DRAINASE PERKOTAAN
1.
Landasan Teori.
1.1. Pengertian.
Drainase berasal dari kata drainage yang secara harfiah berarti mengeringkan
atau mengalirkan. Dalam perkembangannya drainase adalah suatu sistem dimana sistem itu
dibuat dalam rangka untuk menangani persoalan kelebihan air baik yang berada di
permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air ini
disebabkan oleh :
a. Intensitas hujan yang tinggi.
b. Durasi atau waktu turunnya hujan yang lama.
c. Air kotor (limbah) yang dihasilkan sebagai akibat adanya aktifitas masyarakat (rumah
tangga, industri dan lain sebagainya).
Sejalan dengan perkembangan umat manusia dan teknologi maka sistem drainase
menjadi suatu kebutuhan dalam suatu kawasan terutama dalam suatu kawasan perkotaan.
Hal ini disebabkan karena kawasan perkotaan yang identik dengan tingginya aktifitas
manusia, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, minimnya lahan resapan air hujan dan
lain sebagainya. Desain drainase perkotaan mempunyai kaitan langsung dengan tata guna
lahan, tata ruang kota, master plan dan kondisi sosial budaya masyarakat. Pengertian
drainase perkotaan bukan hanya terbatas pada teknik penanganan kelebihan air, tetapi
lebih luas lagi karena menyangkut berbagai aspek kehidupan di kawasan perkotaan.
Sistem drainase perkotaan harus didesain sedemikian rupa agar sejalan dengan
perkembangan masyarakat. Desain ini harus mempertimbangkan peningkatan jumlah
penduduk dimasa yang akan datang, pertumbuhan industri, semakin bertambahnya
kawasan-kawasan permukiman dan level curah hujan yang terjadi. Sehingga dalam
beberapa tahun ke depan dengan perhitungan yang mempertimbangkan berbagai hal maka
sistem drainase yang ada akan bisa mengatasi kelebihan air yang ada.
1.2. Jenis Drainase.
Jenis drainase yang ada sangat beragam, sehingga untuk memudahkan dalam
pemahaman jenis-jenis drainase dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Jenis drainase ditinjau dari cara terbentuknya.
• Drainase alamiah, yaitu saluran drainase yang terbentuk sebagai akibat adanya
gerusan air yang mengikuti pola kontur tanah. Drainase ini biasanya terbentuk
pada daerah yang cukup kemiringannya. Sehingga secara alamiah air akan
mengalir dengan sendirinya dan masuk ke sungai-sungai yang ada dibawahnya.
Pada kondisi tanah tertentu sebagian air akan meresap kedalam tanah (infiltasi)
dan dalam proses selanjutnya air akan mengalir sehingga menjadi aliran antara
(sub surface flow) menuju ke sungai. Atau bisa juga air tersebut akan masuk terus
ke dalam tanah (perkolasi) hingga bercampur dengan air tanah dan mengalir
sebagai aliran air tanah (ground water flow) menuju ke sungai-sungai.
• Drainase buatan, adalah suatu sistem drainase yang dibuat dengan maksud dan
tujuan tertentu serta merupakan hasil rekayasa yang berdasarkan hitunganhitungan tertentu pula. Sistem drainase ini ada karena merupakan salah satu
rekayasa dalam penyempurnaan atau mengisi kekurangan sistem drainase
alamiah yang telah ada.
b. Jenis drainase berdasarkan sistem pengalirannya.
• Drainase dengan sistem jaringan, adalah suatu sistem pengeringan atau
pengaliran air pada suatu kawasan tertentu yang dilakukan dengan jalan
mengalirkan air melalui suatu sistem tata saluran dengan berbagai bangunanbangunan pelengkapnya.
• Drainase dengan sistem resapan, adalah suatu sistem pengeringan atau
pengaliran air yang dilakukan dengan cara meresapkan air ke dalam tanah. Cara
peresapan ini dapat dilakukan secara langsung terhadap genangan air di
permukaan tanah ke dalam tanah atau melalui sumur resapan/saluran resapan.
Sistem ini biasanya dipergunakan dalam usaha konservasi air.
c. Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari tujuan pembuatan drainase.
• Drainase perkotaan, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 239 Tahun 1987 yang dimaksud dengan drainase perkotaan adalah
jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah
administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal
maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota.
