BUKU DIKTAT
TEKNOLOGI PASCA PANEN
PENYUSUN
MUH. ANIAR HARI SWASONO, SP., MP
MAHASISWA AGRIBISNIS 2013
EDITOR
M. IDRIS SHOLIHIN
TAUFIQ ISMAIL ALWI
TATA SAMPUL
M. IDRIS SHOLIHIN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
JUNI 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang
telah melimpahkan Rahmat, Hidayah serta Inayah-Nya bagi kami semua sehingga
dapat menyelesaikan Buku Diktat Teknologi Pasca Panen yang ada di hadapan
pembaca saat ini.
Tersusunnya buku diktat ini tidak lain adalah untuk memenuhi tugas
akhir (UAS) matakuliah Pasca Panen yang diampuh oleh Bapak Muh. Aniar
Hari Swasono, SP., MP di program studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Yudharta Pasuruan. Buku ini merupakan kumpulan tugas mahasiswa
Agribisnis angkatan 2013 berupa paper tentang teknologi pasca panen dengan
masing-masing judul telah ditentukan oleh Bapak Muh. Aniar Hari Swasono,
SP., MP denagn ketentuan-ketentuan sedemikian rupa sehingga dapat terkumpul
menjadi Buku Diktat ini.
Buku diktat ini berisi kumpulan modul kuliah pasca panen yang
mencakup aspek-aspek penanganan dan perlakuan pasca panen produk pertanian
yang ditujukan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa
simpannya.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terimaksih kepada
Bapak Muh. Aniar Hari Swasono, SP., MP selaku dosen matakuliah Teknologi
Pasca Panen sekaligus pembimbing dalam penyelesaian buku diktat Teknologi
Pasca Panen ini atas kesabarannya dalam membimbing kami baik dalam masa
perkuliahan dan penyusunan buku diktat ini. Tidak lupa juga kepada segenap
dosen
Fakultas
Pertanian
beserta
staf-stafnya
yang
turut
mendukung
terselesaikannya buku diktat ini.
Dan pada akhirnya, kami berharap semoga buku diktat yang
berhubungan dengan teknologi penanganan pasca panen ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja sebagai bahan belajar untuk menambah pengetahuan dan wawasan
seputar teknologi pasca panen.
Sebagai buku pertama yang berhasil kami susun tentunya ada banyak
kekurangan-kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan guna pengembangan karya selanjutnya
menjadi lebih baik.
Pasuruan, Juni 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
I.
Kata Pengantar ..........................................................................................
1. Sejarah Pascapanen .......................................................................................
1.1 Dasar Ilmiah Produk Pascapanen..............................................................
1.2 Evolusi dan Sejarah Pascapanen ...............................................................
1.3 Pentingnya Teknologi Pascapanen dan penanganannya ...........................
2. Jenis Produk Hortikultura untuk Pengembangan Teknologi Pascapanen
dengan Membedakan Karakteristik Jaringan dan Struktur Sel...............
2.1 Morfologi Produk Hortikultura................................................................
2.2 Jaringan dan Struktur Sel yang Mempengaruhi Pascapanen ..................
3. Proses Metabolisme dalam Produk Pascapanen.........................................
3.1 Respirasi...................................................................................................
3.2 Fotosintesis ..............................................................................................
3.3 Pertimbangan Metabolisme .....................................................................
4. Perkembangan dalam Produk Pascapanen dan Mutu Pascapanen
Pematangan Fisiologis ........................................................................................
4.1 Stadia Perkembangan Tanaman ...............................................................
4.2 Proses Kematangan Fisiologis .................................................................
4.3 Mutu .........................................................................................................
5. Stress Produk Pascapanen dalam Proses Alamiah ......................................
5.1 Stress Produk Pascapanen Secara Umum dan Spesifik ...........................
5.2 Jenis-jenis Stress dan cara Penanganannya..............................................
6. Pergerakan Gas, Bahan Pelarut dan Terlarut dalam Produk Pascapanen
6.1 Pergerakan dan Pertukaran Gas Pelarut ...................................................
6.2 Pergerakan Pelarut dan Bahan Terlarut ...................................................
6.3 Pertukaran Air Antara Produk dan Lingkungannya.................................
7. Periode Produk dan Pascapanen dalam Sistem Fisisologis Pascapanen ...
7.1 Fase Pascapanen.......................................................................................
7.2 Mutu Produk Segar ..................................................................................
7.3 Kematangan Produk.................................................................................
7.4 Indeks Kematangan..................................................................................
8. Prinsip Dasar Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar ............
8.1 Karakteristik Alami Produk Segar ...........................................................
8.2 Pertimbangan Penanganan Pascapanen Buah dan Sayur .........................
9. Kemunduran Produk Hortikultura Segar....................................................
9.1 Faktor Pemacu Kemunduran....................................................................
9.2 Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Produk Pascapanen ...................
9.3 Pengaruh Gas dan Lingkungan Terhadap Produk Pascapanen................
9.4 Pengaruh Air dan Sinar/Cahaya Terhadap Produk Pascapanen ..............
9.5 Pengaruh Pelukaan Terhadap Kerusakan Produk Pascapanen ................
10. Pengelolaan Pascapanen untuk Produk Hortikultura ..............................
10.1 Prinsip Dasar Pendinginan Produk ........................................................
10.2 Mekanisme Sistem Refrigerasi ..............................................................
10.3 Sumber Panas dan Perlindungan Produk Pascapanen............................
11. Penyiapan Produk untuk Pasar...................................................................
11.1 Pentingnya Penyiapan Produk ...............................................................
11.2 Rancangan Rumah Pengemas ................................................................
11.3 Dumping ................................................................................................
11.4 Sortasi Awal dan Pembersihan ..............................................................
11.5 Grading dan Pengemasan.......................................................................
12. Distribusi Produk Pascapanen.....................................................................
12.1 Karakteristik Sistem Distribusi Pascapanen ..........................................
12.2 Pengemasan Produk Hortikultura ..........................................................
12.3 Transportasi dan Penyimpanan Produk Hortikultura.............................
13. Pemasaran Produk Pascapanen Segar........................................................
13.1 Karakteristik Pasar .................................................................................
13.2 Menentukan Strategi Pasar.....................................................................
13.3 Saluran Pemasaran .................................................................................
13.4 Pemasaran Retail....................................................................................
14. Respon Biologis Komoditas Pertanian Terhadap Proses Pemanenan .....
14.1 Peranan Etilen dalam Pematangan Buah ...............................................
14.2 Perubahan Komposisi Bahan Selama Pematangan................................
15. Pasca Panen Dan Pemanfaatan Buah Tomat .............................................
16. Penanganan Pasca Panen Tanaman Hortikultural Pada Buah Pisang ...
II.
Kunci Jawaban ........................................................................................
III. Daftar Pustaka.........................................................................................
IV.
Penyusun ..................................................................................................
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN BUAH NAGA
DENGAN MEMBEDAKAN KARAKTERISTIK JARINGAN DAN
STRUKTUR SEL
A.
Morfologi produk hortikultura Buah Naga
Indonesia adalah salah satu negara pengekspor buah tropis di Asia.
Beberapa buah yang dieksport antara lain: manggis, mangga, jeruk, dan pisang.
Dengan total keseluruhan nilai US $ 234.867.444 pada tahun 2008, dengan buahbuahan lainnya (Deptan, 2009). Adapun buah-buahan lain yang diproduksi di
Indonesia dalam jumlah besar yaitu jambu, melon, alpukat, durian, semangka,
pepaya, salak, dan rambutan. Dengan tujuan ekspor yaitu negara Cina, Hongkong,
Taiwan, Arab, Jepang, dan USA. Dalam hal impor, Indonesia menghabiskan buah
naga impor sekitar 200-400 ton per tahun dari negara Thailand dan Vietnam
(Anon, 2008).
Buah naga termasuk dalam buah yang eksotik karena penampilannya yang
menarik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk
kesehatan (Sutomo,2007). Buah naga ada empat jenis yaitu buah naga daging
merah, buah naga daging putih, buah naga daging super red dan buah naga daging
kuning.
Keempat jenis buah tersebut mempunyai keunggulan masing – masing dan
mempunyai ciri yang berbeda sehingga mempunyai perbedaan nilai jual pada
buah tersebut. Buah naga termasuk Tanaman semusim atau tahunan yang banyak
sekali tumbuh di Negara kita ini. Buah naga juga sering disebut dengan “Dragon
Fruit” yang mana buah ini mempunyai nilai jual yang sangat tinggi karena banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang buah naga dan bagaimana cara
budidaya buah naga itu sendiri.
Morfologi tanaman buah naga terdiri dari akar, batang, duri, bunga, dan
buah. Akar buah naga hanyalah akar serabut yang berkembang dalam tanah pada
batang atas sebagai akar gantung. Akar tumbuh di sepanjang batang pada bagian
punggung sirip di sudut batang. Pada bagian duri, akan tumbuh bunga yang
bentuknya mirip bunga Wijayakusuma. Bunga yang tidak rontok berkembang
menjadi buah. Buah naga bentuknya bulat agak lonjong seukuran dengan buah
alpukat. Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis buah naga putih dan
merah, berwarna merah gelap untuk buah naga hitam, dan berwarna kuning untuk
buah naga kuning. Di sekujur kulit dipenuhi dengan jumbai-jumbai yang
dianalogikan dengan sisik naga. Oleh sebab itu, buah ini disebut buah naga.
Batangnya berbentuk segitiga, durinya sangat pendek dan tidak mencolok,
sehingga sering dianggap "kaktus tak berduri". Bunganya mekar pada awal senja
jika kuncup bunga sudah berukuran sekitar 30 cm. Mahkota bunga bagian luar
yang berwarna krem, mekar sekitar pukul sembilan malam, lalu disusul mahkota
bagian dalam yang putih bersih, meliputi sejumlah benang sari yang berwarna
kuning. Bunga seperti corong itu akhirnya terbuka penuh pada tengah malam,
karena itu buah naga dikenal sebagai night blooming cereus. Saat mekar penuh,
buah naga menyebar bau yang harum. Aroma ini untuk memikat kelelawar, agar
menyerbuki bunga buah naga (Wikipedia).
Buah naga masih tergolong dalam tanaman kaktus yang hidup
didaerah kering dan agak berpasir. Tanaman ini mempunyai tulang daun yang
banyak terkandung air sehingga tahan terhadap panas. Selain itu tanaman buah
naga ini perlu sinar matahari penuh atau tidak ada naungan karena jika ada
naungan akan mempengaruhi produksi buah dan pertumbuhan tanaman buah
naga itu sendiri.
Manfaat buah naga menurut Marhazlina (2008) dalam penelitiannya
adalah sebagai antihiperkolesterolemik, sedangkan Pedreño dan Escribano (2001)
menyatakan bahwa buah naga berpotensi sebagai anti radikal bebas karena
mengandung betasianin. Menurut Hardjadinata (2010), buah naga mengandung
zat-zat yang berkhasiat menurunkan kolestrol, menyeimbangkan kadar gula darah,
membantu menjaga kesehatan mulut, mencegah keputihan, mencegah kanker
usus, menguatkan fungsi ginjal, meningkatkan daya kerja otak, meningkatkan
ketajaman mata serta dapat meringankan keluhan sembelit.
Buah naga merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika
Tengah dan Amerika selatan bagian utara. Buah ini sudah lama dimanfaatkan
buahnya untuk konsumsi segar. Jenis dari tanaman ini merupakan tanaman
memanjat. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena
tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga,
buah serta biji. (Daniel Kristanto, 2009).
Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh di pangkal batang di dalam
tanah tetapi juga pada celah-celah batang, yang berfungsi sebagai alat pelekat
sehingga tumbuhan dapat melekat atau memanjat tumbuhan lain atau pada tiang
penyangga. Akar pelekat ini dapat juga disebut akar udara atau akar gantung yang
memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa tanah atau hidup sebagai epifit.
(Winarsih, 2007).
Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak
tahan genangan yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia
masih hidup terus sebagai tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui
akar udara yang ada pada batangnya. (Daniel Kristanto, 2009).
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan
berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu.
Batang tersebut berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan
cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Itulah sebabnya
batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung kambium
yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. (Daniel Kristanto, 2009).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga
bagian luar berwarna krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih
bersih sehingga pada saat bunga mekar tampak mahkota bunga berwarna krem
bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah benang sari (sel kelamin jantan) yang
berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga hermaprodit, yaitu dalam
satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel kelamin betina).
Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip yang
berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang
berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek. (Cahyono, 2009).
Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk buah
bulat agak memanjang atua bulat agak lonjong. Kulit buah ada yang berwarna
merah menyala, merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenisnya. Kulit buah
agak tebal, yaitu sekitar 3 mm–4 mm. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbaijumbai menyerupai sisik-sisik ular naga. Oleh karena itu, buahnya disebut buah
naga. Berat buah beragam berkisar antara 80–500 gram, tergantung dari jenisnya.
Daging buah berserat sangat halus dan di dalam daging buah bertebaran biji-biji
hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil. Daging buah ada yang
berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung dari jenisnya. Daging buah
bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam. (Cahyono, 2009).
Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah. Bijinya
kecil-kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat langsung dimakan tanpa
mengganggu kesehatan. Biji buah naga dapat dikecambahkan untuk dijadikan
bibit. (Winarsih, 2007).
B.
Jaringan dan struktur sel yang mempengaruhi pasca panen buah
naga
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kehilangan pasca panen dan dapat
mengakibatkan kerugian yang besar. Pascapanen yang baik akan dapat
mengurangi kerugian tersebut.
Besar kecilnya tingkat kerusakan dipengaruhi oleh banyak hal, baik sejak
produk masih di lapang maupun pada saat pemanenan, bahkan pada saat
penanganan
pascapanen.
Secara
umum,
petani
atau
produsen
harus
memperhatikan beberapa hal berikut, untuk mencegah kerusakan produk
pascapanen yang lebih parah:
Kebutuhan pasar dan pembeli.
Penanaman yang baik.
Pemanenan dan penanganan selama di lapang.
Pengepakan dan pengemasan.
Pengangkutan.
Penanganan pemasaran.
Perlakuan terhadap produk pasca panen.
Penyimpanan atau pendinginan.
Penjualan ke konsumen, pengepul, atau agen.
Pengetahuan tentang mudah rusaknya produk pascapanen.
Penanggulangan hama dan penyakit pascapanen.
Sementara itu, berubah atau menurunnya kandungan nutrisi di dalam
produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak
lancarnya daur krebbs di dalam produk. Selain itu, proses fisiologi produk juga
mempengaruhi kandungan nutrisi produk.
Penanganan dan penyiapan produk segar setelah dipanen akan
mempengaruhi nilai nutrisi produk pascapanen dalam beberapa hal, antara lain:
Pengurangan
kandungan
berat
kering,
penurunan
kandungan
vitamin,
penghancuran sebagai vitamin akibat perebusan, penghilangan nilai makan karena
pengupasan kulit, pencucian nutrisi, mineral, dan vitamin dari produk yang
direbus, nilai nutrisi produk pascapanen dapat dipertahankan atau setidaknya
dihambat atau diperkecil kehilangannya dengan berbagai cara, beik sejak produk
masih di lapang, pada saat pemanenan, maupun setelah produk dipanen.
Buah Naga termasuk buah yang populer dan mempunyai prospek
penjualan yang bagus, hal ini karena selain bentuk buah naga yang eksotik,
budidaya yang dilakukan pada buah naga juga tidak terlalu sulit. Buah naga
seperti buah-buahan pada umumnya yang termasuk perishable commodities,
artinya komoditi yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan dapat disebabkan
oleh kerusakan mekanis atau efek fisiologis. Kerusakan fisiologis pada produk
hortikultura antara lan lecet, terkelupas, kering layu, memar, busuk setelah
dipanen. Karena terjadinya kerusakan fisiologis tersebut berdampak pada umur
simpan buah-buahan tidak panjang.
Buah merupakan struktur hidup yang akan mengalami perubahan fisik dan
kimia setelah dipanen. Pemasakan buah-buahan akan terus berlangsung karena
jaringan dan sel di dalam buah masih hidup dan melakukan respirasi, proses
respirasi akan menyebabkan penurunan mutu dan masa simpan buah (Subhan,
2008) .
Banyak perlakuan yang dilakukan para produsen buah, khususnya buah
naga dalam mencegah kerusakan yang terjadi pada buah naga. Seperti halnya,
dengan memberikan lapisan lilin pada permukaan buah. Pelapisan lilin pada
permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat
memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan mengkilapkan kulit buah
sehingga menambah daya tarik bagi konsumen.
Berdasarkan penelitian Chotimah (2008), menyatakan bahwa perlakuan
pemanasan dengan pelilinan 4% merupakan perlakuan yang terbaik dalam
mempertahankan mutu alpukat berdasarkan parameter susut bobot, kekerasan,
total padatan terlarut, kadar air, dan mampu bertahan terhadap serangan penyakit
sampai akhir penyimpanan.
Kualitas buah naga ditentukan oleh kandungan kadar gula sebagai total
padatan terlarut. Hal ini disebabkan karena buah naga pada saat pasca panen dan
masa penyimpanan masih mengalami perubahan fisiologis hingga memasuki masa
kelayuan, penurunan gula dan padatan terlarut lainnya. Muliansyah (2004)
menyatakan bahwa buah yang tidak dilapisi (control) memiliki kadar air yang
lebih rendah dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin lebah.
Menurut Shonti (2003), bahwa kehilangan air pada buah naga dapat
dikurangi dengan mempertahankan RH tinggi, menurunkan suhu, memberikan
aliran udara yang cukup untuk menghilangkan panas dari proses respirasi pada
buah, dan memberikan lapisan lilin yang tidak tembus air. Menurunnya kadar air
disebabkan oleh metabolisme produk, selama penyimpanan cairan dalam sel dan
antar sel yang akan keluar. Safaryani, dkk (2007) menambahkan peningkatan suhu
penyimpanan antara 0-35˚C akan meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan
sayuran, yang member petunjuk bahwa baik proses biologi maupun kimiawi
dipengaruhi suhu.
Dapat disimpulkan, dalam mempertahankan kualitas buah nagadengan
memberikan perlakuan berupa pemberian lapisan emulsi lilin pada penyimpanan
buah naga memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot, warna daging,
warna kulit.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di laboratorium pengolahan
hasil pertanian dan analisis hasil pertanian, fakultas pertanian, universitas Riau,
pelapisan
emulsi
lilin
6%
merupakan
perlakuan
yang
terbaik
dalam
mempertahankan mutu buah naga berdasarkan parameter susut bobot, padatan
terlarut, dan laju respirasi. Selain itu dengan pemberian emulsi lilin 6% memiliki
warna kulit yang khas dibandingkan dengan tanpa perlakuan.
Daftar pustaka
Rahmawati, B., & MAHAJOENO, E. (2009). Variation of morphology, isozymic
and vitamin C content of dragon fruit varieties. Nusantara bioscience,
1(3).
Renasari, N. BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA SUPER RED DI WANA
BEKTI HANDAYANI.
Wahyuni, R. (2011). Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus
costaricersis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami Pada
Pembuatan Jelly. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2).
Purwanto, E. G. M. (2014). Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus
costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal
Keteknikan Pertanian, 25(2).
Harun, N., Efendi, R., & Hasibuan, S. H. (2013). PENGGUNAAN LILIN
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH NAGA
MERAH (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Sagu, 11(2).
Soesanto, I. L. (2006). Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius.
Jaya, I. K. D. (2010). Morfologi dan Fisiologi Buah Naga dan Prospek Masa
Depannya di Indonesia. Crop Agro, 3(1), 44-50.
PROSES METABOLISME DALAM PRODUK PASCA PANEN
Metabolisme adalah proses perubahan zat menjadi zat lain. Metabolisme
terbagi atas dua bagian yakni anabolisme dan katabolisme. Didalam proses
anabolisme membutuhkan energy (ATP) yang masuk kedalam sel untuk membuat
molekul besar dan kompleks dari molekul sederhana, seperti pada proses
fotosintesis pada tanaman yang memerlukan energy cahaya matahari. Atau
pembentukan glikogen dari glukosa dan protein dari asam amino. Sedangkan
katabolisme merupakan proses perombakan molekul besar dan kompleks menjadi
molekul kecil dan sederhana. Seperti pada proses pernafasean, glukosa dirombak
menjadi karbon dioksida dan air, lalu dihasilkan energi.
