Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

MAKALAH ILMU POLITIK ( PENDEKATAN ILMU POLITIK)

MAKALAH PENGANTAR ILMU POLITIK PENDEKATAN ILMU POLITIK KELOMPOK 4 Disusun oleh Chandra Argawan Situmorang Efrat Julianto Reo Febrilita Lombo Gilbert Samuel P Regina Eklesia KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah Pengantar Ilmu Politik. Khususnya tentang “Pendekatan Ilmu Politik”. Makalah ini dibuat dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran mata kuliah Pengantar ilmu politik. Pemahaman kita sebagai manusia terbatas tetapi dengan makalah ini membuat kami semakin terpacu untuk terus mencari pengertian yang berkelanjutan atas pembelajaran mata kuliah ini. Bukan hanya itu kami harap dengan penulisan mata kuliah ini dapat menambah wawasan kami tentang Konsep ilmu politik agar nantinya dapat kami terapkan dalam kehidupan kami sehari – hari. Kami juga mengucapkan terimakasih terhadap Bapak Prof. Miriam Budiarjo atas bukunya yang berjudul “Dasar – Dasar Ilmu Politik” yang menjadi sumber kami dalam membuat makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap sumber – sumber lain yang terlibat di pembuatan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan. Makalah ini, tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena kami juga masih dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik, koreksi, saran, dan masukan dari para pembaca sekalian. Terimakasih atas perhatianya dan jikalau ada kesalahan kata maupun tulisan Kami mohon maaf karena kami manusia yang jauh dari kata benar. Manado, 5 September 2018 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................. ii BAB I : PENDAHULUAN................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1 1.2 Rumusan............................................................................................ 2 1.3 Tujuan................................................................................................ 2 BAB II : PEMBAHASAN...................................................................... 3 2.1 Pengantar........................................................................................... 3 2.2 Pendekatan........................................................................................ 4 BAB III : PENUTUP............................................................................. 17 3.1 Kesimpulan...................................................................................... 17 3.2 Saran................................................................................................ 18 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Pemahaman orang Yunani tentang politik boleh dikatakan luas. Oleh sebab itu dalam kajian disiplin ilmu politik memerlukan pendekaan, metode, teknik serta ilmu bantu politik supaya apa yang kita maksudkan akan tercapai sesuai dengan harapan. Semakin tepat kita menggunakan metode dan teknik dalam ilmu politik, maka akan semakin baik dalam menghadapu kenyataan politik yang terjadi, adapun ilmu bantu politik sangat berperan dan berkontribusi besar terhadap perkembangan ilmu politik sendiri. Ilmu politik mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan (approaches). Pendekatan legal (yuridis) dan institusional telah disusul dengan Pendekatan Perilaku, Pasca-Perilaku, dan pendekatan-pendekatan lainnya seperti pilihan Rasional (Rational Choice), Teori ketergantungan (Dependency Theory), dan Institusional Baru (New Institutionalism). Mengamati kegiatan politik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada persektif atau kerangka acuan yang dipakai. Cara kita mengamati kegiatan politik itu akan memengaruhi apa yang kita lihat. Seorang sarjana politik terkemuka, Vernon van Dyke mengatakan bahwa: ‘‘Suatu pendekatan adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan.’’ Dengan kata lain, istilah pendekatan mencakup standard atau tolok ukur yang dipakai untuk memilih masalah, menentukan data mana yang akan diteliti dan data mana yang akan dikesampingkan. Rumusan Masalah Untuk lebih sistematis, maka kami merumuskan masalah – masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut: Apa pengantar pendekatan ilmu politik? Apa pendekatan ilmu politik? Kesimpulan dari pendekatan ilmu politik? Tujuan Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka beberapa tujuan dari makalah ini, yaitu: Mengetahui pengantar dari pendeketan ilmu politik Mengetahui pendekatan ilmu politik Mengetahui keseimpulan dari pendekatan ilmu politik. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengantar Ilmu politik mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan yaitu Pendekatan Legal dan Institusional yang disusul dengan Pendekatan Perilaku, Pasca-Perilaku, dan Pendekatan Neo-Marxis. Selanjutnya muncul dan berkembang pendekatan lainya, seperti Pilihan Rasional, Pilihan Ketergantungan dan Intitusionalisme Baru. Mengamati kegiatan politik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada perspektif atau kernagka acuan yang dipakai. Cara kita mengamati kegiatan politik itu akan mempengaruhi apa yang kita lihat. Mengamati, kegiatan politik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada perspektif atau kerangka acuan yang dipakai. Cara kita mengamati kegiayan politik itu mempengaruhi apa yang kita lihat. Seorang sarjana politik terkemuka, Vermon van Dyke mengatakan bahwa: “Suatu pendekatan adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan” Pendekatan mencakup standar atau tolak ukur yang dipakai untuk memilih masalah, menentukan data mana yang akan diteliti dan data mana yang akan disekampingkan. Ini tentu saja berbeda dengan metode yang hanya mencakup prosedur untuk memperoleh dan mempergunakan data. Dalam sejarah perkembanganya, sebagaimana sudah disebutkan, ilmu politik telah mengenal beberapa pendekatan. Sekalipun dalam tahun belakangan ini berkembang beberapa pendekatan lain, tulisan ini hanya membatasi diri pada pendekatan – pendekatan tersebut di atas. Maka baiknya kita mulai memahami bagaimana pendekatan ilmu politik supaya kita tidak membatasi apa yang seharusnya tidak kita batasi. 2.2 Pendekatan Pendekatan Legal/Institusional Pendekatan ini sering dinamakan pendekatan tradisional dan mulai berkembang pada abad ke 19 pada masa sebelum Perang Dunia II. Dalam pendekatan ini negara menjadi fokus pokok, terutama segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisional menyangkut undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Dengan demikian pendekatan tradisional ini mencangkup baik unsur legal maupun unsur institusional. Seandainya kita ingin mempelajari parlemen dengan pendekatan ini maka yang akan dibahas adalah kekuasaan serta wewengan yang dimilikinya, seperti tertuang dalam naskah-naskah resmi (undang undang dasar, undang undang atau peraturan tata tertib). Para Peneliti Tradisional tidak mengkaji apakah lembaga itu memang terbentuk dan berfungsi seperti yang dirumuskan dalam naskah-naskah resmi tersebut. Pada saat bersamaan pendekatan tradisional tidak menghiraukan organisasi-organisasi Informal. Bahasan ini lebih bersifat statis dan deskriftif dari pada analistis. Pendekatan Tradisional lebih sering bersifat normative yaitu Sesuai dengan ideal atau standard tertentu dengan mengasumsikan norma norma demokrasi barat. menurut penglihatan ini,negara ditafsirkan sebagai badan dari norma-norma konstitusional yang formal ( a body of formal constitutional norms ). Contoh dari pendekatan ini adalah karya R.Kranenbrug, berjudul Algemene Staatsleer, yang dalam terjemahannya dengan judul Ilmu Negara Umum. Sementara itu, pada pertengahan dasawarsa 1930-an Beberapa sarjana di amerika serikat mulai mengemukakan suata pandangan yang lebih melihat politik sabagai kegiatan atau proses, dan negara sebagai sarana pembuatan kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Bagi mereka, esensi dari politik adalah kekuasaan, terutama kekuasaan untuk menentukan kebijakan publik. Gerakan ini telah sedikit banyak memperlunak