Sedangkan pengertian lain dari drainase perkotaan adalah suatu sistem
pengeringan atau pengaliran dari wilayah perkotaan ke sungai yang ada atau
melintasi wilayah perkotaan sehingga wilayah perkotaan itu sendiri tidak
tergenangi air.
• Drainase daerah pertanian, adalah pengeringan atau pengaliran air di daerah
pertanian baik di persawahan maupun daerah sekitarnya yang bertujuan untuk
mencegah kelebihan air agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
• Drainase lapangan terbang, yaitu pengeringan atau pengaliran air di kawasan
lapangan terbang terutama pada runaway (landasan pacu) dan taxiway sehingga
kegiatan penerbangan baik take off, landing maupun taxing tidak terhambat.
• Drainase jalan raya, adalah pengeringan atau pengaliran air dipermukaan jalan
yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan jalan dan menghindari
terjadinya kecelakaan lalu lintas. Drainase ini biasanya berupa saluran di kiri dan
kanan jalan serta gorong-gorong yang melintas dibawah badan jalan.
• Drainase jalan kereta api, adalah pengeringan atau pengaliran air disepanjang
jalur rel kereta api yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada jalur rel
kereta api.
• Drainase pada tanggul dan dam, adalah pengaliran air di daerah sisi luar tanggul
dan dam yang bertujuan untuk mencegah keruntuhan tanggul dan dam akibat
erosi rembesan aliran air.
• Drainase lapangan olah raga, adalah pengeringan atu pengaliran air pada suatu
lapangan olah raga seperti lapangan sepak bola dan lainnya yang bertujuan agar
kegiatan olah raga tidak terganggu meskipun dalam kondisi hujan.
• Drainase untuk keindahan kota, adalah bagian dari drainase perkotaan, namun
dalam pembuatannya drainase ini ditujukan pada sisi estetika seperti pada
tempat rekreasi dan lain sebagainya.
• Drainase untuk kesehatan lingkungan, adalah drainase yang juga merupakan
bagian dari drainase perkotaan, dimana pengeringan dan pengaliran air bertujuan
untuk mencegah genangan yang dapat menimbulkan wabah penyakit.
• Drainase untuk penambahan areal, yaitu pengeringan atau pengaliran air pada
daerah rawa ataupun laut yang bertujuan sebagai upaya untuk menambah luas
suatu areal.
d. Jenis drainase berdasarkan tata letaknya.
• Drainase permukaan tanah, yaitu sistem drainase yang salurannya berada di atas
permukaan tanah dimana pengaliran terjadi karena adanya beda tinggi
permukaan saluran (slope).
• Drainase bawah permukaan, yaitu sistem drainase yang dialirkan di bawah tanah
(ditanam) biasanya disebabkan karena faktor artistik atau faktor kondisi
lingkungan dimana dalam areal drainase tersebut tidak memungkinkan untuk
mengalirkan air diatas permukaan tanah seperti pada lapangan olah raga,
lapangan terbang, taman kota dan lain sebagainya.
e. Jenis drainase berdasarkan fungsinya.
• Drainase single purpose, adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan satu
jenis air buangan misalnya air hujan atau limbah.
• Drainase multi purpose, adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan lebih
sari satu air buangan baik secara bercampur maupun bergantian. Misalnya
campuran air hujan dan air limbah.
f. Jenis drainase berdasarkan konstruksinya.
• Drainase terbuka, adalah sistem saluran yang permukaan airnya terpengaruh
dengan udara luar. Drainase saluran terbuka biasanya mempunyai luasan yang
cukup dan digunakan untuk mengalirkan air hujan atau air limbah yang tidak
membahayakan kesehatan lingkungan dan tidak menganggu keindahan.
• Drainase tertutup, adalah sistem saluran yang permukaan airnya tidak
terpengaruh dengan udara luar. Saluran ini biasanya digunakan untuk
mengalirkan air limbah atau air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan
dan mengganggu keindahan.
1.3. Perencanaan Drainase Perkotaan.
Dari penjelasan pada sub bab sebelumnya, telah diuraikan tentang pengertian
drainase perkotaan. Apabila dicermati maka dari berbagai jenis drainase ternyata beberapa
jenis kelompok drainase merupakan bagian dari drainase perkotaan, baik ditinjau dari segi
konstruksi (drainase terbuka dan tertutup), dari segi fungsi yaitu single purpose atau multi
purpose, dari segi tata letaknya (diatas permukaan tanah atau dibawah permukaan tanah)
dan lain sebagainya.
