ANALISIS JURNAL
EFFECTS OF BABY MASSAGE ON NEONATAL JAUNDICE IN HEALTHY IRANIAN INFANTS: A PILOT STUDY
EFEK PIJAT BAYI PADA IKTERUS NEONATAL DI RUMAH SAKIT BAYI IRAN: SEBUAH STUDI PERCONTOHAN.
Disusun Oleh
Andanni Shobri J230170051
Pradhitya Anugrah P J230170055
Rosalina Kusuma W J230170062
Rini Kurnia F J230170063
Atika Febriyani P J230170071
Lintang Puspita P J230170099
Fajar Faradhila J230170108
Irfan Fauzi J230170121
Gandria Putri N J230170125
PROGRAM STUDI PROFESI NERS XVIII
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
LAPORAN ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN
STASE KEPERAWATAN NEONATAL
JURNAL ASLI
Effects Of Baby Massage On Neonatal Jaundice In Healthy Iranian Infants: A Pilot Study
ANALISIS
Judul
1.
Judul Jurnal
:
Efek Pijat Bayi Pada Ikterus Neonatal Di Rumah Sakit Bayi Iran: Sebuah Studi Percontohan
2.
Penulis
:
Hosein Dalili, Sanaz Sheikhi, Mamak Shariat, Edith Haghnazarian
3.
Tahun Terbit
:
2016
Latar Belakang
Latar Belakang
Ikterus neonatorum adalah perubahan warna menjadi kuning yang terjadi pada neonatus atau bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan warna ini dapat dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit. Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau normal terjadi pada bayi baru lahir, atau patologis atau yang tidak normal pada bayi baru lahir dan dapat mengancam nyawa. Sekitar 65% dari bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama setelah lahir dan sekitar 1% dari bayi baru lahir mengalami ikterus hingga dapat mengancam nyawa atau yang disebut juga sebagai kern ikterus.
Pada orang-orang dengan ras Asia ditemukan lebih sering mengalami ikterus neonatorus dengan kadar bilirubin > 12 mg/dL dibandingkan ras kulit putih dan negro. Pada bayi-bayi premature terjadi peningkatan angka kejadian ikterus neonatorum dibandingkan dengan bayi-bayi yang cukup bulan.
Pada bayi-bayi yang mengalami ikteris neonatorum fisiologis dapat dijemur di bawah sinar matahari pagi antara 7-9 pagi selama 15 menit. Sinar matahari mengandung sinar biru-hijau yang dapat mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin yang lebih mudah dibuang. Selain itu, matahari pagi berguna sebagai sumber vitamin D.
Pada bayi-bayi yang kadar bilirubin indireknya tinggi dan bersifat patologis dapat dilakukan fototerapi dengan menggunakan sinar berwarna biru - hijau. Sinar yang berwarna biru - hijau dapat mengubah dari bilirubin indirek agar menjadi bentuk bilirubin yang lebih mudah buang hingga keluar dari dalam tubuh dan tidak berbahaya. Pada bayi-bayi dengan faktor resiko tinggi terjadinya ikterus neonatorum deteksi dini perlu dilakukan dan fototerapi dilakukan lebih dini. Pada bayi-bayi peningkatan kadar bilirubin indirek yang tetap tinggi walaupun telah dilakukan foto terapi, dapat dilakukan tranfusi tukar agar kadar bilirubin dapat menurun.
Apabila ikterus neonatorum patologis tidak diterapi dengan adekuat dapat menyebabkan terjadinya kernikterus. Bilirubin indirek dapat menembus sawar otak atau lapisan otak sehingga dapat merusak dari sel-sel saraf terutama yang di otak karena jumlahnya banyak. Kerusakan yang ditimbulkan bersifat permanen dan dapat menyebabkan kecacatan (Hay, WW. Levin MJ. Sondheimer JM. 2006)
Latar belakang jurnal
Neonatal dengan penyakit kuning adalah umum Kondisi fisiologis pada bayi baru lahir dengan lebih dari 50%, dimana 80% adalah neonatus prematur. Perubahan warna kuning pada kulit dan sklera yang dihasilkan dari kadar serum tinggi bilirubin, diiperkirakan bahwa hampir dua pertiga dari bayi yang baru lahir akan muncul secara klinis mengidap penyakit kuning selama minggu pertama kehidupan mereka. Hasil hiperbilirubinemia berasal dari peningkatan produksi bilirubin pada bayi dan bayi memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengeluarkan bilirubin tersebut. Bayi menghasilkan lebih banyak bilirubin dari pada orang dewasa karena mereka memiliki sel darah merah yang lebih tinggi omset dan lebih pendek waktu paruhnya. Keterbatasan tersebut menyebabkan ikterus fisiologis dimana konsentrasi bilirubin serum menjadi tinggi pada minggu pertama kehidupan dan akan menurun dengan sendirinya dalam satu minggu berikutnya, namun kadar billirubin ini dapat terus meningkatkan dan menimbulkan penyakit kuning patologis yang memerlukan pengobatan. Peningkatan kadar bilirubin dapat menyebabkan bilirubin ensefalopati dan kern ikterus dampak lebih lanjut adalah menjadi permanen, defisit neurologis dan gangguan perkembangan.
Kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi di Asia dari pada pada kulit putih, dimana dipengaruhi oleh lingkungan dan sebagian genetika. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui terkait dengan hiperbilirubinemia yaitu jenis kelamin, berat lahir, ABO inkompatibilitas, kelahiran dini atau premature, infeksi, sefalhematoma, defisiensi G6PDD glukosa 6 fosfat dehidrogenase, mutasi genetik yang mengubah fungsi enzim, pola menyusui, primipara dan difisit makan. Ditemukan pula hubungan yang unik yang akan diamati meliputi suhu udara lebih hangat dan minyak yang digunakan untuk pijat .
Kasus penyakit kuning yang paling banyak dilaporkan adalah kasus bayi baru lahir dengan hiperbillirubin yang membutuhkan fototerapi atau transfusi tukar. Pedoman baru diagnosis penyakit kuning telah berfokus pada pengukuran transkutan bilirubin (TCB). Meskipun perawatan fototerapi atau transfusi tukar telah terbukti dapat mengontrol kondisi bayi, namun memiliki efek samping potensial seperti diare, ruam kulit, sindrom bayi biru untuk fototerapi. Selain itu selama pengobatan akan memisahkan ibu-bayi dan menyebabkan tekanan emosional untuk kedua. Karena itu, mencegah penyakit kuning bayi baru lahir merupakan langkah penting dalam menghindari konsekuensi berbahaya. Beberapa intervensi yang banyak digunakan untuk mencegah hiperbilirubinemia adaah pijat bayi.
Tujuan
Tujuan utama dari penelitian pada jurnal ini adalah untuk mengetahui efektifitas pijat bayi terhadap kadar billirubin. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplor pengaruh dari tingkat transcutaneous bilirubin (TCB) dan frekuensi tinja pada kelompok yang dipijat dan kelompok kontrol
Metode
Penelitian ini menggunakan eksperiman dengan pendekatan post-test design only. Penelitian ini membagi kelompok menjadi dua yaitu, kelompok intervensi (dilakukan pijat) dan kelompok kontrol (perawatan seperti biasa). Semua data dianalisis menggunakan uji T-test.
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah sebanyak 50 pasien. Dengan membagi dua kelompok yaitu kelompok intervensi sebanyak 25pasien dan kelompok kontrol sebanyak 25 pasien. Dengan kriteria sebagai berikut
Kriteria inklusi :
Usia kehamilan dari 37-41 minggu,
berat Kelahiran 2800-3600 g,
skor Apgar 8-10 dan
Tidak memiliki Kondisi hemolitik, asfiksia, atau kondisi lain yang memerlukan pengobatan.
Semua neonatus disusui selama penelitian berlangsung
Prosedur Penelitian
Untuk kelompok perlakuan yang dilakukan pijat diawali dengan bidan yang menjelaskan tujuan penelitian dan akan mengajarkan pada ibu metode pijat dimana ibu diajarkan untuk memijat anak selama 15-20 menit tiga kali sehari dari hari pertama sampai hari keempat postnatal.
Metode pijat adalah: Mencuci tangan secara menyeluruh dan memakai baby oil, ibu mulai pijat dengan lembut menyentuh kulit, mulai dari wajah, dan ibu akan memberikan sedikit tekanan dengan 2 jari-jari di pipi dahi dan daerah orbital, yang pindah ke dada ibu akan menempatkan 2 jari-geser transversally ke setiap sisi, perut akan dipijat melingkar bergerak dari kanan ke kiri dan bergerak turun ke tungkai memperluas dan fl Ex tungkai atas dan bawah dan akhirnya memijat bagian belakang dengan lembut menekan tulang belakang dan kedua kaki perlahan bergerak ke bawah. Kelompok kontrol akan dilakukan perawatan rutin.
Frekuensi tinja akan di dokumentasikan atau dicatat oleh ibu dari hari pertama sampai hari keempat postnatal. Sedangkan kadar transkutan bilirubin (TCB) diukur dengan Bilitest pada hari keempat postnatal untuk kedua kelompok baik kontrol dan kelompok perlakuan dengan mengukur TCB di dahi (diukur 3 kali dan digunakan nilai rata-rata).