Produk pertanian merupakan produk yang mudah rusak, karena produk
pertanian khususnya buah dan sayur masih menggandung sekitar 65 – 95% air.
Komuditi lain seperti kacang-kacangan menggandung kadar air kurang dari 1020%. Meskipun setelah pemanenan produk pertanian tersebut masih melakukan
proses kegiatan, seperti proses fotosintesis, didalam proses fotosintesis akan
mempengaruhi pada perubahan tekstur, warna dan bau pada tanaman yang
dihasilkan. Sifat yang rentan terhadap kerusakan sangat diperlukan penanganan
khusus teknik pasca panen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pada waktu paska panen
dibagi menjadi dua bagian, yang pertama kerusakan dikarenakan faktor dalam
produk itu sendiri, seperti dan yang kedua faktor dari luar produk, seperti
serangan hama, respirasi dan lain-lain. Tanaman buah dan sayur adalah suatu
organisme yang bernafas dengan mengunakan karbon dioksida, komuditi tersebut
juga melakukan proses transpirasi, dimana proses ini berkelanjutan hingga proses
pasca panen, karena pada akhirnya kwalitas produk pertanian tergantung pada
cadangan makanan dan kadar air.
Peper ini menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya metabolisme
hasil produk pertanian, serta bagaimana memberi perlakuan terhadap produk
setelah dipanen. Sehingga pada nantinya produk tidak mengalami kerusakan.
A.
Respirasi
Produk pertanian adalah produk yang mudah rusak (perishable
product), sehingga perlu adanya strategi yang dilakukan pasca pemanenan.
Produk yang tidak tahan lama disebabkan laju respirasi yang tinggi,
semakin tinggi tingkat respirasi produk tersebut semakin pendek juga
umur simpan produk.
Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat dengan oksigen (O2)
yang menghasilkan carbondioksida (CO2), air (H2O) dan enrgi. Terdapat
dua faktor yang mempengaruhi laju respirasi
1.
Faktor internal
a. Tipe komoditi
b. Tahap Perkembangan saat Panen
c. Komposisi Kimia
2.
Faktor Eksternal
a. Suhu
b. Konsentrasi Oksigen
c. Konsentrasi Karbondioksida
d. Konsentrasi Etilen
e. Derita (stress)
Laju respirasi produk sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu dan
kelembapan yang tinggi, mengakibatkan kegagalan pemasakan produk,
sehingga akan menguragi atau merubah nutrisi yang ada didalam produk,
pada akhirnya akan menyebabkan menurunnnya daya guna produk. Setiap
produk pertanian mempunyai kisaran suhu penyimpanan yang berbedabeda,hal ini sangat perlu diketahui agar penganganan penyimapannya
dilakukan secara tepat dan benar, sehingga tujusn peyimpanan produk
dapat tercapai. Berikut tabel rentan buah dan sayur terhadap kerusakan
suhu dingin (FAO, 1989) :
Suhu Aman
Komoditas
Terendah
(OC)
Gejala Kerusakan Suhu Dingin
Perubahan warna abu-abu pada daging
Avokad
5-13
buah
Pisang
12-14
Warna kulit buah: coklat keabu-abuan
Berbintik, dan berwarna kekuning-
Buncis Hijau
7
kuningan
Mentimun
7
Berbintik, noda kebasahan, dan busuk
Kudis coklat, berbintik, pecah
Anggur
10
kebasahan
Jeruk
7
Berbintik, coklat, pecah kebasahan
Mangga
10-13
Kudis kulit abu-abu, mentah
Melon
7-10
Berbintik, gagal masak, busuk
Semagka
5
Berbintik, rasa pahit
Berbintik, gagal masak, bau tak sedap,
Papaya
7
busuk
Nanas
7-10
Warna hijau kusam, bau tidak sedap
Kentang
4
Perubahan warna jaringan
Paprika
7
Berbintik, busuk Alternaria
Perubahan warna jaringgan, bintik,
Ubi jalar
13
busuk
Tomat hijau
13
Perubahan kebasahan, busuk
Masak tak normal, warna kusam, busuk
Tomat masak
7-10
Alternaria
Teknik pasca panen menjadi strategi dalam menaggulagi kerusakan
pasca panen dengan menurunkan laju respirasi juga berarti menurunkan
perombakan kabohidrat didalam produk. Pada penyimpanan suhu yang
rendah berpengaruh terhadap aktivitas enzim-enzim repirasi, pada setiap
kenaikan suhu 10oC sampai suhu diatas 37,8oC laju repirasi akan
meningkat 2-3 kali lipat. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
10
2
1
2
10
1
B.
R2
: Laju respirasi pada T2
R1
: Laju respirasi pada T1
T2 dan T1
:
Suhu dalam OC
Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses perubahan energi matahari menjadi
karbohidrat dan oksigen didalam tumbuhan hijau. Proses ini bisa terjadi
apabila intensitas cahaya tinggi, proses fotosentesis menghasilkan
karbohidrat yang diperlukan sebagai cadangan yang jumlahnya terbatas
dan akan terus menurun jumlahnya selama priode pasca panen.
Produk dari fotosintesis adalah karbohidrat, kloroplas merupakan
tempat tejadinya reaksi pembentukan karbohidrat dan juga merupakan
pigmen warna hijau yang terdapat didalam klorofil.
Pada proses fotosintesis sangat berkaitan dengan proses respirasi yaitu
pembentukan kabohidrat melalui energi matahari, selanjutnya karbohidrat
tersebut akan dirombak menjadi energi dan oksigen dalam proses repirasi,
kemudianan oksigen tersebut digunakan lagi dalam proses fotosintesis.
Kedua proses tersebut terjadi didalam sel-sel jaringan buah atau sayur
yang terjadi secara langsung dan berurutan.
Fotosintesis mempunyai hubungan sangat erat dengan proses respirasi,
dimana fotosintesis akan menghasilkan gula dan oksigen sebagai starter
proses respirasi kemudian pada proses respirasi akan menghasilkan
karbondioksida dan air sebagai hal yang dibutuhkan proses fotosintesis.
Sebagaimana sesuai gambar berikut:
Karbohidrat + Oksigen
Fotosintesis
C.
Karbondioksida + Air
Respirasi
Pertimbangan Metabolisme
Produk yang mudah rusak adalah salah satu cirri dari produk
pertanian, akibatnya perlu penanganan khusus setelah pemanenan, agar
metabolisme dalam produk diperlambat sehingga produk dapat bertahan
lebih lama. Maka sangat penting adanya pertimbangan metabolisme.
Pertimbangan fisik, buah dan sayur menggandung banyak air,
sehingga mudah mengalami kerusakan karena saling benturan fisik.
Kerusakan fisik dapat terjadi pada kegiatan sebelum penan atau setelah
pemanenan, yang pada akhirnya sampai ke tangan konsumen mengalami
kerusakan. Seperti bagian dari buah berlubang, pecah dan lain-lain, yang
menyebabkan udara dari luar masuk kedalam daging buah mengakibatkan
buah terkontaminasi dicirikan berwarna coklat dan mudah busuk.
Pertimbangan lingkungan, suhu adalah faktor yang paling penting
terhadap laju kerusakan komoditi pasca panen, setiap peningkatan 10OC
tingkat laju kerusakan semakin cepat, dua sampai tiga kali lebih cepat.
Daftar Pustaka
Soesanto, Loekas, 2006, Penyakit Pascapanen, Yogyakarta, Kanisius
Susanto tri, 1994, Fisiologi dan Teknologi Pascapanen, Yogyakarta,
Akademika
PERKEMBANGAN PEMATANGAN FISIOLOGIS DAN MUTU PASCA
PANEN
Dalam mengetahui perkembangan pematangan fisiologis ada beberapa
tahapan:
1.
Transpirasi
Hilangnya uap air atau gas dari jaringan tanaman menuju ke permukaan
tanaman. Tujuan Transpirasi adalah mengatur suhu bahan tetap pada dua
jenis tumbuhan, yaitu: Acalypha sp. dan Bauhemia sp. Secara alami
penguapan air di lakukan dari energy yang dihasilkan Respirasi. Pada
Transpirasi hal yang paling penting adalah di fusi uap air dari udara yang
lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Dari besarnya uap air
di dalam Transpirasi ada 2 faktor, di antaranya: 1. Factor dari dalam
tumbuhan (jumlah daun, lebar daun, jumlah stomata) 2. Faktor dari luar
tumbuhan (angin, suu, kelembaban dan cahaya)
2.
Respirasi
Respirasi sama dengan pernafasan. Dalam tubuh manusia pernafasan
adalah proses pertukaran paru-paru. Sedangkan, dalam tumbuhan
pernafasan adalah proses pembakaran suatu zat di dalam sel tubuh untuk
mendapatan energy. Dalam tumbuhan respirasi (pernafasan) di bagi
menjadi 2, yaitu: aerob dan anaerob. Tujuan Respirasi sama halnya dengan
makhluk hidup lainnya
termasuk juga dalam
tumbuhan,
yaitu:
mendapatkan energy. Dalam tumbuhan pernafasan menggunakan anaerob
akan mendapatkan energy. Caranya dengan mengurai sejumlah bahan
tertentu di tempat mereka hidup. Sedangkan pada pernapasan aerob, akan
dihasilkan karbon dioksida juga uap air yang kemudian akan dikeluarkan
melalui tubuh tumbuhan dengan sistem difusi. Semua gas yang keluar dan
masuk tersebut melewati stomata yang terletak pada permukaan daun
tumbuhan juga inti sel yang ada pada batang tumbuhan. Pada kondisi
tertentu, akar tanaman juga merupakan tempat keluar masuknya gas.
Terutama bagi tanaman yang tumbuh di rawa.
3.
Etilen
Etilen adalah pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen merupakan
prduksi metablisme tanaman. Pemanfaatan Etilen untuk impor buah. Buah
dikemas dalam bentuk yang indah dan menarik. Gas etilen tidak berwarna
namun mudah menguap. Etilen secara luas digunakan dalam industri kimia
dan diproduksi secara global. Etilen juga sangat penting sebagai hormon
alami tumbuhan, digunakan dalam pertanian untuk mematangkan buah.
Etilen diproduksi dari semua bagian tanaman termasuk daun, akar, bunga,
buah, biji, dan bagian lainnya. Selama tanaman hidup, produksi etilen
dirangsang selama masa pertumbuhan. Produksi etilen juga dapat
dirangsang oleh berbagai aspek internal seperti luka mekanik, stress
lingkungan, dan berbagai bahan kimia
Selain beberapa tahapan untuk mengetahui perkembangan pematangan
fisiologis diatas, ada karakteristik umum prduk pasca panen
a. Voluminous and bulky
Biaya angkut mahal
Perlu ruang dan biaya yang besar
Biaya total pemasaran lebih mahal dari pada prduksinya
Harga prduk lebih kecil dari pada volumenya
b. Penawaran produknya relative kecil
Penetapan harga umumnya dikuasai leh pelaku pasar lain
Secara perorangan petani pada umumnya merupakan supplier kecil
yang tidak memiliki psisi tawar dalam menentukan harga
c. Mudah rusak/ perishable
Dikarenakan Rendahnya kualitas penanganan pasca panen,
Kandungan air yang relatif tinggi, Faktor-faktor lain yang lekat
dengan karakteristik biologis dan fisiologis produk agronomi itu
sendiri.
Produk hasil pertanian di kenal tidak tahan lama dan sangat mudah
rusak
d. Ketidak seragaman
Kualitas produk cenderung dikenal seragam (kematangan, ukuran,
dll)
e. Ketergantungan pada alam
Produksi terpusat di daerah tertentu sampai distribusi
Produk tertentu hanya dapat di tanam pada kondisi alam tertentu
dan di panen hanya di musim-musim tertentu
Seluruh aspek alamiah memberikan pengaruh yang signifikasikan
terhadap produk hasil pertanian
Perubahan kondisi alam di luar kecendrungan alamiahnya akan
berakibat pada kegagalan panen
f. Bersifat musiman
A.
Ketersediaan produksi hasil pertanian bersifat musiman
Stadia Perkembangan Tanaman
Pada dasarnya makhluk hidup yang di ciptakan oleh tuhan perlu
mengalami perkembangan. Tidak terkecuali juga pada tanaman. Dengan
tujuan untuk bisa mempertahankan kehidupan dari generasi ke generasi.
Pada proses perkembangan tanaman, salah satu perkembangan yang paling
terpenting adalah proses fotosintesis. Di dalam karbondioksida (CO2) dan
air (H2O) ada sel klorofil yang bereaksi dengan bantuan radiasi untuk
pembuatan gula. Gula ini bertujuan untuk memprduksi yang melalui
respirasi (pernafasan). Selain itu gula juga berfungsi untuk membentuk sel
atau jaringan tubuh yang baru (proses asimilasi) atau dapat diubah menjadi
pati, lemak, dan protein sebagai cadangan makanan yang disimpan diakar,
ranting, daun buah dan biji. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,
proses fotosintesis harus dibuat menjadi lebih efisien. Hal ini dapat
dilakukan dengan memperbaiki kelembapan tanah (menurunkan tingkat
stress akibat kekeringan), meningkatkan penyerapan energi surya dan CO2,
serta menyediakan nutrisi yang diperlukan dalam proporsi yang benar dan
tepat.
Umumnya tahap perkembangan ada 2 fase, yakni fase vegetative dan
fage generative:
1.
Fase vegetative adalah Fase generatif merupakan fase pertumbuhan
dimana tanaman menimbun karbohidrat untuk pembentukan bunga,
buah, biji, serta pemasakan buah.
2.
Fase vegetatif adalah fase dimana tanaman menggunakan sebagian
besar karbohidrat untuk membentuk akar, batang, daun, pucuk
tanaman, dan pembesaran tanaman.
B.
Proses Pematangan Fisiologis
Secara alami, tanaman memproduksi hormon untuk mematangkan
buah. Namun banyak petani atau pedagang banyak juga yang mematangkan
buahnya dengan cara diperam. Proses ini menghasilkan gas etilen yang
merambat dari molekul ke molekul. Hal itu yang mendasari memberi
kalsium karbida (kalsium karbit) dalam proses pematangan buah.
Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang
memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses
pematangan di kulit buah. Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga
terjadi pematangan merata.
Secara alami karbohidrat dalam kandungan daging buahnya berubah
menjadi glukosa, yang membuat rasa manis dan melunak. Dibandingkan
dengan hasil karbitan, zat pati berkurang, sehingga kemanisan juga menjadi
berkurang.
Idealnya, buah memang matang di pohon. Dikhawatirkan gas dari
karbit menempel di kulit dan diserap ke dalam daging buah. Jika tertelan,
menimbulkan dampak berbahaya. Tetapi kandungan vitamin dan mineral
tidak mengalami perubahan.
Perlu diketahui juga buah yang dikarbit selain rasanya kurang manis,
juga gampang busuk. Sementara buahnya terlihat matang dan kuning. Efek
lain juga dapat menimbulkan bercak pada kulit sehingga tampilan buah
menjadi kurang menarik. Metode pematangan buah:
Secra
Tradisional
Buah pisang diperam dalam tempayan yang terbuat dari tanah liat.
Setelah buah dipotong, bentuk sisir dan getahnya sudah kering,
kemudian disusun di dalam tempayan dan ditutup dengan kuali, agar
udara tidak keluar. Antara tempayan dan kuali diberi tanah liat dan
dibakar, agar udara di dalam tempayan menjadi panas, sehingga
buah menjadi cepat matang. Lama pemeraman biasanya 2 atau 3
hari.
Dengan
karbit
Pemeraman dengan karbit dapat dilakukan di pohon atau sesudah
dipanen. Bila buah masih di pohon, segumpal karbit (kurang lebih 10
g) diletakkan di antara sisir pisang di bagian tengah. Kemudian
tandan pisang dibungkus plastik atau karung dan diikat di bagian
atasnya. Beberapa hari kemudian pisang akan matang dengan warna
kulit buah kuning.
Bila sesudah dipanen, buah dalam bentuk tandan atau sisir disusun.
Pada tiap pojoknya diberi karbit. Karbit dibungkus kertas, dengan
perkiraan untuk setiap 1 kg pisang membutuhkan 1 g karbit. Buah
pisang kemudian ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 2 hari.
Setelah 2 hari tutup dibuka dan buah diangin-anginkan. Dalam
waktu 2-3 hari buah akan matang secara serempak.
C.
Mutu Pasca Panen
Komoditas sayuran harus sesegera mungkin diberi penanganan pasca
panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk
kehilangan (Kasmire, 1985). Secara spesifik penanganan pasca panen
terhadap sayuran meliputi pencucian, perbaikan bentuk kulit permukaan
(curing), sortasi, penghilangan warna hijau (degreening), pengemasan, dan
pendinginan.
Pencucian
Hampir semua komoditas sayuran yang telah dipanen mengalami
kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga perlu dilakukan
pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
kotoran serta residu pestisida (insektisida atau fungisida). Namun
demikian, pencucian tersebut tidak dilakukan terhadap sayuran yang
teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional pencucian
ini menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
disarankan penambahan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba
dapat dihilangkan dengan lebih efektif. Setelah pencucian biasanya
bahan dikeringkan dengan cara meniriskannya dialam terbuka atau
dengan cara mengalirkan udara panas.
Curing
Kegiatan ini dilakukan terhdap komoditas sayuran yang
mengalami kerusakan kulit. Contoh komoditas seperti kentang, bawang
merah, bawang putih, ubi jalar dan lain-lain biasanya memperoleh
perlakuan curing sebelum disimpan/dipasarkan dengan tujuan agar
permukaan kulit yang terluka/tergores dapat tertutup kembali. Hal ini
biasanya dilakukan dengan cara membiarkan bahan untuk beberapa hari
pada suhu ruang. Untuk bawang merah atau bawang putih, curing dapat
juga dilakukan dengan cara menjemurnya dengan sinar matahari. Proses
curing dapat diaktifkan dengan suhu rata-rata dibawah suhu ruangan
dan kelembaban yang tinggi. Sebagai contoh, ubi jalar dilakukan pada
suhu 32,8°C dengan humaditas relatif berkisar 95-97% sedangkan
untuk kentang dapat dilakukan dalam 2 tahap yakni pada suhu 18°C
selama 2 hari kemudian pada suhu 7-10°C selama 1 minggu dengan RH
berkisar 90-95%. Selain hal tersebut,proses curing memberikan
keuntungan lain yakni menurungkan kadar air yang dapat mencegah
pertumbuhan kapang. Hal tersebut dapat dilihat pad beberapa
komoditas terutama pada bawang merah atau bawang putih.
Sortasi
Nilai ekonomi berbagai jenis hortikultura tergantung pada mutu
komoditas tersebut. Oleh karena itu proses pemisahan antar komoditas
(sortasi) yang mutunya rendah dengan yang mutunya tinggi perlu
dilakukan. Pemisahan tersebut berdasarkan ukuran, tingkat kematangan,
rusak, lecet, memar,busuk, warna dan sebagainya. Perlakuan sortasi
tergantung juga kepada peruntukannya atau tempat pemasarannya
(misalnya pasar swalayan, restoran, atau hotel). Pada Tabel 2 berikut ini
diperlihatkan kriteria sortasi beberapa jenis sayuran khususnya yang
berasal dari Jawa Barat.
Pelilinan
Tingkat
kesukaan
konsumen
terhadap
hortikultura
juga
dipengaruhi warna komoditas. Berbagai upaya telah dilakukan agar
kenampakan komoditas tersebut dapat semakin menarik. Salah satu cara
yang dilakukan adalah pemberian lapisan lilin atau pelilinan (waxing).