Ada beberapa pertimbangan lain di luar teknis seperti tuntutan akan terjaganya
keindahan kota, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya yang akan menentukan
perencanaan bentuk, letak dan sifat dari drainase perkotaan itu sendiri.
Fungsi daripada drainase perkotaan sendiri adalah :
a. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif.
b. Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
c. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan
air dan kehidupan aquatik.
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah (konservasi air).
e. Melindungi sarana dan prasaran yang telah dibangun.
Berdasarkan fungsi layanannya, maka drainase perkotaan dapat terbagi dalam
beberapa jenis yaitu :
a. Sistem drainase lokal, adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota
tertentu seperti daerah permukiman, areal pasar, perkantoran, area industri dan
komersial. Sistem ini biasanya melayani areal kurang dari 10 ha.
b. Sistem drainase utama, yang termasuk dalam sistem ini adalah saluran drainase
primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani
kepentingan sebagian besar masyarakat.
• Saluran primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran
sekunder. Dimensi saluran drainase ini relatif besar.
• Saluran sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima
air dari saluran tersier serta limpasan air dari permukaan sekitarnya dan
meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang
dialirkan.
• Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase
lokal.
Beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan dalam setiap perencanaan
sistem drainase perkotaan adalah :
a. Kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani pengaliran air ke badan air
maupun untuk meresapkan air ke dalam tanah. Untuk mencapai kapasitas yang
memadai dilakukan perencanaan berdasarkan perhitungan hidrologi dan hidrolika.
b. Pembangunan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan
sebagai prasarana kota yang didasarkan pada konsep berwawasan lingkungan.
Konsep ini berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang pada prinsipnya
mengendalikan air hujan agar lebih banyak yang diresapkan kedalam tanah sehingga
mengurani jumlah limpasan yang antara lain dilakukan dengan jalan membuat
bangunan resapan buatan, kolam retensi dan penataan landscape.
c. Sedapat mungkin menggunakan sistem gravitasi.
d. Meminimalisasi pembebasan lahan.
e. Memaksimalkan resapan dan meminimalisasi aliran permukaan.
f. Letak sistem yang memenuhi kriteria perkotaan dan memiliki kesempatan untuk
memperluas sistem.
g. Stabilitas sistem harus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan
kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan.
h. Pembuatan kolam retensi dan sistem poulder disusun dengan memperhatikan faktor
sosial ekonomi antara lain perkembangan kota serta rencana sarana dan prasarana
kota.
Dalam rangka memenuhi prinsip kapasitas sistem yang cukup, maka parameterparameter yang dipakai sebagai dasar perhitungan perencanaan drainase adalah sebagai
berikut :
a. Hujan.
Fenomena hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti
namun dapat diperkirakan berdasarkan data-data hujan yang telah terjadi. Semakin
banyak data hujan yang didapatkan maka akan semakin mendekati akurasi
perkiraan-perkiraan yang dilakukan.
• Data Curah Hujan.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan yang
diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari.
Data dari hasil
pengukuran hujan dapat dihitung dengan beberapa cara, antara lain :
1.
Rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan
di sekitar daerah yang bersangkutan :
�=
Dimana :
�
(� + �� + … … . . + �� )
� �
R
= Curah hujan daerah
n
= Jumlah titik atau pos pengamatan
R1, R2, ...Rn
= Curah hujan disetiap titik pengamatan
2. Cara Thiessen Polygon
Jika titik-titik didaerah pengamatan didalam daerah itu tidak tersebar merata,
maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
�=
�=
� � �� + � � �� + … … . . + � � ��
�� + �� + … … … . . ��
� � �� + � � �� + … … . . + � � ��
�
Dimana :
��
=
curah hujan daerah
R 1, R 2 ... R n
=
curah hujan ditiap titik pengamatan
A 1, A 2 ... A n
=
bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih tetili daripada cara aljabar.
Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpamanya
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan
pengamatan pada salah satu titik pengamatan.
