakit yang bertangggung jawab terhadap Ny. S adalah Sdr. R berusia 21 tahun beragama islam, seorang wiraswasta, bertempat tinggal di Wonorejo, Karanganyar, hubungan dengan klien adalah anak kandung. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam 16. 53 WIB dengan metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa. Keluhan utama yang dirasakan klien adalah khawatir dengan operasi yang akan dialaminya, dengan riwayat kesehatan sekarang klien datang dengan keluhan adanya benjolan kurang lebih 1 bulan yang lalu, klien mengatakan benjolan tidak terasa sakit. Sekitar 2 minggu yang lalu, klien mengatakan sekitar 2 minggu yang lalu badan klien terasa nyeri mulai dari punggung belakang, bahu dan menjalar pada tangan kanan dan kiri hingga jari-jari juga nyeri, rasa nyeri itu timbul ketika malam hari. Klien merasa kurang nyaman dengan keadaan itu 39 40 sehingga klien periksa ke puskesmas terdekat akan tetapi tidak ada perubahan. Rasa nyeri yang dialami klien selalu timbul dimalam hari hingga klien susah tidur, akhirnya klien minta diantarkan oleh anaknya ke Poliklinik RSUD Karanganyar pada tanggal 9 Maret 2015 dan dokter menyarankan pada klien untuk melakukan operasi karena terdapat tumor pada payudara klien. Ny. S dijadwalkan operasi pada tanggal 12 Maret 2015. Klien masuk bangsal Kantil 2 pada tanggal 11 Maret 2015 jam 16.53 WIB diantar anaknya. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TD: 120/80 mmHg, HR: 108 kali permenit, respirasi: 21 kali permenit, suhu: 36,50 C, ketika dilakukan palpasi pada payudara sebelah kanan teraba benjolan diatas puting kurang lebih sebasar biji salak dan teraba lunak. Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan pada masa kanak-kanak Ny. S hanya mengalami sakit ringan seperti flu, batuk, serta demam. Klien juga tidak pernah mengalami kecelakaan, klien mengatakan sekitar 5 tahun yang lalu dia pernah sekali dirawat di RS karena digigit ular hijau. Klien sebelumnya belum pernah mengalami operasi, dan ini pertama kalinya Ny. S akan melakukan operasi. Klien mengatakan tidak punya alergi pada obat, makanan, ataupun lainnya. Ny. S dahulu sudah melakukan tindakan imunisasi dengan lengkap, klien juga tidak memiliki kebiasaan buruk yang berpengaruh pada kesehatannya. Riwayat penyakit keluarga, klien merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan didalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang 41 sama seperti klien dan tidak ada yang menderita sakit hipertensi, asma, TBC, maupun DM. Ny, S 45 th Gambar 1.4 Genogram Ny. S keterangan: : perempuan : Ny. S, 45 tahun : laki-laki : meninggal : tinggal satu rumah : garis keturunan Riwayat kesehatan lingkungan, merupakan lingkungan yang bersih dan jauh dari pabrik dan polusi. Pola presepsi dan pemeliharaan klien mengatakan bahwa kesehatan sangatlah penting, karena sehat merupakan anugerah dari Tuhan, jadi klien merasa wajib menjaganya. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien mengatakan makan 3 kali sehari dengan 1 porsi habis dengan jenis nasi, sayur, lauk pauk, air putih dan teh manis, tidak ada keluhan. Selama sakit klien mengatakan makan 3 kali sehari dengan 1 porsi habis, dengan jenis nasi, sayur, 42 lauk pauk, air putih dan teh manis, minum ± 6- 8 gelas tiap hari, dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi sebelum sakit klien mengatakan BAK 5-7 kali dengan warna kuning jernih, berbau amoniak kurang lebih 200 cc tiap BAK, BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Selama sakit kien mengatakan BAK 5-7 kali dengan warna kuning jernih, berbau amoniak kurang lebih 200 cc tiap BAK, BAB 1 kali sehari sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas sebelum sakit klien mengatakan makan atau minum dengan mandiri, toileting, berpakaian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah dan ambulasi dilakukan secara mandiri. Selama sakit makan atau minum dengan mandiri, toileting, berpakaian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah dan ambulasi dilakukan secara mandiri juga. Pola istirahat tidur sebelum sakit klien mampu tidur kurang lebih 8-9 jam, tidur nyenyak, tidak mengunakan obat tidur, bangun tidur terlihat segar dan selama sakit klien tidur kurang lebih 5 jam, dan sukar tidur karena klien merasakan badannya nyeri. Pola kognitif perseptual sebelum sakit keluarga klien mengatakan klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan maupun pendengaran, dapat berbicara dengan lancar, dapat menjawab pertanyaan keluarga, dapat mengidentifikasi bau-bauan dan dapat merasakan teh manis. Selama sakit klien dapat berbicara dengan lancar, menjawab pertanyaan perawat dengan tepat, dapat melihat dan mendengar, serta dapat mengidentifikasi bau alkohol. Klien 43 mengatakan selama sakit badannya sering kali nyeri dimalam hari. Karakteristik nyeri yang dirasakan sebagai berikut, provocate atau faktor pencetus nyeri karena munculnya benjolan dan nyeri dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian punggung belakang, bahu, serta menjalar hingga kedua tangan dan jari-jarinya, severe atau skala nyeri 4, time atau waktu nyeri timbul ketika malam hari 1-2 jam. Pola presepsi konsep diri sebelum sakit klien mengatakan dirinya adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak dan sudah tidak memiliki suami karena suaminya sudah meninggal satu tahun yang lalu. Selama sakit kilen mengatakan dia merasa sudah melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin dan merasa bahagia berada dikeluarga dan lingkungan yang mencintainya, klien juga ingin berusaha menjadi ibu yang baik bagi anakanaknya dengan bekerja sebagai seorang penjual tahu dikampung-kampung. Pola hubungan dan peran klien mengatakan hubungan dengan keluarga dan masyarakat baik. Pola seksualitas dan reproduksi klien mengatakan seorang ibu yang memiliki 3 orang anak yang kini anak pertama dan ketiga sudah berumah tangga sendiri dan klien sudah tidak memiliki suami karena suaminya sudah meninggal satu tahun yang lalu. Pola mekanisme koping sebelum sakit klien mengatakan bahwa ketika ada masalah dia selalu menceritakannya pada keluarga dan ketika mengambil keputusan dilakukan secara bermusyawarah. Ketika pola mekanisme koping selama sakit klien mengatakan ketika klien mengetahui bahwa dia menderita 44 tumor payudara dia langsung meminta pertimbangan dari keluarga dan anakanaknya. Klien mengatakan dia merasa jantungnya berdebar-debar dan merasa gugup dengan operasi yang besok akan dialaminya. Pada pemeriksaan kecemasan dengan HRS-A didapatkan score 16 (kecemasan ringan). Pola nilai dan keyakinan klien mengatakan selalu beribadah dan menjalankan sholat 5 waktu. Hasil pemeriksaan fisik dari keadaan atau penampilan dengan kesadaran klien Composmentis. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai berikut, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi pernafasan 21 kali per menit, irama pernafasan teratur, frekuensi nadi 108 kali per menit, irama nadi cepat dan teratur, kekuatan nadi kuat, suhu 36,5o C. Bentuk kepala Mesochepal, kulit kepala bersih tidak berminyak dan rambut panjang berwarna hitam. Hasil pemeriksaan muka dari mata, mata kanan dan kiri tampak simetris, palpebra tidak ada oedema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter ka/ki ± 2 mm, reflek terhadap cahaya positif dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung tampak bersih, tidak ada polip, dan tidak ada penggunaan nafas cupping hidung. Pemeriksaan mulut dengan hasil mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis pada bibir, tidak ada gangguan pada indera pengecapan dan tidak ada stomatitis, serta tidak ada tanda-tandanya peradangan. Hasil dari pemeriksaan gigi, nampak gigi yang bersih berwarna putih dan dan tidak ada karies. Pada pemeriksaan telinga tampak simetris dengan pendengaran baik dan tidak ada serumen. Pemeriksaan pada leher tidak 45 terlihat adanya jejas, tidak terdapat kaku kudu serta tidak ada pembesaran kelenjar thyroid. Pemeriksaan dada paru: inspeksi didapatkan hasil pengembangan paru simetris dan ekspansi dada kanan kiri sama, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama dan teraba benjolan lunak diatas puting mamae dextra besarnya ± sebesar biji salak, saat di perkusi suara sonor, ketika aukultasi suara paru vesikuler. Pemeriksaan dada jantung: inspeksi ictus cordis tidak nampak, palpasi ictus cordis teraba pada ICS V sinistra, pada saat perkusi didapatkan hasil suara pekak, ICS II kiri atas jantung, ICS V kiri batas normal jantung, ICS IV kiri (deket sternum) batas kanan jantung, ICS IV kiri (dekat lengan) batas kiri jantung, dan saat di auskultasi bunyi jantung BJ I-II regular dan tidak ada bunyi tambahan. Pemeriksaan abdomen pada saat inspeksi tidak ada jejas atau bekas luka, umbilikus terletak dipusat dan bentuk perut datar. Pada saat di auskultasi bising usus 17 kali permenit, terdengar bunyi tympani pada saat di perkusi, tidak ada nyeri tekan pada keempat kuadran dan tidak ada asites pada saat di palpasi. Pada pemeriksaan genetalia tidak terpasang DC. Pada pemeriksaan rektum nampak bersih tidak terlihat adanya tanda-tanda inflamasi dan tidak ada hemoroid. Pada saat pemeriksaan ekstermitas atas kanan mampu melawan gravitasi dengan tompangan dan pada ekstermitas kiri mampu melawan gravitasi dengan normal dan capillary refile kurang dari 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada deformitas tulang dan tidak ada oedema Pada ekstermitas bawah kanan mampu melawan gravitasi dengan tompangan dan pada 46 ekstermitas kiri mampu melawan gravitasi dengan normal dan capillary refile kurang dari 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada deformitas tulang dan tidak ada oedema. