Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
TRANSFORMASI CERITA WAYANG KULIT KE DALAM BENTUK CERITA MINI SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN KARAKTER ANAK ABSTRAK Pana Pramulia (NIM) Universitas PGRI Adi Buana Surabaya panapramulia@gmail.com Media jejaring sosial dan game online yang menyebar hampir ke seluruh tanah air merupakan problematika yang dihadapi bangsa Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan degradasi karakter, terutama karakter anak. Problematika tersebut membutuhkan berbagai elemen dan media yang tepat untuk menanamkan kembali nilai-nilai karakter bangsa. Salah satu media yang tepat digunakan, yaitu wayang kulit. Wayang kulit merupakan salah satu kesenian di Indonesia yang banyak memuat nilai-nilai adi luhung. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai media tuntunan bagi masyarakat. Banyak lakon dalam pergelaran wayang kulit menguraikan pentingnya menghormati orang tua, dampak berbuat baik dan buruk, ajaran budi pekerti, dan sebagainya. Nilai dalam sebuah kebudayaan merupakan hasil dari perenungan perilaku atau perbuatan manusia di sekitarnya. Seseorang akan dianggap bernilai apabila mampu membantu orang lain dan tidak membuat keonaran dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai adi luhung tersebut hendaknya ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Tujuannya, agar anak-anak dapat membentuk karakternya sendiri sesuai dengan filosofi kearifan budaya Indonesia. Bukan hal yang mudah memahami cerita wayang kulit, karena bahasa yang digunakan tidak lagi dikenal anak-anak dan bahkan kebanyakan kalangan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan transformasi cerita wayang kulit ke dalam bentuk yang lain, salah satunya yaitu cerita mini. Transformasi tersebut berfungsi menyampaikan nilainilai adi luhung yang terdapat dalam cerita wayang kulit kepada anak-anak. Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan transformasi cerita wayang kulit ke dalam bentuk cerita mini sebagai media pengembangan karakter anak. Penelitian ini menggunakan metode adaptasi yang akan menganalisis kemudian mengubah cerita wayang kulit ke dalam cerita mini. Transformasi cerita wayang kulit ke dalam cerita mini setidaknya dapat mengenalkan salah satu seni pertunjukkan di Indonesia dan sekaligus dapat menanamkan nilai-nilai adi luhung kepada generasi penerus bangsa. Kata kunci: Transformasi, wayang kulit, cerita mini, karakter anak Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 238 TRANSFORMATION STORY OF WAYANG KULIT INTO THE FORM OF A MINI STORY AS A MEDIUM DEVELOPMENT TO THE CHARACTER OF A CHILD Pana Pramulia Universitas PGRI Adi Buana Surabaya panapramulia@gmail.com Social media network and an online game that spreads almost toward all the land of water constituting problems faced by the people of Indonesia. This result in degradation character, especially the character of a child. Problems has required various elements and the media that is right back to impart values nation characters. One of the media proper used, namely wayang kulit. Wayang kulit is one of art in indonesia many load values adi luhung. Those values are used as a medium the guidance of for the people. Many the theme in wayang kulit outlines the importance of venerate parents, the impact of do good and bad, teaching a noble mind, and so on. Value in a culture was the result of cogitation behavior or deed man around it. Someone would be considered worth when able to help others and made no the boat in the social life. The values adi luhung let implanted early to children. The goal, that children can form his character own according to