3. Cara Isohyet
Peta Isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm sampai
20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan didalam
dan sekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet
yang berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata
dari garis-garis isohyet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian itu
dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan
sebagai berikut :
Dimana :
�=
� � �� + � � �� + … … . . + �� ��
� � + � � + … … … . . ��
��
= curah hujan daerah
R 1, R 2 ... R n
= curah hujan rata-rata pada bagian A 1, A 2 ... A n
A 1, A 2 ... A n
= luas bagian-bagian antara garis isohyet
Cara ini adalah rasional yang terbalik jika garis-garis isohyet dapat digambar
dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi
curah hujan didaerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta
isohyet ini akan terdapat kesalahan pribadi si pembuat data.
• Intensitas Hujan.
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume
hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari
lamanya curah hujan dan frekwensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara
melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas
hujan ialah ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu air hujan
terkonsentrasi. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka
pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka
pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis.
Di Indonesia alat ini sangat sedikit dan jarang, yang banyak digunakan adalah alat
pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan harian. Apabila
yang tersedia hanya data hujan harian ini maka intensitas hujan dapat diestimasi dengan
menggunakan rumus Mononobe seperti berikut :
�=
� �� ��
��
dimana :
��
�
� �
�
I
= Intensitas Curah hujan (mm/jam)
R 24
= Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = tc
= waktu konsentrasi
• Hujan Rencana.
Tinggi hujan rencana dapat dihitung melalui pendekatan dengan cara statistik
berdasarkan data curah hujan terdahulu dengan menggunakan rumus :
�� = � + � ∙ ��
�=
�
∑��=� ��
�
� �
∑�
�=�(�� −�)
Sd = �
�−�
Dimana :
�� adalah hujan rencana periode ulang T tahun.
�� adalah hujan harian tahunan maksimum rata-rata.
� adalah faktor frekuensi untuk periode ulang T tahun sesuai dengan tipe sebaran
hujan.
S d adalah standar deviasi.
R i adalah hujan harian maksimum tahun ke i.
n adalah jumlah data atau tahun pengamatan.
b. Limpasan.
Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan
air tanah yaitu curah hujanyang dikurangi sebagian infiltrasi, besarnya air yang
tertahan dan besarnya genangan. Limpasan permukaan merupakan bagian penting
dari penentuan puncak banjir. Bagian dari curah hujan yang berebihan dan mengalir
selama periode hujan dan sebagian lagi sesudah periode hujan.
Ada banyak rumus rasional yang dibuat secara empiris yang dapat menjelaskan
hubungan antara hujan dengan limpasannya diantaranya adalah :
Q = 0,278 • C • Cs • I • A
dimana :
Q
=
Debit (m3/det)
C
=
Koefisien aliran
Cs
=
Koefisien tampungan
I
=
Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A
=
Luas daerah aliran (km2)
Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang yang dipergunakan tergantung
dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.
c. Koefisien Pengaliran
Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan bergantung dari
jenis tanah, jenis vegetasi, karakeristik tata guna lahan dan konstruksi permukaan
tanah seperti jalan aspal, atap bangunan dan lain-lain yang menyebabkan air hujan
tidak dapat sampai secara langsung ke permukaan tanah sehingga tidak dapat
berinfiltrasi maka akan menghasilkan limpasan permukaan hampir 100%.
Pendekatan perhitungan koefisien pengaliran dapat mempergunakan rumus :
dimana :
�=
�
�
C =
Koefisien pengaliran
Q =
Jumlah Limpasan
R =
Jumlah Curah Hujan
Besarnya nilai koefisien pengaliran (C) berdasarkan penelitian para ahli adalah
sebagai berikut :
NILAI KOEFISIEN PENGALIRAN (Coeffisient Run Off)
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
TATA GUNA LAHAN
Bisnis : (B)
Daerah Bisnis Ramai
Daerah Bisnis Sedang
Perumahan : (P)
Daerah Perumahan Satu Dua
Perumahan Sedang
Perumahan Padat
Perumahan Pinggiran
Daerah Apartemen
Industri : (I)
Area Terbuka
Daerah Pergudangan
Tanah Terbuka (Makam)
Daerah Pertanian
Area atau Lahan
Bergunung dan Curam
Pegunungan Tersier
Sungai
Sungai Bergunung
Sungai Dataran
Jalan
Aspal
Beton
Batu/makadam/paving
Trotoar
C
0,70
0,50
-
0,95
0,70
0,30
0,40
0,60
0,25
0,50
-
0,50
0,60
0,75
0,40
0,70
0,50
0,60
0,10
0,10
-
0,80
0,90
0,25
0,30
0,75
0,70
-
0,90
0,90
0,75
0,45
-
0,85
0,75
0,70
0,80
0,70
0,75
-
0,95
0,95
0,85
0,95
d. Waktu Konsentrasi (Tc).