kekakuan pendekatan tradisional selama ini. Di Amerika Serikat pandangan baru ini memang lebih mudah dapat diterima karena keadaan di Eropa. Kedatangan berbagai macam kelompok etnis dari Eropa secara bergelombang, menjadikan para sarjana lebih terbuka untuk mengembangkan suatu visi yang tidak hanya membatasi diri pada lembaga-lembaga formal, melainkan juga mencakup proses-proses yang berlangsung. Akan tetapi penelitian mengenai kekuasaan dalam praktiknya sangat sukar untuk dilaksanakan. Walau demikian, pandangan untuk membuka perhatian pada kekuasaan membuka jalan bagi timbulnya pendekatan lain yang lebih bersifat fungsional dan pendekatan ini cenderung mendesak konsep kekuasaan dari kedudukan sebagai satu – satunya faktor penentu, sehingga hanya menjadi salah satu faktor dari berbagai faktor dalam proses membuat dan melaksanakan kekuasaan. Pendekatan Perilaku Pendekatan Perilaku timbul dan mulai berkembang di Amerika pada tahun 1950-an sesuai perang Dunia II. Adapun sebab-sebab kemunculannya adalah sebagai berikut.Pertama, sifat deskriptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan , karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-hari. Kedua, ada kekawatiran bahwa, jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan ketinggalan dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max Weber (1864-1920) dan Talcott Parson (1902-1979), antropologi, dan psikologi. Ketiga, dikalangan pemerintahan Amerika telah muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena Politik. Salah satu pemikiran pokok dari pendekatan perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat untuk mempelajari perilaku (behafior) manusia karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diaamati. Pendekatan perilaku menampilkan suatu ciri khas yang revolusioner yaitu suatu organisasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. Mereka pada umumnya meniliti tidak hanya perilaku dan kegiatan manusia, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu seperti, sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan sebagainya. Di samping itu, pendekatan perilaku menampilkan suatu ciri khas yang revolusioner yaitu suatu revolusioner yang kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. Orientasi ini terdiri dari beberapa konsep pokok yang dipelopori oleh Davied Easton (1962) dan Albert Somit (1967) yaitu: Perilaku politik menampilkan keteraturqan yang perlu dirumuskan sebagai dasar umum yang kemudian diuji kebenaranya yang dimana dukur dari data statistika dan matematika Harus ada usaha membedakan norma dan fakta Analisis politik tidak boleh mencerminkan pemikiran pribadi setiap analisis harus bebas-nilai sebab nilainya tidak dapat diukur secara ilmiah. Penelitian harus sistematis dan menuju pembetukan teori Ilmu politik harus bersifat murni, kajian terapan untuk mencari penyelesaian masalah dan menyusun rencana penyelesaian masalah. Salah satu Pelopor pendekatan perilaku ini adalah Gabriel Abrahan Almond. Ia berpendapat bahwa semua sistem mempunyai struktur ( institusi atau lembaga) . Sistem Politik Menyelenggarakan 2 fungsi, yaitu fungsi Masukan (input) dan keluar (output), Menurut Almond ada lebih dari empat fungsi input dan tiga fungsi output Input ialah sosialisasi politik dan rekrutmen, artikulasi kepentingan, himpunan kepentingan, dan komunitas politik. Kemudian dalam perkembangannya Almond mengubah istilahnya menjadi tiga fungsi, yakni fungsi kapasitas,fungsi konversi, dan pemeliharaan. Output ada tiga fungsi, yaitu membuat peraturan, mengaplikasikan peraturan, dan memutuskan peraturan. Ia mengutarakan bahwa dalam suatu sistem politik ada suatu aliran terus – menerus dari input ke output dari bolak – balik unput terdiri atas tuntunan dan dukungan yang berasal dari lingkungan. Sistem politik yang terdiri dari pembuat keputusan dan aktor politik lainya. Menerima input ini dan menunggu reaksi terhadp kebijakan. Ini seperti black box yang terdiri dari intitusi poltiik dan menghasilkan