Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pajak memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu sumber pendapatan negara, dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan pajak berfungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukan dana secara optimal ke dalam kas negara . dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukan ke dalam kas negara. Dana yang berasal dari pajak dipergunakan bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. Ali Chidir, Hukum Pajak Elementer, PT Eresco, Bandung, 2007, hlm.17. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang peribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak secara kewilayahan terbagi dalam dua kategori yaitu pajak pusat dengan landasan hukumnya berbentuk undang-undang, dan pajak daerah dengan landasan hukumnya adalah peraturan daerah. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assesment system, yaitu sistem yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan berkewajiban melaksanakan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban wajib pajak, salah satunya pajak penghasilan. Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005, hlm.108 Pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Eksistensi pajak tersebut berhadapan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Dewasa ini seiring dengan perkembangan zaman dan desakan kebutuhan hidup masyarakat semakin tinggi timbullah pemikiran masyarakat untuk berbisnis dan berusaha agar memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di era modern saat ini bisnispun dapat dilakukan melalui media online atau sebut dengan istilah transaksi E-Commerce. Transaksi E-Commerce merupakan transaksi bisnis yang dilakukan secara elektronik sehingga transaksi antara pembeli dan pedagang dapat melakukan transaksi jual beli apapun, kapanpun, dan dimanapun. Fleksibilitas seperti ini menjadikan perdagangan E-Commerce digemari oleh masyarakat modern penggunan internet. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan transformasi model dan strategi bisnis yang perlu ditegaskan aspek perpajakannya. Pada prinsipnya, transaksi perdagangan barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik, yang selanjutnya disebut E-Commerce sama dengan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa lainnya, tetapi berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan.  Teknologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia, makin banyak kegiatan perekonomian dilakukan menggunakan media internet salah satunya di bidang perdagangan atau bisa disebut dengan Electronic Commerce (perniagaan elektronik). Sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission) dapat di definisikan secara umum sebagai segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis dan mengingat bisnis online semakin berkembang pesat maka hal ini dimanfaatkan para pebisnis yang memanfaatkan teknologi sebagai pemilik online shop. http://pajak-bisnis-online-51. Diakses Rabu 4 Mei 2016 Berbeda dengan transaksi pada umumnya, yang memperdagangkan barang dagang mereka di suatu tempat yang biasa menjadi tempat terjadi transaksi pada umumnya, seperti pasar tradisional, pasar modern, pasar swalayan, dan toko-toko pada umumnya yang dapat dilihat dan tidak bersifat untouchable, E-Commerce diperdagangkan pada suatu website atau sebuah akun sosial yang sedang booming di kalangan masyarakat. Pengenaan Pajak Penghasilan terhadap pebisnis online yakni pajak yang dibebankan kepada pemilik online shop belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka, salah satu jawaban yang logis dari permasalahan tersebut adalah karena banyak orang di negeri ini belum mengetahui ilmu tentang perpajakan, bahkan tidak sedikit yang tidak tahu sama sekali atau buta tentang ilmu perpajakan. Bila kita telusuri lebih lanjut ternyata hal ini juga merugikan pendapatan negara yang bermuara dari sistem perpajakan di Indonesia yang belum dapat menjaring potensi pajak yang ada khususnya jenis usaha online shop, karena begitu banyak karakter online shop terdapat pada beberapa akun sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Google, Kaskus, dan Blacberry Messenger. Ibid Pengaturan secara khusus mengenai perpajakan atas transaksi E-Commerce ini terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan ada empat model E-Commerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Perkembangan berikutnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce.  http://ekbis.sindonews.com/read/989943/150/aturan-pajak-bisnis-online-ditargetkan-rampung-tahun-ini-1429149243/Diakses Rabu 15 Juni 2016 Pengenaan PPh terhadap pebisnis online yakni pajak yang dibebankan kepada pemilik online shop belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka, salah satu jawaban yang logis dari permasalahan tersebut adalah karena banyak orang di negeri ini belum mengetahui ilmu tentang perpajakan, bahkan tidak sedikit yang tidak tahu sama sekali atau buta tentang ilmu perpajakan. Sangat disayangkan bahwa potensi pajak ini belum terjamah secara khusus oleh sistem perpajakan di Indonesia karena lemahnya pengawasan dan hukum perpajakan di Indonesia, perlu diakui juga bahwa sangat sulit menjaring potensi ini karena beberapa faktor seperti tempat penjualan yang tidak jelas dan nyata, oleh karena itu sangat sulit mendeteksi keberadaan potensi pajak ini. Selain itu, ada permasalahan lain yang tidak kalah sulitnya untuk dideteksi yaitu soal penerimaan pemilik online shop. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/04/14/nmse19-jangan-semua-bisnis-emonlineem-dikenakan-pajak.Diakses Diakses Rabu 4 Mei 2016. Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce ini memperinci dua jenis pajak yang dapat dibebankan kepada pelaku transaksi E-Commerce, yaitu pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah Penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dilakukan pemotongan PPh. Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Sementara itu objek Pajak Pertambahan Nilai adalah Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melaksanakan penelitian dan menuangkannya ke dalam Skripsi yang berjudul: “Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce” Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? Apakah faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? Ruang Lingkup Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian adalah Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada kajian mengenai kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah di Kota Bandar Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada Tahun 2016. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce Untuk mengetahui faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan kajian Hukum Administrasi Negara, khususnya Hukum Pajak yang berkaitan dengan pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce. Secara praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna sebagai berikut: Bagi Dirjen Pajak, sebagai sumbangan pemikiran dan kontribusi ilmiah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak penghasilan dari usaha online Bagi pengusaha online, sebagai salah satu referensi dalam pelaksanaan pembayaran PPh dan PPN sesuai dengan peraturan yang ada Bagi masyarakat, sebagai salah satu sumber informasi mengenai pelaksanaan pemungutan PPh dan PPN dari pelaku transaksi E-Commerce. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Pemerintah Pengertian Kebijakan Pemerintah Kebijakan menurut Malayu S.P. Hasibuan merupakan serangkaian kegiatan yang disusun dan dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga dalam rangka menghadapi permasalahan tertentu. Kebijakan memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan konteks dan situasi yang dihadapi suatu organisasi atau lembaga Malayu S.P. Hasibuan. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. 2009. hlm. 23 Pengertian di atas menekankan bahwa kebijakan melalui perencanaan manajemen yang baik, maka perusahaan dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai organisasi. Kebijakan menurut Soewarno Hariyoso adalah proses penyusunan secara sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah kegiatan memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginklan. Dengan perencanaan manajemen yang baik, maka organisasi dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai organisasi Soewarno Hariyoso. Dasar-Dasar Manajemen dan Administrasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. 