Waktu konsentrasi terdiri dari dua komponen, yaitu waktu masuk (inlet time) dan
waktu aliran (conduit time). Waktu masuk (t o ) adalah waktu yang diperlukan oleh air
untuk mengalir diatas permukaan tanah menuju saluran drainase. Sedangkan waktu
aliran (t d ) adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mangalir di sepanjang saluran
sampai pada titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir.
Debit limpasan dari sebuah daerah tangkapan (cathment area) akan maskimum
apabila seluruh aliran dari tempat terjauh dengan aliran dari tempat-tempat di
hilirnya tiba di tempat pengukuran secara bersama-sama. Pengertian ini
memberikan gambaran bahwa debit maksimum akan terjadi apabila durasi hujan
harus sama atau lebih besar dari waktu konsentrasi.
Waktu konsentrasi untuk drainase perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan air
untuk mengalir melalui permukaan tanah dari tempat terjauh ke saluran terdekat
(inlet time) ditambah dengan waktu untuk mengalir di dalam saluran ke tempat
pengukuran (conduit time). Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
tc = to + td
dimana :
t c adalah waktu konsentrasi (jam)
t o adalah inlet time (jam)
t d adalah conduit time (jam)
Harga t o dan t d dapat dihiutng dengan mempergunakan rumus empiris seperti
misalnya mempergunakan Rumus Kirpich, yaitu :
t o = �. ���� �
dimana :
��
√��
�
�,��
t o adalah inlet time ke saluran terdekat (menit)
Lo adalah jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran terdekat (m)
So adalah kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran diatasnya
Sedangkan harga t d ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan
kecepatan aliran didalam saluran, perhitungannya menggunakan rumus sebagai
berikut :
�� =
� ��
���� �
dimana :
t d adalah conduit time sampai ke tempat pengukuran
L 1 adalah jarak yang ditempuh aliran didalam saluran ke tempat pengukuran (m)
V adalah kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan jenis
material yang digunakan untuk dasar/ lantai saluran.
Tabel Kecepatan (V) Berdasarkan Jenis Material
Jenis Bahan
Pasir halus
Lempung Kepasiran
Lanau Aluvial
Kerikil Halus
Lempung Kokoh
Lempung Padat
Kerikil Kasar
Batu - batuan Besar
Pasangan Batu
Beton
Beton Bertulang
Kecepatan Aliran yang Diizinkan
(m/det)
0,45
0,50
0,60
0,75
0,75
1,10
1,20
1,50
1,50
1,50
1,50
Sumber : Modul Drainase Perkotaan “Wesli”
e. Koefisien Tampungan.
Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan
lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan
sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan
dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini :
�� =
� ��
� �� + ��
Dimana :
Cs = Koefisien tampungan
Tc = waktu konsentrasi (jam)
Td = waktu aliran air mengalir didalam saluran dari hulu hingga ke tempat
pengukuran (jam)
f. Bentuk Penampang Saluran.
Ketersediaan lahan dalam perencanaan drainase perkotaan akan menjadi
pertimbangan utama. Dalam menentukan bentuk penampang saluran maka dipilih
suatu penampang yang memiliki luasan terkecil untuk suatu debit tertentu atau
memiliki keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Unsur-unsur geometris
penampang hidrolis yang dimaksud adalah :
UNSUR GEOMETRIK PENAMPANG HIDROLIS
No.
1.
Penampang
Melintang
Luas
(A)
Keliling
Basah
(P)
Jari-jari
Hidrolis
(R)
Lebar Puncak
(T)
3/√3∙Y2
6/√3∙Y
½∙Y
4/√3∙Y
2Y2
4Y
½Y
2Y
Y2
4/√2∙Y
¼∙√2∙Y
2∙Y
π/2∙Y2
π ∙Y
½∙Y
2∙Y
4.
Trapesium (setengah
segi enam)
Persegipanjang
(setengah bujur
sangkar
Segitiga (setengah
bujur sangkar)
Setengah lingkaran
5.
Parabola
4/3∙√2∙Y2
8/3∙√2∙Y
½∙Y
2√2∙Y
6.
Lengkung Hidrolis
1,3959∙Y2
2,9836∙Y
0,46784∙Y
1,917532∙Y
2.
