Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BUKU DIKTAT TEKNOLOGI PASCA PANEN PENYUSUN MUH. ANIAR HARI SWASONO, SP., MP MAHASISWA AGRIBISNIS 2013 EDITOR M. IDRIS SHOLIHIN TAUFIQ ISMAIL ALWI TATA SAMPUL M. IDRIS SHOLIHIN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN JUNI 2016 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah serta Inayah-Nya bagi kami semua sehingga dapat menyelesaikan Buku Diktat Teknologi Pasca Panen yang ada di hadapan pembaca saat ini. Tersusunnya buku diktat ini tidak lain adalah untuk memenuhi tugas akhir (UAS) matakuliah Pasca Panen yang diampuh oleh Bapak Muh. Aniar Hari Swasono, SP., MP di program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan. Buku ini merupakan kumpulan tugas mahasiswa Agribisnis angkatan 2013 berupa paper tentang teknologi pasca panen dengan masing-masing judul telah ditentukan oleh Bapak Muh. Aniar Hari Swasono, SP., MP denagn ketentuan-ketentuan sedemikian rupa sehingga dapat terkumpul menjadi Buku Diktat ini. Buku diktat ini berisi kumpulan modul kuliah pasca panen yang mencakup aspek-aspek penanganan dan perlakuan pasca panen produk pertanian yang ditujukan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpannya. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terimaksih kepada Bapak Muh. Aniar Hari Swasono, SP., MP selaku dosen matakuliah Teknologi Pasca Panen sekaligus pembimbing dalam penyelesaian buku diktat Teknologi Pasca Panen ini atas kesabarannya dalam membimbing kami baik dalam masa perkuliahan dan penyusunan buku diktat ini. Tidak lupa juga kepada segenap dosen Fakultas Pertanian beserta staf-stafnya yang turut mendukung terselesaikannya buku diktat ini. Dan pada akhirnya, kami berharap semoga buku diktat yang berhubungan dengan teknologi penanganan pasca panen ini dapat bermanfaat bagi siapa saja sebagai bahan belajar untuk menambah pengetahuan dan wawasan seputar teknologi pasca panen. Sebagai buku pertama yang berhasil kami susun tentunya ada banyak kekurangan-kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna pengembangan karya selanjutnya menjadi lebih baik. Pasuruan, Juni 2016 Penyusun DAFTAR ISI I. Kata Pengantar .......................................................................................... 1. Sejarah Pascapanen ....................................................................................... 1.1 Dasar Ilmiah Produk Pascapanen.............................................................. 1.2 Evolusi dan Sejarah Pascapanen ............................................................... 1.3 Pentingnya Teknologi Pascapanen dan penanganannya ........................... 2. Jenis Produk Hortikultura untuk Pengembangan Teknologi Pascapanen dengan Membedakan Karakteristik Jaringan dan Struktur Sel............... 2.1 Morfologi Produk Hortikultura................................................................ 2.2 Jaringan dan Struktur Sel yang Mempengaruhi Pascapanen .................. 3. Proses Metabolisme dalam Produk Pascapanen......................................... 3.1 Respirasi................................................................................................... 3.2 Fotosintesis .............................................................................................. 3.3 Pertimbangan Metabolisme ..................................................................... 4. Perkembangan dalam Produk Pascapanen dan Mutu Pascapanen Pematangan Fisiologis ........................................................................................ 4.1 Stadia Perkembangan Tanaman ............................................................... 4.2 Proses Kematangan Fisiologis ................................................................. 4.3 Mutu ......................................................................................................... 5. Stress Produk Pascapanen dalam Proses Alamiah ...................................... 5.1 Stress Produk Pascapanen Secara Umum dan Spesifik ........................... 5.2 Jenis-jenis Stress dan cara Penanganannya.............................................. 6. Pergerakan Gas, Bahan Pelarut dan Terlarut dalam Produk Pascapanen 6.1 Pergerakan dan Pertukaran Gas Pelarut ................................................... 6.2 Pergerakan Pelarut dan Bahan Terlarut ................................................... 6.3 Pertukaran Air Antara Produk dan Lingkungannya................................. 7. Periode Produk dan Pascapanen dalam Sistem Fisisologis Pascapanen ... 7.1 Fase Pascapanen....................................................................................... 7.2 Mutu Produk Segar .................................................................................. 7.3 Kematangan Produk................................................................................. 7.4 Indeks Kematangan.................................................................................. 8. Prinsip Dasar Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar ............ 8.1 Karakteristik Alami Produk Segar ........................................................... 8.2 Pertimbangan Penanganan Pascapanen Buah dan Sayur ......................... 9. Kemunduran Produk Hortikultura Segar.................................................... 9.1 Faktor Pemacu Kemunduran.................................................................... 9.2 Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Produk Pascapanen ................... 9.3 Pengaruh Gas dan Lingkungan Terhadap Produk Pascapanen................ 9.4 Pengaruh Air dan Sinar/Cahaya Terhadap Produk Pascapanen .............. 9.5 Pengaruh Pelukaan Terhadap Kerusakan Produk Pascapanen ................ 10. Pengelolaan Pascapanen untuk Produk Hortikultura .............................. 10.1 Prinsip Dasar Pendinginan Produk ........................................................ 10.2 Mekanisme Sistem Refrigerasi .............................................................. 10.3 Sumber Panas dan Perlindungan Produk Pascapanen............................ 11. Penyiapan Produk untuk Pasar................................................................... 11.1 Pentingnya Penyiapan Produk ............................................................... 11.2 Rancangan Rumah Pengemas ................................................................ 11.3 Dumping ................................................................................................ 11.4 Sortasi Awal dan Pembersihan .............................................................. 11.5 Grading dan Pengemasan....................................................................... 12. Distribusi Produk Pascapanen..................................................................... 12.1 Karakteristik Sistem Distribusi Pascapanen .......................................... 12.2 Pengemasan Produk Hortikultura .......................................................... 12.3 Transportasi dan Penyimpanan Produk Hortikultura............................. 13. Pemasaran Produk Pascapanen Segar........................................................ 13.1 Karakteristik Pasar ................................................................................. 13.2 Menentukan Strategi Pasar..................................................................... 13.3 Saluran Pemasaran ................................................................................. 13.4 Pemasaran Retail.................................................................................... 14. Respon Biologis Komoditas Pertanian Terhadap Proses Pemanenan ..... 14.1 Peranan Etilen dalam Pematangan Buah ............................................... 14.2 Perubahan Komposisi Bahan Selama Pematangan................................ 15. Pasca Panen Dan Pemanfaatan Buah Tomat ............................................. 16. Penanganan Pasca Panen Tanaman Hortikultural Pada Buah Pisang ... II. Kunci Jawaban ........................................................................................ III. Daftar Pustaka......................................................................................... IV. Penyusun .................................................................................................. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN BUAH NAGA DENGAN MEMBEDAKAN KARAKTERISTIK JARINGAN DAN STRUKTUR SEL A. Morfologi produk hortikultura Buah Naga Indonesia adalah salah satu negara pengekspor buah tropis di Asia. Beberapa buah yang dieksport antara lain: manggis, mangga, jeruk, dan pisang. Dengan total keseluruhan nilai US $ 234.867.444 pada tahun 2008, dengan buahbuahan lainnya (Deptan, 2009). Adapun buah-buahan lain yang diproduksi di Indonesia dalam jumlah besar yaitu jambu, melon, alpukat, durian, semangka, pepaya, salak, dan rambutan. Dengan tujuan ekspor yaitu negara Cina, Hongkong, Taiwan, Arab, Jepang, dan USA. Dalam hal impor, Indonesia menghabiskan buah naga impor sekitar 200-400 ton per tahun dari negara Thailand dan Vietnam (Anon, 2008). Buah naga termasuk dalam buah yang eksotik karena penampilannya yang menarik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan (Sutomo,2007). Buah naga ada empat jenis yaitu buah naga daging merah, buah naga daging putih, buah naga daging super red dan buah naga daging kuning. Keempat jenis buah tersebut mempunyai keunggulan masing – masing dan mempunyai ciri yang berbeda sehingga mempunyai perbedaan nilai jual pada buah tersebut. Buah naga termasuk Tanaman semusim atau tahunan yang banyak sekali tumbuh di Negara kita ini. Buah naga juga sering disebut dengan “Dragon Fruit” yang mana buah ini mempunyai nilai jual yang sangat tinggi karena banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang buah naga dan bagaimana cara budidaya buah naga itu sendiri. Morfologi tanaman buah naga terdiri dari akar, batang, duri, bunga, dan buah. Akar buah naga hanyalah akar serabut yang berkembang dalam tanah pada batang atas sebagai akar gantung. Akar tumbuh di sepanjang batang pada bagian punggung sirip di sudut batang. Pada bagian duri, akan tumbuh bunga yang bentuknya mirip bunga Wijayakusuma. Bunga yang tidak rontok berkembang menjadi buah. Buah naga bentuknya bulat agak lonjong seukuran dengan buah alpukat. Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis buah naga putih dan merah, berwarna merah gelap untuk buah naga hitam, dan berwarna kuning untuk buah naga kuning. Di sekujur kulit dipenuhi dengan jumbai-jumbai yang dianalogikan dengan sisik naga. Oleh sebab itu, buah ini disebut buah naga. Batangnya berbentuk segitiga, durinya sangat pendek dan tidak mencolok, sehingga sering dianggap "kaktus tak berduri". Bunganya mekar pada awal senja jika kuncup bunga sudah berukuran sekitar 30 cm. Mahkota bunga bagian luar yang berwarna krem, mekar sekitar pukul sembilan malam, lalu disusul mahkota bagian dalam yang putih bersih, meliputi sejumlah benang sari yang berwarna kuning. Bunga seperti corong itu akhirnya terbuka penuh pada tengah malam, karena itu buah naga dikenal sebagai night blooming cereus. Saat mekar penuh, buah naga menyebar bau yang harum. Aroma ini untuk memikat kelelawar, agar menyerbuki bunga buah naga (Wikipedia). Buah naga masih tergolong dalam tanaman kaktus yang hidup didaerah kering dan agak berpasir. Tanaman ini mempunyai tulang daun yang banyak terkandung air sehingga tahan terhadap panas. Selain itu tanaman buah naga ini perlu sinar matahari penuh atau tidak ada naungan karena jika ada naungan akan mempengaruhi produksi buah dan pertumbuhan tanaman buah naga itu sendiri. Manfaat buah naga menurut Marhazlina (2008) dalam penelitiannya adalah sebagai antihiperkolesterolemik, sedangkan Pedreño dan Escribano (2001) menyatakan bahwa buah naga berpotensi sebagai anti radikal bebas karena mengandung betasianin. Menurut Hardjadinata (2010), buah naga mengandung zat-zat yang berkhasiat menurunkan kolestrol, menyeimbangkan kadar gula darah, membantu menjaga kesehatan mulut, mencegah keputihan, mencegah kanker usus, menguatkan fungsi ginjal, meningkatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata serta dapat meringankan keluhan sembelit. Buah naga merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika selatan bagian utara. Buah ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Jenis dari tanaman ini merupakan tanaman memanjat. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta biji. (Daniel Kristanto, 2009). Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh di pangkal batang di dalam tanah tetapi juga pada celah-celah batang, yang berfungsi sebagai alat pelekat sehingga tumbuhan dapat melekat atau memanjat tumbuhan lain atau pada tiang penyangga. Akar pelekat ini dapat juga disebut akar udara atau akar gantung yang memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa tanah atau hidup sebagai epifit. (Winarsih, 2007). Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya. (Daniel Kristanto, 2009). Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. (Daniel Kristanto, 2009). Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih bersih sehingga pada saat bunga mekar tampak mahkota bunga berwarna krem bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel kelamin jantan) yang berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga hermaprodit, yaitu dalam satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel kelamin betina). Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip yang berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek. (Cahyono, 2009). Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk buah bulat agak memanjang atua bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya. Kulit buah agak tebal, yaitu sekitar 3 mm–4 mm. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbaijumbai menyerupai sisik-sisik ular naga. Oleh karena itu, buahnya disebut buah naga. Berat buah beragam berkisar antara 80–500 gram, tergantung dari jenisnya. Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam. (Cahyono, 2009). Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah. Bijinya kecil-kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat langsung dimakan tanpa mengganggu kesehatan. Biji buah naga dapat dikecambahkan untuk dijadikan bibit. (Winarsih, 2007). B. Jaringan dan struktur sel yang mempengaruhi pasca panen buah naga Banyak faktor yang dapat menyebabkan kehilangan pasca panen dan dapat mengakibatkan kerugian yang besar. Pascapanen yang baik akan dapat mengurangi kerugian tersebut. Besar kecilnya tingkat kerusakan dipengaruhi oleh banyak hal, baik sejak produk masih di lapang maupun pada saat pemanenan, bahkan pada saat penanganan pascapanen. Secara umum, petani atau produsen harus memperhatikan beberapa hal berikut, untuk mencegah kerusakan produk pascapanen yang lebih parah:  Kebutuhan pasar dan pembeli.  Penanaman yang baik.  Pemanenan dan penanganan selama di lapang.  Pengepakan dan pengemasan.  Pengangkutan.  Penanganan pemasaran.  Perlakuan terhadap produk pasca panen.  Penyimpanan atau pendinginan.  Penjualan ke konsumen, pengepul, atau agen.  Pengetahuan tentang mudah rusaknya produk pascapanen.  Penanggulangan hama dan penyakit pascapanen. Sementara itu, berubah atau menurunnya kandungan nutrisi di dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur krebbs di dalam produk. Selain itu, proses fisiologi produk juga mempengaruhi kandungan nutrisi produk. Penanganan dan penyiapan produk segar setelah dipanen akan mempengaruhi nilai nutrisi produk pascapanen dalam beberapa hal, antara lain: Pengurangan kandungan berat kering, penurunan kandungan vitamin, penghancuran sebagai vitamin akibat perebusan, penghilangan nilai makan karena pengupasan kulit, pencucian nutrisi, mineral, dan vitamin dari produk yang direbus, nilai nutrisi produk pascapanen dapat dipertahankan atau setidaknya dihambat atau diperkecil kehilangannya dengan berbagai cara, beik sejak produk masih di lapang, pada saat pemanenan, maupun setelah produk dipanen. Buah Naga termasuk buah yang populer dan mempunyai prospek penjualan yang bagus, hal ini karena selain bentuk buah naga yang eksotik, budidaya yang dilakukan pada buah naga juga tidak terlalu sulit. Buah naga seperti buah-buahan pada umumnya yang termasuk perishable commodities, artinya komoditi yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis atau efek fisiologis. Kerusakan fisiologis pada produk hortikultura antara lan lecet, terkelupas, kering layu, memar, busuk setelah dipanen. Karena terjadinya kerusakan fisiologis tersebut berdampak pada umur simpan buah-buahan tidak panjang. Buah merupakan struktur hidup yang akan mengalami perubahan fisik dan kimia setelah dipanen. Pemasakan buah-buahan akan terus berlangsung karena jaringan dan sel di dalam buah masih hidup dan melakukan respirasi, proses respirasi akan menyebabkan penurunan mutu dan masa simpan buah (Subhan, 2008) . Banyak perlakuan yang dilakukan para produsen buah, khususnya buah naga dalam mencegah kerusakan yang terjadi pada buah naga. Seperti halnya, dengan memberikan lapisan lilin pada permukaan buah. Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik bagi konsumen. Berdasarkan penelitian Chotimah (2008), menyatakan bahwa perlakuan pemanasan dengan pelilinan 4% merupakan perlakuan yang terbaik dalam mempertahankan mutu alpukat berdasarkan parameter susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit sampai akhir penyimpanan. Kualitas buah naga ditentukan oleh kandungan kadar gula sebagai total padatan terlarut. Hal ini disebabkan karena buah naga pada saat pasca panen dan masa penyimpanan masih mengalami perubahan fisiologis hingga memasuki masa kelayuan, penurunan gula dan padatan terlarut lainnya. Muliansyah (2004) menyatakan bahwa buah yang tidak dilapisi (control) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin lebah. Menurut Shonti (2003), bahwa kehilangan air pada buah naga dapat dikurangi dengan mempertahankan RH tinggi, menurunkan suhu, memberikan aliran udara yang cukup untuk menghilangkan panas dari proses respirasi pada buah, dan memberikan lapisan lilin yang tidak tembus air. Menurunnya kadar air disebabkan oleh metabolisme produk, selama penyimpanan cairan dalam sel dan antar sel yang akan keluar. Safaryani, dkk (2007) menambahkan peningkatan suhu penyimpanan antara 0-35˚C akan meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan sayuran, yang member petunjuk bahwa baik proses biologi maupun kimiawi dipengaruhi suhu. Dapat disimpulkan, dalam mempertahankan kualitas buah nagadengan memberikan perlakuan berupa pemberian lapisan emulsi lilin pada penyimpanan buah naga memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, warna daging, warna kulit. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di laboratorium pengolahan hasil pertanian dan analisis hasil pertanian, fakultas pertanian, universitas Riau, pelapisan emulsi lilin 6% merupakan perlakuan yang terbaik dalam mempertahankan mutu buah naga berdasarkan parameter susut bobot, padatan terlarut, dan laju respirasi. Selain itu dengan pemberian emulsi lilin 6% memiliki warna kulit yang khas dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Daftar pustaka Rahmawati, B., & MAHAJOENO, E. (2009). Variation of morphology, isozymic and vitamin C content of dragon fruit varieties. Nusantara bioscience, 1(3). Renasari, N. BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA SUPER RED DI WANA BEKTI HANDAYANI. Wahyuni, R. (2011). Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus costaricersis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami Pada Pembuatan Jelly. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2). Purwanto, E. G. M. (2014). Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Keteknikan Pertanian, 25(2). Harun, N., Efendi, R., & Hasibuan, S. H. (2013). PENGGUNAAN LILIN UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Sagu, 11(2). Soesanto, I. L. (2006). Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius. Jaya, I. K. D. (2010). Morfologi dan Fisiologi Buah Naga dan Prospek Masa Depannya di Indonesia. Crop Agro, 3(1), 44-50. PROSES METABOLISME DALAM PRODUK PASCA PANEN Metabolisme adalah proses perubahan zat menjadi zat lain. Metabolisme terbagi atas dua bagian yakni anabolisme dan katabolisme. Didalam proses anabolisme membutuhkan energy (ATP) yang masuk kedalam sel untuk membuat molekul besar dan kompleks dari molekul sederhana, seperti pada proses fotosintesis pada tanaman yang memerlukan energy cahaya matahari. Atau pembentukan glikogen dari glukosa dan protein dari asam amino. Sedangkan katabolisme merupakan proses perombakan molekul besar dan kompleks menjadi molekul kecil dan sederhana. Seperti pada proses pernafasean, glukosa dirombak menjadi karbon dioksida dan air, lalu dihasilkan energi. Produk pertanian merupakan produk yang mudah rusak, karena produk pertanian khususnya buah dan sayur masih menggandung sekitar 65 – 95% air. Komuditi lain seperti kacang-kacangan menggandung kadar air kurang dari 1020%. Meskipun setelah pemanenan produk pertanian tersebut masih melakukan proses kegiatan, seperti proses fotosintesis, didalam proses fotosintesis akan mempengaruhi pada perubahan tekstur, warna dan bau pada tanaman yang dihasilkan. Sifat yang rentan terhadap kerusakan sangat diperlukan penanganan khusus teknik pasca panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pada waktu paska panen dibagi menjadi dua bagian, yang pertama kerusakan dikarenakan faktor dalam produk itu sendiri, seperti dan yang kedua faktor dari luar produk, seperti serangan hama, respirasi dan lain-lain. Tanaman buah dan sayur adalah suatu organisme yang bernafas dengan mengunakan karbon dioksida, komuditi tersebut juga melakukan proses transpirasi, dimana proses ini berkelanjutan hingga proses pasca panen, karena pada akhirnya kwalitas produk pertanian tergantung pada cadangan makanan dan kadar air. Peper ini menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya metabolisme hasil produk pertanian, serta bagaimana memberi perlakuan terhadap produk setelah dipanen. Sehingga pada nantinya produk tidak mengalami kerusakan. A. Respirasi Produk pertanian adalah produk yang mudah rusak (perishable product), sehingga perlu adanya strategi yang dilakukan pasca pemanenan. Produk yang tidak tahan lama disebabkan laju respirasi yang tinggi, semakin tinggi tingkat respirasi produk tersebut semakin pendek juga umur simpan produk. Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat dengan oksigen (O2) yang menghasilkan carbondioksida (CO2), air (H2O) dan enrgi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju respirasi 1. Faktor internal a. Tipe komoditi b. Tahap Perkembangan saat Panen c. Komposisi Kimia 2. Faktor Eksternal a. Suhu b. Konsentrasi Oksigen c. Konsentrasi Karbondioksida d. Konsentrasi Etilen e. Derita (stress) Laju respirasi produk sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu dan kelembapan yang tinggi, mengakibatkan kegagalan pemasakan produk, sehingga akan menguragi atau merubah nutrisi yang ada didalam produk, pada akhirnya akan menyebabkan menurunnnya daya guna produk. Setiap produk pertanian mempunyai kisaran suhu penyimpanan yang berbedabeda,hal ini sangat perlu diketahui agar penganganan penyimapannya dilakukan secara tepat dan benar, sehingga tujusn peyimpanan produk dapat tercapai. Berikut tabel rentan buah dan sayur terhadap kerusakan suhu dingin (FAO, 1989) : Suhu Aman Komoditas Terendah (OC) Gejala Kerusakan Suhu Dingin Perubahan warna abu-abu pada daging Avokad 5-13 buah Pisang 12-14 Warna kulit buah: coklat keabu-abuan Berbintik, dan berwarna kekuning- Buncis Hijau 7 kuningan Mentimun 7 Berbintik, noda kebasahan, dan busuk Kudis coklat, berbintik, pecah Anggur 10 kebasahan Jeruk 7 Berbintik, coklat, pecah kebasahan Mangga 10-13 Kudis kulit abu-abu, mentah Melon 7-10 Berbintik, gagal masak, busuk Semagka 5 Berbintik, rasa pahit Berbintik, gagal masak, bau tak sedap, Papaya 7 busuk Nanas 7-10 Warna hijau kusam, bau tidak sedap Kentang 4 Perubahan warna jaringan Paprika 7 Berbintik, busuk Alternaria Perubahan warna jaringgan, bintik, Ubi jalar 13 busuk Tomat hijau 13 Perubahan kebasahan, busuk Masak tak normal, warna kusam, busuk Tomat masak 7-10 Alternaria Teknik pasca panen menjadi strategi dalam menaggulagi kerusakan pasca panen dengan menurunkan laju respirasi juga berarti menurunkan perombakan kabohidrat didalam produk. Pada penyimpanan suhu yang rendah berpengaruh terhadap aktivitas enzim-enzim repirasi, pada setiap kenaikan suhu 10oC sampai suhu diatas 37,8oC laju repirasi akan meningkat 2-3 kali lipat. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 10 2 1 2 10 1 B. R2 : Laju respirasi pada T2 R1 : Laju respirasi pada T1 T2 dan T1 : Suhu dalam OC Fotosintesis Fotosintesis adalah proses perubahan energi matahari menjadi karbohidrat dan oksigen didalam tumbuhan hijau. Proses ini bisa terjadi apabila intensitas cahaya tinggi, proses fotosentesis menghasilkan karbohidrat yang diperlukan sebagai cadangan yang jumlahnya terbatas dan akan terus menurun jumlahnya selama priode pasca panen. Produk dari fotosintesis adalah karbohidrat, kloroplas merupakan tempat tejadinya reaksi pembentukan karbohidrat dan juga merupakan pigmen warna hijau yang terdapat didalam klorofil. Pada proses fotosintesis sangat berkaitan dengan proses respirasi yaitu pembentukan kabohidrat melalui energi matahari, selanjutnya karbohidrat tersebut akan dirombak menjadi energi dan oksigen dalam proses repirasi, kemudianan oksigen tersebut digunakan lagi dalam proses fotosintesis. Kedua proses tersebut terjadi didalam sel-sel jaringan buah atau sayur yang terjadi secara langsung dan berurutan. Fotosintesis mempunyai hubungan sangat erat dengan proses respirasi, dimana fotosintesis akan menghasilkan gula dan oksigen sebagai starter proses respirasi kemudian pada proses respirasi akan menghasilkan karbondioksida dan air sebagai hal yang dibutuhkan proses fotosintesis. Sebagaimana sesuai gambar berikut: Karbohidrat + Oksigen Fotosintesis C. Karbondioksida + Air Respirasi Pertimbangan Metabolisme Produk yang mudah rusak adalah salah satu cirri dari produk pertanian, akibatnya perlu penanganan khusus setelah pemanenan, agar metabolisme dalam produk diperlambat sehingga produk dapat bertahan lebih lama. Maka sangat penting adanya pertimbangan metabolisme. Pertimbangan fisik, buah dan sayur menggandung banyak air, sehingga mudah mengalami kerusakan karena saling benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada kegiatan sebelum penan atau setelah pemanenan, yang pada akhirnya sampai ke tangan konsumen mengalami kerusakan. Seperti bagian dari buah berlubang, pecah dan lain-lain, yang menyebabkan udara dari luar masuk kedalam daging buah mengakibatkan buah terkontaminasi dicirikan berwarna coklat dan mudah busuk. Pertimbangan lingkungan, suhu adalah faktor yang paling penting terhadap laju kerusakan komoditi pasca panen, setiap peningkatan 10OC tingkat laju kerusakan semakin cepat, dua sampai tiga kali lebih cepat. Daftar Pustaka Soesanto, Loekas, 2006, Penyakit Pascapanen, Yogyakarta, Kanisius Susanto tri, 1994, Fisiologi dan Teknologi Pascapanen, Yogyakarta, Akademika PERKEMBANGAN PEMATANGAN FISIOLOGIS DAN MUTU PASCA PANEN Dalam mengetahui perkembangan pematangan fisiologis ada beberapa tahapan: 1. Transpirasi Hilangnya uap air atau gas dari jaringan tanaman menuju ke permukaan tanaman. Tujuan Transpirasi adalah mengatur suhu bahan tetap pada dua jenis tumbuhan, yaitu: Acalypha sp. dan Bauhemia sp. Secara alami penguapan air di lakukan dari energy yang dihasilkan Respirasi. Pada Transpirasi hal yang paling penting adalah di fusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Dari besarnya uap air di dalam Transpirasi ada 2 faktor, di antaranya: 1. Factor dari dalam tumbuhan (jumlah daun, lebar daun, jumlah stomata) 2. Faktor dari luar tumbuhan (angin, suu, kelembaban dan cahaya) 2. Respirasi Respirasi sama dengan pernafasan. Dalam tubuh manusia pernafasan adalah proses pertukaran paru-paru. Sedangkan, dalam tumbuhan pernafasan adalah proses pembakaran suatu zat di dalam sel tubuh untuk mendapatan energy. Dalam tumbuhan respirasi (pernafasan) di bagi menjadi 2, yaitu: aerob dan anaerob. Tujuan Respirasi sama halnya dengan makhluk hidup lainnya termasuk juga dalam tumbuhan, yaitu: mendapatkan energy. Dalam tumbuhan pernafasan menggunakan anaerob akan mendapatkan energy. Caranya dengan mengurai sejumlah bahan tertentu di tempat mereka hidup. Sedangkan pada pernapasan aerob, akan dihasilkan karbon dioksida juga uap air yang kemudian akan dikeluarkan melalui tubuh tumbuhan dengan sistem difusi. Semua gas yang keluar dan masuk tersebut melewati stomata yang terletak pada permukaan daun tumbuhan juga inti sel yang ada pada batang tumbuhan. Pada kondisi tertentu, akar tanaman juga merupakan tempat keluar masuknya gas. Terutama bagi tanaman yang tumbuh di rawa. 3. Etilen Etilen adalah pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen merupakan prduksi metablisme tanaman. Pemanfaatan Etilen untuk impor buah. Buah dikemas dalam bentuk yang indah dan menarik. Gas etilen tidak berwarna namun mudah menguap. Etilen secara luas digunakan dalam industri kimia dan diproduksi secara global. Etilen juga sangat penting sebagai hormon alami tumbuhan, digunakan dalam pertanian untuk mematangkan buah. Etilen diproduksi dari semua bagian tanaman termasuk daun, akar, bunga, buah, biji, dan bagian lainnya. Selama tanaman hidup, produksi etilen dirangsang selama masa pertumbuhan. Produksi etilen juga dapat dirangsang oleh berbagai aspek internal seperti luka mekanik, stress lingkungan, dan berbagai bahan kimia Selain beberapa tahapan untuk mengetahui perkembangan pematangan fisiologis diatas, ada karakteristik umum prduk pasca panen a. Voluminous and bulky  Biaya angkut mahal  Perlu ruang dan biaya yang besar  Biaya total pemasaran lebih mahal dari pada prduksinya  Harga prduk lebih kecil dari pada volumenya b. Penawaran produknya relative kecil  Penetapan harga umumnya dikuasai leh pelaku pasar lain  Secara perorangan petani pada umumnya merupakan supplier kecil yang tidak memiliki psisi tawar dalam menentukan harga c. Mudah rusak/ perishable  Dikarenakan Rendahnya kualitas penanganan pasca panen, Kandungan air yang relatif tinggi, Faktor-faktor lain yang lekat dengan karakteristik biologis dan fisiologis produk agronomi itu sendiri.  Produk hasil pertanian di kenal tidak tahan lama dan sangat mudah rusak d. Ketidak seragaman  Kualitas produk cenderung dikenal seragam (kematangan, ukuran, dll) e. Ketergantungan pada alam  Produksi terpusat di daerah tertentu sampai distribusi  Produk tertentu hanya dapat di tanam pada kondisi alam tertentu dan di panen hanya di musim-musim tertentu  Seluruh aspek alamiah memberikan pengaruh yang signifikasikan terhadap produk hasil pertanian  Perubahan kondisi alam di luar kecendrungan alamiahnya akan berakibat pada kegagalan panen f. Bersifat musiman  A. Ketersediaan produksi hasil pertanian bersifat musiman Stadia Perkembangan Tanaman Pada dasarnya makhluk hidup yang di ciptakan oleh tuhan perlu mengalami perkembangan. Tidak terkecuali juga pada tanaman. Dengan tujuan untuk bisa mempertahankan kehidupan dari generasi ke generasi. Pada proses perkembangan tanaman, salah satu perkembangan yang paling terpenting adalah proses fotosintesis. Di dalam karbondioksida (CO2) dan air (H2O) ada sel klorofil yang bereaksi dengan bantuan radiasi untuk pembuatan gula. Gula ini bertujuan untuk memprduksi yang melalui respirasi (pernafasan). Selain itu gula juga berfungsi untuk membentuk sel atau jaringan tubuh yang baru (proses asimilasi) atau dapat diubah menjadi pati, lemak, dan protein sebagai cadangan makanan yang disimpan diakar, ranting, daun buah dan biji. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, proses fotosintesis harus dibuat menjadi lebih efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki kelembapan tanah (menurunkan tingkat stress akibat kekeringan), meningkatkan penyerapan energi surya dan CO2, serta menyediakan nutrisi yang diperlukan dalam proporsi yang benar dan tepat. Umumnya tahap perkembangan ada 2 fase, yakni fase vegetative dan fage generative: 1. Fase vegetative adalah Fase generatif merupakan fase pertumbuhan dimana tanaman menimbun karbohidrat untuk pembentukan bunga, buah, biji, serta pemasakan buah. 2. Fase vegetatif adalah fase dimana tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat untuk membentuk akar, batang, daun, pucuk tanaman, dan pembesaran tanaman. B. Proses Pematangan Fisiologis Secara alami, tanaman memproduksi hormon untuk mematangkan buah. Namun banyak petani atau pedagang banyak juga yang mematangkan buahnya dengan cara diperam. Proses ini menghasilkan gas etilen yang merambat dari molekul ke molekul. Hal itu yang mendasari memberi kalsium karbida (kalsium karbit) dalam proses pematangan buah. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. Secara alami karbohidrat dalam kandungan daging buahnya berubah menjadi glukosa, yang membuat rasa manis dan melunak. Dibandingkan dengan hasil karbitan, zat pati berkurang, sehingga kemanisan juga menjadi berkurang. Idealnya, buah memang matang di pohon. Dikhawatirkan gas dari karbit menempel di kulit dan diserap ke dalam daging buah. Jika tertelan, menimbulkan dampak berbahaya. Tetapi kandungan vitamin dan mineral tidak mengalami perubahan. Perlu diketahui juga buah yang dikarbit selain rasanya kurang manis, juga gampang busuk. Sementara buahnya terlihat matang dan kuning. Efek lain juga dapat menimbulkan bercak pada kulit sehingga tampilan buah menjadi kurang menarik. Metode pematangan buah:  Secra Tradisional Buah pisang diperam dalam tempayan yang terbuat dari tanah liat. Setelah buah dipotong, bentuk sisir dan getahnya sudah kering, kemudian disusun di dalam tempayan dan ditutup dengan kuali, agar udara tidak keluar. Antara tempayan dan kuali diberi tanah liat dan dibakar, agar udara di dalam tempayan menjadi panas, sehingga buah menjadi cepat matang. Lama pemeraman biasanya 2 atau 3 hari.  Dengan karbit Pemeraman dengan karbit dapat dilakukan di pohon atau sesudah dipanen. Bila buah masih di pohon, segumpal karbit (kurang lebih 10 g) diletakkan di antara sisir pisang di bagian tengah. Kemudian tandan pisang dibungkus plastik atau karung dan diikat di bagian atasnya. Beberapa hari kemudian pisang akan matang dengan warna kulit buah kuning. Bila sesudah dipanen, buah dalam bentuk tandan atau sisir disusun. Pada tiap pojoknya diberi karbit. Karbit dibungkus kertas, dengan perkiraan untuk setiap 1 kg pisang membutuhkan 1 g karbit. Buah pisang kemudian ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 2 hari. Setelah 2 hari tutup dibuka dan buah diangin-anginkan. Dalam waktu 2-3 hari buah akan matang secara serempak. C. Mutu Pasca Panen Komoditas sayuran harus sesegera mungkin diberi penanganan pasca panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk kehilangan (Kasmire, 1985). Secara spesifik penanganan pasca panen terhadap sayuran meliputi pencucian, perbaikan bentuk kulit permukaan (curing), sortasi, penghilangan warna hijau (degreening), pengemasan, dan pendinginan.  Pencucian Hampir semua komoditas sayuran yang telah dipanen mengalami kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran serta residu pestisida (insektisida atau fungisida). Namun demikian, pencucian tersebut tidak dilakukan terhadap sayuran yang teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional pencucian ini menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan penambahan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba dapat dihilangkan dengan lebih efektif. Setelah pencucian biasanya bahan dikeringkan dengan cara meniriskannya dialam terbuka atau dengan cara mengalirkan udara panas.  Curing Kegiatan ini dilakukan terhdap komoditas sayuran yang mengalami kerusakan kulit. Contoh komoditas seperti kentang, bawang merah, bawang putih, ubi jalar dan lain-lain biasanya memperoleh perlakuan curing sebelum disimpan/dipasarkan dengan tujuan agar permukaan kulit yang terluka/tergores dapat tertutup kembali. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membiarkan bahan untuk beberapa hari pada suhu ruang. Untuk bawang merah atau bawang putih, curing dapat juga dilakukan dengan cara menjemurnya dengan sinar matahari. Proses curing dapat diaktifkan dengan suhu rata-rata dibawah suhu ruangan dan kelembaban yang tinggi. Sebagai contoh, ubi jalar dilakukan pada suhu 32,8°C dengan humaditas relatif berkisar 95-97% sedangkan untuk kentang dapat dilakukan dalam 2 tahap yakni pada suhu 18°C selama 2 hari kemudian pada suhu 7-10°C selama 1 minggu dengan RH berkisar 90-95%. Selain hal tersebut,proses curing memberikan keuntungan lain yakni menurungkan kadar air yang dapat mencegah pertumbuhan kapang. Hal tersebut dapat dilihat pad beberapa komoditas terutama pada bawang merah atau bawang putih.  