2007. hlm. 72 Pengertian kebijakan di atas merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana bagi pemerintah atau organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, cara bertindak; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berisi ketentuan-ketentuan pedoman perilaku dalam: Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud Azrul Azwar. Pengantar Administrasi, BinaAksara, Jakarta. 2008. hlm. 44-45. . Pengertian di atas menunjukkan bahwa masalah kebijakan pada intinya merujuk pada kegiatan untuk mengeksplorasi berbagai isu-isu atau masalah sosial, dan kemudian menetapkan satu masalah sosial yang akan menjadi fokus analisis kebijakan. Pemilihan masalah sosial didasari beberapa pertimbangan, antara lain: masalah tersebut bersifat aktual, penting dan mendesak, relevan dengan kebutuhan dan aspirasi publik, berdampak luas dan positif, dan sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial (artinya masalah tersebut sejalan dengan transformasi sosial yang sedang bergerak di masyarakat, misalnya penguatan demokrasi, hak azasi manusia dan transparansi. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Tahapan Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah sebagai sejumlah aktivitas pemerintah, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Untuk melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut terdapat tahapan yaitu: Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat. Selain itu keputusan ini juga dibuat oleh anggota legislatif, Presiden, Gubernur, administrator serta pressure groups, pada level ini keputusan merupakan kebijakan terapan Adanya output kebijakan. Kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, penentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Solichin Abdul Wahab. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. 2005. hlm.16 Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan pemerintah, terdapat beberapa tahapan yaitu sebagai berikut: Agenda Setting Merupakan tahap penetapan agenda kebijakan, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Suatu isu kebijakan dapat menjadi agenda kebijakan apabila memiliki efek yang besar terhadap masyarakat, membuat analog dengan cara mengumpamakannya dengan kebijakan yang telah ada, menghubungkannya dengan simbol-simbol nasional/politik, terjadinya kegagalan pasar (market failure) dan tersedianya teknologi untuk menyelesaikan masalah publik. Policy Formulation Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, pada tahap ini para analis mulai mengaplikasikan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, di mana keputusan yang harus diambil pada posisi ketidakpastian dan keterbatasan informasi. Policy Adoption Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan stakeholders. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah berikut yaitu: Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan direkomendasi. Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek negatif yang akan timbul. Policy Implementation Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya, dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program. Seorang administrator mampu mengatur sumber daya, unit-unit dan metode yang dapat mendukung pelaksanaan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible serta dapat menerapkan penggunaan instrumen-instrumen, melakukan pelayanan rutin atau merealisasikan tujuan program. Policy Assesment Tahap akhir adalah penilaian kebijakan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya dan pada saat ini evaluasi dapat dilakukan. Solichin Abdul Wahab. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. 2005. hlm.18 Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam kebijakan terkandung beberapa komponen dasar, yaitu tujuan, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut). Dalam penelitian ini, kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce dilaksanakan dengan memberlakukan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce dan dan Surat Edaran SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, dengan tujuan yaitu meningkatkan penerimaan pajak dari sasaran yaitu pelaku usaha online. Menurut Dunn dalam Suharto, analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Analisis kebijakan merupakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan proses pembuatan kebijakan. Keberhasilan analisis pembuatan kebijakan dapat dikembangkan melalui tiga proses, yaitu: Proses pengkajian kebijakan, menyajikan metodologi untuk analisis kebijakan. Metodologi di sini adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu:penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,dan penilaiankebijakan. Proses komunikasi kebijakan, merupakan upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya. Edi Suharto. Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2005. hlm. 101 2.1.3 Kategori Kebijakan Pemerintah Istilah kebijakan dewasa ini telah digunakan untuk menjelaskan hal yang beragam. Penggunaan istilah kebijakan dapat dikategorikan sebagai berikut: Kebijakan sebagai label bagi suatu bidang kegiatan tertentu Dalam konteks ini, kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan pemerintahan atau bidang kegiatan di mana pemerintah terlibat di dalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan luar negeri Kebijakan sebagai ekspresi mengenai tujuan umum/keadaan yang dikehendaki Kebijakan digunakan untuk menyatakan kehendak dan kondisi yang dituju, seperti pernyataan tentang tujuan pembangunan di bidang SDM untuk mewujudkan aparatur yang bersih. Kebijakan sebagai bidang proposal tertentu Dalam konteks ini, kebijakan lebih berupa proposal, seperti misalnya usulan RUU di Bidang Keamanan dan Pertahanan atau RUU di Bidang Kepegawaian. Kebijakan sebagai sebuah keputusan yang dibuat oleh pemerintah Sebagai contoh adalah keputusan untuk melakakukan perombakan terhadap suatu sistem administrasi negara Kebijakan sebagai sebuah pengesahan formal Di sini kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun telah sebagai keputusan yang sah. Sebagai contohnya adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan keputusan sah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan sebagai sebuah program Kebijakan dalam hal ini adalah program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh adalah peningkatan pendaya gunaan aparatur negara, yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, termasuk cara pengorganisasiannya. Kebijakan sebagai out put atau apa yang ingin dihasilkan Kebijakan dalam hal ini adalah adalah out put yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan, seperti misalnya pelayanan yang murah dan cepat atau pegawai negeri sipil yang profesional. Kebijakan sebagai out come Kebijakan di sini digunakan untuk menyatakan dampak yang diharapkan dari suatu kegiatan, seperti pemerintahan yang efektif dan efesien. Ferdinand Agustino. Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta.2008.hlm. 22-23 Pajak Pengertian dan Ciri-Ciri Pajak Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah. Pajak sebagai bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak. Siti Resmi. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta , 2008. hlm.3 Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang pada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran umum. Uang pajak digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat hanya tidak mudah ditunjukkannya apalagi secara perorangan. Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana, Jakarta 2006. hlm. 12. Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalaui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta, 2007. hlm. 12. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. R. Santoso Brotodihardjo. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Refika Aditama. Bandung.2009. hlm 33 Fungsi Pajak Pajak mempunyai fungsi penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Direktorat Jenderal Pajak. Masalah Pajak di Indonesia. Jakarta. 2005. hlm 2-3 Prinsip-Prinsip Pemungutan Pajak Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak, namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya adalah dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang Pasal 23A UUD 1945 menjelaskan bahwa pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya Jaminan hukum Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. Joseph R. Kaho. Keuangan di Era Otonomi Daerah. Rineka Cipta. Jakarta. 