output ke dalam keputusan otoritatif. Output ini pun kembali ke dalam lingkaran umpan balik. Selalu terjadi proses mencari keseimbangan melalui proses yang dinamis. Kritik Terhadap Pendekatan Perilaku Dalam perkembangannya Pendekatan Perilaku pun tidak luput dari kritik yang datang dari berbagai pihak. Kalangan tradisionalis yang tadinya menjadi sasaran utama dari kecaman kaum perilaku (behavioralis) kelihatannya tidak tinggal diam dan mempertahankan diri dengan sengit. Juga dilontarkan kritik bahwa Pendekatan Perilaku tidak mempunyai relevansi dengan realitas politik dan terlalu banyak memusatkan perhatian pada masalah yang kurang penting, seperti survei mengenai perilaku pemilih, sikap politik, dan pendapat umum. Lagi pula pendekatan ini tidak peduli atau buta terhadap masalah – masalah sosial yang gawat seperti konflik dan pertentangan – pertentangan pada saat itu yang menguncang masyarakat. Perbedaan antara tradisionalis dengan para behavioralis dapat disimpulkan sebagai berikut: jika para tradisionalis menekankan nilai dan norma – norma, maka para behavioralis menekankan fakta. Jika tradisionalis menenkankan segi filsafat, maka para behavioralis menenkankan penelitian empiris. Jika para tradisionalis menonjolkan aspek historis-yudiris maka para behavioralis mengutamakan aspek sosiologis-psikologis. Jika para tradisionalis memilih metode kualitatif, maka para behavioralis mementingkan metode kuantitatif. Akan tetapi pada pertengahan Dasawarsa 1960-an, kritik juga tumbuh dikalangan behavioralis sendiri, yang mencapai puncaknya ketika perang Vietnam berlangsung. Revolusi pasca-perilaku ini dipelopori oleh David Easton sendiri. Kecaman ini timbul karena banyaknya masalah yang meresahkan masyarakat, seperti lomba persenjataan dan diskriminasi ras, masalah yang tidak ditangani apalagi diselesaikan oleh para sarjana behavioralis. Sejumlah kalangan behavioralis menyadari bahwa mereka telah gagal meramalkan ataupun mengatasi keresahan yng ditimbulkan oleh perang Vietnam. Maka dari itu, gerakan Pasca-Perilaku ini malahan mencanangkan perlunya relevansi dan tindakan. Gerakan ini ntidak menolakan pendekatan perilaku seluruhnya, hanya mengecam skala prioritasnya. Akan tetapi ia mendukung sepenuhnya pendekatan Perilaku mengenai perlunya meningkatkan mutu ilmiah ilmu politik. Pada tahun 1969 David Eston, pelopor Pendekatan Perilaku yang kemudian medukung Pendekatan Pasca-Perilaku, dalam tulisanya Revolution in Political Science merumuskan pokok – pokok Credo of Relevance yaitu: Dalam usaha mengadakan penilitian empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan dengan masalah sosial yang dihadapi. Padahal menangani masalah sosial lebih mendesak ketimbang mengejar kecermatan dalam penelitian. Pendekatan Perilaku bersifat konservatif, sebab terlalu menekankan keseimbangan dan stabilitas dalam suatu sistem dan kurang memperhatikan gejala perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam penelitian tidak boleh adanya bebas-nilai dalam evaluasinya. Malahan harus melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah – masalah sosial dan mempertahankan nilai – nilai kemanusiaan. Mereka harus satu tujuan bahwa mereka ingin adanya perubahan yang baik di dalam masyarakat. Perlu dicatat bahwa, disatu pihak, kecaman para penganut pendekatan Pasca-Perilaku dalam beberapa aspek mirip dengan kritik yang di lontarkan oleh sarjan tradisionalis. Perbedaannya ialah bahwa para tradisionalis ingin mempertahankan hal-hal yang lama, sedangkan kalangan pasca-perilaku melihat ke masa depan. Pendekatan Neo-Marxis Para marxis ini, yang sering Neo-Marxis untuk membedakan mereka dari orang Marxis klasik yang lebih dekat dengan dengan komunisme, bukan merupakan kelompok yang ketat organis asinya atau mempunyai pokok pemikiran yang sama. Kebanyakan kalangan Neo-Marxis adalah cendekiawan yang berasal dari kalangan ‘borjuis’ dan seperti cendekiawan di mana-mana, enggan menggabungkan diri dalqm organisasi besar seperti partai