Beberapa jenis sayuran terutama sayuran buah kadang-kadang diberi
perlakuan pelilinan dengan tujuan untuk meningkatkan kilap, sehingga
penampakannya akan lebih disukai oleh konsumen. Selain itu, luka atau
goresan pada permukaan buah dapat ditutupi oleh lilin. Namun
demikian pelilinan harus dilakukan sedemikian rupa agar pori-pori buah
tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi proses anareobik dalam
sayuran. Proses anaerobik dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi
yang dapat mempercepat terjadinya pembusukan. Bahan yang dipakai
dalam pelilinan adalah yang bersifat pengemulsi (emulsifier) yang
berasal dari campuran tidak larut lilin-air dan yang lainnya adalah
larutan lilin-air (solvent wax). Bahan yang bersifat pengemulsi ini lebih
banyak digunakan kerena lebih tahan terhadap perubahan suhu
dibandingkan dengan larutannya yang mudah terbakar.
Selain itu, penggunaan emulsi lilin-air tidak mengharuskan
dilakukannya pengeringan buah terlebih dahulu setelah proses
pencucian. Untuk menjaga buah dari serangan mikroba maka kedalam
emulsi lilin-air dapat ditambahkan bakterisida atau fungisida. Jenisjenis emulsi lilin- air yang biasa digunakan antara lain adalah lilin tebu
(sugarcane wax), lilin karnauba (wax), terpen resin termoplastik,
shellac, sedangkan emulsifier yang banyak digunakan adalah trietanolamin dan asam oleat. Ada beberapa cara pelilinan dengan
memakai emusi lilin-air pada sayuran buah adalah dengan cara
pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), pencelupan (dipping),
atau dengan cara disikat (brushing). Cara yang paling banyak
digunakan adalah dengan cara pembusaan dan penyikatan karena
pengerjaannya lebih mudah dan praktis.
Grading
Grading hampir sama dengan sortasi. Kalau sortasi adalah
pemisahan/ pengelompokan berdasarkan mutu yang erat kaitannya
dengan kondisi fisik (busuk, lecet, memar) bahan sedangkan grading
lebih kearah nilai estetikanya (warna, dimensi). Dalam hal tertentu
misalnya tingkat kematangan maka grading dan sortasi memiliki
kriteria yang sama. Kombinasi keduanya menghasilkan standar mutu
sayuran dimana ada jenis sayuran memiliki 1 atau lebih standar mutu.
Proses penghilangan warna hijau (degreening) hanya berlaku
untuk sayuran buah seperti tomat yang bertujuan agar warnanya lebih
khas dan seragam. Proses ini dapat dilakukan dengan penggunaan gas
etilen atau asetilen. Tingkat kematangan buah dan kecepatan
dekomposisi klorofil menentukan lamanya proses penghilangan warna
hijau tersebut. Biasanya buah yang berwarna hijau terang dan umur
cukup tua mempunyai proses yang lebih pendek. Kondisi terbaik untuk
proses ini adalah pada suhu 80oC dengan kelembaban udara sekitar 8592%. Kondisi ini harus dipertahankan karena kelembaban yang terlalu
tinggi menimbulkan kondensasi yang memperlambat proses dan
meningkatkan pembusukan buah, sedangkan pada kelembaban rendah
yang
meskipun
menghambat
pembusukan
buah
tetapi
terjadi
pengkerutan dan keretakan/pecahnya kulit buah.
Proses degreening tersebut dilakukan dalam ruangan dengan suhu
dan kelembaban terkontrol dimana gas etilen murni yang digunakan
berkonsentrasi rendah 1:50.000. Secara tradisional proses ini umumnya
menggunakan gas karbit atau asap dari pembakaran minyak tanah
(kerosin). Penggunaan gas etilen pada proses degreening ini atas dasar
hasil penelitian bahwa etilen membantu hidrolisa stroma plastid dan
bahan-bahan yang dapat digunakan untuk respirasi dimana klorofil
tidak terlindungi dan terhidrolisa oleh enzim klorofilase dan selanjutnya
dioksidasi oleh hidrogen perioksida dengan bantuan ferrohidroksida
sebagai katalisator. Oleh karena aktivitas hidrolisa berada pada lapisan
sub-epidermis maka mutu internal buah tidak terpengaruh
Pengemasan dan Pengepakan
Pengemasan dilakukan secara bertahap dimana pada tahap
pertama (primer) dimana sayuran dikemas dengan bahan plastik atau
kertas agar bahan terhindar dari kerusakan akibat gesekan atau benturan
sesama bahan maupun dengan benda lain sehingga mutunya dapat tetap
dipertahankan. Selanjutnya dilakukan tahap kedua (sekunder) dimana
sauran dikemas karton atau kotak kayu. Selanjutnya karton atau kotak
kayu tersebut disimpan di atas suatu pallet untuk kemudian dikirim ke
ruang pendingin.
Daftar Pustaka
http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/proses-pertumbuhantanaman.html
http://mon-devoir.blogspot.co.id/2015/07/tugas-review-jurnal-fisiologidan.html
https://www.scribd.com/doc/188567081/Fisiologi-Pasca-Panen-BuahDan-Sayur
http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/18/proses-pematangan-buah/
http://slideplayer.info/slide/2823770/
http://kelasbiologiku.blogspot.co.id/2013/03/sistem-respirasi-padatumbuhan.html
PERGERAKAN GAS, BAHAN PELARUT DAN TERLARUT DALAM
PRODUK PASCA PANEN
A.
Pergerakan Dan Pertukaran Gas
Pergerakan dalam arti kecil yaitu berpindahnya letak suatu barang atau
benda dari satu tempat ke tempat yang lain ada dua gas sangat penting dalam
kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya gas tersebut adalah
Karbondioksida (Co2) , karbondioksida adalah zat yang biasanya di lepas selama
proses respirasi dan di konsumsi selama fotosintesis. Gas penting selanjutnya
yang sangat dibutuhkan dalam proses pertukaran gas pada tanaman pasca panen
adalah Oksigen (O2) , Oksigen adalah zat yang di konsumsi selama respirasi dan
dilepas selama fotosintesis.
Gas memiliki 2 sisi yaitu positif dan negatif, gas dapat menguntungkan
dan merugikan bagi produk tanaman dikarenakan molekul gas dapat di produksi
oleh tanaman atau dari sumber luar, gas bergerak dari area konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah dengan difusi atau penyebaran, pergerakan dari satu tempat ke
tempat lainnya adalah secara random dari molekul individu oleh energi
kinetiknya, jika gas secara continue di bentuk (co2 atau etilen) atau di gunakan
(o2) di dalam jaringan, maka situasi lebih kompleks terjadi sehingga keadaaan
steady state tidak pernah terjadi.
B.
Pergerakan pelarut dan bahan terlarut
Pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain umumnya
berbentuk padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bentuk cairan dan
padatan, tiap molekul saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar
molekul, gaya tarik menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan.
Apabila terdapat zat terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut
tersebut akan menyebar ke seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat
terlarut menyesuaikan dengan bentuk pelarutnya.
Sedngkan zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam sebuah zat pelarut,
zat terlarut biasanya jumlahnya lebih sedikit dari zat pelarutnya. Contoh zat
terlarut adalah larutan garam dan gula, kedua larutan tersebut adalah zat yang
terlarut terbentuk padat dalam larutan. Contoh selanjutnya yaitu air sirup, sirup
merupakan zat yang terdispersi dalam larutan air sirup.
Dalam pergerakan pelarut air merupakan media transportasi dan sangat
penting bagi distribusi senyawa dalam produk pasca panen, peningkatan suhu
menyebabkan kelarutan senyawa dalam air. Air dan bahan terlarut juga di
dapatkan di dalam apoplast system diluar membran plasma sebagai tempat kedua
dari pergerakannya. Dalam symplast maupun apoplast sistem pergerakan air dan
bahan terlarut berdifusi merespon gradien dengan baik. Pelarut dan bahan terlarut
bergerak akibat responnnya terhadap perbedaan konsentarasi.
C.
Pertukaran air antara produk dan lingkungan
Dalam biologi pasca panen air memegang peran penting oleh karena itu
pergerakan air antara produk dan lingkungannya menjadi sangat penting pula.
Untuk pergerakan tergantung pada produk dan lingkungannya, pergerakan air
terjadi dari dalam keluar atau sebaliknya. Pergerakan tidak terjadi jika equilibrium
terjadi.
1) Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pertukaran air diantaranya
ialah :
a. Kelembaban
- Tekanan uap air adalah salah satu ukuran jumlah uap air yang
ada di udara
- Pergerakan uap air dikendalikan oleh defisit tekanan
b. Suhu
- Suhu produk yang meningkat menyebabkan peningkatan energi
bebas molekul air dan dengan meningkatkan pergerakannya
adalah potensiuntuk melakukan pertukaran.
- Suhu juga berpengaruh terhadap jumlah air yang dapat
digunakan oleh udara sekitar.
c. Tekanan
d. Pergerakan udara
e. Sinar
2) Hambatan pertukaran air dalam produk dan lingkungan
a. Suhu dan kelembaban adalah faktor sangat kritis dalam
meminimalkan defisit tekanan uap air.
b. Pengaruh suhu terjadi melalui kejadian kompleks sedangkan
pengaruh kelembaban terjadi secara langsung.
Ada beberapa perlakuan untuk menghambat pertukaran air dalam produk
dan lingkungan:
1) Kondisi lingkungan
- Penurunan suhu
- Menjaga kelembaban tinggi
- Meminimlkan pergerkan udara
- Meminimalkan fluktuasi suhu
2) Perlakuan produk
- Cegah pelukaan dan abrasi selama panen dan pasca panen
- Pendinginan cepat setelah panen
- Pelapisan permukaan
- Pengemasan
- Mengurangi luas permukaan penguapan
Pertanyaan
1. Apakah pengertian zat pelarut dan terlarut
2. Sebutkan apa sajakah faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertukaran air
PERAN PROSES RESPIRASI DAN FOTOSINTESIS UNTUK PRODUK
PASCA PANEN
A. Respirasi
Respirasi diartikan sebagai sebuah proses pergerakan atau mobilisasi
energi oleh makhluk hidup dengan cara memecah senyawa dengan energi tinggi
yaitu SET yang digunakan untuk penyokong aktivitas dalam keseharian makhluk
hidup tersebut. Kegiatan respirasi yang berlangsung untuk semua makhluk hidup
baik itu pada hewan, tumbuhan dan manusia. Dalam ilmu biologi, secara umum
terdapat dua jenis respirasi menurut keterlibatan oksiden di dalamproses respirasi
antara lain sebagai berikut:
1.
Respirasi aerob
Respirasi aerob adalah Suatu bentuk respirasi seluler yang
membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Respirasi aerob
merupakan proses menghasilkan energi oleh oksidasi penuh nutrisi melalui
siklus Krebs di mana oksigen adalah akseptor elektron terakhir. Dengan
respirasi aerob, glikolisis berlanjut dengan siklus Krebs dan fosforilasi
oksidatif. Reaksi-reaksi pasca-glikolitik terjadi di mitokondria dalam sel
eukariotik, dan pada sitoplasma dalam sel prokariotik. Metabolisme aerob
lebih efisien daripada metabolisme anaerob dalam hal keuntungan bersih
ATP.
Dengan respirasi aerobik, glikolisis berlanjut dengan siklus Krebs dan
fosforilasi oksidatif. Reaksi pasca-glikolitik terjadi pada mitokondria
dalam sel eukariotik, dan di sitoplasma dalam sel prokariotik. Metabolisme
aerobik lebih efisien daripada metabolisme anaerob dalam hal keuntungan
bersih ATP.
Semua makhluk hidup membutuhkan sumber energi kimiawi untuk
hidup. Hewan (dan manusia) makan makanan sebagai sumber energi
kimia. Tanaman membuat makanan, dengan menggunakan energi sinar
matahari dalam proses yang disebut fotosintesis.
Baik hewan dan tumbuhan kemudian melepaskan energi dari makanan
dengan menggunakan proses respirasi. Respirasi adalah pelepasan energi
dari glukosa atau bahan kimia organik lain. Ini adalah seperangkat reaksi
kimia di dalam tubuh.
Proses melepaskan energi bekerja paling efisien jika oksigen
digunakan. Respirasi Aerob adalah bentuk normal respirasi. Hal ini
membutuhkan oksigen dan melepaskan energi paling banyak dari glukosa.
Ketika kita bernafas seperti ini kita menghirup oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida keluar. Selama respirasi aerob 1 mol glukosa
menghasilkan 2.830 kilojoule energi. Respirasi aerob menghasilkan energi,
karbon dioksida dan air.
Respirasi aerob terjadi di dalam sel. Semua sel membutuhkan pasokan
energi untuk melaksanakan fungsi mereka. Makanan dan oksigen yang
diangkut ke sel-sel pada manusia oleh darah dalam sistem peredaran darah.
Oksigen berasal dari paru-paru dari sistem pernapasan dan makanan
berasal dari usus kecil dari sistem pencernaan. Mitokondria sel adalah
lokasi sebenarnya untuk respirasi aerob. Ketika makanan dibakar untuk
melepaskan energi dengan menggunakan oksigen dua produk limbah yang
dihasilkan: karbon dioksida dan air. Proses respirasi aerob dapat diwakili
oleh persamaan kata: makanan + oksigen -> energi + karbon dioksida +
air.
Respirasi
aerob
adalah
peristiwa
pembakaran
zat
makanan
menggunakan oksigen dari pernapasan untuk menghasilkan energi dalam
bentuk ATP. Selanjutnya, ATP digunakan untuk memenuhi proses hidup
yang selalu memerlukan energi. Respirasi aerob disebut juga pernapasan,
dan terjadi di paru-paru. Sedangkan, pada tingkat sel respirasi terjadi pada
organel mitokondria. Secara sederhana reaksi respirasi adalah sebagai
berikut
:
C6H12O6
+
6O2
→
6
CO2
+
6H2O
+
36
ATP
Respirasi aerob terjadi secara bertahap adapun tahap-tahapnya :
a.
Glikolisis
Glikolisis merupakan perombakan glukosa menjadi asam piruvat
dalam sitosol secara anaerob. Terjadi kegiatan enzimatis dan
melibatkan energi berupa ATP dan ADP. Hasil akhir glikolisis adalah
2 mol asam piruvat untuk setiap 1 mol glukosa, 2 mol NADH sebagai
sumber elektron berenergi tinggi, 2 mol ATP untuk setiap mol
glukosa.
b. Daur Kreb`s
Terjadi penyatuan aseti Ko-A dengan asam oksaloasetat
(terjadinya perubahan asetil Ko-A menjadi CO2 dengan pembebasan
energi), membentuk asam sitrat maka peristiwa ini sering disebut juga
siklus asam sitrat (asam trikarbosilat), terjadi dalam matriks
mitokondria.
Tiap molekul glukosa menghasilkan 2 molekul aseti koenzim A
dan 4 molekul CO2. Elektron berenergi tinggi dari glikolisis dan daur
Kreb`s dipindahkan ke rantai pembawa elektron.
Tiap molekul glukosa menghasilkan 2 molekul asetil koenzim A
dan 4 molekul CO2, Elektron berenergi tinggi dari glikolisis an daur
Kreb`s di pindahkan ke rantai pembawa elektron.
c.
Transfer Elektron
Terjadi dalam membran mitokondria, hidrogen berenergi tinggi
bereaksi dengan oksigen (sebagai akseptor terakhir) oleh enzim
sitokrom, akan terbentuk H2O. hidrogen dari siklus Kreb`s bergabung
dengan FADH2 dan NADH diubah menjadi elektron dan proton.
Dalam transfer elektron dihasilkan 34 ATP.
2.
Respirasi anaerob
Respirasi anaerob merupakan respirasi yang tidak memerlukan
oksigen atau O2. Respirasi anaerob terjadi di bagian sitoplasma yang
bertujuan mengurangi senyawa organik. Respirasi anaerob menghasilkan
sejumlah energi yang lebih kecil yaitu 2 ATP. Proses respirasi anaerob
didapati pada reaksi fermentasi dan pernapasan intra molekul. Respirasi
anerob, glukosa dipecah secara tidak sempurna menjadi komponen H2O
dan CO2. Di respirasi anaerob, hidrogen bergabung bersama sejumlah
komponen yaitu Asam Piruvat, Asetaldehida yang selanjutnya membentuk
asam laktat dan etanol.
Tanpa oksigen respirasi tidak melepaskan semua energi dan disebut
respirasi anaerob. Anaerob menghasilkan energi, karbon dioksida dan
asam laktat atau alkohol. Ketika kita bernafas, proses anaerob kita
memproduksi asam laktat yang dapat meracuni otot-otot kita. Ragi
menghasilkan alkohol selama respirasi anaerob. 1 mol glukosa akan
menghasilkan 118 kilojoule energi.
Dalam keadaan anaerob, asam piruvat hasil glikolisis akan di ubah
menjadi karbon dioksida dan etilalkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis
oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP yang
dihasilkan hanya 2 molekul untuk setiap satu molekul glukosa. Hal ini
dikarenakan respirasi anaerob menghasilkan karbon yang masih reduktif,
misalnya etanol dan asam laktat. Fermentasi etanol dilakukan oleh jamur
ragi secara anaerob. Fermentasi asam laktat terjadi pada otot manusia saat
melakukan kerja keras dan persediaan O2 kurang mencukupi. Penimbunan
asam laktat pada otot menyebabkan elastisitas otot menjadi berkurang dan
menimbulkan gejala kram serta kelahan. Dalam respirasi anaerob dapat
terjadi peristiwa :
a.
Peristiwa asam laktat : terjadi di otot, penimbunan asam laktat
yang berlebihan akan mengakibatkan otot terasa lelah, pegal, dan
linu.
b.
Fermentasi alkohol : terjadi pada khamir (ragi), dengan mengubah
asam piruvat menjadi etil alkohol (C2H5OH). Selain itu juga pada
fermentasi ragi pada pembuatan tape ketan, tape ketela.
c.
Fermentasi asam cuka : Fermentasi asam cuka merupakan satu
contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Dari
proses fermentasi asam cuka, energi yang dihasilkan lima kali
lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh fermentasi
alkohol.
Perbedaan Respirasi Anaerob dan Aerob
1.
Respirasi Aerob
Memerlukan oksigen
Proses yang terjadi dalam matriks mitokondria
Untuk memecah senyawa organik ke an-organik menghasilkan
energi dalam jumlah besar yaitu 36 ATP
2.
Respirasi Anaerob
B.
Tidak memerlukan kehadiran oksigen dalam prosesnya
Berlangsung dalam sitoplasma
Tujuan untuk mengurangi senyawa organik
Menghasilkan energi tapi dalam jumlah sedikit yaitu 2 ATP
FOTOSINTESIS
Fotosintesis adalah proses pembuatan molekul makanan berenergi tinggi
dari komponen yang lebih sederhana, yang dilakukan oleh tumbuhan autotrof
(tumbuhan yang dapat membuat makanan sendiri). Fotosintesis berasal dari kata
foton yang artinya “cahaya” dan sintesis yang artinya “penyusun”, jadi
fotosintesis juga diartikan dengan proses biokimiawi yang dilakukan oleh
tumbuhan untuk menghasilkan energi (nutrisi) dengan memanfaatkan energi
cahaya.
1.
Fungsi Fotosintesis
Fungsi utama fotosintesis adalah untuk memproduksi glukosa
sebagai sumber energi utama bagi tumbuhan, dengan adanya
glukosa ini akan terbentuk sumber energi lemak dan protein pula.
Nah zat-zat ini akan menjadi sumber makanan bagi manusia dan
hewan, oleh karena itu proses fotosintesis ini sangat penting
dalam kehidupan kita.
Prose Fotosintesis dapat membersihkan udara. Udara dibersihkan
dengan diserapnya karbondioksida dan dihasilkannya oksigen.
Sehingga
sering
kita
dengar
penanaman
pohon
untuk
membersihkan lingkungan, karena ada proses fotosintesis inilah
pohon bisa berguna untuk membersihkan udara kita.
Kemampuan fotosintesis tumbuhan pada masa hidupnya akan
membuat sisa sisa tumbuhan tersebut tertimbun di dalam tanah.
Timbunan dari tumbuhan dalam waktu yang lama akan
membuatnya menjadi batu bara yang merupakan bahan baku dan
sumber energi pada kehidupan modern.
2.
Proses Fotosintesis
Sebelum memulai penjelasan, silahkan diperhatikan bagan di bawah
terlebih dahulu.
Berdasarkan bagan tersebut maka secara singkat proses fotosintesis
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dalam proses fotosintesis ada 4 bahan yang harus dimiliki, yaitu :
3.