2007. hlm 46-47 Pemungutan Pajak Pemungutan pajak adalah kegiatan atau aktivitas mengambil pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak oleh petugas atau lembaga yang memiliki kewenangan memungut pajak, sebagai pembayaran atas imbalan atas penggunaan fasilitas atau jasa yang diberikan terhadapnya. Pembayaran tersebut bersifat wajib karena si pembayar telah memanfaatkan fasilitas atau jasa dari orang lain. Mardiasmo, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2012.hlm.7 Pemungutan pajak adalah kegiatan mengambil pajak sebagai kewajiban dari wajib pajak atas penggunaan fasilitas, pelayanan/jasa atau bidang pekerjaan tertentu yang digunakan oleh seseorang untuk kepentingannya. Kunarjo, Hukum Perpajakan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. 2008. hlm. 56 Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan pemungutan pajak dalam penelitian ini adalah kegiatan atau aktivitas mengambil pajak dari wajib pajak atas fasilitas atau bidang pekerjaan yang ditekuninya sebagai sebuah profesi. Sistem Pemungutan Pajak Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Keberhasilan reformasi administrasi perpajakan kedepan adalah kapasitas administrasi perpajakan dalam mengimplementasikan struktur perpajakan secara efisien dan efektif. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, teknologi informasi, struktur organisasi, proses dan prosedur, serta sumber daya finansial dan insentif yang cukup. Ibid. hlm 53 Sasaran administrasi pajak yaitu meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak, dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Efektivitas administrasi pajak bukanlah satu-satunya indikator kepatuhan pajak, di negara-negara yang memiliki derajat ketidakpatuhan wajib pajaknya tinggi, kemampuan administrasi pajak untuk memungut pajak yang efektif merupakan kunci pembentukan perilaku pembayar pajak. Sistem pemungutan pajak bersifat dinamik sebagai upaya peningkatan penerapan kebijakan perpajakan yang efektif. Kriteria fisibilitas administrasi menuntut agar sistem pajak baru meminimalisir biaya administrasi (administrative cost) dan biaya kepatuhan (compliance cost) serta menjadikan administrasi pajak sebagai bagian dari kebijakan pajak. Gunadi, Ketentuan Pajak Penghasilan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 85 Elemen dasar sistem perpajakan adalah komitmen politik yang berkelanjutan, staf yang mampu berkonsentrasi terhadap pekerjaan dalam jangka panjang, strategi yang tepat, pendidikan dan pelatihan pegawai serta tersedianya dana dan sumber daya lain yang cukup. Dua tugas utama reformasi administrasi perpajakan adalah untuk mencapai efektivitas yang tinggi, yaitu kemampuan untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya admninistrasi per unit penerimaan pajak sekecil-kecilnya. Efektivitas dan efisiensi menciptakan kontradiksi sehingga diperlukan koordinasi, diperlukan ukuran khusus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta, 2007. hlm. 54 Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru adalah sebagai berikut: Penghasilan kena pajak yang berlaku bagi: Pegawai tetap. Penerima pensiun berkala. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan.  Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan di atas. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak PEr-32/PJ/2015 Pasal 3 adalah orang pribadi yang merupakan: Pegawai; Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.  Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi: Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;  Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya  Olahragawan; Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; Pengarang, peneliti, dan penerjemah; Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; Agen iklan; Pengawas atau pengelola proyek; Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara; Petugas penjaja barang dagangan; Petugas dinas luar asuransi; dan/atau Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.  Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama; Mantan pegawai; dan/atau Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain: Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; Peserta pendidikan dan pelatihan; atau Peserta kegiatan lainnya.  Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Tarif pemotongan PPh Pasal 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a. Tarif berikut berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,00 adalah 5% WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 adalah 15% WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 adalah 25% WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,00 adalah 30% Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP. Tarif Pajak Penghasilan (PPh ) Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Memiliki NPWP Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.  Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. PPh tidak final merupakan pajak penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima objek atau sumber penghasilan tertentu, pajak penghasilannya diakumulasikan selama 1 tahun pajak dan dihitung secara berlapis. Sedangkan PPh final merupakan pajak penghasilan yang langsung dikenakan saat menerima objek atau sumber penghasilan tertentu. Contoh : bunga tabungan. Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP. Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalambahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. Op.Cit. hlm. 67 Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. Pajak tidak langsung (indirect tax), maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda. Multitahap (multi stage), maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi dari pabrikan. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak tanpa melihat kondisi subjek pajak. Bersifat netral. yaitu PPN tidak hanya dikenakan pada barang tetapi juga jasa. Menghindari pengenaan pajak berganda (double tax). karena PPN hanya dikenakan pada pertambahan nilainya saja Dipungut menggunakan faktur. PPN dikenakan sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri (domestic consumptions). Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran. Ibid. hlm. 67 Dasar Hukum Usaha Online Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan dalam gaya hidup masyarakat saat ini, misalnya yang paling banyak adalah pada gadget dan kecenderungan beraktivitas di dunia maya. Melalui internet, dikenal berbagai hal mulai dari jejaring sosial, aplikasi, berita, video, foto hingga berbelanja melalui internet membuat kita semakin mudah berbelanja, tanpa menghabiskan waktu dan tenaga, karena kemudahan inilah membuat Usaha online semakin diminati.Usaha Online adalahkegiatan jual beli barang dan jasa melalui media Internet. Priyo Utomo. Raja Bisnis Online. MediaKom. Yogyakarta. 2013. hlm 12 Kegiatan Usaha online ini merupakan bentuk komunikasi baru yang tidak memerlukan komunikasi tatap muka secara langsung, melainkan dapat dilakukan secara terpisah dari dan keseluruh dunia melalui notebook, komputer ataupun handphone yang tersambut dengan layanan akses internet. Usaha Online adalah salah satu bentuk perdagangan elektronik yang digunakan untuk kegiatan transaksi penjual ke penjual ataupun penjual ke konsumen. Hal serupa juga bisa dilakukan oleh pemilik toko online. Mengikuti trend di bidang bisnis yang digeluti tidak hanya membuat toko online mendapatkan banyak pengunjung, melainkan juga membuat penjual terhindar dari pemasaran produk yang sudah “ketinggalan zaman”. Hal ini juga membuat biaya pemasaran menjadi lebih efisien atau bahkan sama sekali tanpa biaya. Belanja online pertama kali dilakukan di Inggris pada tahun 1979 oleh Michael Aldrich dari Redifon Computers. Ia menyambung televisi berwarna dengan komputer yang mampu memproses transaksi secara realtime melalui sarana kabel telepon. Sejak tahun 1980, ia menjual sistem belanja online yang ia temukan di berbagai penjuru Inggris. Pada tahun 1980, belanja online secara luas digunakan di Inggris dan beberapa negara di daratan Eropa seperti Perancis yang menggunakan fitur belanja online untuk memasarkan Peugeot, Nissan, dan General Motors. Pada Tahun 1992, Charles Stack membuat toko buku online pertamanya yang bernama Book Stacks Unlimited yang berkembang menjadi Books.com yang kemudian diikuti oleh Jeff Bezos dalam membuat situs web Amazon.com dua tahun kemudian. Selain itu, Pizza Hut juga menggunakan media belanja online untuk memperkenalkan pembukaan toko pizza online. Pada Tahun 1994, Netscape memperkenalkan SSL encryption of data transferred online karena dianggap hal yang paling penting dari belanja online adalah media untuk transaksi onlinenya yang aman dan bebas dari pembobolan. Pada Tahun 1996, eBay situs belanja online terbesar hingga saat ini. http://www.wikipedia.org Diakses 27 April 2016 Budaya belanja online yang sebelumnya telah melanda negeri jiran seperti Singapura dan Malaysia, dan sekarang