politik atau terjun aktif dalam kegiatan politik praktis. Para Neo-marxis ini, disatu pihak menolak komunisme dari Uni Soviet karena sifatnya yang represif, tapi di pihak lain mereka juga tidak setuju dengan banyak aspek dari masyarakat kapitalis dimana mereka berada. Begitu pula mereka kecewa dengan kalangan sosial-demokrat. Meskipun kalangan sosial-demokrat berhasil melakasanakan konsep Negara kesejahteraan di beberapa negara Eropa Barat dan Utara dan meningkatkan keadilan sosial untuk warganya, tetapi mereka dianggap gagal menghapuskan banyak kesengjangan sosial lainnya. Di Amerika Serikat, tidak lama sesuai Perang Dunia II, timbul perasaan anti-komunis dan anti-Soviet yang kuat, yang kemudian terjelma menjadiapa yang dinamakan Perang Dingin. Di Amerika, dengan diterimanya internal security Act atau lebih terkenal dengan sebutan McCarren Act (1950) dan aksi-aksi yang dilontarkan oleh senator Joseph McCarthy, setiap pemikiran yang berbeda dengan apa yang berlaku umum dicurigai dan di anggap subersif. Bangkitnya kemabali perhatian pada tulisan-tulisan Marx ini berbarengan dengan beberapa kejadian di berbagai belahan dunia. Pertama, perubahan yang mendasar di dunia komunis internasional sesudah Stalin meninggal pada tahun 1953. Kedua, munculnya China (Republik Rakyat China) sebagai penantang terhadap domisi Uni Soviet dalam dunia Komunis. Ketiga, terjadinya proses dekolonisasi di belahan-belahana dunia yang selama ini dijajah. Keempat, muncul berbagai gerakan sosial, seperti gerakan perempuan, gerakan lingkungan, gerakan mahasiswa, dan gerakan anti-rasialisme. Salah satu kelemahan yang melekat pada golongan Neo-Marxis adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam kedaan dunia yang sudah banyak berubah. Marx dan Engels meninggal pada tahun 1883 dan 1895. Kedua tokoh ini tidak mengalami bagaimana pemikiran mereka dijabarkan dan diberi tafsir khusus oleh Lenin. Tafsiran ini yang kemudian dibakukan oleh Stalin dan diberi nama Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Fokus analisis Neo Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara. Mereka mengecam analisis struktrural-fungsional dari para behavioralis karena terlampau mengutamakan harmoni dan keseimbangan sosial dalam suatu sistem politik. Menurut pandangan structural-fungsional, konflik dalam masyarakat dapat diatasi melalui rasio, iktikad baik, dan kompromi, dan ini sangat berbeda dengan titik tolak pemikiran Neo-Marxis. Selain dari itu ada Marxis Eksistensial, yang terutama berkembang di Perancis pada dasawarsa 1960-an. Tokohnya yang paling terkenal diantaranya adalah cendekiawan Jean Paul Sartre (1905-1980). Marxisme Strukturalis lahir petengahan dasawarsa 1960-an juga di perancis. Mereka banyak memakai analisis interdisipliner dengan mengikutsertakan sosiologi, filsafat, ekonomi serta sejarah, dan kebanyakan beranjak dari tradisi intelektual di Eropa. Perlu disebut juga mereka jarang menganalisis sistem politik dan ekonomi Uni Soviet, sehingga kadang-kadang memberi kesan mereka menyetujuinya. Satu dua diantara mereka berusaha menganalisis sistem politik dan ekonomi soviet dengan perangkat analisis system politik dan ekonomi Uni Soviet dengan perangkat analisi Neo-Marxis sampai pada kesimpulan bahwa sistem ekonomi Uni Soviet pada dasarnya adalah kapitalisme negara (state capitalism). Teori Ketergantungan (Dependency Theory) Teori ketergantungan adalah kelompok yang mengkhususkan penelitianmya pada hubungan antara negara Dunia pertama dan Dunia ketiga. Kelompok ini menarik perhatian besar pada tahun 1970-an dan tahun 1980-an, tetapi sebenarnya pada tahun 1960-an sudah mulai dirintis, antara lain oleh Paul Baran, yang kemudian disusul oleh Andre Gunder Frank. Bertolak dari konsep Lenin mengenai imperialisme, kelompok ini berpendapat bahwa imperialisme masih hidup, tetapi dalam bentuk lain yaitu dominasi ekonomi dari negara-negar kaya terhadap negara-negara yang kurang maju (underdeveloped). Negara-negara maju memang telah melepaskan