Sortasi Nilai ekonomi berbagai jenis hortikultura tergantung pada mutu komoditas tersebut. Oleh karena itu proses pemisahan antar komoditas (sortasi) yang mutunya rendah dengan yang mutunya tinggi perlu dilakukan. Pemisahan tersebut berdasarkan ukuran, tingkat kematangan, rusak, lecet, memar,busuk, warna dan sebagainya. Perlakuan sortasi tergantung juga kepada peruntukannya atau tempat pemasarannya (misalnya pasar swalayan, restoran, atau hotel). Pada Tabel 2 berikut ini diperlihatkan kriteria sortasi beberapa jenis sayuran khususnya yang berasal dari Jawa Barat.  Pelilinan Tingkat kesukaan konsumen terhadap hortikultura juga dipengaruhi warna komoditas. Berbagai upaya telah dilakukan agar kenampakan komoditas tersebut dapat semakin menarik. Salah satu cara yang dilakukan adalah pemberian lapisan lilin atau pelilinan (waxing). Beberapa jenis sayuran terutama sayuran buah kadang-kadang diberi perlakuan pelilinan dengan tujuan untuk meningkatkan kilap, sehingga penampakannya akan lebih disukai oleh konsumen. Selain itu, luka atau goresan pada permukaan buah dapat ditutupi oleh lilin. Namun demikian pelilinan harus dilakukan sedemikian rupa agar pori-pori buah tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi proses anareobik dalam sayuran. Proses anaerobik dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi yang dapat mempercepat terjadinya pembusukan. Bahan yang dipakai dalam pelilinan adalah yang bersifat pengemulsi (emulsifier) yang berasal dari campuran tidak larut lilin-air dan yang lainnya adalah larutan lilin-air (solvent wax). Bahan yang bersifat pengemulsi ini lebih banyak digunakan kerena lebih tahan terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan larutannya yang mudah terbakar. Selain itu, penggunaan emulsi lilin-air tidak mengharuskan dilakukannya pengeringan buah terlebih dahulu setelah proses pencucian. Untuk menjaga buah dari serangan mikroba maka kedalam emulsi lilin-air dapat ditambahkan bakterisida atau fungisida. Jenisjenis emulsi lilin- air yang biasa digunakan antara lain adalah lilin tebu (sugarcane wax), lilin karnauba (wax), terpen resin termoplastik, shellac, sedangkan emulsifier yang banyak digunakan adalah trietanolamin dan asam oleat. Ada beberapa cara pelilinan dengan memakai emusi lilin-air pada sayuran buah adalah dengan cara pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), pencelupan (dipping), atau dengan cara disikat (brushing). Cara yang paling banyak digunakan adalah dengan cara pembusaan dan penyikatan karena pengerjaannya lebih mudah dan praktis.  Grading Grading hampir sama dengan sortasi. Kalau sortasi adalah pemisahan/ pengelompokan berdasarkan mutu yang erat kaitannya dengan kondisi fisik (busuk, lecet, memar) bahan sedangkan grading lebih kearah nilai estetikanya (warna, dimensi). Dalam hal tertentu misalnya tingkat kematangan maka grading dan sortasi memiliki kriteria yang sama. Kombinasi keduanya menghasilkan standar mutu sayuran dimana ada jenis sayuran memiliki 1 atau lebih standar mutu. Proses penghilangan warna hijau (degreening) hanya berlaku untuk sayuran buah seperti tomat yang bertujuan agar warnanya lebih khas dan seragam. Proses ini dapat dilakukan dengan penggunaan gas etilen atau asetilen. Tingkat kematangan buah dan kecepatan dekomposisi klorofil menentukan lamanya proses penghilangan warna hijau tersebut. Biasanya buah yang berwarna hijau terang dan umur cukup tua mempunyai proses yang lebih pendek. Kondisi terbaik untuk proses ini adalah pada suhu 80oC dengan kelembaban udara sekitar 8592%. Kondisi ini harus dipertahankan karena kelembaban yang terlalu tinggi menimbulkan kondensasi yang memperlambat proses dan meningkatkan pembusukan buah, sedangkan pada kelembaban rendah yang meskipun menghambat pembusukan buah tetapi terjadi pengkerutan dan keretakan/pecahnya kulit buah. Proses degreening tersebut dilakukan dalam ruangan dengan suhu dan kelembaban terkontrol dimana gas etilen murni yang digunakan berkonsentrasi rendah 1:50.000. Secara tradisional proses ini umumnya menggunakan gas karbit atau asap dari pembakaran minyak tanah (kerosin). Penggunaan gas etilen pada proses degreening ini atas dasar hasil penelitian bahwa etilen membantu hidrolisa stroma plastid dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk respirasi dimana klorofil tidak terlindungi dan terhidrolisa oleh enzim klorofilase dan selanjutnya dioksidasi oleh hidrogen perioksida dengan bantuan ferrohidroksida sebagai katalisator. Oleh karena aktivitas hidrolisa berada pada lapisan sub-epidermis maka mutu internal buah tidak terpengaruh  Pengemasan dan Pengepakan Pengemasan dilakukan secara bertahap dimana pada tahap pertama (primer) dimana sayuran dikemas dengan bahan plastik atau kertas agar bahan terhindar dari kerusakan akibat gesekan atau benturan sesama bahan maupun dengan benda lain sehingga mutunya dapat tetap dipertahankan. Selanjutnya dilakukan tahap kedua (sekunder) dimana sauran dikemas karton atau kotak kayu. Selanjutnya karton atau kotak kayu tersebut disimpan di atas suatu pallet untuk kemudian dikirim ke ruang pendingin. Daftar Pustaka http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/proses-pertumbuhantanaman.html http://mon-devoir.blogspot.co.id/2015/07/tugas-review-jurnal-fisiologidan.html https://www.scribd.com/doc/188567081/Fisiologi-Pasca-Panen-BuahDan-Sayur http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/18/proses-pematangan-buah/ http://slideplayer.info/slide/2823770/ http://kelasbiologiku.blogspot.co.id/2013/03/sistem-respirasi-padatumbuhan.html PERGERAKAN GAS, BAHAN PELARUT DAN TERLARUT DALAM PRODUK PASCA PANEN A. Pergerakan Dan Pertukaran Gas Pergerakan dalam arti kecil yaitu berpindahnya letak suatu barang atau benda dari satu tempat ke tempat yang lain ada dua gas sangat penting dalam kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya gas tersebut adalah Karbondioksida (Co2) , karbondioksida adalah zat yang biasanya di lepas selama proses respirasi dan di konsumsi selama fotosintesis. Gas penting selanjutnya yang sangat dibutuhkan dalam proses pertukaran gas pada tanaman pasca panen adalah Oksigen (O2) , Oksigen adalah zat yang di konsumsi selama respirasi dan dilepas selama fotosintesis. Gas memiliki 2 sisi yaitu positif dan negatif, gas dapat menguntungkan dan merugikan bagi produk tanaman dikarenakan molekul gas dapat di produksi oleh tanaman atau dari sumber luar, gas bergerak dari area konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dengan difusi atau penyebaran, pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya adalah secara random dari molekul individu oleh energi kinetiknya, jika gas secara continue di bentuk (co2 atau etilen) atau di gunakan (o2) di dalam jaringan, maka situasi lebih kompleks terjadi sehingga keadaaan steady state tidak pernah terjadi. B. Pergerakan pelarut dan bahan terlarut Pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain umumnya berbentuk padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bentuk cairan dan padatan, tiap molekul saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul, gaya tarik menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan. Apabila terdapat zat terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut tersebut akan menyebar ke seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat terlarut menyesuaikan dengan bentuk pelarutnya. Sedngkan zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam sebuah zat pelarut, zat terlarut biasanya jumlahnya lebih sedikit dari zat pelarutnya. Contoh zat terlarut adalah larutan garam dan gula, kedua larutan tersebut adalah zat yang terlarut terbentuk padat dalam larutan. Contoh selanjutnya yaitu air sirup, sirup merupakan zat yang terdispersi dalam larutan air sirup. Dalam pergerakan pelarut air merupakan media transportasi dan sangat penting bagi distribusi senyawa dalam produk pasca panen, peningkatan suhu menyebabkan kelarutan senyawa dalam air. Air dan bahan terlarut juga di dapatkan di dalam apoplast system diluar membran plasma sebagai tempat kedua dari pergerakannya. Dalam symplast maupun apoplast sistem pergerakan air dan bahan terlarut berdifusi merespon gradien dengan baik. Pelarut dan bahan terlarut bergerak akibat responnnya terhadap perbedaan konsentarasi. C. Pertukaran air antara produk dan lingkungan Dalam biologi pasca panen air memegang peran penting oleh karena itu pergerakan air antara produk dan lingkungannya menjadi sangat penting pula. Untuk pergerakan tergantung pada produk dan lingkungannya, pergerakan air terjadi dari dalam keluar atau sebaliknya. Pergerakan tidak terjadi jika equilibrium terjadi. 1) Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pertukaran air diantaranya ialah : a. Kelembaban - Tekanan uap air adalah salah satu ukuran jumlah uap air yang ada di udara - Pergerakan uap air dikendalikan oleh defisit tekanan b. Suhu - Suhu produk yang meningkat menyebabkan peningkatan energi bebas molekul air dan dengan meningkatkan pergerakannya adalah potensiuntuk melakukan pertukaran. - Suhu juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dapat digunakan oleh udara sekitar. c. Tekanan d. Pergerakan udara e. Sinar 2) Hambatan pertukaran air dalam produk dan lingkungan a. Suhu dan kelembaban adalah faktor sangat kritis dalam meminimalkan defisit tekanan uap air. b. Pengaruh suhu terjadi melalui kejadian kompleks sedangkan pengaruh kelembaban terjadi secara langsung. Ada beberapa perlakuan untuk menghambat pertukaran air dalam produk dan lingkungan: 1) Kondisi lingkungan - Penurunan suhu - Menjaga kelembaban tinggi - Meminimlkan pergerkan udara - Meminimalkan fluktuasi suhu 2) Perlakuan produk - Cegah pelukaan dan abrasi selama panen dan pasca panen - Pendinginan cepat setelah panen - Pelapisan permukaan - Pengemasan - Mengurangi luas permukaan penguapan  Pertanyaan 1. Apakah pengertian zat pelarut dan terlarut 2. Sebutkan apa sajakah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertukaran air PERAN PROSES RESPIRASI DAN FOTOSINTESIS UNTUK PRODUK PASCA PANEN A. Respirasi Respirasi diartikan sebagai sebuah proses pergerakan atau mobilisasi energi oleh makhluk hidup dengan cara memecah senyawa dengan energi tinggi yaitu SET yang digunakan untuk penyokong aktivitas dalam keseharian makhluk hidup tersebut. Kegiatan respirasi yang berlangsung untuk semua makhluk hidup baik itu pada hewan, tumbuhan dan manusia. Dalam ilmu biologi, secara umum terdapat dua jenis respirasi menurut keterlibatan oksiden di dalamproses respirasi antara lain sebagai berikut: 1. Respirasi aerob Respirasi aerob adalah Suatu bentuk respirasi seluler yang membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Respirasi aerob merupakan proses menghasilkan energi oleh oksidasi penuh nutrisi melalui siklus Krebs di mana oksigen adalah akseptor elektron terakhir. Dengan respirasi aerob, glikolisis berlanjut dengan siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif. Reaksi-reaksi pasca-glikolitik terjadi di mitokondria dalam sel eukariotik, dan pada sitoplasma dalam sel prokariotik. Metabolisme aerob lebih efisien daripada metabolisme anaerob dalam hal keuntungan bersih ATP. Dengan respirasi aerobik, glikolisis berlanjut dengan siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif. Reaksi pasca-glikolitik terjadi pada mitokondria dalam sel eukariotik, dan di sitoplasma dalam sel prokariotik. Metabolisme aerobik lebih efisien daripada metabolisme anaerob dalam hal keuntungan bersih ATP. Semua makhluk hidup membutuhkan sumber energi kimiawi untuk hidup. Hewan (dan manusia) makan makanan sebagai sumber energi kimia. Tanaman membuat makanan, dengan menggunakan energi sinar matahari dalam proses yang disebut fotosintesis. Baik hewan dan tumbuhan kemudian melepaskan energi dari makanan dengan menggunakan proses respirasi. Respirasi adalah pelepasan energi dari glukosa atau bahan kimia organik lain. Ini adalah seperangkat reaksi kimia di dalam tubuh. Proses melepaskan energi bekerja paling efisien jika oksigen digunakan. Respirasi Aerob adalah bentuk normal respirasi. Hal ini membutuhkan oksigen dan melepaskan energi paling banyak dari glukosa. Ketika kita bernafas seperti ini kita menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida keluar. Selama respirasi aerob 1 mol glukosa menghasilkan 2.830 kilojoule energi. Respirasi aerob menghasilkan energi, karbon dioksida dan air. Respirasi aerob terjadi di dalam sel. Semua sel membutuhkan pasokan energi untuk melaksanakan fungsi mereka. Makanan dan oksigen yang diangkut ke sel-sel pada manusia oleh darah dalam sistem peredaran darah. Oksigen berasal dari paru-paru dari sistem pernapasan dan makanan berasal dari usus kecil dari sistem pencernaan. Mitokondria sel adalah lokasi sebenarnya untuk respirasi aerob. Ketika makanan dibakar untuk melepaskan energi dengan menggunakan oksigen dua produk limbah yang dihasilkan: karbon dioksida dan air. Proses respirasi aerob dapat diwakili oleh persamaan kata: makanan + oksigen -> energi + karbon dioksida + air. Respirasi aerob adalah peristiwa pembakaran zat makanan menggunakan oksigen dari pernapasan untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Selanjutnya, ATP digunakan untuk memenuhi proses hidup yang selalu memerlukan energi. Respirasi aerob disebut juga pernapasan, dan terjadi di paru-paru. Sedangkan, pada tingkat sel respirasi terjadi pada organel mitokondria. Secara sederhana reaksi respirasi adalah sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O + 36 ATP Respirasi aerob terjadi secara bertahap adapun tahap-tahapnya : a. Glikolisis Glikolisis merupakan perombakan glukosa menjadi asam piruvat dalam sitosol secara anaerob. Terjadi kegiatan enzimatis dan melibatkan energi berupa ATP dan ADP. Hasil akhir glikolisis adalah 2 mol asam piruvat untuk setiap 1 mol glukosa, 2 mol NADH sebagai sumber elektron berenergi tinggi, 2 mol ATP untuk setiap mol glukosa. b. Daur Kreb`s Terjadi penyatuan aseti Ko-A dengan asam oksaloasetat (terjadinya perubahan asetil Ko-A menjadi CO2 dengan pembebasan energi), membentuk asam sitrat maka peristiwa ini sering disebut juga siklus asam sitrat (asam trikarbosilat), terjadi dalam matriks mitokondria. Tiap molekul glukosa menghasilkan 2 molekul aseti koenzim A dan 4 molekul CO2. Elektron berenergi tinggi dari glikolisis dan daur Kreb`s dipindahkan ke rantai pembawa elektron. Tiap molekul glukosa menghasilkan 2 molekul asetil koenzim A dan 4 molekul CO2, Elektron berenergi tinggi dari glikolisis an daur Kreb`s di pindahkan ke rantai pembawa elektron. c. Transfer Elektron Terjadi dalam membran mitokondria, hidrogen berenergi tinggi bereaksi dengan oksigen (sebagai akseptor terakhir) oleh enzim sitokrom, akan terbentuk H2O. hidrogen dari siklus Kreb`s bergabung dengan FADH2 dan NADH diubah menjadi elektron dan proton. Dalam transfer elektron dihasilkan 34 ATP. 2. Respirasi anaerob Respirasi anaerob merupakan respirasi yang tidak memerlukan oksigen atau O2. Respirasi anaerob terjadi di bagian sitoplasma yang bertujuan mengurangi senyawa organik. Respirasi anaerob menghasilkan sejumlah energi yang lebih kecil yaitu 2 ATP. Proses respirasi anaerob didapati pada reaksi fermentasi dan pernapasan intra molekul. Respirasi anerob, glukosa dipecah secara tidak sempurna menjadi komponen H2O dan CO2. Di respirasi anaerob, hidrogen bergabung bersama sejumlah komponen yaitu Asam Piruvat, Asetaldehida yang selanjutnya membentuk asam laktat dan etanol. Tanpa oksigen respirasi tidak melepaskan semua energi dan disebut respirasi anaerob. Anaerob menghasilkan energi, karbon dioksida dan asam laktat atau alkohol. Ketika kita bernafas, proses anaerob kita memproduksi asam laktat yang dapat meracuni otot-otot kita. Ragi menghasilkan alkohol selama respirasi anaerob. 1 mol glukosa akan menghasilkan 118 kilojoule energi. Dalam keadaan anaerob, asam piruvat hasil glikolisis akan di ubah menjadi karbon dioksida dan etilalkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP yang dihasilkan hanya 2 molekul untuk setiap satu molekul glukosa. Hal ini dikarenakan respirasi anaerob menghasilkan karbon yang masih reduktif, misalnya etanol dan asam laktat. Fermentasi etanol dilakukan oleh jamur ragi secara anaerob. Fermentasi asam laktat terjadi pada otot manusia saat melakukan kerja keras dan persediaan O2 kurang mencukupi. Penimbunan asam laktat pada otot menyebabkan elastisitas otot menjadi berkurang dan menimbulkan gejala kram serta kelahan. Dalam respirasi anaerob dapat terjadi peristiwa : a. Peristiwa asam laktat : terjadi di otot, penimbunan asam laktat yang berlebihan akan mengakibatkan otot terasa lelah, pegal, dan linu. b. Fermentasi alkohol : terjadi pada khamir (ragi), dengan mengubah asam piruvat menjadi etil alkohol (C2H5OH). Selain itu juga pada fermentasi ragi pada pembuatan tape ketan, tape ketela. c. Fermentasi asam cuka : Fermentasi asam cuka merupakan satu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Dari proses fermentasi asam cuka, energi yang dihasilkan lima kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol. Perbedaan Respirasi Anaerob dan Aerob 1. Respirasi Aerob  Memerlukan oksigen  Proses yang terjadi dalam matriks mitokondria  Untuk memecah senyawa organik ke an-organik menghasilkan energi dalam jumlah besar yaitu 36 ATP 2. Respirasi Anaerob B.  Tidak memerlukan kehadiran oksigen dalam prosesnya  Berlangsung dalam sitoplasma  Tujuan untuk mengurangi senyawa organik  Menghasilkan energi tapi dalam jumlah sedikit yaitu 2 ATP FOTOSINTESIS Fotosintesis adalah proses pembuatan molekul makanan berenergi tinggi dari komponen yang lebih sederhana, yang dilakukan oleh tumbuhan autotrof (tumbuhan yang dapat membuat makanan sendiri). Fotosintesis berasal dari kata foton yang artinya “cahaya” dan sintesis yang artinya “penyusun”, jadi fotosintesis juga diartikan dengan proses biokimiawi yang dilakukan oleh tumbuhan untuk menghasilkan energi (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. 