the philosophy of wisdom indonesian culture. Is not easy to understand the story wayang kulit, because a language used no longer known children and but most of the community, hence needed transformation story puppet skins into form to another, one of them is mini story. That transformation serves convey values adi luhung that is in the story wayang kulit to children. This paper aims to described transformation wayang kulit story into the form of a mini story as a medium development the character of a child. This research uses the example of an adaptation analyzed and changed story wayang kulit into the mini story. Transformation story of wayang kulit into the mini story at least got to introduce one of the fine arts performances in Indonesia and at once had values adi luhung to generation. Keyword: transformation, wayang kulit, mini story, the character of a child Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 239 PENDAHULUAN Karakter merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh sebab itu, nilai manusia dapat dilihat dari karakternya. Karakter berkaitan langsung dengan personality atau kepribadian. Kepribadian manusia tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan hasil bentukan secara bertahap sejak usia dini. Dunia di sekitar anak berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Misalnya, lingkungan, perilaku orang tua, bacaan, tontonan, dan sebagainya. Seperti yang terjadi saat ini, dunia di sekitar anak jauh dari yang diharapkan sebagai media pembentukan karakter. Media jejaring sosial dan game online yang menyebar hampir di seluruh tanah air berakibat buruk terhadap perkembangan karakter anak. Bahkan, dunia pertelevisian hanya sedikit yang menayangkan acara edukasi bagi anak. Di sisi lain, transformasi budaya terjadi secara kompleks dengan segala intensitas dan masifitasnya dari budaya agraris ke pasca-industri yang terjadi dalam kurun waktu singkat dan menggoncang (Budiyono, 2016:12). Hasilnya, banyak terjadi perubahan secara cepat dan tidak terduga sehingga memengaruhi pertumbuhan karakter anak yang memang belum siap. Padahal seperti yang diketahui bersama, bahwa harapan bangsa Indonesia besar sekali menjadikan generasi penerus bangsa memiliki karakter yang kuat. Jika sebagian besar masyarakat Indonesia tidak peduli dengan problematika yang terjadi, maka hal tersebut merupakan isyarat yang berbahaya bagi kebangsaan. Selain itu, anak-anak mudah terpengaruh oleh hal yang didapatkannya. Mereka belum memiliki filter yang mumpuni untuk menilai hal baik maupun buruk. Akan tetapi, setiap manusia, baik dewasa maupun anak-anak cenderung menyukai sesuatu yang positif. Misalnya, anak-anak cenderung menyukai tokoh protagonis yang terdapat dalam film-film superhero. Setelah menonton biasanya mereka membayangkan seperti tokoh penyelamat dalam film tersebut. Laksana (2016:4) menyatakan kanak-kanak mudah hanyut pada segala sesuatu dan mereka bisa membayangkan diri menjadi apa saja asalkan itu tokoh yang mereka sukai. Selain media film, masih banyak media yang dapat membantu mengembangkan karakter anak. Maka, penulis memilih media karya sastra yang merupakan hasil dari transformasi dari cerita wayang kulit. Tentu saja karya sastra hasil bentukan dari transformasi tersebut khas anak-anak yang menghibur Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 240 sekaligus memberikan pendidikan karakter. Sarumpaet (2010:2) menyatakan secara praktis, sastra anak adalah sastra terbaik yang mereka baca dengan karakteristik berbagai ragam, tema, dan format. Maksudnya, agar karya sastra untuk anak yang ditulis orang dewasa mampu dipahami anak-anak dengan mudah, maka membutuhkan inovasi dan akselerasi. Cerita wayang kulit dijadikan rujukan karena merupakan salah satu kesenian di Indonesia yang banyak memuat nilai-nilai adi luhung. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai media tuntunan bagi masyarakat. Purwadi (2009:25) menjelaskan bahwa pagelaran wayang kulit, yaitu tontonan yang berupa boneka yang terbuat dari kulit yang penuh warna-warni, yang bentuknya melukiskan suatu bangun kepribadian manusia, dalam aspek kedalamannya justru merupakan tuntunan kehidupan. Banyak lakon dalam pergelaran wayang kulit menguraikan pentingnya menghormati orang tua, dampak berbuat baik dan buruk, ajaran budi pekerti, dan sebagainya. Nilai-nilai adi luhung tersebut hendaknya ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Tujuannya, agar anak-anak dapat membentuk karakternya sendiri sesuai dengan filosofi kearifan budaya Indonesia. Memahami cerita wayang kulit bukan hal yang mudah, karena bahasa yang digunakan tidak lagi dikenal anak-anak dan bahkan kebanyakan kalangan masyarakat. Maka dari itu, penulis memilih model karya sastra pendek, yaitu berupa cerita mini (cermin). Cerita mini merupakan bentuk prosa pendek lima paragraf yang berisi alternatif-alternatif kekinian (Shodiqin, 2014). Alasan memilih cerita mini, yaitu tidak membutuhkan waktu yang lama saat membacanya dan agar nilai-nilai yang terdapat dalam cerita wayang kulit mudah dipahami anakanak. Selain itu, intensitas dan budaya membaca masyarakat Indonesia masih rendah. Kiranya, cerita mini dapat membantu membudayakan membaca bagi anak-anak. Berdasarkan uraian tersebut, makalah ini bertujuan mendeskripsikan transformasi cerita wayang kulit ke dalam cerita mini sebagai media pengembangan karakter anak. Cerita mini tersebut, selain menghibur dan menanamkan nilai-nilai adi luhung juga sekaligus mengenalkan salah satu kesenian di Indonesia. Dimana, kesenian-kesenian tradisional Indonesia saat ini semakin tidak dikenali oleh generasi penerus bangsa. Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 241 Secara teoretis, makalah ini bermanfaat untuk mengetahui hasil dari transformasi cerita wayang kulit ke dalam cerita mini sebagai media pengembangan karakter anak. Manfaat praktis makalah ini dapat dijadikan rujukan sebagai bahan pembelajaran budi pekerti dan pembentukan karakter anak serta dapat sebagai bahan perbandingan gagasan konseptual dengan koridor cerita wayang kulit. Sumber data berasal dari rekaman video wayang kulit dalam lakon “Laire Semar”, “Bima Bumbu” dengan dalang Ki. Purbo Asmoro, “Wahyu Mustika Aji” dengan dalang Ki Panut Sosrodarmoko, dan “Bale Gala-Gala” dengan dalang Ki. Sinarto. Satu lakon dibagi menjadi beberapa bagian kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk cerita mini. Misalnya, lakon “Parto Krama” semalam suntuk, dari pathet nem sampai pathet manyura dipecah menjadi tiga cerita mini setelah penulis melakukan pemahaman dan analisis terhadap nilai yang terdapat dalam lakon tersebut. Penggalan cerita yang memuat nilai-nilai adi luhung diubah bentuk menjadi cerita mini, sehingga cerita yang memuat nilai-nilai tersebut merupakan data. WAYANG KULIT Wayang kulit merupakan kesenian asli Jawa, walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana digubah Begawan Walmiki dan Kitab Mahabarata merupakan gubahan Resi Wyasa. Kedua induk cerita tersebut dalam pewayangan Jawa banyak mengalami pengubahan dan penyesuaian dengan falsafah lokal, sehingga masyarakat Jawa tidak merasa asing dengan cerita dan lakon yang dimainkan. Poerbatjaraka dan Tardjan Hadidjaja (1952:17 dan 25) menyatakan pujangga-pujangga zaman dulu, seperti mpu Kanwa yang menggubah Arjunawiwaha dan mpu