Karbondikoksida (CO2)
Air
Cahaya Matahari
Klorofil
Tahap-Tahap Reaksi Fotosintesi
Proses fotosintesis yang terjadi di Kloroplas terdiri atas 2 reaksi, yaitu
reaksi terang dan reaksi gelap.
a) Reaksi Terang
Dikat
katakan reaksi terang karena dalam prosesn
osesnya reaksi ini
membutuhka
butuhkan cahaya matahari. Reaksi ini terjadi di sa
salah satu ruang
kosong pa
pada kloroplas yang disebut membran tilakoid.
koid. Dalam reaksi
terang,, kl
klorofil akan menyerap cahaya dari mataha
hari, energi yang
didapat da
dari cahaya matahari akan digunakan untukk me
memecah molekul
air menjadi
njadi molekul oksigen dan hidrogen. Reaksi ini disebut sebagai
fotolisis,
s, da
dan dapat digambarkan dengan reaksi berikut
kut.
b) Reak
aksi Gelap
Sesua
suai dengan namanya reaksi gelap merupakann re
reaksi yang tidak
bergantun
ung pada cahaya. Inti dari proses reaksi ge
gelap merupakan
pengubaha
ahan Karbondioksida (CO2) menjadi glukosa.
osa. R
Reaksi gelap ini
terjadi pad
pada bagian stroma kloroplas. Reaksi gelap han
hanya akan terjadi
sesudah tterjadinya reaksi terang, dan proses reaksi
aksi gelap sangat
kompleks,
ks, ka
karena pengubahan Karbondioksida (CO2)
2)
4.
Faktor-Fak
-Faktor Yang Mempengaruhi Fotosintesis
1) Faktor
aktor Internal
Faktror
ktror internal adalah faktor yang berasal dar
dari tumbuhan itu
sendiri.. A
Artinya, setiap tumbuhan yang berbeda jenis,
nis, walaupun hidup
dalam ke
keadaan lingkungan yang sama akan berbe
rbeda pula reaksi
fotosintesi
ntesisnya, dapat kita katakan faktor internal me
merupakan faktor
hereditas
as ((keturunan).
Pada
da beberapa jenis tumbuhan, ada yang tidakk bbisa membentuk
klorofill (a
(albino) sehingga akan sangat berpengaruh
uh terhadap raksi
fotosintesi
ntesisnya.
2) Faktor
aktor Eksternal
a. Kan
Kandungan Air dan Mineral dalam tanah
Seperti yang telah kami jelaskan tadi sahabat, air merupakan
salah satu bahan baku yang digunakan untuk reaksi fotosintesis
jadi semakin banyak air dalam tanah semakin bagus reaksi
tersebut. Karena Fotosintesis sangat bergantung dari penyerapan
air oleh akar tumbuhan tersebut.
b. Temperatur
Fotosintesis merupakan reaksi yang tergantung kepada enzim,
sedangkan kerja enzim ini dipengaruhi oleh suhu. Enzim tidak
bisa bekerja pada suhu kurang dari 5 derajat Celcius dan diatar 50
derajat celcius, jika suhu tidak sesuai maka fotosintesis tidak akan
terjadi. Suhu terbaik untuk proses fotosintesis adalah diantara 28
– 30 derajat celcius.
c. Kandungan CO2 di udara
Kandungan CO2 di udara sekitar 0.03 persen, semakin banyak
CO2 akan semakin baik rekasi yang terjadi.
d. Kandungan O2
Rendahnya kandungan O2 di udara dan di dalam tanah akan
menghambat respirasi tumbuhan. Remdajmua respirasi ini juga
akan menghambat pembentukan energi oleh tumbuhan tersebut.
Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah
dipanen masih merupakan benda hidup, seperti kalau belum dipanen atau masih di
pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang
menunjukkan kehidupanya yaitu proses metabolisme. Karena masih terjadi proses
metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah
dipanen akan mengalami prubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut.
Perubahan
tersebut
disebabkan
oleh
beberapa
hal
seperti
terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan
pengeluaran cabon dioksida, serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut,
yang petama kita kenal dengan istilah respirai sedangkan yang kedua dikenal
sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura kalau masih di pohon tidak
masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air
oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut
tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari
lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan
sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau
dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan
perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen
biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi
mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi
busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai
sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat
diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju
kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti
bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya
dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai
kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk
yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya maka produk tersebut
mempunyai
nilai
atau
mutu
yang
tidak
sesuai
dengan
keinginan
pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia).
Kalau produk hortikultura masih di pohon maka produk tersebut masih
medapatkan pasokan / suplai apa saja yang diperlukan dari dalam tanah seperti air,
udara serta unsur hara dan mineral-mineral yang diperlukan untuk sintesis
maupun
perombak
tetapi
kalau
produk
tersebut
sudah
lepas
dengan
tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah tidak terjadi lagi/tidak
berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang masih melekat
pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi kalau sudah lepas
proses fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi proses metabolisme tetap
berlangsung baik sintesis maupun perombakan. Proses metabolisme pada buahbuahan maupun sayur-sayuran yang telah lepas dari pohonnya pada dasarnya
adalah transpormasi metabolis pada bahan-bahan organis yang telah ada atau telah
dibentuk selama bagian tersebut masih dalam pohon yang bersumber dari aktifitas
proses fotosintesis. Selain itu juga terjadi pegurangan kadar air dari dalam produk
hortikultura tersebut baik karena proses pengeluaran lewat permukaan produk
maupun oleh proses metabolisme oksidatif termasuk proses respirasi dari produk
yang tetap terus berlangsung.
Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan menentukan
daya tahan dari produk tersebut baik buah-buahan maupun sayur-sayuran yang
telah dipanen, sehingga sering dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama
setelah dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-umbian tetapi banyak pula setelah
produk tersebut dipanen tidak tahan lama untuk disimpan, seperti pada produk
buah-buahan yang berdaging maupun produk hortikultura yang lunak-lunak
seperti sayur-sayuran daun.
Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat
belangsung terus maka diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus
menerus pula, dimana suplai energi tersebut diperoleh dari proses respirasi.
Respirasi terjadi pada setiap makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayursayuran yang telah dipanen, yang merupakan proses konversi exothermis dari
energi potensial menjadi energi konetis.
Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga
tingkat yaitu: pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua
oksidasi gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat
dan asam-asam organik lainnya menjadiCO2 , air, dan energi yang berlangsung
secara
aerobik.
Masing-masing
proses
tersebut
dapat
dilihat
kembali
pada Fisiologi Tumbuhan apa namanya ? Substrat dalam proses respirasi tidak
hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam organis tetapi juga dapat dari
protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir sebagai sumber energi
kurang dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi antara substrat dengan hasilhasil antara respirasi dan antara hasil antara yang satu dengan lainnya.
C.
PENGUKURAN RESPIRASI
Secara umum dapat dikatakan bahwa laju proses respirasi merupakan
penanda atau sebagai ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam
produk, dan hal tersebut behubungan dengan daya simpan produk hortikultura
setelah panen.
Laju atau besar kecilnya respirasi yang terjadi dalam produk hortikultura
dapat diukur karena seperti kita ketahui bahwa respirasi secara umum terjadi kalau
ada oksigen dengan hasil dikeluakannya carbon doiksida dari produk yang
mengalami respirasi maka respirasi dapat diketahui dengan mengukur atau
menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan,
panas yang dihasilkan, serta energi yang ditimbulkannya. Respirasi juga
menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati dalam prakteknya
karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang
dihasilkan reaksi yang sedikit tersebut “seperti setetes dalam air satu ember”.
Energi yang dikeluarkan juga tidak ditenukan oleh karena berbagai bentuk energi
yang dihasilkan tidak dapat diukur dengan hanya satu alat saja. Proses oksidasi
biologis juga diikuti dengan terjadinya kenaikan suhu dan hal ini sebenarnya juga
dapat dipergunakan sebagai penanda seberapa besar laju respirasi yang
terjadi/bejalan. Tetapi karena antara keduanya tidak ada hubungan stoikiometrik
maka perubahan suhu tidak dipergunakan sebagai penanda laju respirasi dalam
produk hortikultura. Pengukuran kehilangan substrat, seperti yang terjadi adanya
respirasi akan menyebabkan penurunan berat kering dari produk, tetapi ini
mungkin sulit untuk dilakukan pengukuran karena adanya variasi dalam
perubahan berat kering secara absolut; untuk itu diperlukan analisis kimia secara
langsung.
Ternyata laju respirasi dari produk hortikultura yang telah dipanen
mempunyai pola yang berbeda-beda dan dari variasi pola laju respirasi ersebut
dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk laju respirasi yaitu kelompok yang
mempunyai pola laju respirasi yang teratur, dan kelompok lain kebanyakan
produk hortikultura yang berdaging memperlihatkan penyimpangan dari pola
respirasi yang terdahulu.
Pertanyaan
1. Mengapa benda hidup dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang
menunjukkan kehidupanya ?
2. Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga
tingkat, Sebutkan! ?
Daftar pustaka
http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf
http://badrussetiawan1.blogspot.co.id/2010/03/proses-proses-pasca-panen.html
KEMUNDURAN PRODUK HORTIKULTURA SEGAR
Kemunduran produk hortikultura terjadi setelah panen. Kemunduran
adalah batasan yang digunakan untuk menggambarkan segala perubahan yang
mengarah pada kehilangan mutu seiring adanya perubahan fisiologis, kerusakan
mekanis, kehilangan air dan segala bentuk kerusakan lain dari produk tersebut.
Setelah panen, produk berlanjut melakukan semua aktivitas hidupnya
seperti sebelum dilakukan pemanenan. Dikatakan bahwa produk hortikultura
pasca panen adalah hidup, dikarenakan statemen sederhana, padahal terkandung
berbagai implikasi dengan aktivitas hidup cukup complicated dengan berbagai
macam stress yang dialaminya. Produk segar mulai menuju proses kematian
setelah dipisahkan dari tanaman induknya.
Perhatian
memperlambat
para
laju
ahli
terhadap
kemunduran
dan
pascapanen
hortikultura
memaksimalkan
masa
adalah
hidupnya.
Kemunduran atau proses kematian ini tidaklah reversible. Akan tetapi dengan
aplikasi yang tepat dari teknik pascapanen, proses kematian ini dapat diperlambat.
1. Faktor-Faktor Pemacu Kemunduran
Produk pascapanen dihadapkan dalam enam bentuk stress utama yang
memacu laju kemunduran yang mengakibatkan berkurangnya masa
simpan. Pemacu kemunduran tersebut adalah :
hilangnya suplai air terhadap produk
tidak adanya tingkat sinar untuk aktivitas fotosintesis
penempatan pada regim suhu diluar normal suhu lingkungannya
adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan
meningkatnya kepekaan dari serangan mikroorganisme pembusuk
mulai panen dan selama penanganan pascapanennya
2. Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Produk Pascapanen
Ada enam [engaruh suhu langsung terhadap kemunduran yaitu :
Laju respirasi ditentukan oleh suhu produk
Laju kehilangan air dari produk pascapanen adalah secara langsung
dipengaruhi oleh suhu lingkungan dimana produk tersebut ditempatkan
Suhu produk mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam jaringan
meliputi pula sintesi gas etilen dan aktivitasnya, serta sensitivitasnya
bila di ekspos dengan sumber etilen external
Suhu lebih rendah akan mengendalikan banyak mikroorganisme
penyakit yang menyebabkan pembusukan
Suhu rendah akan menurunkan aktivitas insekta dan dalam jangka
waktu yang cukup lama dapat membunuh insekta tersebut
Suhu lingkungan dan suhu produk akan menentukan besarnya
pertumbuhan dan perkembangan setelah panen.
3. Pengaruh Gas dan Lingkungan Terhadap Produk Pascapanen
Ada empat jenis gas penting dalam periode pascapanen produk
hortikultura. Gas-gas tersebut yaitu oksigen (O2), karbondioksida (CO2),
etilen (C2H4) dan uap air (H2O). udara normal adalah terdiri dari 78%
Nitrogen, 21% Oksigen, 0,03% Karbondioksida dan volatil-volatil lainnya
(meliputi etilen) yang jumlahnya sekitar 1%.
Pergerakan gas masuk-keluar produk adalah proses difusi sederhana.
Sebagai contoh, uap air akan bergerak baik keluar dan kedalam produk
sepanjang waktu. Kehilangan akan terjadi bila konsentrasi molekul uap air
didalam produk adalah lebih besar dibandingkan dengan lingkungan udara
sekitar. Umumnya produk mempunyai kondisi hampir jenuh (97% RH).
Dengan demikian, bila udara lingkungannya mempunyai 97% RH, maka
akan tidak terjadi kehilangan air, karena laju uap air menuju keluar akan
sama dengan laju uap air masuk ke dalam. Akan tetapi, RHlingkungan luar
umumnya jauh lebih kecil. Oleh karena itu, produk hortikultura umumnya
mengalami kehilangan air dan besar-kecilnya adalah tergantung pada
perbeedaan RH didalam dan diluar produk.
Laju difusi gas dikendalikan oleh :
Perbedaan konsentrasi antara lingkungan dalam produk dan diluar
produk
Lingkungan luar (seperti dalam kemasan atau ruangan pendingin).
Semakin besar perbedaan konsentrasinya, maka semakin besar laju
difusi gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Pergerakan udara akan mempengaruhi difusi keseluruhan gas yang
berdekatan dengan permukaan produk.
Tekanan udara mempengaruhi laju difusi. Dengan menurunnya tekanan
udara, maka laju difusi meningkat. Kehilangan air akan lebih signifikan
selama transportasi udara.
Produk menghasilkan CO2 melalui proses respirasi yang berdifusi
keluar, dan O2 yang digunakan dalam proses ini berdifusi kedalam
jaringan tanaman. Etilen dapat berdifusi dalam dua arah. Jika buah
klimakterik mengalami pemasakan dan memproduksi banyak gas etilen
yang mana berdifusi keluar, memberikan respon negatif terhadap produk
lainnya yang disimpan bersamaan dengan buah yang mengalami
pemasakan tersebut. Dengan kata lain, proses pengendalian pemasakan
seperti pada buah pisang, adalah berdasarkan perlakuan etilen yang di
difusikan kedalam produk untuk memacu proses pemasakan.
4. Pengaruh Air dan Sinar/Cahaya Terhadap Produk Pascapanen
Kehilangan air dapat berakibat terhadap kehilangan kualitatif dan
kuantitatif dari produk. Laju kehilangan air tergantung pada ke alamiahan
dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume
produk serta kondisi lingkungan.
Dalam kebanyakan system penanganan pascapanen, sinar mungkin ada
tapi tidak selalu dalam intensitas yang cukup untuk melakukan aktifitas
fotosintesis. Haal ini menunjukkan bahwa tidak ada karbohidrat yang
diproduksi
setelah
menggunakan
panen
sumber
dan
aktifitas
kabohidrat
setelah
cadangan.
respsirasi
Praktek
justru
penanganan
pascapanen yang baik akan memperlambat penggunaan karbohidrat
cadangan.
5. Pengaruh Pelukaan Terhadap Kerusakan Produk Pascapanen
Seluruh produk hortikultura adalah sensitive terhadap berbagai
pelukaan dan perusakan setelah panen. Besar kecilnya pelukaan akan
bervariasi antara produk, kematangan dan kadar air, sistem penanganan,
bentuk kemasan yang digunakan dan kondisi dari produk. Ada empat
bentuk kerusakan utama, meliputi kerusakan mekanis, kerusakan
patologis, kerusakan karena insek dan tikus dan kerusakan fisiologis.
Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis merupakan masalah signifikan dalam pemasaran
prodduk hortikultura. Kerusakan mekanis menurunkan mutu dan daya
jual produk melalui perubahan kenampakan visual, meningkatnya laju
kemunduran dan kehilangan air serta meningkatnya kepekaan terhadap
pembusukan.
Ada tiga bentuk kerusakan mekanis, yaitu benturan (impact),
tekanan (compression) dan getaran (vibration). Kerusakan karena
benturan dapat terjadi karena produk dijatuhkan kepada produk lainnya
atau pada permukaan keras. Kerusakan benturan sering terjadi oleh
ketinggian jatuhan dalam pemanenan dan pengemasan, penanganan
manual dan tanpa adanya atau tidak beroperasinya forklift dengan baik.
Kerusakan karena tekanan disebabkan terlalu banyaknya produk
dimasukkan kedalam suatu kemasan. Penumpukan kemasan terlalu
tinggi dimana kemasan itu sendiri tidak mampu menopang berat
diatasnya menyebabkan kerusakan mekanis umum produk hortikultura
segar di Negara-negara sedang berkembang. Pada keadaan penumpukan
ini, yang menopang berat diatasnya adalah produk yang terdapat
didalam kemasan dibawahnya, bukan kemasannya. Kerusakan karena
getaran umumnya adalah superficial (dibawah permukaan) dan
menyebabkan abrasi pada permukaan produk. Bila sel-sel rusak, maka
cairan sel bocor keluar dan kontak dengan udara dan O2. Hal ini
menyebabkan warna coklat pada permukaan buah. Penggunaan nampan
plastic atau gabus dengan lapisan tunggal dalam kemasan dapat
mengurangi kerusakan karena getaran sepanjang nampan yang
digunakan adalah dengan seleksi ukuran terbaik.
Kerusakan Patologis
Kerusakan dan kehilangan karena pembusukan dari produk segar
cukup tinggi. Kerusakan ini paling besar terutama berakibat terhadap
penurunan
mutu.
Kebanyakan
infeksi
yang
dilakukan
oleh
mikroorganisme patogenik adalah melalui jaringan yang rusak secara
mekanis (luka atau kulit yang tertusuk).dengan demikian metode
penanganan setelah panen akan sangat menentukan besar kecilnya
perkembangan pembusukan pascapanen. Pembusukan pascapanen
produk segar umumnya oleh jamur dan bacteria. Untuk buah-buahan,
umumnya yang menyerang adalah jamur sedangkan sayur-sayuran
adalah bacteria. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pH buah-buahan
yang umumnya dibawah 4,5, yang mana dapat menghambat
kebanyakan bacteria pembusuk.
Kerusakan karena Insekta dan Tikus
Kerusakan
karena
insekta
dan
rodent
atau
tikus
sangat
mempengaruhi kenampakan produk. Karena kenampakan merupakan
komponen utama mutu, maka penting untuk meminimalkan pengaruh
aktivitas insek dan rodent tersebut. Dismaping karena kerusakan visual,
maka kerusakan akan pula meningkatkn laju produksi endogenous
etilen dan menyediakan entry point bagi mikroorganisme pembusuk,
yang mana akan mempersingkat masa simpan dan meningkatkan laju
kemunduran.
Kerusakan Fisiologis
Penyebab dari kerusakan fisiologis adalah tidak baiknya pengelolaan
suhu atau difisiensi nutrisi atau mineral selama pertumbuhan dan
perkembangannya. Kepekaan produk terhadap kerusakan fisiologis
tergantung pada :
Varietas
Kematangan produk saat panen
Cara berproduksi sebelum panen
Kondisi iklim selama pertumbuhannya
Ukuran produk
Praktik pemanenan
Kerusakan karena suhu sering ditekankan bahwa pengelolaan suhu
yang baik adalah cara yang paling baik dalam pengendalian laju
kemunduran produk, sama pentingnya untuk diektahui bahwa
pengelolaan suhu yang tidak baik dapat menyebabkan kerusakan serius.
Ada tiga bentuk kerusakan karena suhu, meliputi (gambar 4.3) :
Kerusakan karena suhu tinggi
Kerusakan karena suhu chilling (Chilling Injury)
Kerusakan karena suhu beku (Freezing Injury)
Pada suhu diatas 30ᵒC, aktivitas biokimia produk mungkin
dipengaruhi secara nyata. Suhu diatas 40ᵒC enzim-enzim menjadi
inactive. Kematian produk akan terjadi pada kebanyakan produk pada
suhu yang mendekati 45ᵒC.