1. Fungsi Fotosintesis  Fungsi utama fotosintesis adalah untuk memproduksi glukosa sebagai sumber energi utama bagi tumbuhan, dengan adanya glukosa ini akan terbentuk sumber energi lemak dan protein pula. Nah zat-zat ini akan menjadi sumber makanan bagi manusia dan hewan, oleh karena itu proses fotosintesis ini sangat penting dalam kehidupan kita.  Prose Fotosintesis dapat membersihkan udara. Udara dibersihkan dengan diserapnya karbondioksida dan dihasilkannya oksigen. Sehingga sering kita dengar penanaman pohon untuk membersihkan lingkungan, karena ada proses fotosintesis inilah pohon bisa berguna untuk membersihkan udara kita.  Kemampuan fotosintesis tumbuhan pada masa hidupnya akan membuat sisa sisa tumbuhan tersebut tertimbun di dalam tanah. Timbunan dari tumbuhan dalam waktu yang lama akan membuatnya menjadi batu bara yang merupakan bahan baku dan sumber energi pada kehidupan modern. 2. Proses Fotosintesis Sebelum memulai penjelasan, silahkan diperhatikan bagan di bawah terlebih dahulu. Berdasarkan bagan tersebut maka secara singkat proses fotosintesis dapat dijelaskan sebagai berikut : Dalam proses fotosintesis ada 4 bahan yang harus dimiliki, yaitu : 3.  Karbondikoksida (CO2)  Air  Cahaya Matahari  Klorofil Tahap-Tahap Reaksi Fotosintesi Proses fotosintesis yang terjadi di Kloroplas terdiri atas 2 reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. a) Reaksi Terang Dikat katakan reaksi terang karena dalam prosesn osesnya reaksi ini membutuhka butuhkan cahaya matahari. Reaksi ini terjadi di sa salah satu ruang kosong pa pada kloroplas yang disebut membran tilakoid. koid. Dalam reaksi terang,, kl klorofil akan menyerap cahaya dari mataha hari, energi yang didapat da dari cahaya matahari akan digunakan untukk me memecah molekul air menjadi njadi molekul oksigen dan hidrogen. Reaksi ini disebut sebagai fotolisis, s, da dan dapat digambarkan dengan reaksi berikut kut. b) Reak aksi Gelap Sesua suai dengan namanya reaksi gelap merupakann re reaksi yang tidak bergantun ung pada cahaya. Inti dari proses reaksi ge gelap merupakan pengubaha ahan Karbondioksida (CO2) menjadi glukosa. osa. R Reaksi gelap ini terjadi pad pada bagian stroma kloroplas. Reaksi gelap han hanya akan terjadi sesudah tterjadinya reaksi terang, dan proses reaksi aksi gelap sangat kompleks, ks, ka karena pengubahan Karbondioksida (CO2) 2) 4. Faktor-Fak -Faktor Yang Mempengaruhi Fotosintesis 1) Faktor aktor Internal Faktror ktror internal adalah faktor yang berasal dar dari tumbuhan itu sendiri.. A Artinya, setiap tumbuhan yang berbeda jenis, nis, walaupun hidup dalam ke keadaan lingkungan yang sama akan berbe rbeda pula reaksi fotosintesi ntesisnya, dapat kita katakan faktor internal me merupakan faktor hereditas as ((keturunan). Pada da beberapa jenis tumbuhan, ada yang tidakk bbisa membentuk klorofill (a (albino) sehingga akan sangat berpengaruh uh terhadap raksi fotosintesi ntesisnya. 2) Faktor aktor Eksternal a. Kan Kandungan Air dan Mineral dalam tanah Seperti yang telah kami jelaskan tadi sahabat, air merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk reaksi fotosintesis jadi semakin banyak air dalam tanah semakin bagus reaksi tersebut. Karena Fotosintesis sangat bergantung dari penyerapan air oleh akar tumbuhan tersebut. b. Temperatur Fotosintesis merupakan reaksi yang tergantung kepada enzim, sedangkan kerja enzim ini dipengaruhi oleh suhu. Enzim tidak bisa bekerja pada suhu kurang dari 5 derajat Celcius dan diatar 50 derajat celcius, jika suhu tidak sesuai maka fotosintesis tidak akan terjadi. Suhu terbaik untuk proses fotosintesis adalah diantara 28 – 30 derajat celcius. c. Kandungan CO2 di udara Kandungan CO2 di udara sekitar 0.03 persen, semakin banyak CO2 akan semakin baik rekasi yang terjadi. d. Kandungan O2 Rendahnya kandungan O2 di udara dan di dalam tanah akan menghambat respirasi tumbuhan. Remdajmua respirasi ini juga akan menghambat pembentukan energi oleh tumbuhan tersebut. Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup, seperti kalau belum dipanen atau masih di pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metabolisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami prubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran cabon dioksida, serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut, yang petama kita kenal dengan istilah respirai sedangkan yang kedua dikenal sebagai transpirasi. Kehilangan air dari produk hortikultura kalau masih di pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia). Kalau produk hortikultura masih di pohon maka produk tersebut masih medapatkan pasokan / suplai apa saja yang diperlukan dari dalam tanah seperti air, udara serta unsur hara dan mineral-mineral yang diperlukan untuk sintesis maupun perombak tetapi kalau produk tersebut sudah lepas dengan tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah tidak terjadi lagi/tidak berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang masih melekat pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi kalau sudah lepas proses fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi proses metabolisme tetap berlangsung baik sintesis maupun perombakan. Proses metabolisme pada buahbuahan maupun sayur-sayuran yang telah lepas dari pohonnya pada dasarnya adalah transpormasi metabolis pada bahan-bahan organis yang telah ada atau telah dibentuk selama bagian tersebut masih dalam pohon yang bersumber dari aktifitas proses fotosintesis. Selain itu juga terjadi pegurangan kadar air dari dalam produk hortikultura tersebut baik karena proses pengeluaran lewat permukaan produk maupun oleh proses metabolisme oksidatif termasuk proses respirasi dari produk yang tetap terus berlangsung. Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan menentukan daya tahan dari produk tersebut baik buah-buahan maupun sayur-sayuran yang telah dipanen, sehingga sering dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-umbian tetapi banyak pula setelah produk tersebut dipanen tidak tahan lama untuk disimpan, seperti pada produk buah-buahan yang berdaging maupun produk hortikultura yang lunak-lunak seperti sayur-sayuran daun. Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat belangsung terus maka diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus menerus pula, dimana suplai energi tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi pada setiap makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayursayuran yang telah dipanen, yang merupakan proses konversi exothermis dari energi potensial menjadi energi konetis. Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu: pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadiCO2 , air, dan energi yang berlangsung secara aerobik. Masing-masing proses tersebut dapat dilihat kembali pada Fisiologi Tumbuhan apa namanya ? Substrat dalam proses respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam organis tetapi juga dapat dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir sebagai sumber energi kurang dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi antara substrat dengan hasilhasil antara respirasi dan antara hasil antara yang satu dengan lainnya. C. PENGUKURAN RESPIRASI Secara umum dapat dikatakan bahwa laju proses respirasi merupakan penanda atau sebagai ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal tersebut behubungan dengan daya simpan produk hortikultura setelah panen. Laju atau besar kecilnya respirasi yang terjadi dalam produk hortikultura dapat diukur karena seperti kita ketahui bahwa respirasi secara umum terjadi kalau ada oksigen dengan hasil dikeluakannya carbon doiksida dari produk yang mengalami respirasi maka respirasi dapat diketahui dengan mengukur atau menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, serta energi yang ditimbulkannya. Respirasi juga menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati dalam prakteknya karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang dihasilkan reaksi yang sedikit tersebut “seperti setetes dalam air satu ember”. Energi yang dikeluarkan juga tidak ditenukan oleh karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur dengan hanya satu alat saja. Proses oksidasi biologis juga diikuti dengan terjadinya kenaikan suhu dan hal ini sebenarnya juga dapat dipergunakan sebagai penanda seberapa besar laju respirasi yang terjadi/bejalan. Tetapi karena antara keduanya tidak ada hubungan stoikiometrik maka perubahan suhu tidak dipergunakan sebagai penanda laju respirasi dalam produk hortikultura. Pengukuran kehilangan substrat, seperti yang terjadi adanya respirasi akan menyebabkan penurunan berat kering dari produk, tetapi ini mungkin sulit untuk dilakukan pengukuran karena adanya variasi dalam perubahan berat kering secara absolut; untuk itu diperlukan analisis kimia secara langsung. Ternyata laju respirasi dari produk hortikultura yang telah dipanen mempunyai pola yang berbeda-beda dan dari variasi pola laju respirasi ersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk laju respirasi yaitu kelompok yang mempunyai pola laju respirasi yang teratur, dan kelompok lain kebanyakan produk hortikultura yang berdaging memperlihatkan penyimpangan dari pola respirasi yang terdahulu. Pertanyaan 1. Mengapa benda hidup dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya ? 2. Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, Sebutkan! ? Daftar pustaka http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf http://badrussetiawan1.blogspot.co.id/2010/03/proses-proses-pasca-panen.html KEMUNDURAN PRODUK HORTIKULTURA SEGAR Kemunduran produk hortikultura terjadi setelah panen. Kemunduran adalah batasan yang digunakan untuk menggambarkan segala perubahan yang mengarah pada kehilangan mutu seiring adanya perubahan fisiologis, kerusakan mekanis, kehilangan air dan segala bentuk kerusakan lain dari produk tersebut. Setelah panen, produk berlanjut melakukan semua aktivitas hidupnya seperti sebelum dilakukan pemanenan. Dikatakan bahwa produk hortikultura pasca panen adalah hidup, dikarenakan statemen sederhana, padahal terkandung berbagai implikasi dengan aktivitas hidup cukup complicated dengan berbagai macam stress yang dialaminya. Produk segar mulai menuju proses kematian setelah dipisahkan dari tanaman induknya. Perhatian memperlambat para laju ahli terhadap kemunduran dan pascapanen hortikultura memaksimalkan masa adalah hidupnya. Kemunduran atau proses kematian ini tidaklah reversible. Akan tetapi dengan aplikasi yang tepat dari teknik pascapanen, proses kematian ini dapat diperlambat. 1. Faktor-Faktor Pemacu Kemunduran Produk pascapanen dihadapkan dalam enam bentuk stress utama yang memacu laju kemunduran yang mengakibatkan berkurangnya masa simpan. Pemacu kemunduran tersebut adalah :  hilangnya suplai air terhadap produk  tidak adanya tingkat sinar untuk aktivitas fotosintesis  penempatan pada regim suhu diluar normal suhu lingkungannya  adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan  meningkatnya kepekaan dari serangan mikroorganisme pembusuk mulai panen dan selama penanganan pascapanennya 2. Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Produk Pascapanen Ada enam [engaruh suhu langsung terhadap kemunduran yaitu :  Laju respirasi ditentukan oleh suhu produk  Laju kehilangan air dari produk pascapanen adalah secara langsung dipengaruhi oleh suhu lingkungan dimana produk tersebut ditempatkan  Suhu produk mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam jaringan meliputi pula sintesi gas etilen dan aktivitasnya, serta sensitivitasnya bila di ekspos dengan sumber etilen external  Suhu lebih rendah akan mengendalikan banyak mikroorganisme penyakit yang menyebabkan pembusukan  Suhu rendah akan menurunkan aktivitas insekta dan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat membunuh insekta tersebut  Suhu lingkungan dan suhu produk akan menentukan besarnya pertumbuhan dan perkembangan setelah panen. 3. Pengaruh Gas dan Lingkungan Terhadap Produk Pascapanen Ada empat jenis gas penting dalam periode pascapanen produk hortikultura. Gas-gas tersebut yaitu oksigen (O2), karbondioksida (CO2), etilen (C2H4) dan uap air (H2O). udara normal adalah terdiri dari 78% Nitrogen, 21% Oksigen, 0,03% Karbondioksida dan volatil-volatil lainnya (meliputi etilen) yang jumlahnya sekitar 1%. Pergerakan gas masuk-keluar produk adalah proses difusi sederhana. Sebagai contoh, uap air akan bergerak baik keluar dan kedalam produk sepanjang waktu. Kehilangan akan terjadi bila konsentrasi molekul uap air didalam produk adalah lebih besar dibandingkan dengan lingkungan udara sekitar. Umumnya produk mempunyai kondisi hampir jenuh (97% RH). Dengan demikian, bila udara lingkungannya mempunyai 97% RH, maka akan tidak terjadi kehilangan air, karena laju uap air menuju keluar akan sama dengan laju uap air masuk ke dalam. Akan tetapi, RHlingkungan luar umumnya jauh lebih kecil. Oleh karena itu, produk hortikultura umumnya mengalami kehilangan air dan besar-kecilnya adalah tergantung pada perbeedaan RH didalam dan diluar produk. Laju difusi gas dikendalikan oleh :  Perbedaan konsentrasi antara lingkungan dalam produk dan diluar produk  Lingkungan luar (seperti dalam kemasan atau ruangan pendingin). Semakin besar perbedaan konsentrasinya, maka semakin besar laju difusi gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.  Pergerakan udara akan mempengaruhi difusi keseluruhan gas yang berdekatan dengan permukaan produk. Tekanan udara mempengaruhi laju difusi. Dengan menurunnya tekanan udara, maka laju difusi meningkat. Kehilangan air akan lebih signifikan selama transportasi udara. Produk menghasilkan CO2 melalui proses respirasi yang berdifusi keluar, dan O2 yang digunakan dalam proses ini berdifusi kedalam jaringan tanaman. Etilen dapat berdifusi dalam dua arah. Jika buah klimakterik mengalami pemasakan dan memproduksi banyak gas etilen yang mana berdifusi keluar, memberikan respon negatif terhadap produk lainnya yang disimpan bersamaan dengan buah yang mengalami pemasakan tersebut. Dengan kata lain, proses pengendalian pemasakan seperti pada buah pisang, adalah berdasarkan perlakuan etilen yang di difusikan kedalam produk untuk memacu proses pemasakan. 4. Pengaruh Air dan Sinar/Cahaya Terhadap Produk Pascapanen Kehilangan air dapat berakibat terhadap kehilangan kualitatif dan kuantitatif dari produk. Laju kehilangan air tergantung pada ke alamiahan dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume produk serta kondisi lingkungan. Dalam kebanyakan system penanganan pascapanen, sinar mungkin ada tapi tidak selalu dalam intensitas yang cukup untuk melakukan aktifitas fotosintesis. Haal ini menunjukkan bahwa tidak ada karbohidrat yang diproduksi setelah menggunakan panen sumber dan aktifitas kabohidrat setelah cadangan. respsirasi Praktek justru penanganan pascapanen yang baik akan memperlambat penggunaan karbohidrat cadangan. 5. Pengaruh Pelukaan Terhadap Kerusakan Produk Pascapanen Seluruh produk hortikultura adalah sensitive terhadap berbagai pelukaan dan perusakan setelah panen. Besar kecilnya pelukaan akan bervariasi antara produk, kematangan dan kadar air, sistem penanganan, bentuk kemasan yang digunakan dan kondisi dari produk. Ada empat bentuk kerusakan utama, meliputi kerusakan mekanis, kerusakan patologis, kerusakan karena insek dan tikus dan kerusakan fisiologis.  Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis merupakan masalah signifikan dalam pemasaran prodduk hortikultura. Kerusakan mekanis menurunkan mutu dan daya jual produk melalui perubahan kenampakan visual, meningkatnya laju kemunduran dan kehilangan air serta meningkatnya kepekaan terhadap pembusukan. Ada tiga bentuk kerusakan mekanis, yaitu benturan (impact), tekanan (compression) dan getaran (vibration). Kerusakan karena benturan dapat terjadi karena produk dijatuhkan kepada produk lainnya atau pada permukaan keras. Kerusakan benturan sering terjadi oleh ketinggian jatuhan dalam pemanenan dan pengemasan, penanganan manual dan tanpa adanya atau tidak beroperasinya forklift dengan baik. Kerusakan karena tekanan disebabkan terlalu banyaknya produk dimasukkan kedalam suatu kemasan. Penumpukan kemasan terlalu tinggi dimana kemasan itu sendiri tidak mampu menopang berat diatasnya menyebabkan kerusakan mekanis umum produk hortikultura segar di Negara-negara sedang berkembang. Pada keadaan penumpukan ini, yang menopang berat diatasnya adalah produk yang terdapat didalam kemasan dibawahnya, bukan kemasannya. Kerusakan karena getaran umumnya adalah superficial (dibawah permukaan) dan menyebabkan abrasi pada permukaan produk. Bila sel-sel rusak, maka cairan sel bocor keluar dan kontak dengan udara dan O2. Hal ini menyebabkan warna coklat pada permukaan buah. Penggunaan nampan plastic atau gabus dengan lapisan tunggal dalam kemasan dapat mengurangi kerusakan karena getaran sepanjang nampan yang digunakan adalah dengan seleksi ukuran terbaik.  Kerusakan Patologis Kerusakan dan kehilangan karena pembusukan dari produk segar cukup tinggi. Kerusakan ini paling besar terutama berakibat terhadap penurunan mutu. Kebanyakan infeksi yang dilakukan oleh mikroorganisme patogenik adalah melalui jaringan yang rusak secara mekanis (luka atau kulit yang tertusuk).dengan demikian metode penanganan setelah panen akan sangat menentukan besar kecilnya perkembangan pembusukan pascapanen. Pembusukan pascapanen produk segar umumnya oleh jamur dan bacteria. Untuk buah-buahan, umumnya yang menyerang adalah jamur sedangkan sayur-sayuran adalah bacteria. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pH buah-buahan yang umumnya dibawah 4,5, yang mana dapat menghambat kebanyakan bacteria pembusuk.  Kerusakan karena Insekta dan Tikus Kerusakan karena insekta dan rodent atau tikus sangat mempengaruhi kenampakan produk. Karena kenampakan merupakan komponen utama mutu, maka penting untuk meminimalkan pengaruh aktivitas insek dan rodent tersebut. Dismaping karena kerusakan visual, maka kerusakan akan pula meningkatkn laju produksi endogenous etilen dan menyediakan entry point bagi mikroorganisme pembusuk, yang mana akan mempersingkat masa simpan dan meningkatkan laju kemunduran.  