Sedah dan mpu Panuluh menggubah Baratayudha sebagai bentuk Kakawin. Usaha menggubah tersebut mengilhami penulis untuk menggubah cerita wayang kulit menjadi sebuah cerita mini. Cerita mini merupakan bentuk prosa yang berisi lima paragraf. Isi cerita mini diambil dari kolaborasi antara cerita wayang kulit dengan dunia anak-anak yang berkembang saat ini. Maka, dunia yang terdapat dalam cerita mini merupakan hasil comotan-comotan dari sisi Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 242 kehidupan yang campur aduk. Berdasakan hal tersebut, cerita mini dapat dikatakan semacam demonstrasi sebuah dunia alternatif. Walaupun demikian, nilai-nilai yang terdapat dalam ceita wayang kulit tetap diagungkan, karena salah satu fungsi cerita anak adalah sebagai media pendidikan. Nilai-nilai yang berkaitan dengan fungsi pendidikan, diantaranya menghormati orang tua, menjaga kebersihan, patuh kepada perintah Tuhan, menolong sesama, kejujuran, dan sebagainya. Selain sebagai fungsi pendidikan, sastra anak juga memiliki fungsi hiburan (Winarni, 2014:5). Sebagai fungsi hiburan cerita mini memuat hal-hal jenaka yang dikemas dengan bahasa mudah dipahami anak-anak. Di sisi lain, isi cermin yang hanya lima paragraf tentu membuat anak-anak terdorong untuk membaca karena tidak panjang. Cerita mini merupakan karya sastra yang khusus untuk anak. Tujuannya untuk mengembangkan karakter yang sudah dimiliki anak. Laksana (2016:4) menyatakan sejak dulu orang menanamkan kesadaran dengan cerita-cerita. Iman kita dibangun dengan cerita-cerita. Maksudnya, kesadaran merupakan salah satu komponen dasar yang dimiliki manusia sebagai impuls pengembangan karakter dirinya. Selain itu, pengembangan karakter anak melalui cerita mini diharapkan sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia. Cerita mini bisa digunakan dalam berbagai lembaga pendidikan, seperti pendidikan formal, nonformal, dan informal. Cerita mini, dalam pendidikan formal, khususnya untuk siswa SD, dapat digunakan sebagai media pembelajaran pengembangan karakter siswa. Demikian juga dengan pendidikan nonformal yang berlangsung di ruang lingkup sekolah atau lembaga pendidikan seperti kursus. Dalam pendidikan informal, cerita mini dapat digunakan orang tua untuk mendongengkan isi cerita kepada anak-anaknya. Berdasarkan hal tersebut, dewasa ini berbagai macam cara pembentukan kepribadian dilakukan oleh pemerintah maupun berbagai elemen masyarakat untuk mengembangkan karakter anak. Salah satu cara yaitu melalui dunia pendidikan formal. Bahkan secara eksplisit kurikulum 2013 berbasis pendidikan karakter, yang di dalamnya terdapat aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Maka, manusia membutuhkan pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal untuk pembentukan dan pengembangan karakter. Guru dan orang tua harus intensif mendidik anak-anaknya secara eksplisit dan implisit. Budiyono (2016:11 dan 12) menyatakan pendidikan eksplisit berupa Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 243 direct instruction, sedangkan pendidikan implisit dilakukan dengan cara membelajarkan anak dalam tindakan nyata. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa media yang digunakan untuk mengembangkan karakter anak yaitu cerita mini. Induk dari cerita mini adalah cerita wayang kulit. Agar mudah dipahami anak-anak, cerita wayang kulit tersebut mengalami transformasi. Proses transformasi dilakukan untuk menggubah cerita wayang kulit ke dalam cerita mini. Transformasi merupakan proses mengubah struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, dan mengatur kembali konstituennya (Hutomo, 1999:174-175). Berdasarkan hal tersebut, wayang kulit dijadikan sumber rujukan dan diolah sedemikian rupa menjadi cerita mini yang khas anak-anak. Intinya, uraian bahasa, cerita dan budaya yang terdapat dalam cerita wayang kulit diubah sedemikian rupa menjadi cerita mini agar mudah dipahami anak-anak. Pudentia (1992) menyatakan transformasi berkaitan dengan perubahan karya sastra yang menyangkut struktur cerita, tokoh, latar, tema, dan lain-lain (Hutomo, 1999:176). Maka dari itu, cerita mini ditulis berdasarkan hal tersebut tetapi untuk penamaan tokoh tidak ada perubahan. Hal tersebut disebabkan, selain mengenalkan nilai-nilai adi luhung yang terdapat dalam cerita wayang kulit, cerita mini juga mengenalkan nama-nama tokoh yang terdapat dalam cerita wayang kulit, walaupun secara karakter dan cerita berubah. Tujuannya agar anak-anak tetap mengenal tokoh-tokoh tersebut. Di samping itu, dalam proses transformasi harus memerhatikan permasalahan kehidupan nyata yang dialami anak-anak. Sarumpaet (2010:28) menyatakan cerita realistik bukan hanya perlu tetapi juga diminati anak-anak karena penggambaran di dalamnya dapat mendekatkan mereka pada kehidupan nyata. Demikian juga dengan cerita mini yang mengaitkan nilai-nilai adi luhung yang terdapat dalam wayang kulit dengan kehidupan nyata yang dialami oleh anak-anak. Kiranya, dengan menggabungkan dua hal tersebut dapat memenuhi fungsi cerita anak, yaitu fungsi pendidikan dan fungsi hiburan. 1. Metode Penelitian Makalah ini menggunakan metode adaptasi yang akan menganalisis kemudian mengubah cerita wayang kulit ke dalam cerita mini. Maksudnya, pada tahap pertama penulis melakukan identifikasi terhadap nilai-nilai adi luhung yang Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 244 terdapat dalam wayang kulit. Dalam proses tersebut, penulis menggunakan pendekatan hermeneutik agar nilai-nilai tersebut dapat diapresiasi sesuai dengan kebutuhan penggubahan cerita mini. Tahap kedua, penulis melakukan pengamatan terhadap dunia anak saat ini. Tahap ketiga, nilai-nilai yang sudah disiapkan dikolaborasikan dengan dunia anak kekinian, sehingga mempermudah tahap terakhir, yaitu mulai menulis cerita mini. PEMBAHASAN Pada bab berikut akan diuraikan hasil beserta pembahasan dari transformasi cerita wayang kulit ke dalam bentuk cerita mini sebagai media pengembangan karakter anak. Adapun data yang dikutip berupa dialog dan narasi yang memuat nilai-nilai adi luhung, seperti menghormati orang tua, menjaga kebersihan, patuh kepada perintah Tuhan, menolong sesama, dan kejujuran. Kata di dalam tanda kurung setelah kutipan merupakan judul dari cerita mini. 1.1 Menghormati Orang Tua Penghormatan kepada orang tua merupakan tindangan penting bagi siapa saja. Tindakan itu harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak, agar di kehidupan kemudian hari, setelah anak tumbuh dewasa memiliki adab dan sopan santun. Penggalan cermin berikut berkaitan dengan permasalahan tersebut. “Gatutkaca, nenek kan sudah bilang, kalau kamu membuang kulit pisang sembarangan akan merugikan orang lain, atau merugikan dirimu sendiri. Akhirnya kamu terpeleset juga dengan kulit pisang yang kamu buang sendiri itu,” kata Kunthi. “Maafkan saya nenek. Saya tidak akan mengulangi lagi,” kata Gatutkaca sambil mencium tangan Kunthi. (Nasihat Kunthi) “Dursasana jangan membuang ludah sembarangan. Di sini ada Paman Sangkuni. Kamu harus menghormati orang tua, Ayo minta maaf ke paman Sangkuni” kata Duryudana marah. “Iya kakak. Paman maafkan saya,” Kata Dursasana kepada Sangkuni. (Kurawa) Kutipan penggalan cerita mini tersebut menggambarkan kelalaian seseorang dalam bertindak, tetapi ada tokoh lain yang mengingatkan. Kutipan pertama Kunthi dan kutipan