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 Maret 2015 didapatkan hasil hemoglobin 13.7 g/ Dl normal (12.00-16.00), hematokrit 39.6 % normal (37.00-47.00), leukosit 7.79 10^3/uL normal (5-10), trombosit 234 10^3/ uL normal (150-300), eritrosit 4.57 10^6/ uL normal (4.00-5.00), PDW 15.9 fL normal (9.0-17.0), MCV 86 fL normal (82-92), MCH 30.0 Pg normal (27.031.0), MCHC 34.6 g/dL normal (32.0-37.0), gran% 65.9 % normal (50.0-70.0), limfosit% 28.0 % normal (25.0-40.0), monosit% 2.5 % normal (3.0-9.0), eosinofil% 3.3 % normal (0.5-5.0), basofil% 0.3 % normal ( 0.0-1.0), CT 3.30 menit (2-8), BT 1-3 menit (1-3), GDS 119 mg/ dL normal (70-150), ureum 16.2 mg/ dL normal (10-50), creatinin 0.89 mg/ dL, HbSag nonreaktif normal (nonreaktif). Pada pemeriksaan radiologi tanggal 9 Maret 2015 didapatkan hasil discus aorta normal, dinding discus aorta normal. Hasil EKG pada tanggal 11 Maret 2015 HR 106 kali permenit dan kesimpulannya sinus ritme. Terapi yang diperoleh klien selama dibangsal pada tanggal 11 Maret 2015 antara lain Ringer Lactat 20 tetes per menit, dan D5 % 20 tetes permenit. C. Daftar perumusan masalah Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif provocate atau faktor pencetusnya karena munculnya benjolan pada 47 payudaranya dan nyerinya dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian punggung belakang, bahu, serta menjalar hingga kedua tangan dan jari-jarinya, severe atau skala nyeri 4, time atau waktu nyeri timbul ketika malam hari berlangsung selama 1-2 jam. Data objektif yang diperoleh klien nampak gelisah, ekspresi wajah dan mata nampak lesu atau kurang bercahaya, klien nampak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata klien nampak tidak fokus, TD: 120/80 mmHg, nadi: 108 kali permenit, suhu: 36,50C, respirasi: 21 kali permenit. Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa nyeri akut merupakan prioritas masalah utama, sehingga dapat ditegakkan diagnose keperawatan sesuai batasan karakteristik nyeri menurut NANDA (2012:604) yaitu TTV selalu dalam rentang normal yaitu TD: 120/80 mmHg, nadi: 70-90 kali permenit, respirasi: 16-24 kali permenit, skala nyeri 1-2, klien tampak nyaman, ekspresi wajah relaks, wajah dan mata nampak bercahaya. Diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis. Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif antara lain klien mengatakan sulit tidur ketika sedang merasakan nyeri, sulit tidur kembali setelah terbangun, sebelum sakit klien tidur ± 8-9 jam dan setelah sakit ± 5 jam. Data objektif diperoleh klien tampak tidak bergairah atau lesu, jumlah tidur klien sebelum sakit ± 8-9 jam per 24 jam dan setelah sakit ± 5 jam per 24 jam. Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa insomnia adalah masalah kedua, sehingga dapat ditegakkan diagnosa 48 keperawatan sesuai batasan karakteristik insomnia menurut NANDA (2012:295) yaitu perasaan segar setelah bangun tidur, menyatakan kemudahan dalam tidur, jumlah tidur 7-8 jam per 24 jam, menunjukkan kesejahteraan fisik. Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data subjektif antara lain klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta klien susah tidur. Data objektif yang diperoleh klien nampak khawatir dan gelisah, nadi: 108 kali permenit, kontak mata klien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRSA didapatkan score 16 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan). Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa ansietas adalah masalah ketiga, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai batasan karakteristik ansietas menurut Nanda (2012:445) yaitu menyatakan perasaan sudah tidak khawatir, klien dapat mengendalikan kecemasan, kegelisahan nampak berkurang, memiliki score HRS-A kurang dari 14. D. Perencanaan Perencanaa dari masalah keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri dapat berkurang dan terkontrol dengan kriteria hasil TTV selalu dalam rentang normal yaitu TD: 120/80 mmHg, nadi: 70-85 kali permenit, 49 Respirasi: 16-24 kali permenit, skala nyeri 1-2, klien tampak nyaman, ekspresi wajah relaks, wajah dan mata nampak bercahaya (Wilkinson, 2012) Intervensi yang dilakukan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (TTV) dengan mengkaji tanda-tanda vital. Kaji nyeri dengan rasionalisasi untuk mengetahui karakteristik dan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk membantu klien memberi kenyamanan, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional suplai oksigen keseluruh maksimal shingga dapat merelaksasikan otot-otot yang kaku dan nyeri, anjurkan klien untuk melalukan kompres dingin atau hangat dengan rasional memberikan kenyamanan kenyamanan pada klien, anjurkan pada klien untuk melaporkan nyeri pada perawat jika nyeri tidak dapat dikontrol sendiri dengan rasional supaya nyeri bisa ditangani lebih cepat dan mencegah terjadinya komplikasi, anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan masase dengan rasional untuk memberikan kenyamanan pada klien, kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi analgesik dengan rasional menghilangkan dan mengurangi nyeri. Perencanaan dari masalah keperawatan insomnia pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa insomnia berhubungan dengan ketidaknyaman fisik dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola tidur klien tercukupi dengan kriteria hasil perasaan segar setelah bangun tidur, menyatakan kemudahan dalam tidur, jumlah tidur 7-8 jam per 24 jam, menunjukkan kesejahteraan fisik. 50 Intervensi yang dilakukan yaitu kaji pola tidur dan dokumentasikan faktor-faktor fisik (ketidaknyamanan) dengan rasional untuk mengetahui masalah yang menyebabkan sukar tidur, berikan tindakan keperawatan dengan memberikan posisi yang nyaman dengan rasional mempermudah tidur serta memberikan kenyamanan, ciptakan lingkungan yang tenang damai dan meminimalkan gangguan dengan rasional meningkatkan kualitas tidur, anjurkan pada keluarga untuk memberikan masase dengan rasional untuk memberikan kenyamanan dan mempercepat tidur, anjurkan pada klien untuk mandi air hangat disore hari dengan rasioanal memberikan kenyamanan dan merelakskan otot-otot, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkunagan yang tenang dan damai dengan rasional memberikan ketenangan agar klien tidur lebih nyenyak dan nyaman. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan menyatakan perasaan sudah tidak khawatir, klien dapat mengendalikan kecemasan, kegelisahan nampak berkurang, memiliki score HRS-A kurang dari 14. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji dan dokumentasi kecemasan klien dengan rasional untuk menentukan tindakan selanjutnya secara tepat, berikan relaksasi aromaterapi lavender oil dengan rasional merelakskan dan menurunkan kecemasan pada klien, berikan informasi tentang prosedur operasi 51 dan keadaan ketika dikamar operasi dengan rasional klien dan keluarga mengetahui prosedur operasi dan keadaan dikamar operasi sehingga cemas bisa berkurang, kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada klien dengan rasional menurunkan kecemasan dan kegelisahan klien, yakinkan kembali klien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal dengan rasional mengurangi ansietas pada klien dan memberikan semangat atau movitasi untuk bisa menghadapi operasi dengan santai, anjurkan klien untuk melakukan tindakan relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk meregangkan otot dan membuat relaks. E. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi masalah keperawatan utama, kedua dan ketiga berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dilakukan implementasi sebagai berikut, jam 18.35 WIB mengkaji karakteristik nyeri meliputi PQRST, provocate atau faktor pencetusnya karena munculnya benjolan dan nyeri dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian punggung belakang, bahu, serta menjalar hingga kedua tangan dan jari-jarinya, severe atau skala nyeri 4, time atau waktu nyeri timbul ketika malam hari 1-2 jam. Data objektif yang diperoleh klien nampak gelisah, ekspresi wajah dan mata nampak lesu atau kurang bercahaya, klien 52 nampak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata klien nampak tidak fokus, TD:120/80 mmHg, nadi: 108 kali permenit, suhu: 36,50C, respirasi: 21 kali permenit. Jam 18.40 WIB memantau pola tidur klien dan mencatat faktor-faktor fisik (nyeri atau ketidaknyamanan) didapatkan klien mengatakan sulit tidur ketika sedang merasakan nyeri, sulit tidur kembali setelah terbangun, sebelum sakit klien tidur ± 8-9 jam dan setelah sakit ± 5 jam. Data objektif diperoleh klien tampak tidak bergairah atau lesu, jumlah tidur klien sebelum sakit ± 8-9 jam per 24 jam dan setelah sakit ± 5 jam per 24 jam. Pada jam 18.45 WIB mengkaji dan mendokumentasikan tingkat kecemasan klien dan didapatkan hasil klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta klien susah tidur. Data objektif yang diperoleh klien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata klien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 16 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan), nadi: 108 kali permenit. Jam 18.45 WIB menciptakan lingkungan yang tenang, damai dan meminimalkan gangguan dan keluarga klien maupun pengunjung lainnya bersedia untuk menjaga ketenangan untuk kenyamanan klien, keluarga dan pengunjung nampak kooperatif. Jam 18.50 WIB memberikan posisi yang nyaman pada klien (semi fowler) klien mengatakan merasa nyaman ketika diposisikan tidur setengah duduk, klien tampak berbaring di bed dengan posisi semi fowler dan klien tampak nyaman. Jam 18.55 WIB mengajarkan teknik 53 relaksasi nafas dalam, klien bersedia melakukan relaksasi yang diajarkan oleh perawat, klien merasa relaks setelah melakukan relaksasi nafas dalam, klien nampak nyaman dan dapat mengikuti intruksi perawat dengan baik. Jam 19.05 WIB menganjurkan pada keluarga klien untuk memberikan masase untuk mempermudah tidur klien, keluarga klien bersedia untuk melakukan pemijitan pada klien. Jam 19.10 WIB menganjurkan pada klien untuk melakukan teknik kompres hangat, klien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran perawat. Jam 19.15 WIB menganjurkan pada klien untuk melaporkan nyeri pada perawat jika nyeri tidak dapat ditangani sendiri, klien bersedia melaporkan pada perawat jika nyeri timbul dan tidak dapat ditangani sendiri, pada jam 19.20 WIB berkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan damai, keluarga bersedia untuk menjaga lingkungan agar tetap tenang dan damai. Pada tanggal 12 Maret 2015. Pada jam 06.35 WIB penulis mengobservasi kembali karakteris nyeri klien meliputi PQRST, provocate atau faktor pencetusnya karena munculnya benjolan dan nyeri dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian tangan kanan dan kiri, severe atau skala nyeri 1, time atau waktu nyeri timbul semalam timbul ± 1 jam. Data objektif yang diperoleh klien nampak gelisah, lesu nampak berkurang, klien nampak sudah tidak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata klien nampak tidak fokus, TD: 130/80 54 mmHg, nadi: 104 kali permenit, suhu: 36,90C respirasi: 24 kali permenit. Pada jam 06.40 WIB menganjurkan pada klien agar mandi menggunakan air hangat disore hari, klien akan mandi menggunakan air hangat disore hari. Pada jam 06.50 WIB mengkaji ulang dan mendokumentasikan tingkat kecemasan klien dan didapatka hasil klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar lagi, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, dan klien bingung dengan apa yang harus dilakukan ketika sudah berada dikamar operasi. Data objektif yang diperoleh klien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata klien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah dan tegang, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRSA didapatkan score 17 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan). Jam 06.55 WIB menganjurkan pasein untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan klien mengatakan merasa lebih nyaman dan relaks setela melakukan teknik relaksasi nafas dalam, klien mampu melakukan tindakan relaksasi nafas dalam dengan baik, dan klien nampak lebih relaks. Jam 07.00 WIB memberikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika dikamar operasi, pasein nampak mendengarkan semua infoemasi yang disampaikan oleh perawat dan klien mengatakan mengerti dengan informasi yang disampaikan. Jam 07.20 WIB memantau kembali pola tidur klien dan mencatat faktor-faktor fisik (nyeri) dan didapatkan hasil klien mengatakan semalam sudah bisa tidur dengan nyenyak karena semalam nyeri pada punggung belakang, bahu, dan jari-jari tidak terasa. Klien mengatakan semalam tidur mulai jam 21.00-02.00 WIB kemudian tidur kembali jam 03.00- 55 05.30 WIB dan ketika bangun tidur badan terasa segar dan relaks, data objektif klien nampak relaks dan segar, jumlah jam tidur klien semalam ± 7 jam. Pada jam 07.25 WIB memberikan relaksasi aroma terapi lavender oil, klien bersedia untuk diberikan aromaterapi dan merasa nyaman setelah diberi relaksasi aromaterapi. Jam 07.40 WIB mengobservasi kembali tingkat kecemasan klien dan mendokumentasikannya, hasilnya klien mengatakan merasa relaks dan nyaman setelah menggunakan relaksasi aromaterapi, klien mengataka sudah tidak terlalu gugup dan khawatir dan jantungnyapun sudah tidak berdebar-debar lagi, klien nampak relaks dan nyaman klien sudah tidak nampak cemas dan gelisah, muka klien sudah tidak nampak merah, kontak mata klien sudah nampak fokus dan pada score HRS-A didapatkan hasil 11 (kecemasan tidak ada). Jam 07.45 WIB meyakinkan kembali pada klien melalui sentuhan , dan sikap empati secara verbal dan non-verbal dan klien mengatakan bahwa dia harus berani menghadapi operasi jika ingin cepat sembuh, klien nampak lebih semagat dalam menjalani operasi. Jam 08.00 WIB berkolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada klien, keluarga bersedia untuk memberikan dukunagan dan motivasi dan klienpun mendengarkan perkataan anaknya dengan baik. Dan pada jam 08.05 WIB menganjurkan pada klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam ketika diruang operasi, klien nampak sangat kooperatif. 56 F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut pada pukul 19.40 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan badannya nyeri karena munculnya benjolan dipayudara dan nyeri hilang ketika diberikan kompres hangat, nyeri seperti dipukul-pukul dibagian bahu, tangan dan jarijari, skala 2, nyeri timbul dimalam hari (1-2 jam setiap kambuh), data objektif klien tampak relaks dan perubahan posisi yang dilakukan oleh klien untuk mengurangi nyeri sudah berkurang, ekspresi wajah dan mata kurang bercahaya atau nampak lesu, TD: 120/70 mmHg, nadi: 88 kali per menit, respirasi: 20 kali per menit, Suhu: 36,80 C, gerakan mata nampak sudah lebih fokus, dapat disimpulkan masalah nyeri teratasi sebagian yang mana skala nyeri turun dari 4 menjadi 2, regio nyeri juga berkurang dari punggung belakang, bahu, tangan dan jari-jari menjadi bahu tangan dan jari-jari, klien yang awalnya gelisah menjadi lebih relaks, Intervensi dipertahankan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa kedua yaitu insomnia pada pukul 19.45 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan sudah mulai merasa nyaman dengan posisi tidur dan lingkungan disekitarnya yang tenang. Data objektif yang diperoleh klien nampak relaks, klien masih nampak kurang bergairah atau lesu, jumlah tidur klien sebelum sakit kurang lebih 8-9 jam per 24 jam dan selama sakit kurang lebih hanya 5 jam per 24 jam maka dapat disimpulkan masalah belum teratasi dan pertahankan intervensi. 