telah melanda Indonesia. Pasalnya, masyarakat Indonesia dinilai telah akrab dengan penggunaan internet. Jumlah pengguna internet di Indonesia dari tahun pada Tahun 2008 sebanyak 25 juta orang dan pada Tahun 2013 hingga Tahun 2015 diperkirakan akan meningkat sebanyak 67 persen, diyakini sebagai titik awal berkembangnya penggunaan internet ke arah baru, yakni belanja online. Selain itu, pertumbuhan internet di Indonesia terbesar ke 2 (dua) di dunia. Sementara pengguna sosial media sebagai salah satu wadah online shop yang sekarang mencapai 93.523.740 orang di Indonesia terbesar ke 3 (tiga) di dunia. http://carapedia.com/memulai_usaha_online_info3601.html Diakses 27 April 2016 Melihat hal itu, dalam waktu dekat belanja online sepertinya akan menjadi fase baru masyarakat internet Indonesia. Pertumbuhan pesat pangsa pasar E-Commerce di Indonesia memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai angka 82 juta orang atau sekitar 30% dari total penduduk di Indonesia, pasar E-Commerce menjadi tambang emas yang sangat menggoda bagi sebagian orang yang bisa melihat potensi ke depannya. Pertumbuhan ini didukung dengan data dari Menkominfo yang menyebutkan bahwa nilai transaksi E-Commerce pada tahun 2013 mencapai angka Rp130 triliun. Ini merupakan angka yang sangat fantastis mengingat bahwa hanya sekitar 7% dari pengguna internet di Indonesia yang pernah belanja secara online, ini berdasarkan data dari McKinsey. Dibandingkan dengan China yang sudah mencapai 30%, Indonesia memang masih tertinggal jauh, namun jumlah ini akan terus naik seiring dengan bertumbuhnya penggunaan smartphone, penetrasi internet di Indonesia, penggunaan kartu debit dan kredit, dan tingkat kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara online. Ibid. Berdasarlam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce, usaha online meliputi proses bisnis sebagai berikut: Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu Online Marketplace Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yang ditetapkan oleh Penyelenggara Online Marketplace. Penyelenggara Online Marketplace melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan invoice atas Monthly Fixed Fee. Online Marketplace Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening Penyelenggara Online Marketplace. Penyelenggara Online Marketplace menyediakan tempat dan/atau waktu kepada Online Marketplace Merchant untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa dan melakukan penjualan di Toko Internet melalui Mal Internet . Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa Online Marketplace Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yang akan dijual dengan mengunggah data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yang akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet. Penyelenggara Online Marketplace melakukan verifikasi dan menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yang akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet. Pembeli melakukan pemesanan di Toko Internet melalui Mal Internet. Untuk memesan barang dan/atau jasa di Mal Internet, beberapa Penyelenggara Online Marketplace mensyaratkan Pembeli untuk mendaftarkan diri. Penyelenggara Online Marketplace mengeluarkan rincian transaksi beserta jumlah yang harus dibayar oleh Pembeli di Toko Internet melalui Mal Internet (contohnya jenis barang, harga barang, jumlah barang, metode pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya). Pembeli melakukan pembayaran melalui Escrow Account yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara Online Marketplace. Penyelenggara Online Marketplace di Toko Internet melalui Mal Internet menyampaikan notifikasi kepada Online Marketplace Merchant untuk melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kepada Pembeli. Online Marketplace Merchant melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kepada Pembeli, baik dengan menggunakan fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman. Selanjutnya, Online Marketplace Merchant juga mengirimkan notifikasi kepada Penyelenggara Online Marketplace untuk memberitahu bahwa Online Marketplace Merchant telah melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kepada Pembeli. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kepada Online Marketplace Merchant oleh Penyelenggara Online Marketplace Penyelenggara Online Marketplace menyetor hasil penjualan kepada Online Marketplace Merchant melalui rekening yang telah ditetapkan oleh Online Marketplace Merchant. Jumlah yang disetor oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant adalah sebesar nilai transaksi dikurangi dengan per Sale Fee, Point Fee, serta tagihan lainnya. Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant adalah sesuai dengan isi Perjanjian. Beberapa dasar hukum pemungutan pajak usaha online adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Surat Edaran Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan ada empat model e-commerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Perkembangan berikutnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce.  Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOPPT). Dalam ketentuan ini diatur bahwa para pengusaha orang pribadi dikenakan PPh sebesar 0,75% dari omzet setiap bulannya. Hal-hal yang diatru dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce adalah adanya empat model E-Commerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Lampiran Surat Edaran ini memperinci dua jenis pajak yang dapat dibebankan kepada pelaku transaksi E-Commerce, yaitu pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peratuan hukum yang berlaku yang erat kaitannya dengan permasalah penelitian yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Pendekatan empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya, terhadap pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Sumber Data Data merupakan sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: Data Primer Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan informan penelitian: Nama : Awig Burhani Jenis Kelamin : Laki-Laki Pendidikan Terakhir : Magister Manajemen Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung Masa Jabatan : 11 Tahun Nama : Dita Putra Pamungkas Jenis Kelamin : Laki-Laki Pendidikan Terakhir : Magister Hukum Jabatan : Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung Masa Jabatan : 9 Tahun Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Bahan Hukum Primer, terdiri dari: Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat Pasal 23 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Surat Edaran Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce Surat Edaran Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce.  Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, berbagai buku hukum, arsip dan dokumen dan makalah. Bahan Hukum Tersier, bersumber dari berbagai sumber pendukung bahan seperti kamus hukum dan sumber dari internet Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan dilaksanakan dengan wawancara secara langsung (interview), kepada narasumber penelitian. Prosedur Pengolahan Data Data yang telah diperoleh selama pelaksanaan penelitian selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut: Seleksi Data, data yang terkumpul diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti Klasifikasi Data, Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian. Penyusunan Data, penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data. Analisis Data Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data secara deskriptif kualitatif, artinya hasil penelitian ini dipaparkan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan dirangkum secara umum yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung Kedudukan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung merupakan kantor perwakilan Dirjen Pajak Pusat yang melaksanakan koordinasi, bimbingan, pengendalian, analisis, dan evaluasi atas pelaksanaan tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama, serta penjabaran kebijakan dari kantor pusat. Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung beralamat di Jalan RW. Monginsidi Nomor 223 Teluk Betung Bandar Lampung. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) di bawah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung terdiri dari KPP Tanjung Karang dan KPP Teluk Betung. KPP tersebut bertugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan kepada wajib pajak, berdasarkan segmentasi wajib pajak yang diadministrasikannya: Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dengan tingkat omset tertentu di luar yang diadministrasikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Khusus, dan Madya. Tugas Pokok dan Fungsi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung Tugas pokok Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/ PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam mengemban tugas tersebut, DJP menyelenggarakan fungsi: Perumusan kebijakan di bidang perpajakan; Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan; Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan; Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan; Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perpajakan; Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal pajak; dan Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh menteri keuangan.  Visi dan Misi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung Visi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung adalah menjadi institusi penghimpun penerimaan negara yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian negara. Misi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu-Lampung adalah menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan: Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil; Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan; Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja. Susunan Organisasi Susunan Organisasi dan Uraian Tugas pada Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung adalah sebagai berikut: Kepala Kantor Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan pengawasan kegiatan masing- masing bidang Memberikan petunjuk, saran dan pengarahan kepada bawahan Mengajukan rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak Melaksanakan tugas sesuai dengan laporan Membagi tugas, mengawasi dan memberikan pengarahan tentang tugas kepada pegawai bawahan Bertanggungjawab atas penjatuhan hukuman disiplin pegawai bawahan. Sub Bagian Tata Usaha Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan urusan tata usaha dan kepegawaian serta laporan Melakukan urusan keuangan Melakukan urusan rumah tangga dan urusan perlengkapan Meminta data yang diperlukan yang ada kaitannya dengan urusan tata usaha dan kepegawaian, urusan keuangan dan urusan rumah tangga. Bertanggungjawab atas penyusunan laporan ketertiban pegawai di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak. Bidang Pendataan dan Penilaian Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan urusan pendaftaran objek dan subjek Pajak Melakukan penilaian dan klasifikasi objek pajak bumi dan bangunan. Melakukan urusan data potensi Pajak Bumi dan Bangunan. Mengajukan usul, pendapat, saran dan penelaah kepada kasi pendataan dan penilaian dalam penyelesaian masalah klasifikasi dan pemutakhiran data. Bertanggungjawab atas terpeliharanya bahan atau alat-alat yang dipergunakan dalam melaksanakan pendataan objek dan subjek Pajak Bidang Pengolahan Data dan Informasi Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan urusan perekaman dan pengolahan data Pajak Melakukan analisis dan penyajian informasi Pajak dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Melakukan tata usaha data masukan dan keluaran Mengajukan resum usul kegiatan korlak data masukan dan keluaran. Bertanggungjawab atas penelitian data masukan. Mengawasi kebenaran dan ketetapan perekam data. Bertanggungjawab kerahasiaan data perpajakan Menganalisa data Pajak Bumi dan Bangunan Bertanggungjawab atas penyajian informasi data Pajak Bidang Penetapan Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan. Melakukan penetapan Pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penetapan Pajak Mengajukan konsep rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di bidang penetapan. Bertanggungjawab atas konsep rencana kerja yang diajukan Bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan hasil penelitiaan dan penyelesaian surat menyurat pajak sektor pedesaan dan perkotaan yang diajukan. Bidang Penerimaan Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan konsep rencana penerimaan dan restitusi Melakukan pengalokasian penerimaan serta pemantauan penyetoran Pajak Membuat konsep rencana penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan per sektor tiap tahun anggaran. Bertangguang jawab atas kebenaran laporan mingguan, bulanan, tri wulan bidang penerimaan. Bidang Penagihan Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan urusan tata usaha piutang pajak dan urusan penagihan. Pembuatan usul penghapusan piutang Pajak Mengajukan rencana kegiatan tata usaha piutang pajak Bertanggungjawab atas usul, pendapat, saran serta menyalesaikan masalah di bidang piuatang Pajak dan BPHTB Bertanggungjawab atas keberhasilan penagihan piutang Bidang Penagihan dan Pengurangan Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan penyelasaian keberatan dan banding Melakukan penyelesaian pengurangan Melakukan pengurangan saksi atau pemeriksaan sederhana atas permohonan keberatan dan pengurangan Pajak Mengajukan rencana kerja korlak keberatan dan banding Mengajukan rencana kerja korlak pengurangan Mengajukan usul besarnya pengurangan Pajak dan BPHTB Bertanggungjawab atas kebenaran besarnya perhitungan atas keberatan Bertanggungjawab atas kebenaran besarnya perhitungan atas usul pengurangan yang diajukan. Bertangguang jawab atas kebenaran hasil pemeriksaan di laporan Kelompok Tenaga Fungsional Pajak Bumi dan Bangunan Uraian tugas dan tanggungjawabnya adalah sebagai berikut: Melakukan kegiatan pendataan dan penilian Pajak. Mengajukan rencana kegiatan kelompok tenaga fungsional Pajak Bertanggungjawab atas kegiatan rencana kerja yang diajukan Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce Kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan ada empat model E-Commerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Lampiran Surat Edaran ini memperinci dua jenis pajak yang dapat dibebankan kepada pelaku transaksi E-Commerce, yaitu pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Pengaturan Pemungutan Pajak penghasilan Atas Transaksi E-Commerce Pengaturan pemungutan pajak penghasilan atas transaksi E-Commerce dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce adalah sebagai berikut: Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu Objek pajaknya adalah penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 26. Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. Subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi. Dengan dasar hukum yaitu Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang PPh. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Sampai dengan Rp 50.000.000, tarifnya adalah 5% diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarifnya adalah 15% diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarifnya adalah 25% diatas Rp 500.000.000, tarifnya adalah 30% Tarif untuk Penyelenggara Online Marketplace sebagai penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pengaturan ini kurang memenuhi prinsip keadilan sebagai salah satu prinsip pengenaan pajak, sebab penghasilan bruto tidak menunjukkan keuntungan bersih dari hasil usaha. Salah satu prinsip pemungutan pajak adalah prinsip keadilan. Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya adalah dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran. Joseph R. Kaho. Op.Cit. hlm 46 Ketentuan Pemotongan PPh adalah apabila Online Marketplace Merchant sebagai pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal penyedia jasa dimaksud tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen), yaitu menjadi sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, atau berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa Objek pajaknya adalah penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan pemotongan/pemungutan PPh. Subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa. Penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini adalah Online Marketplace Merchant. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Sampai dengan Rp 50.000.000, tarifnya adalah 5% diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarifnya adalah 15% diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarifnya adalah 25% diatas Rp 500.000.000, tarifnya adalah 30% Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Menteri Keuangan dapat menetapkan: bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lai Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Untuk pihak Online Marketplace Merchant sebagai penjual barang atau penyedia jasa dalam Online Marketplace yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pemotongan/pemungutan PPh dilakukan dengan ketentuan apabila Pembeli barang atau pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut PPh, maka Pembeli barang atau pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan/pemungutan PPh dengan tarif dan tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengenaan PPh tersebut juga berlaku pada pelaku usaha vendor online atau suplier sebagai pihak menyalurkan barang atau jasa secara online, namun demikian penerapannya belum dapat dilaksanakan secara optimal, mengingat sulitnya memastikan keuntungan dari hasil usaha kelompok usaha vendor online ini. Hal ini menunjukkan bahwa Surat Edaran Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce dan Surat Edaran Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, sebagai produk hukum di bidang perpajakan usaha online belum memenuhi aspek kepastian hukum dalam penerapannya. Pengaturan pajak harus berdasarkan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya. Selain itu adanya jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. Joseph R. Kaho. Op.Cit. 47 Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan Kepada Online Marketplace Merchant Oleh Penyelenggara Online Marketplace Objek pajaknya adalah penghasilan dari jasa perantara pembayaran merupakan objek PPh yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26. Imbalan sehubungan jasa perantara pembayaran dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Per Sale Fee dan/atau tagihan lainnya. Subjek Pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari jasa perantara pembayaran. Penyedia jasa perantara pembayaran dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini adalah penyelenggara Online Marketplace. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang PPh. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Sampai dengan Rp 50.000.000, tarifnya adalah 5% diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarifnya adalah 15% diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarifnya adalah 25% diatas Rp 500.000.000, tarifnya adalah 30% Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan: Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. Tarif untuk pihak Penyelenggara Online Marketplace sebagai penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pemotongan PPh dilakukan dengan ketentuan apabila Online Marketplace Merchant sebagai pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa perantara pembayaran adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Dalam hal penyedia jasa dimaksud tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen), yaitu menjadi sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan dari jasa perantara pembayaran adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, atau berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku. Online Retail Online retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara online retail kepada pembeli di situs online retail. Objek pajaknya adalah penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan pemotongan/pemungutan PPh. Subjek Pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa. penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh proses bisnis Online Retail adalah Penyelenggara Online Retail. Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas. Tarif untuk pihak Penyelenggara Online Retail (sekaligus Merchant) sebagai penjual barang atau penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari : (1). Penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak; atau (2) Penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang PPh dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pemotongan/Pemungutan dilakukan dengan ketentuan apabila pembeli barang atau pengguna jasa adalah Wajib Pajak PPh Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut PPh, maka Pembeli barang atau pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan/pemungutan PPh dengan tarif dan tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengaturan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi E-Commerce Pengaturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi E-Commerce adalah sebagai berikut: Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu Objek Pajaknya adalah jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa Objek Pajaknya adalah Penyerahan yang dilakukan oleh Online Marketplace Merchant kepada Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dapat berupa: (1) penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; dan/atau (2) ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP. DPP adalah Harga jual, penggantian, dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Online Marketplace Merchant karena penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya pengiriman, asuransi, dan lain-lain). Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas. Ditambah sebagai berikut: Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah: Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang dimanfaatkan di dalam atau di luar Daerah Pabean Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012: Dasar Pengenaan Pajak meliputi jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 Kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling sedikit memuat: nilai kontrak; Dasar Pengenaan Pajak; dan besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Dalam hal nilai kontrak atau perjanjian tertulis sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam kontrak atau perjanjian tertulis wajib disebutkan nilai kontrak atau perjanjian tertulis tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam hal kontrak atau perjanjian tertulis tidak menyebutkan nilai kontrak atau perjanjian tertulis tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, nilai kontrak yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian tertulis tersebut dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012: Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012: Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa; dan dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau Pengusaha Kena Pajak penerima jasa Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012: Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat penyerahan barang kena pajak; impor barang kena pajak; penyerahan jasa kena pajak; pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean; pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean; ekspor barang kena pajak berwujud; ekspor barang kena pajak tidak berwujud; atau ekspor jasa kena pajak. Saat PPN terutangnya adalah saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Marketplace atas pembelian BKP dan/atau JKP. Saat Pembuatan sama dengan saat PPN terutang dan Faktur Pajaknya Dibuat oleh Online Marketplace Merchant kepada Pembeli. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan Kepada Online Marketplace Merchant Oleh Penyelenggara Online Marketplace Objek pajaknya adalah Jasa perantara pembayaran, yang diserahkan oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant, merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. DPP meliputi penggantian, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Online Marketplace Merchant karena penyerahan JKP berupa jasa perantara pembayaran (contohnya per Sale Fee, biaya service provider settlement, fee penggunaan kartu kredit/kartu debit/internet banking, dan lain-lain), tidak termasuk PPN, dipungut dan potongan harga dicantumkan dalam Faktur Pajak. Dasar hukumnya sama dengan dasar hukum proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, dengan ketentuan saat PPN terutang untuk penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, yaitu pada saat harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau saat kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud tidak diketahui. Faktur Pajaknya Dibuat oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant. Online Retail Objek Pajaknya adalah penyerahan yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli BKP dan/atau JKP, yang dapat berupa: (1) penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; (2) ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP. DPP mencakup harga jual, penggantian,dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Penyelenggara Online Retail karena penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya pengiriman, asuransi, dan lain-lain), tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Dasar hukumnya sama dengan dasar hukum proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, dengan ketentuan saat PPN terutangnya adalah pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP untuk transaksi cash on delivery; atau saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Retail atas pembelian BKP dan/atau JKP untuk transaksi non-cash on delivery. Faktur Pajaknya adalah Dibuat oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli. Berdasarkan uraian dalam kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi E-Commerce maka diketahui bahwa terdapat beberapa mekanisme pembayaran pajak yang sebenarnya dapat dilakukan oleh wajib pajak pelaku usaha online, yaitu pembayaran secara langsung oleh pelaku usaha online, penagihan dan pemotongan pajak. Pembayaran pajak atas transaksi E-Commerce secara langsung oleh pelaku usaha online merupakan suatu aktivitas di mana pelaku usaha online secara langsung menyetorkan pajak atas transaksi E-Commerce atas usaha online melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Menurut Dita Putra Pamungkas selaku Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung, pembayaran pajak atas transaksi E-Commerce secara langsung oleh pelaku usaha online menunjukkan adanya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak. Hasil wawancara dengan Dita Putra Pamungkas. Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016 Adapun mekanisme pembayaran pajak atas transaksi E-Commerce secara langsung bagi pelaku usaha online adalah sebagai berikut: Membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan Hak dan Kewajiban perpajakannya. Fungsi NPWP adalah sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. NPWP terdiri dari 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak, 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Cara memperoleh NPWP adalah dengan mendaftarkan diri, pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan. Menentukan Stelsel yang akan digunakan Dalam hal Wajib Pajak baru atau baru akan mengajukan NPWP, maka WP perlu menentukan stelsel yang akan digunakan dalam memperhitungkan waktu pengakuan penghasilan yang akan dijadikan dasar perhitungan pajak dan waktu angsuran yang akan dilakukan setiap bulan atau setiap tahunnya. Menghitung sendiri utang pajaknya Menghitung sendiri utang pajaknya dengan menggunakan Self Assessment System. Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberikepercayaan untuk menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari pajak atas transaksi E-Commerce Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan pelayanan, pembinaan dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan pemungutan pajak atas transaksi E-Commerce. Menyetorkan utang pajak Pembayaran pajak atau setoran pajak dibayar melalui kantor pos dan Bank yang ditunjuk pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diperoleh di KPP atau ditoko buku dan dapat pula diperbanyak dengan difotokopi. Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan SPT Tahunan Selain berkewajiban bayar/setor, WP juga berkewajiban lapor. Karena pembayaran/penyetoran tidak secara otomatis dianggap lapor. Dalam hal pelaporan, WP menggunakan form pelaporan dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT), yaitu surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. Wajib Pajak Menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) Jenis-jenis SKP yaitu STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) dan SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil) Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak, bisa di depan, tengah atau di belakang. Pada umumnya stelsel pajak ada tiga yaitu: Stelsel riil/nyata Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Oleh karena itu,apabila terhadap suatu jenis pajak digunakan stelsel riil maka sistem pemungutan pajaknya adalah system pemungutan pajak di belakang. Stelsel anggapan Adalah suatu sistem pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu fiksi (anggapan) yang diatur oleh undang-undang. Anggapan yang dimaksud dapat bermacam-macam jalan pikirannya tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan. Stelsel campuran Merupakan perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Dengan kata lain stelsel campuran merupakan upaya untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dari kedua stelsel sebelumnya. Siti Resmi. Op.Cit. hlm.9 Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut stelsel campuran, dimana pada awal tahun angsuran pajak berdasarkan besarnya pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan tahun sebelumnya. Kemudian pada akhir tahun dihitung kembali berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh pada tahun yang bersangkutan sebagaimana. Jika terdapat kekurangan maka wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Ibid, hlm.10 Menurut penjelasan Awig Burhani, penagihan pajak atas transaksi E-Commerce memiliki dasar yaitu STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), Surat keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Hasil wawancara dengan Awig Burhani. Kepala Seksi Pengawas Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016 Setelah dalam jangka satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan tersebut diatas, WP tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan aktif. Adapun mekanisme pemungutan pajak atas transaksi E-Commerce bagi pelaku usaha online dengan cara penagihan adalah: Surat Teguran, dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan WP untuk melunasi utang pajaknya. Surat Paksa, yaitu surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Terdapat tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP), yaitu: Penanggung pajak (PP) tidak melunasi utang pajak s/d tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran. PP telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus. PP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa disampaikan kepada PP paling lambat setelah lewat waktu 21 hari setelah Surat Teguran. Penyitaan, yaitu suatu tindakan yan dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang PP guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak. Penyitaan dilakukan setelah Surat Paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2 x 24 jam. Pelelangan, yaitu setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh pajabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumumam lelang. Lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang, dan pengumuman lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pelaksanaan penyitaan. Hak mendahulu pajak, yaitu memberi kesempatan kepada negara untuk mendapatkan pembagian lebih dahulu atas hasil pelelangan barang milik PP. Penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika yaitu penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Penagihan sekaligus yaitu penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak. Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan, yaitu larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Syaratnya: Syarat kuantitatif, yaitu apabila penanggung pajak mempunyai utang sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik penanggung pajak yang bersangkutan dalam melunasi pajaknya. Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, dapat dilakukan oleh wajib pajak adalah angsuran atau penundaan dari ketetapan pajak yang tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang disebabkan oleh kesulitan likuiditas dengan membuat surat permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran utang pajaknya kepada KPP di mana WP terdaftar. Syarat-syarat permohonan: Permohonan diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran dengan disertai alasan dan jumlah pembayaran yang akan diangsur/ditunda. Menggunakan formulir Surat Permohonan Angsuran/Penundaan Pembayaran dengan bukti tanda terima. WP harus bersedia memberikan jaminan, misalnya Bank garansi, perhiasan, BPKB, sertifikat tanah dll. Namun apabila Kepala KPP menganggap tidak perlu ada jaminan, permohonan tetap dapat diproses. Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan, maka ada tiga kemungkinan keputusan yang akan dilakukan, yaitu menerima seluruhnya, menerima sebagian dan menolak permohonan WP Penghapusan Piutang Pajak, dengan sebab/alasan sebagai berikut: WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris; Ahli waris tidak dapat ditemukan lagi; WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi; Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa; Sebab lain, misalnya WP tidak ditemukan, dokumen tidak lengkap, keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusak dimakan rayap dsb. Uraian mengenai kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas transaksi E-Commerce sesuai dengan konsep pajak sebagai iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalaui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. Op.Cit. hlm. 12. Menurut Awig Burhani, pemotongan pajak dapat diartikan sebagai kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya. Pemungutan pajak berbeda dengan pemotongan. Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan. Hasil wawancara dengan Awig Burhani. Kepala Seksi Pengawas Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016 Ditinjau dari sisi pemerintah, pemotongan ini akan membantu menjaga Cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus menunggu pada akhir tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung selama tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan. Dinjau dari sisi subjek pajak, witholding system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut dapat diperhitungkan dengan pajak atas transaksi E-Commerce pada akhir tahun pajak, kecuali jika pemotongan dan pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak diketahui. Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi lebih bayar apabila jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang dibayar dan dipotong atau dipungut pihak lain. Wajib pajak pemotong dan pemungut, relatif tidak terlalu terganggu secara Cashflow, bahkan ada kemungkinan wajib pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara Cashflow, karena perbedaan waktu antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat penyetoran pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak membebani karena biasanya pajak terutang dipotong atau dipungut terlebih dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan ke kas negara. Witholding tax system akan membawa kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas perpajakan. Dengan adanya Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang seharusnya dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau pemotong/pemungut pajak. Pajak pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai terhadap transaksi e-commerce mempunyai fungsi penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi pajak yaitu fungsi anggaran (budgetair), yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. Direktorat Jenderal Pajak. Op.Cit. hlm 2-3 Kemudahan dan kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban tambahan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko hukum yang mungkin timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. Beban administrasi timbul karena wajib pajak pemotong dan pemungut pajak berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan pemungutan, membuat bukti potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan dan melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak, witholding system memudahkan secara administrasi. Beban administrasi sebagian telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek pajak memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dalam SPT Tahunan. Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealpaan atau ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi perpajakan dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Faktor Penghambat Pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce Beberapa faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce adalah sebagai berikut: Belum Terdatanya Pelaku Usaha Online Menurut Awig Burhani, belum terdatanya pelaku usaha online menjadi faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce, sehingga pemungutan pajak dari sektor ini menjadi tidak optimal. Padahal database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-assessment. Hasil wawancara dengan Awig Burhani. Kepala Seksi Pengawas Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016 Pengenaan pajak pelaku usaha online belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka. Hal ini sangat disayangkan mengingat potensi pajak sangat besar dan belum terjamah secara khusus oleh sistem perpajakan karena lemahnya upaya menjaring potensi ini. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti tempat penjualan yang tidak jelas dan nyata, oleh karena itu sangat sulit mendeteksi keberadaan potensi pajak ini. Selain itu, ada permasalahan lain yang tidak kalah sulitnya untuk dideteksi yaitu soal penerimaan pemilik online shop. Pemutahiran data Wajib Pajak dilakukan secara kontinu dan berkala baik secara komputerisasi (SIP) maupun secara manual (pengadministrasian berkas). Untuk mengatasi kegagalan sistem dari menu SIP (Sistem Komputerisasi Perpajakan), seksi PDI (Pengolahan Data dan Informasi) dapat diminta untuk melakukan koordinasi dengan Pusat PDIP (Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan) sehingga tidak mengganggu kinerja seksi Penagihan di masa yang akan datang. Peningkatan sarana dan prasarana berupa penambahan komputer dan petugas pajak serta adanya pembagian wilayah kerja sesuai dengan wilayah kerja KPP bagi seorang Jurusita Pajak sehingga mempermudah dalam penyampaian surat paksa maupun surat perintah melaksanakan penyitaan sampai pelelangan. Penyediaan akses internet juga dapat mempermudah petugas pajak dalam melaksanakan tugasnya. Pengadministrasian yang lebih tertib dengan cara penertiban berkas-berkas yang ada di seksi Penagihan maupun seksi-seksi terkait lainnya seperti penyampaian dokumen yang lebih teratur, penambahan ruangan untuk menyimpan dokumen apabila ruangan yang ada sudah tidak dapat menampung dokumen yang ada dan pengoptimalan Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Rendahnya Kesadaran Pelaku Usaha Online Selaku Wajib Pajak Menurut Dita Putra Pamungkas, rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak menjadi penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce. Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran wajib pajak sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Hasil wawancara dengan Dita Putra Pamungkas. Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016 Upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala-kendala di atas ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar Wajib Pajak membayar pajaknya, yaitu sebagai berikut dengan peningkatan sumber daya manusia aparatur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur Perpajakan dan meningkatkan pengetahuan tentang pendapatan pusat maupun daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu sangat penting dilaksanakan penyuluhan terhadap pelaku usaha online dalam bentuk sosialisasi pendapatan pusat dan daerah serta untuk memberikan penjelasan atau pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya pendapatan pusat dan daerah bagi Negara dan masyarakat. Pelaku Usaha Online Selaku Wajib Pajak belum Memiliki NPWP Pelaku usaha online selaku wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Fungsi NPWP bagi wajib pajak adalah sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan dan dapat menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. A.Berdasarkan PER-31 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran PPh Pasal 21 Pasal 20; Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final 4)Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghaslan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terhutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP. BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce sebagai kebijakan perpajakan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce dan SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas transaksi E-Commerce, yang meliputi pajak atas proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, pajak atas proses bisnis penjualan barang dan/atau jasa, pajak atas proses bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace dan pajak atas online retail. Faktor-faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce, adalah rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak, belum optimalnya database pelaku usaha online dan lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak atas transaksi E-Commerce dan pelaku usaha online yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan dan identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. 5.2 Saran Beberapa saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ditjen Pajak perlu meningkatkan sosialisasi kepada pelaku usaha online tentang pentingnya membayar pajak atas transaksi E-Commerce, dengan cara lebih giat dalam penyuluhan, kegiatan seminar, maupun penataran baik menggunakan media massa dan media elektronik. Ditjen Pajak perlu meningkatkan upaya pendataan terhadap pelaku usaha online sehingga potensi pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dari transaksi E-Commerce akan dapat dioptimalkan dan dialokasikan untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. PAGE 71