kedua Duryudana. Pelaku kesalahan, yaitu Gatutkaca dan Dursasana diceritakan mengaku bersalah dan meminta maaf. Penggalan pertama diambil dari salah satu adegan dalam lakon Parto Krama, Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 245 sedangkan penggalan kedua diambil dari salah satu adegan dalam lakon Bale Gala-Gala. Kiranya, dua penggalan cerita mini tersebut banyak ditemukan dalam dunia nyata. Dua penggalan cerita mini di atas, diharapkan anak-anak dapat menangkap pesan yang disampaikan, yaitu pentingnya menghormati dan mendengarkan nasihat orang tua. 1.2 Menjaga Kebersihan Pada subbab berikut akan diuraikan tentang pentingnya menjaga kebersihan. Kebersihan merupakan problematika yang dihadapi berbagai kalangan dan usia. Hendaknya, idiom tentang pentingnya menjaga kebersihan yang bertebaran di berbagai tempat sepadan dengan praktik yang dilakukan masyarakat. Maka dari itu, hendaknya menjaga kebersihan ditanamkan kepada anak-anak sejak dini, agar permasalahan kompleks yang dihadapi Negara ini, seperti banjir dapat ditanggulangi. Berikut kutipannya. “Suatu hari ketika Arjuna berenang di sungai, ia menemukan banyak sampah yang terapung. Ia langsung cemberut melihat keadaan itu. Kemudian, Arjuna baru sadar bahwa ia salah satu orang yang menyebabkan sungai-sungai menjadi kotor. Setiap hari, ia membuang sampah ke sungai tanpa memikirkan akibatnya. Ia berjanji dalam hati tidak akan mengulangi lagi. Lalu, pelan-pelan ia membersihkan sampahsampah di sungai itu agar ia dan orang lain dapat berenang dengan nyaman. (Kesalahan Arjuna) “Karena tidak pernah menjaga kebersihan dirinya sendiri, Antaga dan Ismaya dihukum turun ke bumi oleh ayahnya. Ketika turun ke bumi Antaga berubah nama menjadi Togog, dan Ismaya berganti nama menjadi Semar.” (Semar Turun ke Bumi). Penggalan cerita mini pertama diambil dari salah satu adegan dalam lakon Bima Bumbu dan penggalan kedua diambil dari salah satu adegan dalam lakon Laire Semar. Dua penggalan cerita mini di atas menggambarkan dampak mengabaikan kebersihan. Harapannya, ketika anak membaca dua teks tersebut dapat memantik kesadarannya untuk turut serta menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya. Cerita mini dengan tema menjaga kebersihan diharapkan dapat membantu menjadi media pemantik, selain idiom “Jagalah Kebersihan” atau Kebersihan Sebagian dari Iman” yang menempel di berbagai tempat. Kiranya, dengan membaca dan memahami cerita mini tersebut, anak-anak lebih peduli terhadap lingkungannya. Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 246 1.3 Patuh Kepada Perintah Tuhan Patuh kepada Tuhan merupakan hal utama bagi manusia. Patuh terhadap perintah Tuhan korelasinya akan meluas kepada hal lain yang tentu positif. Kepatuhan tersebut, salah satunya diceritakan dalam suasana multikultural, dimana antara tokoh satu dengan lainnya berbeda agama. Perbedaan tersebut digambarkan melalui dialog dengan topik toleransi antar umat beragama. Seperti yang diketahui, bahwa saat ini toleransi antar umat beragama semakin pudar. Berikut kutipannya. “Mas Petruk, sudah mau adzan Maghrib. Segeralah pulang. Besok siang kan hari Minggu, nanti kita lanjutkan lagi,” kata Mbelung. “Oh iya, aku tak pulang dulu ya. Jangan lupa kamu besok harus ke Gereja dulu sebelum kembali ke tempat ini,” kata Petruk. (Petruk dan Mbelung) “Ayo Nduk, bangun. Sebentar lagi subuh. Ayo, kita salat di Masjid,” kata Cangik sambil menggoyang-goyang tubuh Limbuk, anaknya. “Iya,” sahut Limbuk yang segera bergegas ke kamar mandi. (Limbuk) Dua kutipan penggalan cerita mini di atas diambil dari adegan dalam lakon Wahyu Mustika Aji. Penggalan cerita mini pertama menggambarkan antara