Chilling injury disebaabkan oleh penempatan produk pada suhu
rendah, bukan freezing, selama periode tertentu. Kerusakan ini adalah
kumulatif, yang terjadi baik prapanen dan pascapanen. Produk yang
kebanyakan peka terhadap kerusakan chilling ini adalah yang
diproduksi di daerah tropika dan sub-tropika. Apokat, pisang,
mentimun, terong, jeruk, mangga, manggis, salak, melon, capsicum,
nanas, tomat dan papaya adalah beberapa contoh produk sensitive
terhadap kerusakan chilling.
Besar kecilnya kerusakan chilling iniditentukan oleh tiga faktor yaitu
suhu, lamanya ekspos dan sensitivitas produk terhadap kerusakan
chilling. Contohnya nanas mengalami kerusakan chilling dibawah suhu
25ᵒC dan tomat hijau pada suhu 12,5ᵒC. varietas yang berbeda untuk
produk yang sama dapat memperlihatkan sensitivitas berbeda terhadap
kerusakan chilling. Tanda-tanda kerusakan chilling dapat menyebabkan
:
Peningkatan kerusakan oleh mikroorganisme
Diskolorasi internal dan eksternal
Lekukan permukaan yang kecil (pitting) karena kepekaannya
terhadap kehilangan air
Kemasakan tidak beraturan atau gagal untuk masak
Off-flavor dan off-odor
Mengurangi nilai nutrisi
Kerusakan karena suhu beku tergantung pada bahan terlarut pada
cairan sel. Cairan produk yang mendekati seperti air, contohnya selada
dan seladri batang, akan membeku sekitar – 0,5ᵒC, sedangkan buah
yang matang penuh dan masak (dengan kandungan gula tinggi) dapat
membeku dibawah suhu tersebut. Umumnya produk membeku antara 0
- 2ᵒC. Saat terjadinya pembekuan, air intraselular atau ekstraselular
membeku dan mengembang atau bertambah volumenya yang merusak
dinding sel. Saat Thawing produk menjadi terdesintegrasi dan menjadi
seperti kantong air.
Defisiensi Nutrisi Mineral sayur-sayuran juga mengalami kerusakan
fisiologis yang sering berhubungan dengan defisiensi nutrisi mineral.
Daftar pustaka
Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986. The
Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery
stocks. USDA Agric. Handbook No. 66. USDA Washington.
Kader, A. A. 1985. Ethylene induced senescence and physiological
disorders in harvested horticultural corps. HortSci. Feb.
20(1):54-7
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product.
An AVI Book, NY.
Kitinoja, L. 2001. Postharvest Handling of Fruits and Vegetables :
Intended for Cold Storage. IARW India
Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce Manual –
Handling and Storage Practices for Fresh Produce. 2nd Ed.
Australian United Fresh Fruit and Vegetable Association Ltd.:
Fitzroy, Vic.
Thompson, A. K. 1995. Postharvest Technology of Fruit and
Vegetables. Blackwell Sci.
Watada, A. E. 1986. Effect of ethylene on the quality of fruits and
vegetables. Food Technol. May. 40(5):82-5.
Wills, R. B. H.; McGlasson, B.; Graham, D. and Joyce, D. Postharvest.
An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit,
Vegetables and Ornamentals. 4th ed. The University of New
South Wales Press Ltd, Sydney, 1998; 262 pp.
http://sarjokoceae.blogspot.co.id/2016/01/pasca-panenproduk-segarhortikultura.html
Pertanyaan!!
1. Bagaimana proses terjadinya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh
pemanenan?
2. Jelaskan hubungan suhu dengan laju respirasi?
PENYIAPAN PRODUK UNTUK PASAR
Pasar merupakan suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk
melakukan transaksi jual beli atas produk yang ditawarkan oleh penjual. Sebelum
suatu produk ditawarkan dipasar produk tersebut mengalami beberapa proses.
Proses-proses tersebut akan mengurangi kualitas produk apabila tidak dilakukan
dengan baik. Awal mula suatu produk berasal dari produsen. Dalam hal ini
produsen tersebut adalah petani yang membudidayakan produk tersebut. Mulai
dari proses budidaya, panen sampai ke tangan konsumen produk mengalami
berbagai perlakuan yang apabila tidak dlakukan dengan hati0hati akan
menyebabkan penurunan mutu produk tersebut secara cepat. Maka dari itu
diperlukan adanya penyiapan produk sebelum ditawarkan agar kesegaran produk
tersebut bisa bertahan lebih lama dengan mutu yang baik.
A.
PENTINGNYA PENYIAPAN PRODUK
Untuk membawa produk segar ke pasar dengan mutu yang baik
membutuhkan perhatian yang detil mulai dari praktik budidaya di lapangan
sampai siap konsumsi. Praktik-praktik budidaya yang tidak baik dapat
mengurangi mutu produk pasca panen. Penanganan kasar yang dilakukan selama
dan setelah panen juga mengakibatkan penurunan mutu produk. Dengan
demikian, perlindungan menjadi sangat penting baik dalam produksinya maupun
penanganan pasca panennya, untuk menghindari penyebab kemunduran mutu
produk yang dapat terjadi selama pendistribusiannya.
Tingkat teknologi penyiapan produk untuk pasar sering dipengaruhi oleh
tingkat pasar yang dijadikan target, keterlibatan komponen-komponen pasar dan
jarak pasar yang ditempuh.
Tingkat susut produk hortikultura di negara-negara sedang bekembang
relatif sangat tinggi yakni antara 30-50%. Hal tersebut disebabkan oleh
terbatasnya keterlibatan teknologi dalam penyiapan produk untuk pasar.
Kurangnya pemahaman terhadap teknologi juga mengakibatkan belum mampu
memberikan perlindungan terhadap produk secara optimal dari kerusakan fisik,
fisiologis dan mikrobiokogis.
Sedangkan untuk di negara-negara maju teknologi mulai dari panen, pasca
panen, distribusi dan pemasaran telah dikembangkan cukup maju, sejalan dengan
tuntutan konsumen yang menginginkan mutu produk yang lebih baik dengan masa
simpan yang cukup panjang.
Teknologi yang dimaksud disini tidak selalu berarti suatu cara, metode
atau perlakuan yang canggih, tapi juga bisa diartikan sebagai suatu cara sederhana
yang mampu memberikan perlindungan terhadap kerusakan-kerusakan atau
memperlambat kemunduran dengan baik.
B.
RANCANGAN RUMAH PENGEMAS
Rancangan
tempat
pengemas
merupakan
faktor
penting
yang
mempengaruhi keberhasilan operasional tempat pengemas. Investasi untuk
bangsal pengemas memakan biaya yang cukup besar, oleh sebab itu
operasionalnya haruslah menguntungkan. Hal ini berati rumah pengemas harus
direncanakan dan dirancang dengan baik, beroperasi secara efisien, dijaga dan
dipelihara dengan baik.
Apabila dalam merancang rumah pengemas dicurahkan perhatian dengan
baik dengan berbagai pertimbangan yang diambil maka akan didapat keuntungan
yang meliputi ;
Penggunaan tenaga kerja yang efisien sehingga biaya pengemas akan
minimum
Output lebih maksimal karena penggunaan peralatan secara efisien dan
terpelihara.
Mebgurangi
kehiruk-pikukan,
memperbaiki
kondisi
kerja
dan
meminimalkan kecelakaan
Memungkinkan untuk penambahan fasilitas dikemudian hari dan
memungkinkan operator untuk mengembangkan penggunaan teknologi
terkini.
PANEN
TRANSIT
DUMPING
PRODUK MASUK
PEMBERSIHAN
PRODUK TERKEMAS
KELUAR
PENYIMPANAN
SEMENTARA
SORTASI
AWAL
PERLAKUAN PASCA
PANEN
PENEMPATAN DI
ATAS PALLET
PENGEMASAN
GRADING
Gambar 1. menunjukkan garis besar proses penyiapan produk yang
umumnya dimulai dari panen sampai operasi di bangsal pengemasan. Dengan
memperhatikan aliran proses prodek tersebut, akan lebih mudah dalam melakukan
perencanaan investasi peralatan, tenaga kerja dan kemungkinan pengembangan di
masa depan.
C.
DUMPING
Ketika produk telah ditransfer ke rumah pengemas, produk tersebut harus
dituang ke alur pengemasan yang diistilahkan dengan dumping. Ada dua cara
yang biasa dilakukan dalam pendumpingan, yaitu dumping kering dan dumping
basah.
1) Dumping Kering
Komoditas yang biasany menggunakan cara ini adalah jeruk. Produk
dalam wadah yang relatif agak besar dituang ke atas sabuk konveyor yang
selanjutnya dipindahkan atau digerakkan ke bagian lainnya. Wadah atau
bin sedikit diangkat dan dituang denagn hati-hati sehingga produk bergulir
tanpa terjadi jatuhan. Wadah bisa ditutup dengan penutup khusus untuk
mengurangi kerusakan karena getaran yang mampu mengendalikan aliran
ke atas sabuk. Jika dirancang dengan baik, maka dumping kering akan
memberikan aliran seragam dari produk dan tidak menyebabkan kerusakan
tinggi.
2) Dumping Basah
Cara ini lebih hati-hati dibandingkan dengan dumping kering. Ada dua
cara dumping basah. Pertama, produk dimasukkan ke dalam tangki besar
berisi air. Tangki ini dapat berada rata dengan lantai atau diatas lantai.
Kedua, memasukkan wadah ke dalam tangki air dan produk akan
mengambang. Cara ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Jika produk tidak mengambang maka dilakukan penambahan sodium
sulfat ke dalam air untuk merubah berat jenis air, sehingga produk
mengambang. Air dipompakan dan disirkulasikan yang menyebabkan
pergerakan produk menuju konveyor dan jalr pengemasan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sanitasi. Air bersih yang
digunakan biasanya diklorinasi. Air untuk dumping basah biasanya akan
cepat kotor, sehingga harus diganti secara periodik.
D.
SORTASI AWAL DAN PEMBERSIHAN
Produk yang ukurannya kecil dan rusak harus dipisahkan. Pemisahan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan sabuk berlubang atau pemutar batang
silinder yang dipasang dengan jarak antar dua batang pemutar diatur sedemikian
rupa sehingga produk yang ukurannya kecil akan jatuh ke bawah. Sortasi awal ini
akan menghindarkan produk-produk yang kecil atau yang rusak ke dalam sistem
pengemasan, sehingga menghemat biaya dalam perlakuan terhadap produk yang
jelas tidak bisa dipasarkan.
1) Pembersihan
Produk yang baru datang dari lapangan kotor dan berdebu atau
mengandung kotoran lainnya seperti tanah, residu penyemprotan atau
bahkan ada serangga yang melekat pada permukaan produk. Kotorankotoran tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum produk
dipasarkan.
a) Pembersihan Kering
Produk dibersihkan dengan melewatkannya di atas jaring kawat
atau screen di atas udara bergerak dengan kecepatan tinggi. Udara
akan menghembuskan kotoran-kotoran ringan yang datang bersama
produk dari lapangan. Beberapa produk juga dapat dibersihkan dengan
melewatkannya di atas sikat-sikat berputar.
b) Pencucian
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mencuci
produk. Pertama, cara sederhana, yaitu menenggelamkan produk ke
dalam air diikuti dengan pembersihan dengan air pembilas. Dengan
sistem ini lapisan lilin di permukaan produk tidak akan rusak. Untuk
meningkatkan daya pencucian dapat ditambakan deterjen dan sikat
lembut atau spon untuk pembersihannya.
Jika diperlukan daya pencucian yang lebih kuat dapat digunakan
air yang bergerak atau teragitasi oleh pompa. Produk dicuci di dalam
air yang teragitasi, selanjutnya dibilas dengan air bersih sebelum
menuju ke proses berikutnya.
Untuk produk yang tidak sensitif terhadap pelukaan dapat
dilakukan pencucian dengan pencuci berputar. Cara ini mempunyai
daya pencucian yang sangat kuat. Pencuci ini biasanya berupa drum
berputar seperti yang digunakan untuk membersihkan wortel. Pada
alat ini dapat ditambahkan sikat atau karet dengan tonjolan-tonjolan
untuk memberikan aksi penyikatan pada produk.
Jika tidak ada lagi perlakuan lebih lanjut setelah pencucian maka
produk dikeringkan sebelum dilakukan grading. Pengeringan dapat
dilakukan dengan melakukannya di terowongn pengering yang di
dalamnya terdapat udara hangat yang tersirkulasi.
E.
GRADING DAN PENGEMASAN
1) Grading
Grading adalah salah satu terminasi yang digunakan di dalam operasi
pasca panen pada suatu industri. Grading merupakan proses pemisahan
atau pengkelasan produk berdasarkan kebutuhan pasar.
Grading untuk setiap jenis produk berbeda karena masing-masing
produk mempunyai perbedaan karakteristik, praktik agronomisnya, serta
kondisi iklim selama produksinya,
keragaman antar produk (ukuran,
bentuk, dsb.), dan keragaman dalam permintaan pasar yang berbeda.
Grading tentunya memakan biaya. Oleh karena itu, yakinkan bahwa
target pasar yang dituju dengan sistem grading yang diterapkan mampu
memberikan nilai lebih terhadap produk yang akan dipasarkan. Yakinkan
bahwa dengan sistem grading yang diterapkan maka produk akan
memberikan nilai saing yang lebih tinggi.
Jenis pasar berbeda akan
memberikan apresiasi berbeda terhadap sistem grading yang diterapkan.
2) Pengemasan
Setelah produk bersih dan digrading, maka produk harus ditempatkan
dalam suatu kemasan untuk
didistribusikan.
Tujuan dari proses
pengemasan adalah:
a) Untuk lebih efektifnya produk dipindahkan baik ke arah vertical
maupun lateral sehingga pergerakan produk secara individu dapat
dihindarkan.
b) Sebagai tempat produk dengan ukuran jumlah atau berat tertentu,
sehingga tidak terlalu berat maupun tidak terlalu ringan.
c) Untuk melindungi dan meminimalkan susut dalam penanganan dan
pendistribusian produk.
d) Memudahkan order oleh pasar dengan menempatkan produk pada
satu unit ukuran.
Pertanyaan
1. Apa saja keuntungan yang didapat apabila dalam perancangan rumah
pengemas dilakukan dengan banyak pertimbangan ?
2. Jelaskan metode-metode dalam pencucian produk !
Daftar pustaka
Utama, I Made S ; Antar, Nyoman S. 2013. Pasca Panen Tanaman Tropika :
Buah dan Sayuran. Tropical Plant Curriculum Project Udayana
University
Kitinoja, Lisa ; A. Kader, Adel. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen
Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Post Harvest
Technology. UC Davis
DISTRIBUSI PRODUK PASCA PANEN
A.
Karakteristik sistem distribusi pasca panen
Pasca panen adalah proses yang dilakukan saat pemanenan hasil pertanian
sampai menghasilkan produk setengah jadi. Mutu hasil pertanian terkait dengan
aspek sarana dan teknologi pasca panen ,masih banyak orang yang menggunakan
sarana teknologi sederhana ( tradisional ) dikarenakan oleh adanya kualitas
sumber daya manusia yang masih rendah dan kurangnya kesadaran bahwa produk
pertanian harus dijadikan produk yang berkualitas karena produk pertanian
merupakan sandang pangan tapi kebanyakan seorang petani yang kurang mengerti
hanya membiarkan tanaman mereka ,seharusnya bagaimana petani bisa
menjadikan produk pertanian tersebut menjadi unggul hingga saat panen nanti
bisa mencapai titik kepuasaan atas hasil kerja kerasnya dan dapat dikelolah sendiri
menjadi produk yang akan digemari oleh massyarakat sekitar karena dengan
begitu petani akan merasa bangga memanen dan membuat produk juga
memasarkan sendiri. Pada tahap pemanenan ,kondisi ketuaan dan cara panen
adalah faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu
produk yang bagus ,setelah dipanen dilakukan penanganan dilapangan seperti
sortasi ,pengelolahan ,dan pengemasan. Sistem penanganan pasca panen
bervariasi tergantung pada jenis produk ,tujuan penggunaan produk ,jenis
teknologi
yang tersedia ,dan daya terima konsumen. Dalam rangaka
pengembangan produk hilir tanaman perkebunan yang berdaya saing ,serta
berorientasi pasar berbasis sumber daya lokal ,maka pengembangan penanganan
pasca panen harus dipandang sebagai satu bagian dari suatu sistem secara
keseluruhan .
Peningkatan mutu hasil produksi perkebunan belum mendapat perhatian
yang serius dari petani ,terkadang petani hanya memanfaatkan cara-cara
sederhana yang diperoleh secara turun temurun untuk menghasilkan suatu produk
yang dipanen. Hal ini menyebabkan mutu produk yang dihasilkan rendah dan
menyebabkan harga jualnya relatif murah.
Mutu memiliki dua aspek yaitu :
1.
Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan. Mutu yang
lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan
pelanggan ,membuat produk laku terjual ,serta dapat dijual dengan
harga yang lebih tinggi.
2.
Bebas dari kekurangan. Mutu yang tinggi menyebabkan dapat
mengurangi tingkat kesalahan ,mengurangi pemborosan ,mengurangi
ketidakpuasan pelanggan ,memperpendek waktu pengiriman produk
ke pasar ,meningkatkan hasil dan kapasitas.
Contohnya tanaman mangga. Peningkatan produksi komoditas
pertanian yang besar termasuk komoditas mangga ,jika tanpa disertai
dengan usaha penanganan pasca panen yang tepat akan menimbulkan
masalah ,yaitu dapat meningkatkan kerusakan dan kehilangan pasca
panen.
B.
Penegemasan produk hortikultura
Pengemasan merupakan bagian dari kegiatan pasca panen sebelum
dilakukan transportasi atau penyimpanan ,searah dengan otonomi daerah yang
sedang bergulir ,pengembangan perekonomian didaerah tidak lagi sepenuhnya
dapat menggantungkan diri pada pemerintah pusat ,pemerintah daerah
mendapatkan
kewenangan
untuk
mengembangkan
perekonomian
dengan
mengelolah sumber daya didaerah sendiri. Salah satu strategi yang dapat
ditempuh
untuk
mengembangkan
perekonomian
daerah
adalah
melalui
pengembangan agribisnis. Sistem agribisnis dapat diartikan semua aktifitas mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai dengan pemasaran produk
yang dihasilkan oleh para petani dan saling terkait satu sama lain. Memasuki era
perdagangan bebas dan desentralisasi ,pembangunan pertanian menghadapi
berbagai
tantangan
,yaitu
memenuhi
kecukupan
pangan
,peningkatan
kesejahteraan petani ,serta penyediaan lapangan kerja. Harga suatu produk dari
usaha agribinis ditentukan oleh penanganan hasil panen dan pasca panen .
1.
Pengelolahan
Teknologi pasca panen merupakan proses yang sangat panjang, mulai
dari penentuan tingkat ketuaan ( degree of maturity ), tingkat kematangan (
degree of ripening ), pemanenan ( harvesting ), sortasi, pengkelasan (
grading ), penyimpanan ( precooling ), dan lain-lain.
Teknologi pengelolahan basah
Teknologi pengelolahan basah adalah teknologi pengolahan bahan
yang diolah dan hasilnya masih cenderung mengandung kadar air
yang tinggi. Contoh pengawetan produk holtikultura menggunakan
larutan gula ,asam ,maupun garam. Penerapan teknologi pengelolahan
basah juga bertujuan mempertahankan warna aslinya. Prinsip dasar
teknologi ini adalah pengawetan dengan penarikan kadar air dari
suatu
komoditas
dengan
menggunakan
larutan
gula
yang
konsentrasinya terus ditingkatkan.
Teknologi pengelolahan kering
Teknologi pengelolahan kering adalah teknologi pengelolahan
bahan dengan kadar air sangat rendah atau dalam keadaan kering
melalui berbagai proses pengeringan ,seperti penjemuran ,penggunaan
aliran udara panas ,dan pengeringan dalam ruang tertutup.contohnya
seperti kripik pisang ,pepaya ,nangka ,dan lain sebagainya.