3.
Sumber : Modul Drainase Perkotaan “Wesli”
Dalam implementasi unsur geometrik penampang hidrolis untuk perencanaan
drainase maka faktor kenaikan muka air yang melimpah ke tepi harus diperhitungkan
dengan cara menetapkan tinggi jagaan pada saluran yaitu jarak vertikal dari puncak
saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana.
g. Dimensi Saluran.
Dimensi saluran yang ditetapkan harus mempunyai kapasitas atau kemampuan
dalam mengalirkan debit rencana. Debit saluran (Qs) yang direncanakan harus sama
atau lebi besar dari debit rencana (QT).
Debit suatu penampang saluran (Qs) dapat dihitung atau ditetapkan dengan
menggunakan rumus :
�� = ��. �
dimana :
As adalah luas penampang saluran tegak lurus arah aliran (m2)
V adalah kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan
Rumus Manning sebagai berikut :
1
�2/3 � 1/2
�=
�
�=
��
�
������ ℎ���� � ��������ℎ ���� ∶
Penjelasan :
V
= kecepatan rata-rata aliran didalam saluran (m/det)
n
= koefisien kekasaran Manning
R
= jari-jari hidrolis (m)
S
= kemiringan dasar saluran
As = luas penampang saluran tegak lurus arah aliran (m2)
P
= keliling basah saluran (m)
Koefisien Kekasaran Manning sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Tabel Koefisien Kekasaran Manning
Untuk Gorong-Gorong Dan Saluran Pasangan
Tipe Saluran
a. Baja
Koefisien Manning (n)
0.011 – 0.014
b. Baja permukaan gelombang
0.021 – 0.030
c. Semen
0.010 – 0.013
d. Beton
0.011 – 0.015
e. Pasangan batu
0.017 – 0.030
f. Kayu
0.010 – 0.014
g. Bata
0.011 – 0.015
h. Aspal
0.013
Sumber : Modul Drainase Perkotaan “Wesli”
2.
Perhitungan Saluran Drainase Kecamatan Junrejo
2.1. Kondisi Eksisting
Jaringan drainase primer yang ada di Kecamatan Junrejo adalah Saluran Primer
Kali Kungkuk. Data-data eksisting Saluran Primer Kali Kungkuk adalah sebagai berikut :
• Peta Saluran Primer Kali Kungkuk.
• Kondisi Saluran.
• Panjang saluran (L 1 )
= 2734,8 m
Elevasi awal
= 708,5 m
Elevasi akhir
= 574,3 m
Kemiringan (S 1 )
= 0,0490
• Luas daerah aliran
= 2,84 km2
• Dimensi eksisting saluran drainase primer Kali Kungkuk
3,7 m
1
0,5 m
1
Koe. Manning
=
Luas (A)
=
=
=
Keliling Basah
(P)
=
=
Jari-jari
Hidrolis (R)
=
=
=
Kecepatan (V)
Debit (Q)
0,017 (Pasangan dari batu)
3
� �2
√3
3
� 0,752
√3
0,97 m2
6
√3
6
√3
��
�0,75
2,60 m
1
�
2
0,375 m
=
1 2/3 1/2
� �1
�
=
6,82 m/detik
=
=
=
VxA
6,82 x 0,97
6,65 m3/detik
=
1
0,3752/3 0,0491/2
0,017
0,75 m
• Cathment Area
= 5,91 km2
Terdiri dari :
Kawasan permukiman
= 0.50 km2
Kawasan tak terbangun
= 4,98 km2
Jalan aspal
= 0,43 km2
• Jarak titik terjauh (L o )
= 6026,74 m
Elevasi awal
= 794,7 m
Elevasi akhir
= 598,9 m
Kemiringan (S o )
= 0,0324
• Data hujan
Data Hujan Harian Maksimum (mm)
Kecamatan Junrejo Kota Batu
BULAN
TAHUN
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Januari
713
450
204
119
272
84
219
371
Februari
595
619
308
219
358
299
333
412
Maret
326
166
373
259
224
226
483
86
April
325
115
43
130
151
242
74
42
Mei
89
164
-
-
10
-
23
97
Juni
-
27
-
-
-
6
6
10
Juli
-
-
2
2
-
-
-
-
Agustus
-
-
-
16
-
-
20
-
September
2
-
9
21
-
2
6
8
Oktober
7
48
11
67
-
25
48
12
Nopember
249
274
270
158
14
204
152
190
Desember
844
149
251
291
183
237
291
189
106,83
101,00
110,42
137,92
118,08
Ṝ
262,50 167,63 122,58
Sumber : Kota Batu Dalam Angka 2003-2010 (BPS Kota Batu)
2.2. Langkah Perhitungan
• Pengolahan Data Hujan
Tabel Perhitungan Data Hujan
NO
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Ri (mm)
262,50
122,58
167,63
118,08
137,92
110,42
106,83
101,00
Ri - Ṝ
Ṝ=
∑ ��
�= �
68.906,25
15.026,67
28.098,14
13.943,67
19.021,01
12.191,84
11.413,36
10.201,00
20.047,56 178.801,95
Ṝ=
�
Ri2
121,63 14.793,91
-18,29
334,39
26,76
715,84
-22,79
519,22
-2,95
8,72
-30,45
927,39
-34,04 1.158,48
-39,87 1.589,60
1.126,96
(Ri - Ṝ)2
1.126,96
8
= 140,87 mm
∑(��− Ṝ)2
�= �
�−1
20.047,56
= 53,52
8−1
Harga Yn (Reduced Mean) dan Sn (Reduced Standar Deviasi) diambil dari tabel.