tokoh Petruk dan tokoh Mbelung saling mengingatkan perihal ibadah. Secara langsung dapat ditangkap, bahwa Mbelung mengingatkan Petruk agar patuh terhadap perintah Tuhan, dan begitu juga sebaliknya. Dialog dua tokoh tersebut, selain mencerminkan kepatuhan juga menggambarkan toleransi yang baik dalam hal keberagamaan. Kutipan kedua, mencerminkan seorang anak yang tidak bermalas-malasan beribadah. Maka dari itu, dua penggalan cerita mini tersebut diharapkan dapat mengembangkan karakter anak mengenai kepatuhan terhadap perintah Tuhan dan pentingnya toleransi. 1.4 Menolong Sesama Pada subbab berikut akan diuraikan kutipan narasi dan dialog pentingnya menolong orang lain. Jika seseorang sejak kecil dididik untuk menolong orang lain, ketika dewasa akan memiliki reflek menolong orang lain tanpa perlu diperintah. Reflek menolong dapat dikatakan bagian dari komponen karakter seseorang. “Gatutkaca jatuh dari angkasa. Tubuhnya membentur tanah dengan sangat keras. Melihat itu, Petruk dan Bagong segera berlari menghampiri. Mereka berdua melihat keadaan Gatutkaca. Akhirnya, dengan sekuat Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 247 tenaga Petruk dan Bagong Puskesmas. (Gatutkaca Jatuh) mengangkat Gatutkaca sampai ke “Kenapa kamu menangis Reng?” tanya Abimanyu. “Sepedaku jatuh di got, dan aku tidak kuat mengangkatnya,” kata Gareng sambil menangis. “Ayo, Abimanyu kita bantu mengangkat sepeda Gareng,” ajak Antasena kepada Abimanyu. “Ayo,” sahut Abimanyu (Sepeda Gareng) Dua penggalan cerita mini dia atas merupakan hasil transformasi dari adegan dalam lakon Parto Krama. Dua penggalan cerita mini tersebut merupakan gambaran kepedulian terhadap sesama. Penggalan pertama dan kedua menceritakan bahwa Petruk dan Bagong menolong Gatutkaca, serta Antasena dan Abimanyu menolong Gareng tanpa berdebat. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita mendahulukan perdebatan saat menolong orang lain. Padahal yang paling penting atau didahulukan adalah pertolongan itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, cerita mini dengan tema menolong sesama diharapkan dapat menjadikan anak-anak peduli akan kesulitan orang lain. Selain itu, apabila cerita mini ini dibacakan guru di depan kelas, kemudian guru menyampaikan pesannya maka siswa akan mudah menerapkannya di kehidupan nyata. Begitu juga, apabila cerita mini tersebut dibacakan orang tua secara mendalam. 1.5 Kejujuran Problematika selanjutnya yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kejujuran, dimana banyak orang menganggap bahwa kejujuran mahal harganya. Kasus korupsi, plagiasi, mencotek, menipu, dan sebagainya, kiranya sulit diselesaikan. Melalui cerita mini ini, diharapkan anak-anak dapat menyerap nilai pentingnya sebuah kejujuran. Secara naluri, setiap manusia cenderung menginginkan kejujuran, baik itu orang dewasa maupun anak-anak. Cerita mini dengan tema kejujuran ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan potensi kejujuran yang dimiliki anak agar dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sampai mereka dewasa dapat direalisasikan. “Nilai ujian matematikamu dapat 9. Hasil belajar atau nyontek?” tanya Yudistira kepada Arjuna. Arjuna tertawa, lalu menjawab, “Itu hasil nyontek kak”. “Kan sudah dibilang, ibu juga sudah menasihati kamu agar jangan nyontek. Walaupun nilaimu jelek, tetapi kalau jujur itu lebih baik dan terpuji,” kata Yudistira. (Arjuna Ujian) “Lho! uang lima ribu rupiah kok dapat pensil empat?” tanya Petruk kepada Bagong. “Hehehe, yang dua aku ambil tanpa ketahuan yang jual,” jawab Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 248 Bagong santai. Petruk berdiri dari tempat duduknya, lalu