tanah jajahannya, tetapi tetap mengendalikan (mengontrol) ekonominya. Pembagunan yang dilakukan oleh negara berkembang sering kali tidak dapat berkembang dengan pesat karena selalu ada kepentingan yang dibuat oleh negara maju. Pertama, didalam negara berkembang biasanya memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, negara maju akan melakukan investasi besar – besaran karena pada saat itu pasti harga tanah rendah, gaji dan upah yang kecil, dan bahan baku yang murah. Kedua, negara berkembang selalu tidak berkembang karena hanya dijadikan pasar produksi oleh negara barat karena negara itu selalu ingin membeli tanpa adanya keinginan untuk memproduksi barang sendiri – sendiri. Yang paling ekstrem adalah pemikiran pelopor Teori Ketergantungan, Andre Gunder Frank (Tahun 1960-an) yang berpendapat bahwa penyelesaian masalah itu hanyalah melalui revolusi sosial secara global. Sementara penulis lain seperti Hanrique Cardoso (1979) menganggap bahwa penggunaan yang independen ada kemungkinan terjadi, sehingga revolusi sosial tidak mutlak harus terjadi. Yang menarik dari tulisan-tulisan kalangan pendukung Teori ketergantungan (dependencia), yang pada awalnya memusatkan perhatian pada negar-negara Amerika Selatan, adalah pandangan mereka yang membuka mata kita terhadap akibat dari dominasi ekonomi ini. Ini bisa terlihat dari menumpuknya utang negara dan kesenjangan sosial ekonomi dari pembangunan di banyak negara dunia ketiga. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice) Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan diatas mencapai semacam konsesus yang menunjukan adanya pluralitas dalam bermacam-macam pandangan. Berbagai negara baru menyusun rencana-rencana pembangunan, sedangkan beberapa negara kaya turut membantu melalui bemacam-macam oraganisasi Internasional atau secara bilateral. Pelaku Dalam ilmu politik pada umumnya, dikenal nama Pendekatan Pilihan Rasional, sementara itu juga ada beberapa nama lain seperti Public Choice dan Collective Choice. Akhir-akhir ini berbagai variasi analisis ini telah mengembangkan satu bidang ilmu politik tersendiri, yaitu Ekonomi Politik (Political Ekonomy). Pengikut pendekatan ini menimbulkan kejutan karena menmcananghkan bahwa mereka telah meningkatkan ilmu politik menjadi satu ilmu yang benar-benar science. Intinya dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik. Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencemirkan apa yang diamggap kepentingan diri sendiri. Ia melakukan hal dalam situasi terbatasnya sumber daya, dan karena itu ia harus membuat pilihan. Untuk menetukan suatu sikap dan tindakan yang efesien ia harus memilih antara beberapa alternatif mana yang akan membawa keuntungan dan kegunaan yang paling maksimal baginya. Rational Action ini, terutama politisi, birokrat, pemilih (dalam berbagai acara pemelihan), dan aktor ekonomi, pada dasarnya egois dan segala tindakannya berdasarkan kecenderungan ini. Mereka selalu mencari cara yang efesien untuk mencapai tujuannya. Optimalisasi kepentingan dan efisien merupakan inti dari teori Rational Choice Sekalipun berbagai penganut Rational Choice mempunyai penjelasan yang berbeda-beda, substansi dasar dsari doktrin ini telah dirumuskan oleh James B. Rule, sebagai berikut: Tindakan manuasi (human action) pada dasarnya adalah “instrumen” (dalam arti:alat bantu), agar perilaku ,manusia dapat dijelaskan sebagai sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak jarak jauh. Untuk manusia, atau untuk kesatuan yang lebih besar, tujuan atau nilai tersusun secara hierarkis yang mencermikan preferensinya mengenai apa yang dikehendakinya atau diperlukannya. Hierarki preferensi ini relative stabil. Para aktor merumuskan perilkunya melalui perhitungan rasional mengenai aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya. Informasi relevan yang dimilki oleh aktor sangat memengaruhi hasil dari perhitunganya. Proses-proses sosial berskala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan praktik-pratik merupakan hasil dari kalkulasi seperti itu. Aplikasi teori ini sangat kompleks. Model-model dan metode ekonomi diaplikasikan terutama dalam penelitian mengenai pola-pola voting dalam pemilihan umum, pembentukan kabinet, sistem pemerintahan parlementer, badan-badan legislatif, dan pendirian patrai politik dan kelompok kepentingan. Mazhab inin sangat dibentang oleh para penganut Structural-functionalism Karena diaggap tidak memerhatikan kenyataan bahwa manusia dalam berperilaku poltiknya sering tidak rasiuonal, bahwa manusia sering tidak mempunyai skala preferensi yang tegas dan stabil, dan bahwa ada pertimbangan lain yang turut menetukan sikapnya, seperti faktoir budaya, agama, sejarah, dan moralitas. Pendekatan Institusionalisme Baru mengapa disebut Institusionalisme Baru? Oleh karena ia merupakan penyimpangan dari Institusionalisme Lama. Institusionalisme Baru melihat institusi negara sebagai hal yang dapat dipeebaiki kearah suatu tujuan yang tertentu, spewrti misalnya membangun masyarakat yang lebo9h makmur. Institusionalisme Baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dan kebijhakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai intitusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan oleh para aktor serta pilihanya. Dengan demikian kedudukan sentral dari institusi-istitusi dalam membentuk kebijakan publik dinomorduakan. Apakah istitusi politik? Ada semacam konsesus bahwa inti dari institusi politik adalah rules of the game (aturan main). Yang menjadi masalah ialah aturan yang mana, dan bagaimana sifatnya, formal seperti perundang-undangan, atau informal seperti kebiasaan, norma sosial dan kebudayaan. Institusi tidak hanya merupakan refleksi dari kekuatan sosial. Institusi seperti pemerintah, parlemen, partai politik, dan birokrasi mempunyai kekuatan sendiri, dan para aktor harus menyesuaikan diri padanya. Institusional Baru menjadi sangat penting bagi negara-negara yang baru membebaskan diri dari cengkraman suatu rezim yang otoriterserta represif. Bagi penganut Institusional Baru, pokok masalah ialah bagaimana membentuk institusi yang dapat menghimpun secara efektif sebanyak mungkin prefensi dari para aktor untuk membentuk kepentingan kolektif. Perbedaannya dengan Instusionalisme yang lama ialah perhatian Instusional Baru lebih tertuju pada analis ekonomi, kebijakan fisikal dan monoter, pasar dan Globalisasi ketimbang pada masalah konstitusi yuridis. Pendekatan Institusionalisme Baru Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan yang lain, pendekatan ini lebih mengenai ekonomi dan sosiologi. Mengapa disebut Institusionalisme Baru karena mereka melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah seperti apa yang statis. Mereka membuat sebuah rencana dan strategi yang praktis untuk menentukan langkah – langkah untuk mencapai rakyat yang makmur. Intitusisionalisme Baru melihat kebijakan politik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar dan massa. Bentuk dan sifat dari institusi itu dipengaruhi oleh orang di dalamnya. Institusi politik adalah organisasi yang tertata melalui pola dan perilaku yang diatur oleh peraturan yang diterima oleh standart dan memiliki rule of game (aturan main). Mengapa institusi ada? Karena manusia menyadari bahwa setiap warga negara memiliki kepentingan sendiri akan tetapi ia menyakini bahwa ada kepentingan bersama dibalik itu. Warga masyarakat menginginkan peraturan itu dilaksanakan dan untuk itu mereka membentuk beberapa institusi untuk melaksanakan kepentingan kolektif itu. Maka timbulah institusi seperti parlemen, konstitusi, birokrasi, sistem partai, dan sistem peradilan yang semua termasuk ke dalam sistem politik. Institusi – institusi memengaruhi dan menentukan cara para aktor yang berusaha mencapai tujuanya. Institusi mempunyai kekuasaan sedikit banyak otonom dan para aktor yang ingin mengubah institusi tertentu akan mempertimbangkan akibat yang sering tidak diketahui. Inti dari Institusionalisme Baru menurut Robert