Tabel Reduced Mean (Yn)
m
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,4952
0,4996
0,5035
0,5070
0,5100
0,5128
0,5157
0,5181
0,5209
0,5220
20
0,5236
0,5252
0,5268
0,5283
0,5296
0,5309
0,5320
0,5322
0,5343
0,5353
30
0,5362
0,5371
0,5380
0,5388
0,5396
0,5402
0,5410
0,5418
0,5424
0,5430
40
0,5436
0,5442
0,5448
0,5453
0,5458
0,5463
0,5468
0,5473
0,5477
0,5481
50
0,5485
0,5489
0,5493
0,5497
0,5501
0,5564
0,5508
0,5511
0,5515
0,5518
60
0,5521
0,5524
0,5527
0,5530
0,5523
0,5535
0,5538
0,5540
0,5543
0,5545
70
0,5548
0,5550
0,5552
0,5555
0,5577
0,5559
0,5561
0,5562
0,5565
0,5567
80
0,5569
0,5570
0,5572
0,5574
0,5576
0,5578
0,5580
0,5581
0,5583
0,5585
90
0,5585
0,5587
0,5589
0,5591
0,5592
0,5593
0,5595
0,5596
0,5598
0,5509
100
0,5600
Tabel Standar Deviasi Mean (Sn)
m
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,9496
0,9676
0,9833
0,9971
1,0095
1,0206
1,0316
1,0411
1,0493
1,0565
20
1,0628
1,0696
1,0754
1,8011
1,0864
1,0915
1,0961
1,1004
1,1047
1,1086
30
1,1124
1,1159
1,1193
1,1226
1,1255
1,1285
1,1313
1,1339
1,1363
1,1388
40
1,1413
1,1436
1,1458
1,1480
1,1499
1,1519
1,1538
1,1557
1,1574
1,1590
50
1,1607
1,1630
1,1836
1,1650
1,1667
1,1681
1,1696
1,1708
1,1721
1,1734
60
1,1747
1,1759
1,1770
1,1782
1,1793
1,1803
1,1814
12182
1,8340
1,1844
70
1,1845
1,1863
1,1873
1,1882
1,1890
1,1898
1,1906
1,1915
1,1923
1,1930
80
1,9380
1,1945
1,1953
1,1959
1,1967
1,1973
1,1980
1,1987
1,1994
1,2001
90
1,2007
1,2013
-1202
1,2026
1,2032
1,2038
1,2044
1,2049
1,2055
1,2060
100
1,2065
Perhitungan hujan rencana periode ulang 10 tahun.
R
T
= 10 tahun
= 10
Tx
=
=
�
�−1
10
10 − 1
= 1,11
Yn
Sn
= 0,4952
= 0,9496
Yt
= −���� �� − 1�
�
10
= −���� �
�
10 − 1
= 2,25
Rx
R10
= Ṝ+ �
=
�� − ��
��
��
2,25 − 0,4952
140,87 + �
= 239,78 mm
0,9496
� � 53,52
Perhitungan hujan rencana periode ulang 20 tahun.