memarahi Bagong. “Cepat kembalikan! Dosa. Perbuatanmu itu tercela,” kata Petruk marah. Tanpa menjawab Bagong keluar untuk mengembalikan pensil yang dicurinya. (Ulah Bagong) Dua penggalan cerita mini di atas merupakan hasil transformasi dari adegan lakon Bima Bumbu. Dua penggalan cerita mini tersebut intinya sama, walaupun dalam konteks yang berbeda. Penggalan pertama dalam konteks ketidakjujuran dalam ujian dan penggalan kedua dalam konteks mengambil sesuatu tanpa sepengatahuan pemiliknya. Penggalan pertama tersebut dalam dunia nyata banyak kita temukan. Apalagi hidup di zaman serba internet saat ini. Begitu mudah siswa, baik dari tingkat SD sampai perguruan tinggi melakukan perilaku tidak jujur ketika ujian. Penggalan pertama cerita mini di atas diharapkan mampu membendung perilaku yang demikian. Penggalan kedua cerita mini di atas, diharapkan dapat mengembangkan perilaku anak yang secara naluri memiliki potensi jujur atau paling tidak mencegah perbuatan tercela, seperti penipuan dan pencurian. Penipuan kecil yang dilakukan anak-anak akan berdampak buruk di kemudian hari, karena penipuan kecil akan menimbulkan penipuan besar jika telah menjadi kebiasaan. Dewasa ini di media televisi maupun media sosial bayak kita temukan anak-anak melakukan perilaku buruk, yang salah satunya melakukan penipuan. Maka dari itu, peran dari berbagai elemen dibutuhkan untuk menjaga dan melestarikan karakter bangsa. Selain itu, juga dibutuhkan media yang relevan agar diminati anak-anak. SIMPULAN Cerita mini adalah karya sastra yang berisi lima paragraf. Cerita mini merupakan bentuk karya sastra hasil transformasi dari cerita wayang kulit. Selain itu, cerita mini juga hasil dari pengamatan dunia anak-anak masa kini. Jadi, isi cerita mini diambil dari kolaborasi antara cerita wayang kulit dengan dunia anakanak yang berkembang saat ini. Maka, dunia yang terdapat dalam cerita mini merupakan hasil comotan-comotan dari sisi kehidupan yang campur aduk. Berdasakan hal tersebut, cerita mini dapat dikatakan semacam demonstrasi sebuah dunia alternatif. Harapannya, agar cerita mini dapat menarik perhatian anak-anak, sehingga dapat mendorong mereka membaca. Tema-tema yang diangkat berdasarkan nilai-niali adi luhung yang terdapat dalam cerita wayang Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 249 kulit, seperti menghormati orang tua, menjaga kebersihan, patuh kepada perintah Tuhan, menolong sesama, dan kejujuran. Tokoh yang terdapat di dalamnya juga memakai tokoh-tokoh dalam cerita wayang kulit dengan pengubahan karakter sedemikian rupa. Pengubahan karakter tersebut disesuaikan konteks cerita yang dikaitkan dengan pendidikan dan pengembangan karakter anak. Maka dari itu, cerita mini diharapkan mampu menjadi media mengembangkan karakter anak. DAFTAR PUSTAKA Budiyono, Sunu Catur. 2016. Bagaimana Sastra Diajarkan. Sidoarjo: Kopi Aksara Publisher. Hutomo, Suripan Sadi. 1999. Filologi Lisan: Telaah Teks Kentrung. Surabaya: Lautan Rezeki. Laksana, A.S. 2016. Menanam Kesadaran Dengan Cerita. Rubrik Ruang Putih Minggu, 8 Mei 2016, halaman 4. Surabaya: Jawa Pos. Poerbatjaraka, R. M. Ng dan Tardjan Hadidjaja. 1952. Kepustakaan Djawa. Djakarta/Amsterdam: Djambatan. Purwadi. 2009. Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka. Sarumpaet. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak: Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Shodiqin, Muhammad. 2014. Di Surat Itu Tak Ada Namaku: Antologi Cermin. Sidoarjo: Kopi Aksara Publisher. Winarni, Retno. 2014. Kajian Sastra Anak. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu. Seminar Nasional Sastra Anak Membangun Karakter Anak Melalui Sastra Anak 250