Teknologi proses minimal
Teknologi proses minimal adalah teknologi pengelolahan atau
pasca panen hasil pertanian yang dilaksanakan secara terbatas ,dimana
produk atau bahan baku yang diproses belum mengalami disentegrasi
jaringan karena proses fisiologisnya masih berlangsung. Proses
pengelolahannya dilakukan secara minimal seperti pengupasan dan
perendaman. Teknologi proses minimal ini menghasilkan produk yang
sangat menjanjikan dalam memenuhi kebutuhan konsumen di era
global seperti sekarang ,produk yang terolah minimal dikemas dalam
kondisi atmosfir termodifikasi.
2.
Prospek dan peluang
Menjadi sorang petani sebenarnya gampang-gampang susah kenapa
begitu kebanyakan petani yang belum berpengalaman akan mendapatkan
kerugian karena produk pertanian itu gampang rusak jika tidak segera
mencari pemasaran produk maka usahanya kebanyakan bangkrut karena
hasil yang sudah dipanen belum dipasarkan maka akan mengalami
kebusukan dan tidakbisa dipasarkan lagi.
Tanaman holtikultura mudah terkena penyakit tergantung bagaimana
cara petani menangani dan mengembangkan tanamannya agar menjadi
tanaman yang tidak mudah terkena penyakit saat dipanen hasilnya juga
memuaskan dan menjadi produk yang disukai masyrakat agar mudah
untuk memasarkannya. Contohnya tanaman mangga ,mangga merupakan
tanaman buah yang sangat umum dan populer dikalangan masyarakat
daerah ,skala konsumsi dipekarangan rumah sampai skala kebun yang luas
bertujuan komersil.
Tanaman mangga adalah salah satu tanaman yang berkembang pesat
dijawa timur khususnya didaerah pasuruan apalagi yang dataran tinggi dan
dingin tapi karena banyaknya tanaman mangga tersebut mungkin
masyarakat sudah cukup bosan apalagi jika hanya dimakan sedemikan
rupa tanpa dijadikan produk olahan, saat tanaman mangga masih berkulit
hijau dan belum matang masih banyak yang menyukainya apalagi
kalangan perempuan tapi ketika sudah matang mangga tersebut sampai
busuk-busuk tidak ada yang memperdulikannya terkadang pemasaran
mangga juga terhambat, maka dari itu petani mangga harus terlebih dahulu
mencari orang untuk siap membeli buah mangganya nanti ketika sudah
dipanen bukan mencari tempat pemasaran setelah mangga akan panen
beberapa hari, karena itu akan terlalu sulit untuk mendapatkannya apalagi
banyak pesaing petani buah mangga lainnya, kalau menurut kami hasil
dari pemanenan buah mangga tersebut agak terlalu minim dibandingan
dengan buah lainnya, saat penanaman buah mangga memang mudah tapi
saat memanennya butuh berbagai peralatan dan karyawan, jika petani
memperkerjakan karyawan belum menggajinya belum membuat peti dan
lain-lain dan penghasilannya pun juga tidak seberapa. Tetapi jika mangga
tersebut dibuat oleh petani mangga itu sendiri menjadi produk ang menarik
maka akan banyak masyarakat yang menukainya. Masyarakat lebih
cenderung menyukai produk yang siap saji, produk siap saji telah
membuka peluang teknologi proses minimal yang makin luas ,kerena
menghilangkan bagian yang tidak dimakan dan memperkecil ukuran
sehingga penyajiannya lebih cepat. Keunggulan dari teknologi proses
minimal produk lebih menarik penampilannya dan terhindar dari
kontaminan karena itu maka masyarakat banyak menyukainya, sedangkan
kesegaran produk dapat dipertahankan karena jenis pengemasan sesuai
dengan udara sehingga respirasi dan metabolisme terhambat. Contoh pada
buah mangga pengemasan harus mampu melindungi mangga dari
kerusakan yang terjadi selama distribusi dan pemasaran. Fungsi lain
pengemasan adalah mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan dalam
waktu yang lama.
C.
Transportasi dan penyimpanan produk holtikultura
1.
Penyimpanan
Contoh penyimpanan buah mangga dilakukan dalam suhu dingin.
Penyimpanan dingin buah klimaterik selain mengakibatkan tertundanya
kematangan buah juga berpengaruh pada respon jaringan terhadap etilen.
Hal ini berarti ,buah memerlukan waktu kontak lebih lama dengan dosis
etilen tertentu untuk mengawali kematangan pada suhu rendah.
Penyimpanan dingin bertujuan untuk membatasi pembusukan tanpa
menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan-perubahan
lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke
tangan konsumen dalam jangka waktu yang lama. Buah yang diberi
perlakuan ( kontrol ) ,memiliki sifat fisik kimia yang lebih bagus serta
memiliki kesegaran dan ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan
penyakit. Pada buah yang mendapat perlakuan serangan penyakit pasca
panen baru muncul pada hari ke-6 ,selain itu tekstur buah juga sudah
lunak. Buah yang tidak diberi perlakuan ( kontrol ) pada hari ke 2 sudah
mulai terserang penyakit.
2.
Transportasi ( pengangkutan )
Pada buah mangga untuk tujuan ekspor maupun domestik harus
menggunakan mobil yang dilengkapi ruang pendingin ,hal ini untuk
menjaga rantai dingin selama transportasi. rantai dingin diperlukan untuk
membatasi pembusukan pada buah mangga tanpa menyebabkan terjadinya
kematangan atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan
mempertahankan mutu samapi ketangan konsumen agar konsumen mersa
puas dengan produk buah mangga tersebut dan tidak merasa kecewa jadi
selanjutnya jika terjadi musim panen lagi makan konsumen akan
membelinya. Dan suhu yang tepat untuk pengangkutan mangga adalah
100C.
Pertanyaan
1.Mengapa petani masih menggunakan teknologi yang sederhana padahal zaman
sudah modern bukankah jika menggunakan teknologi maka hasil panennya akan
lebih bagus ?
2.Bagaimana cara anda memasarkan produk yang anda buat dengan persaingan
era globalisasi ini ?
Daftar Pustaka
Soetiarso, T.A.,M. Ameriana, Z, Abidin,dan L. Prabaningrum. 1999. Analisis
Anggaran Parsial penggunaan varietas dan mulsa pada tanaman cabai.
J.Hort.9(2):164-171.
Prusky, Dov et al., 1999. Effect of hot water brushing, prochloraz treatment and
waxing on the incindence of black spot decay caused by altemaria altemata
in mango fruits. Posstharvest technology and biology 15:165-174
Anonim, 1994, hasil penelitian hortikultura pelita. Puslitbanghort.jakarta.
PEMASARAN PRODUK SEGAR
Tanaman hortikultura seperti buah dan sayur merupakan bagian dari
makanan manusia mulai sejak sejarah manusia itu sendiri. Namun seiring dengan
perkembangan zaman banyak peneletian-penelitian mengenai kandugan dan
manfaat dari buah dan sayur salah satunya yaitu ditenemukannya vitamin c pada
jambu yang lebih tinggi daripada vitamin c pada jeruk, selain itu ditemukannya
protein nabati terbesar terdapat pada daun kelor dan banyak lagi kandungan dan
manfaat pada buah dan sayur yang lainnya.
Mengingat banyaknya pengetahuan tentang kandungan dan manfaat buah
dan sayuran tersebut banyak animo masyarakat yang memutuskan unutuk hidup
sehat dengan rutin mengkonsumsi buah dan sayur bahkan masyarakat cenderung
vegetarian sehingga banyak sekali permintaan akan buah dan sayur di pasaran dan
itu menjadi tantangan bagi petani untuk lebih meningkatkan kualitas produk horti
dan mampu menyediakan produk horti secara terus menerus.
Selain kandungan dan manfaat produk buah dan sayuran, kesegaran
produk juga menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi konsumen untuk
membeli dan mengkonsumsinya, karena produk buah dan sayur yang segar akan
berbeda dengan buah dan sayur yang sudah lama dan layu, dalam perbedaan
tersebut tampak jelas pada segi bentuk, rasa, dan tekstur selain itu juga produk
horti yang segar kandungan nutrisinya lebih lengkap daripada dengan prduk horti
yang sudah layu jadi tidak heran jika produk yang segar lebih mahal dariada
produk yang sudah lama/tidak segar.
A. Karakteristik Pasar
Setiap produk hortikultura setelah dipanen akan selalu mengalami
penyusutan baik dalam segi bentuk, rasa, warna dan aroma yang mana hal
tersebut menjadi kendala bagi petani maupun distributor dalam
memasarkan produk tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
petani harus mengetahui karakteristik produk hortikultura yang akan
dipasarkan, sehingga dengan mengetahui karakter produk tersebut petani
dan distributor akan mengetahui langkah awal dalam proses pemasaran
produk holtikultura yang tepat. Ada beberapa karakteristik pasar yaitu;
1.
Keringkihan produk
Setiap produk hortikultra yang segar pasti akan selalu mengalami
penyusutan setelah dilakukan proses pemanenan. Dan kecepatan dari
penyusutan tersebut tergantung pada varietas produk, kematangan
produk, kondisi pertumbuhan, dan keringkihan alami dari suatu
produk tersebut
2.
Curah
Setiap tanaman hortikultura seperti bunga, buah, dan sayur
memiliki kapasitas angkut yang berbeda dan juga volume minimal dan
maksimal dalam pengemasan dan pengangkutan. Hal tersebut jadi
pertimbangan untuk melindungi produk dari kerusakan dalam proses
pendistribusian.
3.
Jarak
Dalam
produk
hortikultura
jarak
juga
sebagai
bahan
pertimbangan baik dalam pengemasan maupun dalam pemanenan
suatu produk karena jarak yang terlalu jauh antara perkebunan tempat
produksi dengan tempat pasar penjualan produk akan rusak di
perjalanan. Misal pada produk buah mangga, jika jarak pengiriman
pasar dekat maka langkah pendistribusiannya buah tersebut setelah
matang atau setengah matang dan jika pendistribusiannya memakan
waktu yang relatif lama dan jarak yang jauh maka langkah yang
diambil yaitu proses pengemasannya dengan produk mangga yang
masih mentah, hal demikian dilakukan untuk menghidari kerusakan
buah pada waktu pendistribusian.
4.
Tidak dapat mensupply secara terus menerus
Produk hortikultura sangat bergantung pada musim, musim jadi
kendala bagi petani untuk menentukan produk yang akan dihasilkan,
karena dengan perubahan musim yang tidak menentu seperti musim
hujan dan musim panas maka akan berpengaruh terhadap produk yang
akan dihasilkan seperti hasil yang diperoleh, waktu kematangan
produk, mutu produk, dan masa hidup pasca panen.
5.
Keragaman
Produk hortikurtura memiliki keragaman mutu, hal tersebut
terjadi karena tidak menentunya iklim, selain tidak menentunya iklim
yaitu perbedaan tekstur tanah dan perbedaan teknis budidaya di setiap
wilayah. Adapun perbedaan fisik pada produk hortikultura yaitu
berupa ukuran, tekstur, bentuk, dan warna.
6.
Produksi yang tidak terkoordinasi
Dalam dunia pertanian, peternakan, dan perikan tidak satupun
orang yang dapat menentukan tarjet produksi. Karena dalam setiap
minggu, bulan, dan tahun akan mengalami kebutuhan produk yang
berbeda-beda, supply yang berbeda dan juga pastinya harga juga
berbeda. Demikian disebabkan oleh geografi yang berbeda-beda pada
setiap wilayah sehingga terjadi ketersediaan produk yang tidak tetap
dan juga berpengaruh terhadap harga jual produk.
B. Menentukan Strategi Pasar
Dalam menentukan strategi pemasaran seorang petani harus
menguasai kondisi konsumen dan lingkungan di suatu wilayah pemasaran
tersebut baik dari segi budaya, usia, tingkat perekonomian dan agama.
Untuk
menentukan
permintaan
konsumen
seorang
petani
harus
mengetahui mutu dan kualiatas produk seperti apa yang dibutuhkan oleh
konsumen tersebut, demikian berkaitan dengan beberapa aspek sebagai
berikut;
1.
Aspek waktu
Yaitu petani harus mengetahui waktu pemasaran yang tepat dan
juga mampu menjual produk yang sesuai dengan kondisi lingkungan
saat ini, baik bersingungan dengan budaya,agama, dan adat istiadat.
Missal pada kondisi hari raya lebaran kebutuhan bunga meningkat
karena pada saat kondisi tersebut banyak umat muslim ang berziarah
ke kuburan.
2.
Aspek tempat
Tempat juga sebagai penentu harga dalam strategi pemasaran, di
dalam setiap daerah memiliki tingkat kebutuhan produk hortikultura
yang berbeda-beda dan juga menghasilkan harga produk yang berbeda
pula, misalnya yaitu harga sayur di wilayah pesisir lebih mahal
daripada di wilayah pegunungan dan juga sebalknya harga ikan laut
lebih mahal di wilayah pegunungan daripada di wilayah pesisir.
3.
Aspek bentuk
Sebagian konsumen fisik produk merupakan menjadi salah satu
bahan pertimbangan untuk membeli produk tersebut. Berikut
merupakan fisik produk yang jadi pertimbangan oleh konsumen yaitu;
ukuran, bentuk, kematangan, dan warna.
4.
Informasi pasar yang terbaru
Seorang petani harus mencari dan mengetahui informasi terkini
dan trend di pasaran yang berkaitan dengan produk hortikultura baik
dalam segi teknis aupun manfaat dari produk yang dihasilkan.
5.
Promosi
Promosi merupakan kegiatan mengenalkan suatu produk kepada
konsumen. Dalam kegiatan tersebut seorang petani harus mampu
mengenalkan produknya dengan menekankan kualitas dan kuantitas
sehingga petani tersebut mampu bersaing dengan produk horti yang
lainnya.
C. Saluran Pemasaran
Saluran
pemasaran
yaitu
kegiatan
mendistribusikan
produk
hortikultura mulai dari tahap proses pemanenan, persiapan untuk pasar,
dan sampai konsumen akhir.
1.
Proses pemanenan
Langkah awal dalam proses pemasaran yaitu masuk pada tahap
pemanenan, dalam proses pemanenan seorang petani harus mampu
mempertimbangkan perlakuan apa yang harus dilakukan dalam proses
pemanenan, serta harus mengetahui langkah selanjutnya yang akan
dilakukan setelah masuk proses pemanenan, juga mengetahui target
psar. Dalam proses pemanenan hendaknya dilakukan secepat mungkin
dengan kematangan yang pas dan menekan resiko terjadi keruskan
produk dengan biaya yang murah.
2.
Persiapan untuk pasar
a.
Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara buah yang bagus
dengan yang rusak dan buah yang ukurannya kecil dengan ukuran
buah yang lebih besar sehingga akan lebih hemat biaya dan waktu
dan selain itu ukuran yang lebih besar dapat dijual dalam bentuk
produk unggulan.
b.
Grading
Grading yaitu proses pengklasifikasian ukuran dan bentuk
yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengemasan dan juga
menyesuaikan
kebutuhan
konsumen
yang
sesuai
dengan
ukurannya selain itu juga sebagai keuntungan lebih bagi petani
karena jika pengklasifikasian ukuran dan bentuk juga tentunya
pengklasifikasian harga juga otomatis mengikuti.
c.
Pengemasan
Setelah melakukan sortasi dan grading selanjutnya masuk
pada proses pengemasan, dan tujuan dari proses pengemasan
yaitu:
Untuk menghindari dari kerusakan dan penyusutan pada
produk
Memudahkan dalam proses pengiriman barang
Sebagai tempat tolak ukur minimal dan maksimal berat
produk dalam pengiriman barang
Untuk memudahkan dalam proses pemindahan produk
karena barang tersebut jadi satu.
Memperpanjang masa simpan
Dan mempertahankan mutu.
d.
Penyimpanan
Pada
saat
penyimpana
produk
hortikultura,
tempat
penyimpanan harus mampu mengurangi kerusakan lebih cepat
pada produk dan lebih tahan lama Adapun bahan pertimbangan
dari penyimpanan produk tersebut yaitu:
Mutu awal harus baik
Menjaga suhu penyimpanan
Kelembaban pada ruang penyimpanan
Sirkulasi udara ang baik
Kepekaan produk
D. Pemasaran Retail
Pemasaran retail merupakan kegiatan pemasaran dengan menjual
produk segar hortikultura langsung dari produsen atau petani ke konsumen
akhir. Namun kendala dari petani dalam pemasaran ratail tersebut adalah
penetapan harga jual yang semakin merosot jika produk segar tidak
langsung habis terjual, karena selain menurunnya kualitas produk yang
sudah tidak segar lagi bahkan jika di simpan lama cenderung rusak atau
busuk yang disebabkan olah petani tidak memiliki tempat atau gudang
penyimpanan yang layak bagi produk segar seperti salah satu contoh ruang
pendingin.
Question:
1. Apa pengaruh jika produk horti seperti buah dan sayur yang tidak segar di
jual ke pasaran?
2. Langkah apa yang harus dilakukan petani jika produk yang dihasilka
berupa produk yang mudah layu/tidak segar?
Daftar Pustaka
Keeling, Thilmani and Bond. 2006. Direct Marketing of Fresh Produce:
Understanding
Consumer
Purchasing
Decisions.
http://BondJenniferKeeling.DawnThilmany.CraigABond
marketing-of-fresh
"Direct-
produce:understanding-consumer-purchasing-
decisions. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Prakoso.
2013.
Jenis-jenis
Karakteristik
Pasar.
http://triadiprakoso.blogspot.com/2015/06/karakteristik-karakteristikpasar.html. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Utama,
Permana.
Panen.
2002.
Hortikultura
Teknologi
Pasca
http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-
content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Wijayanti, Khusain, dkk. 2014. Dasar-dasar Agronomi Pasca Panen dan
Pemasaran Hasil. http://learnmcr.blogspot.com/2014/01/pasca-panen-danpemasaran.html. Diakses tanggal 29 Mei 2016.
RESPON BIOLOGIS KOMODITAS PERTANIAN TERHADAP PROSES
PEMANENAN
A.
Peranan Etilen Dalam Pematangan Buah
Etilen merupakan hormon tumbuhan yang diproduksi dari hasil
metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan
kerontokan daun. Etilen disebut juga ethene. Senyawa etilen pada tumbuhan
ditentukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etien tidak
berwarna dan mudah menguap. Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana
dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi.
Apabila konsentrasi etilen sangat tinggi dibanding hormon auksin dan
giberlin, etilen dapat menghammbat proses pembentukan batang, akar, dan bunga.
Namun etilen juga dapat merangsang pembentukan bunga bila bersama – sama
dengan hormon auskin.
Etilen serinng dimanfaatkan oleh para distributor dan importir buah. Buah
dikemas dalam bentuk belum masak saat diangkut pedagang buah. setelah sampai
untk diperdagangkan, buah tersebut diberikan etilen (diperam) sehingga cepat
masak.
Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil
pada buah muda, sehingga buah hanya memilki xantofil dan karoten. Dengan
demikian, warna buah menjadi jingga atau merah. Pada aplikasi lain, etilan
digunakan sebaagai obat bius (anestesi).
Fungsi lain dari etilen secara khusus adalah mengakhiri masaa dormansi,
merangsang pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar adventif,
merangsang absis buah dan daun, merangsang induksi bungan bromiliad, induksi
sel kelamin betina pada bunga, merrangsang pemekaran bunga, dan lain – lain.
Etilen adalah senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang
dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu tertentu. Senyawa ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan penting dalam proses
pertumbuhan tanaman dan pematangan hasil – hasil pertanian.
Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin
yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada
tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan.
Dewasa ini dilakukan peneltian yang berfokus pada efek pematangan
buah, ACC sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui
bioteknologi untuk memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga.
Di Amerika Serikat, yaitu pada sekitar tahun 1900, petani jeruk
mempunyai kebiasaan memanen buah jeruk disaat kulitnya masih berwarna hijau.
Jeruk tersebut kemudian dikumpulakn dalam suatu ruangan tertutup dan diterangi
dipanaskan dengan mengunakan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah
beberapa waktu dalam ruang atau atau gudang tersebut ternyata buah jeruk yang
hijau itu berubah menjadi kuning. Akan tetapi bila minyak tanah diganti dengan
listrik, jeruk yang berwarna hijau tersebut tidak akan berubah warnanya.
Kemudian setelah dilakukan penelitian, diketaui bahwa diantara beberapa gas
hasil pembakaran minyak tanah terdapat suatu gas yang dikenal sebagai gas etilen.