R
T
= 20 tahun
= 20
Tx
=
=
Yn
Sn
Yt
�
�−1
20
20 − 1
= 1,05
= 0,5236
= 1,0628
�
= −���� �� − 1�
=
−���� �
2,97
=
Rx
R20
= Ṝ+ �
=
20
�
20 − 1
�� − ��
��
��
2,97 − 0,5236
140,87 + �
1,0628
= 264,06 mm
� � 53,52
• Koefisien Pengaliran (C).
LUAS
KOEFISIEN
(A)
PENGALIRAN (C)
2
0,50 km
0,75
4,98 km2
0,30
2
0,43 km
0,95
Nilai Koefisien Aliran (C) Daerah Aliran
JENIS KAWASAN
Permukiman
Tak Terbangun
Jalan Aspal
• Waktu Pengaliran.
Inlet Time (To)
=
=
=
Conduit time (Td)
=
�� 0,77
0,0195 �
�
√��
6026,74 0,77
0,0195 �
�
√0,032
59,4 menit atau 0,99 jam
1 �1
� �
3600 �
AxC
0,064
0,253
0,070
0,386
=
Waktu Konsentrasi
(Tc)
=
=
=
=
Koefisien daerah
tampungan (Cs)
=
=
=
1 2734,8
�
�
3600 6,83
0,111 jam
�� + ��
0,99 + 0,111
1,101 jam
2��
2�� + ��
2,202
2,202 + 0,111
0,952
• Banjir rencana periode ulang 10 tahun.
Nilai Koefisien Aliran
(C)
Koefisien Daerah
Tampungan (Cs)
Waktu
Konsentrasi
(Tc dimana Tc = T)
Luas Daerah Aliran
(A)
=
0,386
=
0,952
=
1,101 jam
=
2,84 km2
Intensitas Hujan (I)
=
=
Banjir rencana (Q 10 )
=
=
=
=
�24 24 2/3
� �
24 �
239,78 24 2/3
�
�
24 1,101
76,37 mm
0,278.C.Cs.I.A
0,278 x 0,386 x 0,952 x 76,37 x 2,84
22,14 m3/detik
• Banjir rencana periode ulang 20 tahun.
Nilai Koefisien Aliran
(C)
Koefisien Daerah
Tampungan (Cs)
Waktu
Konsentrasi
(Tc dimana Tc = T)
Luas Daerah Aliran
(A)
=
0,386
=
0,952
=
1,101 jam
=
2,84 km2
Intensitas Hujan (I)
=
=
=
=
=
=
Banjir rencana (Q 20 )
�24 24 2/3
� �
24 �
264,06 24 2/3
�
�
24 1,101
84,11 mm
0,278.C.Cs.I.A
0,278 x 0,386 x 0,952 x 76,37 x 2,84
24,39 m3/detik
• Perhitungan penambahan dimensi berdasarkan banjir rencana periode ulang 20 tahun
(2029)
Q existing
Q 20
Qselisih
Penambahan dimensi
berbentuk
persegi
panjang, maka
Qselisih
17,74
25,23h 2
h2
Tinggi jagaan
Tinggi total h 2
=
=
=
=
6,65 m3/detik
24,39 m3/detik
24,39 – 6,65
17,74 m3/detik
=
=
=
=
=
=
=
=
VxA
6,82 x 3,7h 2
17,74
0,70 m
20% x 0,70 m
0,14 m 0,15 m
0,70 + 0,15
0,85 m
• Dimensi existing.
3,7 m
1
0,5 m
1
0,75 m
• Dimensi proyeksi tahun 2029.
3,7 m
1,60 m
1,45 m
1
1
3.
Kesimpulan.
Dari hasil pengamatan lapangan dan hasil perhitungan dan mengingat kondisi
daerah Kecamatan Junrejo Kota Batu yang merupakan daerah pegunungan maka :
a. Perlu adanya perencanaan jaringan drainase yang lebih mendalam sehingga didapat
hasil yang maksimal karena kondisi daerah yang pegunungan maka memerlukan
pengamatan lapangan, perhitungan dan perencanaan yang berorientasi kedepan.
b. Perhitungan yang didapat dengan mengambil sampling saluran yang ada
menunjukkan bahwa karena curah hujan yang tinggi di Kecamatan Junrejo maka
penambahan dimensi dalam 20 (dua puluh tahun) kedepan adalah sebesar 0,85 m.