57 Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa ketiga yaitu ansietas pada pukul 19.50 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan dia merasa jantungnya sudah tidak berdebar-debar, tapi dia masih merasa khawatir atau gugup dengan operasi yang besok dialaminya. Data objektif yang diperoleh klien nampak sudah mulai rilek tetapi masih sedikit khwatir, gerakan mata klien nampak mudah mulai fokus, muka nampak masih merah dan pada pemeriksaan HRS-A didapatkan score 16 (kecemasan ringan), dapat disimpulkan masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan dokumentasikan kembali tingkat kecemasan klien, sediakan pengalihan ansietas melalui televisi, atau terapi okupasi lainnya untuk menurunkan ansietas, berikan relaksasi aromaterapi lavender oil, berikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika diruang operasi, kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada klien, yakinkan kembali klien melalui sentuhan empatik baik itu verbal maupun non-verbal, anjurkan pada klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut pada pukul 08.10 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri yang dirasakannya timbul karena adanya benjolan dan dapat hilang ketika diberi kompres hangat, nyeri seperti dipukul-pukul, nyeri pada kedua tangan dengan skala nyeri 1, semalam nyeri timbul sekali (± 1 jam). Secara data objektif klien nampak relaks dan nyaman, klien sudah tidak 58 nampak khawatir, klien juga sudah tidak nampak sering merubah posisinya (untuk menghindari nyeri), gerakan mata sudah fokus, TD: 130/80 mmHg, nadi: 80 kali permenit, suhu: 36,80 C, respirasi: 24 kali permenit, dapat disimpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa kedua yaitu insomnia pada pukul 07.20 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan semalam sudah bisa tidur dengan nyenyak karena semalam nyeri pada punggung belakang, bahu, dan jari-jari tidak terasa. Klien mengatakan semalam tidur mulai jam 21.0002.00 WIB kemudian tidur kembali jam 03.00-05.30 WIB dan ketika bangun tidur badan terasa segar dan relaks, data objektif klien nampak relaks, jumlah jam tidur klien semalam ± 7 jam. Dapat disumpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 12 Maret 2015 dilakukan evaluasi keperawat pada diagnosa ketiga yaitu ansietas pada pukul 08.25 WIB dengan data subjektif yaitu klien mengatakan sudah lebih relaks, tidak terlalu gugup dan merasa harus berani untuk menghadapi operasi jika ingin cepat sembuh, klien juga mengatakan jantungnya sudah tidak berdebardebar lagi. Data objektif klien tampak relaks dan sudah tidak nampak begitu cemas dan gelisah, muka sudah tidak nampak merah, kontak mata sudah fokus dan pada pemeriksaan HRS-A didapatkan score 11 (tidak ada kecemasan). Dapat disimpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan pre operasi di Ruang Kantil 2 RSUD Karanganyar. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Dermawan, 2012:36). Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah khawatir dengan operasi yang akan dialaminya, klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 16 yang mana menurut Dadang Hawari (2013) termasuk dalam tingkat kecemasan ringan. 59 60 Berdasarkan hal tersebut Ny. S mengalami suatu respons emosional dimana pasien merasa takut pada suatu sumber ancaman yang belum jelas dan tidak teridentifikasi yang disebut kecemasan (Solehati dan kasosih, 2015:152). Menurut teori Dadang Hawari (2013:79) dalam pemeriksaan HRS-A score 16 masuk dalam tingkat kecemasan ringan. Menurut Mongan (2005:55) dalam Pratiwi (2010:4-5) Kecemasan merupakan respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri. Hal ini akan menimbulkan respon dari sistem syaraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak. Selain itu juga dapat memicu Sistem Simpatis sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Sistem ini menutup arteri-arteri yang mengalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk pertahanan. Sistem simpatis ini mempersiapkan tubuh untuk menghadapi kondisi darurat dan bahaya. Individu yang mengalami ancaman akan mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologik dari sistem endokrin. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerja dari simpatik dan parasimpatik susunan syaraf otonom. Gangguan hormonal inilah yang akan menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas metabolik di dalam tubuh. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan (Pratiwi, 2010:5). Menurut Maramis (2005) dalam Widosari (2010) 61 Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar walaupun merupakan hal yang normal dialami namun kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Menurut Nurhadi (2002) dalam Yustin (2011) bila kecemasan tersebut tidak mendapat penanganan yang adekuat dari dokter, perawat maupun keluarga, tidak tertutup kemungkinan kecemasan akan bertambah parah yang berdampak kepada ketidaksiapan pasien menjalani operasi. Menurut Ibrahim (2008) menyatakan Perawat sebagai pelaksana dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada klien yang akan menghadapi pembedahan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia (KDM), yang salah satunya dengan penanggulangan rasa cemas, tegang dan ketakutan pada klien yang menghadapi tindakan bedah mayor melalui pendekatan non farmakologi, dan dapat memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan, ketegangan dan ketakutan pasien yang menghadapi pembedahan. Perawat sebagai bagian integral pelaksana pelayanan keperawatan atau pelayanan dibidang kesehatan harus mengetahui strategi dan penatalaksanaan nonfarmakalogi yang tepat untuk mengatasi rasa cemas, ketegangan dan ketakutan dalam menghadapi tindakan pembedahan. Terapi yang diperoleh klien selama dibangsal pada tanggal 11 Maret 2015 antara lain Ringer Lactat 20 tetes per menit, dan D5 % 20 tetes permenit. 62 Terapi itu diterima dari tanggal 11 Maret 2015 sampai tanggal 12 Maret 2015 sebelum dilakukan operasi, pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum menjalani operasi jarang sekali mendapatkan terapi medis, penatalaksanaan pada pasien yang akan menjalani operasi biasanya lebih sering diberikan tindakan keperawatan yaitu hanya dianjurkan untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan diberikan edukasi, dan hasilnyapun belum maksimal. B. Perumusan masalah Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat. (Dermawan, 2012:58). a. Masalah keperawatan nyeri akut Diagnosa: nyeri akut berhubungan dengan agen biologis nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (international for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan. (NANDA, 2012:410). Penulis memprioritaskan nyeri akut sebagai masalah keperawatan pertama dengan alasan karena nyeri merupakan suatu ketidaknyamanan 63 yang dapat mempengaruhi sistem hemodinamika maupun respon emosional pasien sehingga nyeri diatasi terlebih dahulu supaya dapat meringankan penanganan diagnosa selanjutnya. Dilengkapi oleh data pengkajian yaitu data subjektif provocate atau faktor pencetus nyeri karena munculnya benjolan dan nyeri dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian punggung belakang, bahu, serta menjalar hingga kedua tangan dan jari-jarinya, severe atau skala nyeri 4, time atau waktu nyeri timbul ketika malam hari 1-2 jam. Data objektif yang diperoleh pasien nampak gelisah, ekspresi wajah dan mata nampak lesu atau kurang bercahaya, pasien nampak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata pasien nampak tidak fokus, TD: 120/80 mmHg, nadi: 108 kali permenit, suhu: 36,50C, respirasi: 21 kali permenit. Dari data di atas pasien mengalami nyeri skala 4 (nyeri skala sedang). Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala numerik nyeri merupakan alat paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri ringan, angka 4-6 adalah nyeri sedang, angka 7-8 adalah nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10 adalah nyeri paling hebat (Weinstock, 2013). Masalah keperawatan nyeri akut memiliki batasan karakteristik nyeri menurut NANDA (2012:604) yaitu perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung. perubahan frekuensi 64 pernapasan, laporan isyarat, diaporesis, perilaku distraksi (misalnya: mondar-mandir, atau mencari orang lain), mengekspresikan perilaku (misalnya: menangis, gelisah, merengek, waspada), masker wajah (misalnya: mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atu tidak fokus), perilaku melindungi nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, melaporkan nyeri secara verbal, fokus menyempit, gangguan pola tidur, dan dilatasi pupil. Pada batasan karakteristik yang ditemukan pada Ny. S diantaranya adalah perubahan frekuensi jantung (nadi: 108 kali permenit), laporan isyarat, mengekpresikan perilaku berupa gelisah, masker wajah (gerakan mata berpencar atau kurang fokus), pasien nampak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, pasien mengalami gangguan pada tidur, pasien melaporkan nyeri, pasien tidak mengalami diaporesis, tidak ada dilatasi pupil, dan tidak nampak perilaku untuk melindungi nyeri. b. Masalah keperawatan insomnia Masalah keperawatan insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik. Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualiatas tidur yang menghambat fungsi (NANDA, 2012:131). Penulis memprioritaskan insomnia sebagai masalah keperawatan kedua dengan alasan tidur merupakan kebutuhan dasar manusia, kualitas dan kuantitas tidur yang baik akan mempercepat dalam penyembuhan penyakit. Dilengkapi oleh data pengkajian yaitu data subjektif antara lain klien mengatakan sulit tidur ketika sedang merasakan nyeri, sulit tidur kembali 65 setelah terbangun, sebelum sakit pasien tidur ± 8-9 jam dan setelah sakit ± 5 jam. Data objektif diperoleh klien tampak tidak bergairah atau lesu, jumlah tidur pasien sebelum sakit ± 8-9 jam per 24 jam dan setelah sakit ± 5 jam per 24 jam. Masalah keperawatan insomnia menurut NANDA (2012:131) memiliki batasan karakteristik yaitu afek tampak berubah, tampak kurang bergairah, pasien mengatakan sulit tidur, pasien mengatakan sulit tidur nyenyak, pasien mengatakan kurang puas tidur (saat ini), pasien mengatakan kurang bergairah, pasien menyatakan sulit tidur kembali setelah terbangun, pasien mengatakan gangguan tidur berdampak pada keesokan harinya, pasien mengatakan bangun terlalu pagi. Pada batasan karakteristik yang ditemukan pada Ny. S diantaranya adalah afek pasien tidak berubah, pasien tampak kurang bergairah, pasien mengatakan sulit tidur, pasien mengatakan sulit tidur nyenyak, pasien mengatakan kurang puas tidur (saat ini), pasien mengatakan kurang bergairah, pasien menyatakan sulit tidur kembali setelah terbangun, pada pengkajian gangguan tidur penulis tidak menanyakan dampak yang dialami pasien dikeesokan harinya karena kurang ketelitian dari penulis. c. Masalah keperawatan ansietas Diagnosa: ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu): perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi 66 terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA, 2012:281). Penulis memprioritaskan ansietas sebagai masalah keperawatan ketiga dengan alasan ansietas merupakan kekhawatiran pada sesuatu hal dimana sumber tidak begitu spesifik sehingga ansietas bisa diprioritaskan diakhir. Dilengkapi oleh data pengkajian yaitu data subjektif antara lain klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, mengalami gangguan tidur, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 16 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan). Pada kasus Ny. S kecemasan disebabkan karena ketakutan pasien menghadapi operasi, ditandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya respon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satu tandanya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2006). Penulis mengambil etiologi ancaman pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien akan dilakukan operasi. Tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi semua pasien, berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi yang akan membahayakan bagi pasien (Faradisi, 2012). 67 Masalah keperawatan ansietas memiliki batasan karakteristik menurut NANDA (2012:281-283) yaitu perilaku: penurunan produktivitas, gerakan yang irelevan, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada, afektif, gugup, senang berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidaknyamanan, bingung, menyesal, ragu, khawatir, tidak percaya diri, diare, vertigo, mengalami kedutan pada otot, anoreksia, gangguan pada sistem perkemihan, wajah tegang, tremor, gemetar, suara bergetar, lupa, melamun, letih, nyeri abdomen. Pada batasan karakteristik yang ditemukan pada Ny. S diantaranya adalah pasien mengalami insomnia, gelisah, bingung, khawatir, gugup, tidak percaya diri, memiliki kontak mata yang buruk atau tidak fokus, wajah nampak merah, jantung berdebar-debar, terjadi peningkatan denyut nadi, wajah tegang, mengalami gangguan tidur, pasien tidak mengalami diare, vertigo, pasien tidak mengalami kedutan pada otot, tidak anoreksia, tidak ada gangguan pada sistem perkemihan, tidak tremor, tidsk gemetar, suara tidak bergetar, tidak lupa, tidak melamun, tidak letih, tidak nyeri abdomen. C. Intervensi Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yan akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012:84). 68 Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing (Dermawan, 2012:99) Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan : a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis. Pada kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24 jam dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol dengan kriteria hasil TTV selalu dalam rentang normal yaitu TD: 120/80 mmHg, nadi: 70- 90 kali permenit, Respirasi: 16-24 kali permenit, skala nyeri 1-2 (1-10), pasien tampak nyaman, ekspresi wajah relaks, wajah dan mata nampak bercahaya. Intervensi yang dilakukan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (TTV) dengan mengkaji tanda-tanda vital. Kaji nyeri dengan rasionalisasi untuk mengetahui karakteristik dan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk membantu klien memberi kenyamanan, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi, meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional (Ayudianingsih dan arina, 2013). Anjurkan pasien untuk melalukan kompres hangat dengan rasional meningkatkan aliran darah ke bagian tubuh yang mengalami cedera, 69 meningkatkan pengiriman leukosit dan antibiotik ke daerah luka, meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan, meningkatkan aliran darah dan meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi (Perry & Potter, 2006). Anjurkan pada pasien untuk melaporkan nyeri pada perawat jika nyeri tidak dapat dikontrol sendiri dengan rasional supaya nyeri bisa ditangani lebih cepat dan mencegah terjadinya komplikasi (Wilkinson, 2012:530-537). Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk melakukan masase dengan rasional memperbaiki masalah di persendian otot, melenturkan tubuh, memulihkan ketegangan dan meredakan nyeri (Triyadini dkk, 2010:2), kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi analgesik dengan rasional menghilangkan dan mengurangi nyeri (Wilkinson, 2012:530-537) b. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyaman fisik dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola tidur klien tercukupi dengan kriteria hasil perasaan segar setelah bangun tidur, menyatakan kemudahan dalam tidur, jumlah tidur 7-8 jam per 24 jam, menunjukkan kesejahteraan fisik. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji pola tidur dan dokumentasikan faktor-faktor fisik (ketidaknyamanan) dengan rasional untuk mengetahui masalah yang menyebabkan sukar tidur (Wilkinson, 2012:435-440), berikan tindakan keperawatan dengan memberikan posisi yang nyaman dengan rasional mempermudah tidur serta memberikan kenyamanan, ciptakan 70 lingkungan yang tenang damai dan meminimalkan gangguan dengan rasional meningkatkan kualitas tidur (An-nafi’, 2009) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masase dengan rasional untuk memperbaiki masalah di persendian otot, melenturkan tubuh, memulihkan ketegangan dan meredakan nyeri, membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan kualitas tidur meningkat (Triyadini dkk, 2010:2), anjurkan pada pasien untuk mandi air hangat disore hari dengan rasioanal mandi air panas bermanfaat untuk membuat tubuh relaks, menyingkirkan pegal-pegal dan rasa kaku pada otot, sehingga meningkatkan kenyamanan saat tidur (Triyadini, 2010), kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkunagan yang tenang dan damai dengan rasional memberikan ketenangan agar pasien tidur lebih nyenyak dan nyaman (Wilkinson, 2012:435-440) c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien menyatakan perasaan sudah tidak khawatir, pasien dapat mengendalikan kecemasan, kegelisahan nampak berkurang, memiliki score HRS-A kurang dari 14. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji dan dokumentasi kecemasan pasien dengan rasional untuk menentukan tindakan selanjutnya secara tepat, sediakan pengalihan ansietas melalui televisi atau terapi okupasi dengan rasional untuk menurunkan dan fokus pasien menjadi lebih meluas (Wilkinson, 2012 : 42), berikan relaksasi aromaterapi lavender oil dengan 71 rasional merelakskan dan menurunkan kecemasan pada pasien (Arwani dkk, 2013), berikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika dikamar operasi dengan rasional pasien dan keluarga mengetahui prosedur operasi dan keadaan dikamar operasi sehingga dengan rasional informasi akan mengobati ketidakpahaman paien, depresi pasien, memulihkan dan menyelamatkan jiwa pasien (Green dan Setyowati, 2004:8). Kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada pasien dengan rasional menurunkan kecemasan dan kegelisahan pasien (Wilkinson, 2012:42), yakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan non-verbal dengan rasional mengurangi ansietas pada pasien (Green dan Setyowati, 2004:8), anjurkan pasien untuk melakukan tindakan relaksasi nafas dalam dengan rasional meningkatkan suplai oksigen kejaringan (Nekada dkk, 2014:2). D. Implementasi Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012:118). a. Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama yaitu mengobservasi nyeri (PQRST), provocate atau faktor pencetusnya karena munculnya benjolan dan nyeri dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, 72 region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian punggung belakang, bahu, serta menjalar hingga kedua tangan dan jari-jarinya, severe atau skala nyeri 4, time atau waktu nyeri timbul ketika malam hari 1-2 jam. Data objektif yang diperoleh pasien nampak gelisah, ekspresi wajah dan mata nampak lesu atau kurang bercahaya, pasien nampak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata pasien nampak tidak fokus, TD: 120/80 mmHg, nadi: 108 kali permenit, suhu: 36,50C, respirasi: 21 kali permenit. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien (semi fowler) pasien mengatakan merasa nyaman ketika diposisikan tidur setengah duduk, pasien tampak berbaring di bed dengan semi fowler dan pasien tampak nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, pasien bersedia melakukan relaksasi yang diajarkan oleh perawat, pasien merasa relaks setelah melakukan relaksasi nafas dalam, pasien nampak nyaman dan dapat mengikuti intruksi perawat dengan baik, menganjurkan teknik kompres hangat atau dingin, menganjurkan pada pasien untuk melakukan teknik kompres hangat, pasien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran perawat, menganjurkan pada pasien untuk melaporkan nyeri pada perawat jika nyeri tidak dapat ditangani sendiri, pasien bersedia melaporkan pada perawat jika nyeri timbul dan tidak dapat ditangani sendiri, Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari kedua yaitu mengobservasi kembali karakteris nyeri pasien meliputi PQRST, provocate atau faktor pencetusnya karena munculnya benjolan dan nyeri 73 dapat hilang ketika dikompres dengan air hangat, quality atau kualitas nyeri rasanya seperti dipukul-pukul, region atau daerah yang terasa nyeri adalah bagian tangan kanan dan kiri, severe atau skala nyeri 1, time atau waktu nyeri timbul semalam timbul ± 1 jam. Data objektif yang diperoleh pasien nampak gelisah, lesu nampak berkurang, pasien nampak sudah tidak sering merubah posisi untuk menghindari nyeri, gerakan mata pasien nampak tidak fokus, TD: 130/80 mmHg, nadi: 104 kali permenit, suhu: 36,90C respirasi: 24 kali permenit. Menganjurkan pasein untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam dan pasien mengatakan merasa lebih nyaman dan relaks setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam, pasien mampu melakukan tindakan relaksasi nafas dalam dengan baik, dan pasien nampak lebih relaks. Terapi relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum fisiologis, kognitif, dan stimulasi perilaku. Relasasi membantu seseorang untuk membangun keterampilan kognitif serta untuk mengurangi cara negatif dalam merespons situasi dalam lingkungan mereka (Solehati dan kasosih, 2015). b. Diagnosa: insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (nyeri). Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama yaitu memantau pola tidur pasien dan mencatat faktor-faktor fisik (nyeri atau ketidaknyamanan) didapatkan klien mengatakan sulit tidur ketika sedang merasakan nyeri, sulit tidur kembali setelah terbangun, sebelum sakit pasien tidur ± 8-9 jam dan setelah sakit ± 5 jam. Data objektif diperoleh 74 klien tampak tidak bergairah atau lesu, jumlah tidur pasien sebelum sakit ± 8-9 jam per 24 jam dan setelah sakit ± 5 jam per 24 jam. Menciptakan lingkungan yang tenang, damai dan meminimalkan gangguan dan keluarga pasien maupun pengunjung lainnya bersedia untuk menjaga ketenangan untuk kenyamanan pasien, keluarga dab pengunjung nampak kooperatif. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien (semi fowler) pasien mengatakan merasa nyaman ketika diposisikan tidur setengah duduk, pasien tampak dalam posisi semi fowler dan pasien tampak nyaman. Menganjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan masase untuk mempermudah tidur pasien, keluarga pasien bersedia untuk melakukan pemijitan pada pasien. Berkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan damai, keluarga bersedia untuk menjaga lingkungan agar tetap tenang dan damai. c. Diagnosa: ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama yaitu mengkaji dan mendokumentasikan tingkat kecemasan pasien dan didapatkan hasil klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 16 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan), nadi: 108 kali permenit. 75 Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari kedua yaitu mengkaji ulang dan mendokumentasikan tingkat kecemasan pasien dan didapatkan hasil klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar lagi, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, dan pasien bingung dengan apa yang harus dilakukan ketika sudah berada dikamar operasi. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah dan tegang, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 17 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan), nadi: 104 kali permenit. Memberikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika dikamar operasi, pasein nampak mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh perawat dan pasien mengatakan mengerti dengan informasi yang disampaikan. Memberikan relaksasi aroma terapi lavender oil, pasien bersedia untuk diberikan aromaterapi dan merasa nyaman setelah diberi relaksasi aromaterapi. Mengobservasi kembali tingkat kecemasan pasien dan mendokumentasikannya, hasilnya pasien mengatakan merasa relaks dan nyaman setelah menggunakan relaksasi aromaterapi, pasien mengatakan sudah tidak terlalu gugup dan khawatir dan jantungnyapun sudah tidak berdebar-debar lagi, pasien nampak relaks dan nyaman pasien sudah tidak nampak cemas dan gelisah, muka pasien sudah tidak nampak merah, kontak mata pasien sudah nampak fokus dan pada score HRS-A didapatkan hasil 11 (kecemasan tidak ada). 76 Meyakinkan kembali pada pasien melalui sentuhan , dan sikap empati secara verbal dan non-verbal dan pasien mengatakan bahwa dia harus berani menghadapi operasi jika ingin cepat sembuh, pasien nampak lebih semagat dalam menjalani operasi. Berkolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada pasien, keluarga bersedia untuk memberikan dukunagan dan motivasi dan pasienpun mendengarkan perkataan anaknya dengan baik. Relaksasi membantu seseorang untuk membangun keterampilan kognitif serta untuk mengurangi cara negatif dalam merespons situasi dalam lingkungan mereka (Solehati dan kasosih, 2015). Relaksasi aromaterapi adalah terapi komplementer dalam praktek keperawatan dan menggunakan minyak esensial dari bau harum tumbuhan yang berguna untuk mengurangi stres atau ketegangan jiwa. Menurut Synder & Lindquist (2006) dalam Rawiti et.al (2014: 129134) menjelaskan aromaterapi merupakan cara yang populer untuk menggunakan minyak esensial karena aromaterapi bekerja masuk melalui pernapasan, keharuman dari aromaterapi tersebut akan ditangkap oleh reseptor di hidung lalu menyalurkan informasi itu ke area di otak tempat pengontrol emosi dan memori. Kemudian bau itu masuk ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh, seperti sistem seksualitas, suhu tubuh, dan reaksi terhadap stres. Inilah yang membuat ketenangan dan perasaan sangat relaks ketika pemberian relaksasi dengan aromaterapi lavender, dengan teknik relaksasi aromaterapi didapatkan dengan hasil yang 77 memperlihatkan manajemen koping yang baik dengan hasil: Pemberian teknik relaksasi aromaterapi dilakukan 2 jam sebelum menjalani operasi, Sebelum dilakukan tindakan pemberian aromaterapi lavender oil , tindakan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengkaji ulang dan mendokumentasikan tingkat kecemasan pasien dan didapatka hasil klien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar lagi, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, dan pasien bingung dengan apa yang harus dilakukan ketika sudah berada dikamar operasi. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah dan tegang, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 17 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan). Setelah selesai dilakukan pengkajian ulang pada kecemasan baru memberikan relaksasi aroma terapi lavender oil, didapatkan hasil pasien mengatakan merasa relaks dan nyaman setelah menggunakan relaksasi aromaterapi, pasien mengatakan sudah tidak terlalu gugup dan khawatir dan jantungnya pun sudah tidak berdebar-debar lagi, pasien nampak relaks dan nyaman pasien sudah tidak nampak cemas dan gelisah, muka pasien sudah tidak nampak merah, kontak mata pasien sudah nampak fokus dan pada score HRS-A didapatkan hasil 11 (kecemasan tidak ada). 78 E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil (Dermawan, 2012:128). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP yaitu subjective, objective, analisa, planning (Dermawan, 2012:136). Pembahasan dari evaluasi yang meliputi subjektif, objektif, analisa dan rencana. Evaluasi keperawat yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama dengan masalah keperawatan nyeri akut didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan badannya nyeri karena munculnya benjolan dipayudara dan keju hilang ketika diberikan kompres hangat, nyeri seperti dipukul-pukul dibagian bahu, tangan dan jari-jari, skala nyeri 2 (1-10), nyeri timbul dimalam hari (1-2 jam setiap kambuh), data objektif pasien tampak relaks dan perubahan posisi yang dilakukan oleh pasien untuk mengurangi nyeri sudah berkurang, ekspresi wajah dan mata kurang bercahaya atau nampak lesu, TD: 120/70 mmHg, HR: 88 kali per menit, Respirasi: 20 kali per menit, Suhu: 36,80 C, gerakan mata nampak sudah lebih fokus, dapat disimpulkan masalah nyeri teratasi sebagian yang mana skala nyeri turun dari 4 menjadi 2, regio nyeri juga berkurang dari punggung belakang, bahu, tangan dan jari-jari menjadi bahu tangan dan jarijari, pasien yang awalnya gelisah menjadi lebih relaks, nadi menjadi normal (pada awalnya 108 kali per menit menjadi 88 kali permenit). 79 Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari kedua dengan masalah keperawatan nyeri akut didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri yang dirasakannya timbul karena adanya benjolan dan dapat hilang ketika diberi kompres hangat, nyeri seperti dipukulpukul, nyeri pada kedua tangan dengan skala nyeri 1, semalam nyeri timbul sekali (± 1 jam). Secara data objektif pasien nampak relaks dan nyaman, pasien sudah tidak nampak khawatir, pasien juga sudah tidak nampak sering merubah posisinya (untuk menghindari nyeri), gerakan mata sudah fokus, TD: 130/80 mmHg, nadi: 80 kali permenit, suhu: 36,80 C, Respirasi: 24 kali permenit, dapat disimpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Evaluasi keperawat yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama dengan masalah keperawatan insomnia didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan sudah mulai merasa nyaman dengan posisi tidur dan lingkungan disekitarnya yang tenang. Data objektif yang diperoleh pasien nampak relaks, pasien masih nampak kurang bergairah atau lesu, jumlah tidur pasien sebelum sakit kurang lebih 8-9 jam per 24 jam dan selama sakit kurang lebih hanya 5 jam per 24 jam maka dapat disimpulkan masalah belum teratasi dan pertahankan intervensi. Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari kedua dengan masalah keperawatan insomnia didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan semalam sudah bisa tidur dengan nyenyak karena semalam nyeri pada punggung belakang, bahu, dan jari-jari tidak terasa. Pasien mengatakan semalam tidur mulai jam 21.00-02.00 WIB kemudian tidur kembali jam 03.00- 80 05.30 WIB dan ketika bangun tidur badan terasa segar dan relaks, data objektif pasien nampak relaks, jumlah jam tidur pasien semalam ± 7 jam. Dapat disumpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari pertama dari masalah keperawatan ansietas didapatkan data subjektif pasien mengatakan dia merasa jantungnya sudah tidak berdebar-debar, tapi dia masih merasa khawatir atau gugup dengan operasi yang besok dialaminya. Data objektif yang diperoleh pasien nampak sudah mulai rilek tetapi masih sedikit khwatir, gerakan mata pasien nampak mudah mulai fokus, muka nampak masih merah dan pada pemeriksaan HRS-A didapatkan score 16 (kecemasan ringan), dapat disimpulkan masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan dokumentasikan kembali tingkat kecemasan pasien, sediakan pengalihan ansietas melalui televisi, atau terapi okupasi lainnya untuk menurunkan ansietas, berikan relaksasi aromaterapi lavender oil, berikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika diruang operasi, kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada pasien, yakinkan kembali pasien melalui sentuhan empatik baik itu verbal maupun nonverbal, anjurkan pada pasien untuk melakukan relaksasi nafas dalam. Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari kedua dari masalah keperawatan ansietas didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan sudah lebih relaks, tidak terlalu gugup dan merasa harus berani untuk menghadapi operasi jika ingin cepat sembuh, pasien juga mengatakan jantungnya sudah tidak berdebar-debar lagi. Data objektif klien tampak relaks 81 dan sudah tidak nampak begitu cemas dan gelisah, muka sudah tidak nampak merah, kontak mata sudah fokus dan pada pemeriksaan HRS-A didapatkan score 11 (tidak ada kecemasan). Dapat disimpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan pre operasi TMD Di Ruang Kantil 2 RSUD Karanganyar metode mengaplikasikan hasil penelitian tentang pemberian relaksasi aromaterapi lavender oil sebelum dilakukan tindakan operasi maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan khawatir dengan dengan operasi yang akan dialaminya. Tanggal 11 Maret penulis melakukan pengkajian pre operasi, hasil pengkajian pada Ny. S adalah pasien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang besok akan dialaminya, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak khawatir dan gelisah, kontak mata pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 16 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan ringan). 82 83 2. Diagnosa Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengakajian keperawatan pada Ny. S ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, diagnosa prioritas kedua insomnia berhubungan ketidaknyamanan fisik (nyeri) dan diagnosa yang ketiga ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan. 3. Intervensi Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa nyeri akut yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (TTV). Kaji nyeri dengan rasionalisasi untuk mengetahui karakteristik dan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, anjurkan pasien untuk melalukan kompres dingin atau hangat dengan rasional memberikan kenyamanan pada pasien, anjurkan pada pasien untuk melaporkan nyeri pada perawat jika nyeri tidak dapat dikontrol sendiri, anjurkan pada pasien dan keluarga untuk melakukan masase, kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi analgesik. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji pola tidur dan dokumentasikan faktor-faktor fisik (ketidaknyamanan), berikan tindakan keperawatan dengan memberikan posisi yang nyaman, ciptakan lingkungan yang tenang damai dan meminimalkan gangguan, anjurkan pada keluarga untuk memberikan masase, anjurkan pada pasien untuk mandi air hangat disore 84 hari, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkunagan yang tenang dan damai. Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa ansietas yaitu kaji dan dokumentasi kecemasan pasien, sediakan pengalihan ansietas melalui televisi atau terapi okupasi, berikan relaksasi aromaterapi lavender oil, berikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika dikamar operasi, kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada pasien, yakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal, anjurkan pasien untuk melakukan tindakan relaksasi nafas dalam . 4. Implementasi Dalam asuhan keperawatan Ny. S dengan Pre operasi TMD diruang Kantil 2 RSUD Karanganyar telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan penggunaan relaksasi aromaterapi lavender oil, memberikan informasi tentang prosedur operasi dan keadaan ketika dikamar operasi, berkolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan dan motivasi pada pasien, meyakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan non-verbal, dan anjurkan pasien untuk melakukan tindakan relaksasi nafas dalam. 5. Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan nyeri akut yaitu didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri yang dirasakannya timbul karena adanya benjolan dan dapat hilang ketika diberi 85 kompres hangat, nyeri seperti dipukul-pukul, nyeri pada kedua tangan dengan skala nyeri 1, semalam nyeri timbul sekali (± 1 jam). Secara data objektif pasien nampak relaks dan nyaman, pasien sudah tidak nampak khawatir, pasien juga sudah tidak nampak sering merubah posisinya (untuk menghindari nyeri), gerakan mata sudah fokus, TD:130/80 mmHg, nadi: 80 kali permenit, suhu: 36,80 C, respirasi: 24 kali permenit, dapat disimpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan Hasil evaluasi masalah keperawatan insomnia didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan semalam sudah bisa tidur dengan nyenyak karena semalam nyeri pada punggung belakang, bahu, dan jarijari tidak terasa. Pasien mengatakan semalam tidur mulai jam 21.00-02.00 WIB kemudian tidur kembali jam 03.00-05.30 WIB dan ketika bangun tidur badan terasa segar dan relaks, data objektif pasien nampak relaks, jumlah jam tidur pasien semalam ± 7 jam. Dapat disumpulkan masalah teratasi dan intervensi dihentikan. Hasil evaluasi masalah keperawatan ansietas selama 2x24 jam telah teratasi, karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat oleh penulis dengan ditandai perasaan sudah tidak khawatir, pasien dapat mengendalikan kecemasan, kegelisahan nampak berkurang, memiliki score HRS-A kurang dari 14. 