Etilen adalah gas yangg dapat digolongkan sebagai hormon tanaman yang
aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi
persyaratan sebagai hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam
jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1956 diketahui
bahwa etilen tidak hanya berperan dalam proses pematangan saja, tetapi juga
berperan dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Secara tidak disadari, pengunaan
etilen dalam proses pematangan sudah lama dilakukan jauh sebelum senyawa
tersebut diketahui peranannya dlam proses pematangan.
Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan
orang dengan prosess pengasapan dengan memanfaatkan asap yang dihasilkan
oleh pembakaran daun – daun kering atau setengah kering dan kemungkinan besar
dengan cara tersebut dapat menghasilkan etilen.
Di Indonesia, tidak hanya menggunakan asap yang dihasilkan dari
pembakaran daun – daun kering saja, namun banyak petani yang menggunakan
karbit (CaC2). Karbit yang dicampur dengan air akan menghasilkan gas asetilen
(C2H2), yaitu senyawa yang hampir sama dengan etilen. Gas etilen inilah yang
dapat membuat proses pengeraman pisang menjadi cepat.
Peran etilen dalam pematangan buah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1) sebagai hormon pematangan. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa
etilen adalah sebuah hormon yang sangat penting dalam pematangan buah. 2)
pengaruh etilen pada bagian tanaman. Etilen selain berperan penting dalam
pematangan buah juga mempunyai pengaruh yang tidak dapat diabaikan dalam
sistem bagian tanaman lainnya. pada sistem cabang, etilen dapat menyebabkan
terjadinya pengerutan, menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat daun
menjadi kuning dan menyebabkan kelayuan. Pada sistem umbi, etilen dpat
mempengaruhi pertumbuhan tunas, yaitu mempercepat umbinnya tunas,
sedangkan pada sistem bunga, etilen dapat mempercepat pemekaran kuncup,
misalnya pada bunga mawar. Akan tetapi kuncup yang telah mekar cepat manjadi
layu. Pada bunga anggrek, etilen menyebabkan warna bunga menjadi pucat,
sedangkan pada bunga anyelir, dapat menyebabkan keanekaragaman bunga.
Hubungan antara etilen dan pematangan buah dianggap penting sekali
didalam menentukan hipotesa pematangan itu sendiri. Dari semua hipotesa –
hipotesa yang diajukan ada dua buah yang dianggap baik.
Menurut hipotesa pertama, pematangan diartikan sebagai manifestasi dari
“senescene” dimana organisasi antara sel menjadi rusak. Kerusakan ini
merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa oleh campuran enzim – enziim dan
subtrat. Terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin dan tannin. Enzim – enzim ini
akan mensitesa bahan – bahan sepeti etilen, pigmen, flavor, energi dan mungkin
polipeptida.
Menurut hipotesa yang beda, pematangan atau “senescene” adalah suatu
fase terakhir dari proses penguraian dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan
untuk mensitesa enzim – enzim yang spesifik. Dalam kenyataannya, kedua
hipotesa diatas digunakan bersama – sama.
Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat distimulasikan oleh
kerusakan – kerusakan mekanis dan infeksi. Karena itu, adanya kerusakan
mekanis pada buah dapat mempercepat pematangan. Penggunaan sinar – sinar
radioaktif dapat menstimulasikan pembuatan etilen. Pada buah “peach” yang
disinari dengan sinar sebesar 600 krad, ternyata dapat mempercepat pembentukan
etilen, apabila diberikan pada saat klimakterik. Sebab bila diberikan pada saat
praklimaterik, penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen.
Proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan
kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan
kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat.
B.
Perubahan Komposisi Bahan Selama Pematangan
Setiap buah dan sayur mempunyai komposis yang berbeda dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat
tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara panen, tingkat kematangan waktu panen,
kondisi selama pemeraman dan kondisi penyimpanan.
Selama pemasakan buah akan terjadi perubahan fisiko-kimia buah, yakni
perubahan warna, komposisi dinding sel, zat pati, vitamin C dan asam – asam
organik. Perubahan setelah proses anabolisme selesai merupakan perubahan
kearah pematangan, sehingga buah menjadi siap konsumsi. Saat masak buah
menjadi lebih lunak, warnanya kuning atau merah cerah dan daging buahnya
berasa manis.
Pada sayuran, umumnya perubahan yang terjadi merupakan akibat dari
penurunan kualitas. Hampir semua jenis sayuran memiliki pola respirasi nonklimaterik. Setelah panen, sayuran segar melanjutkan proses transpirasi dan
respirasi serta mengalami proses perubahan warna, flavour, tekstur dan kualitas
gizi. Tingkat reespirasi menjadi tolak ukur daya simpan sayuran. Sayuran yang
terdiri dari jaringan tanaman muda (daun, kecambah, batang muda, bunga)
memiliki laju respirasi yang sangat tinggi dan segera mengalami perubahan
setelah panen. Proses transpirasipada sayuran juga menyebabkan kelayuan dann
menurunkan nilai ekonomi sayuran. Pada sayuran umbi penurunan kualitas
berjalan lebih lambat dibandingkan saturan daun karena laju transpirasi dan
resperasinya lebih lambat.
1.
Perubahan Fisiko Kimia Buah dan Sayur
−
Perubahan Warna
Perubahan warna pada buah – buahan merupakan kriteria utama
bagi konsumen untuk menentukan apakah buah telah masak atau
masih mentah. Warna pada buah disebabkan oleh adanya pigmen yang
pada umumnya dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil,
anthosianin, flavonoid dan karotenoid.
Pembentukan pigmen pada buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya
dan kandungan karbohidrat. Penyimpanan tomat hijau pada suhu
rendah akan mengakibatkan bertahannya warna hijau pada kulit
buahnya. Tomat hijau yang disimpan pada kisaran suhu 10-29٥
C
warnanya akan berangsur berubah manjadi merah atau jingga. Cahaya
akan memacu pembentukan pigmen pada buah – buahan, sedangkan
karbohidrat sangat diperlukan sebab merupakan bahan baku bagi
sintesa pigmen.
−
Perubahan Kandungan Protein
Selama pematangan terjadi kenaikan kandungan protein pada
buah – buahan yang diikuti oleh peningkatan aktivitas respirasinya.
Pada buah apel matang, kandungan protein bisa mencapai 0,1% yang
sebagian besar terletak pada kulit buah. namun selama penyimpanan
akan terjadi degradasi protein menjadi amida, asam amino atau
amoniak.
−
Perubahan Tekstur
Tekstur buah dan sayuran terutama kepada tekanan tugor, ukuran
dan bentuk sel, kriteria sel – sel, adanya jaringan penunjang dan
susunan jaringan. Tekanan turgor disebabkan oleh tekanan isi sel pada
dinding sel dan dipengaruhi oleh konsentrasi zat – zat osmotik akttif
dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel.
Selama proses pematangan buah terjadi perubahan komposisi sel
yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga
kekerasan buah menuru. Selama proses pemasakan, lebih dari 40%
pektin tidak larut yang ada pada dinding sel diubah menjadi pektin
yang larut dalam air oleh enzim poli esterase dan poli galakturonase.
Hal
tersebut
mengakibatkan
pelunakan
buah
selama
proses
pematangan.
−
Perubahan Karbohidrat
Selama proses pematangan terjadi proses perombakan pati yang
banyak terkandung pada buah mentah (terutama buah kliamkteri)
menjadi gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Hemiselulosa menurun
dari 9% pada buah mentah menjadi 1-2% saja setelah matang. Gula –
gula yang terbentuk tersebut menyebabkan buah yang telah matang
berasa manis dan segar. Pada buah pisang, kandungan pati saat panen
mencapai 20-30%. Setelah 4-8 hari penyimpanan pada suhu kamar,
penyimpanan kandungan patinya akan habis. Pada buah – buahan
yang mengandung pati rendah (apel, jeruk, arbei) hanya memiliki
kandungan pati sangat sedikit setelah panen dan oleh karenanya
kandungan pati sangat sedikit setelah panen dan oleh karenanya
kandungan patinya akan segera habis setelah dipanen.
−
Perubahan Vitamin C dan Asam Organik Lainnya
Buah – buahan kaya akan vitamin, terutama vitamin C pada
umumnya meningkat, namun akan menurun kembali jika buah
terlampau masak.
Total
asam
pada
buah
mencapai
maksimun
pada
saat
perkembangan dan akan menurun selama proses pemasakan.
Kandungan asam pada buah – buahan berupa asam malat, asam sitrat,
asam tartarat, asam oksalat akan menurun antara 10 – 40 kali selama
pemasakan. Asam organik tersebut digunakan sebagai sumber energi
untuk aktivitas metabolisme.
Pertanyaan?
Karbit bila dicampur dengan air akan menghasilkan gas esetilen, yaitu senyawa
yang hampir mirip dengan etilen. Jika kita memetik buah pisang dalam keadaan
mentah lalu utnuk mempercepat mematangkan buah pisang tersebut digunakan
senyawa karbit.
1. Bagaimana komentar anda dengan kasus tersebut?
2. Menurut anda apa itu baik atau tidak, dan apa solusi yang dapat ditawarkan?
PASCA PANEN DAN PEMANFAATAN BUAH TOMAT
Pengertian Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus,
yang berarti tanaman kebun dan cultura/colere, berarti budidaya, sehingga dapat
diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Istilah hortikultura digunakan pada
jenis tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja hortikultura meliputi
pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit,
panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode
budidaya pertanian modern.
Tomat merupakan komoditi yang memiliki masa simpan / pasca panen
yang pendek, akibatnya apabila produksi tomat di suatu daerah melimpah atau
terjadi panen raya maka dapat diperkirakan bahwa akan banyak buah tomat
yang terbuang karena tidak terserap oleh pasar dan harjga jualnya akan sangat
rendah. Bahkan di daerah sentra kita akan melihat hamparan tomat yang terbuang
di pinggir jalan dan buah tomat yang dibiarkan busuk.
Jika hal ini terus terjadi tentulah akan sangat merugikan bagi petani. Untuk
itu perlu diupayakan agar tomat ini dapat memiliki masa simpan yang lebih lama
dan nilai jual yang lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk meningkatkan masa simpan dan nilai jual yang
lebih tinggi dapat diusahakan dengan cara pengolahan pasca panen tomat. Tomat
dapat diolah menjadi beberapa produk makanan seperti : Juice tomat, saus tomat,
selai tomat.
A.
Fisologi Lepas Panen
Mutu buah dan sayuran tidak dapat diperbaiki tapi dapat dipertahankan
setidaknya dapat dilakukan proses pencegahan suatu komodoti mengalami
kerusakan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada
tingkat kemasakan yang tepat. Pada umumnya sebagian komoditi yang belum
masak, bila di panen akan menghasilkan mutu yang jelek dan pematangan yang
salah. Dalam beberapa hal, jika hasil harus dikirim ke pasar atau disimpan untuk
menunggu harga yang lebih baik, pemanenan harus dilakukan dalam keadaan
sudah tua tetapi belum masak.
Pemanenan tomat bergantung pada tujuan penanaman dan waktu
pengiriman. Biasanya dibedakan tiga tingkat kemasakan:
Hijau Masak
Merah Jambu
Dalam keadaan pecah warna
Matang Merah
Buah tomat buah dikatakan mencapai hijau masak apabila warna gading
mulai tampak pada ujung buah, buah tomat diiris melintang daging buah disekitar
biji
bersifat
seperti
agar-agar
dan
bijinya
menyamping
pada
pengirisan(Morieson,1962). Biasanya pemanenan pada tingkat ini apabila buah
akan dikirim ketempat yang jauh. Tingkat Warna pada buah telah umum
digunakan sebagai petunjuk kemasakan dan kematangan buah tomat . Cara lain
untuk menentukan kemasakan buah tomat adalah dengan teknis tembus
(Worthington dan yeatman,1969), Intensitas warna, Panjang gelombang, dan
kecerahan diprhatikan.
B.
Pemanenan
Pemanenan dan penangan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk
mempertahankan mutu komoditi. Pemanenan yang salah dan penanganan yang
kasar di lahan dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Luka-luka
pada buah dalam beberapa hari akan Nampak dan menjadikan buah tidak menarik.
Pemanenan sayur-sayuran berbeda dengan pemanenan buah-buahan. Sayursayuran yang berupa daun dan buah biasanya dipanen dengan menggunakan
tangan untuk menghindari banyaknya hasil yang rusak. Pemanenan secara
mekanik biasanya dilakukan di perkebunan komersial yang luas.
Pemanenan tomat meliputi:
Pemetikan
Buah dipetik dari tanaman dengan setengah putaran atau pemuntiran.
Bila sudah masak buah akan mudah di petik.
C.
Pemanenan dapat dilakukan pada seminggu sekali
Pemanfatan
Sifat-sifat yang dikehendaki dari komoditi panen tergantung oleh tujuan
penggunaannya. Oleh sebab itu penjualan buah-buahan da sayuran tertuju pada
penggunaan dalam keadaan segar, maka agar suatu komoditi diterima dikalangan
konsumen di tentukan oleh ukuran daya tarik, dan mutu organoleptiknya. Buah
tomat dikalengkan dalam keadaan utuh atau berupa barang jadi, seperti bubur,
pasta, atau sari buah. Produk-produk seperti kuah dan saus juga dihasilkan dari
buah tomat
D.
Pengemasan
Cara dan suhu pengemasan sangat berpengaruh terhadap warna dan
kekerasan buah tomat. Pemasakan buah tomat berkorelasi tinggi dengan warna
pemasakannya. Perlu dicatat bahwa pengemasan ini tidak dapat memperbaiki
mutu. Oleh karena itu, produk dengan kualitas yang paling baik yang dikemas.
Ikut
sertanya
produk
yang busuk
atau
rusak dalam
kemasan
dapat
mengkontaminasi produk yang masih sehat. Pengemasan juga bukan pengganti
penyimpanan oleh karena itu penjagaan mutu yang paling baik adalah dengan
mengkombinasikan pengemasan dengan penyimpanan yang baik. Secara garis
besar, tujuan pengemasan adalah sebagai berikut (BPPHP, 2002):
1.
Menghambat penurunan bobot berat akibat transpirasi.
2.
Meningkatkan citra produk.
3.
Menghindari atau mengurangi kerusakan pada waktu pengangkutan.
4.
Sebagai alat promosi.
Pengemasan yang baik harus dapat melindungi barang segar dari pengaruh
lingkungan dan mencegah dari cacat fisik. Pengemasan harus memberikan
keuntungan dari segi kesehatan sehingga kebersihan tiap wadah haruslah
diperhatikan. Setiap wadah yang tertutup dapat ikut membantu menghindarkan
barang dari debu atau pasir selama pengangkutan sehingga produk yang telah
dicuci akan tetap bersih sampai ke tangan konsumen. Pengemasan juga
menghindarkan produk dari kontaminasi senyawa yang tidak diinginkan, serangan
hama dan mikroorganisme.
Pengemasan harus menggunakan wadah yang efisien dan tidak
menurunkan mutu. Bahan wadah untuk pengemasan dapat bermacam-macam,
mulai dari karung goni, keranjang bambu, kotak kayu, plastik, kardus, stirofoam
sampai jala-jala plastik. Kemasan-kemasan ini berbeda bentuk dan penggunaanya
tergantung dari tujuan pengemasan. Ada kemasan yang khusus untuk pemanenan,
untuk penyimpanan, untuk distribusi dan ada pula yang digunakan untuk kemasan
konsumen. Untuk kemasan yang digunakan untuk penyimpanan di gudang, harus
digunakan wadah yang kuat dan dengan penataan yang sedemikian rupa karena
biasanya dilakukan penumpukan.
Untuk mempertahankan mutu tomat dalam jangka waktu yang relatif lama,
cara paling mudah, murah, dan aman bagi tomat-tomat dalam negeri adalah
menyimpannya dalam kotak kayu.
PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN HORTIKULTURAL PADA
BUAH PISANG
Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Di
daerah sentra buah pisang, ketersediaan buah pisang seringkali dalam jumlah
banyak dan keragaman varietas yang luas sehingga dapat membantu mengatasi
kerawanan pangan.
Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran buah
pisang yang luas, hampir seluruh wilayah merupakan daerah penghasil pisang,
yang ditanam di pekarangan maupun ladang, dan sebagian sudah ada dalam
bentuk perkebunan. Jenis pisang yang ditanam mulai dari pisang untuk olahan
sampai jenis pisang komersial yang bernilai ekonomi tinggi.
Pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena
mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian
konsumsi beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan buah pisang
mentah yang kemudian diolah menjadi berbagai produk, baik melalui pembuatan
gaplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya. Karbohidrat buah
pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara
bertahap sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat.
Dibandingkan dengan gula pasir, sirup, karbohidrat pisang menyediakan energi
sedikit lebih lambat, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit dan sejenis roti.
Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul masih
sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka
penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Buah setelah panen
dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya para
pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya untuk
menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak
bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah
pisang, karena penampilan buah menjadi kotor.
Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau
satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi
diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah.
Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut
(pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian
menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama
sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi. Pisang
yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakua yang lebih baik,
dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang
dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna
seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam
tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu.
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah
adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang
bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di
bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat
dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan
sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah,
sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang
berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk
klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan.
A.
Hama dan Penyakit Tanaman Pasca Panen
Beberapa penyakit utama yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
produksi tanaman pisang, diantaranya adalah penyakit layu, bercak daun
Sedangkan hama yang banyak ditemukan adalah ulat penggulung daun,
Penggerek bonggol, Penggerek batang, thrips dan burik pada buah.
1.
Penyakit Layu Fusarium
Penyakit
ini
sering
disebut
penyakit
Panama,
disebabkan
oleh Fusarium oxysporum. Penularan penyakit ini melalui bibit, tanah
air, pupuk kandang atau alat-alat pertanian.
Gejala
Gejala awal adalah menguningnya daun tua yang diikuti
diskolorisasi pembuluh pada pelepah daun terluar. Perubahan warna
semakin hebat terjadi pada stadium lanjut dan bila pseudostem
terinfeksi dipotongakan terlihat jaringan sakit lebih keras dibanding
jaringan sehat. Gejala lain adalahperubahan bentuk dan ukuran ruas
daun yang baru muncul lebih pendek serta perubahan warna pada
bonggol. Penularan terutama terjadi melalui luka pada akar.
Pencegahan
Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan:
a. Membongkar dan membakar tanaman yang terserang dan siram
tanah bekas tanaman pisang tersebut dengan fungisida.
b. Lakukan penggenangan dan pergiliran tanaman.
c. Menanam varietas tahan terhadap penyakit layu Fusarium.
d. Jangan menanam bonggol, anakan atau bibit dan membawa
tanah dari daerah yang sudah terinfeksi penyakit layu Fusarium.
e. Gunakan bibit bebas penyakit (hasil kultur jaringan).
f. Alat-alat pertanian yang digunakan selalu disuci hamakan
dengan fungisida.
g. Pemanfaatan
musuh
Glicocladium.
2.
Penyakit Layu Bakteri
alami
seperti
Trichoderma
atau
Penyakit
layu
ini
disebabkan
oleh
bakteri Pseudomonas
Solaracearum. Penularan penyakit melalui bibit, tanah, air irigasi, alat-alat
pertanian atau serangga penular (vector).
Gejalanya
Gejala biasanya tampak setelah timbulnya tandan. Mula-mula
daun muda mengalami perubahan warna dan pada ibu tulang daun
terlihat garis coklat kekuningan kearah tepi daun hingga buah
menjelang masak. Daun kemudian menguning/coklat, dan layu. Gejala
spesifik adalah terdapatnya lendir bakteri yang berbau, berwarna putih
abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau
bonggol, tangkai buah, tangkai tandan dan batang.
Pengendalian
Pengendalian atau pencegahanyang dianjurkan adalah:
a. Melarang perpindahan bibit/tanaman beserta tanahnya dari
daerah endemik.
b. Penanaman bibit pisang sehat/bebas penyakit.
c. Pembungkusan buah beberapa saat setelah jantung keluar.
d. Sterilkan alat-alat yang dipakai dengan menggunakan formalin
30%.
e. Perbaikan drainase kebun.
f. Fumigasi tanah bekas tanaman yang terserang dengan Methyl
Bromide (secara injeksi).
g. Pemusnahan tanaman sakit dengan menggunakan 5 – 20 ml
larutan herbisida glyphosate 5% atau 2,4-D 2,25%.
h. Melakukan rotasi tanaman misalnya dengan menggunakan
family graminae seperti sorgum, padi, jagung, rumput gajah
dan lain sebagainya untuk memotong siklus patogen di dalam
tanah selama sekitar satu tahun.