Kerusakan Fisiologis Penyebab dari kerusakan fisiologis adalah tidak baiknya pengelolaan suhu atau difisiensi nutrisi atau mineral selama pertumbuhan dan perkembangannya. Kepekaan produk terhadap kerusakan fisiologis tergantung pada :  Varietas  Kematangan produk saat panen  Cara berproduksi sebelum panen  Kondisi iklim selama pertumbuhannya  Ukuran produk  Praktik pemanenan Kerusakan karena suhu sering ditekankan bahwa pengelolaan suhu yang baik adalah cara yang paling baik dalam pengendalian laju kemunduran produk, sama pentingnya untuk diektahui bahwa pengelolaan suhu yang tidak baik dapat menyebabkan kerusakan serius. Ada tiga bentuk kerusakan karena suhu, meliputi (gambar 4.3) :  Kerusakan karena suhu tinggi  Kerusakan karena suhu chilling (Chilling Injury)  Kerusakan karena suhu beku (Freezing Injury) Pada suhu diatas 30ᵒC, aktivitas biokimia produk mungkin dipengaruhi secara nyata. Suhu diatas 40ᵒC enzim-enzim menjadi inactive. Kematian produk akan terjadi pada kebanyakan produk pada suhu yang mendekati 45ᵒC. Chilling injury disebaabkan oleh penempatan produk pada suhu rendah, bukan freezing, selama periode tertentu. Kerusakan ini adalah kumulatif, yang terjadi baik prapanen dan pascapanen. Produk yang kebanyakan peka terhadap kerusakan chilling ini adalah yang diproduksi di daerah tropika dan sub-tropika. Apokat, pisang, mentimun, terong, jeruk, mangga, manggis, salak, melon, capsicum, nanas, tomat dan papaya adalah beberapa contoh produk sensitive terhadap kerusakan chilling. Besar kecilnya kerusakan chilling iniditentukan oleh tiga faktor yaitu suhu, lamanya ekspos dan sensitivitas produk terhadap kerusakan chilling. Contohnya nanas mengalami kerusakan chilling dibawah suhu 25ᵒC dan tomat hijau pada suhu 12,5ᵒC. varietas yang berbeda untuk produk yang sama dapat memperlihatkan sensitivitas berbeda terhadap kerusakan chilling. Tanda-tanda kerusakan chilling dapat menyebabkan :  Peningkatan kerusakan oleh mikroorganisme  Diskolorasi internal dan eksternal  Lekukan permukaan yang kecil (pitting) karena kepekaannya terhadap kehilangan air  Kemasakan tidak beraturan atau gagal untuk masak  Off-flavor dan off-odor  Mengurangi nilai nutrisi Kerusakan karena suhu beku tergantung pada bahan terlarut pada cairan sel. Cairan produk yang mendekati seperti air, contohnya selada dan seladri batang, akan membeku sekitar – 0,5ᵒC, sedangkan buah yang matang penuh dan masak (dengan kandungan gula tinggi) dapat membeku dibawah suhu tersebut. Umumnya produk membeku antara 0 - 2ᵒC. Saat terjadinya pembekuan, air intraselular atau ekstraselular membeku dan mengembang atau bertambah volumenya yang merusak dinding sel. Saat Thawing produk menjadi terdesintegrasi dan menjadi seperti kantong air. Defisiensi Nutrisi Mineral sayur-sayuran juga mengalami kerusakan fisiologis yang sering berhubungan dengan defisiensi nutrisi mineral. Daftar pustaka Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery stocks. USDA Agric. Handbook No. 66. USDA Washington. Kader, A. A. 1985. Ethylene induced senescence and physiological disorders in harvested horticultural corps. HortSci. Feb. 20(1):54-7 Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. An AVI Book, NY. Kitinoja, L. 2001. Postharvest Handling of Fruits and Vegetables : Intended for Cold Storage. IARW India Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce Manual – Handling and Storage Practices for Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and Vegetable Association Ltd.: Fitzroy, Vic. Thompson, A. K. 1995. Postharvest Technology of Fruit and Vegetables. Blackwell Sci. Watada, A. E. 1986. Effect of ethylene on the quality of fruits and vegetables. Food Technol. May. 40(5):82-5. Wills, R. B. H.; McGlasson, B.; Graham, D. and Joyce, D. Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th ed. The University of New South Wales Press Ltd, Sydney, 1998; 262 pp. http://sarjokoceae.blogspot.co.id/2016/01/pasca-panenproduk-segarhortikultura.html Pertanyaan!! 1. Bagaimana proses terjadinya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan? 2. Jelaskan hubungan suhu dengan laju respirasi? PENYIAPAN PRODUK UNTUK PASAR Pasar merupakan suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli atas produk yang ditawarkan oleh penjual. Sebelum suatu produk ditawarkan dipasar produk tersebut mengalami beberapa proses. Proses-proses tersebut akan mengurangi kualitas produk apabila tidak dilakukan dengan baik. Awal mula suatu produk berasal dari produsen. Dalam hal ini produsen tersebut adalah petani yang membudidayakan produk tersebut. Mulai dari proses budidaya, panen sampai ke tangan konsumen produk mengalami berbagai perlakuan yang apabila tidak dlakukan dengan hati0hati akan menyebabkan penurunan mutu produk tersebut secara cepat. Maka dari itu diperlukan adanya penyiapan produk sebelum ditawarkan agar kesegaran produk tersebut bisa bertahan lebih lama dengan mutu yang baik. A. PENTINGNYA PENYIAPAN PRODUK Untuk membawa produk segar ke pasar dengan mutu yang baik membutuhkan perhatian yang detil mulai dari praktik budidaya di lapangan sampai siap konsumsi. Praktik-praktik budidaya yang tidak baik dapat mengurangi mutu produk pasca panen. Penanganan kasar yang dilakukan selama dan setelah panen juga mengakibatkan penurunan mutu produk. Dengan demikian, perlindungan menjadi sangat penting baik dalam produksinya maupun penanganan pasca panennya, untuk menghindari penyebab kemunduran mutu produk yang dapat terjadi selama pendistribusiannya. Tingkat teknologi penyiapan produk untuk pasar sering dipengaruhi oleh tingkat pasar yang dijadikan target, keterlibatan komponen-komponen pasar dan jarak pasar yang ditempuh. Tingkat susut produk hortikultura di negara-negara sedang bekembang relatif sangat tinggi yakni antara 30-50%. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya keterlibatan teknologi dalam penyiapan produk untuk pasar. Kurangnya pemahaman terhadap teknologi juga mengakibatkan belum mampu memberikan perlindungan terhadap produk secara optimal dari kerusakan fisik, fisiologis dan mikrobiokogis. Sedangkan untuk di negara-negara maju teknologi mulai dari panen, pasca panen, distribusi dan pemasaran telah dikembangkan cukup maju, sejalan dengan tuntutan konsumen yang menginginkan mutu produk yang lebih baik dengan masa simpan yang cukup panjang. Teknologi yang dimaksud disini tidak selalu berarti suatu cara, metode atau perlakuan yang canggih, tapi juga bisa diartikan sebagai suatu cara sederhana yang mampu memberikan perlindungan terhadap kerusakan-kerusakan atau memperlambat kemunduran dengan baik. B. RANCANGAN RUMAH PENGEMAS Rancangan tempat pengemas merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan operasional tempat pengemas. Investasi untuk bangsal pengemas memakan biaya yang cukup besar, oleh sebab itu operasionalnya haruslah menguntungkan. Hal ini berati rumah pengemas harus direncanakan dan dirancang dengan baik, beroperasi secara efisien, dijaga dan dipelihara dengan baik. Apabila dalam merancang rumah pengemas dicurahkan perhatian dengan baik dengan berbagai pertimbangan yang diambil maka akan didapat keuntungan yang meliputi ;  Penggunaan tenaga kerja yang efisien sehingga biaya pengemas akan minimum  Output lebih maksimal karena penggunaan peralatan secara efisien dan terpelihara.  Mebgurangi kehiruk-pikukan, memperbaiki kondisi kerja dan meminimalkan kecelakaan  Memungkinkan untuk penambahan fasilitas dikemudian hari dan memungkinkan operator untuk mengembangkan penggunaan teknologi terkini. PANEN TRANSIT DUMPING PRODUK MASUK PEMBERSIHAN PRODUK TERKEMAS KELUAR PENYIMPANAN SEMENTARA SORTASI AWAL PERLAKUAN PASCA PANEN PENEMPATAN DI ATAS PALLET PENGEMASAN GRADING Gambar 1. menunjukkan garis besar proses penyiapan produk yang umumnya dimulai dari panen sampai operasi di bangsal pengemasan. Dengan memperhatikan aliran proses prodek tersebut, akan lebih mudah dalam melakukan perencanaan investasi peralatan, tenaga kerja dan kemungkinan pengembangan di masa depan. C. DUMPING Ketika produk telah ditransfer ke rumah pengemas, produk tersebut harus dituang ke alur pengemasan yang diistilahkan dengan dumping. Ada dua cara yang biasa dilakukan dalam pendumpingan, yaitu dumping kering dan dumping basah. 1) Dumping Kering Komoditas yang biasany menggunakan cara ini adalah jeruk. Produk dalam wadah yang relatif agak besar dituang ke atas sabuk konveyor yang selanjutnya dipindahkan atau digerakkan ke bagian lainnya. Wadah atau bin sedikit diangkat dan dituang denagn hati-hati sehingga produk bergulir tanpa terjadi jatuhan. Wadah bisa ditutup dengan penutup khusus untuk mengurangi kerusakan karena getaran yang mampu mengendalikan aliran ke atas sabuk. Jika dirancang dengan baik, maka dumping kering akan memberikan aliran seragam dari produk dan tidak menyebabkan kerusakan tinggi. 2) Dumping Basah Cara ini lebih hati-hati dibandingkan dengan dumping kering. Ada dua cara dumping basah. Pertama, produk dimasukkan ke dalam tangki besar berisi air. Tangki ini dapat berada rata dengan lantai atau diatas lantai. Kedua, memasukkan wadah ke dalam tangki air dan produk akan mengambang. Cara ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika produk tidak mengambang maka dilakukan penambahan sodium sulfat ke dalam air untuk merubah berat jenis air, sehingga produk mengambang. Air dipompakan dan disirkulasikan yang menyebabkan pergerakan produk menuju konveyor dan jalr pengemasan. Hal yang perlu diperhatikan adalah sanitasi. Air bersih yang digunakan biasanya diklorinasi. Air untuk dumping basah biasanya akan cepat kotor, sehingga harus diganti secara periodik. D. SORTASI AWAL DAN PEMBERSIHAN Produk yang ukurannya kecil dan rusak harus dipisahkan. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sabuk berlubang atau pemutar batang silinder yang dipasang dengan jarak antar dua batang pemutar diatur sedemikian rupa sehingga produk yang ukurannya kecil akan jatuh ke bawah. Sortasi awal ini akan menghindarkan produk-produk yang kecil atau yang rusak ke dalam sistem pengemasan, sehingga menghemat biaya dalam perlakuan terhadap produk yang jelas tidak bisa dipasarkan. 1) Pembersihan Produk yang baru datang dari lapangan kotor dan berdebu atau mengandung kotoran lainnya seperti tanah, residu penyemprotan atau bahkan ada serangga yang melekat pada permukaan produk. Kotorankotoran tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum produk dipasarkan. a) Pembersihan Kering Produk dibersihkan dengan melewatkannya di atas jaring kawat atau screen di atas udara bergerak dengan kecepatan tinggi. Udara akan menghembuskan kotoran-kotoran ringan yang datang bersama produk dari lapangan. Beberapa produk juga dapat dibersihkan dengan melewatkannya di atas sikat-sikat berputar. b) Pencucian Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mencuci produk. Pertama, cara sederhana, yaitu menenggelamkan produk ke dalam air diikuti dengan pembersihan dengan air pembilas. Dengan sistem ini lapisan lilin di permukaan produk tidak akan rusak. Untuk meningkatkan daya pencucian dapat ditambakan deterjen dan sikat lembut atau spon untuk pembersihannya. Jika diperlukan daya pencucian yang lebih kuat dapat digunakan air yang bergerak atau teragitasi oleh pompa. Produk dicuci di dalam air yang teragitasi, selanjutnya dibilas dengan air bersih sebelum menuju ke proses berikutnya. Untuk produk yang tidak sensitif terhadap pelukaan dapat dilakukan pencucian dengan pencuci berputar. Cara ini mempunyai daya pencucian yang sangat kuat. Pencuci ini biasanya berupa drum berputar seperti yang digunakan untuk membersihkan wortel. Pada alat ini dapat ditambahkan sikat atau karet dengan tonjolan-tonjolan untuk memberikan aksi penyikatan pada produk. Jika tidak ada lagi perlakuan lebih lanjut setelah pencucian maka produk dikeringkan sebelum dilakukan grading. Pengeringan dapat dilakukan dengan melakukannya di terowongn pengering yang di dalamnya terdapat udara hangat yang tersirkulasi. E. GRADING DAN PENGEMASAN 1) Grading Grading adalah salah satu terminasi yang digunakan di dalam operasi pasca panen pada suatu industri. Grading merupakan proses pemisahan atau pengkelasan produk berdasarkan kebutuhan pasar. Grading untuk setiap jenis produk berbeda karena masing-masing produk mempunyai perbedaan karakteristik, praktik agronomisnya, serta kondisi iklim selama produksinya, keragaman antar produk (ukuran, bentuk, dsb.), dan keragaman dalam permintaan pasar yang berbeda. Grading tentunya memakan biaya. Oleh karena itu, yakinkan bahwa target pasar yang dituju dengan sistem grading yang diterapkan mampu memberikan nilai lebih terhadap produk yang akan dipasarkan. Yakinkan bahwa dengan sistem grading yang diterapkan maka produk akan memberikan nilai saing yang lebih tinggi. Jenis pasar berbeda akan memberikan apresiasi berbeda terhadap sistem grading yang diterapkan. 2) Pengemasan Setelah produk bersih dan digrading, maka produk harus ditempatkan dalam suatu kemasan untuk didistribusikan. Tujuan dari proses pengemasan adalah: a) Untuk lebih efektifnya produk dipindahkan baik ke arah vertical maupun lateral sehingga pergerakan produk secara individu dapat dihindarkan. b) Sebagai tempat produk dengan ukuran jumlah atau berat tertentu, sehingga tidak terlalu berat maupun tidak terlalu ringan. c) Untuk melindungi dan meminimalkan susut dalam penanganan dan pendistribusian produk. d) Memudahkan order oleh pasar dengan menempatkan produk pada satu unit ukuran. Pertanyaan 1. Apa saja keuntungan yang didapat apabila dalam perancangan rumah pengemas dilakukan dengan banyak pertimbangan ? 2. Jelaskan metode-metode dalam pencucian produk ! Daftar pustaka Utama, I Made S ; Antar, Nyoman S. 2013. Pasca Panen Tanaman Tropika : Buah dan Sayuran. Tropical Plant Curriculum Project Udayana University Kitinoja, Lisa ; A. Kader, Adel. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Post Harvest Technology. UC Davis DISTRIBUSI PRODUK PASCA PANEN A. Karakteristik sistem distribusi pasca panen Pasca panen adalah proses yang dilakukan saat pemanenan hasil pertanian sampai menghasilkan produk setengah jadi. Mutu hasil pertanian terkait dengan aspek sarana dan teknologi pasca panen ,masih banyak orang yang menggunakan sarana teknologi sederhana ( tradisional ) dikarenakan oleh adanya kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan kurangnya kesadaran bahwa produk pertanian harus dijadikan produk yang berkualitas karena produk pertanian merupakan sandang pangan tapi kebanyakan seorang petani yang kurang mengerti hanya membiarkan tanaman mereka ,seharusnya bagaimana petani bisa menjadikan produk pertanian tersebut menjadi unggul hingga saat panen nanti bisa mencapai titik kepuasaan atas hasil kerja kerasnya dan dapat dikelolah sendiri menjadi produk yang akan digemari oleh massyarakat sekitar karena dengan begitu petani akan merasa bangga memanen dan membuat produk juga memasarkan sendiri. Pada tahap pemanenan ,kondisi ketuaan dan cara panen adalah faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu produk yang bagus ,setelah dipanen dilakukan penanganan dilapangan seperti sortasi ,pengelolahan ,dan pengemasan. Sistem penanganan pasca panen bervariasi tergantung pada jenis produk ,tujuan penggunaan produk ,jenis teknologi yang tersedia ,dan daya terima konsumen. Dalam rangaka pengembangan produk hilir tanaman perkebunan yang berdaya saing ,serta berorientasi pasar berbasis sumber daya lokal ,maka pengembangan penanganan pasca panen harus dipandang sebagai satu bagian dari suatu sistem secara keseluruhan . Peningkatan mutu hasil produksi perkebunan belum mendapat perhatian yang serius dari petani ,terkadang petani hanya memanfaatkan cara-cara sederhana yang diperoleh secara turun temurun untuk menghasilkan suatu produk yang dipanen. Hal ini menyebabkan mutu produk yang dihasilkan rendah dan menyebabkan harga jualnya relatif murah. Mutu memiliki dua aspek yaitu : 1. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan ,membuat produk laku terjual ,serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. 2. Bebas dari kekurangan. Mutu yang tinggi menyebabkan dapat mengurangi tingkat kesalahan ,mengurangi pemborosan ,mengurangi ketidakpuasan pelanggan ,memperpendek waktu pengiriman produk ke pasar ,meningkatkan hasil dan kapasitas. Contohnya tanaman mangga. Peningkatan produksi komoditas pertanian yang besar termasuk komoditas mangga ,jika tanpa disertai dengan usaha penanganan pasca panen yang tepat akan menimbulkan masalah ,yaitu dapat meningkatkan kerusakan dan kehilangan pasca panen. B. Penegemasan produk hortikultura Pengemasan merupakan bagian dari kegiatan pasca panen sebelum dilakukan transportasi atau penyimpanan ,searah dengan otonomi daerah yang sedang bergulir ,pengembangan perekonomian didaerah tidak lagi sepenuhnya dapat menggantungkan diri pada pemerintah pusat ,pemerintah daerah mendapatkan kewenangan untuk mengembangkan perekonomian dengan mengelolah sumber daya didaerah sendiri. Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk mengembangkan perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis. Sistem agribisnis dapat diartikan semua aktifitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai dengan pemasaran produk yang dihasilkan oleh para petani dan saling terkait satu sama lain. Memasuki era perdagangan bebas dan desentralisasi ,pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan ,yaitu memenuhi kecukupan pangan ,peningkatan kesejahteraan petani ,serta penyediaan lapangan kerja. Harga suatu produk dari usaha agribinis ditentukan oleh penanganan hasil panen dan pasca panen . 1. Pengelolahan Teknologi pasca panen merupakan proses yang sangat panjang, mulai dari penentuan tingkat ketuaan ( degree of maturity ), tingkat kematangan ( degree of ripening ), pemanenan ( harvesting ), sortasi, pengkelasan ( grading ), penyimpanan ( precooling ), dan lain-lain.  Teknologi pengelolahan basah Teknologi pengelolahan basah adalah teknologi pengolahan bahan yang diolah dan hasilnya masih cenderung mengandung kadar air yang tinggi. Contoh pengawetan produk holtikultura menggunakan larutan gula ,asam ,maupun garam. Penerapan teknologi pengelolahan basah juga bertujuan mempertahankan warna aslinya. Prinsip dasar teknologi ini adalah pengawetan dengan penarikan kadar air dari suatu komoditas dengan menggunakan larutan gula yang konsentrasinya terus ditingkatkan.  Teknologi pengelolahan kering Teknologi pengelolahan kering adalah teknologi pengelolahan bahan dengan kadar air sangat rendah atau dalam keadaan kering melalui berbagai proses pengeringan ,seperti penjemuran ,penggunaan aliran udara panas ,dan pengeringan dalam ruang tertutup.contohnya seperti kripik pisang ,pepaya ,nangka ,dan lain sebagainya.  