PEMBAHASAN
Pembahasan jurnal ini berdasarkan Problem, Interventions, Comparation, dan Outcome (PICO) yaitu :
Problem (P)
Dalam jurnal ini pasien dengan diiperkirakan bahwa hampir dua pertiga dari bayi yang baru lahir secara klinis mengidap penyakit kuning selama minggu pertama kehidupan mereka. Hasil hiperbilirubinemia berasal dari peningkatan produksi bilirubin pada bayi dan bayi memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengeluarkan bilirubin tersebut. Konsentrasi bilirubin serum menjadi tinggi pada minggu pertama kehidupan dan akan menurun dengan sendirinya dalam satu minggu berikutnya, namun kadar billirubin ini dapat terus meningkatkan dan menimbulkan penyakit kuning patologis yang memerlukan pengobatan. Peningkatan kadar bilirubin dapat menyebabkan bilirubin ensefalopati dan kern ikterus dampak lebih lanjut adalah menjadi permanen, defisit neurologis dan gangguan perkembangan. Karena itu, mencegah penyakit kuning bayi baru lahir merupakan langkah penting dalam menghindari konsekuensi berbahaya. Beberapa intervensi yang banyak digunakan untuk mencegah hiperbilirubinemia adaah pijat bayi.
Interventions (I)
Pada penelitian ini pijat bayi dilakukan oleh ibu dimana ibu diajarkan untuk memijat anak selama 15-20 menit tiga kali sehari dari hari pertama sampai hari keempat postnatal. Metode pijat adalah: Mencuci tangan secara menyeluruh dan memakai baby oil, ibu mulai pijat dengan lembut menyentuh kulit, mulai dari wajah, hingga kedua kaki. Pada kelompok kontrol akan dilakukan perawatan rutin. Penelitian dilakukan pada frekuensi tinja hari 1-4 dan kadar transkutan bilirubin (TCB) diukur dengan Bilitest pada hari keempat postnatal untuk kedua kelompok baik kontrol dan kelompok perlakuan dengan mengukur TCB di dahi (diukur 3 kali dan digunakan nilai rata-rata)
Comparison (C)
Pada penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pijat bayi dan penyakit kuning yang secara signifikan menunjukkan kadar bilirubin yang lebih rendah pada kelompok pijat. Sedangkan frekuensi tinja kelompok pijat memiliki frekuensi tinja secara signifikan lebih rendah pada hari pertama yang meningkat hari 4. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chen, J., et al. (2011). “Baby massage ameliorates neonatal jaundice in full-term newborn infants”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Efek pemijatan bayi yang lembut dengan ikterus neonatal pada bayi baru lahi. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok. Jumlah sampel pada penelitan ini menggunakan 40 sempel. 20 pada kelompok pijat dan 22 di kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan rata-rata frekuensi tinja pada bayi yang dipijat pada hari 1 dan hari ke 2 (4,6 dan 4,3) secara signifikan lebih tinggi dari kelompok kontrol (3,3 dan 2,6) (p <0,05). Tingkat bilirubin transkutaneous pada hari kedua sampai kelima dan kadar bilirubin serum total pada hari keempat secara signifikan menurun pada kelompok pijat dibandingkan kelompok kontrol Kesimpulan penelitian pijat bayi pada tahap awal setelah melahirkan bisa mengurangi bilirubin neonatal
. Pada hasil peneitian lain oleh Basiri-Moghadam et al, (2015)dimana Bayi yang baru lahir dibagi menjadi dua kelompok pijat dan kontrol melalui alokasi acak. Anak-anak di kelompok kontrol menerima terapi rutin sedangkan pada kelompok pijat menjalani empat hari rutinitas yang sama ditambah 20 menit pijat dua kali sehari. Bilirubin transkutaneous dan jumlah ekskresi bayi baru lahir dicatat dari hari pertama sampai hari keempat dari intervensi dan hasilnya dibandingkan antara kedua kelompok. Ada 40 bayi yang baru lahir dalam penelitian ini (20%) masing-masing pada kedua kelompok tersebut. . Ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah waktu buang air besar (p = 0,002) dan pada tingkat bilirubin (p = 0,003) antara kelompok dengan kelompok pemijat yang memiliki jumlah defekasi lebih tinggi dan tingkat yang lebih rendah bilirubin transkutaneous. Melalui terapi pijat, tingkat bilirubin pada bayi baru lahir prematur dapat dikontrol dan kebutuhan akan fototerapi juga dapat ditunda.