E. Goodin yaitu: Aktir dan kelompok melaksanakan sebuah kontrak yang dibatasi oleh kolektif. Pembatasan itu terdiri dari norma dan pola peran yang ada di dalam kehidupan sosial. Pembatasan ini memberikan keuntungan kepada individu atau kelompok dalam mengejar proyek mereka masing – masing Didalam pembatasan itu juga membentuk preferensi dan motivasi dari aktor dan kelompok Pembatasan ini merupakan peninggalan yang sudah dilakukan waktu yang lalu. Pembatasan ini mewujudkan, memelihara, dan memberi peluang serta kekuatan yang berbeda kepada individu dan kelompok. Institusionalisme Baru sangat penting bagi perkembangan negara baru yang ingin membebaskan dari suatu rezim otoriter. Bagi penganut Institusionalisme Baru, pokok masalah ialah bagaimana membentuk institusi yang dapat menghipun secara efektif semua preferensi untuk menentukan kepentingan kolektif. Dengan membentuk suatu strategi dari suatu rencana aksi yang bernilai untuk negara – negara yang sedang dalam transisi ke demokrasi, Institusinalisme Baru menjadi alat yang sangat penting. Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan Tak dapat dipungkiri bahwa akibat dari perkembangan berbagai pendekatan terhadap gejala-gejala politik yang diuraikan di atas adalah terakumilasinya pengetahuan. Analisis dan polemik antara para sarjana yang kadang-kadang sifatnya telah memperkaya khazana analisis. Seperti sering terjadi dalam perdebatan intelektual, pihak-pihak yang bersangkutan mempertajam alat analisis (tools of analysis) masing-masing dan meneliti meneliti kembali rangka, metode dam tujuan ilmu politik. Interaksi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya juga telah memperluas cakrawala. Hasil dari dialog ini sangat mendorong berkembangan ilmu politik itu sendiri, baik di bidang pembinaan teori (theory building), maupun di bidang penelitian perbandingan antara negara-negara maju dan negara berkembang. Dewasa ini telah terbentuk suatu kesadran bahwa setiap pendekatan hanya menyingkapi sebagian dari tabir kehidupan politik dan bahwa tidak ada satu pun pendektan yang secara mandiri dapat menjelaskan semua gejala politik. Klesadaran ini membuat para sarjana ilmu politik lebih toleran terhadap pandangan sarjana lain. Masing-masing paradigm tidak lagi bersaing, tetapi saling melengkapi dengan saling meminjam konsep dan alat analisis. Telah tumbuh suatu visi pluralis mengenai metode dan pendekatan, dan hal ini telah meningkatkan kredibilitas. Adapun perkembangan ilmu politik ke dalam berbagai bidang termasuk sejarah, filsafat, hukum, dan ekonomi. Sebagaimana filsafat politik paling tidak menjadi subdisiplin ilmu politik, di mana filsafat berperan dalam kajian ilmu politik, ilmu tanpa filsafat bukanlah bertugas membantu manusia, melainkan malah menjadi tuannya karena itulah ilmu politik tidak mampu berdiri sendiri tanpa ilmu – ilmu yang lainya. 3.2 Saran Bagi para penggelut khususnya, dan kita semua sebagai agen of change alangkah lebih baiknya agar memahami dasar – dasar ilmu politik sebagaimana pembahasan mengenai pendekatan, metode, teknik serta ilmu bantu politik supaya apa yang kita cita – cita kan bersama akan terwujud dengan baik ditambah agar nantinya apabila kita terjun ke dalam dunia politik yang nyata kita dapat menerapkan apa yang telah kita pelajari dari pendekatan ilmu poDengan adanya makalah ini, diharapkan para mahasiswa, khususnya bagi penulis sendiri agar lebih muda memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji dalam Pengantar Ilmu Politik khususnya pada materi “Pendekatan dalam Ilmu Politik”. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun. Akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Pengajar Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik yang telah memberikan saran dan keritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini terutama kami ucapkan Terima Kasih. Daftar Pusaka Budiharjo, Miriam, Prof. 2018. Pengantar Ilmu Politik. Penerbit Gramedia. Jakarta Parmadisme. 2012. Konsep Ilmu Politik