6. Analisa pemberian tindakan relaksasi (aromaterapi lavender oil) Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Arwani, et.al. (2013) dengan judul “pengaruh pemberian aromaterapi 86 terhadap tingkat kecemasan pasien sebelum operasi dengan anestesi spinal di RS Tugu Semarang” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 2 hari kelolaan yaitu terjadi penurunan kecemasan pada Ny. S yang akan menjalani operasi, dengan dilakukannya pemberian tindakan relaksasi aromaterapi lavender oil pada 2 jam sebelum dilakukannya operasi dengan durasi selama 15 menit terjadi penurunan tingkat kecemasan dari skore 17 (kecemasan ringan) menjadi skore 11 (tidak ada kecemasan). Hasil tersebut sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan dan terbukti sesuai teori yang ada, terjadi penurunan tingkat kecemasan pada pemberian relaksasi aromaterapi lavender oil sebelum dilakukan operasi. B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan pre operasi yang mengalami kecemasan, penulis akan memberikan usulan dam masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya pada pasien yang akan menghadapi operasi . 87 b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien yang akan menjalani operasi, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. c. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menhgasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberika asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. d. Bagi penulis Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum menjalani operasi diharapkan penulis dapat lebih megetahui cara penanganan pada kecemasan yang dialami pasien dan dapat menambah wawasan dalam menangani masalah keperawatan ansietas. DAFTAR PUSTAKA Alimul H. A.A, (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi I Jakarta : Salemba Medika. An-Nafi’, A F. (2009). Pengaruh Kenyamanan Lingkungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas Iii Terhadap Kepuasan Pasien Di RSUI Kustati Surakarta. Skripsi. Diploma IV Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret: Surakarta Arwani, et.al. (2013). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum Operasi Dengan Anestesi Spinal Di Rs Tugu Semarang . Jurnal Keperawatan Jiwa . 1 (2): 129-134. Ayudianningsih, N. G dan arina maliya. (2008). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. 191-199 Bagun, A. V. Dan Susi Nur’aeni (2013) Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 8 (2): 120-126 Bolla, Ibrahim N.(2008).Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Klien Pra Bedah Mayor Di Ruang Rawat Inap Medikal Bedah Gedung D Lantai 3 Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani. Diakses 15 Febuari 2014. Davis. C., et, al. (2005). The effect of aromatherapy massage with music on the street and anxiety levels of emergency nurses, Australian Emergency Nursing Journal, 1-9. Dewi, I. P. (2012). Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Jurnal kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Faridisi, F. (2012). Efektivitas Terapi Murotal dan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol. 5 (2). Ganong, W.F,. (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 17. New york: lange medical books 88 89 Ganong, W.F,. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 21. New york: lange medical books Green, C. W. dan Hertin Setyowati. (2004). Terapi Alternatif. Jakarta: Yayasan Spiritia Gunawan, L. (2012). Hipertensi” Tekanan Darah Tinggi”. Kanisus: Yogyakarta Hartanto, D.A. 2010. Herbal-Lavender from : http://health.detik.com/html (diakses pada tanggal 3 Februari 2015) Hawari,D. (2013). Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: FKUI. Jaelani. (2009). Aroma Terapi. Jakarta: Pustaka Populer Obor Kaplan, (1998). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ke VII Jilid 2, Jakarta :Bina Rupa Aksara. Kushariyadi dan Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika Mau, A. (2013). Pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien pre operasi di ruang 1-6 Anggrek. Cempaka dan Asoka RSU. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. 1 (1): 1-6. Muchtaridi. (2008). Tinjauan Aktivitas Farmakologi Aromaterapi. http//farmasi.unpad.ac.id/farmasi/wp.contect/blogs.dir/3/files/sites/3/20 13/10/Tinjauan_Aktivitas_Farmakologi_Aromaterapi.Pdf. diakses pada tanggal 28 Maret 2015. Muttaqin, A dan Kumala Sari. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif (Konsep, Proses, dan Aplikasi). Jakarta: Salemba Medika Nekada, C. D.Y dkk. (2014) Pengaruh Gabungan Relaksasi Napas Dalam Dan Otot Progresif Terhadap Komplikasi Intradialisis Di Unit Hemodialisis Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Universitas Padjadjaran Bandung. 1-6. Diakses pada 21 febuari 2015 Niken. 2007. Terapi wangi-wangian yang bisa jadi solusi from http://www.dokterniken/jurnal/item- 413.html (diakses pada tanggal 5 Febuari 2015) Pande, NPM Yantini. IGAR Agustini . dkk. (2013). Pengaruh Aroma Terapi Lavender Terhadap Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Jurnal kesehatan STIKES Bina Usada: Bali 90 Pengelly, A. (2003). Chemistry of essential oil. http//survivalrainning.info/Library/Chemistry/Chemistry%20%20Chemistry%20of% 20essential%20oils%20-%20andrew%20pengelly%20.pdf Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, Dan Praktek Klinik. Volume 2. Edisi Keempat, Jakarta: EGC. Pratiwi, R P. (2010). Pengertian kecemasan. Published in http://psikologi.or.id. Diakses pada tanggal 21 Febuari 2015 Purwanti, S dan Winarsih N A. (2008). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1 (2), 81-86. Ramadhani, N. dan Adhiyos, A. P. (2011). Studi Pustaka Pendahuluan Multimedia Interaktif “Pelatihan Relaksasi”. http//lib.ugm.ic.id/data/pubdata/relaksasi/pdf. Diakses pada tanggal 2 Maret 2015. Rawiti, N. M., et.al (2014). Pengaruh Pijat Tangan Dan Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Sebelum Ujian Lab Klinik Keperawatan. Jurnal kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) Angkatan 2013 (online), diakses 14 Febuari 2015. Siahaan, R.S.N. (2013). Efektifitas campuran minyak esensial indonesia: sereh wangi, kenangan dan nilam terhadap relaksasi secara inhalasi “suatu uji klinis pada wanita sehat yang memiliki risiko stress”. Thesis tidak diterbitkan. Depok Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. (Online), (http://www.google.com/lontar.ui.ac. id/RichardSabarNelsonSiahaan.pdf, diakses 2 Febuari 2015. Sjamsuhidayat, R. Dan W. de J. (2005), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-II. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Solehati,T dan Cecep E,K. (2015) Konsep Dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung: Refika aditama. Stuart & Sundeen (1998), Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta : EGC Stuart, G. W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC 91 Suliswati, S. dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suviani, N W. dkk. (2013). Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Lavender (Lavandula Angustifolia) Terhadap Penurunan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badun. Jurnal Dunia Kesehatan, volume 3 (1):31-35. Triyadini, Asrin, dkk. Efektifitas Terapi Massage Dengan Terapi Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5(no.3).174 Utomo, Slamet, SB. (2008). Pengaruh Konseling Terhadap Tingkat Kecemasan. Tesis. Universitas Sebelas Maret: Surakarta Weinstock, D. (2013). Rujukan cepat di ruang ICU/CCU. Jakarta:EGC Widosari, Y W. (2010). Perbedaan Derajat Kecemasan Dan Depresi Mahasiswa Kedokteran Preklinik Dan Ko-Asisten Di Fk UNS Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret: Surakarta Widyastuti, y. (2013). Efektivitas Aromaterapi Lavender Dalam Menurunkan Nyeri Dan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Femur Di RS Ortopedi Prof. Dr.R Soeharso Surakarta. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013. 92-94 Yustin, A. (2011). Pengaruh Terapi Wewangian Minyak Essensial Bunga Mawar (Rose) Dengan Cara Inhalasi Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Ruangan Bedah RSUD Solok Tahun 2011. Penelitian Keperawatan medikal bedah Fakultas Keperawatan Universitas Andalas: Padang.