Teknologi proses minimal Teknologi proses minimal adalah teknologi pengelolahan atau pasca panen hasil pertanian yang dilaksanakan secara terbatas ,dimana produk atau bahan baku yang diproses belum mengalami disentegrasi jaringan karena proses fisiologisnya masih berlangsung. Proses pengelolahannya dilakukan secara minimal seperti pengupasan dan perendaman. Teknologi proses minimal ini menghasilkan produk yang sangat menjanjikan dalam memenuhi kebutuhan konsumen di era global seperti sekarang ,produk yang terolah minimal dikemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi. 2. Prospek dan peluang Menjadi sorang petani sebenarnya gampang-gampang susah kenapa begitu kebanyakan petani yang belum berpengalaman akan mendapatkan kerugian karena produk pertanian itu gampang rusak jika tidak segera mencari pemasaran produk maka usahanya kebanyakan bangkrut karena hasil yang sudah dipanen belum dipasarkan maka akan mengalami kebusukan dan tidakbisa dipasarkan lagi. Tanaman holtikultura mudah terkena penyakit tergantung bagaimana cara petani menangani dan mengembangkan tanamannya agar menjadi tanaman yang tidak mudah terkena penyakit saat dipanen hasilnya juga memuaskan dan menjadi produk yang disukai masyrakat agar mudah untuk memasarkannya. Contohnya tanaman mangga ,mangga merupakan tanaman buah yang sangat umum dan populer dikalangan masyarakat daerah ,skala konsumsi dipekarangan rumah sampai skala kebun yang luas bertujuan komersil. Tanaman mangga adalah salah satu tanaman yang berkembang pesat dijawa timur khususnya didaerah pasuruan apalagi yang dataran tinggi dan dingin tapi karena banyaknya tanaman mangga tersebut mungkin masyarakat sudah cukup bosan apalagi jika hanya dimakan sedemikan rupa tanpa dijadikan produk olahan, saat tanaman mangga masih berkulit hijau dan belum matang masih banyak yang menyukainya apalagi kalangan perempuan tapi ketika sudah matang mangga tersebut sampai busuk-busuk tidak ada yang memperdulikannya terkadang pemasaran mangga juga terhambat, maka dari itu petani mangga harus terlebih dahulu mencari orang untuk siap membeli buah mangganya nanti ketika sudah dipanen bukan mencari tempat pemasaran setelah mangga akan panen beberapa hari, karena itu akan terlalu sulit untuk mendapatkannya apalagi banyak pesaing petani buah mangga lainnya, kalau menurut kami hasil dari pemanenan buah mangga tersebut agak terlalu minim dibandingan dengan buah lainnya, saat penanaman buah mangga memang mudah tapi saat memanennya butuh berbagai peralatan dan karyawan, jika petani memperkerjakan karyawan belum menggajinya belum membuat peti dan lain-lain dan penghasilannya pun juga tidak seberapa. Tetapi jika mangga tersebut dibuat oleh petani mangga itu sendiri menjadi produk ang menarik maka akan banyak masyarakat yang menukainya. Masyarakat lebih cenderung menyukai produk yang siap saji, produk siap saji telah membuka peluang teknologi proses minimal yang makin luas ,kerena menghilangkan bagian yang tidak dimakan dan memperkecil ukuran sehingga penyajiannya lebih cepat. Keunggulan dari teknologi proses minimal produk lebih menarik penampilannya dan terhindar dari kontaminan karena itu maka masyarakat banyak menyukainya, sedangkan kesegaran produk dapat dipertahankan karena jenis pengemasan sesuai dengan udara sehingga respirasi dan metabolisme terhambat. Contoh pada buah mangga pengemasan harus mampu melindungi mangga dari kerusakan yang terjadi selama distribusi dan pemasaran. Fungsi lain pengemasan adalah mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan dalam waktu yang lama. C. Transportasi dan penyimpanan produk holtikultura 1. Penyimpanan Contoh penyimpanan buah mangga dilakukan dalam suhu dingin. Penyimpanan dingin buah klimaterik selain mengakibatkan tertundanya kematangan buah juga berpengaruh pada respon jaringan terhadap etilen. Hal ini berarti ,buah memerlukan waktu kontak lebih lama dengan dosis etilen tertentu untuk mengawali kematangan pada suhu rendah. Penyimpanan dingin bertujuan untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen dalam jangka waktu yang lama. Buah yang diberi perlakuan ( kontrol ) ,memiliki sifat fisik kimia yang lebih bagus serta memiliki kesegaran dan ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit. Pada buah yang mendapat perlakuan serangan penyakit pasca panen baru muncul pada hari ke-6 ,selain itu tekstur buah juga sudah lunak. Buah yang tidak diberi perlakuan ( kontrol ) pada hari ke 2 sudah mulai terserang penyakit. 2. Transportasi ( pengangkutan ) Pada buah mangga untuk tujuan ekspor maupun domestik harus menggunakan mobil yang dilengkapi ruang pendingin ,hal ini untuk menjaga rantai dingin selama transportasi. rantai dingin diperlukan untuk membatasi pembusukan pada buah mangga tanpa menyebabkan terjadinya kematangan atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu samapi ketangan konsumen agar konsumen mersa puas dengan produk buah mangga tersebut dan tidak merasa kecewa jadi selanjutnya jika terjadi musim panen lagi makan konsumen akan membelinya. Dan suhu yang tepat untuk pengangkutan mangga adalah 100C. Pertanyaan 1.Mengapa petani masih menggunakan teknologi yang sederhana padahal zaman sudah modern bukankah jika menggunakan teknologi maka hasil panennya akan lebih bagus ? 2.Bagaimana cara anda memasarkan produk yang anda buat dengan persaingan era globalisasi ini ? Daftar Pustaka Soetiarso, T.A.,M. Ameriana, Z, Abidin,dan L. Prabaningrum. 1999. Analisis Anggaran Parsial penggunaan varietas dan mulsa pada tanaman cabai. J.Hort.9(2):164-171. Prusky, Dov et al., 1999. Effect of hot water brushing, prochloraz treatment and waxing on the incindence of black spot decay caused by altemaria altemata in mango fruits. Posstharvest technology and biology 15:165-174 Anonim, 1994, hasil penelitian hortikultura pelita. Puslitbanghort.jakarta. PEMASARAN PRODUK SEGAR Tanaman hortikultura seperti buah dan sayur merupakan bagian dari makanan manusia mulai sejak sejarah manusia itu sendiri. Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak peneletian-penelitian mengenai kandugan dan manfaat dari buah dan sayur salah satunya yaitu ditenemukannya vitamin c pada jambu yang lebih tinggi daripada vitamin c pada jeruk, selain itu ditemukannya protein nabati terbesar terdapat pada daun kelor dan banyak lagi kandungan dan manfaat pada buah dan sayur yang lainnya. Mengingat banyaknya pengetahuan tentang kandungan dan manfaat buah dan sayuran tersebut banyak animo masyarakat yang memutuskan unutuk hidup sehat dengan rutin mengkonsumsi buah dan sayur bahkan masyarakat cenderung vegetarian sehingga banyak sekali permintaan akan buah dan sayur di pasaran dan itu menjadi tantangan bagi petani untuk lebih meningkatkan kualitas produk horti dan mampu menyediakan produk horti secara terus menerus. Selain kandungan dan manfaat produk buah dan sayuran, kesegaran produk juga menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi konsumen untuk membeli dan mengkonsumsinya, karena produk buah dan sayur yang segar akan berbeda dengan buah dan sayur yang sudah lama dan layu, dalam perbedaan tersebut tampak jelas pada segi bentuk, rasa, dan tekstur selain itu juga produk horti yang segar kandungan nutrisinya lebih lengkap daripada dengan prduk horti yang sudah layu jadi tidak heran jika produk yang segar lebih mahal dariada produk yang sudah lama/tidak segar. A. Karakteristik Pasar Setiap produk hortikultura setelah dipanen akan selalu mengalami penyusutan baik dalam segi bentuk, rasa, warna dan aroma yang mana hal tersebut menjadi kendala bagi petani maupun distributor dalam memasarkan produk tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut petani harus mengetahui karakteristik produk hortikultura yang akan dipasarkan, sehingga dengan mengetahui karakter produk tersebut petani dan distributor akan mengetahui langkah awal dalam proses pemasaran produk holtikultura yang tepat. Ada beberapa karakteristik pasar yaitu; 1. Keringkihan produk Setiap produk hortikultra yang segar pasti akan selalu mengalami penyusutan setelah dilakukan proses pemanenan. Dan kecepatan dari penyusutan tersebut tergantung pada varietas produk, kematangan produk, kondisi pertumbuhan, dan keringkihan alami dari suatu produk tersebut 2. Curah Setiap tanaman hortikultura seperti bunga, buah, dan sayur memiliki kapasitas angkut yang berbeda dan juga volume minimal dan maksimal dalam pengemasan dan pengangkutan. Hal tersebut jadi pertimbangan untuk melindungi produk dari kerusakan dalam proses pendistribusian. 3. Jarak Dalam produk hortikultura jarak juga sebagai bahan pertimbangan baik dalam pengemasan maupun dalam pemanenan suatu produk karena jarak yang terlalu jauh antara perkebunan tempat produksi dengan tempat pasar penjualan produk akan rusak di perjalanan. Misal pada produk buah mangga, jika jarak pengiriman pasar dekat maka langkah pendistribusiannya buah tersebut setelah matang atau setengah matang dan jika pendistribusiannya memakan waktu yang relatif lama dan jarak yang jauh maka langkah yang diambil yaitu proses pengemasannya dengan produk mangga yang masih mentah, hal demikian dilakukan untuk menghidari kerusakan buah pada waktu pendistribusian. 4. Tidak dapat mensupply secara terus menerus Produk hortikultura sangat bergantung pada musim, musim jadi kendala bagi petani untuk menentukan produk yang akan dihasilkan, karena dengan perubahan musim yang tidak menentu seperti musim hujan dan musim panas maka akan berpengaruh terhadap produk yang akan dihasilkan seperti hasil yang diperoleh, waktu kematangan produk, mutu produk, dan masa hidup pasca panen. 5. Keragaman Produk hortikurtura memiliki keragaman mutu, hal tersebut terjadi karena tidak menentunya iklim, selain tidak menentunya iklim yaitu perbedaan tekstur tanah dan perbedaan teknis budidaya di setiap wilayah. Adapun perbedaan fisik pada produk hortikultura yaitu berupa ukuran, tekstur, bentuk, dan warna. 6. Produksi yang tidak terkoordinasi Dalam dunia pertanian, peternakan, dan perikan tidak satupun orang yang dapat menentukan tarjet produksi. Karena dalam setiap minggu, bulan, dan tahun akan mengalami kebutuhan produk yang berbeda-beda, supply yang berbeda dan juga pastinya harga juga berbeda. Demikian disebabkan oleh geografi yang berbeda-beda pada setiap wilayah sehingga terjadi ketersediaan produk yang tidak tetap dan juga berpengaruh terhadap harga jual produk. B. Menentukan Strategi Pasar Dalam menentukan strategi pemasaran seorang petani harus menguasai kondisi konsumen dan lingkungan di suatu wilayah pemasaran tersebut baik dari segi budaya, usia, tingkat perekonomian dan agama. Untuk menentukan permintaan konsumen seorang petani harus mengetahui mutu dan kualiatas produk seperti apa yang dibutuhkan oleh konsumen tersebut, demikian berkaitan dengan beberapa aspek sebagai berikut; 1. Aspek waktu Yaitu petani harus mengetahui waktu pemasaran yang tepat dan juga mampu menjual produk yang sesuai dengan kondisi lingkungan saat ini, baik bersingungan dengan budaya,agama, dan adat istiadat. Missal pada kondisi hari raya lebaran kebutuhan bunga meningkat karena pada saat kondisi tersebut banyak umat muslim ang berziarah ke kuburan. 2. Aspek tempat Tempat juga sebagai penentu harga dalam strategi pemasaran, di dalam setiap daerah memiliki tingkat kebutuhan produk hortikultura yang berbeda-beda dan juga menghasilkan harga produk yang berbeda pula, misalnya yaitu harga sayur di wilayah pesisir lebih mahal daripada di wilayah pegunungan dan juga sebalknya harga ikan laut lebih mahal di wilayah pegunungan daripada di wilayah pesisir. 3. Aspek bentuk Sebagian konsumen fisik produk merupakan menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk membeli produk tersebut. Berikut merupakan fisik produk yang jadi pertimbangan oleh konsumen yaitu; ukuran, bentuk, kematangan, dan warna. 4. Informasi pasar yang terbaru Seorang petani harus mencari dan mengetahui informasi terkini dan trend di pasaran yang berkaitan dengan produk hortikultura baik dalam segi teknis aupun manfaat dari produk yang dihasilkan. 5. Promosi Promosi merupakan kegiatan mengenalkan suatu produk kepada konsumen. Dalam kegiatan tersebut seorang petani harus mampu mengenalkan produknya dengan menekankan kualitas dan kuantitas sehingga petani tersebut mampu bersaing dengan produk horti yang lainnya. C. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran yaitu kegiatan mendistribusikan produk hortikultura mulai dari tahap proses pemanenan, persiapan untuk pasar, dan sampai konsumen akhir. 1. Proses pemanenan Langkah awal dalam proses pemasaran yaitu masuk pada tahap pemanenan, dalam proses pemanenan seorang petani harus mampu mempertimbangkan perlakuan apa yang harus dilakukan dalam proses pemanenan, serta harus mengetahui langkah selanjutnya yang akan dilakukan setelah masuk proses pemanenan, juga mengetahui target psar. Dalam proses pemanenan hendaknya dilakukan secepat mungkin dengan kematangan yang pas dan menekan resiko terjadi keruskan produk dengan biaya yang murah. 2. Persiapan untuk pasar a. Sortasi Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara buah yang bagus dengan yang rusak dan buah yang ukurannya kecil dengan ukuran buah yang lebih besar sehingga akan lebih hemat biaya dan waktu dan selain itu ukuran yang lebih besar dapat dijual dalam bentuk produk unggulan. b. Grading Grading yaitu proses pengklasifikasian ukuran dan bentuk yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengemasan dan juga menyesuaikan kebutuhan konsumen yang sesuai dengan ukurannya selain itu juga sebagai keuntungan lebih bagi petani karena jika pengklasifikasian ukuran dan bentuk juga tentunya pengklasifikasian harga juga otomatis mengikuti. c. Pengemasan Setelah melakukan sortasi dan grading selanjutnya masuk pada proses pengemasan, dan tujuan dari proses pengemasan yaitu:  Untuk menghindari dari kerusakan dan penyusutan pada produk  Memudahkan dalam proses pengiriman barang  Sebagai tempat tolak ukur minimal dan maksimal berat produk dalam pengiriman barang  Untuk memudahkan dalam proses pemindahan produk karena barang tersebut jadi satu.  Memperpanjang masa simpan  Dan mempertahankan mutu. d. Penyimpanan Pada saat penyimpana produk hortikultura, tempat penyimpanan harus mampu mengurangi kerusakan lebih cepat pada produk dan lebih tahan lama Adapun bahan pertimbangan dari penyimpanan produk tersebut yaitu:  Mutu awal harus baik  Menjaga suhu penyimpanan  Kelembaban pada ruang penyimpanan  Sirkulasi udara ang baik  Kepekaan produk D. Pemasaran Retail Pemasaran retail merupakan kegiatan pemasaran dengan menjual produk segar hortikultura langsung dari produsen atau petani ke konsumen akhir. Namun kendala dari petani dalam pemasaran ratail tersebut adalah penetapan harga jual yang semakin merosot jika produk segar tidak langsung habis terjual, karena selain menurunnya kualitas produk yang sudah tidak segar lagi bahkan jika di simpan lama cenderung rusak atau busuk yang disebabkan olah petani tidak memiliki tempat atau gudang penyimpanan yang layak bagi produk segar seperti salah satu contoh ruang pendingin. Question: 1. Apa pengaruh jika produk horti seperti buah dan sayur yang tidak segar di jual ke pasaran? 2. Langkah apa yang harus dilakukan petani jika produk yang dihasilka berupa produk yang mudah layu/tidak segar? Daftar Pustaka Keeling, Thilmani and Bond. 2006. Direct Marketing of Fresh Produce: Understanding Consumer Purchasing Decisions. http://BondJenniferKeeling.DawnThilmany.CraigABond marketing-of-fresh "Direct- produce:understanding-consumer-purchasing- decisions. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Prakoso. 2013. Jenis-jenis Karakteristik Pasar. http://triadiprakoso.blogspot.com/2015/06/karakteristik-karakteristikpasar.html. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Utama, Permana. Panen. 2002. Hortikultura Teknologi Pasca http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp- content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Wijayanti, Khusain, dkk. 2014. Dasar-dasar Agronomi Pasca Panen dan Pemasaran Hasil. http://learnmcr.blogspot.com/2014/01/pasca-panen-danpemasaran.html. Diakses tanggal 29 Mei 2016. RESPON BIOLOGIS KOMODITAS PERTANIAN TERHADAP PROSES PEMANENAN A. Peranan Etilen Dalam Pematangan Buah Etilen merupakan hormon tumbuhan yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethene. Senyawa etilen pada tumbuhan ditentukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etien tidak berwarna dan mudah menguap. Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi. Apabila konsentrasi etilen sangat tinggi dibanding hormon auksin dan giberlin, etilen dapat menghammbat proses pembentukan batang, akar, dan bunga. Namun etilen juga dapat merangsang pembentukan bunga bila bersama – sama dengan hormon auskin. Etilen serinng dimanfaatkan oleh para distributor dan importir buah. Buah dikemas dalam bentuk belum masak saat diangkut pedagang buah. setelah sampai untk diperdagangkan, buah tersebut diberikan etilen (diperam) sehingga cepat masak. Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil pada buah muda, sehingga buah hanya memilki xantofil dan karoten. Dengan demikian, warna buah menjadi jingga atau merah. Pada aplikasi lain, etilan digunakan sebaagai obat bius (anestesi). Fungsi lain dari etilen secara khusus adalah mengakhiri masaa dormansi, merangsang pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar adventif, merangsang absis buah dan daun, merangsang induksi bungan bromiliad, induksi sel kelamin betina pada bunga, merrangsang pemekaran bunga, dan lain – lain. Etilen adalah senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu tertentu. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan penting dalam proses pertumbuhan tanaman dan pematangan hasil – hasil pertanian. Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan. Dewasa ini dilakukan peneltian yang berfokus pada efek pematangan buah, ACC sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga. Di Amerika Serikat, yaitu pada sekitar tahun 1900, petani jeruk mempunyai kebiasaan memanen buah jeruk disaat kulitnya masih berwarna hijau. Jeruk tersebut kemudian dikumpulakn dalam suatu ruangan tertutup dan diterangi dipanaskan dengan mengunakan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah beberapa waktu dalam ruang atau atau gudang tersebut ternyata buah jeruk yang hijau itu berubah menjadi kuning. Akan tetapi bila minyak tanah diganti dengan listrik, jeruk yang berwarna hijau tersebut tidak akan berubah warnanya. Kemudian setelah dilakukan penelitian, diketaui bahwa diantara beberapa gas hasil pembakaran minyak tanah terdapat suatu gas yang dikenal sebagai gas etilen. Etilen adalah gas yangg dapat digolongkan sebagai hormon tanaman yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1956 diketahui bahwa etilen tidak hanya berperan dalam proses pematangan saja, tetapi juga berperan dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Secara tidak disadari, pengunaan etilen dalam proses pematangan sudah lama dilakukan jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dlam proses pematangan. Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan orang dengan prosess pengasapan dengan memanfaatkan asap yang dihasilkan oleh pembakaran daun – daun kering atau setengah kering dan kemungkinan besar dengan cara tersebut dapat menghasilkan etilen. Di Indonesia, tidak hanya menggunakan asap yang dihasilkan dari pembakaran daun – daun kering saja, namun banyak petani yang menggunakan karbit (CaC2). Karbit yang dicampur dengan air akan menghasilkan gas asetilen (C2H2), yaitu senyawa yang hampir sama dengan etilen. Gas etilen inilah yang dapat membuat proses pengeraman pisang menjadi cepat. Peran etilen dalam pematangan buah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu 1) sebagai hormon pematangan. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa etilen adalah sebuah hormon yang sangat penting dalam pematangan buah. 2) pengaruh etilen pada bagian tanaman. Etilen selain berperan penting dalam pematangan buah juga mempunyai pengaruh yang tidak dapat diabaikan dalam sistem bagian tanaman lainnya. pada sistem cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengerutan, menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat daun menjadi kuning dan menyebabkan kelayuan. Pada sistem umbi, etilen dpat mempengaruhi pertumbuhan tunas, yaitu mempercepat umbinnya tunas, sedangkan pada sistem bunga, etilen dapat mempercepat pemekaran kuncup, misalnya pada bunga mawar. Akan tetapi kuncup yang telah mekar cepat manjadi layu. Pada bunga anggrek, etilen menyebabkan warna bunga menjadi pucat, sedangkan pada bunga anyelir, dapat menyebabkan keanekaragaman bunga. Hubungan antara etilen dan pematangan buah dianggap penting sekali didalam menentukan hipotesa pematangan itu sendiri. Dari semua hipotesa – hipotesa yang diajukan ada dua buah yang dianggap baik. Menurut hipotesa pertama, pematangan diartikan sebagai manifestasi dari “senescene” dimana organisasi antara sel menjadi rusak. Kerusakan ini merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa oleh campuran enzim – enziim dan subtrat. Terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin dan tannin. Enzim – enzim ini akan mensitesa bahan – bahan sepeti etilen, pigmen, flavor, energi dan mungkin polipeptida. Menurut hipotesa yang beda, pematangan atau “senescene” adalah suatu fase terakhir dari proses penguraian dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk mensitesa enzim – enzim yang spesifik. Dalam kenyataannya, kedua hipotesa diatas digunakan bersama – sama. Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat distimulasikan oleh kerusakan – kerusakan mekanis dan infeksi. Karena itu, adanya kerusakan mekanis pada buah dapat mempercepat pematangan. Penggunaan sinar – sinar radioaktif dapat menstimulasikan pembuatan etilen. Pada buah “peach” yang disinari dengan sinar sebesar 600 krad, ternyata dapat mempercepat pembentukan etilen, apabila diberikan pada saat klimakterik. Sebab bila diberikan pada saat praklimaterik, penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen. Proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. B. Perubahan Komposisi Bahan Selama Pematangan Setiap buah dan sayur mempunyai komposis yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara panen, tingkat kematangan waktu panen, kondisi selama pemeraman dan kondisi penyimpanan. Selama pemasakan buah akan terjadi perubahan fisiko-kimia buah, yakni perubahan warna, komposisi dinding sel, zat pati, vitamin C dan asam – asam organik. Perubahan setelah proses anabolisme selesai merupakan perubahan kearah pematangan, sehingga buah menjadi siap konsumsi. Saat masak buah menjadi lebih lunak, warnanya kuning atau merah cerah dan daging buahnya berasa manis. Pada sayuran, umumnya perubahan yang terjadi merupakan akibat dari penurunan kualitas. Hampir semua jenis sayuran memiliki pola respirasi nonklimaterik. Setelah panen, sayuran segar melanjutkan proses transpirasi dan respirasi serta mengalami proses perubahan warna, flavour, tekstur dan kualitas gizi. Tingkat reespirasi menjadi tolak ukur daya simpan sayuran. Sayuran yang terdiri dari jaringan tanaman muda (daun, kecambah, batang muda, bunga) memiliki laju respirasi yang sangat tinggi dan segera mengalami perubahan setelah panen. Proses transpirasipada sayuran juga menyebabkan kelayuan dann menurunkan nilai ekonomi sayuran. Pada sayuran umbi penurunan kualitas berjalan lebih lambat dibandingkan saturan daun karena laju transpirasi dan resperasinya lebih lambat. 1. Perubahan Fisiko Kimia Buah dan Sayur − Perubahan Warna Perubahan warna pada buah – buahan merupakan kriteria utama bagi konsumen untuk menentukan apakah buah telah masak atau masih mentah. Warna pada buah disebabkan oleh adanya pigmen yang pada umumnya dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil, anthosianin, flavonoid dan karotenoid. Pembentukan pigmen pada buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya dan kandungan karbohidrat. Penyimpanan tomat hijau pada suhu rendah akan mengakibatkan bertahannya warna hijau pada kulit buahnya. Tomat hijau yang disimpan pada kisaran suhu 10-29٥ C warnanya akan berangsur berubah manjadi merah atau jingga. Cahaya akan memacu pembentukan pigmen pada buah – buahan, sedangkan karbohidrat sangat diperlukan sebab merupakan bahan baku bagi sintesa pigmen. − Perubahan Kandungan Protein Selama pematangan terjadi kenaikan kandungan protein pada buah – buahan yang diikuti oleh peningkatan aktivitas respirasinya. Pada buah apel matang, kandungan protein bisa mencapai 0,1% yang sebagian besar terletak pada kulit buah. namun selama penyimpanan akan terjadi degradasi protein menjadi amida, asam amino atau amoniak. − Perubahan Tekstur Tekstur buah dan sayuran terutama kepada tekanan tugor, ukuran dan bentuk sel, kriteria sel – sel, adanya jaringan penunjang dan susunan jaringan. Tekanan turgor disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan dipengaruhi oleh konsentrasi zat – zat osmotik akttif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Selama proses pematangan buah terjadi perubahan komposisi sel yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga kekerasan buah menuru. Selama proses pemasakan, lebih dari 40% pektin tidak larut yang ada pada dinding sel diubah menjadi pektin yang larut dalam air oleh enzim poli esterase dan poli galakturonase. Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah selama proses pematangan. − Perubahan Karbohidrat Selama proses pematangan terjadi proses perombakan pati yang banyak terkandung pada buah mentah (terutama buah kliamkteri) menjadi gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Hemiselulosa menurun dari 9% pada buah mentah menjadi 1-2% saja setelah matang. Gula – gula yang terbentuk tersebut menyebabkan buah yang telah matang berasa manis dan segar. Pada buah pisang, kandungan pati saat panen mencapai 20-30%. Setelah 4-8 hari penyimpanan pada suhu kamar, penyimpanan kandungan patinya akan habis. Pada buah – buahan yang mengandung pati rendah (apel, jeruk, arbei) hanya memiliki kandungan pati sangat sedikit setelah panen dan oleh karenanya kandungan pati sangat sedikit setelah panen dan oleh karenanya kandungan patinya akan segera habis setelah dipanen. − Perubahan Vitamin C dan Asam Organik Lainnya Buah – buahan kaya akan vitamin, terutama vitamin C pada umumnya meningkat, namun akan menurun kembali jika buah terlampau masak. Total asam pada buah mencapai maksimun pada saat perkembangan dan akan menurun selama proses pemasakan. Kandungan asam pada buah – buahan berupa asam malat, asam sitrat, asam tartarat, asam oksalat akan menurun antara 10 – 40 kali selama pemasakan. Asam organik tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk aktivitas metabolisme. Pertanyaan? Karbit bila dicampur dengan air akan menghasilkan gas esetilen, yaitu senyawa yang hampir mirip dengan etilen. Jika kita memetik buah pisang dalam keadaan mentah lalu utnuk mempercepat mematangkan buah pisang tersebut digunakan senyawa karbit. 1. Bagaimana komentar anda dengan kasus tersebut? 2. Menurut anda apa itu baik atau tidak, dan apa solusi yang dapat ditawarkan? PASCA PANEN DAN PEMANFAATAN BUAH TOMAT Pengertian Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus, yang berarti tanaman kebun dan cultura/colere, berarti budidaya, sehingga dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Istilah hortikultura digunakan pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode budidaya pertanian modern. Tomat merupakan komoditi yang memiliki masa simpan / pasca panen yang pendek, akibatnya apabila produksi tomat di suatu daerah melimpah atau terjadi panen raya maka dapat diperkirakan bahwa akan banyak buah tomat yang terbuang karena tidak terserap oleh pasar dan harjga jualnya akan sangat rendah. Bahkan di daerah sentra kita akan melihat hamparan tomat yang terbuang di pinggir jalan dan buah tomat yang dibiarkan busuk. Jika hal ini terus terjadi tentulah akan sangat merugikan bagi petani. Untuk itu perlu diupayakan agar tomat ini dapat memiliki masa simpan yang lebih lama dan nilai jual yang lebih tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan masa simpan dan nilai jual yang lebih tinggi dapat diusahakan dengan cara pengolahan pasca panen tomat. Tomat dapat diolah menjadi beberapa produk makanan seperti : Juice tomat, saus tomat, selai tomat. A. Fisologi Lepas Panen Mutu buah dan sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan setidaknya dapat dilakukan proses pencegahan suatu komodoti mengalami kerusakan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Pada umumnya sebagian komoditi yang belum masak, bila di panen akan menghasilkan mutu yang jelek dan pematangan yang salah. Dalam beberapa hal, jika hasil harus dikirim ke pasar atau disimpan untuk menunggu harga yang lebih baik, pemanenan harus dilakukan dalam keadaan sudah tua tetapi belum masak. Pemanenan tomat bergantung pada tujuan penanaman dan waktu pengiriman. Biasanya dibedakan tiga tingkat kemasakan:  Hijau Masak  Merah Jambu  Dalam keadaan pecah warna  Matang Merah Buah tomat buah dikatakan mencapai hijau masak apabila warna gading mulai tampak pada ujung buah, buah tomat diiris melintang daging buah disekitar biji bersifat seperti agar-agar dan bijinya menyamping pada pengirisan(Morieson,1962). Biasanya pemanenan pada tingkat ini apabila buah akan dikirim ketempat yang jauh. Tingkat Warna pada buah telah umum digunakan sebagai petunjuk kemasakan dan kematangan buah tomat . Cara lain untuk menentukan kemasakan buah tomat adalah dengan teknis tembus (Worthington dan yeatman,1969), Intensitas warna, Panjang gelombang, dan kecerahan diprhatikan. B. Pemanenan Pemanenan dan penangan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan mutu komoditi. Pemanenan yang salah dan penanganan yang kasar di lahan dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Luka-luka pada buah dalam beberapa hari akan Nampak dan menjadikan buah tidak menarik. Pemanenan sayur-sayuran berbeda dengan pemanenan buah-buahan. Sayursayuran yang berupa daun dan buah biasanya dipanen dengan menggunakan tangan untuk menghindari banyaknya hasil yang rusak. Pemanenan secara mekanik biasanya dilakukan di perkebunan komersial yang luas. Pemanenan tomat meliputi:  Pemetikan Buah dipetik dari tanaman dengan setengah putaran atau pemuntiran. Bila sudah masak buah akan mudah di petik.  C. Pemanenan dapat dilakukan pada seminggu sekali Pemanfatan Sifat-sifat yang dikehendaki dari komoditi panen tergantung oleh tujuan penggunaannya. Oleh sebab itu penjualan buah-buahan da sayuran tertuju pada penggunaan dalam keadaan segar, maka agar suatu komoditi diterima dikalangan konsumen di tentukan oleh ukuran daya tarik, dan mutu organoleptiknya. Buah tomat dikalengkan dalam keadaan utuh atau berupa barang jadi, seperti bubur, pasta, atau sari buah. Produk-produk seperti kuah dan saus juga dihasilkan dari buah tomat D. Pengemasan Cara dan suhu pengemasan sangat berpengaruh terhadap warna dan kekerasan buah tomat. Pemasakan buah tomat berkorelasi tinggi dengan warna pemasakannya. Perlu dicatat bahwa pengemasan ini tidak dapat memperbaiki mutu. Oleh karena itu, produk dengan kualitas yang paling baik yang dikemas. Ikut sertanya produk yang busuk atau rusak dalam kemasan dapat mengkontaminasi produk yang masih sehat. Pengemasan juga bukan pengganti penyimpanan oleh karena itu penjagaan mutu yang paling baik adalah dengan mengkombinasikan pengemasan dengan penyimpanan yang baik. Secara garis besar, tujuan pengemasan adalah sebagai berikut (BPPHP, 2002): 1. Menghambat penurunan bobot berat akibat transpirasi. 2. Meningkatkan citra produk. 3. Menghindari atau mengurangi kerusakan pada waktu pengangkutan. 4. Sebagai alat promosi. Pengemasan yang baik harus dapat melindungi barang segar dari pengaruh lingkungan dan mencegah dari cacat fisik. Pengemasan harus memberikan keuntungan dari segi kesehatan sehingga kebersihan tiap wadah haruslah diperhatikan. Setiap wadah yang tertutup dapat ikut membantu menghindarkan barang dari debu atau pasir selama pengangkutan sehingga produk yang telah dicuci akan tetap bersih sampai ke tangan konsumen. Pengemasan juga menghindarkan produk dari kontaminasi senyawa yang tidak diinginkan, serangan hama dan mikroorganisme. Pengemasan harus menggunakan wadah yang efisien dan tidak menurunkan mutu. Bahan wadah untuk pengemasan dapat bermacam-macam, mulai dari karung goni, keranjang bambu, kotak kayu, plastik, kardus, stirofoam sampai jala-jala plastik. Kemasan-kemasan ini berbeda bentuk dan penggunaanya tergantung dari tujuan pengemasan. Ada kemasan yang khusus untuk pemanenan, untuk penyimpanan, untuk distribusi dan ada pula yang digunakan untuk kemasan konsumen. Untuk kemasan yang digunakan untuk penyimpanan di gudang, harus digunakan wadah yang kuat dan dengan penataan yang sedemikian rupa karena biasanya dilakukan penumpukan. Untuk mempertahankan mutu tomat dalam jangka waktu yang relatif lama, cara paling mudah, murah, dan aman bagi tomat-tomat dalam negeri adalah menyimpannya dalam kotak kayu. PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN HORTIKULTURAL PADA BUAH PISANG Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Di daerah sentra buah pisang, ketersediaan buah pisang seringkali dalam jumlah banyak dan keragaman varietas yang luas sehingga dapat membantu mengatasi kerawanan pangan. Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran buah pisang yang luas, hampir seluruh wilayah merupakan daerah penghasil pisang, yang ditanam di pekarangan maupun ladang, dan sebagian sudah ada dalam bentuk perkebunan. Jenis pisang yang ditanam mulai dari pisang untuk olahan sampai jenis pisang komersial yang bernilai ekonomi tinggi. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan buah pisang mentah yang kemudian diolah menjadi berbagai produk, baik melalui pembuatan gaplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya. Karbohidrat buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Dibandingkan dengan gula pasir, sirup, karbohidrat pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit dan sejenis roti. Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul masih sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Buah setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya para pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah pisang, karena penampilan buah menjadi kotor. Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi. Pisang yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakua yang lebih baik, dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu. Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. A. Hama dan Penyakit Tanaman Pasca Panen Beberapa penyakit utama yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman pisang, diantaranya adalah penyakit layu, bercak daun Sedangkan hama yang banyak ditemukan adalah ulat penggulung daun, Penggerek bonggol, Penggerek batang, thrips dan burik pada buah. 1. Penyakit Layu Fusarium Penyakit ini sering disebut penyakit Panama, disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Penularan penyakit ini melalui bibit, tanah air, pupuk kandang atau alat-alat pertanian.  Gejala Gejala awal adalah menguningnya daun tua yang diikuti diskolorisasi pembuluh pada pelepah daun terluar. Perubahan warna semakin hebat terjadi pada stadium lanjut dan bila pseudostem terinfeksi dipotongakan terlihat jaringan sakit lebih keras dibanding jaringan sehat. Gejala lain adalahperubahan bentuk dan ukuran ruas daun yang baru muncul lebih pendek serta perubahan warna pada bonggol. Penularan terutama terjadi melalui luka pada akar.  Pencegahan Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan: a. Membongkar dan membakar tanaman yang terserang dan siram tanah bekas tanaman pisang tersebut dengan fungisida. b. Lakukan penggenangan dan pergiliran tanaman. c. Menanam varietas tahan terhadap penyakit layu Fusarium. d. Jangan menanam bonggol, anakan atau bibit dan membawa tanah dari daerah yang sudah terinfeksi penyakit layu Fusarium. e. Gunakan bibit bebas penyakit (hasil kultur jaringan). f. Alat-alat pertanian yang digunakan selalu disuci hamakan dengan fungisida. g. Pemanfaatan musuh Glicocladium. 2. Penyakit Layu Bakteri alami seperti Trichoderma atau Penyakit layu ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas Solaracearum. Penularan penyakit melalui bibit, tanah, air irigasi, alat-alat pertanian atau serangga penular (vector).  