Penelitian lain oleh Kianmehr et al., (2014) dilakukan pada 34 full term, bayi dengan hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi pada tahun 2009. Bayi ditimbangantara 2500-4000 g saat lahir dan kadar bilirubinnya 13-24 mg/dl. 34 bayi dirawat di rumah sakit dengan hiperbilirubinemia secara acak dimasukkan ke dalam kelompok pijat yang terdiri dari 18 bayidan kelompok kontrol 16, dimana 25 bayi tetap bertahan sampai selesai penelitian. Tingkat bilirubin rata-rata dipantau dan dibandingkan pada kedua kelompok. Signifikan penurunan antara tingkat rata-rata kadar bilirubin pada kedua kelompok diamati. Tingkat bilirubin dipantau pada 17,89 ± 2,12 mg / dl pada kelompok pijat pada hari pertama masuk, pada kelompok kontrol 17,87 ± 2,46 mg / dl (P = 0,98), yang tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada hari pertama masuk. Namun, tingkat bilirubin rata-rata dipantau kembali pada hari keempat rawat inapmenunjukkan perbedaan bermakna pada 9,92 ± 1,3 mg / dl pada kelompok pijat dan 11,97 ± 1,52 mg / dl pada kelompok kontrol (P = 0,001). Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi pijat memiliki efek signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia yang menjalani perawatan fototerapi.
Outcome (O)
Pada penelitian ini berhenti setelah 4 hari penelitian dan tidak dilakukan peniaian lanjutan, namun dapat disimpulkan bahwa secara signifikan kelompok pijat memiliki kadar bilirubin lebih rendah, dimana disarankan untuk melakukan bayi pijat karena efektif untuk pencegahan penyakit kuning patologis pada bayi baru lahir yang sehat.
Hasil penelitian ini apabila diterapkan dalam jangka panjang akan menurunkan angka kejadian hiperbillirubin pada bayi sehingga menurunkan angka kejadian ikterus patologis dan menurunkan dampak yang ditimbulkan dari ikterus patologis seperti bilirubin ensefalopati dan kern ikterus yang lebih lanjut menjadi permanen, defisit neurologis dan gangguan perkembangan
Kesimpulan
Penelitian menunjukkan hubungan antara pijat bayi dengan penyakit kuning dimana secara signifikan kelompok pijat memiliki kadar bilirubin lebih rendah. Sedangkan frekuensi tinja kelompok pijat memiliki frekuensi tinja yang lebih rendah pada hari pertama yang meningkat hari 4 hal ini menjadi salah satu penyebab kelempok pijat memiliki kadar TCB yang lebih rendah. Oleh karena itu disarankan bahwa bayi pijat efektif untuk pencegahan penyakit kuning patologis pada bayi baru lahir yang sehat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi faktor-faktor lain seperti metode pijat, durasi, dan frekuensi pijat pada tingkat bilirubin pada studi yang lebih besar.
Kelemahan dan Kelebihan
Kelemahan
Penelitian tidak mencatat TCB hari pertama sehingga tidak dapat mengukur pengurangan TCB selama empat hari.
Ibu diajarkan metode pijat dan tidak diawasi sesudahnya yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pijat termasuk tekanan yang diterapkan, dan daerah yang dipijat.
Kelebihan
Hasil penelitian bahwa bayi pijat efektif untuk pencegahan penyakit kuning patologis pada bayi baru lahir yang sehat.
Menjadi program alternatif untuk pencegahan penyakit kuning patologis.
Implikasi keperawatan
Pada hasil penelitian ini dapat diterapkan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir sehat dengan melakukan pijat bayi dapat pencegahan penyakit kuning patologis r.
Penelitian ini dapat dilakukan di ruang Neonatal RS Moewardi Surakarta, karena pasien yang dirawat mayoritas adalah hiperbillirubbin. Serta jurnal ini dapat dipakai untuk menambah literature yang berhubungan dengan pencegahan penyakit kuning patologis.
DAFTAR PUSTAKA
Basiri-Moghadam, M., et al. (2015). The effect of massage on neonatal jaundice in stable preterm newborn infants: A randomized controlled trial. JPMA. TheJournal of the Pakistan Medical Association: 65., (6), 602–606.
Chen, J., et al. (2011). Baby massage ameliorates neonatal jaundice in full-term newborn infants. The Tohoku Journal of Experimental Medicine: 223., (2),97–102.
Hay, WW. Levin MJ. Sondheimer JM. 2006. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. Edisi kedelapan belas. McGraw-Hill.
Kianmehr, M., et al. (2014). The effect of massage on serum bilirubin levels in term neonates with hyperbilirubinemia undergoing phototherapy. NAUTILUS Vol:128; Issue 1(No:1) February 2014: 36-41. ISSN:0028-1344