3.
Bercak Daun Sigatoka
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella musicola
Mulder.
Gejala
Gejalanya mula-mula timbul bintik-bintik kuning pada tepi daun,
kemudian bintik melebar menjadi noda kuning tua kemerahan sampai
kehitaman, sehingga seluruh helaian daun menjadi kuning, daun
menjadi lebih cepat kering dan buah matang sebelum waktunya.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini dianjurkan dengan pemupukan
berimbang, sesuai anjuran setempat dan sanitasi sumber infeksi
dengan memotong dan membakar daun-daun mati/sakit.
4.
Penyakit Kerdil Pisang / Bunchy Top Virus.
Penyakit ini disebabkan oleh virus. Penularannya melalui vektor
Pentalonia negronervosa Coq.
Gejala
Gejalanya adalah daun muda tampak lebih tegak, pendek, lebih
sempit dan tangkainya lebih pendek dari yang normal, daun
menguning sepanjang tepi lalu mengering, daun menjadi rapuh dan
mudah patah, tanaman terlambat pertumbuhannya dan daun-daun
membentuk roset pada ujung batang palsunya.
Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat dan
sanitasi
kebun
seperti Abaca (Musa
dengan
membersihkan
textiles), Heliconiaspp
tanaman
inang
dan Canna spp,
pembongkaran rumpun sakit, lalu dipotong kecil-kecil agar tidak ada
tunas yang hidup. Cara lain adalah dengan menggunakan insektisida
sistemik untuk mengendalikan vektor terutama di persemaian.
5.
Ulat penggulung daun (Erionata thrax L.)
Larva yang baru menetas memakan daun pisang dengan membuat
gulungan daun. Seluruh siklus hidupnya terjadi di dalam gulungan daun.
Cara pengendaliannya yaitu dengan memangkas daun yang terserang
kemudian dibakar. Penyemprotan insektisida berbahan aktif Kuinalfos dan
Triklorfon. Insektisida yang bersifat sistemik akan lebih efektif mengingat
ulat daun ini tersembunyi dalam gulungan daun.
6.
Penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus Germar)
Larvanya membuat terowongan pada bonggol pisang yang merupakan
tempat masuknya bibit penyakit lain seperti Fusarium. Kerusakan
berakibat lemahnya sistem perakaran dan transportasi makanan terhenti.
Gejala serangan terlihat daun menguning dan ukuran tandan berkurang
sehingga produksi menurun. Cara pengendaliannya yaitu dengan
sanitasi lingkungan, menangkap kumbang dewasa dengan perangkap yang
terbuat dari bonggol pisang, menggunakan musuh alami dan insektisida
berbahan aktif karbofuran, monokrotofos.
7.
Penggerek batang (Odoiporus longicolis (Oliv)
Kerusakan akibat hama ini ditandai dengan adanya lubang di
sepanjang batang semu. Cara pengendaliannya yaitu dengan sanitasi
kebun, menggunakan musuh alami Plaesius javanicus dan penggunaan
insektisida berbahan aktif Carbofuran.
8.
Thrips (Chaetanaphotrips signipennis)
Hama ini menyerang bunga dan buah muda, akibatnya terdapat bintikbintik dan goresan pada kulit buah yang telah tua. Cara pengendaliannya
yaitu dengan membungkus tandan buah saat bunga akan mekar dan
penyaputan
tangkai
tandan
dengan
insektisida
berbahan
aktif
monocrotophos.
9.
Burik pada buah (Nacolea octasema)
Serangan menyebabkan perkembangan buah menjadi terhambat,
menimbulkan kudis pada buah sehingga menurunkan kualitas buah. Hama
ini meletakkan telurnya diantara pelepah bunga segera setelah bunga
muncul dari tanaman pisang. Hama langsung menggerek pelepah bunga
dan bakal buah, terutama saat buah masih dilindungi oleh pelepah buah.
Cara pengendaliannya yaitudengan membungkus tandan buah saat bunga
akan mekar.
B.
Cara Penanganan Pasca Panen Pisang
Untuk menghasilkan produk yang bagus diperlukan bahan baku yang
bagus pula. Namun bahan baku yang bagus tanpa diikuti dengan proses yang tepat
juga tidak akan menghasilkan produk yang terbaik. Hal-hal yang harus
diperhatikan sejak awal diantaranya:
1.
Umur dan waktu panen
Buah pisang yang akan dipanen disesuaikan dengan tujuannya. Untuk
tujuan konsumsi lokal atau keluarga, panen dilakukan setelah buah tua
atau bahkan sudah ada yang masak di pohon. Sedangkan untuk ekspor,
pisang dipanen tidak terlalu tua (derajat ketuaan 75-85%)), tetapi sudah
masak fisiologis (kadar patinya sudah maksimum). Pada keadaan ini
kualitas buah cukup baik dan mempunyai daya simpan cukup lama.
Waktu panen buah pisang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dengan menghitung jumlah hari dari bunga mekar sampai siap dipanen
atau dengan melihat bentuk buah. Buah yang tua biasanya sudut buah
tumpul dan membulat, daun bendera mulai mengering, bekas putik bunga
mudah patah.
2.
Cara Panen
Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang
tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan
pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang
disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes
ke bawah tanpa mengotori buah. Dengan posisi ini buah pisang terhindar
dari luka yang dapat diakibatkan oleh pergesekan buah dengan tanah.
Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya
dihilangkan sama sekali. Jika tersedia tenaga kerja, batang pisang bisa saja
dipotong sampai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang
dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tunas.
3.
Periode Panen
Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3-10
hari sekali tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif.
C.
Kriteria kematangan pisang :
Tingkat
Warna Kulit
Pati
Gula
Keterangan
Kematangan
Buah
(%)
(%)
1
Hijau
20
0,5
Keras
18
2,5
-
16
4,5
-
2
3
Hijau Mulai
Kuning
Hijau lebih banyak
dari Kuning
4
Kuning lebih
banyak dari Hijau
13
7,5
-
7
13,5
-
2,5
18,0
Mudah dikupas
1,5
19,0
Kuning lebih
banyak namun
5
ujung buah masih
hijau
6
Seluruhnya kuning
Kuning
7
sedikit bintik
Masak penuh
aroma
coklat
Lewat masak,
Kuning dengan
8
banyak bintik
1,0
coklat
19,0
daging buah
gelap, aroma
tinggi sekali
Sumber: Murtiningsih, dkk. (1990).
D.
Penanganan Pasca Panen:
1.
Pemotongan sisir pisang dari tandannya
2.
Pencucian sisir dari kotoran dan getah serta dilakukan seleksi buah
3.
Pencucian sisir pisang yang sudah terseleksi dalam air bersih mengalir
4.
Penyusunan sisir pada rak terbuka lalu dikeringanginkan dengan
mengalirkan udara kering pada sisir-sisir pisang tersebut
5.
Pengemasan sisir pisang pada kotak karton per 15 kg (3-5 sisir ukuran
besar atau 6-9 sisir ukuran kecil)
E.
6.
Penyemprotan fungisida Al2(SO4)3 (120 ml/15 kg pisang)
7.
Pengepakan pada container
Pengemasan
Untuk pisang tropis, kardus karton yang digunakan berukuran 18 kg atau
12 kg. Kardus dapat dibagi menjadi dua ruang atau dibiarkan tanpa pembagian
ruang. Sebelum pisang dimasukkan, alasi/lapisi bagian bawah dan sisi dalam
kardus dengan lembaran plastik/kantung plastik. Setelah pisang disusun tutup
pisang dengan plastik tersebut. Dapat saja kelompok (cluster) pisang dibungkus
dengan plastik lembaran/kantung plastik sebelum dimasukkan ke dalam kardus
karton. Pada bagian luar dari kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain:
1.
Produksi Indonesia
2.
Nama kultivar pisang
3.
Nama perusahaan/ekspotir
4.
Berat bersih
5.
Berat kotor
6.
Identitas pembeli
7.
Tanggal panen
8.
Saran suhu penyimpanan/pengangkutan
KUNCI JAWABAN
Bab Sejarah Pasca Panen
1.
2.
Bab Pengembangan Teknologi Pasca Panen Buah Naga Dengan
Membedakan Karakteristik Jaringan Dan Struktur Sel
1.
2.
Bab Proses Metabolisme dalam Produk Pasca Panen
1.
2.
Bab Perkembangan Pematangan Fisiologis dan Mutu Pasca Panen
1.
2.
Bab Stres Produk Pasca Panen Dalam Proses Alami
1.
2.
Bab Pergerakan Gas, Bahan Pelarut Dan Terlarut Dalam Produk Pasca
Panen
1. Zat pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain sedangakan
zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam sebuah zat pelarut
2. -
Kelembaban
-
Suhu
-
Tekanan
-
Pergerakan udara
-
Sinar
Bab Periode Produk Dan Pasca Panen Dalam Sistem Fisiologis Pasca Panen
1.
2.
Bab Peran Proses Respirasi Dan Fotosintesis Untuk Produk Pasca Panen
1. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buahbuahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami prubahanperubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
kimiawinya serta mutu dari produk tersebut.
2. pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi
gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat
dan asam-asam organik lainnya menjadiCO2 , air, dan energi yang
berlangsung secara aerobik. Masing-masing proses tersebut dapat dilihat
kembali pada Fisiologi Tumbuhan jenis apa Substrat dalam proses
respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam organis
tetapi juga dapat dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir
sebagai sumber energi kurang dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi
antara substrat dengan hasil-hasil antara respirasi dan antara hasil antara
yang satu dengan lainnya.
Bab Kemunduran Produk Hortikultura Segar
1. Proses pemanenan menyebabkan terjadinya kerusakan mekanis, yang
menyebabkan produk menjadi stress dan perubahan reaksi metabolisme.
Produk secara alami akan memproduksi etilen sebagai respon adanya
kerusakan. Etilen adalah hormon tanaman yang mengendalikan fase
pelayuan (atau kematian) didalam tanaman. Pada produk hortikultura
setelah
panen,
peningkatan
produksi
etilen
akan
mengakibatkan
peningkatan laju kemunduran atau kelayuan yang mana sangat tidak
diinginkan.
2. Awal peningkatan respirasi sejalan dengan peningkatan suhu adalah
hampir linier dari 0ᵒC. ini menunjukkan peningkatan laju respirasi yang
signifikan sejalan dengan meningkatnya suhu. Hardenburg et al. (1986)
mengatakan bahwa setiap peningkatan suhu 10ᵒC, laju respirasi secara
kasar meningkat 2-3 kali. Jika suhu meningkat diatas 30ᵒC, grafik menjadi
datar, memperlihatkan peningkatan laju respirasi yang kecil. Jika produk
di ekspos pada suhu sekitar 45ᵒC atau lebih tinggi, produk mulai mati dan
respirasi mulai terhenti atau menurun cepat menuju kematian. Hal ini
menunjukkan, semakin tinggi suhu produk (tanpa membunuh produk),
kecepatan respirasi dipercepat dan kemunduran dipercepat pula.
Sebaliknya, semakin rendah suhu produk (tanpa membekukan produk),
semakin rendah pula laju respirasi dan laju kemunduran akan diperlambat
pula.
Bab Pengelolaan Pasca Panen Untuk Produk Hortikultura
1.
2.
Bab Penyiapan Produk Untuk Pasar
1. Keuntungan keuntungan tersebut antara lain
o Penggunaan tenaga kerja yang efisien sehingga biaya pengemas akan
minimum
o Output lebih maksimal karena penggunaan peralatan secara efisien dan
terpelihara.
o Mebgurangi
kehiruk-pikukan,
meminimalkan kecelakaan.
memperbaiki
kondisi
kerja
dan
o Memungkinkan untuk penambahan fasilitas dikemudian hari dan
memungkinkan operator untuk mengembangkan penggunaan teknologi
terkini.
2. Pertama, cara sederhana, yaitu menenggelamkan produk ke dalam air
diikuti dengan pembersihan dengan air pembilas. Dengan sistem ini
lapisan lilin di permukaan produk tidak akan rusak. Untuk meningkatkan
daya pencucian dapat ditambakan deterjen dan sikat lembut atau spon
untuk pembersihannya.
Jika diperlukan daya pencucian yang lebih kuat dapat digunakan air yang
bergerak atau teragitasi oleh pompa. Produk dicuci di dalam air yang
teragitasi, selanjutnya dibilas dengan air bersih sebelum menuju ke proses
berikutnya.
Untuk produk yang tidak sensitif terhadap pelukaan dapat dilakukan
pencucian dengan pencuci berputar. Cara ini mempunyai daya pencucian
yang sangat kuat. Pencuci ini biasanya berupa drum berputar seperti yang
digunakan untuk membersihkan wortel. Pada alat ini dapat ditambahkan
sikat atau karet dengan tonjolan-tonjolan untuk memberikan aksi
penyikatan pada produk.
Jika tidak ada lagi perlakuan lebih lanjut setelah pencucian maka produk
dikeringkan sebelum dilakukan grading. Pengeringan dapat dilakukan
dengan melakukannya di terowongn pengering yang di dalamnya terdapat
udara hangat yang tersirkulasi.
Bab Distribusi Produk Pasca Panen
1. Karena petani lebih cenderung memilih untuk meneruskan nenek moyang
mereka yang sudah dipercayainya dapat berhasil ,bisa juga karena petani
masih belum benar-benar memahami teknologi yang ada apalagi didaerah
terpencil.
2.
•
Membuat produk dengan olahan yang menarik karena masyarakat
cenderung menyukainya apalagi dengan logo yang bagus dan lucu.
•
Mempromosikan ,setelah kita mengemas produk tersebut dengan
semenarik mungkin selanjutnya kita akan memprosikan produk
tersebut dengan se-PD mungkin kita bayangkan hanya produk kita
yang paling bagus dari pada lainnya.
•
Ada baiknya jika sebelum produk tersebut dipanen maka kita
mencari calon pemasar terlebih dahulu agar nantinya tidak
kebingungan jika sudah panen.
Bab Pemasaran Produk Segar
1. Selain produk cepat rusak juga buah dan sayur akan berkurang kandungan
nutrisi dan vitaminnya sehingga konsumen tidak tertarik untuk membeli
produk tersebut dan demikian akan merugikan bagi petani yang sistim jual
produknya secara retail.
2. Jika seorang petani tidak memiliki gudang penyimpanan yang layak bagi
produk tersebut maka petani harus sesegera mungkin untuk mempercepat
proses pemanenan dan segera di jual ke pengepul untuk menghindari dari
kemungkinan untuk mengalami kerugian yang besar.
Bab Respon Biologis Komoditas Pertanian Terhadap Proses Pemanenan
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmawati, B., & MAHAJOENO, E. (2009). Variation of morphology, isozymic
and vitamin C content of dragon fruit varieties. Nusantara bioscience,
1(3).
Renasari, N. BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA SUPER RED DI WANA
BEKTI HANDAYANI.
Wahyuni, R. (2011). Pemanfaatan Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus
costaricersis) Sebagai Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami Pada
Pembuatan Jelly. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2).
Purwanto, E. G. M. (2014). Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus costaricensis)
dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Keteknikan Pertanian, 25(2).
Harun, N., Efendi, R., & Hasibuan, S. H. (2013). PENGGUNAAN LILIN
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN BUAH NAGA
MERAH (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Sagu, 11(2).
Soesanto, I. L. (2006). Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius.
Jaya, I. K. D. (2010). Morfologi dan Fisiologi Buah Naga dan Prospek Masa Depannya di
Indonesia. Crop Agro, 3(1), 44-50.
Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986. The Commercial
Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery stocks. USDA Agric.
Handbook No. 66. USDA Washington.
Kader, A. A. 1985. Ethylene induced senescence and physiological disorders in
harvested horticultural corps. HortSci. Feb. 20(1):54-7
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. An AVI
Book, NY.
Kitinoja, L. 2001. Postharvest Handling of Fruits and Vegetables : Intended for
Cold Storage. IARW India
Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce Manual – Handling and
Storage Practices for Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh
Fruit and Vegetable Association Ltd.: Fitzroy, Vic.
Thompson, A. K. 1995. Postharvest Technology of Fruit and Vegetables.
Blackwell Sci.
Watada, A. E. 1986. Effect of ethylene on the quality of fruits and vegetables.
Food Technol. May. 40(5):82-5.
Wills, R. B. H.; McGlasson, B.; Graham, D. and Joyce, D. Postharvest. An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and
Ornamentals. 4th ed. The University of New South Wales Press Ltd,
Sydney, 1998; 262 pp.
http://sarjokoceae.blogspot.co.id/2016/01/pasca-panenproduk-segarhortikultura.html
Utama, I Made S ; Antar, Nyoman S. 2013. Pasca Panen Tanaman Tropika :
Buah dan Sayuran. Tropical Plant Curriculum Project Udayana
University
Kitinoja, Lisa ; A. Kader, Adel. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen
Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Post Harvest
Technology. UC Davis
Soetiarso, T.A.,M. Ameriana, Z, Abidin,dan L. Prabaningrum. 1999. Analisis
Anggaran Parsial penggunaan varietas dan mulsa pada tanaman cabai.
J.Hort.9(2):164-171.
Prusky, Dov et al., 1999. Effect of hot water brushing, prochloraz treatment and
waxing on the incindence of black spot decay caused by altemaria
altemata in mango fruits. Posstharvest technology and biology 15:165174
Anonim, 1994, hasil penelitian hortikultura pelita. Puslitbanghort.jakarta.
Soesanto, Loekas, 2006, Penyakit Pascapanen, Yogyakarta, Kanisius
Susanto tri, 1994, Fisiologi dan Teknologi Pascapanen, Yogyakarta, Akademika
Keeling, Thilmani and Bond. 2006. Direct Marketing of Fresh Produce:
Understanding
Consumer
Purchasing
Decisions.
http://BondJenniferKeeling.DawnThilmany.CraigABond
"Directmarketing-of-fresh
produce:understanding-consumer-purchasingdecisions. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Prakoso.
2013.
Jenis-jenis
Karakteristik
Pasar.
http://triadiprakoso.blogspot.com/2015/06/karakteristik-karakteristikpasar.html. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Utama,
Permana.
2002.
Hortikultura
Teknologi
Pasca
Panen.
http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/bukuajar-tpp.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Wijayanti, Khusain, dkk. 2014. Dasar-dasar Agronomi Pasca Panen dan
Pemasaran Hasil. http://learnmcr.blogspot.com/2014/01/pasca-panendan-pemasaran.html. Diakses tanggal 29 Mei 2016.
http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/proses-pertumbuhan-tanaman.html
http://mon-devoir.blogspot.co.id/2015/07/tugas-review-jurnal-fisiologi-dan.html
https://www.scribd.com/doc/188567081/Fisiologi-Pasca-Panen-Buah-Dan-Sayur
http://blogs.unpad.ac.id/boenga/2011/08/18/proses-pematangan-buah/
http://slideplayer.info/slide/2823770/
http://kelasbiologiku.blogspot.co.id/2013/03/sistem-respirasi-pada-tumbuhan.html
http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/buku-ajar-tpp.pdf
http://badrussetiawan1.blogspot.co.id/2010/03/proses-proses-pasca-panen.html
PENYUSUN
MUH. ANIAR HARI SWASONO, SP., MP
LUTFIRROHMAN
ANIS BAHIYATUL MUSLIHAH
FAISHOL HUDA
ILMIATUL IMAMA
JAMALUDDIN AL AYYUBI
ZAHROTUL HASANAH
AKHMAD RIDWAN
ALIYATUL MAS’UDAH
LINA AFIDATUS SALAFIYAH
LUCHITA SAFITRI
M. IDRIS SHOLIHIN
HABZA HAVIFA ALVIN
MOCH. MAGHROBIL MUHIBBIN
TAUFIQ ISMAIL ALWO
RANDIS
MAS’ULA