Gejalanya Gejala biasanya tampak setelah timbulnya tandan. Mula-mula daun muda mengalami perubahan warna dan pada ibu tulang daun terlihat garis coklat kekuningan kearah tepi daun hingga buah menjelang masak. Daun kemudian menguning/coklat, dan layu. Gejala spesifik adalah terdapatnya lendir bakteri yang berbau, berwarna putih abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau bonggol, tangkai buah, tangkai tandan dan batang.  Pengendalian Pengendalian atau pencegahanyang dianjurkan adalah: a. Melarang perpindahan bibit/tanaman beserta tanahnya dari daerah endemik. b. Penanaman bibit pisang sehat/bebas penyakit. c. Pembungkusan buah beberapa saat setelah jantung keluar. d. Sterilkan alat-alat yang dipakai dengan menggunakan formalin 30%. e. Perbaikan drainase kebun. f. Fumigasi tanah bekas tanaman yang terserang dengan Methyl Bromide (secara injeksi). g. Pemusnahan tanaman sakit dengan menggunakan 5 – 20 ml larutan herbisida glyphosate 5% atau 2,4-D 2,25%. h. Melakukan rotasi tanaman misalnya dengan menggunakan family graminae seperti sorgum, padi, jagung, rumput gajah dan lain sebagainya untuk memotong siklus patogen di dalam tanah selama sekitar satu tahun. 3. Bercak Daun Sigatoka Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella musicola Mulder.  Gejala Gejalanya mula-mula timbul bintik-bintik kuning pada tepi daun, kemudian bintik melebar menjadi noda kuning tua kemerahan sampai kehitaman, sehingga seluruh helaian daun menjadi kuning, daun menjadi lebih cepat kering dan buah matang sebelum waktunya.  Pengendalian Pengendalian penyakit ini dianjurkan dengan pemupukan berimbang, sesuai anjuran setempat dan sanitasi sumber infeksi dengan memotong dan membakar daun-daun mati/sakit. 4. Penyakit Kerdil Pisang / Bunchy Top Virus. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Penularannya melalui vektor Pentalonia negronervosa Coq.  Gejala Gejalanya adalah daun muda tampak lebih tegak, pendek, lebih sempit dan tangkainya lebih pendek dari yang normal, daun menguning sepanjang tepi lalu mengering, daun menjadi rapuh dan mudah patah, tanaman terlambat pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung batang palsunya.  Pengendalian Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat dan sanitasi kebun seperti Abaca (Musa dengan membersihkan textiles), Heliconiaspp tanaman inang dan Canna spp, pembongkaran rumpun sakit, lalu dipotong kecil-kecil agar tidak ada tunas yang hidup. Cara lain adalah dengan menggunakan insektisida sistemik untuk mengendalikan vektor terutama di persemaian. 5. Ulat penggulung daun (Erionata thrax L.) Larva yang baru menetas memakan daun pisang dengan membuat gulungan daun. Seluruh siklus hidupnya terjadi di dalam gulungan daun. Cara pengendaliannya yaitu dengan memangkas daun yang terserang kemudian dibakar. Penyemprotan insektisida berbahan aktif Kuinalfos dan Triklorfon. Insektisida yang bersifat sistemik akan lebih efektif mengingat ulat daun ini tersembunyi dalam gulungan daun. 6. Penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus Germar) Larvanya membuat terowongan pada bonggol pisang yang merupakan tempat masuknya bibit penyakit lain seperti Fusarium. Kerusakan berakibat lemahnya sistem perakaran dan transportasi makanan terhenti. Gejala serangan terlihat daun menguning dan ukuran tandan berkurang sehingga produksi menurun. Cara pengendaliannya yaitu dengan sanitasi lingkungan, menangkap kumbang dewasa dengan perangkap yang terbuat dari bonggol pisang, menggunakan musuh alami dan insektisida berbahan aktif karbofuran, monokrotofos. 7. Penggerek batang (Odoiporus longicolis (Oliv) Kerusakan akibat hama ini ditandai dengan adanya lubang di sepanjang batang semu. Cara pengendaliannya yaitu dengan sanitasi kebun, menggunakan musuh alami Plaesius javanicus dan penggunaan insektisida berbahan aktif Carbofuran. 8. Thrips (Chaetanaphotrips signipennis) Hama ini menyerang bunga dan buah muda, akibatnya terdapat bintikbintik dan goresan pada kulit buah yang telah tua. Cara pengendaliannya yaitu dengan membungkus tandan buah saat bunga akan mekar dan penyaputan tangkai tandan dengan insektisida berbahan aktif monocrotophos. 9. Burik pada buah (Nacolea octasema) Serangan menyebabkan perkembangan buah menjadi terhambat, menimbulkan kudis pada buah sehingga menurunkan kualitas buah. Hama ini meletakkan telurnya diantara pelepah bunga segera setelah bunga muncul dari tanaman pisang. Hama langsung menggerek pelepah bunga dan bakal buah, terutama saat buah masih dilindungi oleh pelepah buah. Cara pengendaliannya yaitudengan membungkus tandan buah saat bunga akan mekar. B. Cara Penanganan Pasca Panen Pisang Untuk menghasilkan produk yang bagus diperlukan bahan baku yang bagus pula. Namun bahan baku yang bagus tanpa diikuti dengan proses yang tepat juga tidak akan menghasilkan produk yang terbaik. Hal-hal yang harus diperhatikan sejak awal diantaranya: 1. Umur dan waktu panen Buah pisang yang akan dipanen disesuaikan dengan tujuannya. Untuk tujuan konsumsi lokal atau keluarga, panen dilakukan setelah buah tua atau bahkan sudah ada yang masak di pohon. Sedangkan untuk ekspor, pisang dipanen tidak terlalu tua (derajat ketuaan 75-85%)), tetapi sudah masak fisiologis (kadar patinya sudah maksimum). Pada keadaan ini kualitas buah cukup baik dan mempunyai daya simpan cukup lama. Waktu panen buah pisang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menghitung jumlah hari dari bunga mekar sampai siap dipanen atau dengan melihat bentuk buah. Buah yang tua biasanya sudut buah tumpul dan membulat, daun bendera mulai mengering, bekas putik bunga mudah patah. 2. Cara Panen Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah. Dengan posisi ini buah pisang terhindar dari luka yang dapat diakibatkan oleh pergesekan buah dengan tanah. Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali. Jika tersedia tenaga kerja, batang pisang bisa saja dipotong sampai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tunas. 3. Periode Panen Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3-10 hari sekali tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif. C. Kriteria kematangan pisang : Tingkat Warna Kulit Pati Gula Keterangan Kematangan Buah (%) (%) 1 Hijau 20 0,5 Keras 18 2,5 - 16 4,5 - 2 3 Hijau Mulai Kuning Hijau lebih banyak dari Kuning 4 Kuning lebih banyak dari Hijau 13 7,5 - 7 13,5 - 2,5 18,0 Mudah dikupas 1,5 19,0 Kuning lebih banyak namun 5 ujung buah masih hijau 6 Seluruhnya kuning Kuning 7 sedikit bintik Masak penuh aroma coklat Lewat masak, Kuning dengan 8 banyak bintik 1,0 coklat 19,0 daging buah gelap, aroma tinggi sekali Sumber: Murtiningsih, dkk. (1990). D. Penanganan Pasca Panen: 1. Pemotongan sisir pisang dari tandannya 2. Pencucian sisir dari kotoran dan getah serta dilakukan seleksi buah 3. Pencucian sisir pisang yang sudah terseleksi dalam air bersih mengalir 4. Penyusunan sisir pada rak terbuka lalu dikeringanginkan dengan mengalirkan udara kering pada sisir-sisir pisang tersebut 5. Pengemasan sisir pisang pada kotak karton per 15 kg (3-5 sisir ukuran besar atau 6-9 sisir ukuran kecil) E. 6. Penyemprotan fungisida Al2(SO4)3 (120 ml/15 kg pisang) 7. Pengepakan pada container Pengemasan Untuk pisang tropis, kardus karton yang digunakan berukuran 18 kg atau 12 kg. Kardus dapat dibagi menjadi dua ruang atau dibiarkan tanpa pembagian ruang. Sebelum pisang dimasukkan, alasi/lapisi bagian bawah dan sisi dalam kardus dengan lembaran plastik/kantung plastik. Setelah pisang disusun tutup pisang dengan plastik tersebut. Dapat saja kelompok (cluster) pisang dibungkus dengan plastik lembaran/kantung plastik sebelum dimasukkan ke dalam kardus karton. Pada bagian luar dari kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain: 1. Produksi Indonesia 2. Nama kultivar pisang 3. Nama perusahaan/ekspotir 4. Berat bersih 5. Berat kotor 6. Identitas pembeli 7. Tanggal panen 8. Saran suhu penyimpanan/pengangkutan KUNCI JAWABAN Bab Sejarah Pasca Panen 1. 2. Bab Pengembangan Teknologi Pasca Panen Buah Naga Dengan Membedakan Karakteristik Jaringan Dan Struktur Sel 1. 2. Bab Proses Metabolisme dalam Produk Pasca Panen 1. 2. Bab Perkembangan Pematangan Fisiologis dan Mutu Pasca Panen 1. 2. Bab Stres Produk Pasca Panen Dalam Proses Alami 1. 2. Bab Pergerakan Gas, Bahan Pelarut Dan Terlarut Dalam Produk Pasca Panen 1. Zat pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain sedangakan zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam sebuah zat pelarut 2. - Kelembaban - Suhu - Tekanan - Pergerakan udara - Sinar Bab Periode Produk Dan Pasca Panen Dalam Sistem Fisiologis Pasca Panen 1. 2. Bab Peran Proses Respirasi Dan Fotosintesis Untuk Produk Pasca Panen 1. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buahbuahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami prubahanperubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. 2. pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadiCO2 , air, dan energi yang berlangsung secara aerobik. Masing-masing proses tersebut dapat dilihat kembali pada Fisiologi Tumbuhan jenis apa Substrat dalam proses respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam organis tetapi juga dapat dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir sebagai sumber energi kurang dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi antara substrat dengan hasil-hasil antara respirasi dan antara hasil antara yang satu dengan lainnya. Bab Kemunduran Produk Hortikultura Segar 1. Proses pemanenan menyebabkan terjadinya kerusakan mekanis, yang menyebabkan produk menjadi stress dan perubahan reaksi metabolisme. Produk secara alami akan memproduksi etilen sebagai respon adanya kerusakan. Etilen adalah hormon tanaman yang mengendalikan fase pelayuan (atau kematian) didalam tanaman. Pada produk hortikultura setelah panen, peningkatan produksi etilen akan mengakibatkan peningkatan laju kemunduran atau kelayuan yang mana sangat tidak diinginkan. 2. Awal peningkatan respirasi sejalan dengan peningkatan suhu adalah hampir linier dari 0ᵒC. ini menunjukkan peningkatan laju respirasi yang signifikan sejalan dengan meningkatnya suhu. Hardenburg et al. (1986) mengatakan bahwa setiap peningkatan suhu 10ᵒC, laju respirasi secara kasar meningkat 2-3 kali. Jika suhu meningkat diatas 30ᵒC, grafik menjadi datar, memperlihatkan peningkatan laju respirasi yang kecil. Jika produk di ekspos pada suhu sekitar 45ᵒC atau lebih tinggi, produk mulai mati dan respirasi mulai terhenti atau menurun cepat menuju kematian. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi suhu produk (tanpa membunuh produk), kecepatan respirasi dipercepat dan kemunduran dipercepat pula. Sebaliknya, semakin rendah suhu produk (tanpa membekukan produk), semakin rendah pula laju respirasi dan laju kemunduran akan diperlambat pula. Bab Pengelolaan Pasca Panen Untuk Produk Hortikultura 1. 2. Bab Penyiapan Produk Untuk Pasar 1. Keuntungan keuntungan tersebut antara lain o Penggunaan tenaga kerja yang efisien sehingga biaya pengemas akan minimum o Output lebih maksimal karena penggunaan peralatan secara efisien dan terpelihara. o Mebgurangi kehiruk-pikukan, meminimalkan kecelakaan. memperbaiki kondisi kerja dan o Memungkinkan untuk penambahan fasilitas dikemudian hari dan memungkinkan operator untuk mengembangkan penggunaan teknologi terkini. 2. Pertama, cara sederhana, yaitu menenggelamkan produk ke dalam air diikuti dengan pembersihan dengan air pembilas. Dengan sistem ini lapisan lilin di permukaan produk tidak akan rusak. Untuk meningkatkan daya pencucian dapat ditambakan deterjen dan sikat lembut atau spon untuk pembersihannya. Jika diperlukan daya pencucian yang lebih kuat dapat digunakan air yang bergerak atau teragitasi oleh pompa. Produk dicuci di dalam air yang teragitasi, selanjutnya dibilas dengan air bersih sebelum menuju ke proses berikutnya. Untuk produk yang tidak sensitif terhadap pelukaan dapat dilakukan pencucian dengan pencuci berputar. Cara ini mempunyai daya pencucian yang sangat kuat. Pencuci ini biasanya berupa drum berputar seperti yang digunakan untuk membersihkan wortel. Pada alat ini dapat ditambahkan sikat atau karet dengan tonjolan-tonjolan untuk memberikan aksi penyikatan pada produk. Jika tidak ada lagi perlakuan lebih lanjut setelah pencucian maka produk dikeringkan sebelum dilakukan grading. Pengeringan dapat dilakukan dengan melakukannya di terowongn pengering yang di dalamnya terdapat udara hangat yang tersirkulasi. Bab Distribusi Produk Pasca Panen 1. Karena petani lebih cenderung memilih untuk meneruskan nenek moyang mereka yang sudah dipercayainya dapat berhasil ,bisa juga karena petani masih belum benar-benar memahami teknologi yang ada apalagi didaerah terpencil. 2. • Membuat produk dengan olahan yang menarik karena masyarakat cenderung menyukainya apalagi dengan logo yang bagus dan lucu. • Mempromosikan ,setelah kita mengemas produk tersebut dengan semenarik mungkin selanjutnya kita akan memprosikan produk tersebut dengan se-PD mungkin kita bayangkan hanya produk kita yang paling bagus dari pada lainnya. • Ada baiknya jika sebelum produk tersebut dipanen maka kita mencari calon pemasar terlebih dahulu agar nantinya tidak kebingungan jika sudah panen. Bab Pemasaran Produk Segar 1. Selain produk cepat rusak juga buah dan sayur akan berkurang kandungan nutrisi dan vitaminnya sehingga konsumen tidak tertarik untuk membeli produk tersebut dan demikian akan merugikan bagi petani yang sistim jual produknya secara retail. 2. Jika seorang petani tidak memiliki gudang penyimpanan yang layak bagi produk tersebut maka petani harus sesegera mungkin untuk mempercepat proses pemanenan dan segera di jual ke pengepul untuk menghindari dari kemungkinan untuk mengalami kerugian yang besar. Bab Respon Biologis Komoditas Pertanian Terhadap Proses Pemanenan 1. 2. DAFTAR PUSTAKA Rahmawati, B., & MAHAJOENO, E. (2009). Variation of morphology, isozymic and vitamin C content of dragon fruit varieties. Nusantara bioscience, 1(3). Renasari, N. BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA SUPER RED DI WANA BEKTI HANDAYANI. Wahyuni, R. (2011). Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus costaricersis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami Pada Pembuatan Jelly. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2). Purwanto, E. G. M. (2014). Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Keteknikan Pertanian, 25(2). Harun, N., Efendi, R., & Hasibuan, S. H. (2013). PENGGUNAAN LILIN UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Sagu, 11(2). Soesanto, I. L. (2006). Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius. Jaya, I. K. D. (2010). Morfologi dan Fisiologi Buah Naga dan Prospek Masa Depannya di Indonesia. Crop Agro, 3(1), 44-50. Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery stocks. USDA Agric. Handbook No. 66. USDA Washington. Kader, A. A. 1985. Ethylene induced senescence and physiological disorders in harvested horticultural corps. HortSci. Feb. 20(1):54-7 Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. An AVI Book, NY. Kitinoja, L. 2001. Postharvest Handling of Fruits and Vegetables : Intended for Cold Storage. IARW India Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce Manual – Handling and Storage Practices for Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and Vegetable Association Ltd.: Fitzroy, Vic. Thompson, A. K. 1995. Postharvest Technology of Fruit and Vegetables. Blackwell Sci. Watada, A. E. 1986. Effect of ethylene on the quality of fruits and vegetables. Food Technol. May. 40(5):82-5. Wills, R. B. H.; McGlasson, B.; Graham, D. and Joyce, D. Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th ed. The University of New South Wales Press Ltd, Sydney, 1998; 262 pp. http://sarjokoceae.blogspot.co.id/2016/01/pasca-panenproduk-segarhortikultura.html Utama, I Made S ; Antar, Nyoman S. 2013. Pasca Panen Tanaman Tropika : Buah dan Sayuran. Tropical Plant Curriculum Project Udayana University Kitinoja, Lisa ; A. Kader, Adel. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Post Harvest Technology. UC Davis Soetiarso, T.A.,M. Ameriana, Z, Abidin,dan L. Prabaningrum. 1999. Analisis Anggaran Parsial penggunaan varietas dan mulsa pada tanaman cabai. J.Hort.9(2):164-171. Prusky, Dov et al., 1999. Effect of hot water brushing, prochloraz treatment and waxing on the incindence of black spot decay caused by altemaria altemata in mango fruits. Posstharvest technology and biology 15:165174 Anonim, 1994, hasil penelitian hortikultura pelita. Puslitbanghort.jakarta. Soesanto, Loekas, 2006, Penyakit Pascapanen, Yogyakarta, Kanisius Susanto tri, 1994, Fisiologi dan Teknologi Pascapanen, Yogyakarta, Akademika Keeling, Thilmani and Bond. 2006. Direct Marketing of Fresh Produce: Understanding Consumer Purchasing Decisions. http://BondJenniferKeeling.DawnThilmany.CraigABond "Directmarketing-of-fresh produce:understanding-consumer-purchasingdecisions. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Prakoso. 2013. Jenis-jenis Karakteristik Pasar. http://triadiprakoso.blogspot.com/2015/06/karakteristik-karakteristikpasar.html. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Utama, Permana. 2002. Hortikultura Teknologi Pasca Panen. http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/bukuajar-tpp.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2016. Wijayanti, Khusain, dkk. 2014. Dasar-dasar Agronomi Pasca Panen dan Pemasaran Hasil. http://learnmcr.blogspot.com/2014/01/pasca-panendan-pemasaran.html. Diakses tanggal 29 Mei 2016. http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/proses-pertumbuhan-tanaman.html http://mon-devoir.blogspot.co.id/2015/07/tugas-review-jurnal-fisiologi-dan.html https://www.scribd.com/doc/188567081/Fisiologi-Pasca-Panen-Buah-Dan-Sayur http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/18/proses-pematangan-buah/ http://slideplayer.info/slide/2823770/ http://kelasbiologiku.blogspot.co.id/2013/03/sistem-respirasi-pada-tumbuhan.html http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf http://badrussetiawan1.blogspot.co.id/2010/03/proses-proses-pasca-panen.html PENYUSUN MUH. ANIAR HARI SWASONO, SP., MP LUTFIRROHMAN ANIS BAHIYATUL MUSLIHAH FAISHOL HUDA ILMIATUL IMAMA JAMALUDDIN AL AYYUBI ZAHROTUL HASANAH AKHMAD RIDWAN ALIYATUL MAS’UDAH LINA AFIDATUS SALAFIYAH LUCHITA SAFITRI M. IDRIS SHOLIHIN HABZA HAVIFA ALVIN MOCH. MAGHROBIL MUHIBBIN TAUFIQ ISMAIL ALWO RANDIS MAS’ULA